Anda di halaman 1dari 49

BEGIN AGAIN !

@tevredentim
BEGIN AGAIN !
Kesempatan tak hadir dua kali
Tapi tak mengapa untuk memulai lagi

@tevredentim
Prolog
Prolog
Rasulullah SAW pernah bersabda, hikmah adalah
barang yang hilang dari kaum muslimin. Dimanapun ia
menemukannya, hendaklah ia mengambilnya.

Yap, PDF kecil ini adalah sedikit pengendapan dari


jutaan hal yang terjadi sekitar awal tahun 2023 sampai
detik ini. Yang buat aku, itu adalah fase hidup yang
nano nano, mengejutkan, ga terprediksi, dan cukup
memberikan kesan yang mendalam. Jadi daripada di
pendem sendiri, kata Bang Andmesh, "Bila esok nanti,
kau sudah lebih baik, jangan lupakan masa masa
sulitmu. Ceritakan kembali pada dunia... "

Aku yakin setiap cerita berharga dan ngga tertulis sia


sia. Kata Bang Budiman Hakim, hidup kita sebenarnya
memiliki banyak kisah menarik untuk dibagikan. Hanya
saja sedikit dari kita yang “memasang perhatian”
terhadap hal hal kecil. Padahal dunia kita dipenuhi
inspirasi, bagi orang orang yang siap menerimanya.

So, PDF kecil ini akan berisi tulisan kecil yang terdiri
dari 3 bagian.
Pertama, tentang "Berdamai dengan Masalah Hidup".
Kedua tentang "Rumus Kecil Hidup Santuy"
Dan Ketiga tentang "Selagi Masih Idealis".
Terserah mau dibaca dari mana, semoga bisa
bermanfaat untuk pembaca semua ya!
daftar isi
Berdamai dengan Masalah Hidup
Sering Lupa Kalau Masih Hidup
Pekerjaan Paling Bahagia di Muka Bumi
Berjuang dalam Kesyukuran Tertinggi
Masalah itu Akan Menyenangkan Juga
Bentuk Lain dari Cinta

Rumus kecil hidup santuy


Orang Orang Santuy
Bagian Terbaik untuk Kita
Ribet Banget Mau Bersyukur
Cuma Beda Selera
Direncanakan Harus, Dikhawatirkan Jangan

Selagi masih idealis


The Value of Ourselves
Jangan Ragu Menjaga Kehormatan !
Sebab Sedih, Hati yang Penuh Iman
Baca Buku (Nggak) Mengubah Hidupmu
Doa doa Manusia Idealis
Amal Amal Terbaik
1
Berdamai dengan Masalah Hidup
Sering Lupa Kalau
Masih Hidup
"Kayaknya kalau aku sudah ada di posisi itu, semua
masalahnya akan selesai deh"

Batinku menerka.

Tapi begitu sudah sampai di posisi itu. Okelah, euforia


bahagia sehari dua hari. Selanjutnya masalah baru dan
lebih berat berdatangan. Gejolaknya tak berhenti.

Kita dulu saat masih SMA beranggapan ketika masuk


kuliah, maka selesailah semua penderitaan mengejar
seleksi SBMPTN. Iya si selesai, tapi kemudian kita
lanjut menerima beban sulitnya penugasan orientasi
mahasiswa baru, lelahnya beradaptasi, atau tugas
menumpuk dan tak kunjung habis. Akhir masa studi di
perkuliahan, rasanya selesai skripsi adalah kunci dari
kebahagiaan hidup. Iya si bahagia, tapi lepas itu kita
mengejar lagi bagaimana cara mencari kerja, mencari
relasi, menerima kepahitan hidup yang rasanya ga
bertepi.

Kalau sering terasa dunianya semakin melelahkan dari


hari ke hari. Atau rasanya tidak pernah berujung
kesukaran yang ditemui. Ya, pada hakikatnya
sederhana, karena kita masih tinggal di atas bumi.
Kita terus diuji. Semakin bertumbuh besar dan dewasa,
kita akan bertemu banyak persoalan yang rasanya
kian menyiksa. Terus gimana biar tetap bahagia?

Kalimat indah di Al Qur'an mendeskripsikan bahagia


adalah "la khoufun alaihim walahum yahzanun". Tidak
cemas tentang masa depan, dan tidak sedih tentang
masa lalu.

Bukankah seringnya masalah kita bertambah rumit


karena diri kita sendiri? Karena pikiran kita yang
terlanjur morat marit sana sini. Berpikir yang di luar,
terjebak pada penyesalan dan kesalahan kemarin,
merutuki dan mendamba kembalinya masa lalu,
mencemaskan berlebihan, dan cenderung ingin
menghindar dari masalah. Atau terlalu lama berdamai
dengan apa yang diberi oleh Sang Pengasih. Alias ribet
bener menerima takdir. (Tapi emang ga gampang si)

Nah, Saatnya kita hidup dengan mindfulness. Hiduplah


detik ini, lihatlah langkah yang bisa di tapaki,
merencanakan tanpa mencemaskan, dan fokus pada
yang masih di bawah kendali diri.

Sulit? Iya, karena kita butuh berlatih terus menerus.


Sabar sedikit demi sedikit. Dan punya mindset untuk
terus bangkit.

Setiap masalah itu sudah ditakar sesuai kadar


kesanggupan diri. Bisa, dan pasti bisa dilewati :)
Pekerjaan Paling
Bahagia di Muka Bumi
Aku bergidik ngeri membayangkan darah yang
muncrat dari kulit yang koyak. Atau seorang yang
kejang kelonjotan di ranjang rumah sakit dan tidak
sadarkan diri. Atau seorang yang sesak dengan nafas
yang terdengar kencang berderit, tersengal, seperti
hendak mati. Bagaimana mungkin di tengah situasi
segenting itu aku bisa tenang kemudian memberikan
pengobatan.

Aku menggeleng. "Tidak, aku tidak mau jadi dokter"


"Bagaimana Kalau Jadi Guru ?"

Aku terbatuk membayangkan seharian tidak berhenti


berbicara. Mengajar materi yang sama bertahun tahun.
Bagaimana nanti jika aku bertemu murid bandel yang
susah dibilangin, atau bertemu murid terlalu pintar
sehingga aku tak kuasa menjawab pertanyaannya.
Belum lagi beban membuat bahan ajar, kerumitan
administrasi, RPP dan RPK.

Aku menggeleng. "Kayaknya, ga juga deh"


"Bagaimana Kalau Tukang kebun ?"

Aku melotot. Aih, mana mungkin aku bekerja setiap


hari di bawah terik matahari, bergumul bersama
lumpur, tai ayam, dan tanah becek. Belum nanti jika
ada ulat, cacing, serangga, yang tega melubangi daun
daun yang sedang tumbuh atau memakan buah yang
ranum. Bisa rugi bandar aku !

Aku menggeleng. "Mengerikan sekali sepertinya


menjadi tukang kebun. Tidak ah"

"Apa sih yang kamu cari ?" Tanya lawan bicaraku.


"Aku ingin pekerjaaan yang enak, passionku dan aku
bahagia"
Dia terbahak.
"Kalau memang tak mau ada masalah di pekerjaan
nanti, mending kamu ke kuburan !"
Aku memandangnya bingung.

"Hanya orang mati yang tidak punya masalah hidup"


Selorohnya tertawa.
Berjuang dalam
Kesyukuran Tertinggi
Zaman Dahulu, seorang pekerja kasar mengeluhkan
hidupnya yang sulit,
Maka dia berandai, kalau saja tanpa berpayah payah
ia bisa mendapatkan 2 potong roti setiap hari,
kayaknya bakal enak banget. Coba tebak apa yang
terjadi ? Tak lama kemudian, seseorang memfitnahnya.
Sehingga pekerja kasar tersebut dimasukkan dalam
penjara

Dan alangkah terkejutnya, justru disitulah doanya


terkabul sempurna. Tanpa payah dan tanpa perlu
bekerja. Sipir memberikan kepadanya 2 butir roti,
persis seperti yang ia pernah angankan. Setiap hari
jatahnya didapat tanpa ia bekerja nguli. Bahkan hanya
perlu terdiam manis dibalik jeruji.

Sambil menyesal, diambilnya air wudhu, dia meminta


ampun.

Tak seharusnya ia suka mengeluh dan berandai,


Hingga ia melupakan nikmat bebas dan bekerja yang
jauh lebih besar daripada terkurung dalam penjara.
Kesulitan kesulitan yang kita rasakan, justru menjadi
kenikmatan yang di rindu saat tak lagi merasakan itu.
Selalu melihat yang di atas dan berangan jauh acap
kali membuat kita lupa mensyukuri banyak nikmat hari
ini, yang bentuknya bisa jadi kesulitan dan perjuangan
itu sendiri

Tetap pijakilah jalanmu sekalipun kadang berkerikil,


kadang menanjak, kadang mulus, atau kadang berduri.
Selagi kakimu masih kuat mengayuh pedalnya, dan
jalannya masih ada
Jangan berhenti.

Kesempatan berjuang itu sungguh mahal sekali


Masalah itu Akan
Menyenangkan Juga
Demisioner sebuah organisasi itu berkumpul kembali
beberapa waktu pasca kepengurusan. Setelah saling
berpelukan melepas rindu, nostalgia jadi topik paling
seru.
"Ah, iya... Dulu kita saking ga ada dananya, sampai
keliling semua toko buat ngasih proposal"
"Iyaa, di tolak lagi, sampai nge- email ke 100
perusahan ada, nggak ada yang merespon"
"Tapi ada yang lebih nyesek tau daripada itu..."
"Ah Iya... Pas ternyata gedungnya ke booking duluan
sama tetangga"

Tawa membuncah, senyum merekah, suasana hangat


sekali. Setiap orang berebut mengenang cerita paling
bermakna masing masing. Memori otak sampai sampai
kewalahan, mengulang semua cerita yang hampir
hampir tergilas waktu.

Cerita itu jadi nikmat sekali untuk dikenang.


Manusia manusia itu kini sangat mensyukuri sebuah
sunnatullah hidup yang melekat padanya sejak ia
dilahirkan. Lihatlah dirinya, matanya kian teduh,
hatinya kian jembar, pikirannya kian tenang. Setiap
hari ia belajar percaya. Masalah yang dulu mengerikan
sudah ia taklukkan. Entah bagaimana nanti hal
kedepan yang akan ia hadapi, ia yakin, ia bisa
melewatinya.

"Seberat apapun dewasa mengujimu. Tak kan lebih


dari yang engkau bisa" (Tulus, 17)

Lihatlah pada dirimu sendiri. Bahu yang kamu kira


rapuh, sudah pernah begitu kokoh. Kamu sudah
berulang kali belajar, bahwa semua masalah itu akan
senantiasa merapuhkanmu, tapi bersamaan dengan itu
ia juga akan menguatkanmu.

Jadi hari ini, kita belajar lagi. Masalah itu akan


menyenangkan, tapi nanti. Kalau kata Idgitaf, “hal
indah butuh waktu untuk datang !”
Bentuk Lain Dari
Cinta
Seorang balita tantrum dan menjerit jerit di sebuah
Mall. Dia kelojotan. Menangis kencang. Tak puas, dia
berguling guling di lantai. Meronta ronta. Nafasnya
tersengal dan mukanya sudah merah padam. Air
matanya banjir. Dia sukses membuat semua mata
tertuju pada tingkahnya. Sukses menarik perhatian
puluhan pengunjung. Tapi dia tidak sukses mengubah
keputusan orang tuanya.

"Tadi kita sudah sama sama sepakat untuk hanya


membeli satu mainan saja bukan ? Tidak ada
tambahan Es Krim atau Permen Gula gula"
Sang Ibu berbicara pada balitanya. Tampak tak goyah
sedikitpun dengan balitanya yang “nge-reog” di
depannya. Sang Ayah apalagi, sambil duduk
menunggu ia tampak tak terganggu. Sesekali sedikit
melempar senyum pada sesama pengunjung mall yang
lewat dan menatap balita dengan kedua orang tua
yang tampak tak peduli.

Beberapa ibu ibu melintas sambil berkata nyinyir.


"Berapa sih harga Es Krim, pelit sekali jadi orang tua"
Tapi orang tua si balita dengan tenang berkata. “Oh,
tidak. Justru ini lebih mahal dari es krim. Ini bukan
hanya sekedar 1 lembar uang berwarna biru. Tapi ini
tentang janji, komitmen, dan perilaku. Tak ternilai
dengan serupiah pun”

Beberapa waktu kemudian akhirnya si Balita tenang. Si


Balita belajar bahwa cinta tak melulu tentang
pemberian apa yang di mau. Cinta juga tentang
pengajaran. Ia tahu, bahwa komitmen tetaplah
komitmen. Mau bagaimanapun keadaannya, mau
bagaimanapun ia berusaha merobohkannya.

Ia jadi belajar juga, bahwa orang tuanya bukan tidak


mencintainya. Karena cinta tidak selalu tentang apa
yang ia mau lalu di turuti. Cinta tentang yang terbaik.
Dan yang terbaik kadang terlalu sulit untuk kita
mengerti.

Jadi tidak mengherankan kalau ujian tanda cinta.


Cinta yang baik selalu menjadikan kita tambah baik.
Dan kebaikan memang begitu, campur aduk dan
tampak tak menawan. Tapi dia selalu berkesan.

Dan kebaikan selalu begitu, kadang baru disadari itu


baik setelah beberapa waktu. Jadi ya.. kalau belum
tampak kebaikan akan suatu musibah, baiknya sabar
dulu. Atau mengubah pikiran kita, mencari baiknya.
Segala persoalan dalam hidup ini sesungguhnya
tidak untuk menguji kekuatan dirimu. Tetapi menguji
seberapa besar kesungguhanmu dalam meminta
pertolongan Allah.
—Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
2
Rumus kecil hidup santuy
Orang orang
santuy
Suatu hari dalam cecaran batu batu yang melukai,
seorang Nabi di tawarkan pilihan menarik tentang
balas dendam. Sasarannya adalah Thaif yang tak
ramah lagi bintang 1. Pasalnya, warga Thaif sudah
bertindak melampaui batas. Kehadiran sang Nabi tak
hanya disambut dengan usiran, umpatan, dan cacian.
Batu batu pun melayang ke tubuh sang nabi yang
berusaha di lindungi oleh seorang sahabat yang
menemani.

"Mereka tidak tahu", begitu kata sang Nabi "santai".


Tawaran menggiurkan malaikat untuk "membalikkan
gunung untuk menimpa Thaif" ditolaknya.

Tak lagi sang Nabi berpikir, "mereka jahat banget",


"aku salah apa ya", atau pikiran pikiran over thinking
sejenis. Dengan lapang beliau mendoakan,
memaafkan, dan memaklumi.

Pun dengan Umar Bin Abdul Aziz. Dalam patroli tengah


malamnya sebagai seorang wali kota Dabiq saat itu,
tak sengaja kakinya tersandung seseorang yang
sedang tertidur.

Maka yang tidur mengumpatnya "apa kau gila !?"


Sang pengawal marah tak karuan. Bagaimana
mungkin sang wali kota di hujat. Bagaimana mungkin
ada orang yang ga respect dengan tuannya, orang
nomor satu di kota itu. Saat hampir dihabisinya orang
tersebut, Umar bin Abdul Aziz menahannya

"Dia hanya bertanya apa kau gila, lalu aku jawab


tidak" dengan santai. Lalu pergi beranjak.

Juga saat itu, bertepatan dengan ditolaknya seorang


teman dari program impiannya, padahal sudah
dikerahkan sekuat tenaga. "Ooo berarti belum rezeki".
Lalu sudah. Tak ada drama penyesalan setelahnya.
Langkahnya langsung berlanjut.

Kayaknya enak banget kalau kita menjadi manusia


anti drama drama club. Kalau ada hal tak
menyenangkan, kita punya hati lapang seluas
samudera untuk menerimanya dengan ringan. Kalau
setiap takdir yang tak selaras dengan keinginan
diterima dengan penuh kerelaan. Energi kita ga
terkuras untuk berlarut larut, mudah berbenah,
sehingga ada banyak hal baik yang bisa kita raih
setelahnya.

Bagaimana caranya ?

"Oh..ada caranya ya ? Kirain emang default orangnya


gitu"
Nah itu dia, ayo kita belajar bareng. Karena menjadi
manusia anti drama dan santai bisa dilatih dan
dipelajari. Bahkan bisa diminta kepada sang Pemilik
hati, Allah SWT. Pernah dengar tentang doa nabi Musa,
yang meminta dilapangkan hatinya ?

Karena gak jarang kan kita justru overreaction sama


hal hal yang bahkan "diluar kuasa kita". Energi kita jadi
tersedot banyak untuk berdamai dengan sendiri.
Menguras waktu dan emosi. Akhirnya mimpi mimpi
yang harusnya bisa di kejar jadi sekunder, karena
energi buat meraihnya sudah habis hanya untuk
menyesali diri.
Bagian Terbaik
untuk kita
Dalam Sebuah perjalanan yang payah dan melelahkan,
binar mata Sayyidina Luqman kembali bercahaya,
begitu ditangkap oleh korneanya, dari kejauhan
sebuah desa yang siap menjadi tempat berehat dan
mengisi kembali perbekalan yang hampir habis

Maka bersama anaknya. ia percepat langkah,


senyuman merekah, tiba tiba semangat itu membara,
"Kebahagiaan sebentar lagi mendekat... Kita sebentar
lagi akan istirahat" batinnya tak sabar.

Tapi coba tebak apa yang terjadi?

Saat jaraknya tinggal sedikit, sebuah duri menusuk di


Kaki anak Sayyidina Luqman. Hingga darahnya
memancar dan menghambat perjalanan. Barangkali
kalau jadi mereka, kita sudah mengeluh, mengutuk...
“Sebentar lagi kita sampai pada tujuan, tapi kenapa
ada saja ujian yang datang…”

Tapi Sayyidina Luqman menggamit lembut kaki sang


Anak. Ia mencabut duri besar, mengobati luka hingga
hilang sakitnya. Tak ada sedikitpun keluhan yang
keluar dari lisannya.
Begitu bangkit dan siap kembali melanjutkan
perjalanan, alangkah terkejutnya kampung yang
hendak mereka tuju diselimuti asap tebal dan hitam,
kampung tersebut luluh lantak, hangus dan raib
terbakar. Maka Jibril datang dan berkata, "Andai Saja
tadi kaki anakmu tidak menginjak duri, niscaya kalian
berdua akan binasa dan musnah bersama penduduk
desa yang baru saja di azab oleh Allah SWT"

Allah tak pernah keliru menempatkan sesuatu. Takdir


sudah tertulis bahkan semenjak bumi belum diciptakan.
Satu dengan peristiwa yang lain saling berpaduan,
mengantar pada ujung terbaik yang kita belum tau.

Di keterhijaban yang misteri tentang apa yang Allah


hindarkan dari kira, apa yang Allah siapkan untuk kita.
Jangan mengkeruhkannya dengan prasangka
prasangka buruk.

Jadi… Saat pelanginya tak kunjung datang,


Hujannya tak kunjung reda,
Tahanlah hatimu dari putus asa,
Bangunlah percaya dengan tonggak tonggak yang
kokoh :)
Dan bersabarlah di ikuti keyakinan yang dalam

Allah tak pernah salah merangkai cerita mu!


Kita harus percaya itu!
Ribet Banget Mau
Bersyukur
Seringnya kita memperumit syarat untuk bersyukur.
Seperti tak akan bersyukur sampai doa kita terkabul
dan tak menganggap itu nikmat karena ada yang
memiliki nikmat yang lebih besar lagi. Atau enggan
berhamdalah, karena anugerah itu seakan sudah
menempel dan menjadi kebutuhan yang sudah ada
setiap hari, seperti udara, air, tanah yang tidak gempa,
dan lain sebagainya.

Hati kita sering sekali dikeruhkan, dengan perumitan


tersebut. Sehingga ayat "wa in ta'uddu ni'matallahi la
tukhsuuha" untuk kita jadi tidak relevan.

"Mananya yang tidak bisa dihitung si"


Sambil menggerutu, karena musibah setitik, rusak
semua kenikmatan sebelanga.

Patutlah kini kita belajar dari Nabi Ayyub yang malu


malu. Saat hartanya terlalap habis, istrinya pergi,
anaknya mati, kebunnya hangus, bahkan badannya
pun jadi sakit. Sang Nabi tak segera meminta
bebannya di angkat, "Aku malu, 18 Tahun Allah
memberiku Nikmat, dan itu tak sebanding dengan
sebentarnya waktu saat musibah ini aku rasai"
Aih, sedangkan kita. Lebih sering lupa dan kufur atas
nikmat nikmat itu. Lalu terjebak dalam kesedihan dan
ketidak tenangan jiwa, hanya karena satu nikmat yang
Allah tunda / ganti pemberiannya.

Padahal kita tak pernah kurang, rezeki sudah ditakar,


setiap kemudahan diberikan, udara diberi cuma cuma,
pendengaran, jari yang bisa di gerakkan, bumi yang
tak digetarkan, angin yang semilir, dan jutaan nikmat
yang tak terhitung jumlahnya.

Syukur jangan dibuat sulit. Mudah mudahlah menjadi


hamba yang "sedikit" itu. Semoga kita tak menjadi hati
semacam peribahasa, "karena nila setitik, rusak susu
sebelanga"

Bersyukurlah karena itu sungguh sungguh


menentramkan. Berterimakasih pada Allah yang cinta
kasihnya masih diberikan untuk kita sampai hari ini.

Sejatinya kita tak pernah kekurangan nikmat. Hanya


hati kita yang terlalu sesak untuk mensyukurinya.
Cuma beda
Selera
“Apa sih ini jelek, apa sih ini ga enak, apa sih ini ga
bagus,” Berapa banyak lisan yang asik menghujat,
sibuk mencela, dan girang saat mencaci. Padahal kita
tak pernah tau, di balik layar sebuah karya. Maka
jangan mematahkan itu hanya karena tak sesuai untuk
kita. Bukankah tak semua dari kita doyan makanan
India ? Juga tak semua nyaman dengan karya karya
berat Tan Malaka ?

Bukan karena tak lezat, apalagi karena tak bagus. Tapi


bukan selera kita, bukan pasarnya kita, bukan kita
yang menjadi penikmatnya.

Rasulullah saat itu pernah disuguhi daging biawak,


suguhan yang tak biasa di negeri kaumnya, maka ia
tak jadi memakan, tapi mempersilahkan yang lain
untuk melanjutkan karena tidak haram
Beliau tak “mendramatisir” dengan bergidik jijik,
apalagi menghina. Ia hanya diam.

Dari Nabi muhammad, kita belajar untuk tidak mencela


apapun. Bedakan mana yang buruk, mana yang hanya
beda selera. Pada yang buruk dan bahaya, maka wajib
bagi kita mengingatkan. Pada yang hanya beda
preferensi, cukup diam dan mari belajar menghargai.
Direncanakan Harus,
Dikhawatirkan Jangan
Manusia macam kita memang memiliki keterbatasan,
terlebih soal masa depan. Tak tahu menahu tentang
apa apa besok, karena kita hanya hidup di detik ini
dan hanya itulah yang sebenarnya kita punya dan bisa
dikendalikan.

Diperintahkan lah pada kita untuk merancang,


bermimpi, dan membuat rencana sematang
matangnya. Agar hidup hari ini tak hambar dan agar
langkah langkahnya terarah. Gagal berencana, begitu
kata quotes yang sering kita dengar, berarti
merencanakan kegagalan.

Dan mereka yang berkata semuanya sudah ada yang


mengatur lalu enggan membuat planning, adalah salah
kaprah. Kata kata “semua sudah ada yang mengatur”
itu valid, tapi penggunaannya untuk menolak
berencana hanya mengantarkannya menjadi tak tentu
dan tak bermakna.

Kalau kata ustadz Salim, yang membuat hidupnya


mengalir seperti air, mungkin lupa kalau air selalu
mengalir ketempat yang lebih rendah.

Tapi semua rencana itu, kemudian disambut dengan


kepastian dan takdir Allah yang harus kita imani.
Tak ada satu makhluk pun yang berkuasa menghalangi
untuk kita menerima takdir. Atau jika seluruh orang
bekerja sama pun, tak akan bisa memberi manfaat,
kecuali dengan Izin Allah SWT.

Yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena,


maka semua yang ada di bumi sudah tertulis sudah
diketahui. Manusia akhirnya mendapatkan
ketenangan, rezekinya sudah diatur, jadi ia hanya
perlu berusaha.

Kalau kalau rencana kita nanti tak serupa dengan


rencana Allah, semoga kita tak berkecil hati dan
menjadi marah. Rencana Allah selalu yang terbaik dan
rencana yang kita buat pun dengan adanya rencana
Allah tak menjadi sia sia. Kalau kita tak berencana, kita
bergerak karena apa ?

Jadi lengkaplah sudah. Dalam ketidaktahuan kita


diminta berencana, lalu rencana itu dijalankan, agar
kita berdoa, berjuang, dan mendulang pahala. Lalu kita
di tenangkan bahwa semuanya sudah ada yang
mengatur, rezeki sudah ditakar dan tak kan tertukar.
Sehingga langkah langkah perjuangan yang panjang
itu jadi penuh kedamaian.
Kita hanya berjalan, tapi bukan jalan yang
serampangan dan awur awuran !

Maka Berencanalah,
tapi jangan mengkhawatirkannya !
"Anxiety's like a Rocking Chair. It
gives you something to do, but it
doesn't get you very far"
- Jodi Picoult
3
Selagi masih idealis
The Value Of
Ourselves
"Ngapain belajar agama"
Batinku saat itu, Sambil melihat setumpuk bahan
pembelajaran mata kuliah yang kayaknya ga akan
habis di kaji. Belajar buat kuliah aja kayaknya ga
kekejar, ini ditambah tambahi belajar agama. No Way !

"Ngapain cape cape ikut aktivitas dakwah. Kayaknya


cukup dateng ngaji aja deh, atau share share konten
kebaikan di sosial media. Fokus akademik yang jelas
jelas bermanfaat buat masa depan aja"

Begitu batinku saat melihat sebuah jadwal beserta flow


belajar anak anak FK. Jadi dokter udah susah, kenapa
harus diperumit dengan serangkaian aktivitas yang ga
jelas relevansinya untuk masa depan. Nambah CV juga
nggak, nambah skill juga belum tentu. Nambah
masalah jelas !

Setelahnya, berbagai tawaran yang lebih


"menjanjikan" berdatangan. "Coba bantu bantu job
penelitian, ada duitnya, bisa tau flow kedepan kayak
gimana, lumayan uangnya kalo ke kumpul bisa self
reward"

"Yaudah kalau lagi kuliah, flow hidupnya harus lebih


tenang, kita kan capek ya, jadi pulang re charge”
"aku mah nyambi kerja, lumayan uangnya bisa buat ini
itu"

Hampir hampir nggak ada yang bertestimoni.."Dakwah


aja, ikut perjuangkan Islam, nanti studimu lancar....dsb
dsb"

Apalagi dakwah kita masih jumud. Gitu gitu aja. Bisa


dibilang, dakwah ga dakwah kayaknya yo impactnya
ga gede gede banget.

Terhuyung dalam semua testimoni orang orang


tentang agenda agenda hidup mereka dan tenggelam
dalam cerita itu, akhirnya kita memilih salah satu dari
hal enak tersebut. Dan lebih parahnya, meninggalkan
dakwah yang hampir hampir ga memberikan dampak
signifikan pada hidup kita.

"Agama mah yaudah... Belajar yang dibutuhkan aja.


Cukup jadi orang baik. Itu kan bagian dari dakwah
juga ? Ga Usah gabung gabung ke jamaah atau
lembaga yang aktivitasnya bikin pusing itu"

Selepasnya kita raib. Hilang. Padahal setiap keputusan


itu tidak hanya lahir hanya dari keinginan, dia adalah
harga diri dari sebuah ideologi hidup yang kita yakini.

Yang berpikir "duniawi" saja ya akan mencukupkan


waktunya mencari bekal sejalan dengan kebutuhan
aktivitas di atas bumi.
"Hidup itu, adalah memperjuangkan nilai yang kita
yakini"
(Ustadz Mu'in Rahimakumullah)

Jadi memang apa nilai yang kita anut ?


Jangan jangan kita ga tau pasti dan akhirnya hanya
terombang ambing mencari yang "enak enak" dan
sekiranya akan mensukseskan kita.

"Oh terus kalau misal value hidupnya dakwah dia ga


bakal bagus akademik dan dakwah mulu ya..."

Yang berpikir seperti itu barangkali belum secara


lengkap memahami dakwah dan meneladani orang
orang yang lebih dulu terlibat disana. Berdakwah
bukan meniadakan aktivitas "dunia". Justru dijadikan
aktivitas itu bagian dari katalisator dakwahnya.

Karenanya kita mengenal nahnu duat qabla kulli syai’.


Jadi apapun, dakwah ngga pernah di tinggalkan.

Menjadi anggota DPR, nilai dakwah mendorong untuk


mengambil kebijakan sesuai maslahat. Menjadi HRD
perusahaan A, nilai dakwah mendorong untuk tetap
membina, title yang dimiliki dimanfaatkan untuk
memikat hati objek dakwah sebanyak banyaknya.
Berprestasi di akademik, nilai dakwah melandasi untuk
tergabung dalam gerakan sehingga menjadi citra baik
bagi sesama. Atau saat sudah bekerja dan
berpenghasilan, uangnya jadi diarahkan pada yang
berlipat memberi dampak dan kebermanfaatan.
Pada intinya, value dakwah yang kita miliki melandasi
setiap aktivitas. Sehingga tak masalah hendak
mengikuti jalur yang mana, tapi dakwah akan menjadi
prioritas utamanya !
Jangan Ragu
Menjaga Kehormatan
"Jangan terlalu tertutup gitu Tim, entar ga ada yang
suka lo !!!"
Aku terkekeh. Walaupun percaya nggak percaya,
akhirnya overthinking juga.

Mungkin kalau soal pergaulan dengan lawan jenis, bagi


beberapa orang caraku terlalu ekstrem. Dari nggak
mau ngesave nomer yang belum mahram dan belum
berkeluarga, kebiasan pake hijab klo ketemu, dan
selalu berusaha menjaga profesionalitas. Ogah masuk
masuk ke ranah hidup.

Tapi sharing dengan salah satu guru, membuat aku


malu sekali. Ternyata, caraku tak seberapa dibanding
caranya.

"Saya mba, Alhamdulillah hampir tak pernah senyum


dengan lawan jenis. Saya juga alhamdulillah dikaruniai
rasa benci ketika membicarakan ikhwan ikhwan
apalagi hanya yang membahas hal tak perlu"

Lalu dengan cara menjaga se ekstrim itu, apakah


kemudian beliau tidak mendapatkan jodoh. Wah, justru
sebaliknya.
Aku baru paham, ternyata cara kerja jodoh terbaik
bukan dengan memposisikan diri sebagai barang
jualan. Jika di pajang paling depan, maka paling
bagus, paling cepat di ambil. Jodoh terbaik seperti
mutiara, di simpan indahnya dalam cangkang kerang
dan hanya penyelam terbaik yang akan
menemukannya.

Sang Ustadzah juga sebenarnya khawatir. Pasalnya


dengan cara menjaga seperti itu, tak ada satupun
ikhwan yang menggodanya, atau sekedar chat
menyapa.
Khawatir, jangan jangan tak ada yang suka.

"Tapi ternyata mba, mereka bukan tak mau. Tapi tak


berani"

Kehormatan yang mati matian dijaga dan benteng


yang di bangun tinggi, bukan penghalang kita
mendapatkan jodoh. Serius kamu harus percaya itu.

Justru, beliau mendapatkannya ikhwan spek terbaik.


Karena hanya yang benar benar berani yang datang
melamar. Hanya yang serius yang bertandang
membawa mahar.

Jadi jangan Ragu menjaga kehormatan diri. Meski


dunia bilang terlalu tertutup, kuper, nggak kekinian,
tapi kalau tentang jodoh jangan khawatir. Yang baik
akan bertemu yang baik. Itu kata Allah, bukan kataku.
Sebab Sedih
Hati yang Penuh Iman
"Ya Rasulullah”
Si Miskin mengeluh saat itu,
Iri di hatinya tak bisa tergambarkan dan menjadi
gulana,
Dia sedih, dia gamang
“Si Kaya telah berinfaq sebegitu banyaknya. Lalu
bagaimana dengan Kami ?"

“Ya Rasulullah”
Adu Asma binti Yazid...
“Para laki-laki memiliki kelebihan karena bisa
menunaikan shalat Jumat, menghadiri jenazah, jihad fi
sabillah. Jika mereka pergi, kami asuh anak-anak
mereka, dan kami jahit baju mereka. Wahai
Rasulullah, apakah kami bisa bersekutu dalam pahala
mereka?"

“Ya Rasulullah,”
Tangis orang orang yang tak bisa ikut berjihad, tak
ada perbekalan, tak punya harta, tak ada kendaraaan
Patah dan hancur sekali Rasanya, melihat iring iringan
Jihad, sedang mereka menangis terhalang untuk
menjemput kebaikannya
Begitulah orang baik, dimanapun ia baik, dan selalu
mencari kesempatan baik
Tapi bagaimana jika ternyata kita bagian dari orang
orang yang kebas saat kehilangan kesempatan
beramal. Mati Rasa saat ketinggalan kafilah
perjuangan. Girang bahkan saat tak tersemat amanah
di pundak dan menghabiskan banyak waktu untuk
rebahan dan berleha leha

Atau menjadi segolongan yang tersibukkan oleh diri,


menghindar saat diajak berjuang, mencari alasan saat
diminta bantuan, lebih nyaman berada di belakang,
mudah gentar, gampang patah, sehingga menutup diri
rapat rapat dalam zona nyaman, yang sebenarnya
menenggelamkan kita pada bahagia palsu dan
sementara.

Diantara tanda matinya hati, begitu tulis Syaikh Ibnu


Atha’illah dalam kitab Al Hikam, adalah tak merasa
sedih saat ketinggalan melakukan kewajiban dan amal
kebaikan, dan tidak menyesal saat berbuat dosa dan
kemaksiatan.
Baca Buku (Nggak)
Mengubah Hidupmu
Orang orang yang banyak buku sama saja seperti
orang kebanyakan. Tidak bisa langsung merubah satu
dunia. Tidak langsung sukses juga. Tetap khilaf dan
alpa.

Tapi cobalah berdialog bersama mereka. Lihat bahasa


yang digunakan. Lihat bagaimana kalimatnya
tersusun. Lihat bagaimana sikap dan isi pendapatnya.
Lihat bagaimana cara berpikirnya.

Banyak informasi yang ada di kepala membuatnya


lebih bijak, pendapatnya berisi, dan kata katanya tak
banyak tapi isinya daging sekali.

Buku tidak menjadikan orang menjadi superman, tiba


tiba bisa semua.

Buku merasuk dalam kepala, kemudian setiap kata di


buku bersarang. Informasi baru saling didekatkan satu
sama lain. Seperti titik titik yang dihubungkan dengan
tali. Kerangka yang bersatu padu. Sehingga
mempengaruhinya untuk berperilaku, berbicara,
memilih, bahkan untuk keseluruhan hidupnya.

Otaknya jadi cemerlang. Pengetahuannya banyak.


Cara memandang hidupnya jadi luas. Setiap keputusan
diambilnya dengan pikiran matang.
Tak instan memang. Membaca buku sekali tak akan
terasa.

Tapi cobalah renungkan, jika isi kepalamu baik dan


bermakna. Yang akan dikeluarkan dari sana, bukankah
jadi baik seluruhnya ?
Teko tak akan menuang yang bukan isinya bukan ?
Doa doa Manusia
Idealis
Semakin dewasa, begitu katanya, semakin kita
bertabrakan dengan realita realita yang sangat jauh
ekspektasi

Beberapa akhirnya mengubah halauan,


Dari si paling idealis, jadi melapangkan dada menjadi
si realistis
Dari si Paling ngotot, menjadi yaudah baiknya gimana
Atau dari si paling ambisius, jadi lebih meredam riuh
kepalanya,

Tapi khusus tentang Doa,


Tetaplah jadi si Manusia paling bermimpi tinggi,
Sekalipun realita dunia menamparmu,
Doa doa mu tetap harus melangit untuk mendapat
yang terbaik
Harapan mu harus tinggi,
Karena bahkan manusia se buruk kita,
Diminta tak segan berharap firdaus,
Pasalnya Doa sedang berharap pada Sang Maha
Segala Maha
Dia tak terpentok usahamu,
Tak terhalang kurangmu
Doa itu magis,
Cara kerjanya tak dapat dijelaskan dengan logika
Karenanya lah mereka yang tidak percaya tidak
berdoa,
Iman memang begitu, dia meminta kita percaya pada
hal hal yang tak kasat mata, tapi nyata
Nabi Zakaria dan Nabi Ibrahim membuktikan
kekuatannya, yang jauh lebih memukau daripada
kemajuan teknologi dan peradaban manusia

Jangan lupa untuk berdoa, agar proses prosesmu


dimudahkan
Tak ada tenaga dan kekuatan selain dari Allah
Kita pun tak hanya menjadi budak dunia, kita juga
mendamba keberkahan bukan ?

Setiap pinta pinta yang mengetuk pintu langit,


Akan menjemput Ijabah dari-Nya lewat cara cara yang
tak pernah kita duga
Amal Amal
Terbaik
Suatu saat Rasulullah pernah di tanya, apa amalan
yang paling baik . Pada satu kesempatan beliau
menjawab yang mengajarkan Qur'an dan
mempelajarinya. Lalu lain kesempatan beliau berkata
yang berbakti kepada orang tua. Dikemudian waktu
beliau berkata berjihad di jalan Allah. Pada orang yang
berbeda beliau juga berkata bahwa amalan terbaik
adalah yang sedikit tapi di lakukan secara kontinyu.

Kenapa di tanya dengan pertanyaan yang sama tapi


jawabannya berbeda?

Rasul tidak hanya ingin menyampaikan pesan, tapi


juga melihat siapa yang bertanya.

Ibnu Qayyim mengatakan Ibadah yang paling afdal


adalah amalan yang dilakukan sesuai ridha Allah
dalam setiap waktu dengan memandang pada waktu
dan tugas masing-masing.

Misal pada waktu sahur amalan paling baik adalah


beristighfar. Pada saat ada yang butuh di bantu
amalan terbaiknya adalah menolong sesama.

Setiap kita selalu punya kesempatan melakukan amal


terbaik. Apapun, kapanpun, dan dimanapun kita.
Kita menjadi apa yang kita
pikirkan
–Earl Nightingale
Hai semuanya !
Kenalin aku Fatimah Az Zahra. Temen temen biasa
panggil aku "Tim Tim". Aku dari Kediri, Jawa Timur
Sekarang aku sedang menjalani program studi profesi
dokter alias Co- Ass di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Sejak 2019, aku sudah aktif untuk berkarya di


Instagramku. Dari bikin microblog, video pendek,
podcast, ataupun tulisan tulisan kecil. Alhamdulillah
sudah ada sekitar 30 Lomba yang aku juarai dari
kompetisi kompetisi bergenre video pendek, da'i,
podcast, dan microblog.

Dari SMA, aku alhamdulillah sudah diberi kesempatan


untuk mengikuti berbagai organisasi, antara lain jadi
Ketua Bidang Kedisiplinan OSIA SMAIT Ibnu Abbas
Klaten (2018), Pengurus Forum Silaturahmi SMAIT se
Jawa Tengah dan Jogjakarta (2018), Sekretaris Bidang
Syiar SKI FK UNS (2021), Sekretaris Bidang Syiar JN
UKMI UNS (2022), dan Komander KAMMI Komisariat
Sholahuddin Al Ayyubi UNS (2023).

Dan karya yang temen temen baca ini adalah E Book


ku pertama kali hehehe. Jadi aku sangat senang kalau
temen temen mau kasih aku feedback, saran, masukan,
kritikan, apapun bentuknya.
Stay Connected
Instagram : @tevredentim
Telegram : @tevredentim
Email : fatimahujan@gmail.com

Feed Back

https://s.id/timtimtim
Dan katakanlah, "Bekerjalah kamu, maka
Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu
juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan."
(At Taubah : 105)

Anda mungkin juga menyukai