Anda di halaman 1dari 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS


KEDOKTERAN KOMITE ETIK PENELITIAN
KESEHATAN RSPTN UNIVERSITAS
HASANUDDIN RSUP Dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR
Sekretariat : Lantai 2 Gedung Laboratorium Terpadu
JL.PERINTIS KEMERDEKAAN KAMPUS TAMALANREA KM.10 MAKASSAR 90245.
Contact Person: dr. Agussalim Bukhari.,MMed,PhD, SpGK TELP. 081241850858, 0411 5780103, Fax : 0411-581431

LAMPIRAN 12
ADVERSE EVENT (AE)

A. Pencatatan (apa saja yang terjadi pada subjek dan lainnya saat menerima
perlakuan)
Pada kelompok perlakuan 1 dilakukan pemberian blok
transversus abdominis plane (TAP) dengan menginjeksikan
bupivakain isobarik 0,25% 50 mg 20 ml secara bilateral dan pada
kelompok perlakuan 2, dilakukan infiltrasi anestetik lokal dengan
menggunakan bupivakain 0,25 % 50 mg pada daerah subdermal.
1. Pada subjek kedua kelompok dilakukan pengamatan intensitas
nyeri pada saat kondisi diam dan bergerak post operasi pada
jam ke 2, 4, 6, 8, 12, dan 24 jam setelah dilakukan blok TAP
atau infiltrasi anestetik lokal menggunakan skala Numeric
Rating Scale (NRS) dan hasilnya dicatat pada lembar observasi.
2. Diberikan rescue nyeri post operasi pada subjek jika didapatkan
intensitas nyeri dengan nilai NRS > 4, menggunakan fentanyl
dengan dosis 0,5 – 1 mcg/kgBB/intravena dititrasi sesuai
dengan kebutuhan dan dicatat waktu pertama kali pemberian
rescue pada pasien tersebut.
3. Dilakukan pengambilan sampel darah perifer sebanyak 3 cc
untuk dilakukan pemeriksaan Interleukin-6 sebelum dilakukan
anestesi regional Subarachnoid Block (SAB) jam ke-12 dan 24
jam setelah dilakukan perlakuan pada kedua kelompok subjek.
B. Analisis
Komplikasi setelah anestesi infiltrasi yang dapat terjadi berupa
toksisitas anestesi lokal, infeksi luka, hematoma, dan memar. Sementara
untul blok TAP kerusakan viseral karena tusukan peritoneum yang tidak
disengaja (Injeksi ke dalam intravaskular dan cavum peritoneal) dan
toksisitas anestesi lokal.

C. Emergency Resque System


1. Pada blok TAP kerusakan viseral karena tusukan peritoneum yang
tidak disengaja (Injeksi ke dalam intravaskular dan cavum
peritoneal resikonya dapat diminimalkan dengan USG
2. Memar pada Infiltrasi Anestetik Lokal dapat sembuh secara
spontan
3. Pada subjek yang mengalami tanda dan gejala toksisitas sistemik
anestetik lokal (agitasi, perubahan pendengaran, lidah terasa
seperti logam atau tiba-tiba perubahan kejiwaan), diikuti dengan
kejang kemudian depresi SSP ( mengantuk, koma atau kolaps
pernafasan)
a. Cari pertolongan
b. Fokus utama:
- Penanganan jalan nafas: ventilasi dengan oksigen 100 %
- Atasi kejang : benzodiazepin
c. Basic and Advanced Cardiac Life Support (BLS/ACLS)
d. Infus emulsi lemak 20%
- Bolus IV 1,5 mL/kg selama 1 menit ( 100 mL)
- Infus kontinyu 0,25 mL/kg /menit ( 18 mL/menit ; disesuaikan
dengan roller clamp)
- Pengulangan bolus 1 atau 2 kali pada kolaps kardiovaskular per
sisten
- Kecepatan infus double 0,5 mL/kg/menit jika tekanan darah ren
dah
- Infus kontinyu paling kurang 10 menit setelah tercapainya stabil
itas sirkulasi
- Direkomendasikan batas atas: kira-kira emulsi lemak 10mL/kg
selesai pada 30 menit pertama.
e. Hindari vasopressin, calcium channel blocker, β-blocker atau an
estetik lokal.
f. Siap siaga fasilitas terdekat yang mempunyai kemampuan cardi
opulmonary bypass
g. Hindari propofol pada pasien yang memiliki gejala ketidakstabil
an kardiovaskular
h. Direkomendasikan monitoring yang lebih lama (≥ 12 jam) setel
ah gejala toksisitas kardiovaskular karena depresi kardiovaskula
r yang disebabkan oleh anestetik lokal dapat menetap atau munc
ul kembali setelah terapi.

D. Penghentian subjek dalam


penelitian akibat AE Jika terjadi
alergi dan efek samping obat

E. Kompensasi untuk subjek


Bila terjadi adverse event, maka subjek akan ditangani sesuai prosedur
medis dan semua biaya yang diakibatkan oleh adverse event akan
ditanggung oleh peneliti. kepada subyek tidak diberikan insentif.

Anda mungkin juga menyukai