Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN KADERISASI DALAM QS.

AN-NISA’ AYAT 09
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi kebutuhan dalam Kajian Tafsir Aktual yang diampu
oleh :
DR. KH. A. MUSTA’IN SYAFI’IE, M.Ag.

Oleh :
A. M. FIKRUD DLUHA
AHMAD BUSTAMI ALGHONY
RAUCHUL MAGHFIROH
QODAFI AL PANKANY
FAIZ MUSTHOFA
RAHMAD RIVANDI

Pembimping :
AHMAD FAKHRUDDIN, M.Th.I.

MAJELIS TARBIYAH WAT-TA’LIM


PONDOK PESANTREN MADRASATUL QUR AN
TEBUIRENG JOMBANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puja syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia dan rahmat-Nya kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul
“MANAJEMEN KADERISASI DALAM QS. AN-NISA’ AYAT 09” dengan
lancar.
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk berpartisipasi
dalam Kajian Tafsir Aktual yang diampu oleh, Beliau : Dr. KH. A. Musta‟in
Syafi‟ie, M.Ag. Rasa terima kasih kami tidak terkirakan kepada yang terhormat
pembimbing materi dalam pembuatan makalah ini, serta semua pihak yang telah
mendukung dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu.
Harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai tadabbur agar lebih
objektif lagi dalam memenej kader organisasi di Pondok Pesantren kita tercinta.
Dan juga bisa mengetahui Tafsir QS. An-Nisa‟ Ayat 09.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Tegur sapa dari pembaca akan kami terima dengan
tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.

Tebuireng, 16 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ....................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Penafsiran QS. An-Nisa‟ Ayat 09 ........................................................... 3
B. Menajemen Kaderisasi ............................................................................ 7
C. Manajemen Kaderisasi An-Nisa‟ ayat 09 ............................................... 10
BAB III : PENUTUP ......................................................................................... 13
A. Kesimpulan.............................................................................................. 13
B. Saran ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang realitanya tidak
dapat dipungkiri. Sepanjang sejarah yang dilaluinya, pesantren terus menekuni
pendidikan keagamaan dan dijadikan sebagai fokus kegiatan dalam
1
mengembangkan pendidikan. Lembaga pesantren dalam dunia pendidikan
sangat dirasakan oleh masyarakat dalam pembentukan kader-kader ulama dan
pengembangan keilmuan Islam.2 Pondok pesantren salah satu lembaga yang
menyiapkan santri yang paham dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih
dikenal dengan taffaqquh fi al din, kemudian diikuti dengan dakwah
menyebarkan agama Islam dan benteng pertahanan umat dalam bidang akhlak.3
Dunia pendidikan perlu ilmu manajemen, karena ilmu manajemen
merupakan salah satu aspek terpenting dalam pengelolaan sebuah lembaga atau
intansi termasuk lembaga pendidikan,khususnya lembaga pendidikan Islam dan
Pesantren.4 yang awal mulanya ilmu manajemen hanya berkembang dan eksis di
dunia bisnis saja. Akan tetapi dengan pesatnya perkembangan zaman membuat
ilmu manajemen semakin melebar dan meluas.5
Perkembangan pondok pesantren sangatlah pesat, dibuktikan dengan
peminat atau konsumen pondok pesantren hampir menyeluruh kesemua lapisan,
bukan hanya masyarakat yang agamis saja, akan tetapi masyarakat yang
memiliki pengetahuan ilmu agama yang minim kerap juga memilih pondok
pesantren sebagai pendidikan yang diberikan kepada anaknya. Bukan hanya itu,
masyarakat yang ekonominya tinggi sampai rendah, masyarakat berpendidikan
maupun awam juga banyak memilih pondok pesantren sebagai pendidikan yang

1
Abd A‟la, Pembaruan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), 15.
2
Imam Syafe‟i, “Pondok Pesantren Lembaga Pendidikan Pembentukan Karakter”,
Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, (Mei 2017), 86
3
Ahmad Arifin, Politik Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2010), 149.
4
Ahmad Khori, “Manajemen Pesatren Sebagai Khazanah Tonggak Keberasilan
Pendidikan Islam”, Junal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, (Mei 2017),
127.
5
Chusnul Chotimah & Muhammad Fathurrohman, Komplemen Manajemen Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Teras, 2014), 1.

1
bagus.danlembaga pesantren telah eksis di tengah masyarakat mulai abad 15
hingga sekarang.6
Memperhatikan betapa pentingnya kaderisasi untuk generasi muda,
penulis tertarik untuk melihat unsur-unsur dan pengertian manajemen yang
terkandung dalam surat An-Nisa ayat 9.
Di dalam surat An-Nisa ini terdapat arti kata tentang “Janganlah
meninggalkan anak dalam keadaan lemah”, orang tua harus mengkhawatirkan
kesejahteraan mereka. Orang tua dalam hal ini, mempunyai dua makna, orang
tua secara biologis/genetis dan orang tua secara ideoliogis/social. Namun tidak

banyak para ulama menyajikan pengertian kata () dan ()

secara luas yang berhubungan dengan pendidik.


Berdasarkan hal itu penulis ingin membahas dan mengkaji ayat ini
secara dalam yang berhubungan dengan pendidik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka masalah
yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimana penafsiran QS. An-Nisa’ ayat 09 ?
2. Apa yang dimaksud dengan manajemen kaderisasi ?
3. Bagaimana manajemen kaderisasi dalam QS. An-Nisa’ ayat 09 ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui penafsiran QS. An-Nisa’ ayat 09.
2. Mengetahui apa itu manajemen kaderisasi.
3. Mengetahui manajemen kaderisasi dalam QS. An-Nisa’ ayat 09.

6
Mohammad Hasan, “Perkembangan Pendidikan Pesantren di Indonesia”,Jurnal Tadris,
Volume 10, Nomor 1, (Juni 2015), 57.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penafsiran QS. An-Nisa’ Ayat 09
1. M. Quraish Shihab
M. Quraish Shihab merupakan seorang mufassir kontemporer asal
Indonesia, corak tafsirnya menggunakan metode tafsir tahlili. Ia lahir di Rappang,
Sulewesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Pakar tafsir ini meraih gelar M. A.
untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur‟an di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir
pada tahun 1969. Pada tahun 1982 meraih gelar doktor dibidang ilmu-ilmu al-
Qur‟an, ia merupakan lulusan terbaik dan mendapat penghargaaan tingkat pertama
di universitas yang sama.
Pada tahun 1992-1998, ia menjabat sebagai rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (semasa ia menjabat, masih berstatus IAIN). Kiprahnya tak
terbatas dibidang akademis, beliau juga pernah menjabat sebagai ketua Majelis
Ulama Indonesia pusat (1985-1998); anggota MPR-RI (1982-1987 dan 1987-
2002); dan pada tahun 1998, dipercaya menjadi Menteri Agama RI. Beliau juga
dikenal sebagai penulis yang legendaris, salah satu karya yang paling melegenda
adalah kitab tafsir al-Misbah yang digunakan penulis dalam karya ilmiah ini.7
Di dalam tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab menjelaskan
tentang QS. An-Nisa, ayat 9 :

             

 
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan terhadap
(kesejahteraan) mereka.Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”(QS. An-Nisa :9).
Dalam tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab dijelaskan penafsiran

surat An-nisa ayat 9: ( ‫ش الَّ ِذ ين‬


َ ‫ ) َو لْيَ ْخ‬Dan hendaklah orang-orang yang memberi
aneka nasihat kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang lain

7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat,Ed. Ke-2, Cet. Ke-1, (Jakarta: Mizan, 2013), hal. 7

3
sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka membayangkan (‫كوا‬
ُ‫)لَ ْوتَر‬ َ
seandainya mereka akan (‫خ ْل ِف ِه ْم‬
َ ‫) ِم ْن‬ meninggalkan di belakang mereka, yakni

ِ
setelah kematian mereka (‫ض َع ًفا‬ ً‫ )ذُِّريَّة‬anak-anak yang lemah, karena masih kecil

atau tidak memiliki harta, (‫خافُوا‬


َ ) yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan
atau penganiayaan atas (‫ ) َعلَْي ِه ْم‬mereka, yakni anak-anak yang lemah itu.8Apakah

jika keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima nasihat-nasihat seperti

yang mereka berikan itu? Tentu saja tidak! Karena itu ( ‫اعلَْي ِه ْم‬
َ ‫ ) َخافُ ْو‬hendaklah
mereka takut kepada Allah, atau keadaan anak-anak mereka di masa depan.

(‫ )فَلْيَ تَّ ُقواهللا‬Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dengan
ُ
mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-

Nya (‫س ِديْ ًدا‬


َ ‫ ) َولْيَ ُق ْولُْواقَ ْوًًل‬dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar
lagi tepat.
Seperti terbaca di atas, ayat ini ditujukan kepada yang berada di sekeliling
seorang yang sakit dan diduga segera akan meninggal. Pendapat ini adalah pilihan
banyak pakar tafsir, seperti ath-Thabari, Fakhruddin Ar-Razi dan lain-lain.Ada
juga yang memahaminya sebagai ditujukan kepada mereka yang menjadi wali
anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu, seperti perlakuan
yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah bila kelak para wali itu
meninggal dunia. Pendapat ini menurut ibn Katsir didukung pula oleh ayat berikut
yang mengandung ancaman kepada mereka yang menggunakan harta anak yatim
secara aniaya.
Ayat yang memerintahkan pemberian sebagian warisan kepada kerabat
dan orang-orang lemah, tidak harus dipertentangkan dengan ayat-ayat kewarisan,

8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 354.

4
karena ini merupakan anjuran dan yang itu adalah hak yang tidak dapat dilebihkan
atau dikurangi.9

Kata (‫س ِديْ ًدا‬


َ ) sadidan, terdiri dari huruf ‫ س‬dan ‫ د‬yang menurut pakar
bahasa Ibn Faris menunjuk kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian
memperbaikinya. Ia juga berarti istiqamah/ konsisten. Kata ini juga digunakan
untuk menunjuk kepada sasaran. Seorang yang menyampaikan sesuatu/ ucapan
yang benar dan mengena tepat pada sasarannya, dilukiskan dengan kata ini.
Dengan demikian kata ‫س ِد ْيدًا‬
َ dalam ayat di atas, tidak sekadar berarti benar,
sebagaimana terjemahan sementara penerjemah, tetapi ia juga harus berarti tepat
sasaran. Dalam konteks ayat di atas keadaan sebagai anak-anak yatim pada
hakikatnya berbeda dengan anak-anak kandung, dan ini menjadikan mereka lebih
peka, sehingga membutuhkan perlakuan yang lebih hati-hati dan kalimat-kalimat
yang terpilih, bukan saja yang kandungannya benar, tetapi juga yang tepat.
Sehingga kalau memberi informasi atau menegur, jangan sampai menimbulkan
kekeruhan dalam hati mereka, tetapi teguran yang disampaikan hendaknya
meluruskan kesalahan sekaligus membina mereka.
Pesan ayat ini berlaku umum, sehingga pesan-pesan agama pun, jika
bukan pada tempatnya tidak diperkenakan untuk disampaikan, “Apabila anda
berkata kepada teman anda pada hari jum’at saat imam berkhutbah: Diamlah
(dengarkan khutbah) maka anda telah melakukan sesuatu yang seharunya tidak
dilakukan” (HR. Keenam pengarang kitab standar hadits).
Dari kata (‫س ِد ْيدًا‬
َ ) yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu kemudian
memperbaikinya diperoleh pula petunjuk bahwa ucapan yang meruntuhkan jika
disampaikan, harus pula dalam saat yang sama memperbaikinya dalam arti kritik
yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun, atau dalam arti
informasi yang disampaikan harus mendidik.
Pesan aqidah di atas, didahului oleh ayat sebelumnya yang menekankan
perlunya memilih kata-kata yang baik yakni kalimat-kalimat yang baik sesuai
dengan kebiasaan dalam masing-masing masyarakat, selama kalimat tersebut

9
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2 ..., hal. 355.

5
tidak bertentangan dengan nilai-nilai aqidah. Ayat ini mengamanahkan agar pesan
hendaknya disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang
baik menurut ukuran setiap masyarakat.
2. Sayyid Quthb
Asy-Syahid Sayyid Quthb merupakan seorang ulama yang dilahirkan pada
tahun 1906 di Negara Mesir. Ia berasal dari keluarga yang menitik-beratkan ajaran
Islam dan mencintai al-Qur‟an dan ia telah bergelar hafizh sebelum berumur
sepuluh tahun dan memperoleh kesempatan masuk Tajhiziah Darul „Ulum. Tahun
1929 ia kuliah di Darul „Ulum (nama lama Universitas Kairo) dan memproleh
gelar sarjana muda pada tahun 1933.
Pada tahun 1951, ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat ketika ia
bekerja sebagai pengawas di sekolah Departemen Pendidikan untuk
memperdalam pengetahuannya di bidang pendidikan. Ia membagi waktu studinya
antara Wilson‟s Teacher‟s College di Washington, Greeley College di Colorado,
dan Stanford University di California. Hasil studi ini meluaskan wawasan
pemikirannya mengenai problem sosial yang ditimbulkan oleh paham
materialisme yang gersang akan paham ketuhanan. Ketika kembali ke Mesir, ia
bergabung dengan Ikhwanul Muslimin dan menjadi salah satu orang yang
berpengaruh. Ia juga pernah memimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin, akan
tetapi ketika dua bulan umur kepemimpinannya, harian itu ditutup atas perintah
presiden Mesir Kolonel Gamal Abdul Nasser karena mengancam perjanjian
Mesir-Inggris 7 Juli 1954.
Sayyid Quthb merupakan seorang ulama yang keluar masuk penjara kerena
dituduh berkomplot untuk menjatuhkan pemerintah. Bahkan kitab tafsir Fi Zhilalil
Qur‟an yang digunakan penulis dalam memahami kandungan QS. asy-Syam ini,
diselesaikan di dalam penjara. Pada hari senin, 13 Jumadil Awwal 1386 H/29
Agustus 1966 M, ia dan dua orang temannya (Abdul Fatah Ismail dan Muhammad
Yusuf Hawwasy) menyambut panggilan Rabb-Nya dan syahid di tali tiang
gantungan.10

10
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Dibawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hal. 386-387

6
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur‟an mengatakan bahwa maksud dari surat An-
Nisa ayat 9

             

 
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.”(QS. An-Nisa : 9)
Demikianlah sentuhan pertama menyentuh lubuk hati, hati orang-orang
tua yang amat sensitif terhadap anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Digambarkannya anak keturunan mereka patah sayapnya, dengan tidak ada orang
yang menaruh kasih sayang dan melindunginya. Dilukiskan demikian kepada
mereka tentang anak-anak yatim yang urusannya diserahkan kepada mereka
setelah anak-anak itu kehilangan (ditinggal) orang tuanya. Mereka sendiri tidak
mengetahui kepada siapa anak-anak mereka akan diserahkan sepeninggal mereka
nanti, sebagaimana dulu urusan anak-anak yatim itu diserahkan kepada mereka.11
Di samping itu, dipesankan kepada mereka supaya bertakwa kepada Allah
di dalam mengurusi anak-anak kecil yang diserahkan pengurusnya oleh Allah
kepada mereka. Dengan harapan, mudah-mudahan Allah menyediakan orang yang
mau mengurusi anak-anak mereka dengan penuh ketakwaan, perhatian, dan kasih
sayang. Dipesankan juga kepada mereka supaya mengucapkan perkataan yang
baik kepada anak-anak yang mereka didik dan mereka pelihara itu, sebagaimana
mereka memelihara harta mereka.12
B. Menajemen Kaderisasi
Manajemen dalam bahasa Inggris artinya to-manage, yaitu mengatur atau
mengelola. Dalam arti khusus bermakna memimpin dan kepemimpinan, yaitu
kegiatan yang dilakukan untuk mengelola lembaga atau organisasi, yaitu
memimpin dan menjalankan kepemimpinan dalam organisasi. Orang yang
memimpin organisasi disebut manajer.

11
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an …, hal. 286
12
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an …, hal. 287

7
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur pemanfaatan
sumberdaya manusia secara efektif, yang didukung oleh sumber-sumber lainnya
dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan. Maka dapat disimpulkan bahwa
pengelolaan organisasi, yang melakukan serangkaian kegiatan bersama kelompok,
mempengaruhi dan memotivasi pengurus dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sesuai visi misi, semua itu mutlak memerlukan kehadiran pengelola
yang harus memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam rangka mencapai
tujuan organisasi dengan efektif dan efesien.13
Definisi manajemen yang mudah kita pahami, yaitu koordinasi semua
sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga
kerja, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
lebih dahulu agar tujuan oraganisasi tercapai dengan baik.14
Kaderisasi merupakan hal yang esensial bagi suatu organisasi, karena
merupakan inti dari kelanjutan perjuangan kemasa depan. Tanpa kaderisasi,
rasanya sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan
tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi suatu proses
penurunan dan transfer nilai-nilai-nilai baik umum maupun khusus yang
dilakukan oleh institusi yang bersangkutan. Nilai-nilai yang diberikan
mengandung materi-materi kepemimpinan, manajemen, dasar dan asas organisasi
atau institusi terkait dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi bekal untuk para
kader menruskan keberlangsungan institusi.15
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami, kaderisasi merupakan
salah satu kegiatan berpikir, berpengalaman, sebagai kesatuan proses yang
akhirnya membentuk karakter. Sebagai program studi yang memilki cita- cita
pendidikan, yang memiliki karakter ideal dengan kemampuan berkomunikasi
yang baik. Atau bisa dikatakan sebagai proses pendidikan yang direncanakan oleh
suatu lembaga untuk menghasilkan kader calon penerus kekuasaan yang memiliki

13
Ahmad Khori, “Manajemen Pesantren Sebagai Khazanah Tonggak Keberhasilan
Pendidikan Islasm” Jurnal Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, (Mei 2017), 132
14
Ahmad Janan Asifudin, “Manajemen Pendidikan untuk Pondok Pesantren” Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2, (November 2016), 358
15
Rkhaini Fitri Rahmawatu, Kaderisasi Dakwah Melalui Lembaga Pendidikan Islam,
Jurnal Manajemen Dakwah, Vol. 1, No, Juni 2016, 151

8
kualitas yang unggul.16
1. Proses Kaderisasi
Berbicara mengenai kepemimpinan, maka tidak akan lepas dari bagaimana
seorang pemimpin itu muncul. Robert Clinton mengatakan bahwa terdapat
tiga teorti dasar kemunculan seorang pemimpin yaitu teori genetis, teori
sosial dan teori ekologis.
a. Teori Genetis (keturunan)
Inti dari teori genetis menyatakan bahwa leaderare born and or
made. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapatannya
bahwa pemimpin akan menjadi pemimpim karena telah
dilahirkandengan bakat kepemimpinannya.
b. Teori Sosial
Teori ini memiliki semboyan leader are made and not born. Jadi
teori ini merupakan kebalikan dari teori genetis. Penganut teori ini
menengahkan pendapat bahwa setiap orang bisa menjadi
pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
c. Teori Ekologis
Teori ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa seorang akan
menjadi pemimpin yang baik jika telah memiliki bakat. Bakat
tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur
dan pengalaman lebih lanjut. Teori ini merupakan penggabungan
segi-segi positif dari kedua teori terdahulu.
Pemimpin tumbuh dan berkembang karena melalui proses pembinaan
dan dimatangkan oleh lingkungan. Dengan demikian, maka teori yang
mengatakan bahwa timbulnya pemimpin karena dilahirkan semakin tidak
populer. Pemimpin yang baik itu terbentuk melalui proses yang panjang dan
harus melewati banyak langkah. Tahab dan proses kaderisasi sebagai berikut:
a) Penyeleksian

16
Anis Najmunnisa, dkk “Implementasi Model Kaderisasi Mahasiswa untuk Membangun
Karakter Unggulan di Masjid Salaman”, Jurnal Soseitas, Vol. 7, No. 2, (2017), 410.

9
Dalam mencari dan menyeleksi pribadi yang berjiwa pemimpin
harus disusun kreteria-kreteria umum, seperti kecerdasan, kekuatan
personal, keseimbangan, inisiatif dan ditambah dengan kreteria
khusus yang dibutuhkan.
b) Percobaan
Pada tahab ini dapat dilakukan percobaan teoritis, seperti tes
kecerdasan dan kepribadian dan juga dilakukan tindakan-tindakan
pengawasan dalam keseharian untuk melihat seberapa jauh tingkat
kecocokan kreteria tadi.
c) Penilaian
Pengoreksian seberapa besar ketepatan kreteria-kreteria ini dan
kekurangan-kekurangannya dan apakah dapat diperbaiki. Penilaian
harus dilakukan agar hasilnya objektif.
d) Persiapan
Pada fase ini calon-calon pemimpin menjalani program-program
pelatihan dan persiapan yang bertujuan untuk mengatasi
kekurangan- kekurangan yang ada pada mereka dan selanjutnya
mengembangkan kemampuan mereka melalui tangan-tangan para
pakar.
e) Penugasan
Calon pemimpin menjalankan tugas-tugas spesifik yang
dibebankan kepadanya dalam jangka waktu tertentu agar para
penanggung jawab dapat melihat kinerjanya sehingga dapat terlihat
mana yang mememiliki kelebihan dan mana yang tidak.
f) Aktualisasi diri
Pada tahap ini, seorang calon pemimpin dapat melakukan tugas
sesuai dengan karakter dan kemampuannya serta diberikan otoritas-
otoritas sesuai dengan tugas yang diembanya.17
C. Manajemen Kaderisasi dalam QS. An-Nisa’ ayat 09
Dalam Al-Qur‟an kata zurriyyah Di’afan disebutkan dua kali istilah

17
H. Nur Efendi,Islamic Educational Leadership, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 293-294

10
yang hampir serupa. Pertama, istilah zurriyyah du’afa yang disebutkan di dalam
surah al-Baqarah ayat 266 :

‫اب ََْت ِر ْي ِم ْن ََْتتِ َها ْاًلَنْ ٰه ُر لَهٗ فِْي َها ِم ْن‬


ٍ َ‫اَي وُّد اَح ُد ُكم اَ ْن تَ ُكو َن لَهٗ جنَّةٌ ِمن ََِّّنْي ٍل َّواَ ْعن‬
ّْ َ ْ ْ َ ََ
ِِ ِ ۤ ِ ِ
ۗ‫ت‬ ْ َ‫احتَ َرق‬
ْ َ‫ص ٌار فْيه ََنٌر ف‬ َ ‫صابَ َها ا ْع‬ َ َ‫ض َع َفاءُ فَا‬ ُ ٌ‫صابَهُ الْكبَ ُر َولَهٗ ذُِّريَّة‬ َ َ‫ُك ِّل الث ََّم ٰرت َوا‬
ِ ‫اًل ٰي‬ ِ
ࣖ ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَ َف َّك ُرْو َن‬ ٰ ْ ‫اللُ لَ ُك ُم‬ ُ ِّ َ‫ك يُب‬
ّٰ ‫ي‬ َ ‫َك ٰذل‬
“Adakah salah seorang di antara kamu yang ingin memiliki kebun kurma dan
anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala
macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tuanya sedang dia memiliki
keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.”18
ۤ
Istilah ُ ٌ‫ ذُِّريَّة‬yang disebutkan di dalam ayat di atas berarti “anak-
‫ض َع َفاء‬
anak (keturunan) yang masih kecil-kecil, dalam arti belum dewasa”. Sedangkan

kata   dalam QS. An-Nisaa‟ ayat 09 berarti “Keturunan yang serba

lemah”, lemah fisik, mental sosial, ekonomi, ilmu, pengetahuan, spiritual dan lain-
lain yang menyebabkan mereka tidak mampu menjalankan fungsi utama manusia,
baik sebagai khalifah maupun sebagai makhluk-Nya yang harus beribadah
kepada-Nya.

  (Keturunan yang lemah) juga bisa berarti keturunan secara

ideologis atau sosial. Tegasnya Allah berpesan kepada generasi yang tua jangan
sampai generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan justru generasi yang
tak berdaya, yang tidak mengemban fungsi dan tanggung jawabnya. Upaya
pemberdayaan generasi penerus terletak di pundak generasi sebelumnya, orang
tua dan masyarakat.19.
Muhammad Sayyid Thanthawi berpendapat bahwa ayat di atas
ditujukan kepada semua pihak, siapa pun, karena semua diperintahkan untuk

18
Zaini Dahlan, Qur‟an Karim … hlm. 139.
19
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta : Lentera Abadi, 2010),
hal.122-123

11
berlaku adil, berucap yang benar dan tepat, dan semua khawatir akan mengalami
apa yang digambarkan di atas.
Jadi jika diterapkan pada kehidupan keseharian kita ketika menjalankan
suatu amanah keorganisasian, jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah.
Maka Allah SWT memberi solusi kepada kita semua untuk bersungguh-sungguh
dalam bertaqwa kepada Allah dan qaulan sadida.

Quraish Syihab menafsirkan kata ‫ َس ِديْ ًدا‬dalam ayat di atas, tidak sekadar
berarti benar, sebagaimana terjemahan sementara penerjemah, tetapi ia juga
harus berarti tepat sasaran. Dalam konteks ayat di atas keadaan sebagai anak-
anak yatim pada hakikatnya berbeda dengan anak-anak kandung, dan ini
menjadikan mereka lebih peka.
Bisa diartikan anak-anak yang berada di pesantren, yang jauh dari orang
tua dan keluarga serta lingkungan di sekitar rumahnya, mereka tidak jauh beda
dengan anak-anak yatim. Sehingga membutuhkan perlakuan yang lebih hati-hati
dari kalimat-kalimat yang dipilih, bukan saja yang kandungannya benar, tetapi
juga yang tepat. Sehingga kalau memberi informasi atau menegur, jangan sampai
menimbulkan kekeliruan dalam hati mereka, tetapi teguran yang disampaikan
hendaknya merupakan kritik yang membangun, atau dalam arti informasi yang
disampaikan harus mendidik.
Penerapan di pesantren kita juga sama. Dalam hal organisasi dibutuhkan
manajemen dalam mengkader teman-teman yang akan meneruskan perjuangan
kita. Agar pengkaderan tersebut tidak lemah, benar-benar baik dan tepat sasaran,
maka dibutuhkan proses yang panjang, yakni berupa : penyeleksian, percobaan,
penilaian, persiapan, penugasan dan aktualisasi diri.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab dijelaskan

penafsiran surat An-nisa ayat 9: ( ‫ش الَّ ِذ ين‬


َ ‫) َو لْيَ ْخ‬ Dan hendaklah

orang-orang yang memberi aneka nasihat kepada pemilik harta, agar


membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya

terbengkalai, hendaklah mereka membayangkan (‫كوا‬


ُ‫ )لَ ْوتَر‬seandainya َ
mereka akan (‫خ ْل ِف ِه ْم‬
َ ‫) ِم ْن‬ meninggalkan di belakang mereka, yakni

ِ
setelah kematian mereka (‫ض َع ًفا‬ ً‫)ذُِّريَّة‬ anak-anak yang lemah, karena

masih kecil atau tidak memiliki harta, (‫خافُوا‬


َ ) yang mereka khawatir
terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas (‫ ) َعلَْي ِه ْم‬mereka, yakni

anak-anak yang lemah itu.20Apakah jika keadaan serupa mereka


alami, mereka akan menerima nasihat-nasihat seperti yang mereka

berikan itu? Tentu saja tidak! Karena itu (‫اعلَْي ِه ْم‬


َ ‫ ) َخافُ ْو‬hendaklah
mereka takut kepada Allah, atau keadaan anak-anak mereka di masa

depan. (‫ )فَ ْليَ تَّ ُقواهللا‬Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
ُ
Allah dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya

dan menjauhi larangan-Nya (‫س ِديْ ًدا‬


َ ‫ ) َولْيَ ُق ْولُْواقَ ْوًًل‬dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
2. Sedangkan menurut Sayyid Quthb, dipesankan kepada kita supaya
bertakwa kepada Allah di dalam mengurusi anak-anak kecil yang
diserahkan pengurusnya oleh Allah kepada mereka. Dengan harapan,

20
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2, ( Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 354.

13
mudah-mudahan Allah menyediakan orang yang mau mengurusi
anak-anak mereka dengan penuh ketakwaan, perhatian, dan kasih
sayang. Dipesankan juga kepada mereka supaya mengucapkan
perkataan yang baik kepada anak-anak yang mereka didik dan mereka
pelihara itu, sebagaimana mereka memelihara harta mereka.
3. Manajemen kaderisasi adalah koordinasi semua sumber daya melalui
proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan tenaga kerja,
pengarahan dan pengawasan untuk menghasilkan kader calon penerus
generasi yang memiliki kualitas yang unggul.
4. Dalam hal organisasi dibutuhkan manajemen dalam mengkader
teman-teman yang akan meneruskan perjuangan kita. Agar
pengkaderan tersebut tidak lemah, benar-benar baik dan tepat sasaran,
maka dibutuhkan proses yang panjang, yakni berupa : penyeleksian,
percobaan, penilaian, persiapan, penugasan dan aktualisasi diri.
B. Saran
Setelah mempelajari dan menganalisis QS. An-Nisa ayat 09, penulis
mencoba memberikan saran kepada pihak pelaku pendidikan, terutama yang
masih berada di pesantren dan penulis sendiri untuk dijadikan sebagai solusi atas
pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Seperti ketika kita menjadi pengurus,
anggota kita terlebih dahulu dikaderisasi supaya jalannya organisasi atau
pesantren tetap berjalan dengan karakternya. Beramal sholeh, bertaqwa dan
senantiasa mengatakan perkataan yang proporsional. Maka dari itu peran
pemimpin sangat penting dalam memanajemen kader-kadernya, sesuai QS. An-
Nisa ayat 9.

14
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002..
Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Dibawah Naungan Al-Qur’an, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Al-Qaththan, Syaikh Manna‟, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka
Al-Kausar, 2006.
Hasan, Mohammad “Perkembangan Pendidikan Pesantren di Indonesia”, Jurnal
Tadris, Volume 10, Nomor 1, (Juni. 2015).
Khori, Ahmad “Manajemen Pesantren Sebagai Khazanah Tonggak Keberhasilan
Pendidikan Islasm” Jurnal Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, (Mei
2017)
Asifudin, Ahmad Janan, “Manajemen Pendidikan untuk Pondok Pesantren”
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 1, Nomor 2, (November
2016)
Efendi, Nur, Islamic Educational Leadership, Yogyakarta. Kalimedia, 2017.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jakarta : Lentera Abadi, 2010

15

Anda mungkin juga menyukai