Anda di halaman 1dari 24

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Internalisasi Nilai

Internalisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan


penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
terwujudnya dalam sikap dan perilaku. Secara etimologis juga internalisasi
memperlihatkan suatu proses. Dalam kaidah bahasa Indonesia
penggunaan akhiran internalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses1.
Selain diartikan sebagai proses, internalisasi dapat diartikan juga sebagai
suatu pembelajaran yang terjadi pada manusia sehingga memberikan
perubahan yang dikarenakan sebuah reaksi dan situasi yang dihadapi,
sehingga manusia dapat belajar memaknai apa yang dipelajarinya2.
Berkaitan dengan nilai, internalisasi memiliki arti sebuah interaksi yang
mempengaruhi penerimaan dan penolakan pada nilai, dan lebih
mempengaruhi kepribadian, sehingga fungsi evaluative menjadi lebih
dominan3. Lebih jelasnya proses internalisasi merupakan suatu proses

1
Priliansyah Ma’ruf Nur, “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui
Ekstrakurikuler Rohaniah Islam (Rohis) Untuk Pembentukan Kepribadian Muslim Siswa Sma
Negeri 1 Banjarnegara” (Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo, 2017).

2
Dr. Saifullah Idris, S. Ag., M. Ag., Internalisasi Nilai Dalam Pendidikan (Konsep Dan
Kerangka Pembelajaran Dalam Pendidikan Islam) (Yogyakarta: Darussalam Publishing, 2017).

3
Titik Sunarti Widyaningsih, Zamroni Zamroni, And Darmiyati Zuchdi, “Internalisasi
Dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa Smp Dalam Perspektif Fenomenologis”, Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, Vol. 2, No. 2 (2014),
Https://Journal.Uny.Ac.Id/Index.Php/Jppfa/Article/View/2658, Accessed 10 Jun 2022.
belajar seseorang atau individu serta masuk kedalam bagian mereka
dengan mengikatkan nilai dan norma social bagi perilaku masyarakat atau
kelompok4.
Nilai merupakan kebiasaan atau cara hidup yang terikat pada
pertanggungjawaban seseorang terhadap orang lain sehingga perilaku
bebas dan tanggungjawab menjadi sebuah syarat mutlak5. Di sisi lain
Susilo mengungkapkan bahwa nilai berasal dari bahasa latin yaitu vale’re
yang memiliki arti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai
diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling
benar menurut keyakinan sesseorang atau sekelompok orang. Dalam
prancis kuno nilai berarti “valoir” yang dapat diartikan sebagai mampu
akan, berdaya, berlaku, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan
seseorang atau sekelompok orang. Menurut Djahiri nilai adalah sesuatu
yang berharga, baik menurut standar logika (benar-salah), estetika (bagus -
buruk), etika (adil, layak, tidak layak), agama (dosa dan halal-haram), dan
hukum (sah-tidak sah) serta menjadi acuan serta system keyakinan diri
maupun kehidupannya6. Nilai juga merupakan suatu yang berharga dalam
kehidupan manusia, yang mempengaruhi sikap dalam kehidupannya7. Nilai
berhubungan erat dengan etika, moral, perilaku dan budi pekerti yang

4
Prastio Surya And Muhammad Husnur Rofiq, “Internalisasi Nilai Karakter Jujur
Dalam Proses Pembelajaran Di Kelas Viii Madrasah Tsanawiyah Unggulan Hikmatul Amanah
Pacet Mojokerto”, Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 1 (2021),
Pp. 31–7.

5
Yapandi, Life Skill: Internalisasi Nilai-Nilai Tauhid, Cetakan Pertama Edition
(Pontianak: Iain Pontianak Press, 2017).

6
Ibid. P.16

7
Dr. Muhammad Jafar Anwar, M.Si And Dr. Muhammad A. Salam., M. Si.,
Membumikan Pendidikan Karakter (Implementasi Pendidikan Berbobot Nilai Dan Moral)
(Jakarta: Cv Suri Tatu’uw, 2015).
melekat pada jati diri manusia.8 Dari sini dapat kita ambil kesimpulan
bahwa nilai merupakan suatu perilaku pola hidup yang penting dan
berguna untuk menyempurnakan manusia.
Internalisasi nilai merupakan sebuah pengakuan dikarenakan
adanya nilai-nilai eksternal yang dibutuhkan dalam pribadi seseorang,
asumsi ini di ambil dari thesis milik Spiro dengan judul Societalisme dalam
hakam yang mengatakan bahwa masyarakat yang baik dapat dilihat dari
moralitas dan beberapa nilai yang dimiliki oleh individu9. Internalisasi nilai
juga dapat dikatakan sebagai proses atau cara penanaman nilai-nilai
normative sebagai penentu tingkah laku yang diinginkan dari suatu system
pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama islam agar terbentuknya
kepribadian muslim yang berakhlak mulia10. Internalisasi nilai tentunya
memiliki beberapa tahapan dalam pelaksanaannya teori ini dikemukakan
oleh Krathwhol yang telah diringkas oleh Soedijarto menjadi tiga tahapan
yaitu:

a. Transformasi Nilai

Transformasi dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki


artian sebagai perubahan struktur gramatikal lain dengan adanya

8
Tri Sukitman, “Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran (Upaya
Menciptakan Sumber Daya Manusia Yang Berkarakter)”, Jurnal Jpsd (Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar), Vol. 2, No. 2 (2016), P. 85.

9
Dr. H. Kama Abdul Hakam, Drs., M. Pd. And Dr. H. Encep Syarief Nurdin, Drs., M.
Pd., M. Si., Metode Internalisasi Nilai-Nilai Untuk Memodifikasi Perilaku Berkarakter
(Bandung: Cv. Maulana Media Grafika, 2016).

10
Yedi Purwanto Et Al., “Internalisasi Nilai Moderasi Melalui Pendidikan Agama
Islam Di Perguruan Tinggi Umum”, Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan
Keagamaan, Vol. 17, No. 2 (2019),
Https://Jurnaledukasikemenag.Org/Index.Php/Edukasi/Article/View/605, Accessed 28 Nov
2022.
penambahan, pengurangan, atau penataan kembali unsur-unsur yang
ada pada suatu objek yang dimaksud11. Adanya transformasi disini
terkait perubahan nilai dengan menginformasikan dan menambahkan
pengertian terkait nilai-nilai yang dijelaskan dan diajarkan oleh
pendidik.12
Mushfi menyatakan bahwa proses yang digunakan pada tahapan
ini, dengan menggunakan penyampaian atau menginformasikan
hal-hal yang terkait nilai baik maupun kurang baik pada ranah kognitif
yang dilakukan oleh pendidik dengan komunikasi verbal yang
dilaksanakan oleh dua belah pihak yaitu pendidik dan peserta didik
dengan bentuk memberikan pengetahuan.13 Dapat dikatakan tahapan
ini biasa dilaksanakan dengan penjelasan dari pendidik pada peserta
didik di kelas tertutup ataupun terbuka dapat dilakukan oleh guru
kepada murid atau ulama kepada jamaah. Tujuan dari adanya tahapan
ini untuk memberi pemahaman teori untuk peserta didik sebagai
tahap pengenalan nilai.

b. Transaksi Nilai

Penanaman nilai dengan pelaksanaan komunikasi dua arah yang


dilakukan oleh pendidik dan peserta didik yang berbentuk komunikasi

11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008). P.1728

12
Khusnun Niyah Rahmawati, “Internalisasi Nilai–Nilai Agama Islam Dalam
Meningkatkan Religiusitas Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Di Sma Negeri
1 Babat Lamongan” (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017),
Http://Etheses.Uin-Malang.Ac.Id/10645/1/13110131.Pdf, Accessed 5 Dec 2022.

13
Muhammad Mushfi El Iq Bali And Susilowati Susilowati, “Transinternalisasi
Nilai-Nilai Kepesantrenan Melalui Konstruksi Budaya Religius Di Sekolah”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 16, No. 1 (2019), Pp. 1–16.
timbal balik. Tahapan ini berpengaruh dengan penerapan nilai yang
telah dilakukan oleh peserta didik sehingga pendidik dapat
mengarahkan peserta didik yang telah diterapkan oleh peserta didik
itu sendiri. Munif menyatakan bahwa transaksi nilai ini dimaksud
sebagai informasi nilai yang dapat dipahami peserta didik dengan
pendidik, melalui contoh yang diberikan oleh pendidik tersebut,
sehingga peserta didik dapat merespon dan memahami nilai yang
diberikan oleh pendidik. Dengan ini tahapan tersebut dapat dikatakan
sebagai fase penghayatan yang bermuara pada pengembangan
kognitif peserta didik yang berkaitan tentang nilai-nilai agama.14
Dari apa yang diambil dari pengertian di atas, tahapan ini
pendidik diwajibkan untuk melakukan sikap keteladanan dan praktik
dari teori yang telah ditransformasikan kepada peserta didik agar
peserta didik dapat memahami, apa yang telah disampaikan oleh
pendidik pada tahap transformasi ilmu. Tujuan dari tahapan ini untuk
membentuk pemahaman yang matang terhadap peserta didik
sehingga peserta didik dapat menerapkannya dengan baik.

c. Transinternalisasi Nilai

Menurut kamus besar bahasa Indonesia transinternalisasi terdiri


dari dua kata yaitu, trans yang memiliki makna melalui, melintang,
melintas, menembus15 dan internalisasi yang berarti penghayatan
terhadap suatu ajaran doktrin atau nilai sehingga terdapat keyakinan

14
Muhammad Munif, “Strategi Internalisasi Nilai-Nilai Pai Dalam Membentuk
Karakter Siswa”, Edureligia; Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 1, No. 2 (2017), Pp. 1–12.

15
Arti Kata Trans - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kbbi) Online,
Https://Kbbi.Web.Id/Trans, Accessed 5 Dec 2022.
dan kesadaran akan kebenaran doktrin, atau nilai yang diwujudkan
melalui sikap dan perilaku.16 Transinternalisasi merupakan tahap
terakhir dari internalisasi nilai yang dilaksanakan dengan
menggunakan komunikasi verbal yang disertai sikap mental dan
kepribadian yang dimiliki oleh pendidik.
Pada tahapan ini peserta didik mulai menerapkan apa yang telah
diperhatikan dan dipahami dari kebiasaan, sikap, dan perilaku
pendidik. Walaupun demikian, pendidik tetap harus memberikan
keteladanan dan pemahaman yang baik sehingga peserta didik dapat
mengintegrasikan apa yang telah diberikan dan diarahkan oleh
pendidik, agar jika peserta didik melenceng dalam pemahaman yang
dilihat dari sisi negatif lingkungan sekitar yang ia dapatkan, pendidik
dapat mengarahkannya dan mengingatkannya sehingga tidak menjadi
suatu kebiasaan.17

2. Nilai Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam dibentuk dalam dua kata yang bermakna


dalam yaitu “pendidikan” dan “agama islam”. Pendidikan awalnya istilah
ini berasal dari bahasa yunani yaitu “pedagogi” yang bermakna bimbingan
yang diberiikan kepada anak18.Orang Romawi melihat pendidikan sebagai
educare yaitu mengeluarkan dan menuntun, perbuatan yang
mengembangkan potensi anak yang dibawa saat dilahirkan di dunia.

16
Arti Kata Internalisasi - Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kbbi) Online,
Https://Kbbi.Web.Id/Internalisasi, Accessed 5 Dec 2022.

17
Bali And Susilowati, “Transinternalisasi Nilai-Nilai Kepesantrenan Melalui
Konstruksi Budaya Religius Di Sekolah”.

18
Muh. Muntahibun “Ilmu Pendidikan Islam” Cet.I (Yogyakarta: Sukses 2011) Hal.1
Pendidikan sendiri dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki makna
proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Pendidikan menurut plato merupakan tugas atau panggilan
yang sangat mulia yang wajib diselenggarakan oleh Negara.19 Bagi Ki
Hadjar Dewantara pendidikan ialah usaha kebudayaan guna memberikan
bimbingan dalam hidup tumbuhanya jiwa raga anak didik agar dalam
garis-garis takdirnya serta pengaruh-pengaruh yang terciptadari
lingkungannya mendapat perkembangan lahir batin.20
Di sisi lain dalam Islam pendidikan memiliki makna tersendiri yaitu
ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.21 Dalam islam juga konsep
pendidikan dapat dikaitkan dengan tiga kata yaitu Tarbiyah, ta’lim, dan
ta’dib , ketiga kata ini dapat kita temukan dalam Al-Qur’an sebagai inspirasi
lahirnya pendidikan dalam islam.22 Menurut KH. Hasyim Asy’ari pola dasar
pendidikan islam mengandung tata nilai Islam yang merupakan pondasi

19
Muhammad Tang, A.H. Mansur, And Ismail Ismail, “Landasan Filosofis Pendidikan:
Telaah Pemikiran Socrates, Plato Dan Aristoteles”, Moderation | Journal Of Islamic Studies
Review, Vol. 1, No. 1 (2021), Pp. 47–56.

20
Henricus Suparlan, “Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan Sumbangannya
Bagi Pendidikan Indonesia”, Jurnal Filsafat, Vol. 25, No. 1 (2016), P. 56.

21
Hasri Hasri, “Dasar-Dasar Pendidikan Islam Hubungannya Dengan Matematika”,
Al-Khwarizmi : Jurnal Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Vol. 3, No. 2
(2015), Pp. 9–20.

22
Mokh Iman Firmansyah, “Pendidikan Agama Islam : Pengertian, Tujuan, Dasar,
Dan Fungsi”, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim, Vol. 17, No. 2 (2019), P. 12.
structural Islam.23 Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan islam
merupakan bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (insane kamil). Pandangan Al-Ghazali terhadap
pendidikan ialah usaha pendidik dalam menghilangkan akhlak buruk dan
menanamkan akhlak baik kepada siswa sehingga dekat pada Allah SWT
dan mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Muhammad Natsir pun
menambahkan bahwa yang dinamakan pendidikan merupakan suatu
pimpinan jasmani dan ruhani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti
kemanusiaan dengan arti sesungguhnya.24
Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Socrates adalah untuk
merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang
menghasilkan peningkatan intelektual yang terus menerus dan berstandar
moral yang tinggi. Menurut plato adanya pendidikan untuk menemukan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki setiap individu dan melatihnya
sehingga ia menjadi seseorang yan bermanfaat bagi Negara dan
masyarakat. KH. Hasyim Asy’ari mengungkapkan bahwa tujuan akhir
sebuah ilmu adalah mengamalkannya karena amal merupakan buah dari
ilmu, disamping itu ilmu merupakan tujuan hidup sebagai bekal akhirat.
Adapun tujuan adanya pendidikan agama islam yang berkaitan dengan
penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dan sebagai hamba
Allah, yang diantaranya menurut ‘Atiyah Al-Abrasyi tujuan pendidikan

23
Muhamad Faiz Amiruddin, “Konsep Pendidikan Islam Menurut Kh. Hasyim
Asy’ari”, Dirasah : Jurnal Studi Ilmu Dan Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1 (2018),
Pp. 17–31.

24
Nurkholis Nurkholis, “Pendidikan Dalam Upaya Memajukan Teknologi”, Jurnal
Kependidikan, Vol. 1, No. 1 (1970), Pp. 24–44.
agama islam ialah membantu pembentukan akhlak yang mulia pada anak,
mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan dunia dan akhirat,
menumuhkan ilmu pengetahuan, dan membentuk sisi professional pada
siswa25. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa adanya pembagian teknis
keilmuan dalam islam yaitu aqidah, syariah, dan akhlak26. Rama Yulis
menyatakan bahwa Adanya nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan
agama ilam yaitu27:

a. Aqidah Sebagai Nilai Pendidikan Agama Islam

Nilai aqidah merupakan nilai yang berhubungan secara vertical


dengan Allah. Menurut Risnawati dan Eka akidah merupakan landasan
untuk menaati segala perintah yang talah Allah berikan berupa taklif
hukum yang harus dijalankan sebagai keimanan.28. Hasan Al-Banna
menjelaskan bahwa aqidah merupakan beberapa hal yang harus
diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat mendatangkan
ketentraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan29.
Adapun konstribusi aqidah terhadap perilaku keseharian peserta

25
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, M. A., Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat,
1st Edition (Jakarta: Kencana, 2014).

26
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak (Tangerang: Penerbit Lentera
Hati, 2019).

27
Qiqi Yuliati And A. Rusdiana, Pendidikan Nilai Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah
(Bandung: Cv Pustaka Setia, 2014),
Http://Digilib.Uinsgd.Ac.Id/8789/1/Buku%20pendidikan%20nilai.Pdf, Accessed 29 Aug 2022.

28
Atin Risnawati And Dian Eka Priyantoro, “Pentingnya Penanaman Nilai-Nilai
Agama Pada Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Al-Quran”, As-Sibyan: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 6, No. 1 (2021), Pp. 1–16.

29
Prayashi Anjani, Nilai-Nilai Akidah Dalam Film Munafik 2 Karya Syamsul Yusof, P.
52.
didik, Ahmad Zainal Muttaqin menyatakan bahwa akhlak dan perilaku
terbentuk karena adanya ajaran agama islam, dalam ajaran agama
islam muslim diajarkan untuk berakhlak yang baik dengan diri sendiri,
orang tua dan orang lain. Tidak hanya itu kedisiplinan juga salah satu
konstribusi dalam penanaman akidah, sehingga hal tersebut
membentuk kebiasaan manusia.30 Ditambahkan oleh Shihab dalam
tafsir al-Misbah yang menafsirkan surah Luqman ayat 17 bahwa
Luqman menasihati anak-anaknya tentang amal-amal saleh seperti
shalat, serta amalan-amalan kebajikan yang bercerminkan amar
ma’ruf nahi munkar yang membentuk kesadaran diri untuk
mengerjakannya dalam mencegah kemungkaran dan didalamnya juga
terdapat nasihat berupa adanya perisai dalam diri seseorang untuk
menghindari kegagalan yaitu, sabar dan tabah. Disini kita dapat
memahami bahwa membiasakan anak dalam melaksanakan tuntutan
dapat membentuk jiwa kepemimpinan dan kepedulan social.31

Nilai akidah juga dapat disamakan dengan nilai ilahiah yang


mana memiliki arti mengimani dan meyakini adanya Allah dan
segenap atribut-Nya, nilai ilahiah ini dikaitkan dengan konsep, sikap
dan keyakinan yang memiliki pandangan berharga terhadap apa yang
bersumber dati tuhan atau dalam arti luas memiliki pandangan
berharga pada agama. Adapun nilai-nilai yang meliputi nilai ilahiah
diantaranya : 1) Nilai ilahiah-imaniah merupakan konsep, sikap dan

30
Bulu’ Nuryani, Penanaman Nilai Akidah Islam Di Pesantren Daerah Minoritas
Muslim, Vol. V (2019).

31
Risnawati And Priyantoro, “Pentingnya Penanaman Nilai-Nilai Agama Pada
Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Al-Quran”.
keyakinan yang memiliki pandangan berharga terkait adanya Tuhan
dan beberapa atribut-Nya, juga mengenai beberapa hal gaib yang
termasuk dalam kerangka rukun iman. 2) Nilai ilahiah-ubudiah
merupakan konsep, sikap, dan keyakinan yang memiliki pandangan
berharga terhadap ibadah dalam bentuk pendekatan diri kepada
Tuhan. 3) Nilai ilahiah-muamalah merupakan konsep, sikap, dan
keyakinan yang memiliki pandangan berharga terhadap hubungan
antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam dibawah
kerangka tuntunan Tuhan.32

b. Syari’ah Sebagai Nilai Pendidikan Agama Islam

Arti kata syari’ah ialah jalan ke sumber air atau mata air, bangsa
Arab terdahulu menggunakan perumpamaan tersebut sebagai suatu
hal yang dibutuhkan manusia.33 Secara istilah, syariah merupakan
hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk mengatur
manusia baik dalam hubungannya dengan Allah SWT, hubungannya
dengan sesame manusia, hubungannya dengan alam semesta, dan
hubungan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya34. Jaser auda dalam
bukunya mengatakan bahwa syari’ah merupakan jalan dalam
kehidupan35. Dalam pengertian yang luas syari’ah meliputi aspek

32
Dr H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas Dan Prinsip Pendidikan Islam (Banjarmasin: Iain
Antasari, 2014). P.125

33
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam (Depok: Pt
Rajagrafindo Persada, 2018).

34
Dr. Deden Makbuloh, M. Ag., Pendidikan Agama Islam (Arah Baru Pengembangan
Ilmu Dan Kepribadian Di Perguruan Tinggi) (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2012).

35
Jasser Auda, Maqashid Al-Shariah As Philosophy Of Islamic Law (London: The
International Institute Of Islamic Thought, 2007).
hukum-hukum yang telah ditetapkan pada Al-Qur’an, Sunnah, dan
hasil ijtihad para ulama terdahulu untuk menyelesaikan beberapa
masalah yang kita hadapi suatu saat nanti36. Secara terminology
syari’ah memiliki arti jalan yang telah ditetapkan oleh Tuhan yang
dibuat agar manusia mengarahkan hidupnya untuk mewujudkan
kehendak Tuhan dalam mencapai kehidupan yang bahagia di dunia
dan di akhirat.37 Adapun istilah yang menjelaskan terkait kehidupan
dunia dan akhirat yang bahagia yakni al-syari’ah al-islamiyah yang
diartikan sebagai apa yang disyariatkan oleh Allah kepada hambanya
baik berupa akidah, ibadah, akhlak, muamalah, ataupun
aturan-aturan dalam kehidupan manusia dalam berbagai aspek untuk
mengatur hubungan umat manusia dengan Tuhan dan mengatur
hubungan mereka dengan sesame, dengan begitu manusia dapat
mewujudkan kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat.38
Nilai syari’ah merupakan implementasi dari aqidah,
berhubungan horizontal dengan manusia, syariah berasal dari bahasa
arab yang bermakna undang-undang, syariah merupakan suatu
ketetapan hukum yang berupa aturan. Secara istilah syari’ah
merupakan aturan yang ditetapkan Allah SWT untuk hamba-Nya

36
Dr. Damanhuri, M. Ag., Akhlak Perspektif Tasawwuf Syeikh Abdurrauf As-Singkili
(Jakarta: Lectura Press, 2013).

37
Dr. Faisar Ananda Arfa, M.A., Filsafat Hukum Islam (Medan: Citapustaka Media
Perintis, 2007). P.9

38
Dr. Marzuki, M.Ag., Pengantar Studi Hukum Islam Prinsip Dasar Memahami
Berbagai Konsep Dan Permasalahan Hukum Islam Dl Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2017). P.15
untuk berhubungan dengan sesam manusia.39 Adapun tujuan syari’ah
dalam kehidupan, tujuan tersebut dirangkap sebagai maqashid syari’a
yang mana maqashid sendiri pun memiliki artian sebagai 1) Istiqamah
al thariq 2) Adil dan seimbang 3) Berpegang teguh 4) Mendatangi
suatu tujuan 5) Memiliki sebuah tujuan..40 Imam Al-Ghazali
menerangkan maksud dan tujuan-tujuan syari’at itu adalah sebagai
pemeliharaan jiwa, akal, keturunan manusiadan harta.41 Dengan
demikian syari’ah memiliki kandungan nilai-nilai tersendiri, Taufiq
Abdullah pada bukunya menyatakan bahwa adanya nilai-nilai syari’ah
yang diantaranya: 1) Kedisiplinan, hal ini terlihat pada aktifitas dalam
beribadah yang dapat diamati dari perintah sholat dengan
waktu-waktu yang ditentukan, 2) Sosial dan kemanusiaan, 3) Keadilan,
islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, hal ini terlihat pada
hukum pembagian warisan, jual beli, hukuman, pahala, dan dosa, 4)
Persatuan, hal ini dapat dilihat dari sholat berjamaah dan anjuran
bermusyawarah, 5) Tanggungjawab, peraturan yang telah diwajibkan
oleh Allah pada hamba-Nya berguna untuk melatih tanggungjawab
atas apa yang telah dilakukan.42

39
Zurifah Nurdin, “Hubungan Aqidah, Syari’ah, Dan Akhlak Dalam Kehidupan
Beragama”, Jurnal Ilmiah Syi’ar, Vol. 9, No. 2 (2020), Pp. 100–9.

40
Dr.H.Kosim,M.Ag, Pengantar Filsafat Hukum Islam (Cv.Elsi Pro, 2020). P.18

41
Suansar Khatib, “Konsep Maqashid Al-Syari`Ah: Perbandingan Antara Pemikiran
Al-Ghazali Dan Al-Syathibi”, Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi, Dan Keagamaan,
Vol. 5, No. 1 (2018), Pp. 47–62.

42
Joko Praseto Hadi, “Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan
Karakter Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Di Mts Muslim Pancasila
Wonotirto Blitar Skripsi” (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
2016).
c. Akhlak Sebagai Nilai Pendidikan Agama Islam

Perkataan akhlak dalam bahasa Arab berarti “akhlak” jamak dari


kata “khuluk” yang dimaknai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat (internal creation) atau kejadian batin atau dapat juga berarti
ciri-ciri watak seseorang yang dalam bahasa asingnya “the traits of
men’s moral character”43. Dalam makna lain khuluq juga dapat
diartikan sebagai thabi’ah yang bermakna tabiat, watak, pembawaan,
dan karakter.44 Pada bukunya M. Quraish Shihab mengatakan bahwa
dalam beberapa hadist Rasulullah seringkali akhlak dikaitkan dengan
keimanan. Hal ini meyakinkan kita bahwa pentingnya memiliki akhlak
yang baik45. Adanya penyebab lain mengapa akhlak merupakan bagian
penting ialah memperbaiki akhlak merupakan salah satu misi dakwah
Rasulullah sebagaimana dalam sabdanya: “Innama buitsu li
utammima al-akhlak”, bahwasanya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Misi dakwah Rasulullah menyesuaikan
dengan tujuan pendidikan islam yakni meningkatkan nilai-nilai akhlak
hingga mencapai pada tingkatan akhlak mulia.46

Adapun pembagian nilai-nilai akhlak oleh Abdullah Daraz,


nilai-nilai tersebut dibagi menjadi lima jenis, yaitu: 1) Nilai akhlak

43
Abdul Hamid, Metode Internalisasi Nilai-Nilai Akhlak Dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Di Smp Negeri 17 Kota Palu, Vol. 14, No. 2 (2016), P. 12.

44
Ajat Sudrajat, Dinul Islam Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum
(Yogyakarta: Uny Press, 2016).

45
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak.

46
Mahmudi Mahmudi, “Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam Tinjauan
Epistemologi, Isi, Dan Materi”, Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 2, No. 1
(2019), P. 89.
perorang yang meliputi kesucian jiwa, menjaga diri, menguasai nafsu,
menjaga nafsu makan dan seks, menahan rasa marah, lemah lembut
dan rendah hati, berhati-hati dalam mengambil keputusan, menjauhi
buruk sangka, tetap dan sabar, teladan yang baik, sederhana, beramal
shaleh, berlomba-lomba dalam kebaikan, dan ikhlas. 2) Nilai akhlak
dalam keluarga meliputi kewajiban kepada orang tua dalam
menghormati orang tua, kewajiban kepada anak dalam member
pendidikan akhlak pada anak-anak dan keluarga, dan kewajiban suami
istri terkait hubungan-hubungan yang telah disyariatkan. 3) Nilai
akhlak social meliputi amanah, tepat janji, memaafkan, kasih sayang,
berbuat baikterhadap sesame, menyebarkan ilmu pengetahuan lalu
menjunjung tinggi tata tertib kesopanan. 4) Nilai akhlak dalam negara
meliputi hubungan antara kepala Negara dan rakyat yang berkaitan
dengan kewajiban kepala Negara dan musyawarah rakyat dan
hubungan luar negri yang mengarah pada perdamaian. 5) Nilai akhlak
agama meliputi hubungan hamba kepada Tuhannya dalam keimanan,
ketaatan, dan tawakal.47

3. Kecerdasan Spiritual

Spiritual Quotient (SQ) merupakan istilah lain dari kecerdasan


spiritual, Spiritual Quotient merupakan kecerdasan ketiga dari Intelligence
Quotient (IQ) dan Emotional Quetiont (EQ). Spiritual Quotient merupakan
Quotient ketiga yang diemukan pada abad kedua puluh sebagai pelengkap
dari Intellegence Quotient dan Emotional Quotient, Spiritual Quotient

47
Dr. Saifullah Idris, S. Ag., M. Ag., Internalisasi Nilai Dalam Pendidikan. P.37-38
merupakan kecerdasan tertinggi48. Kata spiritual berasal dari bahasa latin
yaitu spiritus atau spirare yang memiliki berbagai makna yaitu hidup,
nafas, roh, kesadaran diri, keberanian. Sedangkan menurut kamus besar
bahasa Indonesia spiritual merupakan yang bersifat rohani, jika dikaitkan
dengan kecerdasan Danah Zohar dan Ian Marshal sebagai pencetus
kecerdasan spiritual, memaknainya sebagai kepandaian orang menyadari
segala-galanya yang selalu berubah dalam kehidupan secara utuh dan
menyeluruh, sebagai baik adanya49. Dalam bukunya juga Zohar dan
Marshal menyatakan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa,
yang dapat membantu dalam penyembuhan dan pembangunan diri secara
utuh. Kecerdasan spiritual juga merupakan sebuah kecerdasan dalam
memahami makna dan nilai sebuah masalah50.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual
melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup, serta
memperluas budi pekerti. Adapun Ary Ginanjar memaknai kecerdasan
spiritual sebagai kemampuan seseorang dalam memaknai segala sesuatu
yang terjadi dengan hal nilai-nilai positif. Walaupun kecerdasan spiritual
tidak berbanding lurus dengan kealiman seseorang, akan tetapi upaya
dalam mempertahankan atau meningkatkan kecerdasan spiritual perlu
adanya penghayatan dan pengamalan ilmu agama dengan benar, karena
pada hakikatnya agama mengajarkan kebenaran, ujar Rusy’an, adapun
tanda-tanda yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki kecerdasan

48
Danah Zohar And Ian Marshall, Sq - Kecerdasan Spiritual (Mizan Pustaka, 2007).
Pg.12

49
Linus Palindangan, “Kecerdasan Spiritual”, Jurnal Administrasi Dan Kebijakan
Publik, Vol. 5 Nomor 1 Maret 2013 (2021), Pp. 1–18.

50
Zohar And Marshall, Sq - Kecerdasan Spiritual.
spiritual yaitu selalu ingin berbat baik dan member makna kehidupannya,
tidak memiliki sifat sombong, humanistic dan menghargai sesama,
memiliki rasa empati yang tinggi, selalu bersyukur dengan apa yang
dimiliki51. Sehingga pada penelitian ini, kami ringkas indikator kecerdasan
spiritual sebagai berikut:

a. Tanggungjawab sebagai bagian dari kecerdasan spiritual

Tanggung jawab dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti


keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi apa-apa
dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb). Dalam bukunya
saepuddin menjelaskan bahwa tanggungjawab merupakan sikap dan
tindakan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya yang harus dia
laksanakan pada diri, masyarakat, lingkungan, Negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.52

Tanggungjawab merupakan salah satu dari 10 nilai luhur sebagai


moralitas yang tertulis pada tujuan pendidikan nasional.53 Yang mana
hal tersebut tertuliskan pada undang-undang no. 20 tahun 2003
tentang system pendidikan nasional pasal 3 bahwa adanya pendidikan
nasional berfungsi sebagai tempat berkembangnya kemampuan dan
terbentuknya karakter serta peradaban bangsa dan bertujuan untuk

51
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Datokarama Palu And Rus’an Rus’an,
“Spiritual Quotient (Sq): The Ultimate Intelligence”, Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan, Vol. 16, No. 1 (2013), Pp. 91–100.

52
Saepuddin, Konsep Pendidikan Karakter Dan Urgensinya Dalam Pembentukan
Pribadi Muslim Menurut Imam Alghazali (Telaah Atas Kitab Ayyuha Al Walad Fi Nashihati Al
Muta’allimin Wa Mau’izhatihim Liya’lamuu Wa Yumayyizuu ‘Ilman Nafi’an), Cet. I Edition
(Bintan: Stain Sultan Abdurrahaman Press, 2019).
53
Sarbaini, Pembinaan Nilai, Moral Dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Terhadap
Norma Ketertiban Di Sekolah Landasan Konseptual, Teori, Juridis, Dan Empiris, Cet. 1 Edition
(Yogyakarta: Aswaja Pressindo Yogjakarta, 2012).
mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik supaya menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.54

Nilai-nilai moral yang dimiliki dalam pribadi muslim berada pada


sikap tanggungjawab yang dapat dilihat dari ucapan dan tingkah laku
pada seseorang. Sikap tanggungjawab tersebut membentuk pribadi
yang beretika baik dan sopan, hal tersebut juga membentuk rasa
semangat dalam melakukan kebajikan, nahi munkar dan keadilan
karena adanya rasa tanggungjawab pada Allah dan makhluk-Nya,
sehingga ini menjadi salah satu karakteristik pendidikan agama islam
dari yang lain.55 Sehingga tanggung jawab membentuk budi pekerti
yang baik pada kehidupan bangsa dan masyarakat.

b. Empati sebagai bagian dari kecerdasan spiritual

Empati dalam kamus besar bahasa Indonesia bermakna sebagai


kemampuan menghadapi perasaan dan pikiran orang lain. Menurut
Humaedi empati ialah kemampuan mental untuk menyadari perasaan
untuk membantu.56 Rasa empati ini juga dikatakan sebagai sikap
awareness yang harus dibentuk dalam diri untuk memilah-milah hak
atau memilah-milah rasa sendiri dan rasa orang lain dalam

54
Edy Riyanto Et Al., Implementasi Pendidikan Agama Dan Pendidikan Karakter, Cet.
I Edition (Tangerang: Media Edukasi Indonesia, 2019), Https://Osf.Io/65rkd, Accessed 12 Dec
2022.
55
Dr. Muhammad Abdurrahman, M.Ed, Pendidikan Karakter Bangsa, Cet. I Edition
(Banda Aceh: Adnin Foundation Publisher, 2018).
56
Alie Humaedi, Menggugah Empati, Menarik Simpati: Kekuatan Etnografi
Post-Kritis Dalam Mendorong Kebijakan Berbasiskan Kebudayaan Lokal (Jakarta: Lipi Press,
2020).
peningkatan kemampuan untuk menghayati diri sendiri dan orang lain
sebagai manifestasi tercapainya tumbuh dan kembang kepribadian
yang sehat dan sejahtera.57 Michele borba dalam bukunya
menambahkan bahwa empati merupakan salah satu dari tujuh
kebajikan utama kecerdasan moral dan karakter yang kuat, hal
tersebut merupakan suatu hal yang penting dan dibutuhkan dalam
melakukan tindakan yang benar untuk menghadapi beberapa tekanan
yang bertentangan dengan etika.58

Adanya empati ini ialah membentuk kepekaan anak terhadap


kebutuhan perasaan orang lain, mendorong dirinya untuk lebih ringan
tangan dalam membantu orang yang sedang mengalami kesusahan
atau kesakitan, serta menuntutnya untuk memperlakukan orang lain
dengan kasih sayang.59 Dapat kita ringkas bahwa empati meliputi
beberapa sikap yaitu 1) Membantu orang susah, 2) Berkorban untuk
orang lain dan 3) Memahami perasaan orang lain.60 Empati sendiri
secara umum dipelajari melalui interaksi social untuk mempermudah
anak dalam memahami empati, adanya keadaan seitar membantu
anak dalam menghargai ketika empati terwujud dalam konteks
sosial.61

57
Siti Pupu Fauziah And Martin Roestamy, Pendidikan Karakter Berbasis Tauhid, Cet.
I Edition (Depok: Pt Rajagrafindo Persada, 2020).
58
Syamsu Rizal Et Al., Membangun Karakter Kemanusiaan, Membentuk Kepribadian
Bangsa Melalui Pendidikan, Cet. I Edition (Yogyakarta: Aswaja Pressindo Yogjakarta, 2016).
59
Dr. Marzuki, M.Ag., Pengantar Studi Hukum Islam Prinsip Dasar Memahami
Berbagai Konsep Dan Permasalahan Hukum Islam Dl Indonesia.
60
Ersis Warmansyah Abbas, Pendidikan Karakter, Cet. I Edition (Bandung: Wahana
Jaya Abadi, 2014).
61
Sarbaini And Fatimah, Mau Kemana Moral Dan Karakter Warga Negara?
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Moral Dan Pendidikan Karakter
Kewarganegaraan, Cet. I Edition (Banjarmasin: Aswaja Pressindo Yogjakarta, 2019).
c. Self-Awareness sebagai bagian dari kecerdasan spiritual

Self-Awareness merupakan pokok penting dalam menunjukkan


kejelasan dan pemahaman tentang perilaku diri, self-awarenes juga
merupakan kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk dapat
menempatkan dirinya pada situasi dan kondisi tertentu.62 Bisa
dikatakan self-awareness ialah sikap mengenal dan memahami diri.
Menurut Allport pemahaman akan kesadaran diri merupakan 7 dari
criteria dari seseorang yang memiliki kepribadian sehat.63 Dengan
adanya pemahaman diri tersebut membangun pribadi yang dapat
memandang dunia secara objektif, sehingga tidak mudah
menyalahkan dunia dengan apa yang didapatkan atau dapat
menerima situasi yang tidak diinginkan seperti kegagalan dan
kekecewaan. Kesadaran diri juga merupakan salah satu prinsip
kemanusiaan dalam humanism islam, ditambahkan oleh Bayrakli
kesadaran diri ialah salah satu tujuan utama pendidikan yang
bertujuan untuk menyadarkan peserta didik akan keberadaannya
sebagai manusia, oleh karena itu kunci dari pengembangan diri ialah
adanya kesadaran diri tiap individu, pemahaman yang berkaitan
dengan alas an kehadirannya dan apa yang diinginkan individu.64

Dalam pembentukan moral kesadaran diri merupakan hal yang


harus lebih diutamakan, kesadaran diri adalah penyebab seseorang

62
M. Yudi Ali Akbar, Rizqi Maulida Amalia, And Izzatul Fitriah, “Hubungan Relijiusitas
Dengan Self Awareness Mahasiswa Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam (Konseling)
Uai”, Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol. 4, No. 4 (2018), P. 265.
63
Malikah, “Kesadaran Diri Proses Pembentukan Karakter Islam”, Urnal Al-Ulum
(Jurnal Studi-Studi Islam) Iain Gorontalo, Vol. 13, No. 1 (2013), Pp. 129–50.
64
Abur Hamdi Usman, Syarul Azman Shaharuddin, And Salman Zainal Abidin,
“Humanism In Islamic Education: Indonesian References”, Universiti Sains Malaysia, Vol. 13,
No. 1 (2017), Pp. 95–113.
memikirkan aspek kosmologis didalam dirinya sebagai manusia,
setelah manusia memahami dan menyadari alas an mengapa hadirnya
dalam di kehidupan ini, mempermudah masuknya pembentukan
moral dalam diri, karena diri merupakan tempat bersemayamnya
batin dan pikiran sehingga membentuk wadah untuk memahami arti
kehidupan sesungguhnya, sehingga manusia lebih mensyukuri apa
yang mereka miliki.65 Kesadaran diri dan spiritual quotient memiliki
kaitan yang sangat kuat, dapat digambarkan 2 hal tersebut adalah
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, ketika manusia ingin
memiliki spiritual quotient yang tinggi maka ia harus memlewati
tahap kesadaran diri terlebih dahulu.66

B. Penelitian terdahulu

Berikut kami memberikan hasil penelitian terdahulu yang dapat


menjadi rujukan dalam penelitian yang kami laksanakan sebagai tolak ukur
dan menjadi faktor pendukung dalam mempermudah proses penelitian,
diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fathur Rozi yang berjudul “Internalisasi
Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui Ekstrakulikuler Keagamaan
Untuk Menumbuhkan Karakter Islami Di SMK Negri 51 Jakarta” dari
penelitian ini memiliki hasil penelitian yang menyebutkan bahwa
internalisasi nilai-nilai pendidikan agama islam yang diterapkan pada
ekstrakulikuler keagamaan dengan melaksanakan tadarus qur’an, shalat
dzuhur berjamaah, kultum dan tahsin qur’an, jum’at imtaq, infaq jum’at,

65
Dr. Muhammad Abdurrahman, M.Ed, Pendidikan Karakter Bangsa, Cet. I Edition
(Banda Aceh: Adnin Foundation Publisher, 2018). P. X
66
Malikah, “Kesadaran Diri Proses Pembentukan Karakter Islam”, Urnal Al-Ulum
(Jurnal Studi-Studi Islam) Iain Gorontalo, Vol. 13, No. 1 (2013), Pp. 129–50. P.136
hadroh, halaqoh atau liqo’, peringatan tari besar islam, dan pesantren
kilat yang mana dari beberapa kegiatan tersebut menghasilkan
nilai-nilai pendidikan agama islam, dalam penelitian tersebut kami
memiliki persamaan dalam penelitian yang penulis buat tentang
internalisasi pendidikan agama islam yang ada pada sekolah yang telah
ditentukan, adapun perbedaan dengan judul yang telah kami ajukan
yaitu kami membahas internalisasi nilai-nilai pendidikan agama islam
pada sekolah yang memiliki sistem pendidikan karakter yang baik
dengan notabene sekolah semi-militer.67
2. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Al Rosid yang berjudul
“Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui Ekstrakulikuler
Keagamaan Untuk Menumbuhkan Karakter Islami Di Sekolah Menengah
Atas Negeri 4 Kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari Provinsi
Jambi” hasil yang didapatkan pada penelitian ini ialah perwujudan dari
proses internalisasi nilai-nilai pendidikan agama islam melalui
ekstrakulikuler keagamaan di Sekolah Menengah Atas Negri 4
kecamatan Mersam Kabupaten Batang Hari dalam pembentukan
karakter Islami sudah bejalan dengan baik dan adanya penggunaan
strategi yang dibuat tersendiri. Ada empat tahapan internalisasi nilai
yang diteliti pada penelitian ini yaitu transformasi nilai, transaksi nilai,
transinternalisasi nilai dan koreksi atau evaluasi dalam penelitian
tersebut, internalisasi nilai lebih terkerucut pada nilai-nilai pendidikan
agama islam yakni I’tiqadiyah, khuluqiyah, dan amaliyah yang mana
nilai-nilai tersebut tersalurkan melalui ekstrakurikuler keagamaan yang

67
Fathur Rozi, “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui
Ekstrakurikuler Keagamaan Untuk Menumbuhkan Karakter Islami Di Smk Negeri 51 Jakarta”
(Jakarta: Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah, 2019).
telah terlaksana pada lembaga yang telah diteliti. Adapun perbedaan
dari penelitian tersebut dengan penelitian yang kami laksanakan ialah
dalam penelitian kami, kami menggunakan tiga tahapan dalam proses
internalisasi nilai yaitu tranformasi nilai, transaksi nilai, dan
transinternalisasi nilai yang kami kerucutkan pada nilai-nilai pendidikan
agama islam yang terdiri dari nilai aqidah, nilai syari’ah, dan nilai akhlak
dengan beberapa hal berikut kami bahas untuk menemukan bagaimana
cara meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik pada SMAN 3
Taruna Angkasa Madiun.68
3. Penelitian yang dilakukan oleh Suhardi Suwardoyo yang berjudul
“Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik (Studi Kasus Di MTs
Sunan Kalijogo Malang” hasil yang kami dapatkan dalam penelitian ini
ialah pembahasan terkait internalisasi nilai-nilai pendidikan agama islam
dalam pengembangan kecerdasan spiritual dengan menggunakan model
pembiasaan sikap dan keteladanan guru serta pembiasaan kurikuler dan
ekstrakurikuler. Pada penelitian tersebut peneliti juga membahas
beberapa hal yang terkait dengan beberapa faktor yang membantu dan
menghambat proses berjaannya internalisasi nilai, kemudian tak lupa
pada penelitian tersebut membahas tentang implikasi antara
internalisasi nilai-nilai pendidikan agama islam dengan kecerdasan
spiritual yang berwujud perubahan diri pada peserta didik. Demikian
adapun perbedaan dengan judul yang kami buat, yaitu dalam penelitian
kami, kami mengkaji internalisasi nilai-nilai pendidikan islam yang

68
Muhammad Al Rosid, “Internalisasi Nilai Nilai Pendidikan Agama Islam Melalui
Ekstrakurikuler Keagamaan Untuk Menumbuhkan Karakter Islami Di Sman 4 Kecamatan
Mersam Kabupaten Batang Hari Provinsi Jambi.Pdf” (Jambi: Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin, 2019).
terdapat pada sekolah negri yang tidak bernotabene lembaga
pendidikan islam, kemudian pembahasan yang kami kaji pun
memberikan penjelasan terkait tahapan-tahapan yang dibutuhkan
dalam internalisasi nilai yaitu transformasi nilai, transaksi nilai dan
transinternalisasi nilai sehingga dalam penelitian ini pun tersusun rapi
dalam pembahasannya bagaimana dan penyebab proses internalisasi
nilai ini berlangsung, dengan demikian, adanya pengembangan pada
penelitian yang kami bahas. 69

69
Suhardi Suwardoyo, “Internalisasi Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik ( Studi Kasus Di Mts Sunan Kalijogo
Malang)” (Malang: University Islam Negri Maulana Malik Ibrahim, 2017).

Anda mungkin juga menyukai