Anda di halaman 1dari 12

e-ISSN 2775-3301

Legalitas Narkotika Jenis Baru (Kratom) : Antara Ancaman Dan


Peluang Bagi Ketahanan Nasional Indonesia
Ahmat Fadholi1, Dian Surtikanthi2, Martha Istyawan3, Sri Annisya4, Utari Dwi Pratiwi5
1UniversitasIndonesia/2Badan Narkotika Nasional; Jl.Salemba Raya No.4, RW 5, Kenari, Kec.
Senen, Jakarta Pusat/Jl. MT Haryono No. 11, Cawang, Jakarta Timur
Email :cakfad813@gmail.com1diansurtikanthinew@gmail.com2martha.istyawan@gmail.com3
annisyadjuhaan@gmail.com4utaridwipratiwi@gmail.com5

Kilas Artikel Abstrak

Volume 2 Nomor 1 Legalitas kratom (Mitragyna speciosa) telah menjadi polemik di


Bulan 2022 Indonesia karena adanya pelarangan penggunaan kratom dalam
DOI:xxx/ejpm.v%i%.xxxx obat tradisional dan suplemen makanan yang menyebabkan efek
sedative-narkotika. Namun disisi lain banyak petani
Article History menggantungkan hidupnya dengan menjadikan kratom sebagai
Submission: 15-15-2021 komoditas ekonomi. Penelitian ini bertujuan melihat sejauh mana
Revised: 18-12-2021 pengendalian sosial terkait kratom di Indonesia dan
Accepted: 21-12-2021 mancanegara. Dengan begitu, diharapkan dapat membantu para
Published: 01-02-2022 pembuat kebijakan menerapkan kebijakan yang lebih baik
terhadap kratom sehingga dapat meningkatkan pertahanan
Kata Kunci: Indonesia dalam bidang narkotika. Penelitian dilakukan melalui
Kratom, Legalitas, dan studi literature yang dilakukan terhadap 21 jurnal dan 9 modul
Ketahanan Nasional terkait produksi, peredaran, konsumsi dan pengendalian kratom
yang ada di Indonesia dan mancanegara. Hasil penelitian
Keywords: menemukan bahwa sejauh ini regulasi terkait kratom di
Kratom,Legality and National Indonesia masih belum jelas. Secara keseluruhan masih belum
Security tersedia regulasi yang melarang budidaya kratom dan distribusi
atau pemasaran daun kratom di Indonesia. Peraturan yang ada
hanya Surat Edaran Nomor.HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016
Korespondensi:
dari BPOM terkait larangan penggunaan kratom dalam obat
( Martha Istyawan )
tradisional dan suplemen kesehatan karena menyebabkan efek
martha.istyawan@gmail.com
sedative-narkotika. Hal ini membuka peluang produksi dan
distribusi kratom di Indonesia dan pemasaran di mancanegara.
Untuk itu, sangatlah diperlukan pengendalian secara preventif
dan represif terhadap kratom serta regulasi yang mengatur
bukan hanya terkait penggunaan kratom, melainkan juga terkait
produksi dan distribusi kratom di Indonesia.
Abstract

The legality of kratom (Mitragyna speciosa) has become a polemic in


Indonesia because of the prohibition on the use of kratom in traditional
medicines and food supplements which cause a sedative-narcotic effect.
But on the other hand, many farmers depend on kratom as an economic
commodity. This study aims to see the extent of social control
related to kratom in Indonesia and abroad. By doing so, it is
hoped that it can help policy makers implement better policies
against kratom so as to improve Indonesia's defense in the
narcotics sector. The research was conducted through a literature
study conducted on 20 journals and 9 modules related to the
production, distribution, consumption and control of kratom in
Indonesia and abroad. The results of the study found that so far
the regulations related to kratom in Indonesia are still unclear.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

69
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

Overall, there is still no regulation that prohibits kratom


cultivation and distribution or The only existing regulation is
Circular Letter Number HK.04.4.42.421.09.16.1740 of 2016 from
BPOM regarding the ban on the use of kratom in traditional
medicine and health supplements because it causes a sedative-
narcotic effect. This opens up opportunities for the production
and distribution of kratom in Indonesia and marketing in foreign
countries. For this reason, preventive and repressive control of
kratom is necessary and regulations that regulate not only the use
of kratom, but also the production and distribution of kratom in
Indonesia.marketing of kratom leaves in Indonesia.
1. PENDAHULUAN
Tumbuhan kratom saat ini mempunyai daya tarik yang tinggi bagi masyarakat
Indonesia. Hal ini dikarenakan harga jual tanaman ini sangat kompetitif dibandingkan
dengan produk sejenis seperti bahan herbal yang lain (Wahyono, 2019). Daun segarnya dapat
dijual dengan harga Rp. 5.000 per kilogram. Bila daunnya telah mengering dan berbentuk
remahan, harga jualnya meningkat hingga Rp. 24.000 – 25.000 per kilogram. Untuk daun yang
difermentasi, harganya kembali meningkat menjadi Rp. 26.000 – 27.000.
Penelitian sejenis (Oktaviani, 2020) masyarakat Kapuas Hulu Kalimantan Barat mengenal
daun Kratom dengan sebutan lokal daun Purik. Bagi masyarakat Kapuas Hulu, daun Purik telah
menjadi alternatif pendapatan yang mempunyai nilai ekonomi bagi keluarga. (Oktaviani, 2020)
menghitung penerimaan penerimaan yang diperoleh petani purik setiap memproduksi per
kilogram purik sebesar Rp 14.795,-/kg, sedangkan total biaya yang dikeluarkan memproduksi
1 (satu) kilogram purik kering sebesar Rp 4.137,-/kg, sehingga setiap kilogram purik yang
diproduksi petani memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.658,-/kg. memperoleh pendapatan
(keuntungan) sebesar Rp 2.003.704,-/bulan atau dalam waktu setahun sebesar Rp 24.044.448,-
/tahun.
Masa tanamnya cukup cepat hanya membutuhkan waktu 6-7 bulan untuk panen
(Anggara, 2020). Selain itu permintaan untuk ekspor ke luar negeri juga terus mengalami
peningkatan, sehingga peluang untuk budidaya oleh petani masih terbuka. Kondisi inilah
yang memicu masyarakat petani di sebagian besar wilayah Kalimantan beralih menjadi
petani kratom.
Daun kratom secara empiris dimanfaatkan oleh masyarakat Bengkulu sebagai obat
tradisional untuk meredakan sakit perut, diare, bengkak dan sakit kepala. Sedangkan di
Sulawesi, digunakan untuk mengobati buang air besar berdarah dan meredakan bisul. Di
wilayah Kalimantan, kulit batangnya digunakan untuk menghaluskan wajah dan daunnya
untuk perawatan nifas, menghilangkan lelah dan pegal linu. Di Asia Tenggara secara
keseluruhan, daun kratom biasa digunakan untuk menyembuhkan luka, cacingan, pereda
nyeri, obat darah tinggi, kencing manis, disentri, menghilangkan rasa lelah dan pengganti
opium (Badan Narkotika Nasional, 2019). Beberapa penelitian terkait kratom menyebutkan
bahwa penggunaan kratom pada dosis rendah dapat menyebabkan efek stimulan, namun
pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan depresi dan withdrawl (gejala putus obat),
penelitian lain menyebutkan jika kratom digunakan bersama obat lain seperti tramadol bisa
mengakibatkan kematian (Wahyono, 2019).
Kratom memiliki kandungan kimia senyawa mitraginin dan 7-hidroksimitraginin yang
mempunyai efek seperti opium, kedua senyawa kimia tersebut oleh Badan Narkotika
Nasional (BNN) dikategorikan sebagai New Psychoactive Substances (NPS), dimana harus
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

70
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx

terdapat pengaturan dalam penggunaannya. Beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara
(Thailand dan Malaysia) telah menggolongkan kratom ke dalam golongan narkotika, juga
beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah melarang penggunaan kratom walaupun
belum secara resmi illegal (Wahyono, 2019). Di Thailand, penyalahgunaan kratom banyak
terjadi di Muang Thai. Oleh karena itu, pemerintah Muang Thai melarang penggunaan
kratom dan menggolongkan kratom pada kelompok yang sama dengan kokain atau heroin.
Di Malaysia, penggunaan kratom telah dilarang sejak tahun 2004 karena dianggap sama
dengan ganja dan heroin (Raini, 2017).
Sedangkan di Indonesia, aturan terhadap tanaman kratom dikeluarkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), melalui Surat Edaran Kepala Badan POM Nomor
HK.04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016. Dalam surat edaran tersebut, penggunaan kratom
dalam obat herbal dan suplemen makanan dinyatakan dilarang. Namun, secara keseluruhan
masih belum tersedia regulasi yang melarang budidaya kratom dan distribusi atau
pemasaran daun kratom di Indonesia. Selain itu, kratom juga belum masuk ke dalam
Peraturan Menteri Kesehatan terbaru Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika. Terbatasnya regulasi yang melarang keberadaan kratom di Indonesia
menimbulkan dampak di berbagai sektor ketahanan nasional. Di satu sisi, merupakan salah
satu bentuk ancaman yang menganggu jiwa, harta bahkan kedaulatan negara, di sisi lain
adanya keuntungan materiil yang didapatkan petani yang menanam kratom juga
mempengaruhi ketahanan dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan menyajikan telaah literature
mengenai fenomena, kontroversi pengendalian sosial serta strategi ketahanan nasional terkait
budidaya, distribusi dan penyalahgunaan kratom di Indonesia dan mancanegara. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan rujukan bagi para pembuat
kebijakan di Indonesia terkait produksi, peredaran dan penyalahgunaan zat illegal di
Indonesia.

2. METODE
Penelusuran literature dilakukan pada tanggal 24 November hingga 12 Desember 2021.
Proses pencarian literature dilanjutkan dengan menggunakan batas-batas penelitian
kepustakaan dan kemudian judul-judul dipilih dari setiap database menggunakan istilah
gabungan dan judul subjek terkait kratom yang berasal dari database seperti ScienceDirect,
Springer Link, ProQuest dan Emerald Insight. Pencarian menggunakan kombinasi kata kunci
“regulasi”, “legalitas”, “pengendalian” dan “kratom”. Beberapa jurnal berasal dari mesin
pencari dan referensi dari jurnal dan modul lain. Artikel yang menggunakan bahasa selain
Indonesia dan Inggris dikeluarkan dalam penelitian ini. Penelitian merupakan hasil studi
literature dengan menelaah 21 jurnal dan 9 modul atau informasi terkait produksi, peredaran,
konsumsi dan pengendalian sosial yang ada terkait kratom bagi di Indonesia dan
mancanegara. Penelitian mancanegara juga ditelaah dengan maksud sebagai pembanding
upaya pengendalian sosial dari Negara lain sehingga keputusan terbaik dapat diterapkan di
Indonesia. Hasil dari berbagai telaah literature ini akan digunakan untuk menemukan aspek
pengendalian sosial terbaik terkait kontroversi kratom yang dapat diterapkan di Indonesia
sehingga dapat meningkatkan pertahanan nasional Indonesia terhadap narkotika.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

71
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

3. HASIL & PEMBAHASAN


3.1 Fenomena Kratom di Indonesia dan Mancanegara
Pengertian kratom
Kratom atau Mitragyna speciosa Korth merupakan tanaman tropis asli yang berasal
dari negara wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia (Elsa et al., 2016;
Raini, 2017; Prozialeck et al., 2019; Maharani dan Prasetyo, 2020). Tanaman ini mengandung
beberapa alkaloid psikoaktif dengan dua senyawa aktif utama, yakni mitragynine dan 7-
hydroxymitragynine yang telah terbukti mengikat reseptor opioid di sistem saraf pusat untuk
menghasilkan efek sedative dan menurunkan sensitivitas terhadap nyeri (Elsa et al., 2016;
Singh et al., 2016; Raini, 2017; Nicewonder et al., 2019; Jeremy et al., 2021). Senyawa aktif
utama mitragynine ini menurut Lesiak A.D et al. (2014) belum dapat ditemukan dalam
tanaman lain selain kratom. Dengan demikian, mitragynine dapat digunakan sebagai
senyawa penciri untuk identifikasi daun kratom.
Kepercayaan akan kegunaan kratom di masyarakat
Konsumsi kratom dalam dosis rendah dapat menyebabkan efek stimulant yang dapat
meningkatkan konsentrasi, perhatian, energy dan kewaspadaan. Sedangkan konsumsi dalam
dosis tinggi mempunyai efek narkotika yang serupa dengan morfin. Kratom juga banyak
dikonsumi sebagai pengganti opiate untuk mengatasi gejala putus zat bagi pecandu opiat
karena lebih murah dan lebih mudah diperoleh tanpa resep dibandingkan Buprenorfin (Raini,
2017; Maharani dan Prasetyo, 2020). Grundmann (2017) mengatakan bahwa penggunaan
kratom meluas dan berkembang sebagai pengobatan sendiri bagi sejumlah besar individu di
Amerika Utara dan Eropa untuk manajemen diri dari sejumlah gangguan medis, termasuk
nyeri, OUD, dan depresi atau kecemasan. Di wilayah Kalimantan dan beberapa negara di
Asia Tenggara, kratom banyak digunakan sebagai obat tradisional bagi petani dan buruh
untuk mengatasi kelelahan atau beban kerja yang berat dan meningkatkan produktivitas
kerja (Raini, 2017).
Bahan aktif utama yang terkandung dalam kratom dipercaya sebagai obat herbal untuk
mengatasi permasalahan batuk, diare, diabetes, pereda rasa sakit (analgesic), serta anti
inflamasi (radang). Bagian tanaman kratom yang paling banyak digunakan untuk
dikonsumsi adalah bagian daun (Hassan et al, 2013; Raini, 2017; Maharani dan Prasetyo,
2020). Daun kratom yang banyak gugur pada musim kemarau dan pertumbuhan baru
dihasilkan sepanjang musim hujan. Tanaman ini tumbuh sangat baik pada lahan basah atau
lembab, tanah yang subur, dengan media paparan sinar matahari penuh di daerah yang
terlindung dari angin kencang.
Pengguna kratom baru, membutuhkan beberapa helai daun yang dikunyah setiap hari,
Sedangkan pengguna berat mengunyah kratom 3-10 kali perhari dan dapat meningkat
sampai 10-30 daun atau lebih setiap harinya (Raini, 2017). Scott dalam Elsa et al. (2016)
mengatakan bahwa cara konsumsi daun kratom yang paling popular adalah dikonsumsi
sebagai teh, meskipun cara lain seperti menguyah daun, dirokok seperti ganja, atau dibuat
menjadi ekstrak juga dilakukan. Kratom memberikan efek euphoria yang tergolong cepat,
sekitar 5-10 menit setelah dikonsumsi secara oral dan berakhir setelah 1 jam. Efek samping
kratom tergantung pada dosis konsumsinya. Mitraginin relative aman pada dosis subkronik
(10 mg/kg), tetapi menunjukkan efek toksik pada dosis tinggi (≥ 100 mg/kg). Akan tetapi,
oleh karena tidak teraturnya efek farmakologi kratom, maka sulit untuk menetapkan ambang
dosis. Penghentian konsumsi kratom dapat memberikan gejala putus obat. Gejala putus obat
kratom adalah mual, insomnia, palpitasi, hilang selera makan, irritability, gelisah, perubahan
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

72
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx

mood, diare, rhinorrhea, myalgia, dan arthralgia hingga tremor (Raini, 2017; Maharani dan
Prasetyo, 2020). Over dosis kratom memberikan gejala kejang-kejang, palpitasi, hipertensi,
psikosis, koma, halusinasi, paranoid, muntah berat, depresi pernafasan dan kematian.
Penggunaan kratom dalam waktu lama dapat menyebabkan adiksi, berat badan menurun,
anoreksia, hilang libido, hiper pigmentasi pada wajah dan pipi (Raini, 2017).

3.2 Peredaran dan Kebijakan Pengendalian Kratom


Dalam pengendalian sosial terhadap penyalahgunaan narkotika, diperlukan adanya
regulasi sebagai jaminan hukum (perundang-undangan) yang bersifat operasional agar
masyarakat Indonesia paham betul konsekuensi atas pelanggaran hukumnya. Menurut
Soerjono Soekanto dalam Yani (2015), pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang
direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau
bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang
berlaku. Diperkuat lagi, Koentjaraningrat dalam Yani (2015), terdapat lima macam fungsi
pengendalian sosial, yaitu : (1) Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma,
(2) Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma, (3). Mengembangkan rasa malu,
(4). Mengembangkan rasa takut, dan (5) Menciptakan sistem hukum.
Penggunaan kratom merupakan salah satu bentuk penyelewengan terhadap nilai dan
norma sosial sehingga dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan pengendalian sosial
masyarakat agar tidak terjadi hal yang dapat merugikan lingkungan masyarakat. Menurut
(Narwoko 2011) pengendalian sosial merupakan segala cara yang dilakukan oleh masyarakat
guna menertibkan atau mengatur anggota yang ada di dalam lingkungan masyarakat
tersebut ketika membangkang. (Sulaiman, 2016) upaya pengendalian ini sebagai wujud
eksistensi manusia untuk keberlangsungan hidupnya dengan menciptakan tatanan sosial.
Menurut Mustofa (2021), pengendalian sosial adalah berbagai mekanisme yang dibuat oleh
masyarakat dalam rangka memastikan setiap warga masyarakatnya bertingkah laku sesuai
dengan nilai dan norma. Pengendalian sosial (social control) yang merupakan kemampuan
lingkungan sosial atau institusi-institusi masyarakat untuk menerapkan norma-norma dan
aturan secara efektif. Efektifitas pengendalian sosial dalam mendorong masyarakat untuk
mentaati norma-norma sosial dalam masyarakat cukup efektif. Mustofa (2021) menyebutkan
pengendalian sosial di Indonesia dibagi dalam beberapa aspek :
1) Adanya penanaman nilai dan norma seseorang akan mengerti dalam melakukan hal-hal
yang dapat merugikan diri sendiri serta orang lain, apabila diterapkan akan dapat
meminimalisir resiko penyimpangan sosial dalam sebuah lingkungan.
2) Adanya sosialisasi terkait efek samping dan dampak yang ditimbulkan serta larangan
penggunaan kratom yang harus disosialisasikan kepada kelompok masyarakat agar
semua pihak menyadari penggunaan kratom dapat memberikan dampak negatif kepada
pengguna dan lingkungan sekitarnya.
3) Adanya fasilitasi kepada masyarakat
4) Adanya Penerapan kebijakan sanksi ketika terjadi pelanggaran penggunaan kratom.
Dari beberapa penelitian didapatkan hasil penggunaan kratom dapat menyebabkan
ketergantungan (Suhaimi et al., 2016; Henningfield et al., 2018). Pengunaan kratom yang awal
mulanya sedikit kemudian menjadi kebiasaan yang tidak bisa dilepaskan. Kandungan kratom
salah satunya mitraginin dan 7-hidroksimitraginin yang memberikan efek analgesik, anti
inflamasi, antidepresan, psikoaktif dan opioid (Wahyono, 2019). Efek samping dan dampak
yang ditimbulkan larangan penggunaan kratom dapat dimasukkan dalam golongan
narkotika.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

73
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

Produksi dan penggunaan kratom dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini tidak
bisa dicegah atau dihentikan apabila belum adanya dasar hukum yang lebih tinggi seperti
diatur di dalam Perundang – undangan (Maharani dan Prasetyo, 2020). Hal ini tentu saja
dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi lingkungan masyarakat. Hal ini
memberikan pandangan bahwa adanya kegagalan dalam pengendalian sosial. Kegagalan
pengendalian sosial terhadap penggunaan kratom dapat dilihat dari kegagalan pemerintah
dalam memastikan undang-undang yang mengatur tentang kratom yang membuat
masyarakat tidak patuh dengan pemerintah. Serta kegagalan lingkungan sosial masyarakat
yang memastikan norma tersebut dipatuhi. Rencana pelarangan penggunaan kratom masih
banyak mendapat penolakan oleh masyarakat karena kratom dianggap dapat digunakan
sebagai obat dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat dapat mematuhi norma
sosial sehingga dapat mengontrol penggunaan kratom tersebut. Bentuk pengendalian sosial
secara preventif dan represif terhadap penyalahguna kratom adalah melakukan sosialisasi
bahaya penggunaan kratom sedangkan pengendalian represif dengan membuat kebijakan
dalam undang – undang terkait penyalahgunaan kratom misalnya hukuman penjara atau
rehabilitasi (Alam, 2018).
Kratom termasuk ilegal di banyak negara di antaranya Malaysia, Thailand, Birma, dan
Australia. Pada beberapa negara lain yaitu Denmark, Jerman, Finlandia, Rumania, dan
Selandia Baru penggunaan kratom dikendalikan dan dimasukkan dalam golongan I
narkotika. UNODC telah memasukkan kratom sebagai salah satu jenis NPS (New Psychoactive
Substances) sejak tahun 2013 (UNODC, 2013). Meskipun kratom telah dimasukkan ke dalam
golongan NPS oleh UNODC, namun kratom termasuk legal di Indonesia, Inggris, Austria,
Belgia, Yunani, Brazilia, Hongaria, Irlandia, Belanda, dan Amerika Serikat kecuali pada
beberapa negara bagiannya yaitu Alabama, Arkansas, Indiana, Tennessee, Vermont, dan
Wisconsin.
United State Food and Drug Administration mengizinkan kratom sebagai suplemen
makanan. Akan tetapi, kratom belum memenuhi standar untuk penggunaan terapeutik di AS.
Kratom saat ini dipasarkan dan diatur sebagai makanan dan atau bahan makanan yang tidak
tunduk pada peraturan ketat yang sama yang digunakan untuk persetujuan obat baru. Oleh
karena kratom belum dapat disetujui sebagai penggunaan terapeutik di AS, kratom secara
hukum tidak dapat diiklankan sebagai obat untuk setiap kondisi medis (Prozialeck, 2019).
Eastlack, Cornett, & Kaye (2020) dalam tulisannya menyebutkan bahwa di Amerika
Serikat, lebih dari 1.800 total laporan terkait dengan konsumsi kratom diterima oleh pusat
racun AS dalam interval 7 tahun dari 2011 hingga 2017, dengan hampir dua pertiga dari
jumlah keseluruhan terjadi dalam 2 tahun terakhir periode tersebut, menandakan
peningkatan pesat dalam penggunaan zat tersebut. Selain itu, di negara bagian Barat, kratom
sering disalahgunakan dengan tujuan rekreasional karena dianggap legal. Hal ini mendorong
diusulkannya kratom sebagai golongan I narkotika oleh US Drug Enfocercement Administration
(DEA) tahun 2016. Tindakan yang diusulkan DEA ini memicu perdebatan dan protes public
yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan ribuan pengguna kratom mengajukan
komentar di Daftar Federal yang mendukung kegunaan kratom untuk pengobatan sendiri
terhadap nyeri kronis atau OUD tanpa petensi penyalahgunaan yang besar. Menanggapi
kemarahan public yang intens, DEA menarik pemberitahuan niatnya untuk mendaftarkan
kratom menjadi golongan I narkotika dan menunggu analisis 8 faktor oleh FDA AS. Hasilnya,
kratom tetap legal di sebagian besar AS, meskipun beberapa Negara bagian, termasuk

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

74
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx

Alabama, Arkansas, Indiana, Vermort, dan Wisconsis telah melarang kratom. Dengan
demikian, kratom tetap tidak dikategorikan sebagai zat yang harus dikendalikan oleh DEA,
sehingga tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan di Amerika (Prozialeck, 2019).
Penjualan kratom yang tidak diatur melalui internet dan praktik pemasaran yang
menipu mungkin telah mendorong beberapa individu untuk menggunakan kratom sebagai
obat rekreasional. Pasar yang diatur dengan buruk ini, distribusi yang luas, dan risiko
toksisitas yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kratom, semuanya kemungkinan telah
mendorong badan pengatur untuk menyarankan penghapusan produk ini dari pasar. Di
Barat, berbagai macam produk kratom—termasuk daun mentah, kapsul, tablet, dan ekstrak
pekat—tersedia baik dari pemasok berbasis Internet atau toko khusus yang biasa dikenal
sebagai “toko utama”, “toko vaping” atau “toko rokok” (Williams, 2020). Pertumbuhan
penggunaan kratom di Barat sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan
dan potensi penyalahgunaan kratom (Prozialeck, 2016).
Di Canada, penjualan kratom bersifat legal, asalkan tidak digunakan untuk konsumsi
manusia. Meskipun begitu, banyak vendor penjual kratom, yang tampaknya dimaksudkan
untuk konsumsi, sambil menyatakan bahwa produk tersebut untuk “tujuan pendidikan dan
penelitian atau untuk aromaterapi”. Berdasarkan penelitian terhadap 200 webpages vendor
penjual kratom, individu yang mencari informasi tentang kratom secara online sering kali
dihadapkan pada kualitas informasi kesehatan konsumen yang buruk. Mereka tidak
diberikan informasi penting yang diperlukan untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi mengenai penggunaannya, seperti rincian lengkap tentang risiko dan efek samping
atau deskripsi tentang bagaimana kratom mempengaruhi tubuh (Jeremy et al., 2021).
Di kawasan Asia Tenggara, pemerintah Malaysia telah melarang penggunaan kratom
karena dianggap sama dengan ganja dan heroin. Pemerintah Malaysia memberlakukan
regulasi untuk menjual dan memiliki kratom efektif sejak Agustus 2003 dibawah pasal 30 (5)
UU tentang racun tahun 1952 dimana seseorang jika terbukti bersalah, dikenakan denda
sampai RM 10.000 atau dipenjara maksimal 4 tahun, atau keduanya (Parthasarathy et al.
2013). Meskipun demikian, sebagian masyarakat Malaysia masih menggunakan kratom
untuk pemulihan pasca melahirkan dengan mengkonsumsinya dalam bentuk jus. Dalam
penelitian terdahulu disebutkan, dari 293 pengguna Kratom di tiga negara bagian
Semenanjung utara Malaysia, lebih dari setengah dari pengguna (>6 bulan pemakaian)
mengalami ketergantungan berat, sedangkan 45% menunjukkan ketergantungan ringan.
Gejala yang dialami secara fisik adalah kesulitan tidur, mata dan hidung berair, demam, nafsu
makan menurun, dan diare. Sedangkan gejala secara psikologis adalah timbulnya rasa
kegelisahan, ketegangan, kemarahan, kesedihan, dan kegugupan (Singh et al. 2014).
Selain Malaysia, pemerintah Muang Thai, Thailand meskipun awalnya kratom hanya
menjadi tanaman yang diawasi/dikontrol penggunaannya pada tahun 1943, namun sejak
1979 pemerintah Thailand telah mengesahkan UU Narkotika sehingga menjadi ilegal untuk
membeli, menjual, mengimpor, atau memilikinya dan menggolongkan kratom pada
kelompok yang sama dengan kokain dan heroin. Adanya pelarangan tersebut, faktanya tidak
menghentikan penggunaan kratom pada negara tersebut. Tanguay (2011) menuliskan di
Thailand selatan, dalam beberapa tahun terakhir di kalangan anak muda membuat es yang
disebut koktail yang menjadi populer karena dianggap meniru efek alkohol. Koktail terbuat
dari daun kratom, minuman ringan yang mengandung kafein, dan codeine atau difenidramin
yang merupakan senyawa yang terkandung dalam sirup obat batuk sebagai tiga bahan dasar
yang memberikan efek antidepresan. Konsumsi koktail ini dapat berakibat fatal karena
tindakan multidrug.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

75
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

Para pejabat di Thailand telah tiga kali mempertimbangkan untuk mengakhiri larangan
kratom sejak tahun 2000, dengan alasan tidak ada kasus overdosis, kematian, atau kekerasan
yang diketahui setelah setidaknya 100 tahun penggunaan tradisional. Ketidakpastian hukum
seputar kratom tampaknya muncul dari dua narasi yang berlawanan. Yang pertama adalah
bahwa kratom memiliki nilai terapeutik potensial sebagai pengganti opioid klasik (misalnya
morfin, oksikodon, heroin, dll.), memberikan manajemen nyeri yang lebih aman dan cara
baru bagi orang yang memiliki OUD untuk melepaskan diri dari opioid yang lebih berbahaya.
Narasi kedua adalah bahwa kratom adalah opioid yang berbahaya dan adiktif, dan oleh
karena itu, harus diklasifikasikan dalam Jadwal I CSA AS (Prozialeck, 2019).
Di Indonesia, berdasarkan Surat Edaran Nomor.HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016,
BPOM melarang penggunaan kratom dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan karena
pemakaian pada dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedative-narkotika. Dalam surat
edaran tersebut, penggunaan kratom dalam obat herbal dan suplemen makanan dinyatakan
dilarang. Dengan demikian penggunaan kratom di Indonesia dianggap illegal dan
merupakan tindak kejahatan.

Sumber : Puslab BNN, 2020.

Akan tetapi seperti yang kita sudah ketahui bersama, di Indonesia saat ini Undang-
undang yang berlaku terkait narkotika adalah UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Yang perlu menjadi perhatian adalah dalam Peraturan Menteri Kesehatan terbaru Nomor 44
tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan narkotika, kratom belum termasuk ke dalam
jenis narkotika. Dengan demikian, regulasi terkait kratom di Indonesia masih belum jelas.
Secara keseluruhan masih belum tersedia regulasi yang melarang budidaya kratom dan
distribusi atau pemasaran daun kratom di Indonesia.
Produk olahan kratom seperti daun kering, daun bubuk, ekstrak cair, dan pewarna kue
dapat dibeli melalui internet dan took-toko ritel dengan mudah. Kemudahan ketersediaan
dan harga yang murah ini dapat menarik banyak orang terutama kalangan muda untuk
mencari kratom sebagai alternative narkotika terlarang ataupun untuk konsumsi
rekreasional. Oleh karena kratom dijual dalam bentuk olahan, sulit untuk menentukan
adanya materi tersebut jika hanya mengandalkan pengamatan secara visual, terutama ketika
sudah berada dalam bentuk paket minuman, kapsul, daun kering bubuk atau serbuk (Elsa et
al., 2016).
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

76
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx

Menyikapi potensi bahaya penyalahgunaan kratom oleh masyarakat, Badan Narkotika


Nasional dalam mengisi kekosongan regulasi ini, hanya sebatas mengeluarkan pernyataan
sikap yang ditandatangani oleh Kepala BNN RI Heru Winarko pada tanggal 31 Oktober 2019.
Inti dari pernyataan sikap BNN ini diantaranya mendukung keputusan Komite Nasional
Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika yang mengklafisikasikan Kratom
sebagai Narkotika Golongan 1 pada tahun 2017 lalu dan mendorong kementerian terkait
untuk menyiapkan regulasi yang sesuai.

3.3 Kratom dan Ketahanan Nasional


Dalam Hanita (2020) menyebutkan bahwa Ketahanan Nasional adalah kemampuan
negara untuk beradaptasi, bangkit kembali, dan atau bertransformasi dari berbagai
gangguan, berbagai serangan, berbagai peristiwa perusak yang mengancam jiwa, harta,
benda, kedaulatan negara, baik dari dalam maupun dari luar, dan setelahnya mampu
menyusun strategi yang efektif agar negara menjadi semakin tahan terhadap guncangan yang
terjadi tiba – tiba. Ketahanan Nasional harus dibangun dari ketahanan individu, ketahanan
keluarga, ketahanan komunitas, ketahanan sosial, ketahanan kota, ketahanan provinsi,
ketahanan energi, ketahanan pangan, ketahanan bencana, ketahanan dalam pertahanan dan
keamanan dan ketahanan kesehatan agar negara tahan terhadap berbagai ancaman penyakit
baik pandemi maupun endemi.
Apabila dikaitkan dengan penggunaan dan penyalahgunaan kratom terhadap
Ketahanan Nasional, kratom masih dalam pro dan kontra, hal ini dikarenakan di salah satu
sisi dapat memperkuat ketahanan nasional (ketahanan ekonomi) dengan produktivitas petani
kratom yang dapat mendongkrak pendapatan petani, sehingga secara langsung berdampak
pada peningkatan kesejahteraan keluarga (ketahanan keluarga). Didasari dari melemahnya
harga karet sampai menyentuh angka US$1,5–US$1,8 per kilogram menyebabkan petani
mengkonversi kebun karetnya ke sektor komoditas lainnya termasuk sawit, ubi dan
khususnya di Kalimantan Barat adalah kratom. Beralihnya mata pencaharian tanaman karet
di Kalimantan Barat menjadi Tanaman Kratom karena memiliki nilai jual yang cukup
menjanjikan dengan kisaran harga Rp 25.000 sampai dengan Rp 30.000 perkilogramnya.
Permintaan pasar lokal maupun internasional yang semakin meningkat, membuat petani
Tanman Kratom dapat meraup penghasilan berkisar Rp 1.500.000 samapi Rp 8.000.000
perbulan. Alasan pemilihan Tanaman Kratom dikarenakan tanaman ini mampu tumbuh
dengan cepat (dalam 1 tahun mampu mencapai 2 – 3 meter), terlebih apabila terendam air
dapat tumbuh subur di tanah basar seperti tepian sungai. Untuk pendistribusian kratom
sendiri juga sangat mudah. Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, Amerika Serikat
belum memiliki regulasi layaknya Indonesia dalam permasalahan kratom, sehingga
Indonesia dengan kondisi tanahnya yang memungkinkan untuk membudidayakan kratom
menjadi salah satu negara dengan ekspor kratom ke Amerika Serikat terbesar (Anita,
Aminutyati, & Ulfah, 2019).
Namun, di sisi lain dapat memperlemah ketahanan nasional, hal ini apabila ditinjau
dari dimensi ketahanan kesehatan. Kratom apabila digunakan secara berlebihan dapat
menimbulkan efek samping yang sama seperti mengkonsumsi narkotika. Penyalahgunaan
narkotika di Indonesia diperoleh melalui perdagangan ilegal, sehingga kemudahan akses
dalam memperoleh kratom, dikhawatirkan akan menyebabkan pengguna narkotika beralih
menyalahgunakan kratom. Dengan mempertimbangkan efek samping dari dampak kratom
bagi kesehatan manusia maka perlu kratom dimasukkan dalam golongan narkotika di
Indonesia.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

77
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

Dengan mempertimbangkan dua sisi tersebut dalam kerangka Ketahanan Nasional,


maka diperlukan regulasi kebijakan terhadap penggunaan dan penyalahgunaan kratom yang
mampu menempatkan aspek – aspek kepentingan nasional yang lebih luas sebagaimana
tujuan dari negara Indonesia yang termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

4. KESIMPULAN
Legalitas kratom masih menjadi pro-kontra di Indonesia. Hal ini terjadi karena dari sisi
pemerintah, kratom dianggap berpengaruh buruk bagi kesehatan, terutama jika
penggunaannya dicampur dengan narkotika jenis lain. Kratom sering digunakan sebagai obat
tradisional dan suplemen makanan yang menyebabkan efek sedative-narkotika. Di sisi lain,
dari segi ekonomi, kratom dianggap dapat meningkatkan perekonomian para petani.
Regulasi pengendalian sosial terkait kratom yang ada di Indonesia sampai saat ini hanya
melarang penggunaannya sebagai obat tradisional dan suplemen makanan, tidak dalam
bentuk produksi dan peredaran. Hal ini membuka peluang bagi petani untuk memproduksi
dan menjual kratom baik dalam bentuk daun maupun olahan dengan narkotika lain dalam
bentuk teh atau rokok. Produk ini dapat dengan mudah dijualbelikan baik di Indonesia
maupun mancanegara melalui internet. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, salah
satu yang menyebabkan kratom berbahaya adalah karena belum adanya regulasi yang jelas
terkait produksi dari kratom sehingga tidak jelas kandungan dari kratom yang beredar di
pasaran. Hal ini berbahaya karena dapat berakibat buruk bagi kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Hasil ini menegaskan perlunya ditetapkan pengendalian secara preventif dan represif
yang tegas dari pemerintah dala bentuk sosialisasi bahaya penggunaan kratom dan undang
– undang serta regulasi kebijakan terkait produksi, pendistribusian dan penyalahgunaan
kratom. Selain itu, dalam kerangka Ketahanan Nasional terhadap penggunaan dan
penyalahgunaan kratom, masyarakat dan pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda.
Di satu sisi masyarakat mengandalkan kratom sebagai komoditas ekonomi sementara di sisi
lain pemerintah melihat keberadaan kratom dari sisi kesehatan sebagai objek yang
mengandung zat yang bersifat psikoaktif, sehingga diperlukan regulasi kebijakan terhadap
penggunaan dan penyalahgunaan kratom yang mampu menempatkan aspek – aspek
kepentingan nasional yang lebih luas sebagaimana tujuan dari negara Indonesia yang
termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

5. UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para dosen pengampu
mata kuliah Pespektif Sosiologi Kejahatan Narkotika Program Studi Kajian Ketahanan
Nasional Kekhususan Kajian Stratejik Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas
Indonesia, atas terselesaikannya artikel ini. Penghargaan dan ucapan ini kami sampaikan
kepada : Dr. A Josias Simon Runturambi, M.Si selaku Koordinator Mata Kuliah, Prof. Dr.
Muhammad Mustofa, MA, dan Dr. Thomas Sunaryo, serta rekan – rekan mahasiswa kelas
BNN-8.

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

78
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx

DAFTAR PUSTAKA
Alam, A.S. (2019). Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta : Prenada Media.
Anita, Aminuyati, & Ulfah, M. (2019). Analisis Pendapatan Petani Kratom dalam Membantu
Pembiayaan Pendidikan Anak Desa Sungai Uluk Palin. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, Vol.8, No.4, ANALISIS PENDAPATAN PETANI KRATOM DALAM
MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK DESA SUNGAI ULUK PALIN |
Anita | Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa (untan.ac.id) diakses 3
Desember 2021.
Anggara, K. (2020). Kratom, antara Polemik dan Harapan. Agust 19, 2020. BNN. Kratom, Antara
Polemik dan Harapan (bnn.go.id) diakses 2 Desember 2021.
Badan Narkotika Nasional. (2019). Kratom dan Permasalahannya. Jakarta: Deputi
Pemberdayaan Masyarakat.
Badan Narkotika Nasional. (2020). Fakta dan Sikap BNN Terhadap Kratom. Jakarta: Pusat
Laboratorium Narkotika BNN.
Eastlack. S.C, Elyse M.C, & Alan D.K. (2020). Kratom-Pharmacology, Clinical Implications,
and Outlook: A Comprehensive Review. Pain Ther, Vol. 9, January 2020, 55-69.
https://doi.org/10.1007/s40122-020-00151-x diakses tanggal 3 Desember 2021.
Elsa. et al. (2016). Pengembangan Metode Isolasi dan Identifikasi Mitragynine dalam Daun
Kratom (Mitragyna speciosa). Jurnal Biosains Pascasarjana Universitas Airlangga, Vol. 18,
No.3, Desember 2016, 191-203. Diakses tanggal 3 Desember 2021.
Grundmann. (2017). Patterns of Kratom use and health impact in the US-Results from an
online survey. Drug and Alcohol Dependence, 176, May 2017, 63-70,
http://dx.doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2017.03.007 diakses 11 Desember 2021.
Hanita, M. (2021). Ketahanan Nasional: Teori, Adaptasi dan Strategi. Jakarta: UI Publishing.
Hasan. et al. (2013). From Kratom to mitragynine and its derivatives: Physiological and
behavioural effects related to use, abuse, and addiction. Neuroscience and Biobehavioral
Reviews, Vol. 37, 2013, 138–151, http://dx.doi.org/10.1016/j.neubiorev.2012.11.012
diakses tanggal 3 Desember 2021.
Henningfield, J. E., Fant, R. V., & Wang, D. W. (2018). The abuse potential of kratom
according the 8 factors of the controlled substances act: implications for regulation and
research. Psychopharmacology, 235(2), 573–589, https://doi.org/10.1007/s00213-017-
4813-4 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Jeremy, et al. (2021). Assessing the Quality of Information Provided on Websites Selling
Kratom (Mitragyna speciosa) to Consumers in Canada. Journal of Substance Abuse
Treatment, Prevention, and Policy, Vol 16, No. 23, 2021, https://doi.org/10.1186/s13011-
021-00361-2 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Lesiak, A.D, et al. (2014). Rapid detection by direct analysis in real time-mass spectrometry
(DART-MS) of psychoactive plant drugs of abuse: The case of Mitragyna speciosa aka
‘‘Kratom’’. Forensic Science International, 242, July 2014, 210-218,
http://dx.doi.org/10.1016/j.forsciint.2014.07.005 diakses 11 Desember 2021.
Raini, M. (2017). Kratom (Mitragyna speciosa Korth): Manfaat, Efek Samping dan Legalitas.
Jurnal Media Litbangkes, Vol. 27 No. 3, September 2017, 175-184.
http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v27i3.6806.175-184 diakses tanggal 2 Desember 2021.
Maharani, A.R, Handoyo P. (2020). Legalitas Status Hukum Tanaman Kratom di Indonesia.
National Conference for Law Studies : Pembangunan Hukum Menuju Era Digital Society, ISBN:
978-979-3599-13-7, 2020, 662-674. diakses tanggal 3 Desember 2021.
Mustofa, M. (2021). Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang,
dan Pelanggaran Hukum (Edisi Ketiga). Jakarta : Kencana.
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

79
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia

Narwoko, J.D & Suyanto, B. (2011). Sosiologi Teks dan Pengantar Terapan Edisi Keempat. Jakarta
: Kencana.
Nicewonder, J.A. et al. (2019). Distinct kratom user populations across the United States: A
regional analysis based on an online survey. Journal of Hum Psychopharmacol Clin Exp.
2019;34:e2709, https://doi.org/10.1002/hup.2709 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Parthasarathy, S. et al. (2013). A simple HPLC–DAD method for the detection and
quantification of psychotropic mitragynine in Mitragyna speciosa (ketum) and its
products for the application in forensic investigation. Forensic Science International, 226,
February 2013, 183-187. http://dx.doi.org/10.1016/j.forsciint.2013.01.014 diakses
tanggal 11 Desember 2021.
Prozialeck, W.C. et al. (2019). Kratom policy: The challenge of balancing therapeutic potential
with public safety. International Journal of Drug Policy, Vol. 70, 2019, 70-77.
https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2019.05.003 diakses 3 Desember 2021.
Singh, D. et al. (2014). Kratom (Mitragyna speciosa) dependence, withdrawal symptoms and
craving in regular users. Drug and Alcohol Dependence, 139, March 2014, 132-137,
http://dx.doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2014.03.017 diakes 11 Desember 2021.
Singh, D. et al. (2017). Changing trends in the use of kratom (Mitragyna speciosa) in Southeast
Asia. Journal of Special Issue On Novel Psychoactive Substances, 2017,
https://doi.org/10.1002/hup.2582 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Suhaimi, F. W., et al. (2016). Neurobiology of Kratom and its main alkaloid mitragynine. Brain
Research Bulletin, 126, 29–40, https://doi.org/10.1016/j.brainresbull.2016.03.015 diakses
tanggal 3 Desember 2021.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society, 4 (1), 15–22.
https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Tanguay, P. (2011). Kratom in Thailand : Decriminalisation and Community Control?,
Transnational Institute: Series on Legislative Reform of Drug Policies Nr. 13, April 2011,
Microsoft Word - dlr13 (tni.org) diakses 11 Desember 2021.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). World Drug Report 2013. https://
www.unodc.org/unodc/secured/wdr/wdr2013 di akses 3 Desember 2021.
Wahyono, S. (2019). Kratom : Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Williams, R.S, Dmitriy N. The internet market for Kratom, an opioid alternative and variably
legal recreational drug. International Journal of Drug Policy, 78, 102715,
https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2020.102715 diakes 5 Desember 2021.
Yani, M.A. (2015). Pengendalian Sosial Kejahatan; Suatu Tinjauan Terhadap Masalah
Penghukuman dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal Cita Hukum, Vol. III, No. 1, Juni 2015,
77-92. DOI: 10.15408/jch.v2i1.1842 diakses tanggal 1 Desember 2021.
Oktaviani, D. (2020). Pendapatan Petani dari budidaya Tanaman Purik. 8(July), 1–23.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society, 4(1), 15–22.
https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32

Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons


Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301

80

Anda mungkin juga menyukai