Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA DI RUANG PARU

RSUD H BADARUDDIN KASIM TANJUNG

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Anjar Padmi Pratiwi
Nim: 11194692111016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERESETUJUAN
JUDUL KASUS : Asma
NAMA MAHASISWA : Anjar Padmi Pratiwi
NIM 11194692111016

Tanjung, 3 Juli 2021

Menyetujui,

RSUD H Badarudin Kasim Tanjung Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

( Era Sugiarti, S.Kep, Ns ) ( Cynthia Eka F Tjomiadi, Ns.,MNS )


NIP.19821023 200604 2 020 NIK. 1166092015086
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KASUS : Asma
NAMA MAHASISWA : Anjar Padmi Pratiwi
NIM 11194692111016

Tanjung, 3 Juli 2021

Menyetujui,

RSUD H Badarudin Kasim Tanjung Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

( Era Sugiarti, S.Kep, Ns ) ( Cynthia Eka F Tjomiadi, Ns.,MNS )


NIP.19821023 200604 2 020 NIK. 1166092015086

Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN


B. PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

C. KLASIFIKASI ASMA
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar
luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah
mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional(Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda bahaya gagal pernapasan (Smeltzer, 2002).
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian Klasifikasi

asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)

1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-
apa terhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas
olahraga yang berlebihan.

Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma


berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:

1. Asma Intermiten (asma jarang)


a. Gejala kurang dari seminggu
b. Serangan singkat
c. Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
a. Gejala lebih dari sekali seminggu
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
d. FEV 1 atau PEV > 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
a. Gejala setiap hari
b. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
d. FEV 1 tau PEV 60% – 80%
e. PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma severe persistent (asma persisten berat)
a. Gejala setiap hari
b. Serangan terus menerus
c. Gejala pada malam hari setiap hari
d. Terjadi pembatasan aktivitas fisik
e. FEV 1 atau PEF = 60%
f. PEF atau FEV variabilitas > 30%

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan


derajat serangan asma yaitu (Global Initiative for Asthma, 2006):

1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir
ekspirasi.
2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang - kadang terdengar pada saat inspirasi.
3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat
nyaring terdengar tanpa stetoskop.
4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang
penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.
Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan
asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

D. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.

Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah
menurut Smetzer (2002) adalah :

1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)


Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti
asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi
dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran
pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.
Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan
(alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui
kontak dengan kulit.
Sedangkan Lewis (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhialjika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah- buahan
dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan
(seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang.
Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan
terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast.
Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.

b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

c. Infeksi bakteri pada saluran napas


Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.

f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

E. PATOFISIOLOGI ASMA

Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme
otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan
aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja
pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain,
ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan
kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus,
edema dan obstruksi aliran udara.

F. MANIFESTASI KLINIS ASMA

Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan
berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan
muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik
dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal.
G. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang
lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup
(Smeltzer, 2002).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
3. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
a. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
b. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
c. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
d. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
4. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
5. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan
penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi
pada asma yang berat.
6. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni
:
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan Non Farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan Farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason
dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena
pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat
steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus


a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada
diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama
sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas
berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera
dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung
terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk
dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim,
serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di
kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan
dan wheezing
.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga
tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta
pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.

d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan
produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler –
alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh

L. ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN


NO
KEPERAWATAN HASIL (SLKI) (SIKI)

1. Bersihan jalan nafas Bersihan Jalan Napas Latihan batuk efektif


tidak efektif Meningkat Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan a. Identifikasi kemampuan
hipersekresi jalan keperawatan selama 1 x 7 batuk
napas dibuktikan jam, diharapkan bersihan b. Monitor adanya retensi
dengan jalan napas meningkat spuntum
batuk tidak efektif, c. Monitor tanda dan gejala
tidak mampu batuk, dengan kriteria hasil: infeksi saluran napas
spuntum berlebih, Terapeutik
a. Batuk efektif meningkat
mengi, wheezing a. Atur posisi semi-fowler atau
b. Produksi sputum
dan/atau ronkhi fowler
menurun
kering, dispnea, b. Pasang perlak dan bengkok di
c. Mengi menurun
ortopnea, gelisah, pangkuan pasien
d. Wheezing menurun
bunyi napas menurun, c. Buang sekret pada tempat
e. Dispnea menurun
frekuensi napas spuntum
f. Ortopnea menurun
berubah, dan pola Edukasi
g. Gelisah menurun
napas berubah a. Jelaskan tujuan dan
h. Frekuensi napas
prosedur batuk efektif
membaik
b. Anjurkan tarik napas dalam
i. Pola napas membaik
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

Manajemen jalan napas


Observasi
a. Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
b. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
c. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
a. Berikan minum hangat
b. Lakukan fisioterapi dada
c. Berikan oksigen, jika perlu

2 Gangguan Pertukaran Gas Terapi Oksigen


pertukaran gas Meningkat Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan a. Monitor kecepatan aliran
perubahan membran tindakan keperawatan selama oksigen
kapiler – alveolar 1 x 7 jam diharapkan b. Monitor posisi alat terapi
pertukaran gas meningkat oksigen
dengan kriteria hasil : c. Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi
a. Mendemonstrasikan
yang diberikan cukup
peningkatan ventilasi
d. Monitor efektifitas terapi
dan oksigenasi yang
oksigen (mis. oksimetri,
adekuat
analisa gas darah ), jika
b. Memelihara kebersihan
perlu
paru paru dan bebas dari
e. Monitor kemampuan
tanda tanda distress
melepaskan oksigen saat
pernafasan
makan
c. Tanda tanda vital dalam
f. Monitor tanda-tanda
rentang normal
hipoventilasi
g. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelectasis
h. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
i. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
a. Posisikan pasien semi fowler
b. Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika perlu
c. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
d. Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
e. Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
f. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien

Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

Pemantauan Respirasi
Observasi
a. Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
b. Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal
c. Monitor suara nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas
utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan
Terapeutik
a. Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
3 Pola Nafas tidak Pola Nafas Membaik Manajemen Jalan Nafas
efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan penyempitan keperawatan selama 1 x 7 a. Monitor pola napas (frekuensi,
bronkus, penurunan jam diharapkan pola nafas kedalaman, usaha napas)

ekspansi paru membaik dengan kriteria b. Monitor bunyi napas tambahan


hasil : (mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
1. Mendemonstrasikan c. Monitor sputum (jumlah,
batuk efektif dan suara warna, aroma)
nafas yang bersih, tidak
Terapeutik
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan a. Pertahankan kepatenan jalan

sputum, mampu bernafas napas dengan head-tilt dan


chin-lift (jaw-thrust jika curiga
dengan mudah, tidak ada
trauma cervical)
pursed lips)
b. Posisikan semi-Fowler atau
2. Menunjukkan jalan nafas Fowler
yang paten (klien tidak c. Berikan minum hangat
merasa tercekik, irama d. Lakukan fisioterapi dada, jika
nafas, frekuensi perlu

pernafasan dalam rentang e. Lakukan penghisapan lendir

normal, tidak ada suara kurang dari 15 detik

nafas abnormal) f. Lakukan hiperoksigenasi


sebelum
3. Tanda Tanda vital g. Penghisapan endotrakeal
dalam rentang normal h. Keluarkan sumbatan benda
(tekanan darah, nadi, padat dengan forsepMcGill
pernafasan) i. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
b. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Intoleransi aktivitas Toleransi Aktifitas Manajemen Energi


berhubungan dengan Meningkat
Observasi
batuk persisten dan Setelah dilakukan tindakan
a. Identifkasi gangguan fungsi
ketidakseimbangan keperawatan selama 1 x 7
tubuh yang mengakibatkan
antara suplai oksigen jam toleransi aktifitas
kelelahan
dengan kebutuhan meningkat, dengan kriteria
b. Monitor kelelahan fisik dan
tubuh. hasil :
emosional
a. Berpartisipasi dalam c. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas fisik tanpa d. Monitor lokasi dan
disertai peningkatan ketidaknyamanan selama
tekanan darah, nadi melakukan aktivitas
dan RR
Terapeutik
b. Mampu melakukan a. Lakukan rentang gerak pasif
aktivitas sehari hari dan/atau aktif
(ADLs) secara mandiri b. Berikan aktivitas distraksi
yang menyenangkan
c. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan

Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

Terapi Aktivitas

Observasi
Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

Terapeutik
a. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
b. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
c. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
d. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
e. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas disukai
f. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
g. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
h. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
i. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan

Edukasi
a. Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
b. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih

Kolaborasi
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini,P.2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Carpenito,L.J.2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

GINA (Global Initiative for Asthma) .2006. Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey:Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito.2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk.2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius

Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro

Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio
Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu


Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai