Anda di halaman 1dari 2

Desa Bato Dalam Kehidupan Masyarakat Yang Rukun Dan Harmonis

Oleh : Ade Rolla Ilham

Dosen Pembimbing Lapangan : Rahmi Eka Putri, S.Kom, MT

Desa Bato merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pariaman Timur, Kota
Pariaman. Kata Bato diambil dari dari kata batu yang tersusun. Masyarakat desa bato sendiri
memiliki empat macam suku minang dan satu etnis suku batak yang terdiri dari suku tanjuang,
sikumbang, caniago, dan jambak yang dipimpin oleh seorang mamak. Sedangkan untuk suku
batak sendiri terdiri dari etnis mandailing yang seharusnya dipimpin oleh seorang raja. Namun,
karena masyarakat mandailiang di desa Bato tidak memiliki raja disana, maka terdapatlah
peranan seorang mamak dalam mengurusi rumah tangganya masyarakat mandailiang.

Sebelum itu, suku minang yang ada dalam masyarakat desa bato memiliki titik sentralnya
yang mana peranannya dipegang oleh mamak waris dan juga mamak suku. Mamak waris adalah
saudara laki laki dari seorang ibu yang memiliki peranan di dalam rumah gadangnya sebagai
pewaris harta pusaka. Berbeda dengan mamak waris, sedangkan mamak suku memiliki tugas
secara komunal yang mana persoalannya terjadi di tengah masyarakat.

Kembali dengan masyarakat mandailiang yang hidup di desa bato, mereka bukanlah
menjadi perbedaan atau dengan kata lain mereka tidak merasa diasingkan di dalamnya.
Kehidupan yang rukun dan harmonis itu tercipta tidak hanya karena masyarakat desa Bato
mempunyai rasa toleransi yang tinggi. Akan tetapi, peranan mamak suku juga sangat penting
bagi masyarakat mandailiang yang ada di desa Bato. Masyarakat Mandailiang tersebut
menggagap bahwa mamak suku di desa Bato bisa difungsikan sebagai pengganti raja dalam
mengurusi persoalan dapurnya. Semisal, dalam acara pernikahan yang diselenggarakan oleh
masyarakat mandailiang. Tentu untuk mereka kembali ke raja yang ada di kampung asal mereka
akan memberatkan diri mereka sendiri, baik dari segi administrasi ataupun efesiensi waktu.
Disinilah pernanan seorang mamak suku di desa Bato dapat dilihat sebagai pengganti raja bagi
masyarakat mandailiang tersebut.

Perbedaan kekerabatan di desa bato bukan menjadi polemik ataupun persoalan yang ada,
bisa di lihat di desa bato meskipun suku minang dan suku batak itu berbeda satu sama lainya
namun pebedaan tadi malah terjadi peningkatan toleransi antara satu dengan yang lain. Mamak
yang hadir di tengah tengah masyarakat yang menjadi titik sentral di dalam masyarakat yang
akan menjadi tempat menampung aspirasi di dalam masyarakat.

Hubungan antara individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok bisa rukun dan
harmonis kuncinya adalah tidak membeda bedakan budaya yang satu dengan yang lainya,
mengunakan ranah rasional sejatinya tidak akan menemukan jawaban untuk sebuah persoalan,
maka peran mamak di desa bato yang sangat kuat pengaruhnya diharapkan dapat membimbing
cucu kamanakanya menuju masyarakat yang mampu menjunjung tinggi persaudaraan. Jika
keharonisan yang sudah hadir di dalam masyarakat, apapun itu persoalan yang akan di hadapi
akan menjadi lebih ringan dan juga lebih mudah di selesaikan, dan tidak akan adalagi perpecahan
yang akan merusak kehidupan masyarakat.

Meskipun permasalahan itu sendiri tidak akan pernah punah dan akan selalu hadir di
tengah masyarakat, tetapi itu semua sudah bisa di minimalisir permasalahanya kuncinya adalah
kesadran di dalam masyarakat itu sendiri, tidak akan berjalan aturan yang di buat kalau tidak
adanya realisasi yang jelas antara individu degan individu lainya, maka harus seimbang antara
pemenuhan hak dan kewajiban setiap orang yang ada di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai