Anda di halaman 1dari 386

Pertemuan 1

DASAR-DASAR PERPAJAKAN
(1)
Overview Perpajakan Indonesia
Sebelum mempelajari pajak, ada baiknya mahasiswa
mengetahui terlebih dahulu kondisi perpajakan di Indonesia
saat ini.

Kondisi perpajakan di Indonesia dapat dilihat dengan


memperhatikan data-data yang terdapat dalam Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RPBN)
752
PENERIMAAN BELANJA
MENGAPA
TIDAK TERCAPAI
Sumber: Data Dit.
PKP tentang
Pemetaan
Kepatuhan
Dalam 5 tahun terakhir,
Penyampaian SPT
target pajak tidak Tahun 2016 s.d
tercapai yang salah 2016
satunya disebabkan oleh
rendahnya tingkat
kepatuhan
Wajib Pajak 257 JUTA
Populasi OP
dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya

1,55 JUTA 12,7 JUTA


WP OP Lapor
WP OP yang Bayar

Note : Cari data WP 30,08 JUTA


WP OP Terdaftar
OP Terbaru
Sumber: Data Dit. PKP tentang
Pemetaan Kepatuhan Penyampaian
SPT Tahun 2016 s.d 2016

Note : Cari data


Kepatuhan WP
Begitu juga Badan Terbaru
dengan
Kepatuhan WP
Badan
2,68 Juta WP
RELATIF Terdaftar
RENDAH

699 RIBU
Lapor SPT
421 RIBU
WP Bayar
Kondisi Kepatuhan Wajib Pajak
TARGET PAJAK 2016

1.355 T
BERASAL DARI
2 JUTA
OP Usahawan
& Perusahaan
YANG BAYAR PAJAK

Note : Cari data


Terbaru OP Usahawan
& Perusahaan yg
bayar pajak
FREE
RIDER
FREE RIDER (MENIKMATI TANPA
BERKONTRIBUSI)

Kas APBN
Negara
Uang Pajak

Free Rider

Fasilitas

Penyediaan Fasilitas dan


Layanan Publik

Fasilitas

Pembayar Pajak
Definisi Pajak (1)

Prof Dr. Rochmat Soemitro SH (Guru besar hukum pajak


Unpad,Bandung) Pajak adalah : iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum
Definisi Pajak (2)

Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 16


Tahun 2009 pasal 1 ayat 1, mendefinisikan pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang–Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar–besarnya kemakmuran rakyat
Unsur-Unsur Pajak (1)
1. Iuran atau Pungutan
• Jika arah datangnya pajak dari Wajib Pajak, maka
pajak disebut iuran.
• Jika arah datangnya kegiatan untuk mewujudkan
pajak tersebut berasal dari pemerintah, maka pajak
disebut sebagai pungutan

2. Pajak dipungut berdasarkan undang undang


• Pada hakekatnya pajak adalah beban yang harus
dipikul oleh rakyat banyak sehingga harus disetujui
oleh rakyat melalui DPR
• Pasal 23 UUD 45 “ segala pajak untuk keperluan
negara berdasarkan undang-undang”
Unsur-Unsur Pajak (2)

3. Pajak dapat dipaksakan


Fiscus mendapat wewenang dari undang undang untuk
memaksa WP supaya mematuhi dan melaksanakan
kewajiban perpajakannya (UU no 28 tahun 2007
tentang KUP dan UU no 19 tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa)
4. Tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi
Ciri khas utama pajak adalah Wajib pajak (WP) yang
membayar pajak tidak menerima atau memperoleh jasa
timbal atau kontraprestasi dari pemerintah
5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah,
seperti : jalan, sekolah, rumah sakit dsb
Pajak, Retribusi, dan Sumbangan

Pajak Retribusi Sumbangan


• Manfaat tidak • Manfaat • Manfaat
langsung bagi langsung bagi langsung bagi
pembayar. pembayar. penerima.
• Penerima • Penerima • Penerima
manfaat tak diketahui. diketahui.
diketahui. • Diperuntukkan • Diperuntukkan
• Diperuntukkan bagi kepentingan bagi kepentingan
bagi kepentingan umum dan penerima dan
umum dan dipaksakan oleh bersifat sukarela.
dipaksakan oleh hukum.
hukum.

17
Sejarah Pemungutan Pajak (1)

Pajak sebagai suatu beban, pada awalnya menimbulkan


pro dan kontra, pihak yang pro biasanya adalah penguasa
seperti raja atau bangsawan sedangkan yang kontra
adalah rakyat yang memikul beban pajak. Walau terjadi
Pro dan kontra terhadap pemungutan pajak, tetapi
pemungutan pajak sebagai sumber dana tetap berlanjut
seperti contoh-contoh berikut :
1. Tributum sbg pajak langsung (pajak atas kepala) di
pungut pd saat perang thdp penduduk Roma (167 M)
2. Sesudah abad ke 2 Roma mengandalkan pajak
vegtigalia seperti portoria yaitu pungutan atas
penggunaan pelabuhan
Sejarah Pemungutan Pajak (2)

3. Jaman Julius Caesar dikenal centesima rerum venalium


yaitu sejenis pajak penjualan dengan tarif 1 %
4. Abad 14 di Spanyol dikenal alcabala, salah satu bentuk
pajak penjualan
5. Salah satu bukti tertulis adanya pajak pada jaman
Majapahit adalah ditemukannya prasasti yang
dikeluarkan raja pertama Majapahit Kertarajasa
Jayawardana tahun 1301 Masehi. Prasasti tersebut
berisi pembebasan pajak sebuah desa yang bernama
Adan-Adan, desa tersebut ditetapkan sebagai desa
perdikan yang bebas pajak yang diberikan kepada
Rajarsi yaitu pejabat yang telah berjasa kepada Raja
Fungsi Pajak

1. Fungsi pajak berarti kegunaan pokok, manfaat pokok


dari pajak itu sendiri
2. Fungsi pajak terdiri dari empat fungsi yaitu:
a. Fungsi budgetair
b. Fungsi Regulerend
c. Fungsi Stabilitas
d. Fungsi redistribusi
Fungsi Budgetair

Fungsi budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiskal


Fungsi Budgetair adalah suatu fungsi dalam mana pajak
dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang
perpajakan yang berlaku
Memasukkan dana secara optimal ke kas negara
berdasarkan UU perpajakan adalah:
1. Jangan sampai ada wajib pajak yang tidak memenuhi
sepenuhnya kewajiban perpajakan
2. Jangan sampai ada objek pajak yang tidak dilaporkan
oleh wajib pajak
3. Jangan sampai ada objek pajak yang lepas dari
pengamatan atau perhitungan fiskus
Fungsi Regulerend (1)

Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk


mencapai tujuan tertentu
Disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai
pelengkap dari fungsi utama yaitu budgetair
Contoh : pemerintah ingin memberantas/ mengurangi
kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda
maka pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras
dengan demikian harga menjadi mahal dan diharapkan
konsumsi minuman keras menjadi berkurang
Bentuk dan contoh penerapan fungsi regulerend pada UU
perpajakan terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 9 thn
2016
Fungsi Stabilitas

Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk


menjaga stabilitas. Seperti: stabilitas nilai tukar rupiah,
stabilitas moneter bahkan bisa juga stabilitas
keamanan. fungsi ini berkaitan dengan fungsi lainnya,
seperti regulerend
Contoh : Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan
menjaga aga defisit perdagangan tidak semakin melebar,
pemerintah dapat menetapkan kebijakan pengenaan
PPnBM di atas
Fungsi Redistribusi

Pajak mempunyai fungsi pemerataan (Redistribusi) artinya


dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan
antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan
masyarakat. Pajak hanya dibebankan kepada mereka yang
mempunyai kemampuan untuk membayar pajak. Namun
demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat juga
dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mempunyai
kemampuan membayar pajak, untuk meningkatkan
pendapatannya. Mereka dapat memanfaatkan jalan raya
untuk kelancaran distribusi hasil pertaniannya, mereka dapat
memanfaatkan sekolah untuk pendidikan anak-anaknya.
Dasar Kategorisasi Pajak

Cara
Pembebanan

Pemungut
atau Sifat
Pengelola
Pajak Menurut Cara Pembebanan
Berdasarkan Cara pembebanannya, pajak dibagi 2 yaitu :
1. Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi &
Bangunan (PBB), Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Kendaraan Bermotor
2. Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain
atau pihak ketiga.
Contoh : Pajak Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn
BM), Bea Materai, Bea Cukai, Bea Balik Kendaraan
Bermotor
Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola (1)

Pajak Pusat

Yaitu Pajak yang pemungutan dan pengelolaannya


dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini
sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) – Kementrian Keuangan
Contoh : PPh, PPN, PPnBM, Bea Materai, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perkebunan, PBB Kehutanan, PBB
Pertambangan
Pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat,
akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
serta di Kantor Pusat DJP
Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola (2)
Pajak Daerah
Yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah (UU Pajak daerah No. 28 thn 2009)
Pemungutan dan pengelolaannya dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun
Kabupaten.
Pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak
daerah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan
Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor sejenisnya
yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat
Pajak Menurut Pemungut atau Pengelola (3)

Pajak Daerah dapat digolongkan sebagai berikut :


1. Pajak Propinsi, meliputi Pajak Kendaraan Bermotor, Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bemotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak
Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota, meliputi Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak sarang
Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan
perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan / atau
Bangunan.
Pajak Menurut Sifatnya

1. Pajak subjektif adalah pajak yang pada waktu


pengenaannya yang pertama-tama kali dilihat adalah
subjeknya, setelah ditemukan subjeknya baru dicari
objeknya
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif adalah pajak yang pada waktu
pengenaannya yang pertama-tama diperhatikan adalah
objeknya, setelah objek ditemukan baru dicari
subjeknya.
Contoh : PPN, PPn BM, PBB, pajak kendaraan
bermotor, bea materai, bea masuk,
Definisi Jenis-Jenis Pajak (1)
1. Pajak Penghasilan (PPh) yaitu pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam satu tahun pajak. (Siti Resmi,2009)
2. PPh Pasal 4 Ayat 2 yaitu pajak yang dikenakan pada
wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas
beberapa jenis penghasilan yang didapat dan
pemotongan pajaknya bersifat final (UU PPh No. 36 thn
2008)
3. PPh Pasal 15 yaitu pajak atas penghasilan yang
diperoleh Perusahaan pelayaran atau penerbangan
international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
perusahaan dagang asing dan perusahaan yang
berinvestasi dalam bentuk bangun-guna-serah (UU PPh
No. 36 thn 2008)
Definisi Jenis-Jenis Pajak (2)
4. PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi subyek pajak dalam negeri.
(Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER 32/PJ/2015)
5. PPh Pasal 22 yaitu pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga Negara lain,
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang; dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya
(Siti Resmi, 2011)
Definisi Jenis-Jenis Pajak (3)

6. PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas


penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dalam negeri (orang pribadi mmaupun badan), dan
bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh pasal 21 (Siti Resmi, 2014)
7. PPh Pasal 24 yaitu pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang
dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan dalam negeri berdasarkan Undang-
undang dalam tahun pajak yg sama (UU PPh No. 36
thn 2008)
Definisi Jenis-Jenis Pajak (4)

8. PPh Pasal 25 merupakan angsuran yang harus


dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan
dalam tahun berjalan setelah dikurangi dengan kredit
pajak (PPh 21, 22, 23 dan 24) (Siti Resmi,2003)
9. PPh Pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak
Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indonesia (UU PPh No. 36 thn 2008)
10. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak
yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di
dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun
konsumsi jasa (Waluyo,2011)
Definisi Jenis-Jenis Pajak (5)
11. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen
(pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor
barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya (UU PPN & PPnBM No. 42 thn 2009)
12. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pajak yang bersifat
kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi / tanah / dan bangunan
keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut
menentukan besar pajak
13. Pajak Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas
dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk
digunakan di pengadilan (UU Bea Materai No. 13 thn
1985)
Definisi Jenis-Jenis Pajak (6)
14. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
kepemilikan dan / atau penguasaan kendaraan
bermotor
15. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak
atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor
sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli,
tukar menukar, hibah, watisan atau pemasukan
kedalam badan usaha
16. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah
pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan
bermotor. Bahan bakar kendaraan bermotor adalah
semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan
untuk kendaraan bermotor
Definisi Jenis-Jenis Pajak (7)
17. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas Pengambilan
dan / atau Pemanfaatan Air Permukaan. Air
permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut baik yang
berada di laut maupun di darat
18. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh instansi pemerintah yang berwenang
memungut cukai bersama dengan pemungutan cukai
rokok
19. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas
penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri
maupun yang diperoleh dari sumber lain
20. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas
kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang
burung wallet
Definisi Jenis-Jenis Pajak (8)
21. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel
adalah fasilitas penyedia jasa penginapan /
peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma peristirahatan, pesanggrahan,
rumah penginapan, dan sejenisya serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10.
22. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas
penyedia makanan dan/atau minuman dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk
jasa boga/katering
Definisi Jenis-Jenis Pajak (9)
23. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan
hiburan dengan dipungut bayaran. Hiburan adalah
semua jenis pertunjukan, permainan, permainan
ketangkasan, atau keramaian dengan nama dan
bentuk apa pun yang ditonton atau dinikmati oleh
setiap orang dengan dipungut bayaran.
24. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan
reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau
media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk
tujuan komersial, dan dipergunakan untuk memper-
kenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau untuk
menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang
atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar,
dirasakan dana / atau dinikmati oleh umum, kecuali
yang dilakukan pemerintah
Pertemuan 2

DASAR-DASAR PERPAJAKAN
(2)
Prinsip Pemungutan Pajak (1)

Menurut Adam Smith, terdapat 4 prinsip pemungutan pajak


1. Equality : Tekanan pajak diantara subjek pajak masing-
masing hendaknya seimbang dengan kemampuannya
2. Certainty : Pajak yang harus dibayar seseorang harus
terang dan pasti tidak dapat dimulur-mulur atau ditawar-
tawar
3. Convenience : Dalam memungut pajak hendaknya
memperhatikan saat-saat yang paling baik dan tepat
4. Efficiency : Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan
dengan sehemat-hematnya, jangan sampai biayanya
lebih tinggi
Prinsip Pemungutan Pajak (2)

Menurut E.R. A. Seligmen, pd awalnya dasar pertimbangan


pemungutan pajak adalah besarnya kepentingan individu
kepada negara, yg kemudian berganti menjadi kemampuan
untuk membayar (ability to pay)
Kemampuan membayar (ability to pay ) Wajib pajak dapat
dilihat dari :
– Poll : Setiap orang / kepala mempunyai kemampuan
yang sama untuk membayar pajak
– Expenditure : Besarnya pengeluaran yang dilakukan
– Property : Harta yang dimiliki
– Product : kemampuan harta yang dimiliki untuk
menghasilkan penghasilan
– Income : Besarnya jumlah penghasilan
Prinsip Perpajakan di Indonesia
GBHN sebagai haluan negara jika diteliti lebih dalam teryata
mengandung prinsip-prinsip perpajakan yang telah dibahas di
atas. Prinsip itu antara lain:
1. Peningkatan Penerimaaan :Sama dengan Fiscal dan
revenue Productivity
2. Terkendali, terarah, dan efisien sama dengan kaedah
eficiency
3. Keadilan sama dengan equality
4. Kemampuan sama dengan Ability to pay
5. Prosedur yang terus di sempurnakan sama dengan Ease of
complience
6. Aparatur perpajakan yang mampu dan bersih sama dengan
Ease of administration dan efficiency
7. Semua jenis pungutan pajak harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan, sama dengan asas yuridis
Sistem Perpajakan (1)
1. Self assessment system adalah suatu sistem
perpajakan yang memberikan kepercayaan kepada
WP untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri
kewajiban dan hak perpajakannya yang dikenal dengan
5M
a. Mendaftarkan
b. Menghitung
c. Menyetor
d. Melaporkan
e. Menetapkan

Contoh penerapan self assessment system adalah


Penetapan PPh pasal 25
Sistem Perpajakan (2)
2. Official Assessment system adalah suatu sistem
perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban
perpajakan berada di pihak fiskus
Dalam sistem ini fiskus yang mencari WP, memberikan
NPWP sampai dengan penetapan jumlah pajak.
Contoh penerapan Official assessment system adalah
Pengenaan PPh Pasal (4) Ayat (2) atas pengalihan
tanah dan/ atau bangunan dari WP kepada pemerintah
Sistem Perpajakan (3)
2. Withholding tax system adalah suatu sistem
perpajakan dimana pihak ketiga diberi kepercayaan
(Kewajiban) atau diberdayakan oleh UU perpajakan
untuk memotong pajak penghasilan sekian persen dari
penghasilan yang dibayarkan kepada wajib pajak
Tipe pajak yang dipotong melalui Withholding system :
a. Provisional (bersifat sementara): Jmlh pajak yg telah
dibyr dpt menjadi kredit pajak atau mengurangi pajak
terhutang atas seluruh penghasilan sesudah akhir thn
b. Final : Pajak yg tlh dibyr tdk dijadikan kredit pajak /
mengurangi pajak yg hrs dibyr di akhir thn, &
tentunya pengh yg dikenakan pajak final tdk dijumlah
kan kpd penghasilan lain yg dikenakan pajak tdk final
Contoh penerapan Witholding Tax system adalah
Pemotongan dan pemungutan PPh 21, 22, 23, dan 26
Stelsel Pajak (1)
1. Stelsel Riil (Nyata)
a. Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan dari objek
pajak yang sesungguhnya
b. Dengan stelsel riil tidak dimungkinkan pemungutan
pajak diawal atau selama masa/ tahun pajak,
Pemungutan baru bisa dilakukan setelah masa/tahun
pajak berakhir
c. Kelebihan : wajib pajak maupun fiscus tidak akan
dirugikan apabila teryata terjadi perubahan keadaan
objek pajak karena perubahan tersebut ikut
dipertimbangkan dalam penentuan jumlah pajak
d. Kekurangan: Terlambatnya uang pajak masuk kas
negara

Contoh : PPh Pasal 25


Stelsel Pajak (2)

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)


a. Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
hukum (fictie) tertentu yang diperkirakan di awal tahun
b. Kelebihan : Uang hasil pajak dapat segera masuk ke
dalam kas negara
c. Kekurangan: merugikan wajib pajak jika selama
masa/tahun pajak berjalan terjadi penurunan objek
pajak dibandingkan anggapan yang ditetapkan dan
merugikan negara jika sebaliknya

Contoh : PPh 21 & PPh 23


Stelsel Pajak (3)
3. Stelsel Campuran
a. Merupakan perpaduan dua stelsel yang telah
diuraikan sekaligus upaya untuk menghilangkan
kekurangan kedua stelsel tersebut
b. Dalam stelsel campuran Utang pajak ditetapkan
dengan stelsel anggapan diawal masa/tahun pajak
yang merupakan ketetapan sementara, kemudian
diakhir masa/tahun pajak akan dikoreksi
berdasarkan objek pajak yang sesungguhnya
c. Kelebihan: Awal masa/tahun pajak uang hasil pajak
sudah dapat dimasukkan ke kas negara sehingga
dapat segera digunakan & apabila terjadi perubahan
dapat diperbaiki di akhir masa/tahun pajak

Contoh : PPh Pasal 29


Tarif Pajak (1)
Mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP) maka terjadi perubahan level tarif
pajak pada beberapa ruang lingkup perpajakan berikut :

1. Perubahan UU PPH – Efektif berlaku pada tahun pajak 2022.


2. Perubahan UU PPN – Efektif berlaku pada 01 April 2022.
3. Perubahan UU KUP – Efektif berlaku mulai tanggal
diundangkan.
4. Program Pengungkapan Sukarela - Efektif berlaku pada 01
Januari – 30 Juni 2022.
5. Pajak Karbon - Efektif berlaku pada 01 April 2022.
6. Perubahan UU Cukai - Efektif berlaku mulai tanggal
diundangkan.
Tarif Pajak (2)
1. Tarif Lump Sum / Spesifik / Tetap
Suatu tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang
sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya
jumlah dasar pajak, objek pajak maupun subjek pajak
Contoh : Bea Materai (Rp. 10,000)
2. Tarif Proporsional
Tarif ini merupakan sebuah “persentase tunggal” yang
dikenakan terhadap semua objek pajak berapapun
nilainya
Contoh: Tarif PPN 10% (Tarif Lama)
Dengan berlaku nya UU HPP di ubah menjadi 11%
Tarif Pajak (2)
3. Tarif Progresif (Persentase meningkat)
a. Tarif ini berupa persentase yang meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah yang dikenai pajak
b. Penerapan tarif progresif dalam PPh tidak dilakukan
secara absolut (flat rate) melainkan dilakukan
secara berlapis (bricket rate)
Contoh :
Penghasilan Kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan 60.000.000 5%
Diatas 60.000.000 s/d 250.000.000 15 %
Diatas 250.000.000 s/d 500.000.000 25 %
Diatas 500.000.000 s/d 5 Miliar 30 %
Diatas 5 Miliar 35 %
Tarif Pajak (3)

4. Tarif Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang
dikenakan / ditetapkan pada harga atau nilai suatu
barang
Contoh :
PT XZY mengimpor barang jenis A sebanyak 1500 unit
dengan harga per unit Rp. 100.000,00. Jika tarif Bea
Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka
besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Nilai Barang Impor =
1500 x Rp. 100.000 = Rp. 150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka Bea Masuk yang harus
dibayar : 20% x Rp. 150.000.000 = Rp. 30.000.000
Tarif Pajak (4)

5. Tarif Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu
jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang
tertentu
Contoh :
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis Z sebanyak
1500 unit dengan harga per unit Rp. 100.000. Jika tarif
Bea Masuk atas impor barang Rp. 10.000 per unit,
maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp. 10.000, maka Bea Masuk yang
harus dibayar : Rp. 10.000 x 1500 = Rp. 15.000.000
Hambatan Pemungutan Pajak (1)

Hambatan / Perlawanan Pasif


Perlawanan pasif, adalah perlawanan yang inisiatifnya atau
bukan kemauan dan usaha dari para wajib pajak itu sendiri.
Perlawanan pasif ini disebabkan oleh 3 faktor, yaitu :
1. Struktur Ekonomi
Struktur eknonomi suatu Negara mempengaruhi
pemungutan pajak di Negara tersebut. Hal ini terkait
dengan penghitungan sendiri pendapatan netto oleh wajib
pajak. Contohnya pajak penghasilan yang diterapkan pada
masyarakat agraris. Dalam hal ini, wajib pajak harus
menghitung sendiri. Namun, menghitung pendapatan netto
akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris.
Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak
Hambatan Pemungutan Pajak (2)
2. Perkembangan Moral & Intelektual Penduduk
Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya system
kontrol yang dilakukan oleh fiskus ataupun karena objek
dari pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol. Contohnya
di Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata.
Dikarenakan ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol
keberadaannya maka bisa saja pemilik permata ini
menyembunyikannya agar terhindar dari pengenaan pajak
3. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri
Cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan
pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya
penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan
menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk
negosiasi antara petugas dan pembayar pajak juga dapat
mengakibatkan adanya penghindaran pajak.
Hambatan Pemungutan Pajak (3)
Dalam buku nya, Brotodihardjo (1982) menyimpulkan :
Hambatan / Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal
dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha yang
secara langsung dan bertujuan untuk menghindari pajak atau
mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
Perlawanan aktif terhadap pajak ada 2 cara, yaitu:
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam
kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi
sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib
pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dgn jelas menafsirkan undang-
undang tdk sesuai dgn maksud & tujuan pembuat undang-
undang. Penghindaran dr pajak dilakukan dgn 3 cara, yaitu:
Hambatan Pemungutan Pajak (3)
a. Menahan diri
Maksudnya adlh para wajib pajak tdk ingin terkena
pajak, maka mereka melakukan sesuatu yg nantinya
bisa dikenai pajak. Contohnya jika tidak mau terkena
cukai tembakau, maka tidak merokok.
b. Pindah lokasi
Maksudnya, para wajib pajak yg memiliki usaha, karena
mereka ingin mendapatkan pajak yang kecil untuk
usaha mereka, maka mereka pindah lokasi ke daerah
yang tarif pajaknya rendah seperti di Indonesia Timur
c. Penghindaran pajak secara yuridis
Melakukan perbuatan sedemikian rupa shg perbuatan-
perbuatan yg dilakukan tidak terkena pajak. Ini
disebabkan karena para wajib pajak memanfaatkan
celah dan ketidakjelasan yang terdapat dalam UU.
Hambatan Pemungutan Pajak (3)
Kenapa tidak jelas? Ini disebabkan karena undang-
undang tersebut dibuat dengan kepentingan-kepentingan
tertentu. Kepentingan tersebut bisa datang dari mana
saja, dan kepentingan tersebut bisa saja berbeda-beda
tiap orang. Maka sang pembuat undang-undang akan
mencari jalan kompromi yang hasilnya bisa memuaskan
semua kepentingan. Akhirnya undang-undang ini akan
menjadi tidak jelas. Dan akibatnya, bisa saja wajib pajak
menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan
kepentingannya dan fiscus menafsirkannya sesuai
dengan kepentingan Negara.
Hambatan Pemungutan Pajak (3)
2. Pengelakan Pajak (Tax Evation)
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang
melanggar undang-undang. Pengelakan pajak ini terjadi
sebelum Surat Ketetapan Pajak dikeluarkan. Hal ini
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan
maksud melepaskan diri dari pajak / mengurangi dasar
penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian
dari penghasilannya.
Soal Essay
1. Cari data Pajak dalam APBN Terbaru
2. Cari data realisasi Penerimaan Pajak Terbaru
3. Makalah UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
4. Cari data total OP Usahawan dan perusahaan yang bayar
pajak Terbaru
5. Jelaskan Tentang Free Rider
Pertemuan 3
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
Tahun Pajak (1)
Pasal 1 Angka 7 UU KUP, mendefinisikan Masa Pajak sbb :
Masa Pajak adalah Jangka waktu yang menjadi dasar bagi
wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu
sebagaimana ditentukan dalam UU KUP.
Lebih lanjut, dalam Pasal 2A UU KUP dijelaskan bahwa masa
pajak adalah sama dengan 1 bulan kalender atau jangka
waktu lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
paling lama 3 bulan kalender.
Contoh : Masa pajak Januari, Masa Februari, Masa Pajak
Maret dst
Tahun Pajak (2)
Pasal 1 Angka 8 UU KUP, mendefinisikan Tahun Pajak sbb :
Tahun Pajak adalah Jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun kalender.
Jangka waktu 1 Tahun Kalender adlh jangka waktu dari tgl 1
Jan s.d tgl 31 Des. Wajib Pajak dapat menggunakan tahun
pajak selain tahun kalender dengan terlebih dahulu
mengajukan izin ke Kantor Pelayanan Pajak
Contoh :
Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Kalender : Pembukuan
dimulai 1 Jan 2015 dan berakhir 31 Des 2015, disebut tahun
pajak 2015.
Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Kalender :
Pembukuan dimulai 1 Juli 2014 dan berakhir 30 Juni 2015
Tahun Pajak (3)
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1
(satu) Tahun Pajak.
Bagian dari jangka waktu 1(satu) Tahun Pajak bisa 1 (satu)
bulan Kalender atau beberapa bulan Kalender
Contoh : Pada awal Januari 2017, PT. X melakukan
perubahan tahun buku dari Januari – Desember berubah
menjadi April – Maret dan disetujui oleh Direktorat Jenderal
Pajak, mulai tahun pajak April 2017 – Maret 2018. Dalam hal
ini ada bagian dari tahun 2017 yaitu Januari 2017 – Maret
2017 yang disebut bagian tahun pajak 2017
Nomor Pokok Wajib Pajak (1)
Menurut UU KUP Pasal 1 angka 6 :
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya
Kewajiban mempunyai NPWP bagi wajib pajak dibedakan
menjadi :
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan diatas
PTKP
2. Badan Usaha dalam segala bentuk termasuk BUT
3. Bendaharawan pemerintah pusat dan daerah
Nomor Pokok Wajib Pajak (2)
Saat Pengajuan NPWP
Pelaksanaan Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri
mendapatkan NPWP dapat dibedakan sebagai berikut :
1. WP Badan, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai
dijalankan, yaitu saat yang terjadi lebih dahulu antara
pendirian dan usaha nyata-nyata mulai dilakukan. Misal :
PT Abadi didirikan pada tgl 1 Jan 2008, dan baru mulai
nyata-nyata terdapat kegiatan usaha pada tgl 1 Maret
2008. Kewajiaban mempunyai NPWP paling lama harus
dilaksanakan pada tgl 1 februari 2008.
2. WP orang pribadi, harus mendaftarkan diri sebagai WP
untuk diberikan NPWP dapat dibedakan :
Nomor Pokok Wajib Pajak (3)
a. WP OP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
paling lambat akhir bulan berikutnya
Pekerjaan bebas : adlh pekerjaan yg dilakukan oleh
OP yg mempunyai keahlian khusus sbg usaha utk
memperoleh pengh yg tdk terikat oleh hubungan kerja.
b. WP OP tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas. Apabila penghasilan sebulan setelah
disetahunkan telah melebihi PTKP setahun, wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lambat akhir bulan berikutnya.
c. WP OP yg memerlukan NPWP, untuk mendapatkan
sesuatu seperti persyaratan pinjaman bank dan
pendirian usaha
Nomor Pokok Wajib Pajak (4)
TATA CARA MENDAPATKAN NPWP
Semua WP yang telah memenuhi persyaratan subyektif
dan obyektif berdasarkan sistem self assessment wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak
untuk dicatat sebagai WP dan sekaligus mendapatkan
NPWP
Persyaratan Subyektif : persyaratan yang sesuai dengan
ketentuan mengenai subyek pajak dalam UU PPh
Persyaratan Obyektif : persyaratan bagi subyek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan atau
diwajibkan untuk melakukan penotongan / pemungutan
sesuai dengan ketentuan UU PPh
Nomor Pokok Wajib Pajak (5)
1. Pendaftaran NPWP secara langsung. Dimana WP
dengan secara langsung datang ke KPP ( Kantor
Pelayanan Pajak), atau KP2KP ( Kantor Pelayanan,
Penyuluhan dan Konsultasi Pajak )
a. Mengajukan permohonan NPWP
b. Penelitian kelengkapan dokumen
c. Pemberian NPWP
2. Pendaftaran NPWP secara elektronik atau e-Registration
atau e-Reg dilakukan WP melalui media internet
Nomor Pokok Wajib Pajak (7)

DOKUMEN PERSYARATAN PENDAFTARAN NPWP


WP yang mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP harus
mengisi dan menandatangani formulir registrasi WP dan
melengkapi dengan persyaratan antara lain :
1. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas :
a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah
atau kepala desa bagi orang asing.
Nomor Pokok Wajib Pajak (8)

2. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.


a. Fotocopy KTP bagi WNI
b. Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah
atau kepala desa bagi orang asing.
c. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang
sekurang-kurangnya dari Lurah atau kepala desa.
Nomor Pokok Wajib Pajak (9)
3. Joint Operation sebagai WP Pemungut / Pemotong
a. Fotocopy Perjanjian kerjasama sbg Joint Operation
b. Fotocopy Kartu NPWP masing-masing anggota Joint
Operation.
c. Fotocopy KTP bagi penduduk Indonesia atau Paspor
ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi
yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau
kepala desa bagi orang asing, dari salah seorang
pengurus Joint Operation.

4. Pemohon status cabang,OP pengusaha ttt / wanita kawin


tdk pisah harta hrs melampirkan fotocopy SKT pd berikut
: KP bagi Cabang, Domisili bagi pengusaha tertentu dan
Suami bagi wanita kawin tidak pisah harta.
Nomor Pokok Wajib Pajak (12)
PENGHAPUSAN NPWP
Bagi WP perseorangan ataupun Badan dengan berbagai
alasan dapat mengajukan permohonan untuk penghapusan
NPWP.
1. Bagi WP Orang Pribadi
a. Meninggal dunia
b. Pindah alamat di luar wilayah KPP dimana WP
terdaftar
2. Bagi WP Badan
a. WP Bubar
b. WP dilikuidasi
c. WP melakukan penggabungan
d. WP badan tunggal pindah alamat dari KPP dimana
WP terdaftar
Nomor Pokok Wajib Pajak (13)
PENGHAPUSAN NPWP
3. Bagi WP BUT
WP menghentikan kegiatannya di Indonesia.
4. Bagi WP Bendaharawan
a. Proyek yang dikelola bendaharawan sudah selesai
b. Kantor yang dikelola bendaharawan sudah tutup.

BATAS WAKTU PENYELESAIAN PENGHAPUSAN NPWP


Batas waktu penyelesaian pencabutan NPWP dapat
dibedakan berikut ini :
1. WP OP paling lama 6 bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap
2. WP Badan termasuk BUT dan bendaharawan paling lama
12 bulan sejak tGl permohonan diterima secara lengkap.
Nomor Pokok Wajib Pajak (14)
Pemerintah berencana akan menggabungkan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
Penggunaan NIK sebagai NPWP ini bakal berlaku penuh
mulai tahun 2023. Penggunaan NIK sebagai NPWP
diberlakukan mengingat Indonesia menuju integrasi satu
data nasional.
Data nasional ini akan menjadi acuan dari setiap
dokumentasi, aktivitas bisnis, maupun kewajiban
perpajakan warga negara.
NIK sebagai NPWP bakal digunakan sebagai basis
administrasi wajib pajak orang pribadi (WP OP).
Sedangkan badan usaha akan menggunakan Nomor
Induk Berusaha (NIB) untuk menjalankan kewajiban
perpajakannya.
Nomor Pokok Wajib Pajak (15)
Dalam rencana Integrasi NIK dengan NPWP mulai tahun
2023 bukan berarti seluruh warga wajib dikenakan pajak.
Pengenaan pajak hanya berlaku bagi pihak yang sudah
bekerja maupun yang menjalankan aktivitas bisnis
dengan besaran penghasilan tertentu.
Berdasarkan UU HPP, penghasilan kena pajak (PKP)
dikenakan untuk masyarakat dengan pendapatan Rp 60
juta per tahun atau di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) Rp 4,5 juta per bulan. Dengan demikian,
masyarakat dengan gaji Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54
juta per tahun tidak akan diambil pajaknya.
Begitu pula UMKM. UMKM dengan omzet maksimal Rp 500
juta per tahun tidak akan dikenakan pajak.
Nomor Pokok Wajib Pajak (16)
Nomor Pokok Wajib Pajak (17)
NPPKP (1)
Menurut UU KUP Pasal 2 ayat 2 :
Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)
adalah nomor yang diberikan kepada setiap wajib pajak
sebagai pengusaha yang dikenakan pajak pertambahan nilai
(PPN) berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan
usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha
dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak

Menurut UU KUP Pasal 1 angka 5 :


Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yg melakukan
penyerahan barang kena pajak (BKP) & atau penyerahan
jasa kena pajak yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984
& perubahannya
NPPKP (2)
Berdasarkan PMK No. 6197/PMK.03/2013
Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama 1 (satu)
tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.
4.800.000.000,00.
Pengusaha kecil tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP, namun
demikian bagi pengusaha kecil dapat memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP untuk dapat memperoleh hak
sebagai PKP.
NPPKP (3)
Fungsi NPPKP adalah :
1. Untuk mengetahui Identitas PKP yang sebenarnya
2. Untuk melaksaakan hak dan kewajiban di bidang PPN
dan PPn BM
3. Untuk Pengawasan Administrasi Perpajakan

Pencabutan NPPPKP adalah :


1. Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke wilayah kerja
Kantor Pelayanan Pajak lain
2. PKP tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP termasuk
PKP yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto
untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah
peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha
Kecil
SURAT PEMBERITAHUAN (1)
Pasal 1 Angka 11 UU KUP, mendefinisikan Surat
Pemberitahuan (SPT) sbb :
SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak,
obyek pajak dan atau bukan obyek pajak dan atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan ( Pasal 1 angka 11 UU KUP )
SURAT PEMBERITAHUAN (2)
Fungsi SPT
1. Fungsi Pelaporan
a. Fungsi Pelaporan SPT bagi WP, adalah berkaitan
dengan kegiatan seperti berikut ini :
– Penghitungan jmlh PPh yg sebenarnya terhutang
– Pembayaran / pelunasan pajak yg tlh dilaksanakan
sendiri dan atau melalui pemotongan atau
pemungutan pihak lain dalam bagian/tahun pajak.
– Penghitungan penghasilan yang merupakan obyek
pajak dan atau bukan obyek pajak
– Harta dan kewajiban
SURAT PEMBERITAHUAN (3)
b. Fungsi Pelaporan SPT bagi PKP, bagi PKP fungsi
SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan
kegiatan berikut :
– Penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang
sebenarnya terhutang
– Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak
Keluaran
– Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui
pihak lain dalam satu masa pajak
SURAT PEMBERITAHUAN (4)
2. Fungsi Pertanggungjawaban
Fungsi Pertanggungjawaban pada SPT dapat dibedakan
menurut yang mempertanggung jawabkannya :
a. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi WP, atas
pembayaran dari kegiatan pemotongan atau
pemungutan PPh yang dilakukannya terhadap PPh
OP atau badan Lain dalam satu masa pajak.
b. Fungsi Pertanggungjawaban SPT bagi PKP, sebagai
pemotong atau pemungut pajak fungsi SPT adalah
sarana untuk mempertanggungjawabkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut dan disetorkannya
SURAT PEMBERITAHUAN (5)
Tata Cara Pelaporan SPT
1. Pelaporan SPT Secara Manual
Pelaporan SPT secara manual dapat dilakukan WP
dengan mengirimkan SPT dalam bentuk fisik langsung ke
KPP atau KP2KP atau melalui media pengiriman seperti
kantor pos.
Tatacara pelaporan SPT secara manual dilakukan WP
atau PKP dengan tahapan :
1. Pengambilan formulir SPT
2. Pengisian SPT (benar, jelas dan lengkap)
3. Penandatanganan SPT
4. Penyampaian SPT (langsung ke KPP / jasa pengiriman )
SURAT PEMBERITAHUAN (6)
2. Pelaporan SPT menggunakan e-filling
E-Filling adalah suatu cara penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang dilakukan
secara online dan real time melalui internet pada website
Direktorat Jenderal (http://pajak.go.id atau
https://djponline.pajak.go.id/account/login) atau penyedia
layanan SPT elektronik atau Application Service Provider
(ASP) yaitu :
- www.spt.co.id
- www.pajakku.com
- www.eform.bri.co.id
- www.online-pajak.com
SURAT PEMBERITAHUAN (7)
Berdasarkan peraturan terbaru, Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) RI Nomor 9/PMK.03/2018, terdapat jenis
SPT yang diwajibkan e-filing, yaitu :
- SPT Masa PPh Pasal 21 / PPh Pasal 26
- SPT Masa PPN / PPnBM 1111
- SPT Tahunan Badan bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak)
yang menerbitkan e-Faktur
SURAT PEMBERITAHUAN (8)
3. Pelaporan SPT menggunakan e-Form
e-Form merupakan formulir SPT elektronik file dengan
ekstensi .xfdl yang pengisiannya dapat dilakukan secara
offline menggunakan Aplikasi Form Viewer yang disediakan
Ditjen Pajak
Setelah SPT Tahunan dibuat secara offline, wajib pajak
bisa langsung meng-upload SPT-nya secara online via DJP
online
Untuk saat ini e-Form hanya dapat digunakan oleh Wajib
Pajak yang menggunakan formulir berikut : SPT Tahunan OP
1770, SPT Tahunan OP 1770S dan SPT Tahunan Badan
1771
SURAT PEMBERITAHUAN (9)
Pengelompokkan SPT
1. Menurut Jenis SPT : SPT masa & SPT Tahunan
2. Menurut Wajib Pajaknya (SPT PPh OP, SPT PPh Badan
& BUT serta SPT WP Bendaharawan)
3. Menurut Jenis Pajaknya : SPT PPh Tahunan OP, SPT
PPh Tahunan OP Karyawan, SPT PPh Tahunan Badan,
SPT PPh 21 Tahunan, SPT PPh Masa & SPT PPN Masa
SURAT SETORAN PAJAK (1)
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Angka 14
mendefinisikan Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai berikut :
SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke Kas Negara melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri keuangan

Fungsi SSP adalah sebagai bukti pembayaran pajak bila


telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran
yang berwenang, atau bila telah mendapatkan validasi dari
pihak lain yang berwenang.
SURAT SETORAN PAJAK (2)
Jenis-Jenis SSP
1. SSP Standar, adalah surat yang oleh WP digunakan atau
berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran
pajak yang terhutang ke kantor Penerima Pembayaran
dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk,
ukuran dan isi sesuai dengan yang telah ditentukan.
2. SSP Khusus, adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang
dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang
isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan
Direktur Jenderal Pajak, dan mempunyai fungsi yang
sama dengan SSP standar dalam administrasi
perpajakan.
SURAT SETORAN PAJAK (3)
3. SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak
dalam rangka Impor) adalah SSP yang digunakan
importir atau wajib bayar dalam rangka impor. SSPCP
digunakan untuk melakukan penyetoran penerimaan
negara dalam rangka impor. SSPCP dibuat dalam
rangkap 8 yang peruntukannya adalah sbb :
4. SSCP ( Surat Setoran Cukai atas Barang kena Cukai
dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri) adalah
SSP yang digunakan oleh pengusaha untuk cukai atas
barang kena cukai dan PPN hasil tembakau buatan
dalam negeri. SSCP digunakan untuk melakukan
penyetoran penerimaan negara dari cukai atas barang
kena cukai & PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.
SURAT KETETAPAN PAJAK (1)
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 15
mendefinisikan Surat Ketetapan Pajak (SKP) sebagai berikut:
SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar

Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan


pemeriksaan atau penelitian atas data WP, bahwa pajak
yang dihitung atau dilaporkan dalam SPT tidak benar,
sehingga masih terdapat :
1. Pajak yang tidak atau kurang dibayar
2. Pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut.
SURAT KETETAPAN PAJAK (2)
Macam-Macam Surat Ketetapan Pajak (SKP)
1. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan
tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga
dan atau denda (Pasal 1 huruf 20 UU KUP)
STP dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak melalui
pemeriksaan ataupun penelitian.
STP dapat diterbitkan pada jenis pajak berikut ini yaitu
Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN dan PPnBM
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah
surat ketetapan pajak yang menetukan besarnya pajak
jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
Administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar (Pasal
1 huruf 16 UU KUP)
SURAT KETETAPAN PAJAK (3)
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah Surat
Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok pajak
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak (Pasal 1 huruf 18
UU KUP).
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah
surat ketetapan pajak yang menetukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar
daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak
terhutang ( Pasal 1 huruf 19 UU KUP )
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yg menentukan
tambahan atas jmlh pajak yg tlh ditetapkan (Psl 1 huruf 17
UU KUP)
SURAT TAGIHAN PAJAK (1)
UU KUP No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 Huruf 20
mendefinisikan Surat Tagihan Pajak (STP) sebagai berikut:
STP adalah surat yang diterbitkan untuk melakukan tagihan
pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda

Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan dalam hal-hal sebagai


berikut :
1. Apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar;
2. Apabila dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan
terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung;
SURAT TAGIHAN PAJAK (2)
3. Apabila Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi
berupa denda dan/ atau bunga;
4. Apabila pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan
UU PPN dan perubahannya tidak melaporkan kegiatan
usahanya utk dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak
5. Apabila pengusaha yg tdk dikukuhkan sbg Pengusaha
Kena Pajak, tetapi membuat Faktur Pajak;
6. Pengusaha yg tlh dikukuhkan sbg Pengusaha Kena Pajak
tdk membuat atau membuat Faktur Pajak, tetapi tdk tepat
waktu atau tdk mengisi selengkapya Faktur Pajak.
Penerbitan Surat Tagihan Pajak akan ditambah dgn
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebln utk
paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai
dengan diterbitkannya SuratTagihan Pajak
SANKSI PAJAK (1)
SANKSI DENDA
Disebabkan antara lain :
1. Terlambat lapor SPT masa maupun tahunan
a. Sebesar Rp 500.000 untuk SPT masa PPN
b. Sebesar Rp 100.000 untuk SPT masa lainnya
c. Sebesar Rp 1.000.000 untuk SPT tahunan WP Badan
d. Sebesar Rp 100.000 untuk SPT tahunan OP

2. Mengungkapkan ketidakbenaran setelah diperiksa


sebelum disidik
WP dpt mengungkapkan ketidakbenaran walaupun tlh
dilakukan pemeriksaan tetapi blm dilakukan penyidikan
dgn membayar kekurangan pajaknya ditambah sanksi
denda 150% dari pajak yg kurang dibayar
SANKSI PAJAK (2)
3. Sanksi Keberatan ditolak
Permohonan keberatan yang diajukan oleh WP apabila
ditolak atau dikabulkan sebagian, maka besarnya jumlah
pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan dikenai denda 50% yang ditagih dengan STP

4. Sanksi Pencabutan Penyidikan


Penghentian penyidikan hanya dilakukan setelah WP
melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan ditambah denda sebesar
4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau
yang tidak seharusnya dikembalikan.
SANKSI PAJAK (3)
SANKSI BUNGA
Disebabkan antara lain :
1. Pembetulan SPT Tahunan sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat
2)
Pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan hutang
pajak menjadi lebih besar dikenakan sanksi bunga sebesar
2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang bayar dihitung
sejak saat penyampaian SPT berakhir s/d tgl pembayaran
2. Pembetulan SPT Masa sblm pemeriksaan (Psl 8 ayat
2a)
Pembetulan SPT Masa yang mengakibatkan hutang pajak
menjadi lebih besar dikenakan sanksi bunga sebesar 2%
perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung
sejak jatuh tempo s/d tgl pembayaran
SANKSI PAJAK (4)
3. Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT Masa.
WP yang terlambat atau tidak membayar kewajiban masa
pajak akan dikenakan sanksi bunga 2% perbulan yang
dihitung dari jatuh tempo pembayaran s/d tgl pembayaran

4. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak pada SPT


Tahunan
Pembayaran pajak yang kurang dibayar pada SPT
tahunan harus dilunasi sebelum batas waktu pelaporan
SPT dilakukan, apabila melebihi batas tersebut akan
dikenakan bunga 2% perbulan yang dihitung mulai dari
berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan s/d
tgl pembayaran.
SANKSI PAJAK (5)
5. Sanksi pada SKP Pajak Hasil Pemeriksaan.
Kekurangan pajak yang terhutang dalam SKP hasil
pemeriksaan atau keterangan lain ditambah sanksi bunga
2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan, dihitung
mulai saat terhutangnya atau berakhirnya masa pajak s/d
diterbitkan SKP

6. Sanksi Kurang Bayar Setelah 5 Thn WP Keluar


Penjara.
WP yang keluar dari penjara akibat tindak pidana
perpajakan atau pidana lainnya walaupun telah lebih 5
tahun sejak saat pajak terhutangf atau berakhirnya
masa/bagian/tahun pajak dapat diterbitkan SKPKB
dengan ditambah sanksi bunga 48%.
SANKSI PAJAK (6)
7. Sanksi pada STP Hasil Penelitian dan Pemeriksaan
Tahun Berjalan.
STP dapat diterbitkan berdasarkan hasil penelitian
diketahui PPh tahun berjalan tidak atau kurang dibayar,
kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau
salah hitung. Atas hasil penelitian tersebut diterbitkan
STP atas sanksi bunga 2% setiap bulannya paling banyak
24 bulan.
8. Sanksi Pajak Ditagih Kembali
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian pajak masukan dikenai sanksi bunga
sebesar 2% perbulan dari pajak yang ditagih kembali,
dihitung dari tgl penerbitan SK Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak s/d tgl penerbitan STP.
SANKSI PAJAK (7)
9. Sanksi SKPKBT yg Diterbitkan Melebihi Batas Waktu
SKPKBT tetap dapat diterbitkan walaupun sudah lewat 5
tahun ditambah bunga 48% dari pajak yang tidak/kurang
dibayar, apabila dalam hal WP setelah jangka waktu 5
tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana
bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap
10. Sanksi Bunga Penagihan
Pajak yang terhutang pada SKPKB, SKPKBT dan
tambahan pajak yang harus dibayar berdasarkan SK
pembetulan, SK keberatan, atau Putusan Banding yang
tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo
dikenakan sanksi bunga 2% perbulan untuk seluruh masa
dihitung dari tgl jatuh tempo s/d tgl pembayaran.
SANKSI PAJAK (8)
SANKSI KENAIKAN
Disebabkan antara lain :
1. Sanksi Mengungkapkan Ketidakbenaran SPT setelah
pemeriksaan sebelum ada SKP
Walaupun sedang dilakukan pemeriksaan sepanjang
belum diterbitkan ketetapan pajak, WP dapat
mengungkapkan ketidak benaran SPT disertai dengan
pembayaran pajak yang kurang dibayar, beserta sanksi
50% dari pajak yang kurag dibayar.
2. Sanksi pada SKPKB Hasil Pemeriksaan SPT Tidak
benar.
Pengenaan sanksi kenaikan ini dapat dibedakan :
– Sanksi SPT Tidak Dilaporkan walaupun sudah ditegur
– Sanksi Pembukuan Tidak Dilakukan dengan benar
SANKSI PAJAK (9)
– Sanksi PPh Kurang Dipungut atau Kurang Dipotong
– PPn tidak harus dikompesasikan, direstitusi, tarif 0%
3. SPT Tidak benar karena alpha, dibedakan menjadi 2 :
– Kealphaan dilakukan pertama kali, akan dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200%
dari jumlah pajak yang kurang dibayar.
– Kealphaan dilakukan lebih sekali
4. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan
pada WP punya peryaratan tertentu.
Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dapat
berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut akan dikenakan
kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
SANKSI PAJAK (10)
5. Sanksi pada SKPKBT Data baru
Dalam hal masih ditemukan data baru atau data yang
semula belum terungkap atas perhitungan pajak yang
terhutang dalam SKPKBT ditambah sanksi administrasi
berupa kenaikan 100% dari jumlah kurang bayar

6. Sanksi telah diterbitkan pembayaran pendahuluan


pada WP kriteria tertentu
Hasil pemeriksaan terhadap WP yang telah diberikan SK
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dapat
berupa SKPKB. Atas SKPKB tersebut akan dikenakan
kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak
Soal Essay
1. Apa Beda Thn Pajak dan Bagian Tahun Pajak
2. Apa fungsi NPWP
3. Apa Fungsi SPT
4. Apa Fungsi SSP
5. Apa Fungsi STP
Pertemuan 4
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21
Pajak Penghasilan (1)
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 1, mendefinsikan Pajak
Penghasilan (PPh) adalah Pajak penghasilan (PPh)
dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak

UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 & 1a serta Pasal


2 ayat 2, 3, 4 dan 5 , menjelaskan bahwa Subjek PPh yaitu
1. Orang Pribadi (OP), meliputi :
a. OP Dalam Negeri yaitu OP yg Bertempat tinggal /
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dlm 12 bulan;
atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia
b. OP Luar Negeri yaitu OP yg tidak Bertempat tinggal /
berada di Indonesia tdk lebih dari 183 hari dlm 12 bln
Pajak Penghasilan (2)
2. Badan, meliputi :
a. Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu badan pemerintah
b. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang :
- Menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT di
Indonesia
- Menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
kegiatan melalui BUT di Indonesia

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,


bersifat menggantikan yang berhak
Pajak Penghasilan (3)
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 3, menjelaskan bahwa
Yang Tidak Termasuk Subjek PPh yaitu :
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
lain dari negara asing dan orang yang diperbantukan/
yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka
3. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan
Menkeu
4. Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional
Pajak Penghasilan (4)
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1, menjelaskan
bahwa yang termasuk Objek PPh yaitu :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam UU Pajak Penghasilan
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan krn penjualan atau karena pengalihan harta
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yg tlh dibeban kan
sbg biaya & pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
Pajak Penghasilan (5)
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, & pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dgn jmlh tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan Pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
Pajak Penghasilan (6)
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang -
Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia
Pajak Penghasilan (7)
UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 3, menjelaskan
bahwa yang tidak termasuk Objek PPh yaitu :
1. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/
lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah
Pajak Penghasilan (8)
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak ybs
3. Warisan;
4. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan /
jasa yg diterima atau diperoleh dlm bentuk natura dan /
atau kenikmatan dr WP / pemerintah, kecuali yg diberikan
oleh bukan WP, WP yg dikenakan pajak secara final atau
WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit
Pajak Penghasilan (9)
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT
sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun
dlm bidang-bidang ttt yg ditetapkan dgn KepMenkeu;
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif
Pajak Penghasilan (10)
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan
modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan
usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia
11. Beasiswa yg memenuhi persyaratan ttt yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dgn atau berdasarkan PMK
12. Sisa lebih yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yg bergerak dlm bidang pendidikan dan/ atau
bidang penelitian & pengembangan, yg tlh terdaftar pada
instansi yg membidanginya, yg ditanamkan kembali dlm
bentuk sarana & prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau
penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling
lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
13. Bantuan atau santunan yg dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kpd WP ttt, yg
ketentuannya diatur lebih lanjut dgn atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan
PPh 21 (1)
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri

Pemotong PPh Pasal 21 yaitu :


1. Pemberi kerja
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja dan badan-badan lain
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas serta badan yang melakukan
pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa
5. Penyelenggara kegiatan
PPh 21 (2)
Obyek PPh Pasal 21 yaitu :
1. Penghasilan pegawai tetap (teratur maupun tdk teratur)
2. Penghasilan penerima pensiun secara teratur
3. Uang pesangon, manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau TK lepas
5. Imbalan kepada bukan pegawai;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan;
7. Imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bkn
merupakan pegawai tetap pd perusahaan yg sama;
8. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi,bonus dan imbalan lain
kepada mantan pegawai;
9. penarikan dana pensiun oleh pegawai.
10. Natura / Kenikmatan dari WP PPh Final dan WP Norma
Perhitungan Khusus
PPh 21 (3)
Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap / Penerima
Pensiun

Dikurang Penghasilan
Penghasilan
Pengurang Neto (Setahun/
Bruto
penghasilan disetahunkan)

Dikurangi Dikenakan
PKP
PTKP Tarif UU HPP

Penghasilan Bruto Pegawai Tetap meliputi : gaji, tunjangan &


premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
Penghasilan Bruto Penerima Pensiun berupa uang pensiun
berkala
PPh 21 (4)
Pengurang Penghasilan Bruto meliputi :
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh. Bruto. Maks. Rp. 6.000.000
per tahun atau Rp. 500.000 per bulan (utk Peg. Tetap)
2. Iuran pensiun, THT/JHT yg dibayar sendiri (utk Peg. Tetap)
3. Biaya Pensiun, 5% dari pengh. Bruto. Maks. Rp. 2.400.000
per thn atau Rp. 200.000 perbulan (utk penerima pensiun)
4. PTKP meliputi :
a. Untuk diri Wajib Pajak: Rp.54.000.000
b. Tambahan untuk WP status kawin: Rp 4.500.000
c. Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung
dgn suami : Rp. 54.000.000
d. Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yg menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang
Rp 4.500.000
PPh 21 (5)
Tarif lama PPh mengacu pada Pasal 17 ayat 1a sbb :

1. WP dgn penghasilan tahunan s.d Rp 50 juta adalah 5%


2. WP dgn penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta - Rp 250
juta adalah 15%
3. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 juta - Rp
500 juta adalah 25%
4. WP dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta
adalah 30%

Dengan berlaku nya UU HPP (Harmonisasi Peraturan


Perpajakan) No. 7 Tahun 2021 maka Pasal 17 ayat 1a
diatas tidak berlaku lagi.
PPh 21 (6)
Tarif baru PPh OP berdasarkan UU HPP (Harmonisasi
Peraturan Perpajakan) No. 7 Tahun 2021 :
Selisih PPh OP yang terutang UU PPh lama
dengan UU HPP N0. 7 Tahun 2021
PPh 21 (7)
Contoh Perhitungan :
1. Rafa Saktiawan NPWP 26.325.054.8-423.000 pada tahun
2016 bekerja pada PT Bakti Nusa dengan memperoleh
gaji sebulan Rp.7.000.000,- dan membayar iuran pensiun
Rp.300.000,-, Rafa tidak kawin tetapi mempunyai satu
anak. Perhitungan PPh 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan 7.000.000
Pengurang
1. Biaya Jabatan (5% x 7.000.000 ) 350.000
2. Iuran Pensiun 300.000 +
650.000 _
Penghasilan neto sebulan 6.350.000
Penghasilan neto setahun (12 x 6.350.000) = 76.200.000
PPh 21 (7)
Penghasilan neto setahun (pindahan) 76.200.000
PTKP setahun (TK/1)
– Untuk Wp sendiri 54.000.000
– 1 Tanggungan 4.500.000 +
58.500.000 _
Penghasilan kena pajak 17.700.000

PPh 21 setahun : 5% x 17.700.000 = 885.000


PPh 21 sebulan : 885.000 / 12 = 73.750,-
PPh 21 (8)
2. Bambang pegawai PT Candra Kirana (PT CK), menikah
tanpa anak, dgn gaji sebulan Rp. 18.000.000. PT CK
mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan berupa premi
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan premi Jaminan
Kematian (JKM) dibayar oleh pemberi kerja masing-
masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT CK menanggung
iuran Jaminan Hari Tua (JHT) setiap bln sebesar 3,70%
dari gaji, sdgkan Bambang membayar iuran JHT sebesar
2,00% dari gaji setiap bln. Disamping itu PT CK juga
mengikuti program pensiun utk pegawainya & membayar-
kan iuran pensiun utk Bambang ke dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu sebesar Rp.
200.000 / bln, sdgkan Bambang membayar iuran pensiun
sebesar Rp. 100.000 / bln. Perhitungan PPh 21 adalah
sebagai berikut :
PPh 21 (9)
Gaji Rp 18.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 90.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 54.000,00 +
Penghasilan bruto Rp 18.144.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 18.144.000 Rp 907.200,00
2. Iuran Pensiun Rp 100.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 362.880,00+
Rp 1.370.080,00 _
Penghasilan neto sebulan Rp 16.573.820,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 16.573.820,00 Rp 198.885.840,00
PPh 21 (10)
Penghasilan neto setahun (pindahan) Rp 198.885.840,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- Status menikah Rp 4.500.000,00 +
Rp 58.500.000,00 -
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 140.385.840,00

PPh Pasal 21 setahun


5% X Rp 60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15% X Rp 80.385.840,00 = Rp 12.057.876,00+
PPh Terutang Setahun = Rp 15.057.876,00

PPh Pasal 21 sebulan


Rp 15.057.876,00 : 12 = Rp 1.254.823,00
PPh 21 (11)
3. Shodiq adalah pegawai pada perusahaan PT Segara Hurip
(PT. SH), memperoleh gaji mingguan sebesar Rp
1.500.000. Shodiq telah menikah dan mempunyai seorang
anak. PT SH masuk program BPJS Ketenagakerjaan
berupa premi JKK dan premi JKM, dibayar oleh pemberi
kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar
1,00% dan 0,30% dari gaji. PT SH membayar iuran JHT
setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan M Shodiq
membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000 dan JHT
sebesar 2,00% dari gaji. Perhitungan PPh 21 adalah
sebagai berikut :
PPh 21 (12)
Penghasilan sebulan
4 X Rp 1.500.000,00 Rp 6.000.000,00
Premi JKK Rp 60.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 18.000,00 +
Penghasilan bruto Rp 6.078.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 6.078.000,00 Rp 303.900,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 120.000,00 +
Rp 473.900,00 _
Penghasilan neto sebulan Rp 5.604.100,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 X Rp 5.604.100,00 = Rp 67.249.200,00
PPh 21 (13)
Penghasilan neto setahun (pindahan) Rp 67.249.200,00
PTKP setahun
- WP sendiri Rp 54.000.000,00
- Status menikah Rp 4.500.000,00
- Tanggungan Rp 4.500.000,00 +
Rp 63.000.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.249.200,00
Pembulatan Rp 4.249.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% X Rp 4.249.000,00 = Rp 212.450,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 212.450,00 : 12 = Rp 17.704,00
PPh Pasal 21 seminggu
Rp 17.704,00 : 4 = Rp 4.426,00
PPh 21 (14)
4. Abdul tlh bekerja kurang-lebih 30 thn pd PT. Jaya. Status
Abdul menikah dan memiliki 3 orang anak, dimana anak
pertama sudah berkeluarga dan bekerja pada sebuah
Bank. Sedangkan anak ke 2 & 3 masih kuliah. Sesuai dgn
ketentuan kepegawaian pd PT. Jaya maka pd tgl 1 Januari
2017, Abdul memasuki masa pensiun dan menerima uang
pensiun Rp 6.000.000 / bulan mulai bulan Jan 2017. Selain
pensiun Ia juga memperoleh Tabungan Hari Tua yang
diterima sekaligus pada 1 Jan 2017 sebesar Rp.
80.000.000. Seminggu setelah pensiun Abdul memperoleh
kepastian bahwa anak nomor duanya sudah diterima kerja
pada sebuah perusahaan swasta dan sekaligus
memberitahu bahwa ia akan menikah akhir Desember
2017. Perhitungan PPh 21 atas pensiun dan PPh 21 atas
penghasilan THT yang diterima :
PPh 21 (15)
Perhitungan pemotongan PPh 21 atas pensiun tahun 2017
Penghasilan berupa pensiun Rp. 6.000.000
Pengurang :
By pensiun 5% x 6.000.000 = 300.000
(By Pensiun yg diperkenankan) Rp. 200.000 _
Pengh neto uang pensiun sebln Rp. 5.800.000
Pengh. neto uang pensiun disethnkan
Rp. 5.800.000 x 12 = Rp. 69.600.000
PTKP setahun
1. Wajib pajak 54.000.000
2. Status Kawin 4.500.000
3. Tanggungan 4.500.000 +
Rp. 63.000.000 _
Penghasilan Kena Pajak Rp. 6.600.000
PPh 21 (16)
PPh 21 atas uang pensiun setahun :
5% x Rp. 6.600.000 = Rp. 330.000
PPh 21 atas uang pensiun sebulan :
Rp. 330.000 : 12 = Rp. 27.500

Perhitungan pemotongan PPh 21 atas Penghasilan THT


tahun 2017 (lihat Peraturan Pemerintah No. 68 thn 2009)
PPh 21 atas penghasilan Tabungan hari tua Rp. 80.000.000
sesuai dengan PP no 68 tahun 2009
50.000.000 x 0% = 0
30.000.000 x 5% = 1.500.000 +
1.500.000
PPh yang dipungut pihak pengelola Tabungan hari Tua
Rp.1.500.000,-
PPh 21 (17)
Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap / Tenaga
Kerja Lepas / Bukan Pegawai
1. Tentukan jumlah upah / uang saku harian, atau rata-rata upah
/ uang saku yang diterima atau diperoleh dlm sehari
2. Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang
saku harian belum melebihi Rp. 450.000, dan jmlh kumulatif
yg diterima atau diperoleh dlm bln kalender yang
bersangkutan belum melebihi Rp. 4.500.000, maka tidak ada
PPh Pasal 21 yang harus dipotong
3. Dlm hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang
saku harian tlh melebihi Rp. 450.000 & sepanjang jmlh
kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm bln kalender ybs
belum melebihi Rp. 4.500.000, maka PPh Pasal 21 yg hrs
dipotong adlh sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata
upah/uang saku harian stlh dikurangi Rp. 450.000 dikalikan
5%
PPh 21 (18)
4. Dlm hal jumlah upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm
bulan kalender ybs tlh melebihi Rp. 4.500.000 & kurang dari
Rp. 10.200.000, maka PPh Pasal 21 yg hrs dipotong adlh
sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang
saku harian stlh dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
5. Dlm hal jumlah upah kumulatif yg diterima atau diperoleh dlm
satu bln kalender telah melebihi Rp. 10.200.000, maka PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dalam satu bulan
yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal
21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil
perhitungan tersebut dibagi 12.
PPh 21 (19)
Contoh Perhitungan :
Rasyid, (TK/0) bulan Jan 2018 bekerja pada PT Amanah
dengan upah Rp. 450.000 sehari. Berapa PPh Pasal 21
Rasyid yang harus dipotong ?
1. Hari Pertama dan hari berikutnya selama total
pendapatanya belum melebihi 4.500.000 sebulan
Upah sehari 450.000
Upah sehari tidak kena pajak 450.000 _
Upah sehari kena pajak Nihil
Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah
yang diterima belum melebihi Rp. 4.500.000 maka tidak
ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
PPh 21 (20)
2. Hari Ke sebelas atau Hari dimana jumlah total
penghasilan telah melebihi Rp. 4.500.000 maka PPh
Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah
dikurangi PTKP yang sebenarnya.
Upah s.d. hari ke-11
11 X Rp 450.000 Rp 4.950.000
PTKP sebenarnya
11 X (Rp 54.000.000 / 360) Rp 1.650.000 _
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-11 Rp 3.300.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11
5% X Rp 3.300.000 Rp 165.000
PPh 21 yg tlh dipotong s.d hari ke-10 Rp 0_
PPh yg hrs dipotong pada hari ke-11 Rp 165.000
PPh 21 (21)
3. Hari Ke duabelas dan seterusnya.
Upah sehari 450.000
PTKP : (54.000.000/360) 150.000 _
Penghasilan kena pajak 300.000
PPh 21 terhutang sehari : 5% x 300.000 = 15.000

Referensi pendukung dari penelitian Pradnyana, Ida


Bagus Gede Putra dan Noviari, Naniek. 2017.Pengaruh
Perencanaan Pajak Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Transparansi Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi.
Soal Essay
Hendro adalah pegawai pada perusahaan PT XYZ,
memperoleh gaji mingguan sebesar Rp 2.000.000. Hendro
telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT XYZ masuk
program BPJS Ketenagakerjaan berupa premi JKK dan premi
JKM, dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,40% dari gaji. PT
XYZ membayar iuran JHT setiap bulan sebesar 3,00% dari
gaji, sedangkan Hendro membayar iuran pensiun sebesar Rp.
50.000 dan JHT sebesar 2,00% dari gaji. Hitungan PPh 21
nya
Pertemuan 5
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22
&
PASAL 23
PPh 22 (1)
PPh 22 adalah Pembayaran pajak penghasilan dalam tahun
berjalan yang dipungut sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang dan kegiatan dibidang impor atau
kegiatan usaha dibidang lainnya

Klasifikasi PPh 22 :
1. Pembayaran atas penyerahan barang oleh
Bendaharawan
2. Kegiatan di bidang Impor
3. Kegiatan usaha dibidang lainnya
4. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah
PPh 22 (2)
Pembayaran Atas Penyerahan Barang Oleh Bendaharawan
Pemungut PPh 22
1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), berkenaan dgn pembayaran atas pembelian brg
2. Bendahara Pengeluaran, berkenaan dgn pembayaran atas
pembelian brg yg dilakukan dgn mekanisme uang persediaan
3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat
Perintah Membayar yg diberi delegasi oleh KPA, berkenaan
dgn pembayaran atas pembelian brg kpd pihak ketiga yg
dilakukan dgn mekanisme pembayaran langsung
4. BUMN seperti PT. PLN, PT. Pertamina, PT. Telkom dsb,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya

Tarif PPh 22
Sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
PPh 22 (3)
Contoh Perhitungan
1. Pada tanggal 21 April 2018, Dinas Pendidikan membeli
mebel dan peralatan kantor lainnya dari Utama Furniture
dgn nilai Rp. 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh pasal
22 yg dipungut oleh bendahara dinas Pendidikan adalah :
DPP : (100/110) x Rp. 220.000.000 = Rp. 200.000.000
PPh Pasal 22 : 1,5 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 3.000.000

2. Pada 20 Juli 2018, PT Telkom Wilayah Semarang membeli


brg sehrg Rp. 390.000.000 dr PT. Utama, hrg ini termasuk
PPN 10% dan PPnBM 20%. PPh pasal 22 dihitung sbb :
DPP : {100% / (110%+20%)} x Rp. 390.000.000 = Rp.
300.000.000
PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT Telkom Semarang
1,5% x Rp. 300.000.000 = Rp. 4.500.000
PPh 22 (4)
Kegiatan di Bidang Impor
Pemungut PPh 22
1. Bank Devisa 2. Direktorat Jenderal Pajak

Tarif PPh 22
1. Barang-barang tertentu yg tercantum dlm Lampiran sebesar
7,5% dari nilai impor (Barang–Barang ttt tercantum dlm
Lampiran PMK 34/PMK.010/2017)
2. Selain barang-barang tertentu, yg menggunakan Angka
Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor,
kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu
sebesar 0,5% dari nilai impor
PPh 22 (5)
3. Selain barang-barang tertentu yg tdk menggunakan Angka
Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor
4. Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang

Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor
PPh 22 (6)
Contoh Perhitungan
1. Pada tanggal 21 April 2018, Dinas Pendidikan membeli
mebel dan peralatan kantor lainnya dari Utama Furniture
dgn nilai Rp. 220.000.000 (termasuk PPN 10%). PPh pasal
22 yg dipungut oleh bendahara dinas Pendidikan adalah :
DPP : (100/110) x Rp. 220.000.000 = Rp. 200.000.000
PPh Pasal 22 : 1,5 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 3.000.000

2. Pada 20 Juli 2018, PT Telkom Wilayah Semarang membeli


brg sehrg Rp. 390.000.000 dr PT. Utama, hrg ini termasuk
PPN 10% dan PPnBM 20%. PPh pasal 22 dihitung sbb :
DPP : {100% / (110%+20%)} x Rp. 390.000.000 = Rp.
300.000.000
PPh pasal 22 yang dipungut oleh PT Telkom Semarang
1,5% x Rp. 300.000.000 = Rp. 4.500.000

PPh 22 (7)
Contoh Perhitungan
1. Pd tgl 1 Jan 2018, PT ABC mengimpor barang dari Jerman
dgn harga faktur US$100.000. Brg yg diimpor adlh jenis brg
yg tdk termasuk dlm barang-barang ttt. By asuransi yg dibyr
di luar negeri sebesar 5% dari hrg faktur & by angkut
sebesar 10% dari hrg faktur. Bea masuk & bea masuk
tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs yg
ditetapkan MenKeu pd saat itu sebesar US$1 = Rp. 10.000.
Hitunglah PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Ditjen Bea
Cukai jika PT ABC memiliki API
Jawab :
CIF = Hrg Faktur + By. Ass + By. Angkut
= US$ 100.000 + US$ 5.000 + US$ 10.000
= US$ 115.000 atau
= US$ 115.000 x Rp. 10.000 = Rp. 1.150.000.000
PPh 22 (8)
Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Bea Masuk Tambahan
= {1.150.000.000 + (20% x 1.150.000.000) +
(10% x 1.150.000.000)
= Rp. 1.495.000.000

PPh 22 Atas Impor = 2,5% x Nilai Impor


= 2,5% x Rp. 1.495.000.000
= Rp. 112.125.000
PPh 22 (9)
Kegiatan Usaha di Bidang Lainnya
Pemungut & Tarif PPh 22
1. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan
bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar
minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
Tarif :
a. Bahan Bakar Minyak
- 0,25% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penj. kpd
stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina
- 0,3% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penj. kpd
stasiun pengisian bahan bakar umum bukan
Pertamina
- 0,3% dari penjualan tdk termasuk PPN utk penjualan
kepada pihak selain sebagaimana dimaksud pada
huruf a) dan huruf b)
PPh 22 (10)
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tdk
termasuk PPN
c. Pelumas sebesar 0,3% dr penjualan tdk termasuk PPN

Contoh Perhitungan :
PT Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas menyerahkan bahan bakar minyak senilai Rp.
300.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada non-SPBU. Maka,
berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut ?
Jawab :
PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar
minyak adalah : 0,3% x Rp. 300.000.000 = Rp. 900.000
PPh 22 (11)
2. Badan usaha yg bergerak dlm bid. usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif & industri
farmasi, atas penj hasil produksinya kpd distributor di dlm
negeri
Tarif :
a. Penj. semua jenis semen sebesar 0,25% dr DPP PPN
b. Penjualan kertas sebesar 0,1% dr DPP PPN
c. Penjualan baja sebesar 0,3% dr DPP PPN
d. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua
atau lebih sebesar 0,45% dr DPP PPN
e. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% dr DPP PPN
Contoh Perhitungan :
Pd bln Mei, PT. Semen Padang menjual hasil produknya kpd PT.
Indah senilai Rp. 825.000.000 (termasuk PPN 10%)
Jawab :
DPP PPN : (100/110) x Rp. 825.000.000) = Rp. 750.000.000
PPh 22 : 0,25% x Rp. 750.000 = Rp. 1.875
PPh 22 (12)
3. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen
Pemegang Merek (APM) & importir umum kendaraan
bermotor, atas penj. kendaraan bermotor di dlm negeri
Tarif : 0,45% dari DPP PPN
Contoh Perhitungan :
PT. Aneka Mobil sbg distributor otomotif membeli mobil
Toyota sebesar Rp. 990.000.000 (sdh termasuk PPN) dari PT.
Astra Internasional Tbk sbg ATPM Toyota. Besarnya PPh 22
adlh sbb :
Jawab :
DPP PPN : (100/110) x Rp. 990.000.000 = Rp. 900.000.000
PPh 22 : 0,45% x Rp. 900.000.000 = Rp. 4.050.000
PPh 22 (13)
4. Industri & eksportir yg bergerak dlm sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, & perikanan, atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
untuk keperluan industrinya atau ekspornya
Tarif : 0,25% dari Harga Pembelian
Contoh Perhitungan :
Tgl 8 Feb 2018 PT. Rubber membeli bahan olah karet dari PT
Perkebunan Nusantara yg menjual bahan olah karet hasil
perkebunan sendiri senilai Rp. 600.000.000 & tgl 18 Feb 2018
membeli bahan olah karet dr Tn. Eko, seorang pedagang
besar yg membeli hasil karet dari petani karet di sekitar
daerahnya senilai Rp. 100.000.000. Berapa PPh 22 nya
Jawab :
PPh 22 : 0,25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 250.000
PPh 22 (14)
Penjualan Barang Yang Tergolong Sangat Mewah
Obyek PPh 22 (PMK 90/PMK.03/2015)
1. Pesawat terbang pribadi dan Helikopter pribadi
2. Kapal pesiar, Yacht dan sejenisnya
3. Rumah beserta tanahnya dgn hrg jual atau hrg pengalihan nya
lebih dari Rp. 5 M atau luas bangunan lebih dr 400 M2
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual
atau pengalihannya lebih dari Rp. 5 M atau luas bangunan
lebih dari 150 M2
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang
dari 10 orang berupa Sedan, Jeep, Sport Utility Vehicle (SUV),
Multi Purpose Vehicle (MPV), Minibus dan sejenisnya dgn hrg
jual lebih dari Rp. 2 M atau dgn kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc.
6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dgn hrg jual lebih dari
Rp. 300 juta atau dgn kapasitas silinder lebih dari 250cc
PPh 22 (15)
Pemungut PPh 22
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah wajib memungut PPh pasal 22 saat
melakukan penjualan

Tarif PPh 22 : 5% dari harga jual (tidak termasuk PPN dan


PPnBM)

Contoh Perhitungan :
PT Ageng adlh perusahaan pengembang properti. Pd tgl 23
Mei 2018 PT Ageng menjual satu unit apartemen senilai Rp.
10.500.000.000 (tidak termasuk PPN & PPnBM) kpd Tn Nafis
Berapa PPh 22 nya
Jawab :
PPh 22 : 5% x Rp. 10.500.000.000 = Rp. 525.000.000
PPh 23 (1)
PPh 23 adalah Pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa atau hadiah, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 23
1. Badan Pemerintah.
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri.
3. Penyelenggaraan kegiatan.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu yang
ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-
50/PJ/1994, di antaranya:
− Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT.
− OP yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
PPh 23 (2)
Objek & Tarif PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto atas
a.Deviden kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga, dan royalti
b.Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh
pasal 21.
2.2% dari jumlah bruto atas sewa & penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah
dan/atau bangunan
3.2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, dan jasa konsultan
4.2% dari jmlh bruto atas imbalan jasa lainnya, misalnya :
Jasa penilai, Jasa aktuaris, Jasa akuntansi, Jasa hukum,
Jasa Arsitektur, Jasa Perancangan, Jasa Penebangan
hutan, Jasa pengolahan limbah dsb
Referensi pendukung dari penelitian Pradnyana, Ida
Bagus Gede Putra dan Noviari, Naniek. 2017.Pengaruh
Perencanaan Pajak Terhadap Nilai Perusahaan Dengan
Transparansi Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi.
Soal Essay
1. Pada tanggal 21 Juni 2018, Dinas Pendidikan membeli
Komputer dari Elektronik City dgn nilai Rp. 475.000.000
(termasuk PPN 10%). PPh pasal 22 yg dipungut oleh
bendahara dinas Pendidikan adalah....
2. PT Ayu Lestari adlh perusahaan pengembang properti. Pd
tgl 23 Juli 2018 PT Ayu Lestari menjual satu unit apartemen
senilai Rp. 10.500.000.000 (tidak termasuk PPN & PPnBM)
kpd Tn Fahmi. Berapa PPh 22 nya
Pertemuan 6

PAJAK PENGHASILAN
PASAL 4 AYAT 2
PPh Pasal 4 Ayat 2 (1)
PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah pajak yang dikenakan pada
wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi atas
beberapa jenis penghasilan yang mereka dapatkan dan
pemotongan pajaknya bersifat final.

Pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2 :


1. Koperasi
2. Penyelenggara Kegiatan
3. Otoritas Bursa
4. Bendaharawan
PPh Pasal 4 Ayat 2 (2)
Objek & Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2
1. Bunga Deposito, Tabungan & Diskonto SBI
Dasar Hukum : PP 131 Thn 2000 jo KMK
51/KOM.04/2001
a. 20% dari jumlah bruto atas Bunga Deposito,
Tabungan & Diskonto SBI yg diterima WP DN & BUT
b. 20% dr jmlh bruto / Tarif P3B atas Bunga Deposito,
Tabungan & Diskonto SBI yg diterima WP LN
Contoh Perhitungan :
Aditya menyimpan uang deposito di Bank BCA sebesar
Rp. 100.000.000 dgn tingkat bunga 12% per tahun.
Hitung Besanya Bunga Deposito & PPh Psl 4 ayat 2 ?
Jawab :
Bunga deposito : (12% x 100.000.000)/12 = 1.000.000
PPh Psl 4 ayat 2 : 20% x Rp. 1.000.000 = Rp. 200.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (3)
2. Transaksi Saham Di Bursa Efek
Dasar Hukum : PP No. 14 Thn 1997 jo KMK 282
/KMK.04/1997 jo SE-15/PJ.42/1997 & SE 06/PJ.4/1997
a. 0,1% dari nilai transaksi atas Transaksi Saham Di
Bursa Efek (bukan saham Pendiri)
b. (0,1% dari nilai transaksi) + (0,5% dari nilai pasar
saham pd saat Penawaran Umum Perdana) atas
Transaksi Saham Di Bursa Efek (saham Pendiri)

Contoh Perhitungan :
Tuan Dilan menjual 1000 lembar saham dgn hrg Rp.
3.000 per lembar. Hitung Besanya PPh Psl 4 ayat 2 ?
Jawab :
PPh Pasal 4 ayat 2 atas penjualan saham : 0,1% x (Rp.
3.000 x 1000 lbr) = Rp. 3.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (4)
3. Bunga atau Diskonto Obligasi yang diperdagangkan
di Bursa Efek
Dasar Hukum : PP No. 16 Thn 2009
a. Bunga Obligasi dgn kupon
- 15% dari Jumlah bruto bunga sesuai dengan
masa kepemilikan obligasi utk WP DN & BUT
- 20% dari Jumlah bruto bunga sesuai dengan
masa kepemilikan obligasi atau Tarif P3B utk WP
LN selain BUT

b. Diskonto Obligasi dgn kupon


- 15% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg
perolehan obligasi utk WP DN & BUT
- 20% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg
perolehan obligasi utk WP LN selain BUT
PPh Pasal 4 Ayat 2 (5)
c. Diskonto Obligasi tanpa bunga
- 15% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg
perolehan obligasi utk WP DN & BUT
- 20% dari selisih lebih hrg jual diatas hrg
perolehan obligasi utk WP LN selain BUT

d. Bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yg diterima


dan/atau diperoleh WP reksadana yg terdaftar pd
BPPM dan Lembaga Keuangan
- 0% dari Jmlh bruto bunga / Selisih lebih hrg jual
atau nilai nominal di atas harga perolehan
obligasi utk thn 2009 sd 2010
- 5% dari Jmlh bruto bunga sesuai / Selisih lebih
hrg jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan obligasi utk thn 2011 sd 2013
PPh Pasal 4 Ayat 2 (6)
- 15% dari Jmlh bruto bunga / Selisih lebih hrg
jual atau nilai nominal di atas harga perolehan
obligasi utk thn 2014 dst
Contoh Perhitungan :
PT Mino pada saat penerbitan perdana (tgl 1 Juli 2017)
membeli 10 lembar Obligasi dgn kupon seharga Rp.
9.000.000 / lbr. Nominal obligasi Rp. 10.000.000 / lbr. Jgk
waktu Obligasi 5 thn. Bunga sebesar 16% / thn, jatuh
tempo bunga tiap tanggal 30 Juni & 31 Des. Penerbitan
perdana tercatat di BEI. Hitung besarnya bunga obligasi
& PPh Pasal 4 ayat 2
Jawab :
Bunga = (6/12 x 16% x Rp. 10.000.000) x 10 lembar =
Rp. 8.000.000 PPh Pasal 4 ayat 2 = 15% x Rp8.000.000
= Rp1.200.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (7)
4. Hadiah
Dsr Hukum : PP No. 132 Thn 2000 & KEP-395/PJ./2001
25% dari Jumlah bruto Hadiah Undian
Contoh Perhitungan :
PT Oke Oce menyelenggarakan penarikan hadiah undian
atas senilai Rp. 100.000.000. Dalam penarikan undian
tersebut nama Budiman muncul sebagai pemenang.
Berapa besarnya PPh Psl 4 ayat 2 atas hadiah undian tsb
Jawab :
PPh Psl 4 ayat 2 : 25% x Rp.100.000.000 = Rp.
25.000.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (8)
5. Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Dsr Hukum : PP No. 34 Tahun 2017
10% dari Jumlah bruto
Contoh Perhitungan :
Pd bln Juli 2017 Rafi Moreno, menyewakan rumahnya kpd
Kinan Pali yg berprofesi sbg pedagang kue s.d Desember
2017 sebesar Rp. 110.000.000 yg dibayar pd tgl 3 Juli
2017.
Hitung besarnya PPh Pasal 4 ayat 2 terkait transaksi sewa
antara Rafi Moreno dan Kinan Pali
Jawab : 10% x Rp. 110.000.000 = Rp. 11.000.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (9)
6. Penghasilan dari Pengalihan Tanah dan / atau
Bangunan
Dsr Hukum : PP No. 34 Tahun 2016
a. Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan
2,5% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg tertinggi
antara akta pengalihan dgn NJOP)
b. Pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah
Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan
1% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg tertinggi
antara akta pengalihan dgn NJOP)
PPh Pasal 4 Ayat 2 (10)
c. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kpd
pemerintah, BUMN yg mendpt penugasan khusus
dari Pemerintah, atau BUMD yg mendpt penugasan
khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud
dlm UU yang mengatur mengenai pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum
0% dari Jumlah bruto nilai pengalihan (nilai yg
tertinggi antara akta pengalihan dgn NJOP)
Contoh Perhitungan :
Pd tgl 2 Mei 2017, Rahmat membeli 1 unit rumah dari PT
Griya Persada seharga Rp. 800.000.000 scr tunai.
Antara PT Griya Persada dgn Rahmat belum dilakukan
penandatanganan AJB melainkan penandatangan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Hitung PPh
Pasal 4 ayat 2
Jawab : 2,5% x Rp. 800.000.000 = Rp. 20.000.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (11)
7. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi
Dsr Hukum : PP No. 51 Thn 2008 Jo PP No. 40 Thn 2009
a. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil
2% dari Penghasilan Bruto
b. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa yg tidak memiliki kualifikasi usaha
4% dari Penghasilan Bruto
c. Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh
Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana
dimaksud dlm huruf a dan huruf b (yg memiliki
kualifikasi menengah dan besar
3% dari Penghasilan Bruto

2% dari Penghasilan Bruto


PPh Pasal 4 Ayat 2 (12)
− Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha
− 4% dari Penghasilan Bruto
− Jasa Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan
Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha
− 6% dari Penghasilan Bruto
Contoh Perhitungan
Pd thn 2017, PT Jaya Makmur membangun gedung baru
sebesar Rp. 25.000.000.000 tdk termasuk PPN
Tgl 3 Jul 2017, PT Jaya menerima uang muka kontrak pd
saat dimulai pembangunan sebesar Rp. 5.000.000.000.
Termin pembayaran akan dilakukan sesuai dengan
tingkat penyelesaian, yaitu :
PPh Pasal 4 Ayat 2 (13)
− Termin pertama sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah
pekerjaan selesai 25%;
− Termin kedua sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah
pekerjaan selesai 50%;
− Termin ketiga sebesar Rp. 5.000.000.000 setelah
pekerjaan selesai 75%;
− Sisa Rp. 5.000.000.000 akan dibayarkan setelah
pekerjaan selesai.

Ditanya : Hitung PPh Pasal 4 ayat 2


Jawab : Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2 pd
saat Pembayaran uang muka kontrak dan
pembayaran adalah 3% x Rp. 5.000.000.000 = Rp.
150.000.000
PPh Pasal 4 Ayat 2 (11)
8. Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi kepada
Anggota koperasi Orang Pribadi
Dsr Hukum : PP No. 15 Thn 2009
a. Bunga Simpanan s/d Rp. 240.000 / bulan
0% dari Jumlah Penghasilan
b. Bunga Simpanan diatas Rp. 240.000 / bulan
10% dari Jumlah Penghasilan
Contoh Perhitungan
Koperasi Sumber Rezeki membagikan bunga simpanan
koperasi kpd anggotanya yaitu Rosita. Berdasarkan data
yang ada Rosita mendapatkan bunga simpanan sbb : Jan
2017 = Rp. 350.000 & Feb 2017 = Rp. 200.000. Berapa
besar PPh Psl 4 ayat 2
Jawab :
- Utk Bln Jan 2017 : 10% x Rp. 350.000 = Rp. 35.000
- Utk Bln Feb 2017 : 0% x Rp. 350.000 =0
PPh Pasal 4 Ayat 2 (12)
8. WP yang memiliki Peredaran Bruto (Omzet) s.d Rp. 4,8
Milyar dalam 1 tahun
Dsr Hukum : PP 23 tahun 2018
0,5% dari Peredaran Bruto (Omzet)
Contoh Perhitungan
Ibu Olivia adlh seorang merchant yg menjajakan batik scr
online di marketplace. Total Omzet tahun 2017 Rp 160
juta. Rinciannya adalah sebagai berikut :
Januari 15.000.000 Juli 10.000.000
Februari 11.000.000 Agustus 8.000.000
Maret 13.000.000 September 15.000.000
April 16.000.000 Oktober 13.000.000
Mei 15.000.000 November 17.000.000
Juni 11.000.000 Desember 16.000.000
Berapa besarnya PPh Pasal 4 ayat 2
PPh Pasal 4 Ayat 2 (13)
Bln Omzet PPh Pasal 4 ayat 2
Januari 15.000.000 75.000
Februari 11.000.000 55.000
Maret 13.000.000 65.000
April 16.000.000 80.000
Mei 15.000.000 75.000
Juni 11.000.000 55.000
Juli 10.000.000 50.000
Agustus 8.000.000 40.000
September 15.000.000 75.000
Oktober 13.000.000 65.000
November 17.000.000 85.000
Desember 16.000.000 80.000
Total 160.000.000 800.000
Referensi pendukung dari penelitian Pradnyana, Ida
Bagus Gede Putra dan Noviari, Naniek. 2017.Pengaruh
Perencanaan Pajak Terhadap Nilai Perusahaan
Dengan Transparansi Perusahaan Sebagai Variabel
Moderasi.
Soal Essay
1. Koperasi Bahagia membagikan bunga simpanan koperasi
kpd anggotanya yaitu Shinta. Berdasarkan data yang ada
Shinta mendapatkan bunga simpanan sbb : Mar 2018 =
Rp. 450.000 & Apr 2018 = Rp. 700.000. Berapa besar
PPh Psl 4 ayat 2
2. Tuan Joko menjual 4000 lembar saham dgn hrg Rp.
12.000 per lembar. Hitung Besanya PPh Psl 4 ayat 2 ?
PERTEMUAN 9

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


(1)
DASAR HUKUM PPN

UU No. 8/1983 (1 Apr 1985)

UU No. 8/1983 (1 Apr 1985)

UU No. 11/1994 (1 Jan 1995)

UU No. 18/2000 (1 Jan 2001)

UU No. 42/2009 (1 Apr 2010)

UU HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN


UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
UNDANG-UNDANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN
PENGERTIAN PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


(Value Added Tax / VAT)

Yaitu Pajak atas konsumsi umum dalam negeri (daerah


pabean), baik berupa konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan bertingkat
disetiap jalur produksi dan distribusi
SEJARAH PPN DI INDONESIA
PAJAK PEMBANGUNAN I
1 Juni 1947

UU No 32/1956

MENJADI PAJAK DAERAH

PAJAK PEREDARAN
UU No 12/1950 mulaiberlaku 1 Januari 1951

PAJAK PENJUALAN
UU No 18 Drt/1951 jo UU No 85/1953
mulai berlaku 1 Oktober 1951

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


UU No 8 /1983 std dg UU No. 11/1994 UU No 18/2000
UU No 42/ 2009 mulai berlaku 1 April 1985
KARAKTERISTIK PPN
1. PPN merupakan Pajak Objektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya
kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya,
yaitu keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang
dikenakan pajak (disebut objek pajak)
Sebagai pajak Objektif, timbulnya kewajiban untuk
membayar PPN ditentukan oleh adanya objek Pajak
2. PPN merupakan Pajak Tidak Langsung
Karakteristik ini memberikan konsekuensi yuridis bhw antara
pemikul beban pajak dgn penanggungjawab atas pembayar-
an pajak ke kas negara berada pd pihak yg berbeda.
Pemikul beban pajak berkedudukan sebagai Pembeli
Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak.
Sementara itu Penanggungjawab atas pembayaran pajak ke
kas negara adlh Pengusaha Kena Pajak yang bertindak sbg
Penjual Barang Kena Pajak atau Pengusaha Kena Pajak
KARAKTERISTIK PPN (2)
3. PPN merupakan Multi Stage Tax
Karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata
rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap
penyerahan barang menjadi Objek PPN dimulai dari
tingkat Pabrikan (Manufaktur), kemudian ditingkat
Pedagang Besar dalam berbagai bentuk atau nama,
sampai dengan tingkat Pedagang Pengecer dikenakan
PPN.
Contoh : PT. X adalah perusahan yang memproduksi
Barang Kena Pajak (BKP), dimana BKP tsb dipasarkan
melalui saluran distribusi tidak langsung.
KARAKTERISTIK PPN (3)

Rantai Jalur Produksi : PT. X sbg Produsen (Pabrikan),


Agen, Pengecer (Retail) dan terakhir Konsumen. Untuk
memproduksi produk “X” dibutuhkan biaya total sebesar
Rp. 10 juta. Mark up yang diambil oleh PT. X sebesar
Rp. 5 juta shg produk “X” dijual ke agen dengan hrg Rp.
15 juta. Agen menjual produk “X” ke retail dengan mark
up atau keuntungan sebesar 15% dari harga beli,
sedangkan retail mengambil keuntungan sebesar 10%
dari harga beli. PPN dihitung berdasarkan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP)
Berapa total PPN (tarif UU baru) yang dipungut untuk
produk “x” ?
KARAKTERISTIK PPN (4)
Contoh: “PPN merupakan Multi Stage Tax”
PT. X adalah perusahan yang memproduksi Barang Kena Pajak (BKP), dimana BKP tsb dipasarkan melalui saluran
distribusi tidak langsung. Rantai Jalur Produksi : PT. X sbg Produsen (Pabrikan), Agen, Pengecer (Retail) dan terakhir
Konsumen. Untuk memproduksi produk “X” dibutuhkan biaya total sebesar Rp. 10 juta. Mark up yang diambil oleh PT.
X sebesar Rp. 5 juta shg produk “X” dijual ke agen dengan hrg Rp. 15 juta. Agen menjual produk “X” ke retail dengan
mark up atau keuntungan sebesar 15% dari harga beli yaitu 15% x Rp. 15 juta = Rp. 2.250.000 sehingga produk “X”
dijual ke Retail dengan harga Rp. 17.250.000, sedangkan retail mengambil keuntungan sebesar 10% dari harga beli
yaitu 10% x Rp. 17.250.000 = 1.725.000 sehingga produk “X” menjadi Rp. 18.975.000. PPN dihitung berdasarkan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP), maka berapa total PPN yang dipungut untuk produk “x” ?

Wajib Pajak Dipungut Biaya PPN masukan DPP PPN keluaran Tambahan Pajak
(Pemungut) (1) (2) = 11% x (1) (3) (4) =11% x (3) (5)=(4)-(2)

PT ”X” Agen 10.000.000 1.100.000 15.000.000 1.650.000 550.000

Agen Retail 15.000.000 1.650.000 17.250.000 1.897.500 247.500

Retail Konsumen 17250.000 1.897.500 18.975.000 2.087.250 189750


KARAKTERISTIK PPN (5)
5. PPN yg diterapkan adalah PPN Tipe Konsumsi
(Consumption Type VAT)
Dilihat dari sisi perlakuannya thdp brg modal maka seluruh
biaya yg dikeluarkan utk memperoleh barang modal dpt di
kurangi dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), shg
kemungkinan terjadinya pengenaan pajak berganda atas
brg modal dpt dihindari. Hal ini dpt mendorong pengusaha
yg dikenakan PPN utk melakukan peremajaan barang
modalnya secara berkala.
6. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri, maka PPN
hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan /
atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam negeri.
Oleh karena itu, untuk komiditi impor dikenakan PPN
dengan prosentase yang sama dengan produk domestik
KARAKTERISTIK PPN (6)
7. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur
Pajak
Dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan /
atau Jasa Kena Pajak, maka Pengusaha Kena Pajak
yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan / atau
menyerahkan Jasa Kena Pajak wajib memungut PPN
dan memberikan Faktur Pajak.
Pada prinsipnya Faktur Pajak dapat dibuat pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak dan / atau Jasa Kena
Pajak atau pada saat penerimaan pembayaran (dalam
hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan).
KARAKTERISTIK PPN (7)
8. PPN bersifat Non Kumulatif
Meskipun dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi dan jalur distribusi, PPN yang disetor ke kas
Negara hanyalah nilai tambah dari BKP atau JKP yang
bersangkutan (dengan mekanisme Pajak Keluaran-
Pajak Masukan), sehingga pengenaan PPN tidak
menimbulkan dampak pajak berganda

9. PPN menganut Tarif Tunggal


PPN di Indonesia menganut tarif tunggal yang ditetapkan
sebesar 10%, Per 1 April 2022 berubah menjadi 11%.
Pengecualian dari tarif tunggal ini adalah tarif 0% atas
Ekspor BKP, agar harga barang ekspor benar-benar
bersih dari unsur PPN dalam negeri sehingga barang
ekspor Indonesia dapat bersaing dengan barang ekspor
dari Negara lainnya
MEKANISME PENGENAAN PPN
1. Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) menyerahkan BKP
atau JKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk
memungut pajak yang terutang (dinamakan Pajak
Keluaran)
2. Pada saat PKP tsb diatas membeli BKP atau menerima
JKP yg terutang (dinamakan Pajak Masukan)
3. Pajak Masukan tsb dikreditkan dgn Pajak Keluaran
sesuai dgn ketentuan yg berlaku pd akhir masa pajak.
Jika jmlh Pajak keluaran lebih besar drpd jmlh pajak
masukan, maka kekurangannya dibayar ke kas negara
selambat-lambatnya tgl 15 bln berikutnya
4. Setiap PKP diwajibkan utk melaporkan pemungutan dan
pembayaran pajak terutang kpd Kepala KPP setempat
selambat-lambatnya tgl 20 stlh akhir masa pajak
BARANG & BARANG KENA PAJAK (1)
Sesuai dgn UU PPN Pasal 1 angka 2, yg dimaksud dgn
Barang adlh brg berwujud, yg menurut sifat atau hukumnya
dpt berupa brg bergerak atau brg tdk bergerak & brg tdk
berwujud. yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
Sesuai dengan UU PPN Pasal 1 angka 3, yang dimaksud
dengan Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang yang
dikenai pajak berdasarkan UU PPN
Pada prinsipnya semua barang dikenakan PPN kecuali
Undang – Undang menetapkan sebaliknya
Sesuai dengan UU PPN Pasal 4A ayat 2, yang termasuk
jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang
diambil langsung dari sumbernya, antara lain : minyak
mentah, gas bumi, asbes, bijih besi , bijih timah, bijih
emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak
BARANG & BARANG KENA PAJAK (2)
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak, antara lain : beras, gabah, jagung,
sagu, kedelai, garam, daging, telor, susu, buah2an,
sayur2an, emas batangan
JASA & JASA KENA PAJAK (1)
Sesuai dgn UU PPN Pasal 1 angka 5, yg dimaksud dgn Jasa
adlh Kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yg menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia utk dipakai, termasuk jasa
yg dilakukan utk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
Sesuai UU PPN Psl 1 angka 6, yg dimaksud dgn Jasa Kena
Pajak (JKP) adlh jasa yg dikenai pajak berdasarkan UU PPN
Pada prinsipnya semua jasa dikenakan PPN kecuali Undang
– Undang menetapkan sebaliknya
Sesuai dgn UU PPN Pasal 4A ayat 3, yg termasuk jenis jasa
yang tidak dikenai PPN adalah :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, antara lain :
jasa dokter, jasa kebidanan, jasa rumah sakit,
JASA & JASA KENA PAJAK (2)
2. Jasa di bidang pelayanan sosial, antara lain : jasa
pelayanan panti asuhan, jasa pemadam kebakaran, jasa
pemakaman
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, antara
lain : jasa pengiriman surat dengan menggunakan
perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti
perangko tempel
4. Jasa Keuangan, antara lain : Jasa perbankan, jasa
pembiayaan, jasa penjaminan
5. Jasa Asuransi adalah jasa pertanggungan, antara lain :
asuransi kerugian, asuransi jiwa & reasuransi yg dilakukan
oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis asuransi
6. Jasa kesenian dan hiburan, antara lain : semua jenis jasa
yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan
JASA & JASA KENA PAJAK (3)
7. Jasa di bidang keagamaan, antara lain : Jasa pelayanan
rumah ibadah, Jasa pemberian khotbah
8. Jasa di bidang pendidikan, antara lain : Jasa penyelengga-
raan pendidikan sekolah & Jasa penyelenggaraan
pendidikan luar sekolah
9. Jasa di bidang penyiaran yg bukan bersifat iklan, antara
lain : jasa penyiaran radio atau tekevisi yg dilakukan oleh
intansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan
dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial
10. Jasa di bidang angkutan umum di darat & air, serta jasa
angkutan udara di dlm negeri yg menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri
11. Jasa tenaga kerja, antara lain : Jasa penyediaan tenaga
kerja dan Jasa penyelenggara pelatihan tenaga kerja
JASA & JASA KENA PAJAK (4)
12. Jasa Pengiriman Uang dgn Wesel Pos
13. Jasa Boga atau Catering
14. Jasa perhotelan, antara lain : Jasa penyewaan kamar &
Jasa penyewaan ruangan utk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel
15. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum antara lain :
Jasa pemberian IMB, Jasa pemberian SIUP, Jasa
pemberian NPWP dan Jasa pembuatan KTP
16. Jasa Penyediaan Tempat parkir adalah jasa penyediaan
tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
dan / atau penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh
pemilik tempat parkir dan / atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran
17. Jasa Telepon Umum dengan menggunakan uang logam
OBJEK PPN (1)
Obyek PPN meliputi : (UU PPN Pasal 4)
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah
pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
2. Impor Barang Kena Pajak
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah
pabean didalam daerah pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam
daerah pabean
6. Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
8. Ekpor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
OBJEK PPN (2)
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP) DIDALAM
DAERAH PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA

Sesuai dengan UU PPN Pasal 1A ayat 1, yang termasuk


dalam pengertian Penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
2. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan
perjanjian leasing
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang
4. Pemakaian sendiri dan / atau pemberian cuma-cuma atas
BKP
5. BKP berupa persediaan dan / atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan
OBJEK PPN (3)
6. Penyerahan BKP dari Pusat ke Kantor Cabang atau
sebaliknya, dan / atau penyerahan BKP antar cabang
7. Penyerahan BKP Secara Konsinyasi
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah,
yang penyerahannya dianggap langsung oleh PKP
kepada pihak yang membutuhkan BKP
Sesuai dengan UU PPN Pasal 1A ayat 2, yang tidak
termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan BKP kpd makelar sebagaimana dimaksud
dlm kitab UU hukum dagang
2. Penyerahan BKP utk jaminan utang piutang
3. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf dalam hal Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan
pemusatan tempat pajak terutang
OBJEK PPN (4)
4. Pengalihan BKP dlm rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan dan pengambil alihan usaha
dengan syarat pihak yg melakukan pengalihan dan yg
menerima pengalihan adalah PKP
5. BKP berupa aktiva yg menurut tujuan semula tdk untuk
diperjualbelikan, yg masih tersisa pd saat pembubaran
perusahaan, dan yg pajak masukan atas perolehannya
tdk dpt dikreditkan sebagaimana dimaksud dlm UU PPN
Pasal 9 ayat 8 huruf b dan huruf c
OBJEK PPN (5)
Sesuai dengan penjelasan UU PPN Pasal 4, maka
Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
1. Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
2. Brg Tdk Berwujud yg diserahkan merupakan BKP Tidak
Berwujud
3. Penyerahannya dilakukan didalam daerah pabean
4. Penyerahannya dilakukan dalam rangka kegiatan usaha
atau pekerjaannya.

IMPOR BARANG KENA PAJAK


Pajak juga dipungut pd saat impor BKP, dan pemungutannya
dilakukan melalui Dirjen Bea & Cukai, tanpa memperhatikan
apakah dilakukan dlm rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya
OBJEK PPN (6)
PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR
DAERAH PABEAN DIDALAM DAERAH PABEAN
Utk memberikan perlakuan pengenaan pajak yg sama dgn
impor BKP, maka atas BKP Tidak Berwujud yang berasal dari
luar daerah pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun didalam
daerah pabean juga dikenakan PPN
Contoh : Paijo sebagai pengusaha yg berkedudukan di Jakarta
memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki oleh
Pengusaha dari Hongkong yg bernama Jet Li. Atas
pemanfaatan merek tersebut oleh Paijo didalam daerah pabean
terutang PPN
OBJEK PPN (7)
PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH
PABEAN DIDALAM DAERAH PABEAN
Jasa yg berasal dari luar daerah pabean yg dimanfaatkan oleh
siapapun didalam daerah pabean dikenakan PPN
Contoh : Mitha sebagai pengusaha yg berkedudukan di Jakarta
memanfaatkan JKP yang dimiliki oleh Pengusaha dari Inggris
yang bernama Gerrard. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak
tersebut oleh Mitha didalam daerah pabean terutang PPN

EKSPOR BARANG KENA PAJAK BERWUJUD OLEH


PENGUSAHA KENA PAJAK
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud hanyalah Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak
OBJEK PPN (8)
EKSPOR BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD OLEH
PENGUSAHA KENA PAJAK
Yang dimaksud ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
antara lain : ekspor hak cipta bidang kesenian, ekspor paten

EKSPOR JASA KENA PAJAK OLEH PENGUSAHA KENA


PAJAK
Temasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah
Penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam daerah pabean ke
luar daerah pabean oleh Pengusaha Kena Pajak, yang
menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dgn bahan
dan/atau petunjuk dari pemesanan di luar daerah pabean
SUBJEK PPN (1)
Pada dasarnya Subjek PPN adalah siapapun yang dikenakan
kewajiban dalam bidang PPN, meliputi : PKP atau Bukan PKP
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 14, yang dimaksud dengan
Pengusaha adlh orang pribadi atau badan dlm bentuk apa pun
yg dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan brg,
mengimpor brg, mengekspor brg melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan brg tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor
jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 15, yang dimaksud dengan
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang – Undang
SUBJEK PPN (2)
Pengusaha Kecil tidak termasuk Subyek PPN. Hal ini sesuai
dengan UU PPN Pasal 3A ayat 1, yang berbunyi : “Pengusaha
yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam
UU PPN pasal 4 ayat 1 huruf a, c, f, g dan h, kecuali
Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan
PPN dan PPn BM yang terutang
Pengusaha Kecil dapat memilih untuk menjadi PKP. Hal ini
sesuai dengan UU PPN Pasal 3A ayat 1a, yang berbunyi :
“Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada UU PPN Pasal
3A ayat 1 dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP”
Adapun Batasan untuk dinyatakan sebagai Pengusaha
Kecil diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
197/PMK.03/2013 Pasal 1, 4 dan Pasal 5
DASAR PENGENAAN PAJAK (1)
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 17, yg dimaksud dgn
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adlh Jumlah Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau Nilai lain yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 18, yg dimaksud dgn
Harga Jual adlh nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg
diminta / seharusnya diminta oleh penjual krn penyerahan
BKP, tdk termasuk PPN yg dipungut menurut UU ini &
potongan harga yg dicantumkan dlm Faktur Pajak
Pabrikan biskuit selaku PKP menyerahkan sejumlah biskuit
hasil produksinya kpd pedagang besar dgn hrg jual seluruhnya
sebesar Rp 100.000.000. atas penyerahan ini terutang PPN
sebesar 11% (tarif baru). Pajak yg terutang dpt dihitung Sbb:
Harga jual biskuit = Rp 100.000.000
PPN terutang sebesar 11% = Rp 11.000.000
DASAR PENGENAAN PAJAK (2)
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 19, yg dimaksud dgn
Penggantian adlh nilai berupa uang, termasuk semua biaya yg
diminta / seharusnya diminta oleh pengusaha krn penyerahan JKP,
ekspor JKP, atau ekspor BKP Tdk Berwujud, tetapi tdk termasuk
PPN yg dipungut menurut UU ini & potongan harga yg dicantumkan
dlm Faktur Pajak atau nilai berupa uang yg dibayar / seharusnya
dibayar oleh Penerima Jasa krn pemanfaatan JKP dan/atau oleh
penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Dlm sebuah perjanjian jasa kebersihan (cleaning service) antara
PT Adi dgn PT Mitra sebuah perusahaan kebersihan, terdpt rincian
biaya yg hrs dibayar oleh pihak yg menerima jasa dlm 1 bln sbb:
Jasa kebersihan Rp 15.000.000
Premi asuransi keselamatan kerja Rp 500.000
Honorarium petugas kebersihan Rp 5.000.000 +
Penggantian Rp 20.500.000
DPP Rp 20.500.000
DASAR PENGENAAN PAJAK (3)
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 20, yg dimaksud dengan
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan
ketentuan dlm peraturan perundang-undangan yg mengatur
mengenai Kepabeanan & Cukai utk Impor BKP, tdk termasuk
PPN atau PPn BM yg dipungut menurut UU ini
Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk
PPN = 11% x Nilai Impor
Contoh : PT. X mengimpor barang A yang memiliki hrg dlm
CIF sebesar US$ 25.000 & berdasarkan buku tarif bea masuk
dari Bea dan Cukai dikenakan bea masuk sebesar 25%, kurs
pajak yg berlaku pd tgl impor (Pemberitahuan Impor Barang)
tsb adlh Rp. 12.000. Perhitungan PPN yang terutang atas
barang yang diimpor PT. X tsb adalah sbb :
DASAR PENGENAAN PAJAK (4)
Perhitungan :
Harga CIF = US$ 25.000
Bea Masuk = 25%
Kurs = Rp. 12.000

Nilai CIF dalam rupiah :


US$ 25.000 x Rp. 12.000 = Rp. 300.000.000
Bea Masuk :
25% x Rp. 300.000.000 = Rp. 75.000.000 +
Nilai Impor = Rp. 375.000.000

PPN = 11% x Rp. 375.000.000


= Rp. 41.250.000
DASAR PENGENAAN PAJAK (5)
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 26, yang dimaksud dgn
Nilai Ekspor adlh nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yg diminta atau seharusnya diminta oleh Eksportir.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No


75/PMK.03/2010 Pasal 1, yg dimaksud dgn Nilai Lain
adlh nilai berupa uang yg ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak
Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam PMK No. 75
/PMK.03/2010 Pasal 1 dijelaskan lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.11/2013 Pasal 2
(Jo. PMK No. 75 /PMK.03/2010 Pasal 1)
TARIF PPN
TARIF PPN
TARIF PPN
TARIF PPN
TARIF PPN
TARIF PPn BM
Tarif PPn BM diatur dalam UU PPN Pasal 8

Ayat 1 : Tarif PPn BM ditetapkan paling rendah 10% &


paling tinggi 200%
Ayat 2 : Ekspor BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dgn
Tarif 0%
Ayat 3 : Ketentuan mengenai kelompok BKP yang tergolong
mewah, yg dikenai PPn BM dgn tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Ayat 4 : Ketentuan mengenai jenis barang yg dikenai PPn BM
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
PERTEMUAN 10

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


(2)
FAKTUR PAJAK (1)
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 1 Angka 23, yg
dimaksud dengan :
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP
yg melakukan penyerahan BKP atau JKP
Faktur Pajak tdk perlu dibuat secara khusus atau berbeda dgn
Faktur Penjualan. Faktur Pajak dpt berupa Faktur Penjualan atau
dokumen ttt yg ditetapkan sbg Faktur Pajak oleh Dirjen Pajak
Fungsi Faktur Pajak :
1. Bukti Pungutan pajak bagi PKP yang menyerahkan BKP / JKP,
dan bagi Dirjen Bea Cukai atas Impor Barang
2. Bukti pembayaran PPN & PPn BM bagi PKP pembeli BKP /
JKP atau bagi yang mengimpor BKP
3. Sarana Pengkreditan Pajak Masukan
4. Dasar Pembuatan Nota Retur
FAKTUR PAJAK (2)
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13,
Ayat 1 : PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap :
a. Penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dlm Pasal 4 ayat
(1) huruf a atau huruf f dan / atau Pasal 16 D.
b. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf c
c. Ekspor BKP Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g, dan / atau
d. Ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf h.
FAKTUR PAJAK (3)
Menurut UU PPN No 42 Tahun 2009 Pasal 13,
Ayat 1(a) : Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dibuat pada :
a. Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
b. Saat penerimaan pembayaran dlm hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau
sebelum penyerahan JKP
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan
d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Permenkeu.

Pd prinsipnya Faktur Pajak hrs dibuat pd saat Penyerahan


atau pd saat Penerimaan Pembayaran dlm hal
pembayaraan terjadi sebelum penyerahan.
FAKTUR PAJAK (4)
Faktur Pajak terdiri dari :
1. FP Standar (termasuk Faktur Pajak Standar)
2. FP Bagi PKP Pedagang Eceran
3. Dokumen Tertentu Yang Ditetapkan Sebagai Faktur Pajak
Oleh Dirjen Pajak

FAKTUR PAJAK STANDAR


Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak
Saat Pembuatan Faktur Pajak Standar seperti yang diatur
dalam PER-24/PJ/2012 Pasal 2 sama dengan UU PPN No
42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 1(a)
Hal – hal yg termuat dalam Faktur Pajak Standar seperti yang
diatur dalam PER-24/PJ/2012 Pasal 5 sama dengan UU PPN
No 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 5
FAKTUR PAJAK (4)
Faktur Pajak terdiri dari :
1. FP Standar (termasuk Faktur Pajak Standar)
2. FP Bagi PKP Pedagang Eceran
3. Dokumen Tertentu Yang Ditetapkan Sebagai Faktur Pajak
Oleh Dirjen Pajak

FAKTUR PAJAK STANDAR


Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak
Saat Pembuatan Faktur Pajak Standar seperti yang diatur
dalam PER-24/PJ/2012 Pasal 2 sama dengan UU PPN No
42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 1(a)
Hal – hal yg termuat dalam Faktur Pajak Standar seperti yang
diatur dalam PER-24/PJ/2012 Pasal 5 sama dengan UU PPN
No 42 Tahun 2009 Pasal 13 ayat 5
FAKTUR PAJAK (5)
Kelengkapan Faktur Pajak Standar diatur dgn PER-
24/PJ/2012 Pasal 6 :
Ayat 1 : Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dlm Psl 5 wajib
diisi scr lengkap, jelas & benar serta ditandatangani oleh PKP
/ pejabat / pegawai yg ditunjuk oleh PKP utk
menandatanganinya

Faktur Pajak yg tdk diisi scr lengkap, jelas & benar, tdk
ditanda tangani dan/atau ditandatangani menggunakan cap,
dibuat melampaui batas yg ditentukan, dibuat oleh
pengusaha yg blm / tidak dikukuhkan sbg PKP serta
termasuk kesalahan dlm pengisian kode & nomor seri
merupakan Faktur Pajak cacat
FAKTUR PAJAK (6)
Permintaan nomor Seri Faktur Pajak Standar diatur dgn SE–
20/PJ/2014 :
Ayat 1 :
PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini

Ayat 2 :
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu :
a.2 (dua) digit Kode Transaksi;
b.1 (satu) digit Kode Status; dan
c.13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
FAKTUR PAJAK (7)

Kode & Nomor Seri Faktur Pajak sesuai Lampiran III PER-
24/PJ/2012 adalah sbb :

Keterangan :
1.Penulisan Kode & Nomor Seri Faktur Pajak hrs lengkap
sesuai dgn banyaknya digit
2.Kode Faktur Pajak meliputi Kode Transaksi & Kode Status
3.Kode Faktur Pajak diisi sendiri oleh WP
FAKTUR PAJAK (8)
Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sbb :
- 01 : Digunakan utk penyerahan BKP dan / atau JKP yg
terutang PPN & PPN nya dipungut oleh PKP Penjual yg
melakukan penyerahan BKP dan / atau JKP. Kode ini
digunakan dlm hal bukan merupakan jenis penyerahan
sebagaimana dimaksud pd kode 04 s.d kode 09
- 02 : Digunakan utk penyerahan BKP dan / atau JKP kpd
Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yg PPN nya
dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah
- 03 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kpd
Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah)
yg PPN nya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain
Bendahara Pemerintah), seperti Kontraktor Kontrak Kerja
Sama Pengusahaan Minyak & Gas
FAKTUR PAJAK (9)
- 04 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yang
menggunakan DPP Nilai Lain yg PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yg melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
- 05 : Kode ini tdk digunakan
- 06 : Digunakan utk penyerahan lainnya yg PPNnya di pungut
oleh PKP Penjual yg melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP, & penyerahan kpd OP pemegang paspor LN (turis
asing) sebagaimana dimaksud dlm Psl 16E UU PPN
- 07 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yg
mendapat fasilitas PPN Tdk Dipungut atau Ditanggung
Pemerintah (DTP)
- 08 : Digunakan utk penyerahan BKP dan/atau JKP yg
mendpt fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN
- 09 : digunakan utk penyerahan Aktiva Pasal 16D yg PPN
nya dipungut oleh PKP Penjual yg melakukan penyerahan
BKP
FAKTUR PAJAK (10)
Contoh :

0 1 0 . 9 0 0 - 1 3 . 0 0 0 0 0 0 0 1
Kode & Nomor Seri Faktur Pajak tsb memiliki arti :
- Penyerahan yg terutang PPN dan PPN nya dipungut oleh
PKP penjual yg melakukan penyerahan BKP dan / atau
JKP. Hal ini ditunjukkan dgn kode transaksi 01
- Faktur Pajak Normal (bukan Faktur Pajak Pengganti). Hal
ini ditunjukkan dgn kode Status 0
- Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan
Faktur Pajak tahun 2013 nomor 1
- Nomor Seri 900-13.00000001 sesuai dgn nomor seri
pemberian dari Dirjen Pajak
FAKTUR PAJAK (11)
Contoh :

0 1 1 . 9 0 0 - 1 3 . 0 0 0 0 0 0 0 1
Kode & Nomor Seri Faktur Pajak tsb memiliki arti :
- Penyerahan yg terutang PPN dan PPN nya dipungut oleh
PKP penjual yg melakukan penyerahan BKP dan / atau
JKP. Hal ini ditunjukkan dgn kode transaksi 01
- Faktur Pajak Pengganti. Hal ini ditunjukkan dgn kode
Status 1
- Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan
Faktur Pajak tahun 2013 nomor 1
- Nomor Seri 900-13.00000001 sesuai dgn nomor seri
pemberian dari Dirjen Pajak
FAKTUR PAJAK (12)
DEFINISI FAKTUR PAJAK BAGI
PKP PEDAGANG ECERAN
Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. PER-58/PJ./2000
Pasal 1 Ayat 1 : PKP Pedagang Eceran yg selanjutnya
disebut PKP PE adlh PKP yg dlm kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dgn cara sbb :
1. Melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko & kios
atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen
akhir ke tempat konsumen akhir lainnya
2. Dgn cara penjualan eceran yg dilakukan langsung kepada
konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelan
3. Pada umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli
dilakukan scr tunai & penjual langsung menyerahkan BKP
atau pembeli langsung membawa BKP yang dibelinya
FAKTUR PAJAK (13)
Menurut Peraturan Dirjen Pajak No. PER-27/PJ/2011 :
Pasal 1 :
Dokumen ttt yg kedudukannya dipersamakan dgn Faktur
Pajak antara lain :
1.Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yg tlh diberikan
persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
2.Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yg dibuat / di
keluarkan oleh BULOG/DOLOG utk penyaluran tepung terigu
3.Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yg dibuatkan /
dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan
Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak
4.Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh
perusahaan telekomunikasi
FAKTUR PAJAK (14)
5. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan
listrik
6. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan
identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan NPWP,
dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat
Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti
pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor
Barang Kena Pajak
FAKTUR PAJAK (15)
Berdasarkan Psl 4 ayat 1 PerMenKeu No. 151/PMK.03/2013
Faktur Pajak berbentuk :
1. Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur) yaitu Faktur Pajak yang
dibuat secara elektronik sesuai PerDirJen Pajak mengenai
tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk
elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
2. Faktur Pajak berbentuk Kertas (hardcopy) yaitu Faktur
Pajak yg dibuat tdk scr elektronik berdasarkan PerDirJen
Pajak utk setiap penyerahan dan/atau ekspor BKP
dan/atau penyerahan dan/atau ekspor JKP
FAKTUR PAJAK (15)
Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak
Berbentuk Elektronik diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 Jo. PER-
31/PJ/2017

Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan


Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
136/PJ/2014
PAJAK MASUKAN & PAJAK KELUARAN
Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 24, yang dimaksud
dengan Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan BKP
dan / atau JKP dan / atau pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari Luar Daerah Pabean dan / atau pemanfaatan JKP dari
luar daerah pabean dan / atau Impor BKP

Berdasarkan UU PPN Pasal 1 ayat 25, yang dimaksud


dengan Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, Ekspor BKP berwujud,
Ekspor BKP tidak berwujud dan / atau JKP
PENGKREDITAN PM (1)
Persyaratan umum PM dapat dikreditkan
1.Syarat Formal :
a.Tercantum dalam faktur pajak standar atau dokumen yang
diperlakukan sebagai FP standar;
b.Belum dilakukan pemeriksaan

2.Syarat Material
a.Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha;
b.Belum dibebankan sebagai biaya

UU PPN Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa Pajak Masukan


dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dgn Pajak Keluaran
dalam masa pajak yang sama
PENGKREDITAN PM (2)
UU PPN Pasal 9 ayat 2b menyatakan bahwa Pajak Masukan
yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yg
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam UU
PPN Pasal 13 ayat 5 dan ayat 9

UU PPN Pasal 9 ayat 3 menyatakan bahwa Apabila dalam


suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan
Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak

UU PPN Pasal 9 ayat 4 menyatakan bhw Apabila dlm suatu


masa pajak, Pajak Masukan yg dpt dikreditkan lebih besar
drpd Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan
pajak yg dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
PENGKREDITAN PM (3)

INGAT
Jika
PM > PK = Pajak Lebih bayar
Jika
PM < PK = Pajak Kurang bayar
PENGKREDITAN PM (4)
CONTOH SOAL PENGKREDITAN PM

PT. Mikita Cookies telah dikukuhkan sebagai PKP dan berikut ini
informasi berkaitan dengan PM yang telah dibayar dan PK yang
dipungut selama 1 semester :
Januari 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 6.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 3.000.000
Februari 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 6.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 7.000.000
Maret 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 6.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 12.000.000
PENGKREDITAN PM (5)

April 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 5.500.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 0
Mei 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 10.960.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 0
Juni 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 0
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 10.700.000

Berdasarkan informasi diatas, hitunglah besarnya Pajak Lebih


Bayat atau Pajak Kurang Bayar PT. Mikita Cookies pada bulan
Januari s.d Juni 2014
PENGKREDITAN PM (6)
Jawab :
Januari 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 3.000.000
Pajak Masukan : Rp. 6.000.000 _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 3.000.000)

Februari 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 7.000.000
Pajak Masukan : Rp. 6.000.000 _
PPN Kurang Bayar : Rp. 1.000.000
Kompensasi PPN LB Jan 2014 : (Rp. 3.000.000) _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 2.000.000)
PENGKREDITAN PM (7)
Maret 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 12.000.000
Pajak Masukan : Rp. 6.000.000 _
PPN Kurang Bayar : Rp. 6.000.000
Kompensasi PPN LB Feb 2014 : (Rp. 2.000.000) _
PPN Kurang Bayar : Rp. 4.000.000

April 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 0
Pajak Masukan : Rp. 5.500.000 _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 5.500.000)
PENGKREDITAN PM (8)
Mei 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 0
Pajak Masukan : Rp. 10.960.000 _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 10.960.000)
Kompensasi PPN LB Mar 2014 : (Rp. 5.500.000) _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 16.460.000)

Juni 2014 :
Pajak Keluaran : Rp. 10.700.000
Pajak Masukan : Rp. 0_
PPN Kurang Bayar : Rp. 10.700.000
Kompensasi PPN LB Mei 2014 : (Rp. 16.460.000) _
PPN Lebih Bayar : (Rp. 5.760.000)
PENGKREDITAN PM (9)
Berdasarkan UU PPN Pasal 9 ayat 8 dan Pasal 16B ayat 3,
PAJAK MASUKAN TIDAK DAPAT DIKREDITKAN untuk
pengeluaran sbb :
Pasal 9 ayat 8
Huruf (a) : Perolehan BKP / JKP sblm Pengusaha dikukuh-
kan sbg PKP
Huruf (b) : Perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha
Huruf (c) : Perolehan dan Pemeliharaan kendaraan bermotor
jenis sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang
dagangan atau disewakan.
Huruf (d) : Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum
Pengusaha dikukuhkan sbg PKP
PENGKREDITAN PM (10)
Huruf (f) : Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 atau tidak mencantumkan nama,
alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP
Huruf (g) : Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau
pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang faktur
pajaknya tidak memenuhi ketentuan UU PPN
Huruf (h) : Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya
ditagih dengan penerbitan Ketetapan Pajak
Huruf (i) : Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya
tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang ditemukan pada
waktu dilakukan pemeriksaan
Huruf (j) : Perolehan BKP selain barang modal atau JKP
sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 9 ayat 2a
PENGKREDITAN PM (11)
Pasal 16b ayat 3
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau
perolehan JKP yang atas penyerahaannya dibebaskan dari
pengenaan PPN
PERTEMUAN 11

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


(3)
PENGISIAN SPT PPN 1111 (1)
Berdasarkan UU KUP No 16 Thn 2009, hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh PKP dalam pengisian SPT adlh sbb :
1. Setiap PKP wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa
PPN dengan benar, lengkap, dan jelas serta
menandatanganinya.
2. SPT Masa PPN ditandatangani oleh PKP atau orang yang
diberi kuasa menandatangani sepanjang dilampiri dengan
surat kuasa khusus.
3. PKP harus mengambil sendiri formulir SPT Masa PPN ke
KPP atau KP2KP atau dgn cara mengunduh (download)
melalui laman www.pajak.go.id
4. Penyampaian SPT Masa PPN dilakukan secara langsung
ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP2KP atau tempat
lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak
PENGISIAN SPT PPN 1111 (2)
5. Selain disampaikan scr langsung, SPT Masa PPN dpt di –
sampaikan melalui pos dgn bukti pengiriman atau dgn cara
lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dan
perubahan/penggantinya.
6. Setiap PKP yang dengan sengaja tidak menyampaikan
SPT Masa PPN atau menyampaikan SPT Masa PPN
dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 4 (empat)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (1)

SPT Masa PPN 1111 terdiri dari :


1.Induk SPT Masa PPN
2.Lampiran SPT Masa PPN, baik dlm bentuk formulir kertas
(hard copy) atau data elektronik, yg merupakan satu kesatuan
yg tidak terpisahkan, yg masing-masing diberi nomor, kode,
dan nama formulir.

Nomor, kode dan nama formulir SPT Masa PPN 1111 adalah
sebagai berikut :
No Nomor & Nama Formulir Keterangan
Kode Formulir
1 1111 SPT Masa PPN Induk SPT Masa PPN
(F.1.2.32.04)
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (2)

2 1111 B Rekapitulasi Lampiran SPT Masa PPN


(D.1.2.32.07) Penyerahan & sbg Sub Induk SPT Masa
Perolehan PPN, memuat keterangan
rekapitulasi penyerahan,
perolehan & penghitungan
PM yg dpt dikreditkan
1111 A1 Daftar ekspor Lampiran SPT Masa PPN
3 (D.1.2.32.08) BKP Berwujud, utk melaporkan Pemberita
BKP tdk Ber – huan Ekspor Brg,
wujud, dan / Pemberitahuan Ekspor
atau JKP JKP / BKP tdk Berwujud
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (3)

4 1111 A2 Daftar PK atas Lampiran SPT Masa PPN


(D.1.2.32.09) Penyerahan Dlm utk Melaporkan :
Negeri Dgn − FP selain FP yg
Faktur Pajak menurut ketentuan
diperkenankan utk tdk
mencantumkan
identitas pembeli serta
nama & tanda tangan
penjual, yg diterbitkan
− Nota Retur / Nota
Pembatalan yg diterima
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (4)

5 1111 B1 Daftar PM yg dpt Lampiran SPT Masa


(D.1.2.32.10) Dikreditkan atas PPN utk melaporkan
Impor BKP & Pe – Pemberi – tahuan impor
manfataan BKP Brg atas impor BKP
tdk Berwujud / JKP dan/atau SSP atas
dari Luar Daerah Pemanfaatan BKP Tidak
Pabean Berwujud / JKP dari luar
Daerah Pabean
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (5)

6 1111 B2 Daftar PM yg dpt Lampiran SPT Masa


(D.1.2.32.11) kreditkan atas PPN utk Melaporkan :
Perolehan BKP / − FP yg dpt dikreditkan,
JKP Dlm Negeri yg diterima
− Nota Retur / Nota Pem
batalan atas pengem –
balian BKP /
pembatalan JKP yg
PM nya dpt dikredit
kan, yg diterbitkan
BENTUK & ISI SPT MASA PPN 1111 (6)

7 1111 B3 Daftar PM yg tdk Lampiran SPT Masa


(D.1.2.32.12) dikreditkan atau PPN utk Melaporkan :
yang Mendapat − Faktur Pajak yg tdk
Fasilitas dikreditkan atau men
dapat fasilitas, yang
diterima
− Nota Retur / Nota
Pembatalan atas
pengembalian BKP /
pembatalan JKP yg
PM nya tidak dikredit
kan atau mendapat
fasilitas, yang diterbit
kan
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI (1)

1. Yang Wajib Mengisi SPT Masa PPN 1111


Setiap PKP wajib mengisi menyampaikan SPT Masa PPN
1111 ini, kecuali PKP yg menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan PM sebagaimana dimaksud dlm
UU PPN Psl 9 ayat (7) & ayat (7a). Khusus bagi PKP yg
menghasilkan BKP yg tergolong mewah, dlm hal PKP ybs
melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah maka
kolom PPnBM pada masing-masing formulir juga harus diisi.
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI (2)
2. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPn BM & Batas Waktu
serta Tempat Pelaporan SPT Masa PPN 1111
a. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM
- PPN / PPnBM yg terutang dlm satu Masa Pajak, hrs di setor
paling lama akhir bln berikutnya stlh berakhirnya Masa Pajak
& sblm SPT Masa PPN 1111 disampaikan.
- Dlm hal tgl jatuh tempo penyetoran bertepatan dgn hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dpt
dilakukan pd hari kerja berikutnya.
b. Batas Waktu Pelaporan SPT Masa PPN 1111
- SPT Masa PPN 1111 harus disampaikan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
- Dlm hal batas akhir pelaporan bertepatan dgn hari libur
termasuk hari Sabtu / hari libur nasional, pelaporan SPT Masa
PPN 1111 dpt dilakukan pd hari kerja berikutnya.
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI (3)
4. Cara Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN 1111
a. SPT Masa PPN 1111 dapat disampaikan oleh PKP dengan
cara :
- Manual yaitu Disampaikan langsung ke KPP, KP2KP, atau
tempat lain yang ditetapkan dengan Peraturan Dirjen Pajak,
dan atas penyampaian SPT Masa PPN 1111 tersebut PKP
akan menerima tanda bukti penerimaan atau Disampaikan
melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan
jasa kurir, dgn bukti pengiriman surat. Bukti pengiriman
surat tsb dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal
penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI (4)
- elektronik (e-Filing), yaitu melalui sistem online yg real
time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia
Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yg
tata cara penyampaiannya diatur lebih lanjut dgn
Peraturan Dirjen Pajak No. 47/PJ/2008 ttg Tata Cara
Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan
Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalu ASP dan
perubahan / penggantinya
HAL – HAL YANG PERLU DIKETAHUI (5)
Disampaikan
Formulir kertas secara manual
(hard copy)

KPP/KP2KP
Secara manual Pos/ekspedisi/kurir
(Media Elektronik)
Bentuk SPT

Disampaikan
Sistem online yang
realtime melalui
Data elektronik
website DJP
(e-SPT)
Secara elektronik Perusahaan ASP
CD
(e-Filing)
Soal Essay
PT. Tata telah dikukuhkan sebagai PKP dan berikut ini informasi
berkaitan dengan PM yang telah dibayar dan PK yang dipungut
selama 1 semester :
Januari 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 5.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 3.000.000
Februari 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 5.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 8.000.000
Maret 2014 :
Pajak yang telah dibayar saat perolehan BKP … Rp. 7.000.000
Pajak keluaran yang telah dipungut …………….. Rp. 10.000.000
Berdasarkan informasi diatas, hitunglah besarnya Pajak Lebih
Bayat atau Pajak Kurang Bayar PT. Tatapada bulan Januari s.d
Juni 2018
PERTEMUAN 12

PAJAK DAERAH
PAJAK DAERAH
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada Daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jenis Pajak Daerah


1. Pajak Propinsi
2. Pajak Kabupaten/Kota
MANFAAT PAJAK DAERAH
- Mendorong peningkatan konsumsi (C)
- Menarik Investasi (I)
- Memberikan peningkatan output ekonomi (Y)
- Peningkatan pajak daerah juga akan memberi efek terhadap
belanja pemerintah untuk digunakan meningkatkan pelayanan
publik, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat (G).
Peran Pajak Daerah Dalam Tax Ratio
Faktor Kunci Meningkatkan Pajak Daerah
PAJAK PROPINSI (1)
Pajak Propinsi , meliputi:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang memiliki
dan/atau menguasai kendaraan bermotor

Objek Pajak : Kepemilikan dan/atau penguasaan


kendaraan bermotor.
Termasuk dalam pengertian Kendaraan bermotor adalah
kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang
dioperasikan di semua jenis jalan darat dan kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor
GT 5 (5 Gross Tonnage) sampai dengan GT 7.
PAJAK PROPINSI (2)
Bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor :
- Kereta api
- Kendaraan yg semata-mata digunakan untuk
pertahanan dan keamanan negara
- Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dgn asas
timbal balik & lembaga-lembaga internasional yg mem-
peroleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah
- Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm peraturan daerah

Dasar Penggenaan Pajak (DPP) : Hasil perkalian dari 2


unsur pokok, yaitu Nilai jual kendaraan bermotor & Bobot
yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan
kendaraan bermotor
PAJAK PROPINSI (3)
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor :
a.Kendaraan Bermotor Pribadi
-Utk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling
rendah sebesar 1% dan paling tinggi 2%
-Utk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan
seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif
paling rendah 2% dan paling tinggi sebesar 10%
b.Angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial
keagamaan, pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah daerah,
dan kendaraan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan
daerah paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi
sebesar 1%
c.Kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar
ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi
sebesar 0,2%
PAJAK PROPINSI (4)
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat menerima
penyerahan kendaraan bermotor

Objek Pajak : Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor

Bukan Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor :


- Kereta api
- Kendaraan yg semata-mata digunakan untuk pertahanan dan
keamanan negara
- Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai
kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dgn asas timbal
balik & lembaga-lembaga internasional yg mem- peroleh
fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah
- Objek pajak lainnya yg ditetapkan dlm peraturan daerah
PAJAK PROPINSI (5)
DPP : Nilai Jual Kendaraan Bermotor

Tarif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor:


a.Penyerahan Pertama sebesar 20%
b.Penyerahan Kedua da seterusnya sebesar 1%

Dan khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan


alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif
pajak ditetapkan paling tinggi sbb :
a.Penyerahan pertama sebesar 0,75% dan
b.Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%
PAJAK PROPINSI (6)
3. Pajak Bahan Bakar
Objek Pajak : bahan bakar kendaraan bermotor yang
disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan
bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk
kendaraan di air

Subjek Pajak : konsumen bahan bakar kendaraan bermotor

DPP : nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum


dikenakan PPN

Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan


peraturan daerah)
PAJAK PROPINSI (7)
4. Pajak Air Permukaan
Objek Pajak : Pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan

Bukan Objek Pajak :


a. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan utk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian &
perikanan rakyat, dgn tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan dan peraturan perundang-undangan
b. Pengambilan dan/atau pemanfaatan Air permukaan
lainnya yang ditetapkan Perda

Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang dapat


melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan
PAJAK PROPINSI (8)
DPP : Nilai perolehan Air permukaan
Nilai perolehan Air permukaan dinyatakan dlm rupiah yang
dihitung dgn mempertimbangkan sebagian atau seluruh
nya faktor-faktor berikut ini : Jenis sumber air, Lokasi
sumber air, Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan
air, Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan,
Kualitas air, Luas areal tempat pengambilan dan/atau
pemanfaatan air, Tingkat kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air
Penggunaan faktor-faktor tsb disesuaikan dengan kondisi
masing-masing Daerah dan besarnya Nilai Perolehan Air
Permukaan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur

Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan


peraturan daerah)
PAJAK PROPINSI (9)
5. Pajak Rokok
Objek Pajak : Konsumsi rokok (yg meliputi Siraget, Cerutu,
dan Rokok Daun)

Bukan Objek Pajak : Rokok yg tdk dikenai cukai berdasar


kan peraturan perundang-undangan dibidang cukai

Subjek Pajak : Konsumen Rokok

DPP : Cukai yg ditetapkan oleh Pemerintah thdp Rokok

Tarif Pajak : 10% dari Cukai Rokok


PAJAK KABUPATEN / KOTA (1)
1. Pajak Hotel
Objek Pajak : Pelayanan yg disediakan hotel dgn pem-
bayaran, termasuk jasa penunjang sbg kelengkapan hotel
yg sifatnya memberi kemudahan & kenyamanan (fasilitas
olahraga & hiburan, fasilitas telepon, fax, teleks, internet,
fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transfortasi, dan
fasilitas sejenis lainnya yang disediakan/dikelola hotel).

Bukan Objek Pajak :


a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau Pemda
b. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
c. Jasa tempat tinggal dipusat pendidikan/kegiatan
keagamaan
PAJAK KABUPATEN / KOTA (2)
d. Jasa tempat tinggal di RS, asrama perawat, panti
jompo, panti asuhan & panti sosial lainnya yg sejenis
e. Jasa biro perjalanan/perjalanan yang diselenggarakan
oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum

Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang melakukan


pembayarankepada orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel

DPP : Jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar


kepada Hotel

Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan


Perda)
PAJAK KABUPATEN / KOTA (3)
2. Pajak Restoran
Objek Pajak : Pelayanan yang disediakan oleh Restoran
(meliputi pelayanan penjualan makanan dan/ atau
minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi
di tempat pelayanan maupun di tempat lain)
Bukan Objek Pajak : Pelayanan yang disediakan oleh
restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yang membeli
makanan dan/atau minuman dari Restoran
DPP : Jumlah pembayaran yang diterima atau yang
seharusnya diterima Restoran
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10% (sesuai dgn Perda)
PAJAK KABUPATEN / KOTA (4)
3. Pajak Hiburan
Objek Pajak : Tontonan Film, Pagelaran kesenian, musik,
tari, dan/atau busana, Kontes kecantikan, binaraga,
Pameran, Diskotik, karaoke, klab malam, Sirkus, akrobat,
dan sulap, Permainan bilyar, golf, dan boling, Pacuan
kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan,
Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran,
dan Pertandingan olahraga

Subjek Pajak: Orang pribadi / badan yg menikmati hiburan

DPP : Jmlh uang yg diterima atau yg seharusnya diterima


oleh penyelenggara hiburan termasuk potongan harga
tiket Cuma-Cuma yg diberikan kepada penerima hiburan
PAJAK KABUPATEN / KOTA (5)
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 35%
Khusus untuk pajak hiburan berupa pagelaran busana,
kontes kencatikan, diskotik, karaoke, klab malam,
permainan ketangkasan, panti pijat, & mandi uap/spa, tarif
pajak hiburan dpt ditetapkan paling tinggi sebesar 75%
Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif
pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
PAJAK KABUPATEN / KOTA (6)
4. Pajak Reklame
Objek Pajak : Semua peyelenggaraan Reklame, yang
meliputi : Reklame papan / bilboard / videotron / megatron,
Reklame kain, Reklame melekat, stiker, Reklame
selebaran, Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,
Reklame udara, Reklame apung, Reklame suara,
Reklame film / slide. Reklame peragaan

Bukan Objek Pajak :


a. Penyelengaraan reklame melalui internet, televisi, radio,
warta harian, warta mingguan, warta bulanan
b. Label/merek produk yang melekat pada barang yg
diperdagangkan, yg berfungsi untuk membedakan dari
produk sejenis lainnya
PAJAK KABUPATEN / KOTA (7)
c. Nama pegenal usaha atau profesi yang dipasang
melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi
diselenggarakan sesuai dgn ketentuan yg mengatur
nama pengenl usaha tersebut atau profesi tersebut
d. Reklame yg diselengarakan oleh pemerintah atau perda
e. Penyelenggaraan reklame lainnya yg ditetapkan dgn
peraturan daerah

Subjek Pajak: Orang pribadi atau badan yg menggunakan


reklame

DPP : Nilai sewa reklame

Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 25%


PAJAK KABUPATEN / KOTA (8)
5. Pajak Penerangan Jalan
Objek Pajak : penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan
sendiri maupun yg diperoleh dari sumber lain
Bukan Objek Pajak :
a. Penggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan
pemerintah Daerah
b. Penggunaan tenaga listrik pd tempat2 yg digunakan oleh
kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas
timbal balik
c. Penggunaan tenaga listrik yg dihasilkan sendiri dgn
kapasitas ttt yg tdk memerlukan izin dr instansi teknis terkait
d. Penggunaan tenaga listrik lainnya yg diatur dgn perda
Subjek Pajak: Orang pribadi atau badan yg dapat menggunakan
tenaga listrik
PAJAK KABUPATEN / KOTA (9)
DPP :
a. Jika tenaga listrik berasal dari sumber lain dgn
pembayaran, maka nilai jual tenaga listrik adlh jmlh
tagihan biaya beban / tetap ditambah dgn biaya
pemakaian kWh/variabel yg ditagihkan dlm rek listrik.
b. Jika tenaga listrik dihasilkan sendiri, nilai jual tenaga listrik
dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat
penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan
harga satuan listrik yg berlaku di wilayah daerah ybs
Tarif Pajak : Paling tinggi sebesar 10%. Penggunaan tenaga
listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak
bumi dan gas alam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan
paling tinggi sebesar 3%, sedangkan penggunaan tenaga
listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak penerangan jalan
ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%
PAJAK KABUPATEN / KOTA (10)
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Objek Pajak : kegiatan pengambilan mineral bukan logam
dan batuan yg meliputi: asbes, batu tulis, batu setengah
permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit,
dolomit, feldspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips,
kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,
opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit,
phospat, talk, tanah serap, tanah diatone, tanah liat,
tawas, tras, yarosit, zeolit, basal, trakkit, dll
Bukan Objek Pajak :
a. Kegiatan pengambilan Mineral bukan logam dan batuan
yg nyata2 tidak dimanfaatkan secara komersial, sprt
kegiatanpengambilan tanah untuk keperluan rumah
rangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman
kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas
PAJAK KABUPATEN / KOTA (11)
b. Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam & batuan
yg merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan
lainnya, yg tidak dimanfaatkan scr komersial
c. Pengambilan Mineral bukan logam dan batuan lainnya
yg ditetapkan dgn Peraturan Daerah
Subjek Pajak: org pribadi atau badan yg dapat
menggambil Mineral Bukan logam dan batuan

DPP : Nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam


dan batuan yg dihitung dgn mengalikan volume/tonase
hasil pengambilan dgn nilai pasar atau harga standar
masing2 jenis mineral bukan logam dan batuan
Tarif Pajak Paling tinggi sebesar 10% (ditetapkan dengan
Perda)
PAJAK KABUPATEN / KOTA (12)
7. Pajak Parkir
Objek Pajak : penyelenggaraan tempat parkir diluar badan
jalan, baik yg disediakan sbg suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
Bukan Objek Pajak :
a. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah dan
pemerintah daerah
b. Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yg
hanya digunakan untuk karyawannya sendiri
c. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat,
dan perwakilan negara asing dgn asas timbal balik
d. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yg diatur dgn
peraturan daerah
PAJAK KABUPATEN / KOTA (13)
Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yg melakukan
parkir kendaraan bermotor

DPP : Jumlah pembayaran atau yg seharusnya dibayar


kpd penyelenggara tempat parkir, termasuk potongan
harga parkir dan parkir Cuma-Cuma yg diberikan kpd
penerima jasa parkir
Tarif Pajak Paling tinggi sebesar 30%
PAJAK KABUPATEN / KOTA (14)
8. Pajak Air Tanah
Objek Pajak : Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
Bukan Objek Pajak :
a. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan
perikanan rakyat, serta peribadatan
b. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah lainnya
yang diatur dengan peraturan daerah Penyelenggaraan
tempat parkir oleh perkantoran yg hanya digunakan untuk
karyawannya sendiri

Subjek Pajak : Orang pribadi/badan yang melakukan


pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah
PAJAK KABUPATEN / KOTA (15)
DPP : nilai perolehan air tanah yg ditetapkan dgn
peraturan bupati/walikota. Nilai perolehan air tanah
dinyatakan dlm rupiah yg dihitung dgn mempertimbangkan
sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut : Jenis sumber
air, Lokasi sumber air, Tujuan pengambilan dan/atau
pemanfaatan air, Volume air yg diambil dan/atau di
manfaatkan, Kualitas air, Tingkat kerusakan lingkunganyg
diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air

Tarif Pajak Paling tinggi sebesar 20%


PAJAK KABUPATEN / KOTA (16)
9. Pajak Sarang Burung Walet
Objek Pajak : Pengambilan dan/atau pengusahaan sarang
burung walet
Bukan Objek Pajak :
a. Pengambilan sarang burung walet yg telah dikenakan
penerimaan Negara bukan pajak
b. Kegiatan pengambilan dan/atau pengusahan sarang
burung walet lainnya yg ditetapkan dgn perda

Subjek Pajak : Orang pribadi atau badan yg melakukan


pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung
walet
PAJAK KABUPATEN / KOTA (17)
DPP : Nilai jual sarang burung walet yg dihitung
berdasrkan perkalian antara harga pasran umum sarang
burung walet yg berlaku di daerah yg bersangkutan dgn
volume sarng burung walet

Tarif Pajak Paling tinggi sebesar 10%


PERTEMUAN 13

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


DEFINISI PAJAK BUMI BANGUNAN

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak kebendaan


atas bumi dan/atau bangunan yang dikenakan terhadap orang
pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai hak
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki,
menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

Bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan atau


kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh
manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila
mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau
kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak.
SUBJEK PAJAK & WAJIB PAJAK
Subjek Pajak PBB adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memper-
oleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas bagunan.

Wajib Pajak PBB adalah subjek pajak yang dikenakan


kewajiban membayar pajak.

Tanda bukti pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan


bukti pemilikan hak.

DJP dapat menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak


apabila suatu objek pajak belum jelas diketahui wajib
pajaknya.
KETENTUAN DIRJEN PAJAK TENTANG
SUBJEK PBB
Ketentuan DirJen Pajak dlm menentukan subjek pajak sbg
WP apabila objek pajak belum jelas pajaknya, contohnya:
1. Subjek pajak A memanfaatkan atau menggunakan bumi
dan/atau bangunan milik orang lain bernama B, bukan krn
sesuatu hak berdasarkan UU atau bukan karena perjanjian
maka dalam hal demikian A yg memanfaatkan atau meng
gunakan bumi dan/atau bangunan tsb ditetapkan sbg WP
2. Suatu objek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan
dipengadilan, maka orang atau badan yang memanfaatkan
atau menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sbg WP
3. Subjek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah
letak objek pajak, sedang untuk merawat objek pajak
tersebut dikuasakan kepada orang lain atau badan maka
orang atau badan yg diberi kuasa dapat ditunjuk sbg WP
DEFINISI OBJEK PAJAK PBB
Objek Pajak adalah : bumi dan/atau bangunan

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada


dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan perdalaman
serta laut wilayah Indonesia
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah : jalan
lingkungan (jalan komplek hotel, pabrik,yang menjadi satu
kesatuan dengan komplek bangunan), jalan TOL, kolam
renang, pagar mewah, tempat olah raga, tempat
penampungan/kilang minyak, pipa minyak, air dan gas,
fasilitas lain yang memberikan manfaat.
KLASIFIKASI OBJEK PAJAK PBB
Klasifikasi objek PBB diatur oleh Menteri Keuangan.

Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi


dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai
pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang
terhutang.

Faktor-faktor yg digunakan utk menentukan klasifikasi


bumi / tanah adlh : Letak, Peruntukan, Pemanfaatan dan
Kondisi lingkungan

Faktor-faktor yang digunakan dalam menentukan


klasifikasi bangunan adalah : Bahan yang digunakan,
Rekayasa, Letak, Kondisi lingkunan dan lain-lain
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB (1)
Objek Pajak yg tdk dikenakan PBB adlh objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial,kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang
sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa,
dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
oleh yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB (2)
Yg dimaksud tdk memperoleh keuntungan adlh bahwa objek
pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan
nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan.
Contoh : Pesantren, Madrasah, Tanah Wakaf & RS Umum
Sesuai dengan Surat Menteri Keuangan RI kepada Menteri
Perumahan Rakyat bahwa tanah dan bangunan yang nyata-
nyata untuk sarana kepentingan umum dan sosial serta tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah objek
pajak yang tidak dikenakan PBB.

Untuk mendapat pembebasan pajak terlebih dahulu harus


dilakukan penelitian guna memperoleh kepastian bahwa:
1.Tanah dan/atau bangunan tersebut nyata-nyata (de facto)
telah digunakan sbg fasilitas umum dan/atau sarana sosial
OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB (3)
2. Tanah dan/atau bangunan tersebut semata-mata
digunakan untuk kepentingan umum/sosial dan tidak untuk
mencari keuntungan
3. Tanah dan/atau bangunan tersebut dapat berstatus telah /
belum diserahkan oleh pengelola kawasan industri maupun
real estate kpd pemerintah daerah setempat.

Untuk mendapatkan pembebasan sebagai objek pajak yang


tidak dikenakan biaya PBB, maka Wajib Pajak mengajukan
surat permohonan kepada Kantor Pelayanan PBB
setempat dengan disertakan bukti surat-surat dan
keterangan/gambar situasi (site plan) yang diperlukan.
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (1)
Sektor Perdesaan dan Perkotaan adalah objek Pajak Bumi
dan bangunan yang meliputi kawasan pertanian, perumahan,
perkantoran, pertokoan, industri serta objek khusus perkotaan.
Pengalihan pengelolaan PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan
(P2) ke pemerintah Kabupaten/Kota masih dikenakan Pajak
Pusat paling lambat sampai dengan 31 Desember 2013.
sementara PBB sektor Perkebunan, Perhutanan dan
Pertambangan (P3) masih tetap menjadi Pajak Pusat.
Keuntungan PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan menjadi
Pajak Daerah Kabupaten/Kota yaitu Penerimaan dari PBB
100% akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Saat
dikelola oleh Pemerintah Pusat/DJP pemerintah kabupaten/
kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8%
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (2)
Cara mendaftarkan Objek PBB Perdesaan dan Perkotaan
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diisi oleh WP
dgn jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh WP &
disampaikan kepada Kepala Daerah yang wilayah kerjanya
meliputi objek pajak selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak. Berdasarkan
SPOP, Kepala Daerah menerbitkan SPPT.
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (3)
Penentuan besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas Objek Pajak
Sektor Perdesaan dan Perkotaan adalah :
1. Objek Pajak berupa tanah adlh sebesar nilai konversi
setiap Zona Nilai Tanah (ZNT) kedlm klasifikasi,
penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi
(tanah). ZNT adalah zona geografis yg terdiri atas
sekelompok Objek Pajak yg mempunyai satu Nilai Indikasi
Rata-rata yg dibatasi oleh batas penguasaan/pemilikan
objek pajak dlm satu satuan wilayah administrasi
pemerintahan desa/kelurahan tanpa terikat pd batas blok.
2. Objek Pajak berupa bangunan adlh sebesar nilai konversi
by pembangunan baru setiap jenis bangunan stlh di-
kurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian
kedlm klasifikasi, penggolongan & ketentuan nilai jual
bangunan.
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (4)
Perbedaan UU PBB dan UU PDRD
Sebelum dialihkan ke Pemda Setelah dialihkan ke Pemda
Materi
(UU PBB) (UU PDRD)

Tarif Tunggal 0,5% Paling tinggi 0,3%

NJKP NJKP 20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 Tidak ada

ditetapkan sebesar 20% atau 40%)

NJOPTKP Paling tinggi Rp 24.000.000 per Paling rendah

Wajib Pajak Rp 10.000.000 per Wajib Pajak


PBB
0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) 0,3% (maksimal) x
Terutang
atau (NJOP-NJOPTKP)

0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)


OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (5)

Tarif PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) setelah


dialihkan ke Pemda

0,01% NJOP < Rp. 200.000.000


0,1% NJOP Rp. 200.000.000 s.d < Rp. 2.000.000.000
0,2% NJOP Rp. 2.000.000.000 s.d < Rp. 10.000.000.000
0,3% NJOP ≥ Rp. 10.000.000.000
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (6)
Contoh : Darman memiliki sebidang tanah seluas 5.000 m2,
harga pasar tanah tsb Rp 103.000 per m2, diatas tanah
tersebut berdiri sebuah rumah seluas 200m2. NJOPTKP
yang ditetapkan adalah Rp 5.000.000. biaya pembuatan
baru rumah tersebut adl Rp. 2.200.000 per m2.
Hitunglah PBB terhutang (peraturan lama):
Jawab:
NJOP Bumi 5.000 m2 x Rp 103.000 = Rp. 515.000.000
NJOP Bangunan 200 m2 x Rp 2.200.000= Rp. 440.000.000
NJOP dasar pengenaan PBB = Rp. 955.000.000
(-) NJOPTKP = Rp. 5.000.000
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp. 950.000.000
OBJEK PBB SEKTOR PEDESAAN DAN
PERKOTAAN (7)
NJOP untuk penghitungan PBB = Rp. 950.000.000
(x) NJKP 20 % = Rp. 190.000.000
(x) Tarif 0,5 % = Rp. 950.000
PBB Terhutang = Rp. 950.000

SOAL ESAY:
Dari data soal diatas, coba hitung PBB terhutang dengan
menggunakan peraturan terbaru, dan NJOPTKP yang
ditetapkan yang digunakan adalah sesuai dengan
peraturan tersebut.
OBJEK PBB SEKTOR PERKEBUNAN (1)

Sektor Perkebunan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan


yang meliputi areal pengusahaan benih, penanaman baru,
perluasan, perubahan jenis tanaman, penganekaragaman
jenis tanaman termasuk sarana penunjangnya.
Penentuan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sektor
Perkebunan adalah :
1. Areal kebun, yaitu sebesar NJOP berupa tanah ditambah
dgn Jmlh Inventasi Tanaman Perkebunan sesuai dgn
Standar Investasi menurut umur Tanaman (SIT).
Areal kebun adalah areal yang sudah diolah (land
cleaning) & ditanami dengan komoditas perkebunan, baik
yg telah menghasilkan maupun belum memnghasilkan
OBJEK PBB SEKTOR PERKEBUNAN (2)
Standar Investasi menurut Umur Tanaman (SIT) adlh
jmlh biaya yg diinvestasikan utk suatu pembangunan &
atau penanaman dan/atau penggalian jenis sumberdaya
alam atau budidaya ttt, yg dihitung berdasarkan komponen
tenaga kerja, bahan & alat, mulai dari awal pelaksanaan
pekerjaan hingga tahap produksi atau menghasilkan.
SIT biasanya ditetapkan oleh kepala kantor wilayah
Dirjen Pajak untuk memudahkan penghitungan.

2.Areal Emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan


perkebunan yaitu sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa
tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya
Areal emplasemen adalah areal yang di atasnya
terdapat bangunan dan atau pekarangan
OBJEK PBB SEKTOR PERKEBUNAN (3)

Contoh : Diketahui areal kebun berupa areal yang sudah


menghasilkan seluas 34.808.100 m2, harga tanah pasar
(A37) Rp. 10.000/m2, sedang sesuai SIT Rp. 1.265,9. / m2
areal yang belum menghasilan 200.000 m2, harga tanah
pasar (A37) Rp. 10.000/m2, SIT Rp. 372,3 / m2. Areal
emplasemen 576.800 m2, harga tanah pasar (A33) Rp.
36.000, dan areal lainnya (tidak dapat ditanami) 2.127.600
m2 harga tanah pasar (A39) Rp. 5.000. dan bangunan total
nilainya adl Rp. 4.019.921.000
Hitung PBB terhutangnya :
OBJEK PBB SEKTOR KEHUTANAN (1)
Objek Pajak Sektor Kehutanan Atas HPH, HPHH, IPK dan
Izin sah lainnya
Sektor Kehutanan adalah objek Pajak Bumi dan Bangunan
yang meliputi areal pengusahaan hutan dan budidaya hutan.
Penentuan besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor
Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak
Pengusahaan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu
(IPK) serta Izin Sah Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan
Tanaman Industri adalah :
1. Areal Produktif sebesar 8,5 X hasil bersih setahun
sebelum tahun pajak berjalan
Areal produktif adalah areal hutan blok tebangan
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Rencana
Karya Tahunan (RKT)
OBJEK PBB SEKTOR KEHUTANAN (2)
Hasil bersih setahun adalah pendapatan kotor sethn dari
penjualan hasil produksi dikurangi dgn biaya eksploitasi.
Pendapatan kotor adalah total hasil produksi dalam
tahun pajak sebelumnya dikalikan dengan harga pasar
kayu bulat sebagaimana harga pasar per 1 Januari dari
tahun pajak berjalan.
Biaya Eksploitasi adlh biaya yg dikeluarkan dlm proses
produksi meliputi penebangan / upah tenaga kerja &
peralatan, pengangkutan sampai di tempat penimbunan
kayu (logponds/logyards) dlm areal hutan, penanaman,
pemeliharaan hutan / perawatan, pengendalian
kebakaran dan pengamanan hutan, Pajak Bumi dan
Bangunan dan Provisi Sumber Daya Hutan (untuk areal
blok tebangan) tahun pajak sebelumnya
OBJEK PBB SEKTOR KEHUTANAN (3)
2. Areal Belum / Tidak Produktif, emplasemen dan areal
lainnya yaitu sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah
sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
Areal belum produktif adalah areal hutan non blok
tebangan.
Areal tidak produktif adalah areal hutan yang tidak ada
tegakannya, seperti areal rawa, payau, waduk/danau, atau
yang digunakan pihak ketiga secara tidak sah.
Areal emplasemen adalah areal yang diatasnya terdapat
bangunan dan atau pekarangan
Areal lainnya adalah areal hutan yang tidak ada
tegakannya, sepertia areal rawa, payau, waduk/danau,
atau yang digunakan pihak ketiga secara tidak sah.
Logponds adalah areal perairan yang digunakan untuk
penimbunan kayu
OBJEK PBB SEKTOR KEHUTANAN (4)
Logyards adalah areal daratan yang digunakan untuk
penimbunan kayu .
Arel yang digunakan oleh pihak ke III adalah areal hutan
yang digunakan oleh pihak lain dengan pembuktian yang sah.
Areal yang tidak dikenakan PBB adalah hutan lindung, hutan
suaka alam, hutan wisata, hutan taman nasional, dan tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa.
OBJEK PBB SEKTOR KEHUTANAN (5)
Besarnya NJOP atas Sektor Kehutanan atas Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman industri utk Areal hutan
adlh sebesar NJOP berupa tanah ditambah dgn Jmlh
Biaya Pembangunan Hutan Tanaman industri menurut
umur tanaman.
Penghitungan NJOP areal produktif objek pajak ini mirip
dengan objek pajak sektor perkebunan.

Tugas Dirumah :
Carilah contoh perhitungan PBB:
1. Sektor Pedesaan dan perkotaan berupa rumah susun
atau apartemen
2. Sektor Kehutanan
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (1)
Bahan galian adalah unsur-unsur kimia mineral-mineral,
bijih-bijih dan segala macam batuan termasuk batu-batu
mulia yang merupakan endapan-endapan alam.

Bahan galian terbagi atas 3 golongan, yaitu :


1. Golongan bahan galian yang strategis (minyak bumi,
aspal, gas alam, timah, nikel, batubara)
2. Golongan bahan galian yang vital (bauksit, tembaga,
yodium, emas, timbal, seng, besi, mangaan, bauksit )
3. Golongan bahan galian yang tidak termasuk a dan b (batu
kapur, tanah liat, pasir, tawas, asbes, granit)
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (2)
Sektor pertambangan adalah objek pajak bumi dan
bangunan yang meliputi areal usaha penambangan bahan-
bahan galian dari semua golongan yaitu bahan galian
strategis, bahan galian vital dan bahan galian lainnya.

Objek PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas bumi


Penentuan NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan
Minyak dan Gas bumi adalah :
1. Areal produktif adalah sebesar 9,5 X hasil penjualan
minyak dan gas bumi dalam satu tahun sebelum tahun
pajak berjalan.
2. Areal belum produktif, tidak produktif serta
emplasemen dan areal lainnya di dalam atau di luar
wilayah kuasa pertambangan adalah sebesar NJOP
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (3)

Objek PBB Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi


Besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi
Panas bumi ditentukan sebagai berikut :
1. Areal produktif adalah sebesar 9,5 X hasil penjualan energi
panas bumi/listrik dalam satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
2. Areal belum produktif, tidak produktif dan emplasemen
serta areal lainnya di dalam atau di luar wilayah kuasa
pertambangan adalah sebesar NJOP berupa tanah
sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya.
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (4)

Objek PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain


Pertambangan Energi Panas bumi dan Galian C
Besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Non
Migas selain Pertambangan Energi Panas bumi dan Galian C
ditentukan sebagai berikut:
1. Areal Produktif adalah sebesar 9,5 X hasil bersih galian
tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan
Areal produktif adalah areal ang telah dieksploitasi /
menghasilkan galian tambang (tahap eksploitasi)
Hasil bersih adalah pendapatn kotor dari hasil penjualan
galian tambang setahun dikurangi biaya eksploitasi di
mulut tambang (Run on Mine)
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (5)
2. Areal belum produktif, tidak produktif dan emplasemen
serta areal lainnya di dalam atau di luar wilayah kuasa
pertambangan, adalah sebesar NJOP berupa tanah
sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya
Areal belum produktif adalah areal belum menghasilkan
tapi sewaktu-waktu akan menghasilkan galian tambang
(tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi)
Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak
menghasilkan galian tambang.
Areal emplasemen adalah areal yang diatasnya terdapat
bangunan dan atau pekarangan
Areal lainnya adalah areal perairan yang digunakan
berkaitan untuk pelabuhan khusus dengan usaha
pertambangan
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (6)

Objek PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C


Besarnya NJOP atas Objek Pajak Sektor Pertambangan Non
Migas Galian C ditentukan sebagai berikut:
1. Areal produktif adalah sebesar angka kapitalisasi
tertentu dikalikan hasil bersih galian tambang dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan.
Besarnya angka kapitalisasi adalah berdasarkan lamanya
waktu penambangan untuk masing-masing jenis tambang.
2. Areal belum produktif, tidak produktif dan
emplasemen serta areal lainnya didalam atau diluar
wilayah kuasa pertambangan adalah sebesar NJOP
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya
OBJEK PBB SEKTOR PERTAMBANGAN (7)
Objek PBB Sektor Pertambangan Kontrak Karya atau
Kontrak Kerjasama
Penentuan NJOP atas Objek Pajak sektor pertambangan
yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak
Kerjasama ditetapkan sesuai dengan yang diatur dalam
kontrak yang berlaku.
OBJEK PBB USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT (1)
Usaha bidang perikanan adlh semua usaha perorangan
atau badan hukum yg memiliki ijin usaha utk menangkap
atau membudidayakan sumberdaya ikan, termasuk semua
ikan dan biota perairan lainnya serta kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan utk tujuan komersial.
Besarnya NJOP atas Objek Pajak usaha bidang perikanan
laut ditentukan sebagai berikut :
1. Areal penangkapan ikan adalah sebesar 10 x hasil
bersih ikan dalam satu tahun sebelum pajak berjalan.
Penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk
kegiatan yg menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau
mengawetkannya
OBJEK PBB USAHA BIDANG PERIKANAN LAUT (2)

Hasil bersih setahun adalah pendapatan kotor dari hasil


penjualan ikan setahun dikurangi dengan biaya
operasional sampai di tempat pelelangan ikan.
Areal perikanan adalah perairan Indonesia, sungai,
danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia

2. Areal pembudidayaan ikan adalah sebesar 8 X hasil


bersih ikan dalam satu tahun sebelum tahun pajak
berjalan.
Pembudidayaan ikan adlh kegiatan utk memelihara, mem
besarkan dan/atau membiakkan ikan & memanen hasilnya.
OBJEK PBB USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT &
OBJEK PBB YANG BERSIFAT KHUSUS (1)
Objek Pajak Usaha Bidang Perikanan Darat :
Besarnya NJOP berupa areal pembudidayaan ikan adalah
sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya dengan penyesuaian
seperlunya ditambah std by investasi tambak menurut jenisnya.
Objek Pajak Yang Bersifat Khusus :
Objek Pajak khusus adalah objek pajak yang memiliki jenis
konstruksi khusus baik ditinjau dari segi bentuk, material
pembentu maupun keberadaannya memiliki arti yang khusus
seperti jalan tol, pelabuhan laut/sungai/udara, lapangan golf,
industri semen/pupuk, PLTA, PLTU, PLTG, pertambangan,
tempat rekreasi dan lain-lain yang sejenis.
Objek Pajak Perairan adalah laut wilayah Indonesia beserta
perairan pedalaman Indonesia.
OBJEK PBB USAHA BIDANG PERIKANAN DARAT &
OBJEK PBB YANG BERSIFAT KHUSUS (2)
Objek Pajak Perairan adalah laut wilayah Indonesia beserta
perairan pedalaman Indonesia.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan penilaian individual
yang dilaksanakan oleh pejabat fungsional penilai sbb :
1. Areal perairan untuk kepentingan PLTA adlh sebesar 10 X
(10% dari hasil bersih dalam satu thn sblm pajak berjalan).
2. Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri,
lapangan golf serta tempat rekreasi adalah sebesar nilai
jual yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke
samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa
tanah sekitarnya.
PERTEMUAN 14

BPHTB & BEA MATERAI


BPHTB (1)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
Pemindahan hak meliputi: Jual beli, Tukar menukar, Hibah,
Hibah wasiat, Waris, Pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan, Penunjukan pembeli dalam lelang, Pelaksanaan
putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap,
Penggabungan usaha, Pelebaran usaha, Pemekaran usah &
Hadiah
Pemberian hak baru meliputi:
1. Pelepasan hak meliputi : Pencabutan & Pembebasan
hak atas tanah
2. Pemberian hak baru
BPHTB (2)
Jenis Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun
dan hak pengelolaan.
BPHTB hanya dikenakan terhadap perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan yang bersertifikat saja.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum
tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Hak guna usaha aalh hak utk mengusahakan tanah yg
dikuasai langsung oleh Negara dlm jgk waktu sebagaimana
yg ditentukan oleh perundang-undangan yg berlaku
Hak guna bangunan adlh hak utk mendirikan & mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yg bukan miliknya sendiri
dgn jgk waktu yg ditetapkan dlm UU Pokok Agraria
BPHTB (3)
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yg ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yg berwenang atau dlm perjanjian dgn pemilik
tanahnya yg bukan perjanjian sewa menyewa
Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagai limpahan kepada
pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian
dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja
sama dengan pihak ketiga.
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas
satuan bersifat perseorangan dan terpisah.
BPHTB (4)
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek
pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan
umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan keputusan menteri.
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak mengubah nama.
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah
BPHTB (4)
Saat terhutang BPHTB terjadi setelah wajib pajak membayar
BPHTB yang terutang. Artinya, wajib pajak membayar pajak
terlebih dahulu sebelum saat terhutang.
Saat terhutang BHTB adalah:
1.Sejak tgl dibuat & ditandatanganinya akta pemindahan hak
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, utk jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dlm perseroan / badan hukum lainnya,
pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan, peng- gabungan
usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
2.Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
Haknya ke kantor pertanahan, utk waris dan hibah wasiat.
3.Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
4.Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, untuk putusan hakim.
5.Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak (SKPH), untuk pemberian hak baru atas tanah sbg
kelanjutan dari pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.
BPHTB (5)
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
Dasar pengenaan pajak adalah NPOP yang meliputi:
1. Jual beli adalah harga transaksi
2. Tukar-menukar adalah nilai pasar
3. Hibah adalah nilai pasar
4. Hibah wasiat adalah nilai pasar
5. Waris adalah nilai pasar
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
adalah nilai pasar
7. Pemisahan hak yg mengakibatkan peralihan adlh nilai
pasar
8. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah nilai pasar
BPHTB (6)
8. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak
adalah nilai pasar
9. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
10. Peleburan usaha adalah nilai pasar
11. Pemekaran usaha adalah nilai pasar
12. Hadiah adalah nilai pasar
13. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi
yang tercantum dalam Risalah Lelang
BPHTB (7)
Sistem Pemungutan BPHTB

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada


NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun
terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai
adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment dimana
WP diberi kepercayaan untuk menghitung dan membeyar
sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan SSB
(Surat Setoran BPHTB), dan melaporkannya tanpa
mendasarkan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
BPHTB (8)
Surat Setoran BPHTB (SSB)
Pajak yang terhutang dibayar di Bank Persepsi/ kantor Pos atau
tempat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dgn SSB.
SSB terdiri dari 5 rangkap dan dikirimkan paling lambat 7 hari
setelah tanggal pembayaran BPHTB.
− Lembar ke-1 untuk Wajib pajak sebagai bukti pembayaran.
− Lembar ke-2 untuk KPPBB atau KPP Pratama melalui Bank
Operasioanl V
− Lembar ke-3 untuk KPPBB yang disampaikan oleh WP
− Lembar ke-4 untuk tempat pembayaran BPHTB
− Lembar ke-5 untuk PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/
pejabat lelang/Pejabat pertanahan.
− Khusus DKI Jakarta ada 6 rangkap.
− Lembar ke-6 untuk Dipenda Propinsi DKI Jakarta
SSB juga berfungsi sebagai sarana balik nama Subjek PBB
BPHTB (9)
Tarif Pajak BPHTB
Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB sebesar 5 %

Penghitungan Pajak BPHTB


Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXX
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) XXX (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXX
Besarnya BPHTB terutang = 5 % X NPOPKP XXX
BPHTB (10)
Besarnya BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan,
seperti waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
seharusnya terhutang.
Besarnya BPHTB krn pemberian Hak Pengelolaan adalah:
1. 0% dari BPHTB yang seharusnya terhutang, dalam hal ini
penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemda Provinsi, Pemda
Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan
Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional
(Perum Perumnas)
2. 50% dari BPHTB yang seharusnya terhutang dalam hal
penerima Hak Pengelolaan selain tersebut diatas.
BPHTB (11)
Dalam Undang-undang BPHTB ditentukan bahwa atas
permohonan WP, pengurangan pajak yang terhutang dapat
diberikan oleh Menteri karena:
a. Kondisi ttt WP yg ada hubungannya dgn objek pajak.
b. Kondisi WP yang ada hubungannya dengan sebab-
sebab tertentu.
c. Tanah dan/atau bangunan digunakan utk kepentingan
sosial atau pendidikan yg semata-mata tidak untuk
mencari keuntungan.
BPHTB (12)
Pengurangan BPHTB Ditetapkan Sebesar
1. 25% dari pajak yang terhutang untuk WP orang pribadi
yang memperoleh hak atas tanah dan atas bangunan
Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana, serta
Rumah Sangat Sederhana yang diperoleh langsung dari
pengembang dan dibayar secara angsuran.
2. 50% dari pajak yang terhutang untuk :
a. WP badan yg memperoleh hak baru selain Hak
Pengelolaan & tlh menguasai tanah dan atau bangunan
scr fisik lebih dari 20 tahun yg dibuktikan dgn surat
pernyataan WP & keterangan dari Pejabat Pemda
setempat.
b. WPOP yg menerima hibah dari OP yg mempunyai
hubungan keluarga sedarah dlm garis keturunan lurus
satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
BPHTB (13)

c. WP yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian


dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya
di bawah NJOP.
d. WP yg memperoleh hak atas tanah sbg pengganti atas
tanah yg dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan
umum yg memerlukan persyaratan khusus.
e. WP badan yg melakukan penggabungan usaha (merger)
atau peleburan usaha (konsolidasi) dgn atau terlebih
dahulu mengadakan likuidasi & tlh memperoleh
keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dlm
rangka penggabungan atau peleburan usaha dari
direktur pajak.
f. WP yg memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan
yg tidak berfungsi lagi seperti semula yg terjadi dlm jgk
waktu paling lama 3 bulan sejak penandatanganan akta.
BPHTB (14)
g. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi
dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya
selaku pemegang saham tunggal.
h. Tanah dan/atau bangunan digunakan utk kepentingan
sosial / pendidikan yg tdk utk mencari keuntungan.
3. 75% dari pajak yang terhutang untuk:
a. WP orang pribadi yg memperoleh hak baru melalui
program pemerintah di bidang pertanahan & tdk
mempunyai kemampuan secara ekonomis.
b. WP badan yg terkena dampak krisis ekonomi & moneter
yg berdampak luas pd kehidupan perekononomian
nasional shg WP hrs melakukan restrukturisasi usaha
dan/atau utang usaha sesuai dgn kebijaksanaan
pemerintah
BPHTB (15)
c. WP pribadi veteran, PNS, TNI, POLRI, Pensiunan PNS,
Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda /
dudanya yang memperoleh hak atas tanah dan atau
bangunan rumah dinas Pemerintah.
4. 100% dari pajak yang terhutang untuk:
a. WP Bank Mandiri yg memperoleh hak atas tanah yg berasal
dari BBD, BDN, Bank Pembangunan Indonesia & Bank EXIM
dlm rangkaian proses penggabungan.
b. WP Badan (KORPRI) yg memperoleh hak atas tanah & /
bangunan dlm rangka pengadaan permahan bagi anggota
KORPRI/PNS.
c. WP yg domisilinya termasuk dlm wilayah program rehabilitasi
dan rekonstruksi.
d. Tanah atau bangunan di Nangroe Aceh Darussalam yg
selama masa rehabilitasi digunakan utk kepentingan sosial
dan pendidikan yang tidak untuk mencari keuntungan
BPHTB (16)
Permohonan Pengurangan BPHTB
Wajib Pajak dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan
BPHTB sebelum melakukan pembayaran dan membayar BPHTB
terhutang sebesar perhitungan setelah pengurangan.
Pengajuan pengurangan BPHTB diajukan kpd Kepala Kantor
Pelayanan PBB yg wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau
bangunan.
Permohonan pengurangan BPHTB ditulis dalam bahasa Indonesia
dengan dilampiri :
a. Fotokopi lembar ke-1 SSB
b. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun terhutangnya BPHTB
c. Fotokopi Akta/Risalah Lelang/ Keputusan Pemberian Hak baru/
Putusan Hakim/ Sertifikat Hak atas Tanah atau hak milik atas
satuan Rumah Sususn/Dokumen lain
d. Fotokopi KTP/SIM/Paspor/Kartu Keluarga/Identitas lain
e. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa/Keterangan lainnya.
Bea Materai

Bea Materai adalah pajak atas dokumen uang terutang sejak


saat dokumen tersebut ditandatangani pleh pihak pihak yang
berkepentingan atau diserahkan kepada pihak lain jika
dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak.

Dokumen adalah kertas yg berisikan tulisan yg mengandung


arti & maksud ttg perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi
seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan.
Bea Materai

Perubahan kebijakan mengenai penggenaan bea materai diatur dalam UU


Nomor 10 Tahun 2020 pasal 5 tentang Bea Materai Baru dan Materai
Elektronik (e-Materai) yang mulai berlaku tahun 2021. Dalama Pasal 3 UU
ini menerangkan bahwa bea materai terbaru dikenakan tarif sebesar Rp
10.000.000,- (sepuluh ribu rupiah). Dengan keluarnya Undang Undang
tersebut, maka penggunaan materai Rp 6.000,- (enam ribu rupiah) (yang
hanya berjumlah 1 (satu) lembar tidak berlaku lagi.

Dengan terbitnya peraturan ini maka koleksi bentuk materai yang selama
ini dikenal secara umum (berbentuk kertas yang penggunan nya ditempel)
bertambah dengan hadir nya Materai Elektronik.

Bea Materai digital (e-Materai) digunakan untuk dokumen yang bersifat


elektronik. Hal ini diperkuat dengan adanya UU Nomor 8 Tahun 2020 ITE
(Informasi dan Transaksi Elektronik) dimana pada Pasal 5 ayat 1
menyebutkan “Dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah”
Bea Materai (1)

OBJEK BEA MATERAI


Pasal 3 Undang Undang Nomor 10/2020 menjelaskan mengenai objek
apa saja yang harus dikenakan materai
1. Surat Perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dgn tujuan utk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan/keadaan yg bersifat perdata
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya.
3. Akta-akta yg dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya
4. Dokumen Perdata berupa kertas maupun elektronik.
5. Surat yang memuat jumlah uang
6. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, sek.
7. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Dokumen yg digunakan sbg alat pembuktian di muka pengadilan
9. Dokumen Lelang
10. Dokumen transaksi surat berharga
Bea Materai (2)

Dokumen yang tidak dikenakan Bea Materai adalah:


1. Dokumen yang berupa : Surat Penyimpanan Barang,
Konosemen, Surat angkutan penumpang dan barang,dan
surat-surat lainnya.
2. Segala bentuk ijasah.
3. Tanda terima gaji, uang pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas
pemda dan bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk untuk
penerimaan lainnya yang disamakan dengan dengan itu
dari kas negara , kas pemda dan bank.
6. Tanda penerimaan uang yg dibuat utk keperluan intern
organisasi.
Bea Materai (3)
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran
uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi
dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang
tersebut.
8. Surat gadai yg diberikan oleh perusahaan jawatan
pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Subjek Bea Materai antara lain:


1. Pemegang dokumen
2. Pihak yang mendapat manfaat
3. Penerima dokumen
Bea Materai (4)
Tarif & Batas Nominal
1. Tarif yang ditetapkan adalah tarif tunggal Rp 10.000.
2. Batas nominal yang dikenai tarif meterai Rp 10.000 hanya untuk
dokumen yang bernilai uang di atas Rp 5 juta. Di bawah itu, tidak
kena bea meterai.

SaatTerutang Materai Elektronik


• Saat dokumen dibubuhi Tanda Tangan (Surat perjanjian, akta Notaris
dan akta PPATK)
• Saat dokumen selesai dibuat (surat berharga dan dokumen transaksi
surat berharga termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka)
• Saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk Siapa Dokumen dibuat
(surat keterangan/pernyataan/lelang, dan surat yang menyatakan
jumlah uang)
• Saat dokumen diajukan ke pengadilan (dokumen yang digunakan
sebagai alat bukti)
• Saat dokumen digunakan di Indonesia (untuk dokumen perdata yang
dibuat di luar negeri)
Bea Materai (5)
Subjek Atau Pihak Yang Terhutang
• Penerima dokumen, Dokumen yang dibuat sepihak, terutang oleh
pihak yang menerima dokumen. Dokumen ini seperti kuitansi.
• Masing-masing pihak, Dokumen yang dibuat oleh 2 pihak atau
lebih, terutang oleh masing-masing pihak. Dokumen ini biasanya
berupa perjanjian.
• Penerbit surat berharga, Dokumen berupa surat berharga
terutang oleh pihak yang menerbitkan surat berharga.
• Pihak yang mengajukan dokumen ke pengadilan, Dokumen
yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, Bea Meterai
terutang oleh pihak yang mengajukan dokumen.
• Penerima manfaat atas dokumen, Dokumen yang dibuat di luar
negeri dan digunakan di Indonesia, Bea Meterainya terutang oleh
pihak yang menerima manfaat atas dokumen tersebut.
Pihak terutang artinya pihak yang memungut Bea Meterai contohnya
perbankan dan retail.
Bea Materai (6)
Cara Membayar dan Penyetoran Materai Elektronik
• Di dalam UU Bea Meterai terbaru ini juga diatur
mengenai mekanisme pemungutan Bea Meterai.
• Terkait dengan tata cara pembayaran atau penyetoran
Bea Meterai sesuai UU terbaru ini, adalah melalui Surat
Setoran Pajak (SSP) dengan jenis kode setoran Bea
Meterai ditentukan kemudian oleh DJP

Sanksi Denda
UU Bea Meterai terbaru, denda hanya sebesar 100% dari
Bea Meterai kurang bayar.
Bea Materai (7)
Sanksi Pidana

Sanksi Pidana akan diberikan kepada mereka yang:


• Meniru / memalsukan materai, termasuk materai
elektronik/materai dalam bentuk lain
• Menghilangkan tanda materai tidak dapat dipakai
lagi (rekondisi), yakni menggunakan materai
bekas
• Memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan,
mempunyai persediaan materai palsu/rekondisi

Anda mungkin juga menyukai