Anda di halaman 1dari 2

Bukan Tentang Seberapa Pelik Masalahmu

“ Kamu tuh gak ngerti aku, kamu gak tahu rasanya jadi aku, kamu gak ngalamin apa yang aku alamin”
hardik kita kepada orang yang tengah menasehati kita.

Kita mengabarkan kepada dunia bahwa kitalah paling menderita, punya masalah paling pelik dan paling
sengsara. Katanya butuh teman curhat, tapi saat dikasi masukan malah ngomel ngomel. Maunya apa
sih?

Tiada hari tanpa mengeluh. “Aku lagi ribet banget nih, masalah kok gak kunjung usai sih! ” 24 jam hanya
diisi mengeluh dan memaki situasi.

Apakah kita lupa? Detak jantung yang masih terasa, mata yang masih melihat, telinga yang masih
mendengar. Dan serentetan nikmat yang luput kita syukuri.

Masalah yang datang dalam keseharian kita adalah hal wajar. Bukan hidup namanya bila tak ada
masalah di sana. Persoalannya adalah bagaimana kita meresponnya. Mengeluh atau bersabar, atau
bahkan bersyukur?

Ust Salim A Fillah dalam kajiannya, beliau menuturkan bahwa manusia itu tidak di definisikan dari situasi
apa yang sedang ia alami, tetapi bagaimana ia merespon situasi tersebut. Bila mendapat nikmat maka
bersyukur, bila mendapat musibah maka bersabar.

Lalu, Bagaimana ceritanya ada masalah kita malah bersyukur? Memangnya bisa?

Seorang guru pernah menasehati “andaikan setiap hamba diberikan kesempatan untuk mengatur
sendiri takdirnya; memilih sendiri kapan waktu untuk bahagia dan kapan waktu untuk kena ujian, maka
mereka semua pasti mengembalikan kesempatan itu”. sebab hidup menjadi kering bahkan gersang
karena tak ada harapan, tak ada ikhtiar. Indahya takdir dalam hidup justru karena rahasia. Kita jadi
banyak berbaik sangka dan berharap kepada Allah. Setiap kesulitan pasti diiringi dua kemudahan (Q.S Al-
Insyirah 5-6). Hanya saja kitalah yang senantiasa harus bersabar, menyelami skenario kehidupan,
pelajaran apa yang kita dapatkan.

Maasya Allah. Kita semestinya bersyukur kan? Sebab bukan tentang seberapa pelik masalah kita, namun
bagaimana kita menyikapinya.

Anda mungkin juga menyukai