69
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
70
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx
terdapat pengaturan dalam penggunaannya. Beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara
(Thailand dan Malaysia) telah menggolongkan kratom ke dalam golongan narkotika, juga
beberapa negara bagian di Amerika Serikat telah melarang penggunaan kratom walaupun
belum secara resmi illegal (Wahyono, 2019). Di Thailand, penyalahgunaan kratom banyak
terjadi di Muang Thai. Oleh karena itu, pemerintah Muang Thai melarang penggunaan
kratom dan menggolongkan kratom pada kelompok yang sama dengan kokain atau heroin.
Di Malaysia, penggunaan kratom telah dilarang sejak tahun 2004 karena dianggap sama
dengan ganja dan heroin (Raini, 2017).
Sedangkan di Indonesia, aturan terhadap tanaman kratom dikeluarkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), melalui Surat Edaran Kepala Badan POM Nomor
HK.04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016. Dalam surat edaran tersebut, penggunaan kratom
dalam obat herbal dan suplemen makanan dinyatakan dilarang. Namun, secara keseluruhan
masih belum tersedia regulasi yang melarang budidaya kratom dan distribusi atau
pemasaran daun kratom di Indonesia. Selain itu, kratom juga belum masuk ke dalam
Peraturan Menteri Kesehatan terbaru Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika. Terbatasnya regulasi yang melarang keberadaan kratom di Indonesia
menimbulkan dampak di berbagai sektor ketahanan nasional. Di satu sisi, merupakan salah
satu bentuk ancaman yang menganggu jiwa, harta bahkan kedaulatan negara, di sisi lain
adanya keuntungan materiil yang didapatkan petani yang menanam kratom juga
mempengaruhi ketahanan dalam bidang ekonomi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan menyajikan telaah literature
mengenai fenomena, kontroversi pengendalian sosial serta strategi ketahanan nasional terkait
budidaya, distribusi dan penyalahgunaan kratom di Indonesia dan mancanegara. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan rujukan bagi para pembuat
kebijakan di Indonesia terkait produksi, peredaran dan penyalahgunaan zat illegal di
Indonesia.
2. METODE
Penelusuran literature dilakukan pada tanggal 24 November hingga 12 Desember 2021.
Proses pencarian literature dilanjutkan dengan menggunakan batas-batas penelitian
kepustakaan dan kemudian judul-judul dipilih dari setiap database menggunakan istilah
gabungan dan judul subjek terkait kratom yang berasal dari database seperti ScienceDirect,
Springer Link, ProQuest dan Emerald Insight. Pencarian menggunakan kombinasi kata kunci
“regulasi”, “legalitas”, “pengendalian” dan “kratom”. Beberapa jurnal berasal dari mesin
pencari dan referensi dari jurnal dan modul lain. Artikel yang menggunakan bahasa selain
Indonesia dan Inggris dikeluarkan dalam penelitian ini. Penelitian merupakan hasil studi
literature dengan menelaah 21 jurnal dan 9 modul atau informasi terkait produksi, peredaran,
konsumsi dan pengendalian sosial yang ada terkait kratom bagi di Indonesia dan
mancanegara. Penelitian mancanegara juga ditelaah dengan maksud sebagai pembanding
upaya pengendalian sosial dari Negara lain sehingga keputusan terbaik dapat diterapkan di
Indonesia. Hasil dari berbagai telaah literature ini akan digunakan untuk menemukan aspek
pengendalian sosial terbaik terkait kontroversi kratom yang dapat diterapkan di Indonesia
sehingga dapat meningkatkan pertahanan nasional Indonesia terhadap narkotika.
71
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
72
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx
mood, diare, rhinorrhea, myalgia, dan arthralgia hingga tremor (Raini, 2017; Maharani dan
Prasetyo, 2020). Over dosis kratom memberikan gejala kejang-kejang, palpitasi, hipertensi,
psikosis, koma, halusinasi, paranoid, muntah berat, depresi pernafasan dan kematian.
Penggunaan kratom dalam waktu lama dapat menyebabkan adiksi, berat badan menurun,
anoreksia, hilang libido, hiper pigmentasi pada wajah dan pipi (Raini, 2017).
73
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
Produksi dan penggunaan kratom dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini tidak
bisa dicegah atau dihentikan apabila belum adanya dasar hukum yang lebih tinggi seperti
diatur di dalam Perundang – undangan (Maharani dan Prasetyo, 2020). Hal ini tentu saja
dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi lingkungan masyarakat. Hal ini
memberikan pandangan bahwa adanya kegagalan dalam pengendalian sosial. Kegagalan
pengendalian sosial terhadap penggunaan kratom dapat dilihat dari kegagalan pemerintah
dalam memastikan undang-undang yang mengatur tentang kratom yang membuat
masyarakat tidak patuh dengan pemerintah. Serta kegagalan lingkungan sosial masyarakat
yang memastikan norma tersebut dipatuhi. Rencana pelarangan penggunaan kratom masih
banyak mendapat penolakan oleh masyarakat karena kratom dianggap dapat digunakan
sebagai obat dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat dapat mematuhi norma
sosial sehingga dapat mengontrol penggunaan kratom tersebut. Bentuk pengendalian sosial
secara preventif dan represif terhadap penyalahguna kratom adalah melakukan sosialisasi
bahaya penggunaan kratom sedangkan pengendalian represif dengan membuat kebijakan
dalam undang – undang terkait penyalahgunaan kratom misalnya hukuman penjara atau
rehabilitasi (Alam, 2018).
Kratom termasuk ilegal di banyak negara di antaranya Malaysia, Thailand, Birma, dan
Australia. Pada beberapa negara lain yaitu Denmark, Jerman, Finlandia, Rumania, dan
Selandia Baru penggunaan kratom dikendalikan dan dimasukkan dalam golongan I
narkotika. UNODC telah memasukkan kratom sebagai salah satu jenis NPS (New Psychoactive
Substances) sejak tahun 2013 (UNODC, 2013). Meskipun kratom telah dimasukkan ke dalam
golongan NPS oleh UNODC, namun kratom termasuk legal di Indonesia, Inggris, Austria,
Belgia, Yunani, Brazilia, Hongaria, Irlandia, Belanda, dan Amerika Serikat kecuali pada
beberapa negara bagiannya yaitu Alabama, Arkansas, Indiana, Tennessee, Vermont, dan
Wisconsin.
United State Food and Drug Administration mengizinkan kratom sebagai suplemen
makanan. Akan tetapi, kratom belum memenuhi standar untuk penggunaan terapeutik di AS.
Kratom saat ini dipasarkan dan diatur sebagai makanan dan atau bahan makanan yang tidak
tunduk pada peraturan ketat yang sama yang digunakan untuk persetujuan obat baru. Oleh
karena kratom belum dapat disetujui sebagai penggunaan terapeutik di AS, kratom secara
hukum tidak dapat diiklankan sebagai obat untuk setiap kondisi medis (Prozialeck, 2019).
Eastlack, Cornett, & Kaye (2020) dalam tulisannya menyebutkan bahwa di Amerika
Serikat, lebih dari 1.800 total laporan terkait dengan konsumsi kratom diterima oleh pusat
racun AS dalam interval 7 tahun dari 2011 hingga 2017, dengan hampir dua pertiga dari
jumlah keseluruhan terjadi dalam 2 tahun terakhir periode tersebut, menandakan
peningkatan pesat dalam penggunaan zat tersebut. Selain itu, di negara bagian Barat, kratom
sering disalahgunakan dengan tujuan rekreasional karena dianggap legal. Hal ini mendorong
diusulkannya kratom sebagai golongan I narkotika oleh US Drug Enfocercement Administration
(DEA) tahun 2016. Tindakan yang diusulkan DEA ini memicu perdebatan dan protes public
yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan ribuan pengguna kratom mengajukan
komentar di Daftar Federal yang mendukung kegunaan kratom untuk pengobatan sendiri
terhadap nyeri kronis atau OUD tanpa petensi penyalahgunaan yang besar. Menanggapi
kemarahan public yang intens, DEA menarik pemberitahuan niatnya untuk mendaftarkan
kratom menjadi golongan I narkotika dan menunggu analisis 8 faktor oleh FDA AS. Hasilnya,
kratom tetap legal di sebagian besar AS, meskipun beberapa Negara bagian, termasuk
74
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx
Alabama, Arkansas, Indiana, Vermort, dan Wisconsis telah melarang kratom. Dengan
demikian, kratom tetap tidak dikategorikan sebagai zat yang harus dikendalikan oleh DEA,
sehingga tidak tunduk pada peraturan perundang-undangan di Amerika (Prozialeck, 2019).
Penjualan kratom yang tidak diatur melalui internet dan praktik pemasaran yang
menipu mungkin telah mendorong beberapa individu untuk menggunakan kratom sebagai
obat rekreasional. Pasar yang diatur dengan buruk ini, distribusi yang luas, dan risiko
toksisitas yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kratom, semuanya kemungkinan telah
mendorong badan pengatur untuk menyarankan penghapusan produk ini dari pasar. Di
Barat, berbagai macam produk kratom—termasuk daun mentah, kapsul, tablet, dan ekstrak
pekat—tersedia baik dari pemasok berbasis Internet atau toko khusus yang biasa dikenal
sebagai “toko utama”, “toko vaping” atau “toko rokok” (Williams, 2020). Pertumbuhan
penggunaan kratom di Barat sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan
dan potensi penyalahgunaan kratom (Prozialeck, 2016).
Di Canada, penjualan kratom bersifat legal, asalkan tidak digunakan untuk konsumsi
manusia. Meskipun begitu, banyak vendor penjual kratom, yang tampaknya dimaksudkan
untuk konsumsi, sambil menyatakan bahwa produk tersebut untuk “tujuan pendidikan dan
penelitian atau untuk aromaterapi”. Berdasarkan penelitian terhadap 200 webpages vendor
penjual kratom, individu yang mencari informasi tentang kratom secara online sering kali
dihadapkan pada kualitas informasi kesehatan konsumen yang buruk. Mereka tidak
diberikan informasi penting yang diperlukan untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi mengenai penggunaannya, seperti rincian lengkap tentang risiko dan efek samping
atau deskripsi tentang bagaimana kratom mempengaruhi tubuh (Jeremy et al., 2021).
Di kawasan Asia Tenggara, pemerintah Malaysia telah melarang penggunaan kratom
karena dianggap sama dengan ganja dan heroin. Pemerintah Malaysia memberlakukan
regulasi untuk menjual dan memiliki kratom efektif sejak Agustus 2003 dibawah pasal 30 (5)
UU tentang racun tahun 1952 dimana seseorang jika terbukti bersalah, dikenakan denda
sampai RM 10.000 atau dipenjara maksimal 4 tahun, atau keduanya (Parthasarathy et al.
2013). Meskipun demikian, sebagian masyarakat Malaysia masih menggunakan kratom
untuk pemulihan pasca melahirkan dengan mengkonsumsinya dalam bentuk jus. Dalam
penelitian terdahulu disebutkan, dari 293 pengguna Kratom di tiga negara bagian
Semenanjung utara Malaysia, lebih dari setengah dari pengguna (>6 bulan pemakaian)
mengalami ketergantungan berat, sedangkan 45% menunjukkan ketergantungan ringan.
Gejala yang dialami secara fisik adalah kesulitan tidur, mata dan hidung berair, demam, nafsu
makan menurun, dan diare. Sedangkan gejala secara psikologis adalah timbulnya rasa
kegelisahan, ketegangan, kemarahan, kesedihan, dan kegugupan (Singh et al. 2014).
Selain Malaysia, pemerintah Muang Thai, Thailand meskipun awalnya kratom hanya
menjadi tanaman yang diawasi/dikontrol penggunaannya pada tahun 1943, namun sejak
1979 pemerintah Thailand telah mengesahkan UU Narkotika sehingga menjadi ilegal untuk
membeli, menjual, mengimpor, atau memilikinya dan menggolongkan kratom pada
kelompok yang sama dengan kokain dan heroin. Adanya pelarangan tersebut, faktanya tidak
menghentikan penggunaan kratom pada negara tersebut. Tanguay (2011) menuliskan di
Thailand selatan, dalam beberapa tahun terakhir di kalangan anak muda membuat es yang
disebut koktail yang menjadi populer karena dianggap meniru efek alkohol. Koktail terbuat
dari daun kratom, minuman ringan yang mengandung kafein, dan codeine atau difenidramin
yang merupakan senyawa yang terkandung dalam sirup obat batuk sebagai tiga bahan dasar
yang memberikan efek antidepresan. Konsumsi koktail ini dapat berakibat fatal karena
tindakan multidrug.
75
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
Para pejabat di Thailand telah tiga kali mempertimbangkan untuk mengakhiri larangan
kratom sejak tahun 2000, dengan alasan tidak ada kasus overdosis, kematian, atau kekerasan
yang diketahui setelah setidaknya 100 tahun penggunaan tradisional. Ketidakpastian hukum
seputar kratom tampaknya muncul dari dua narasi yang berlawanan. Yang pertama adalah
bahwa kratom memiliki nilai terapeutik potensial sebagai pengganti opioid klasik (misalnya
morfin, oksikodon, heroin, dll.), memberikan manajemen nyeri yang lebih aman dan cara
baru bagi orang yang memiliki OUD untuk melepaskan diri dari opioid yang lebih berbahaya.
Narasi kedua adalah bahwa kratom adalah opioid yang berbahaya dan adiktif, dan oleh
karena itu, harus diklasifikasikan dalam Jadwal I CSA AS (Prozialeck, 2019).
Di Indonesia, berdasarkan Surat Edaran Nomor.HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016,
BPOM melarang penggunaan kratom dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan karena
pemakaian pada dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedative-narkotika. Dalam surat
edaran tersebut, penggunaan kratom dalam obat herbal dan suplemen makanan dinyatakan
dilarang. Dengan demikian penggunaan kratom di Indonesia dianggap illegal dan
merupakan tindak kejahatan.
Akan tetapi seperti yang kita sudah ketahui bersama, di Indonesia saat ini Undang-
undang yang berlaku terkait narkotika adalah UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Yang perlu menjadi perhatian adalah dalam Peraturan Menteri Kesehatan terbaru Nomor 44
tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan narkotika, kratom belum termasuk ke dalam
jenis narkotika. Dengan demikian, regulasi terkait kratom di Indonesia masih belum jelas.
Secara keseluruhan masih belum tersedia regulasi yang melarang budidaya kratom dan
distribusi atau pemasaran daun kratom di Indonesia.
Produk olahan kratom seperti daun kering, daun bubuk, ekstrak cair, dan pewarna kue
dapat dibeli melalui internet dan took-toko ritel dengan mudah. Kemudahan ketersediaan
dan harga yang murah ini dapat menarik banyak orang terutama kalangan muda untuk
mencari kratom sebagai alternative narkotika terlarang ataupun untuk konsumsi
rekreasional. Oleh karena kratom dijual dalam bentuk olahan, sulit untuk menentukan
adanya materi tersebut jika hanya mengandalkan pengamatan secara visual, terutama ketika
sudah berada dalam bentuk paket minuman, kapsul, daun kering bubuk atau serbuk (Elsa et
al., 2016).
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301
76
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx
77
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
4. KESIMPULAN
Legalitas kratom masih menjadi pro-kontra di Indonesia. Hal ini terjadi karena dari sisi
pemerintah, kratom dianggap berpengaruh buruk bagi kesehatan, terutama jika
penggunaannya dicampur dengan narkotika jenis lain. Kratom sering digunakan sebagai obat
tradisional dan suplemen makanan yang menyebabkan efek sedative-narkotika. Di sisi lain,
dari segi ekonomi, kratom dianggap dapat meningkatkan perekonomian para petani.
Regulasi pengendalian sosial terkait kratom yang ada di Indonesia sampai saat ini hanya
melarang penggunaannya sebagai obat tradisional dan suplemen makanan, tidak dalam
bentuk produksi dan peredaran. Hal ini membuka peluang bagi petani untuk memproduksi
dan menjual kratom baik dalam bentuk daun maupun olahan dengan narkotika lain dalam
bentuk teh atau rokok. Produk ini dapat dengan mudah dijualbelikan baik di Indonesia
maupun mancanegara melalui internet. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, salah
satu yang menyebabkan kratom berbahaya adalah karena belum adanya regulasi yang jelas
terkait produksi dari kratom sehingga tidak jelas kandungan dari kratom yang beredar di
pasaran. Hal ini berbahaya karena dapat berakibat buruk bagi kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Hasil ini menegaskan perlunya ditetapkan pengendalian secara preventif dan represif
yang tegas dari pemerintah dala bentuk sosialisasi bahaya penggunaan kratom dan undang
– undang serta regulasi kebijakan terkait produksi, pendistribusian dan penyalahgunaan
kratom. Selain itu, dalam kerangka Ketahanan Nasional terhadap penggunaan dan
penyalahgunaan kratom, masyarakat dan pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda.
Di satu sisi masyarakat mengandalkan kratom sebagai komoditas ekonomi sementara di sisi
lain pemerintah melihat keberadaan kratom dari sisi kesehatan sebagai objek yang
mengandung zat yang bersifat psikoaktif, sehingga diperlukan regulasi kebijakan terhadap
penggunaan dan penyalahgunaan kratom yang mampu menempatkan aspek – aspek
kepentingan nasional yang lebih luas sebagaimana tujuan dari negara Indonesia yang
termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
78
e-ISSN 2775-3301
DOI: xxxxx/ejpm.vxix.xxxx
DAFTAR PUSTAKA
Alam, A.S. (2019). Kriminologi Suatu Pengantar. Jakarta : Prenada Media.
Anita, Aminuyati, & Ulfah, M. (2019). Analisis Pendapatan Petani Kratom dalam Membantu
Pembiayaan Pendidikan Anak Desa Sungai Uluk Palin. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, Vol.8, No.4, ANALISIS PENDAPATAN PETANI KRATOM DALAM
MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN ANAK DESA SUNGAI ULUK PALIN |
Anita | Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa (untan.ac.id) diakses 3
Desember 2021.
Anggara, K. (2020). Kratom, antara Polemik dan Harapan. Agust 19, 2020. BNN. Kratom, Antara
Polemik dan Harapan (bnn.go.id) diakses 2 Desember 2021.
Badan Narkotika Nasional. (2019). Kratom dan Permasalahannya. Jakarta: Deputi
Pemberdayaan Masyarakat.
Badan Narkotika Nasional. (2020). Fakta dan Sikap BNN Terhadap Kratom. Jakarta: Pusat
Laboratorium Narkotika BNN.
Eastlack. S.C, Elyse M.C, & Alan D.K. (2020). Kratom-Pharmacology, Clinical Implications,
and Outlook: A Comprehensive Review. Pain Ther, Vol. 9, January 2020, 55-69.
https://doi.org/10.1007/s40122-020-00151-x diakses tanggal 3 Desember 2021.
Elsa. et al. (2016). Pengembangan Metode Isolasi dan Identifikasi Mitragynine dalam Daun
Kratom (Mitragyna speciosa). Jurnal Biosains Pascasarjana Universitas Airlangga, Vol. 18,
No.3, Desember 2016, 191-203. Diakses tanggal 3 Desember 2021.
Grundmann. (2017). Patterns of Kratom use and health impact in the US-Results from an
online survey. Drug and Alcohol Dependence, 176, May 2017, 63-70,
http://dx.doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2017.03.007 diakses 11 Desember 2021.
Hanita, M. (2021). Ketahanan Nasional: Teori, Adaptasi dan Strategi. Jakarta: UI Publishing.
Hasan. et al. (2013). From Kratom to mitragynine and its derivatives: Physiological and
behavioural effects related to use, abuse, and addiction. Neuroscience and Biobehavioral
Reviews, Vol. 37, 2013, 138–151, http://dx.doi.org/10.1016/j.neubiorev.2012.11.012
diakses tanggal 3 Desember 2021.
Henningfield, J. E., Fant, R. V., & Wang, D. W. (2018). The abuse potential of kratom
according the 8 factors of the controlled substances act: implications for regulation and
research. Psychopharmacology, 235(2), 573–589, https://doi.org/10.1007/s00213-017-
4813-4 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Jeremy, et al. (2021). Assessing the Quality of Information Provided on Websites Selling
Kratom (Mitragyna speciosa) to Consumers in Canada. Journal of Substance Abuse
Treatment, Prevention, and Policy, Vol 16, No. 23, 2021, https://doi.org/10.1186/s13011-
021-00361-2 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Lesiak, A.D, et al. (2014). Rapid detection by direct analysis in real time-mass spectrometry
(DART-MS) of psychoactive plant drugs of abuse: The case of Mitragyna speciosa aka
‘‘Kratom’’. Forensic Science International, 242, July 2014, 210-218,
http://dx.doi.org/10.1016/j.forsciint.2014.07.005 diakses 11 Desember 2021.
Raini, M. (2017). Kratom (Mitragyna speciosa Korth): Manfaat, Efek Samping dan Legalitas.
Jurnal Media Litbangkes, Vol. 27 No. 3, September 2017, 175-184.
http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v27i3.6806.175-184 diakses tanggal 2 Desember 2021.
Maharani, A.R, Handoyo P. (2020). Legalitas Status Hukum Tanaman Kratom di Indonesia.
National Conference for Law Studies : Pembangunan Hukum Menuju Era Digital Society, ISBN:
978-979-3599-13-7, 2020, 662-674. diakses tanggal 3 Desember 2021.
Mustofa, M. (2021). Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang,
dan Pelanggaran Hukum (Edisi Ketiga). Jakarta : Kencana.
Literasi: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat is licensed under a Creative Commons
Attribution-Share Alike 4.0 International License. All Rights Reserved e-ISSN 2775-3301
79
Ahmad Fadholi,Dian Surtikanthi,Martha Istyawan, Sri Annisya ,Utari Dwi
Pratiwi
Legalitas Narkotika Jenis Kratom: Antara Ancaman Dan Peluang Bagi
Ketahanan Indonesia
Narwoko, J.D & Suyanto, B. (2011). Sosiologi Teks dan Pengantar Terapan Edisi Keempat. Jakarta
: Kencana.
Nicewonder, J.A. et al. (2019). Distinct kratom user populations across the United States: A
regional analysis based on an online survey. Journal of Hum Psychopharmacol Clin Exp.
2019;34:e2709, https://doi.org/10.1002/hup.2709 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Parthasarathy, S. et al. (2013). A simple HPLC–DAD method for the detection and
quantification of psychotropic mitragynine in Mitragyna speciosa (ketum) and its
products for the application in forensic investigation. Forensic Science International, 226,
February 2013, 183-187. http://dx.doi.org/10.1016/j.forsciint.2013.01.014 diakses
tanggal 11 Desember 2021.
Prozialeck, W.C. et al. (2019). Kratom policy: The challenge of balancing therapeutic potential
with public safety. International Journal of Drug Policy, Vol. 70, 2019, 70-77.
https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2019.05.003 diakses 3 Desember 2021.
Singh, D. et al. (2014). Kratom (Mitragyna speciosa) dependence, withdrawal symptoms and
craving in regular users. Drug and Alcohol Dependence, 139, March 2014, 132-137,
http://dx.doi.org/10.1016/j.drugalcdep.2014.03.017 diakes 11 Desember 2021.
Singh, D. et al. (2017). Changing trends in the use of kratom (Mitragyna speciosa) in Southeast
Asia. Journal of Special Issue On Novel Psychoactive Substances, 2017,
https://doi.org/10.1002/hup.2582 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Suhaimi, F. W., et al. (2016). Neurobiology of Kratom and its main alkaloid mitragynine. Brain
Research Bulletin, 126, 29–40, https://doi.org/10.1016/j.brainresbull.2016.03.015 diakses
tanggal 3 Desember 2021.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society, 4 (1), 15–22.
https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32 diakses tanggal 3 Desember 2021.
Tanguay, P. (2011). Kratom in Thailand : Decriminalisation and Community Control?,
Transnational Institute: Series on Legislative Reform of Drug Policies Nr. 13, April 2011,
Microsoft Word - dlr13 (tni.org) diakses 11 Desember 2021.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). World Drug Report 2013. https://
www.unodc.org/unodc/secured/wdr/wdr2013 di akses 3 Desember 2021.
Wahyono, S. (2019). Kratom : Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Williams, R.S, Dmitriy N. The internet market for Kratom, an opioid alternative and variably
legal recreational drug. International Journal of Drug Policy, 78, 102715,
https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2020.102715 diakes 5 Desember 2021.
Yani, M.A. (2015). Pengendalian Sosial Kejahatan; Suatu Tinjauan Terhadap Masalah
Penghukuman dalam Perspektif Sosiologi. Jurnal Cita Hukum, Vol. III, No. 1, Juni 2015,
77-92. DOI: 10.15408/jch.v2i1.1842 diakses tanggal 1 Desember 2021.
Oktaviani, D. (2020). Pendapatan Petani dari budidaya Tanaman Purik. 8(July), 1–23.
Sulaiman, A. (2016). Memahami Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger. Society, 4(1), 15–22.
https://doi.org/10.33019/society.v4i1.32
80