PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai makhluk yang bermasyarakat, dalam kehidupan sehari-hari tidak
dapat terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Baik secara luas maupun secara
terbatas, kita harus selalu berhubungan dengan orang lain diluar diri kita sendiri.
Tanah bukan hanya sebagai sumber kehidupan atau sumber mata pencaharian,
namun segala aktivitas manusia berada di atas tanah. Mereka bertempat tinggal
dengan membuat rumah diatas tanah, mereka dilahirkan hingga dewasa, kemudian
1
mengembangkan keturunannya, bahkan sampai akhir hayatnya dimakamkan ditanah
itu. Karena itu tanah merupakan benda yang paling berharga dan tinggi nilainya.
Berbicara tentang tanah ulayat berarti tidak terlepas dari peranan Mosalaki
atau Dela One Nua yang bertindak sebagai perangkat yang menyelesaikan masalah
sengketa tanah. Peran Mosalaki dalam suatu masyarakat desa sangatlah besar dan hal
ini sudah diakui sejak nenek moyang kita. Mereka selalu dilibatkan dalam setiap
tugas dan tanggung jawab mereka yang dibuat sebagai suatu norma kehidupan dalam
masyarakat desa. Tua adat diminta perannya untuk senantiasa memberikan seruan
moral yang mengarah pada terciptanya kerukunan dan toleransi hidup bermasyarakat.
lain disebabkan adanya perebutan hak atas tanah yang mengakibatkan rusaknya
timbulnya sengketa tanah ulayat antara lain: kurang jelas batas tanah ulayat dan
kurang kesadaran masyarakat hukum adat dalam hal penggunaan dan kepemilikan
tanah. Seperti yang terjadi di Kecamatan Soa adalah antara masyarakat Desa Seso
dengan masyarakat Desa Waepana dilokasi Turewuda, dimana masyarakat adat Desa
Seso (Suku Meli) melihat dan merasa bahwa tanah yang ada di Turewuda adalah
tanah ulayat yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur kepada masyarakat
adat untuk tempat upacara adat, padang penggembalaan dan padang perburuan sesuai
2
dengan suku-suku atau Woe yang ada di Desa Seso. Dengan pemahaman yang
demikian masyarakat adat Desa Seso (suku meli) merasa bahwa orang-orang yang
mereka yang diwariskan secara turun temurun sehingga tanah ulayat yang ada dan
dianggap sebagai tanah suku harus selalu dipertahankan. Ketidakpuasan inilah yang
mendesak masyarakat adat Desa Seso menuntut masyarakat Desa Waepana untuk
mengembalikan dan mengakui tanah-tanah hak ulayat mereka. Disatu pihak ternyata
tanah-tanah ulayat yang dikuasai oleh masyarakat Desa Waepana sudah menjadi
milik mereka karena telah diberikan oleh pemerintah berdasarkan tanah negara yang
bebas. Dan kepada masyarakat desa Waepana telah diberikan bukti-bukti kepemilikan
dikuasai dan diolah serta ditanami tanaman panjang umur oleh masyarakat Desa
Waepana.(Maria_D_Muga.pdf.Adobe_Reader.Peranan_Kepala_Adat_Dalam_Penyel
esaian_Sengketa_Tanah_Ulayat_Melalui_Mediasi)
peranan Mosalaki dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat di Desa Seso karena
serta hak milik tanah yang bukan merupakan hak miliknya. Oleh sebab itu diharapkan
Dari latar belakang di atas penulis merasa tertarik untuk mengkaji secara
mendalam melalui penelitian yang berjudul:”Peranan Mosalaki Dalam Penyelesaian
Sengketa Tanah Ulayat Di Desa Seso Kecamatan Soa Kabupaten Ngada”
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian
1. Tujuan
2. Kegunaan
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi kegunaan dari penelitian
ini adalah:
D. Tinjauan Pustaka
1. Peranan
Soekanto (1990:268) mendefinisikan peranan merupakan aspek dinamis
4
dengan kedudukan, maka dia menjalankan suatu peranan. Soekanto menambahkan
bahwa peranan dan kedudukan tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung
kepada yang lainnya, atau tidak ada peranan tanpa ada kedudukan, atau tidak ada
kedudukan tanpa ada peranan. Perbedaan peranan dan kedudukan adalah hanya
meliputi tiga hal pokok antara lain: (a) peranan meliputi norma-norma yang
seseorang dalam kehidupan masyarakat, (b) peranan adalah suatu konsep tentang
apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi, (c)
peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
tidak lepas dari sebuah tindakan sosial di mana tindakan sosial adalah melakukan
pengenalan dan ciri-ciri kewajiban individu dalam suatu organisasi sosial yang
yang dimainkan dalam suatu organisasi kerja yang menunjukkan pada peranan dan
kewajiban.
2. Kepemimpinan
5
Dewasa ini, banyak sekali konsep kepemimpinan yang telah ditemukan
oleh para ahli diantaranya, Sondang P Siagian dalam Ali (1986:81) mengatakan
tetapi juga suatu proses sosial. Sebagai suatu kedudukan sosial, pemimpin
merupakan suatu komplek dari hak-hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh
seseorang. Sebagai suatu proses sosial, pimpinan meliputi segala tindakan yang
bawahan atau pengikut, (2) adanya tujuan yang ingin dicapai, (3) adanya
membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau
sebagai pemimpin.
6
a. Gaya kepemimpinan otoriter
kehendak sendiri.
dari bawahannya.
Dimana seorang pemimpin bisa begitu yakin akan nilai mutlak dari
pokok sebagaimana yang dikemukakan oleh Max Weber dalam Abdonia (2003:6-
7) antara lain: (1) pimpinan kharismatik, pimpinan yang demikian ini, di mana
kesaktian yang tak ada pada orang lain. Yang kesaktiannya ini didapatkan dari
Tuhan. Pimpinan ini diakui oleh masyarakat selama ia masih memiliki kharisma,
(2) pimpinan tradisional, pimpinan yang demikian ini didasarkan pada pengakuan
akan tradisi yaitu didasarkan pada keturunan atau dengan pewarisan kekuasaan,
7
(3) pimpinan nasional, pimpinan ini didasarkan pada pendidikan formal atau
dengan kata lain melalui jenjang pendidikan formal, di mana yang dipakai sebagai
lebih baik dari pada masyarakat yang ada disekitarnya dan juga dipercaya dapat
3. Konflik
Tidak satu masyarakat pun yang pernah mengalami konflik antar
anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang
bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri, Max Weber dalam Dany
(2011:163).
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak; dimana
8
tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok, kekerabatan, satu
komunitas atau mungkin satu lapisan kelas sosial, satu organisasi politik dan satu
suku bangsa atau satu pemeluk agama tertentu. Demikian pihak-pihak yang dapat
Mengacu dari konsep tersebut, maka perang tidak sama dengan konflik, akan
tetapi benih-benih dari setiap peperangan hingga bentuk terorisme adalah konflik
sebagai perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara
individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk saling
dibedakan menjadi empat macam yaitu: 1. Konflik antara dua atau lebih dalam
tidak terorganisir (polisi melawan masa), dan 4. Konflik antara satuan nasional
(kampanye).
baik yang bersifat individu maupun yang bersifat kelompok. Begitu juga halnya
9
dalam masalah sengketa tanah yang dapat menimbulkan konflik antara kelompok
4. Tanah Ulayat
Tanah ulayat merupakan tanah yang diwariskan turun temurun oleh nenek
moyang sejak dahulu kala, tanah ulayat dipahami sebagai bidang tanah yang di
atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang
dalam hal mengatur boleh tidaknya memanfaatkan tanah ulayat ini biasanya
menjadi tanggung jawab para Mosalaki. Pentingnya sebuah aturan mengenai boleh
melainkan juga alasan lain yakni kelangsungan hidup (eksistensi). Sebab, bagi
masyarakat hukum adat, tanah ulayat tidak saja dijadikan sebagai tempat untuk
bergantung hidup (bercocok tanam dan berburu atau tempat untuk mengambil
sumber daya alam lainnya seperti kayu, madu dan lain sebagainya) melainkan juga
‘perkampungan’. Dengan kata lain, tanah ulayat yang sebagian besar terdiri dari
http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/19215.html
sanak keluarga) mempunyai hak pakai dalam arti boleh memakai, boleh
mengusahakan, boleh menikmati hasilnya tapi tidak boleh secara pribadi atau
10
tanah ulayat merupakan segala sesuatu yang terdapat atau yang ada di atas
termasuk ruang angkasa maupun segala hasil perut bumi yang diwarisi secara
turun temurun dalam keadaan utuh. Tidak terbagi dan tidak boleh di bagi.
E. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang akan menjadi tempat penelitian ini adalah Desa Seso Kecamatan Soa
peristiwa ini berada di Desa Seso sehingga memungkinkan bagi peneliti untuk
memperoleh data, selain itu lokasi ini juga ditentukan atas dasar pertimbangan
waktu, biaya, tenaga dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penulisan ini.
2. Informan
Moleong (2004:9) mengatakan informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
penelitian ini, peneliti memilih dan menentukan informan dengan cara Purposive
mengetahui masalah yang diteliti. Dengan demikian, maka yang menjadi informan
dalam penelitian ini adalah: (a) masyarakat yang berkaitan dengan sengketa tanah,
Adapun yang dijadikan kriteria dalam penentuan informan adalah: usia, status
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu:
a. Sumber Data Primer
11
Iskandar (1996:178) menyatakan bahwa sumber data primer yaitu sumber
data yang diperoleh langsung dari kesaksian mata sendiri sebagai orang yang
mengetahui tentang obyek yang diteliti. Jadi yang menjadi sumber data primer
dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berkaitan dengan sengketa tanah
data yang diperoleh dengan mengumpulkan atau mengolah data yang bersifat
penelitian. Jadi data sekunder dari penelitian ini yaitu buku-buku, literatur
a. Wawancara
cara tanya jawab secara tatap muka. Untuk memperoleh data secara langsung,
akan diteliti yaitu peranan Mosalaki dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat
12
sebelumnya. Untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan data, maka
peneliti menyiapkan juga alat bantu berupa catatan, aat-alat perekam dan
kamera foto.
b. Observasi
mengamati langsung tanah yang bermasalah dengan alat bantu berupa kamera
c. Studi Pustaka
Ngada dan dimaknai sebagai satu sumber yang bisa melengkapi data hasil
wawancara.
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah
dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
13
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada
orang lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif. Teknik analisis ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dari data-
data berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data-data tersebut berasal
analisis deskriptif ini dimulai dari analisis berbagai data yang telah terhimpun
Dengan demikian, yang dilakukan oleh peneliti setelah sampai di lokasi penelitian
adalah peneliti akan mengumpulkan data dari berbagai sumber yaitu dari
wawancara, pengamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan dan dari
kelengkapan dan keabsahan data dengan tujuan untuk memperoleh data yang
lengkap dan akurat. Setelah selesai tahap ini, peneliti akan melakukan penafsiran
data dan diakhiri dengan mendeskripsikan hasil analisis data dalam bentuk
laporan penelitian.
14
BAB II
A. Keadaan Geografis
1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Ngada merupakan salah satu kabupaten yang beribukota Bajawa
yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wilayah Kabupaten Ngada terletak
Letak wilayah Kecamatan Soa mempunyai daratan yang luas, strategis dan desa-desa
di wilayah kecamatan Soa sangat dekat, mudah di jangkau dalam pelayanan dan
Luas wilayah kecamatan Soa 91.14 km² sedangkan jumlah penduduk sekitar 11.947
2. Iklim
Iklim merupakan keadaan cuaca rata-rata pada suatu tempat dalam jangka
waktu yang cukup lama. Berdasarkan letak astronomis pulau Flores pada umumnya
15
dan desa Seso pada khususnya terletak pada zona tropis. Maka kenyataannya di Desa
Seso musim hujan berlangsung selama 4-5 bulan sedangkan musim kemarau
berlangsung 5-6 bulan. Wilayah desa Seso memiliki curah hujan dengan intensitas
rendah serta beriklim panas.
3. Keadaan Demografi dan Topografi
Sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Ngada termasuk daerah yang
beriklim tropis sehingga perubahan suhu tidak dipengaruhi oleh pergantian musim,
tetapi ditentukan oleh perbedaan ketinggian dari permukaan laut. Kondisi tersebut
merupakan salah satu faktor yang menentukan mata pencaharian penduduk dan jenis
tanaman atau ternak yang dipelihara. Luas wilayah yang berada di ketinggian
sebesar 15,13 %. Berdasarkan data tahun 2012, jumlah penduduk kecamatan Soa
gambaran tentang berbagai usaha ekonomi penduduk dan untuk mengetahui jenis
Tabel 1
Distribusi penduduk menurut mata pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah Presentase (%)
1. a. PNS 960 jiwa 8, 03 %
b. Polri 917 jiwa 7,67 %
c. Swasta 412 jiwa 3,44 %
2. Petani 8.052 jiwa 67,39 %
3. Pensiunan 415 jiwa 3,47 %
4. Pertukangan 883 jiwa 7,39%
5. Jasa 308 jiwa 2,57 %
Jumlah 11. 947 jiwa 100 %
16
Sumber data: kantor Desa Seso, tahun 2012
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang bermata
(67,39%), PNS berjumlah 960 jiwa (8,03%), Polri berjumlah 917 jiwa (7,67%),
pertukangan berjumlah 883 jiwa (7,39%), pensiunan berjumlah 415 jiwa (3,47%),
swasta berjumlah 412 jiwa (3,44%) dan jasa berjumlah 308 jiwa (2,57%). Di wilayah
ini merupakan daerah pegunungan sehingga sektor pertanian yang paling dominan.
a. Pertanian
Seso di mana terdapat tempat pertanian yang banyak. Pada lahan kering
tenaga manusia sedangkan pada tanah yang basah digunakan tenaga hewan untuk
mengolah. Setiap lahan diolah sekali dalam setahun dan hasil tidak menentu
tergantung banyak sedikitnya curah hujan dan cuaca yang mendukung. Beberapa
tanaman pangan yang dihasilkan seperti padi sawah, jagung, ubi kayu, kacang
b. Peternakan
Beternak merupakan salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat Desa Seso.
Peternakan di Desa Seso dikandangkan pada musim hujan dan dilepas pada
musim kemarau. Pada musim hujan ternak dikandangkan karena masyarakat takut
jika dilepas maka akan mengganggu tanaman masyarakat yang berada di kebun.
Masyarakat Desa Seso memiliki ternak kecil dan unggas dengan perincian dapat
17
Tabel 2
Jumlah ternak di Desa Seso tahun 2012
No Jenis Ternak Jumlah
1. Babi 749 ekor
2. Kambing 65 ekor
3. Kuda 65 ekor
4. Kerbau 150 ekor
5. Sapi 55 ekor
6. Ayam 1350 ekor
Jumlah
Sumber : Kantor Desa Seso, Tahun 2012
Lahan peternakan yang semakin sempit akibat alih fungsi sebagai lahan pertanian
dan akan mengancam keberadaan ternak. Oleh karena itu, perlu penanganan yang
serius dari masyarakat dan pemerintah supaya menyediakan suatu lahan khusus
untuk peternakan.
C. Keadaan Penduduk
1. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial dalam
ganda di dalam pengembangan suatu wilayah yaitu sebagai objek dari kegiatan
kesejahteraan penduduknya. Penduduk Desa Seso pada tahun 2012 berjumlah 1045
jiwa, dengan perincian jumlah laki-laki berjumlah 604 jiwa dan perempuan berjumlah
441 jiwa, yang menyebar pada 4 dusun di Desa Seso. Dalam hal ini berdasarkan data
yang diproleh maka dapat dilihat bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari
penduduk perempuan. Berdasarkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian, maka
18
Tabel 3
Distribusi penduduk setiap dusun di Desa Seso tahun 2012
NO Nama Dusun Jumlah Jiwa Prosentase (%)
1 Dusun Fokaroga 215 Jiwa 20,57%
2 Dusun Bomolo 345 Jiwa 33,01%
3 Dusun Tangi Seso I 264 Jiwa 25,26%
4 Dusun Tangi Seso II 221 Jiwa 21,14%
Jumlah 1045 100%
Sumber: Kantor Desa Seso Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk yang terdapat di
Dusun Fokaroga berjumlah 215 jiwa (20,57%), Dusun Bomolo berjumlah 345 jiwa
(33,01%), Dusun Tangi Seso I berjumlah 264 jiwa (25,26%),sedangkan Dusun Tangi
Seso II berjumlah 221 jiwa (21,14%). Jadi jumlah penduduk yang paling banyak
terdapat di Dusun Bomolo yaitu 345 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk di Dusun
Bomolo disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (a) wilayahnya lebih luas
dibandingkan dengan dusun yang lainnya; (b) pihak luar yang masuk ke desa Seso
lebih banyak menetap di Dusun Bomolo; (c) jumlah penduduk bertambah terus
karena banyak kaum muda menikah dini serta banyaknya pendatang dari luar; (d)
angka kematian sangat minim jika dibandingkan dengan dusun lainnya. Di samping
itu di dusun Bomolo cocok di jadikan tempat pertanian karena tempatnya sangat luas
dengan baik.
2. Persebaran Penduduk
Penduduk Desa Seso terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 604 jiwa
(57,79%) sedangkan perempuan berjumlah 441 jiwa (42,20%).Untuk lebih jelas dapat
19
Tabel 4
Distribusi penduduk menurut jenis kelamin tahun 2012
No Nama dusun Jiwa L % P % L+P %
1. Dusun 215 113 18,70 102 23,12 215 20,57
Fokaroga
2. Dusun 345 235 38,90 110 24,94 345 33,01
Bomolo
3. Dusun Tangi 264 135 22,35 129 29,25 264 25,26
Seso I
4. Dusun Tangi 221 121 20,03 100 22,67 221 21,14
Seso II
Jumlah 1045 604 100 441 100 1045 100
Sumber: Kantor Desa Seso Tahun 201
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk Dusun Fokaroga
adalah 215 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 113 jiwa (18,70%) dan
perempuan sebanyak 102 jiwa (23,12%), dusun Bomolo berjumlah 345 jiwa yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 235 jiwa (38,90 %) dan perempuan sebanyak 110 jiwa
(24,94%), dusun Tangi Seso I berjumlah 264 yang terdiri dari laki-laki sebanyak 135
jiwa (22,35%) dan perempuan sebanyak 129 jiwa (29,25%) dan dusun Tangi Seso II
berjumlah 221 jiwa yang terdiri dari laki-laki 121 jiwa (20,03%) dan perempuan
sebanyak 100 jiwa (22,67%). Dengan demikian bahwa penduduk Desa Seso lebih
didominasi oleh laki-laki dengan jumlah sebanyak 604 jiwa (100%). Faktor yang
menyebabkan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan pada tabel di
atas diantaranya: a) angka kelahiran bayi laki-laki lebih besar dari bayi perempuan, b)
banyak kaum ibu yang kurang merespon terhadap program KB, c) banyaknya
perempuan yang kawin dalam usia muda di Desa Seso. Dalam hal ini juga banyak
kaum ibu yang tidak mengikuti sosialisasi dari kantor kesehatan tentang program-
program yang di adakan oleh dinas kesehatan seperti KB dan lain sebagainya.
20
3. Agama dan kepercayaan
Agama merupakan sarana dalam kehidupan sosial manusia. Hal ini berarti bahwa
semua orang mempunyai pola pikir dan berprilaku terhadap apa yang diyakininya. Di
desa Seso terdapat beberapa agama dan aliran kepercayaan, untuk lebih jelasnya
Tabel 5
Agama dan kepercayaan di Desa Seso tahun 2012
No Agama Jumlah Presentase %
1. Kristen katolik 1040 jiwa 99,52
2. Kristen protestan 5 jiwa 0,47
3. Islam - -
4. Hindu - -
5. Budha - -
Jumlah 1045 100
Sumber: Kantor Desa Seso Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Seso 99,52%
menganut agama kristen katolik, 0,47% menganut agama kristen protestan, 0,0%
menganut agama islam, hindu dan budha. Banyaknya penganut agama kristen katolik
di desa ini karena mereka percaya terhadap Tuhan pencipta dan agama ini disiarkan
melalui misi.
D. Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya
berada di luar sekolah atau masyarakat. Satu bangsa atau negara akan mengalami
Wilayah kecamatan Soa melalui program dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
21
(PPO), selalu berkonsentrasi pada kegiatan membangun pendidikan antara lain
suatu usaha yang dilaksanakan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud
baru.
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan formal adalah pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah
kelompok warga negara indonesia non pemerintah yang berperan dalam bidang
formal. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam usaha yang dilakukan oleh
perencana pendidikan, terutama pada saat proses pembelajaran yaitu guru sebagai
22
Tabel 6
Jumlah sekolah yang ada di Soa
No Jenjang pendidikan Jumlah
1. Pendidikan TKK 8 sekolah
2. SD swasta 12 sekolah
3. SD Negeri 7 sekolah
4. SLTP Negeri 2 sekolah
5. SLTP Swasta 1 sekolah
6. SLTA Negeri 1 sekolah
Jumlah 31 sekolah
Sumber: Kantor Desa Seso Tahun 2012
kurangnya motivasi siswa, kekurangan guru, kualitas guru masih rendah serta
pendidikan di kecamatan ini berkurang, serta anggapan dari para orang tua bahwa
dengan menyekolahkan anaknya hanya akan membuang-buang uang serta tenaga dan
waktu saja. Faktor dari diri anak sendiri yang tidak ingin bersekolah.
Aloysius Siba mengatakan bahwa masih banyak kendala pendidikan yang harus
tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, dan
terbatasnya sarana prasarana dan alokasi dana dalam pembangunan pendidikan dari
generasi baru oleh generasi tua karena banyaknya unsur dan komponen di dalam
23
segera dilakukan melalui pendidikan. Untuk itu, pihak dinas PPO bertekad dengan
peningkatan disiplin yang berbudaya serta memiliki etos kerja guru yang tinggi yang
berwawasan iman dan taqwa (Imtaq) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Seni
(Ipteks).
E. Keadaan Tanah
Manusia pada dasarnya tergantung pada tanah dan pada batas-batas tertentu.
Tanah yang baik tergantung pada manusia dan pengelolaannya. Tanah merupakan
sangat subur sehingga masyarakat tidak susah dalam mengelola lahan pertanian
F. Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Desa Seso memiliki sistem kemasyarakatan yang khas. Dalam
sifat kebersamaan yang tinggi terutama dalam bentuk gotong royong dalam
menghargai orang yang mempunyai peran tertentu seperti tua adat (Mosalaki),
24
G. Keadaan Kebudayaan
Pengaruh perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) turut
hidup, mata pencaharian, religi dan kesenian. Masyarakat cendrung di pengaruhi oleh
kebudayaan luar dengan tanpa melalui seleksi sehingga lambat laun kebudayaan asli
mulai punah. Beberapa ritual adat yang saat ini masih dipertahankan antara lain:
upacara berburu (Rori Witu). Masyarakat percaya bahwa adanya Tuhan (Dewa Zeta
Nitu Zale) yang bersifat sakral dan sebagai sang pemilik kehidupan. Ungkapan-
ungkapan ini merupakan kunci dimana selalu dituangkan dalam setiap ritus adat.
Disamping kepercayaan tersebut, masyarakat Desa Seso juga percaya akan leluhur
yang telah meninggal dimana leluhur dipercaya sebagi perantara doa dan mereka
dianggap sebagai paling dekat dengan Tuhan (Dewa Zeta Nitu Zale). Ritual adat
sering dilakukan untuk menghormati para leluhur seperti pada acara berburu (Rori
Witu).
H. Keadaan Pemerintahan
1. Pemerintahan Adat
Dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Seso, memiliki pemerintahan adat
yang dapat mengatur tingkah laku masyarakat secara adat. Untuk menyelesaikan
Hal ini terkait dengan masalah tanah ulayat, masalah moral, dan sejenisnya dengan
menggunakan hukum yang berlaku secara adat. Tetapi jika penyelesaian masalah
25
ditingkat adat menemukan jalan buntu barulah dibawa ketingkat aparat desa sesuai
hukum formal atau tertulis. Masalah yang berkaitan dengan tanah ulayat diurus oleh
Mosalaki, sedangkan tua adat yang lain harus turut berpartisipasi walaupun secara
pasif. Sanksi yang diberikan biasanya sesuai dengan besarnya kesalahan yang dibuat
2. Pemerintahan Formal
Masyarakat desa Seso memiliki aparat pemerintahan desa yang dipimpin
oleh seorang kepala desa. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretaris desa.
Masa jabatan kepala desa berlaku selama lima tahun. Untuk mengontrol jalannya
roda pemerintahan desa maka di desa Seso memiliki suatu badan yang bernama
Badan Perwakilan Desa (BPD). Di setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun
26
BAB III
Desa Seso melihat dan merasa bahwa tanah yang ada di lokasi Turewuda adalah
tanah ulayat yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhur kepada masyarakat
adat untuk tempat upacara adat, padang penggembalaan dan padang perburuan sesuai
dengan suku-suku atau Woe yang ada di Desa Seso. Dengan pemahaman yang
demikian masyarakat Desa Seso merasa bahwa orang-orang yang mendiami dan
yang diwariskan secara turun temurun sehingga tanah ulayat yang ada dan dianggap
sebagai tanah suku harus selalu dipertahankan. Tanah ulayat masyarakat adat Desa
Seso yang menjadi sengketa di lokasi Turewuda terdiri dari berbagai suku yakni
antara lain:
1. Tanah ulayat milik suku Tiwu-Ngina yang merupakan tempat untuk upacara adat
2. Tanah ulayat milik suku Mude yang merupakan tempat berkumpul orang-orang
Di samping itu tanah ulayat masyarakat adat Desa Seso berdasarkan asal
27
1. Tanah warisan dalam suku dan dimiliki semua anggota suku yang berkaitan
dengan kepemilikan rumah adat dan upacara adat (tana kapi sa’o) seperti
komunal dan lintas suku bila dalam perang memperebutkan tanah tersebut
3. Tanah hibah atau tanah pemberian karena alasan tertentu (tana Ti’i toki)
4. Tanah pengganti kerbau dan emas dalam rangka memberikan belis dalam suatu
5. Tanah yang diambil secara paksa sebagai alat pembayaran utang atau karena
Tanah-tanah suku yang ada tersebut dikuasai oleh suku-suku yang terdapat
pada masyarakat adat Desa Seso. Pada masa pemerintahan Belanda (masa kerajaan)
terjadi kontrak kerja antara penguasa Belanda dengan raja Bajawa yang pada masa itu
dipegang oleh Wio Sola sebagai kepala suku. Kerjasama/kontrak kerja tersebut
membagi wilayah kecamatan Soa menjadi dua bagian besar yaitu bagian Timur (ada
batas pilar/zuru Lange) menjadi lokasi daerah kontrak yang disebut tanah Vanback
dan bagian barat tetap dikuasai oleh masyarakat adat Desa Seso yang disebut tanah
hak milik. Kontrak kerja antara pemerintah Belanda dan kepala suku di wilayah Soa
terbagi dalam tiga bagian yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Selanjutnya pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka tanah-tanah bebas kontrak
yang disebut sebagai tanah Vanback dialihkan menjadi tanah negara bebas dan
kemudian diberikan kepada masyarakat dengan tidak melihat asal usul suku dan
28
syarat-syarat lainnya. Kebebasan inilah yang mengundang masyarakat dari berbagai
penjuru untuk menguasai desa Seso. Masyarakat yang datang dari luar (pendatang)
itulah kemudian mendiami Desa Waepana dan menguasai tanah-tanah ulayat milik
masyarakat adat Desa Seso berdasarkan aturan pertanahan diperoleh dari tanah bekas
Vanback atau tanah negara bebas tersebut yang kemudian menjadi desa Waepana.
Dengan bertambahnya penduduk yang semakin pesat, luas tanah menjadi berkurang
dan keadaan ekonomi mendesak masyarakat adat Desa Seso merasa tidak ada jalan
lain agar tanah ulayat yang menjadi hak masyarakat Seso diangkat dengan melihat
sejarah masa lalu bahwa tanah ulayat mereka telah dirampas dan diambil alih oleh
pemerintah tanpa seijin masyarakat Seso. Dan menurut masyarakat Seso kerjasama
atau kontrak kerja dengan pemerintah Belanda tersebut telah berakhir dan tanah-
tanah ulayat tersebut harus dikembalikan kepada suku atau woe masyarakat Seso
pendatang dalam hal ini masyarakat Waepana untuk mengembalikan dan mengakui
tanah-tanah ulayat mereka. Namun ternyata tanah ulayat yang telah dikuasai oleh
masyarakat Waepana sudah menjadi milik mereka karena telah dibagi oleh
pemerintah berdasarkan tanah negara bebas diatas selain itu kepada masyarakat
Waepana telah diberikan bukti-bukti kepemilikan atas tanah berupa sertifikat dan
tanah-tanah tersebut sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai dan diolah serta ditanami
29
B. Konstruksi Sosial Sengketa Tanah Ulayat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi sosial terjadinya sengketa
ulayat adalah adanya batas yang jelas dengan tanah milik suku lain. Batas tanah yang
jelas akan memberi tanda kepada masyarakat suku lain, untuk mengakui keberadaan
tidak memiliki batas kepemilikan tanah yang jelas. Batas tanah ulayat umumnya
ditandai dengan batas alam sperti pepohonan, tumpukan batu dan gundukan tanah
serta bukit atau gunung tertentu. Batas tanah suku dengan menggunakan batas alam
ini dapat dimanipulasi oleh suku tertentu dengan cara dihancurkan atau dipindahkan.
Misalnya pohon atau batu dimusnahkan atau dipindahkan oleh suku tertentu dari
tempat lain ketempatnya semula untuk memperluas tanah sukunya. Ada yang
mengklaim bahwa pohon, kayu atau tebing adalah muncul secara alamiah, karena itu
Karena batas tanah ulayat atau suku hanya dengan menggunakan batas alam
yang tidak jelas, maka di kecamatan Soa selalu terjadi penuntutan antara suku diatas
satu bidang tanah. Sering juga tidak saling mengakui batas tanah ulayat yang satu
dengan batas tanah ulayat yang lainnya. Akibat saling menuntut dan tidak mengakui
ini, maka perang atau bentrok fisik antara suku yang menyebabkan korban nyawa dan
30
2. Adanya praktek ketidakadilan
Konflik tanah ulayat terjadi tidak hanya antara kelompok ulayat yang
berbeda, tetapi juga antara suku atau anggota masyarakat dalam satu ulayat yang
sama. Meskipun ini merupakan konflik intern sesama warga satu suku, namun tidak
jarang konflik tersebut mendatangkan kekacauan dan perpecahan yang tentu saja
Tanah ulayat merupakan hak semua masyarakat ulayat yang dalam bahasa
adat disebut tana sa watu leleng, dengan demikian semua masyarakat ulayat berhak
untuk bekerja di atas tanahnya secara adil. Karena itu tanah ulayat bukan milik ketua
suku (mosalaki), bukan pula milik beberapa anggota suku tertentu (woe/mawa).
Setiap anggota ulayat berhak mengolah dan menikmati hasil dari tanah ulayat
mereka.
harus dibagi secara adil. Tidak boleh sekelompok atau pribadi tertentu mendapat
bagian sangat kecil atau tidak mendapat bagian sama sekali. Keadilan dalam
pembagian tanah ulayat atau suku ini penting sebab perolehan tanah ulayat atau suku
adalah hasil perjuangan dan usaha semua anggota ulayat atau suku. Pembagian secara
adil merupakan salah satu upaya untu menghindari konflik antara semua warga
ulayat.
tanah ulayat di mana saja seluas berapa saja tergantung dari garat kompe (rajin dan
tekun). Tanah yang digarap menjadi milik dan diwariskan turun temurun untuk
31
keturunannya, dan orang lain berada dalam satu kawasan tidak diperkenankan untuk
dimiliki atau dikerjakan oleh orang lain dalam satu kelompok masyarakat ulayat yang
bersangkutan.
kepemilikan tanah ulayat beberapa suku di Ngada, kepala suku dan kelompok orang
yang memiliki status sosial yang tinggi serta mempunyai pengaruh yang cukup kuat
dalam kehidupan sosial masyarakat berlaku tidak adil dan menjalankan peran
melampaui wewenangnya. Orang lain yang tidak mempunyai tanah berlaku sebagai
penggarap dan hasilnya harus dibagi dengan tuan tanah. Padahal mereka yang sebagai
penggarap itu adalah warga masyarakat yang sama dan mempunyai hak yang sama
atas tanah ulayatnya. Akibat dari kesewang-wenangan dan ketidakadilan dalam hal
penguasaan tanah oleh ketua suku (mosalaki) atau kelompok tertentu dalam
semacam ini tidak hanya sesama warga suku saling bermusuhan tetapi juga berujung
keberadaan tanah ulayatnya. Mereka merupakan saksi atau pelaku sejarah. Dalam
32
penentuan keberadaan tanah ulayat kahadiran tokoh adat sangatlah penting. Para
tokoh adat tidak hanya sebagai kelompok yang turut menentukan batas-batas tanah
ulayat, tetapi mereka juga merupakan kelompok pejuang yang berusaha untuk
antara tokoh adat dari dua ulayat atau lebih. Keputusan lisan ini secara adat
memanglah kuat karena sering dibuat melalui suatu perjanjian adat yang disertai
dengan korban hewan sebagai perjanjian. Perjanjian dalam hukum adat ini
mempunyai keharusan yang harus ditaati dan semestinya tidak boleh dilanggar oleh
kelompok ulayat yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Tetapi karena perjanjian adat
dilaksanakan secara lisan dan bukan tertulis kemudian perjanjian ini dimanipulasi.
Ada kelompok ulayat tertentu yang sengaja menghilangkan jejak batas tanah ulayat
yang sudah disepakati bersama sejak leluhur. Atau karena batas tanah ulayat adalah
gunung, sungai, atau bukit dan pohon tertentu kemudian batas tersebut sudah tidak
saling mengakui.
Karena hilangnya saksi dan pelaku sejarah, setiap orang yang tidak
mengetahui secara pasti keberadaan tanah ulayatnya dapat tampil untuk memberikan
tentu saja kebenarannya sangat diragukan. Dalam pemberian bukti keberadaan tanah
ulayat ini tidak jarang kelompok ulayat tertentu menyampaikan melalui nyanyian adat
pada upacara adat. Dalam nyanyian ini disebutkan nama tempat wilayah kekuasaan
suku. Tujuannya selain untuk meningkatkan kepada generasi muda tetapi juga mau
menunjukkan bahwa suku yang bersangkutan adalah orang pertama dan asli yang
33
memiliki tanah suku dan merupakan orang pendatang (dere). Selain itu melalu cerita
dongeng yang mempunyai nilai sakral dan diceritakan pada saat upacara adat. Di
dalamnya memuat cerita tentang kehebatan atau kekuatan suku dalam berperang
merebut tanah suku, atau ketika pertama kali suku tersebut datang dan menempati
kekuasaannya.
mengenai nilai budaya, Ketua-ketua suku dan tokoh masyarakat adat dapat memberi
tanah ulayat ini, digunakan oleh kelompok penguasa untuk mengambil tanah-tanah
masyarakat dengan klaim sebagai tanah Negara dan akan digunakan untuk
kepentingan umum. Para tokoh adat pun sering tidak memberitahukan tentang
keberadaan tanah yang dimiliki oleh ulayatnya kepada seluruh warga ulayat tertentu
menggarap atau mengolah tanah di luar kuasa ulyatnya, dengan tanpa memberitahu
atau mendapat izin dari kelompok masyarakat yang berhak atas tanah ulayat yang
digarapinya.
tanah ulayat. Ketika secara ekonomi tanah tidak memberi sesuatu yang bernilai
meskipun bekerja dengan susah payah, orang cenderung menguasai tanah hanya
34
sejauh bisa diolah atau di manfaatkan sesuai dengan kebutuhan. Jika tanah yang
mereka olah tidak memberikan hasil berupa padi, jagung atau ubi-ubian yang
memuaskan, mereka tinggalkan dan dibiarkan menjadi terlantar dan orang lain
kemudian boleh mengolahnya dan menjadi milik. Masyarakat kurang berminat untuk
tanah yang dimiliki dan dikelolanya itu dan dari situ diperoleh penghasilan kelanjutan
hidup meskipun sangat terbatas. Meningkatnya nilai tanah secara ekonomi akhir-
akhir ini telah mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap tanah. Masyarakat
atas tanah tersebut mereka bebas untuk melakukan aktifitas apa saja dan dari tanah itu
Akibat saling menuntut tanah ulayat antar suku yang satu dengan suku yang
lain masyarakat terlibat dalam satu permusuhan antar suku, malah dalam beberapa
suku atau ulayat tertentu sampai terlibat dalam peperangan atau penganiayaan antar
Dalam mengatur kebijakan tanah suku, kelompok masyarakat yang berada pada status
sosial tinggi, merasa diri sebagai tuan tanah dan merupakan kelompok masyarakat
Dalam suku tertentu mereka yang berada atau yang berasal dari kelas sosial
atas, tidak menerima atau mengakui kalau mereka yang berasal dari kelas sosial
bawah turut serta dalam mengambil kebijakan dan menguasai tanah lebih banyak,
35
karena hal ini dianggap mengurangi kuasa dan pengaruh mereka. Atas dasar ini,
banyak kebijakan atau keputusan yang sudah diambil dengan melibatkan masyarakat
yang berada dalam strata sosial sudah dianggap tidak sah. Kalau tanah ini sudah
diserahkan kepada kelompok masyarakat ulayat lain atau kepada pemerintah untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan umum, mereka yang menganggap diri berasal dari
kelas sosial tinggi tidak mengakui dan biasa diambil kembali. Perilaku sosial
dan mengolah tanah, tetapi di dalamnya terkandung nilai agar sesama manusia saling
sosial.
Nilai-nilai budaya yang luhur tersebut kini semakin memudar. Dalam kaitan
dengan tanah, orang cenderung lebih memperhatikan diri atau kelompok suku atau
ulayatnya. Tanah yang mengandung nilai sosial mulai hilang, karena digeser oleh
nilai individualistis yang begitu kuat. Memudarnya nilai budaya ini dipengaruhi oleh
antara lain, karena masyarakat ulayat sudah kurang menghormati ritus adat.
ulayat di mana dalam menangani masalah tanah mereka lebih mendengar dan menaati
hukum positif dari pada hukum adat. Orang-orang cenderung tidak menghiraukan lagi
nasihat atau petuah orang tua. Hal ini dipengaruhi lagi oleh kebijakan pemerintah
dalam menyelesaikan masalah tanah, segala keputusan tentang tanah yang sudah
disepakati atau diputuskan bersama oleh masyarakat ulayat sering tidak diakui, malah
36
pemerintah membuat kebijakan dan keputusn baru tanpa musyawarah bersama
daerah dan adat istiadatnya. Dalam sistem adat di kecamatan Soa tanah suku tidak
boleh dijual atas nama pribadi atau digadaikan kepada pihak lain atas nama pribadi.
Tanah suku tidak boleh disertifikat atas nama pribadi untuk menjadi hak milik, karena
tanah suku adalah milik bersama warga suku. Namun demikian, ada pribadi tertentu
yang menjual tanah ulayat atau suku kepada pihak lain dan mngsertifikat tanah suku
untuk kepentingan pribadi, tanpa sepengetahuan dan izin semua warga suku secara
keseluruhan. Akibatnya jika tanah suku itu sudah dialihkan haknya kepada suku lain
oleh orang atau suku tertentu, warga suku sebagai pemilik tanah tidak mengakui dan
mengambil kembali tanah yang sudah diserahkan itu, meskipun sudah dilakukan
dengan cara jual beli atau sudah disertifikat. Hal-hal seperti ini akan menyebabkan
8. Kurangnya sosialisasi
Agar semua warga masyarakat ulayat mengetahui status tanah ulayat
disertai dengan luas, batas dan cara pemanfaatannya, maka salah satu hal yang perlu
dilakukan adalah sosialisasi tentang keberadaan tanah ulayat sehingga jelas bukti
melainkan tanggung jawab pemerintah. Fungsi tokoh adat dalam sosialisasi adalah,
agar warga ulayatnya mengetahui keberadaan tanah ulayat yang dimiliki, luas dan
batas tanah ulayat yang dimiliki dan batas tanah ulayat yang ada. Salah satu penyebab
37
konflik kepemilikan tanah ulayat adalah karena pemerintah dan juga tokoh-tokoh
masyarakat adat yang mengetahui persis tanah ulayatnya itu kurang memberikan
kebanyakan masyarakat tidak mengetahui status tanah ulayat hanya menurut hukum
adat. Akibatnya, adalah meskipun tanah ulayat tidak mempunyai bukti yang kuat
menurut hukum, masyarakat tetap mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan tanah
tanah ulayat ini digunakan oleh kelompok penguasa untuk mengambil tanah-tanah
tertentu dengan klaim sebagai tanah negara dan akan digunakan untuk kepentingan
umum. Para tokoh adatpun sering tidak memberitahukan tentang keberadaan tanah
yang dimiliki kepada seluruh warga ulayat, lebih-lebih kepada generasi muda. Karena
ketidaktahuan ini ada warga masyarakat dari kelompok ulayat tertentu menggarap
atau mengolah tanah diluar kuasa ulayatnya, memberitahu atau mendapat izin dari
kelompok masyarakat yang berhak atas tanah ulayat yang digarapinya. Berdasarkan
hasil wawancara dengan bapak Lipus Watu selaku tetua adat suku meli,sengketa
tanah ulayat yang sering terjadi antara masyarakat adat Desa Seso (suku meli) dengan
tanpa melalui prosedur hukum yang jelas. Begitu banyak tanah rakyat yang ada
dalam kekuasaan masyarakat adat, diklaim oleh pemerintah sebagai milik negara.
Hal ini disebabkan karena bukti tanah tersebut sebagai tanah hak ulayat tidak kuat
dan tidak jelas. Selain karena bukti hukum tanah ulayat yang tidak jelas, banyak
38
tanah yang menjadi milik negara karena diserahkan oleh beberapa anggota suku
semua masyarakat ulayat, serta kelompok ulayat lain disekitarnya yang merasa
punya hak atas tanah tersebut. Penyerahan hanya dilakukan oleh beberapa orang
saja yang merasa diri berpengaruh atau punya kuasa dalam masyarakat ulayat
Tuntutan yang dilakukan pemerintah atas tanah ulayat masyarakat Seso, yang
dilakukan sepihak hanya oleh suku tertentu atas satu bidang tanah kepada suku
lain atau pemerintah merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik antara
masyarakat ulayat. Disatu sisi masyarakat adat Desa Seso mengatakan bahwa
tanah yang dimiliki negara adalah tanah ulayat mereka, dipihak lain pemerintah
mengklaim tanah tersebut adalah tanah tidak bertuan dan berada dibawah kuasa
negara. Warga masyarakat ulayat yang merasa punya hak atas tanah ulayatnya
dan merasa bahwa tanah ulayat yang bersangkutan tidak pernah diserahkan
kepada siapapun merasa tetap mempunyai hak atas tanahnya dan tetap
suku. Dalam mengatur kebijakan tanah suku, kelompok masyarakat yang berada
pada status sosial tinggi, merasa diri sebagai tuan tanah dan merupakan kelompok
39
c) Faktor para pendatang
Dengan adanya para pendatang menyebabkan tanah yang seharusnya
tersebut kepada para pendatang dalam hal ini adalah masyarakat Desa Waepana
menganggap tanah tersebut adalah pemberian dari nenek moyang jadi harus selalu
dipertahankan.
dalam suatu persekutuan. Kumpulan dari Mosalaki Mosalaki ini dinamakan Mosa
Nua Laki Ola yang terdiri dari latar belakang profesi yang berbeda-beda. Istilah
“Mosalaki” dalam bahasa daerah setempat yang merupakan subyek (pembawa hak
dan pendukung kewajiban) yang artinya bahwa orang yang tidak saja mempunyai hak
lembaga adat (Mosa Nua Laki Ola) yang terdiri dari tujuh unsur Mosalaki seperti di
bawah ini:
Mosalaki ini merupakan ketua lembaga adat yang bertindak sebagai penggerak,
pemimpin atau mediator dalam urusan luar maupun dalam sistem pemerintahan
adat demi kebutuhan masyarakat adat. Oleh karena Mosalaki ini memiliki
40
kekuatan (power) untuk memimpin masyarakat adat dan kepadanya diberikan
tugas utama yaitu penggerak bagi seluruh masyarakat adat yang bersangkutan.
Mosa Tana Laki Watu yaitu orang yang mempunyai tanah yang banyak. Mosalaki
Mosalaki ini memiliki kerbau, kuda dan mas yang cukup banyak yang tidak
Istilah mosalaki ini yakni orang yang menyelesaikan sengketa secara adil yang
memberikan rasa puas bagi para pihak yang bersengketa. Mosalaki ini dalam
Mosalaki ini duduk dilembaga adat karena keberhasilan dalam usaha dari hasil
kerja keras sehingga dia bisa melakukan perbuatan hukum atau dengan kerja
kerasnya dia bisa membeli tanah atau harta lain yang berlimpah dan kelak bisa
Mosalaki ini adalah orang yang pandai dalam berdiplomasi dan pandai
dan keluarga serta anak cucunya. Kedudukan Mosalaki ini dalam hal perkawinan
adat bertindak sebagai juru bicara salah satu pihak dan dalam penyelesaian
41
sengketa ia berada di salah satu pihak yang juga atas permintaan pihak itu.
pengacar/pembela perkara
Mosalaki ini adalah orang yang pekerjaannya hanya mengiris tuak atau moke
adat dimana setiap ada urusan adat, moke/tuak merupakan minuman khas yang
harus ada. Jadi Mosalaki ini hanya mengiris tuak/moke tetapi dihargai
Ketujuh unsur atau komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat
yang terjadi di Kecamatan Soa khususnya Desa Seso biasanya Mosalaki mengambil
bersengketa. Hal ini disebabkan kehidupan mereka yang terikat dalam suatu
masyarakat agar sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Sehingga pengertian
hukum adat yang dimiliki Mosalaki akan dapat memelihara tugas, menjalankan,
42
Masyarakat adat Desa Seso dalam persekutuan hidup tidak dapat
fungsionaris adat. Hal ini dimaksudkan sebagai wadah masyarakat menyandarkan diri
bilamana terjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat Desa Seso.
Jika mereka terlibat dalam sengketa tanah hak ulayat maka semua anggota
tanah ulayat yang sudah diserahkan penyelesaian lewat Mosalaki maka sudah
menjadi kasus sengketa yang besar. Dalam hal ini Mosalaki berperan sebagai:
1. Hakim perdamaian antara masyarakat, dalam hal ini Mosalaki harus sebagai juru
dibutuhkan data yang dapat memberikan informasi mengenai status tanah maupun
masalah.
berkaitan dengan kepemilikan tanah ulayat, dimana antara masyarakat Seso dengan
43
hambatan yang diselesaikan lewat Mosalaki disebabkan oleh beberapa faktor internal
yang ebrasal dari para pihak yang bersengketa dan pihak yang disengketakan. Faktor
yang menghambat proses penyelesaian sengketa tanah ulayat masyarakat Desa Seso
Mosalaki dalam menentukan saksi tidak boleh asal pilih karena mereka yang telah
mengetahui dalam perkara masalah kadang tidak mau menjadi saksi. Selain itu akibat
bersengketa. Karena menurut suku dan kepercayaan masyarakat adat Desa Seso
mendapatkan hukuman yang sangat berat karena suku memandang hina pada
menyelesaikan masalah tanah oleh Mosalaki. Sebagai contoh dalam penentuan batas
tanah, karena semula patokan yang menjadi batas-batas tanahnya tidak jelas karena
yang menjadi patokannya sudah tidak ada. Hal ini dikarenakan dahulu pada awal
kepemilikan tanah sebagian penentuan batas tanah didasarkan pada pohon tahunan
saja atau dari tumbuhan seperti pepi deri (laguni), bulu dan susunan batu-batu sebagai
patok dan pada saat ini pohon tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga pada saat ini
44
3. Ketidakjelasan pemilik tanah
Dalam mengatasi masalah tersebut, biasanya Mosalaki akan berusaha agar
diselesaikan dengan cepat dan tidak melebar ke hal-hal lainnya, dalam penyelesaian
yang ada, dalam menentukan juru penengah harus betul-betul orang yang
dipercayakan. Karena menurut kepercayaan orang Ngada, siapa saja yang menjadi
anggota persidangan adat dan memutuskan perkara tidak adil, maka kelak meninggal
akan mendapat hukuman yang setimpal. Dan karena pengaruh Mosalaki masih kuat,
sehingga peranan Mosalaki sebagai hakim perdamaian dalam persidangan adat dan
juga sebagai pengambil keputusan adat sangat dominan, sehingga keputusan tersebut
45
masyarakat Desa Seso dengan masyarakat Desa Waepana yang dikemukakan oleh
Bapak Thomas Toi Meo selaku Mosalaki sebagai berikut: “Cara penyelesaian adat
istiada itu adalah Mosalaki memanggil para pihak yang bersengketa ke persidangan
adat. Adapun tujuan pemanggilan tersebut adalah untuk mendengar permasalahan dan
kesaksian dari para pihak yang mengetahui persoalan tersebut. Selanjutnya para pihak
atau kepala adat mencari data-data dari pihak manapun untuk memperjelas
kebenaran, sebab data-data dapat diungkapkan dalam persidangan adat, maka dalam
dasar musyawarah”.
dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat antara masyarakat Desa Seso dengan
2. Pemanggilan saksi
Pemanggilan saksi untuk mendengarkan kesaksian dari para saksi yang
memperkuat pembuktian terhadap keterangan dari para pihak. Yang menjadi para
saksi ini adalah orang yang telah mengalami langsung, melihat dan mendengar
46
sepengetahuannya tentang duduk perkara dari sengketa tanah hak ulayat tersebut.
Para saksi ini adalah orang-orang yang benar-benar mengetahui duduk persoalan
yang benar.
mulai mempersiapkan musyawarah ditempat yang telah dipilih dan pada waktu yang
telah ditetapkan berdasarkan undangan yang telah diberikan kepada pihak yang
Sebelum memulai sidang juru penengah dalam hal ini Mosalaki akan
pada musyawarah sehingga dapat berjalan secara efektif dan berjalan secara
memulai rapat, maka Mosalaki akan memulai musyawarah dengan melakukan doa
bersama yang dipimpin oleh Mosalaki menurut agama dan kepercayaan masing-
masing.
yang intinya berisi ucapan terima kasih kepada semua yang hadir dalam musyawarah
tersebut. Hal penting yang disampaikan oleh Mosalaki khususnya kepada para saksi
adalah agar pada saat memberikan kesaksian diharapkan agar saksi menyampaikan
kesaksiannya secara jujur dan sesuai dengan apa yang diketahuinya. Karena
keberadaan saksi dimaksudkan untuk mencari kebenaran yang nyata sehingga akan
bermanfaat bagi semua pihak dan akan dihasilkan kesepakatan sehingga akan
47
mengembalikan keadaan masyarakat dan segala aspeknya pada kondisi yang normal
menyampaikan hal-hal yang menjadi alasan kepentingannya. Selain itu para pihak
penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan pihak lain atas bidang tanah yang
Biasanya dalam menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi para pihak yang
bersengketa akan bertindak sendiri dan tidak memberikan kuasa kepada pihak lain
dan permasalahan dari para pihak akan dapat dengan mudah diketahui oleh Mosalaki
dan pihak lain yang berkepentingan. Selain itu para pihak dapat dengan mudah
menyampaikan apa yang diinginkannya langsung kepada pihak lainnya dan juga
kepada Mosalaki.
tanah miliknya yang menjadi objek sengketa. Pada kesempatan ini pemohon juga
akan menyampaikan hal-hal yang dilakukan oleh pihak termohon yang menimbulkan
kerugian bagi pemohon yang disertai dengan bukti-bukti. Apabila semua tahap sudah
48
dilalui maka kesempatan selanjutnya akan diberikan kepada juru penengah untuk
kedua belah pihak. Saksi dari pihak termohonlah yang pertama kali diberi
yang berasal dari juru penengah. Dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada
saksi, maka akan dapat membantu Mosalaki untuk menemukan jalan keluar atas
penyelesaiannya.
dianggap penting dan segala kepentingannya yang terkait dengan bidang tanah yang
disengketakan serta kesaksian yang disampaikan maka juru penengah dalam hal ini
Mosalaki akan memberikan kesempatan lagi kepada para pihak untuk memberikan
dasarnya sengketa tanah yang terjadi antara yang satu dengan yang lain yang
49
yang telah dilakukan telah mengalami jalan buntu karena kedua belah pihak tidak
mau menerima solusi yang ditawarkan oleh Mosalaki, maka Mosalaki mengajukan
alternatif lain seperti turun ke lokasi untuk melihat batas-batas tanah ulayat yang
disengketakan (Zuru Lange), setelah melihat batas yang jelas serta sudah
ditemukannya jalan untuk berdamai maka mereka memotong hewan kurban berupa
babi dan darahnya disirami di sekitar perbatasan tanah menandakan bahwa masalah
sengketa tanah ini telah selesai yang dalam bahasa daerahnya Ka Papa Fara Inu
Papa Resi. Upacara semacam ini juga bisa dilakukan di rumah adat (Sa’o Meze), bisa
juga dilakukan di Tana Loka, yaitu tempat yang biasa digunakan untuk berbagai
upacara adat.
tanah ulayat ini yang dikemukakan oleh Bapak Thomas Toi Meo adalah: “Melakukan
upacara adat yang dinamakan Tibo, yang artinya ritual adat yang menggunakan mata
aur (sejenis bambu). Dalam upacara ini Mosalaki bertanya di mata aur yang di
panggang diatas api apakah tanah ulayat ini milik si A atau si B yang dalam bahasa
daerahnya Bo Wana atau Bo Leu. Jika aurnya pecah dibagian kanan maka tanah
tersebut menjadi milik si A begitupun sebaliknya”. Pada saat upacara ini Mosalaki
juga mengundang para leluhur untuk mengikuti upacara tersebut dan membunuh
menemukan jalan damai yaitu dengan melakukan sumpah adat yang dalam bahasa
daerahnya di sebut Boka Goe yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
50
bersengketa. Adapun bunyi sumpah adat yang dikemukan oleh Bapak Herman Eman
Setelah melakukan sumpah adat maka pihak yang bermasalah tidak boleh saling
bertegur sapa sampai dibuat upacara perdamaian antara pihak yang bersengketa. Di
dalam sumpah jika ada pelanggaran yaitu saling bertegur sapa antara pihak yang
a) Secara tidak kelihatan akan mengalami kesusahan seperti ekonomi menurun (peni
b) Secara kelihatan akan tertimpa musibah dengan tidak wajar seperti Mata Golo
(mati tidak wajar karena kecelakaan) yang istilah adatnya Serago munadho sewua
moe de wuta (karena perbuatanmu sendiri maka sesuatu (sebatang tombak) akan
menusuk).
Akibat sumpah yang sudah dilaksanakan kedua pihak tersebut dan keduanya tidak
51
boleh berbaikan (Tura Jaji) sebelum ada perdamaian (Keso wunu nata) yang
ditandai dengan pemotongan kerbau dan darahnya di basuh di kedua belah pihak
yang bermasalah dan melakukan Geu Hea Tua (pertukaran tempat minum).
52
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-
Dalam masyarakat tradisional bila ada konflik mengenai tanah ulayat yang terjadi di
bersengketa. Hal ini disebabkan kehidupan mereka yang terikat dalam suatu
masyarakat agar sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Sehingga pengertian
hukum adat yang dimiliki Mosalaki akan dapat memelihara tugas, menjalankan,
menyelesaikan masalahnya sendiri kecuali adanya campur tangan dari para tokah
adat. Hal ini bermaksud sebagai wadah masyarakat menyandarkan diri bilamana
terjadi masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh masyarakat. Jika mereka terlibat
dalam sengketa tanah ullayat maka semua anggota masyarakat menghormati jabatan
yang telah dipegangnya. Apabila ada sengketa tanah ulayat yang sudah diserahkan
53
penyelesaiannya lewat kepala adat/Mosalaki maka sudah menjadi kasus yang besar.
1. Hakim perdamaian antara masyarakat, dalam hal ini Mosalaki harus sebagai juru
dibutuhkan data yang dapat memberikan informasi mengenai status tanah maupun
masalah.
B. Saran
Berdasarkan uraian pada peran Mosalaki dalam penyelesaian sengketa tanah
generasi muda tentang cara penyelesaian masalah tanah ulayat. Hal ini didasari
karena Mosalaki adalah kunci utama atau yang berperan aktif dan mengetahui proses
penyelesaian masalah tanah ulayat. Jika tidak demikian, maka generasi muda tidak
akan mengetahui dengan benar tentang proses dari penyelesaian masalah tanah
ulayat.
54
2. Masyarakat
batas-batas tanah ulayat sukunya dengan jelas sehingga kedepannya tidak akan terjadi
3. Pemerintah
mencoba membangun komunikasi yang baik sehingga dapat membentuk suatu aturan
55
DAFTAR PUSTAKA
Campbel, Tom. 1994. Sosiologi Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: PN. Rajawali.
http://cetak.bangkapos.com/etalase/read/19215.html
http://eprints.undicep.ac.id/23928/1/SyafanAkbar.pdf
Iskandar. 1996. Metode Penelitian dan Pendidikan Sosial. Jakarta: Gang Persada
----------. 2008. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Metode
Penelitian Kualitatif). Jakarta: Gang Persada.
Pdf_D. Muga Maria,Sh. Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Ulayat Melalui Mediasi.
56
PERANAN MOSALAKI DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA TANAH ULAYAT DI DESA SESO
KECAMATAN SOA KABUPATEN NGADA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana
OLEH:
KAROLINA ROSWITA S JAWA
NIM:0 8 0 1 0 9 0 4 7 3
57
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini dengan judul “Peranan Mosalaki Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Ulayat Di Desa Seso Kecamatan Soa Kabupaten Ngada” ini telah disetujui untuk
dipertahankan di Kupang pada Hari / Tanggal:
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
58
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Hari/ Tanggal :
Tempat :
Dinyatakan :
Dewan penguji
Mengetahui / Mengesahkan
Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah
59
MOTTO
60
RIWAYAT HIDUP
Agama : Katholik
Kewarganegaraan : Indonesia
RIWAYAT PENDIDIKAN
Akhirnya pada tahun 2008 di terima di Universitas Nusa Cendana Kupang FKIP
61
PERSEMBAHAN
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu membimbing dan
menyertai penulis dam menyelesaikan Karya Ilmiah ini guna meraih Gelar
62
ABSTRAK
63
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
bagaimana peranan Mosalaki selaku ketua adat dalam menyelesaikan sengketa tanah
ulayat. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, sasaran penelitian adalah
tokoh adat dan tokoh masyarakat yang berjumlah 4 (empat) orang yang berasal dari
Desa Seso. Data primer diperoleh dari wawancara langsung bersama informan
skunder diperoleh dari instansi terkait. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
meliputi observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data meliputi
Dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikannya, baik yang bersifat materil maupun yang bersifat spiritual. Untuk
itu lewat kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terima kasih kepada
1. Rektor Universita Nusa Cendana yang menerima dan memberikan ruang serta
64
2. Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah sebagai penanggung jawab hurusan dan para
3. Bapak Drs. Andreas Ande, M.Si selaku pembimbing I dan bapak Drs. N.S
Gabriel, M.Hum selaku pembimbing II, yang dengan ketulusan hati meluangkan
waktu dan tenaga memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam
4. Bapak Bupati Ngada dalam hal ini (cq) kepala kantor Kesbangpol Kabupaten
Ngada, Bapak Camat Soa, dan Kepala Desa Seso yang telah memberikan ijin
5. Bapak Bapak Thomas Toi, Bapak Emanuel Bai, Bapak Wilhelmus Wale dan
Bapak Yohanes Mari selaku nara sumber yang telah memberikan banyak
6. Bapak Philipus Jawa dan Mama Fransiska Lamur yang telah berkorban serta
7. Adik-adikku Shanty, Helga, Koni dan Tyo yang selalu memberikan motifasi baik
itu material maupun spiritual bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya pada kesempatan ini
yang telah memberikan bantuan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
65
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu semua saran dan kritikan yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... ………… 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................ 4
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 4
E. Metode Penelitian .............................................................................. 11
66
B. Konstruksi Sosial Sengketa Tanah Ulayat………………………….. 30
C. Peranan Mosalaki Dalam Penyelesaian
Sengketa Tanah Ulayat……………………………………………... 40
D. Hambatan Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat…………… 43
E. Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat...................................... 45
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................ 53
B. Saran ................................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
67