Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :

Hasyajogi Tiara

Harahap 1102019093

Pembimbing:

dr. Abdul Waris, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI

RSUD KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 17 APRIL – 20 MEI 2023


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2

2.1 Anatomi.......................................................................................................2

2.2 Definisi.......................................................................................................4

2.3 Epidemiologi...............................................................................................4

2.4 Etiologi.......................................................................................................5

2.5 Patofisiologi................................................................................................6

2.6 Manifestasi Klinis.......................................................................................7

2.7 Diagnosis....................................................................................................8

2.8 Tatalaksana..................................................................................................15

2.9 Prognosis.....................................................................................................15

BAB III KESIMPULAN..................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18

i
BAB I

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan penyakit radang pada paru-paru dengan


manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk, pilek dan disertai dengan panas.
Bronkopneumonia mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau
lebih yang berlokasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing. Organisme yang biasanya
menyebabkan bronkopneumonia yaitu, Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Streptococcus, Haemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(klebsial pneumoni), Mycobacterium tuberculosis. Insiden bronkopneumonia lebih
tinggi pada anak dan lansia. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir
30% pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Trakea memiliki panjang 10-13 cm dan memanjang dari kartilago krikoid


laring hingga Bifurcatio tracheae dan terbagi menjadi dua bronkus utama (Bronchi
principales). Bronkus utama selanjutnya terbagi menjadi tiga bronkus di sisi kanan
dan dua di sisi kiri (Bronchi lobares), yang berlanjut menjadi bronkus segmental
(Bronchi segmetales). Pada sisi kanan, ada sepuluh segmen paru-paru dan dengan
demikian sepuluh bronkus segmental. Namun, di paru kiri, segmen 7 dan masing-
masing bronkus hilang.

Bronkus membelah enam sampai dua belas kali dan kemudian masuk ke
bronkiolus, yang memiliki diameter <1 mm dan karena itu hanya terlihat jelas
dengan mikroskop. Bronkiolus mudah dibedakan dari bronkus karena tidak lagi
mengandung tulang rawan dan kelenjar di dindingnya. Setiap bronkiolus
menyuplai

2
lobulus paru (Lobulus pulmonis) dan selanjutnya membelah tiga sampai empat
kali menjadi bronkiolus terminal. Sebuah bronkiolus terminal memasok asinus
paru (Acinus pulmonis), yang menghasilkan cabang-cabang lebih lanjut dari
bronkiolus respiratorik dengan alveolus Ductus dan Sacculi.

Gambar paru-paru kanan

Gambar paru-paru kiri

Paru-paru kanan memiliki tiga lobus (Lobi superior, medius, dan inferior),
yang dipisahkan oleh fisura oblikus dan fisura horizontal. Namun, pada paru-paru
kiri, hanya terdiri dari dua lobus (Lobi superior dan inferior) dan hanya memiliki
oblique Fissura.

3
Paru-paru memiliki dua sistem pembuluh darah yang berkomunikasi
melalui cabang terminalnya di dinding alveoli (alveolar septa). Aa. dan Vv.
pulmonales dari sirkulasi pulmonal merupakan vasa publica yang mengatur
pertukaran gas darah. Cabang-cabang Aa. pulmonales berjalan di jaringan ikat
peribronkial dan subpleural dan mengangkut darah terdeoksigenasi dari jantung
kanan ke alveoli. Sebaliknya. Vv. pulmonales terletak di jaringan ikat
intersegmental dan mengangkut darah beroksigen ke atrium kiri (Paulsen, F. dan
Wachke, J., 2018).

2.2 Definisi

Bronkopneumonia merupakan penyakit radang pada paru-paru dengan


manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk, pilek dan disertai dengan panas.
Bronkopneumonia mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau
lebih yang berlokasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru.

2.3 Epidemiologi

Pneumonia adalah penyebab kematian paling umum akibat penyakit


menular di Amerika Serikat, dengan insidensi 11,6/1000 orang/tahun yang

4
dilaporkan dalam satu penelitian. Insiden ini lebih tinggi pada anak dan lansia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi (Handayani, E., et al.,
2021).

World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya


pneumonia menjadi penyebab kematian menular diantara anak balita,
menewaskan
2.500 anak setiap hari. Pneumonia menyumbang 15% dari seluruh korban tewas
dibawah lima tahun dan membunuh 920.000 anak pada tahun 2015. Sebagian
besar korbannya berusia kurang dari 2 tahun. Kematian anak tahunan akibat
pneumonia menurun sebesar 47% dari tahun 2000-2015, dari 1,7 juta menjadi
920.000.

2.4 Etiologi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang


disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing.

Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti Diplococcus


pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus, Haemoliticus aureus, Haemophilus
influenza, Basilus friendlander (klebsial pneumoni), Mycobacterium tuberculosis.
Pada virus disebabkan oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus influenza
dan virus sitomegalik, dan jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus
nepromas, blastomices dermatides, aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma
pneumonia dan aspirasi benda asing (Wijayaningsih, 2013).

Pada bayi dan anak pneumonia di sebabkan oleh infeksi Streptococcus


pneumonia, Haemophilus influenzae tipe B, dan Staphylococcuss aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar itu disebabkan oleh infeksi Mycoplasma
pneumonia (Fadhila A, 2013).

Virus yang menyebabkan terjadinya bronkopneumonia adalah virus


influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Penyebab utama pneumonia
virus adalah Cytomegalo virus.
5
2.5 Patofisiologi

Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernapasan dari


atas untuk mencapai bronkhiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Secara
hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang
terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus. Kelainan yang timbul berupa
bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian
basal.

Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di


udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke dalam paru melalui saluran pernapasan
masuk ke bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan
intertisial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus kohn dari alveoli ke
seluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit
dari kapiler paru- paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit dan fibrin, serta relatif sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna
merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan
leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh
leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung, makrofag masuk ke dalam alveoli dan
menelan leukosit bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam
tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara
perlahan-lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin di buang dari alveoli.
Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas.

Akan tetapi bila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik
maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari
alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses
difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada
penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secra
klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent

6
pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain
dapat

7
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga megakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan
tersebut menggunakan otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada.

Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan sel radang akut, terisi
eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan
netrofil (bagian leukosit yang banyak saat awal peradangan dan bersifat
fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis
dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain
itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada
infeksi ini mula- mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab
(streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen,
dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat
mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan
peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus
sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi dan Sukarmin, 2009).

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari bronkopneumonia yaitu (Riyadi dan Sukarmin, 2009):

a. Biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas selama


beberapa hari
b. Demam (39℃-40℃) kadang-kadang disertai dengan kejang karena demam
yang tinggi
c. Anak sangat gelisah, adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan oleh bernafas dan batuk
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare

8
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi

2.7 Diagnosis

DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis bronkopneumonia dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:

a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal


b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama
beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk,
beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan
predominan
a. PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan
b. infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia

Anamnesis

Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Batuk dan kesulitan bernafas:

• Lama dalam hari


• Pola: malam/dini hari?
• Faktor pencetus
• Paroksismal dengan whoops atau muntah atau sianosis sentral

9
• Kontak dengan pasien TB (atau batuk kronik) dalam keluarga
• Gejala lain (demam, pilek, wheezing, dll)
• Riwayat tersedak
• Riwayat infeksi HIV
• Riwayat imunisasi
• Riwayat atopi (asma, eksem, rhinitis, dll) pada pasien atau keluarga

Pemeriksaan Fisik

a. Umum

• Sianosis
• Merintih /grunting, pernapasan cuping hidung, wheezing, stridor
• Kepala terangguk-angguk (gerakan kepala yang sesuai dengan inspirasi
menunjukkan adanya distress pernapasan berat)
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Telapak tangan sangat pucat

b. Dada

• Frekuensi pernafasan
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Auskultasi- crackles (ronki) atau suara napas bronkial
• Irama jantung pada saat auskultasi
• Tanda efusi pleura (redup) atau pneumotoraks (hipersonor) pada perkusi

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

• Kultur sputum/bilasan cairan lambung


• Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama apabila
diduga disebabkan oleh virus
• Deteksi antigen bakteri

1
b. Pemeriksaan Radiologis

Teknik Radiografi Thoraks

Posisi foto yang sering digunakan dalam pengambilan foto thoraks yaitu
foto Postero-Anterior (PA). Pada foto PA jarak antara tabung dan film (FFD/ Film-
Focus Distance) sekitar 1,8 m, dengan menggunakan tegangan 60-90 kV, sehingga
gambaran yang dihasilkan hampir sama dengan ukuran thoraks yang sebenarnya.
Apabila pasien tidak dapat turun dari tempat tidur, maka dapat dilakukan foto
Antero-Posterior (AP). Namun, pada foto AP bayangan jantung akan terlihat lebih
besar dan menutupi sebagian paru karena letak jantung jauh dari film. Selain itu
karena posisi pasien berbaring, bagian dari costa posterior tampak lebih mendatar,
diafragma tampak lebih tinggi, dan volume paru tampak lebih kecil. Bila perlu
dapat ditambahkan foto lateral, biasanya yang digunakan adalah lateral kiri, hal ini
karena posisi dari jantung jadi terletak lebih dekat dengan film, sehingga bayangan
jantung tidak tampak terlalu besar seperti ketika dilakukan foto lateral kanan. Pada
foto lateral dapat terlihat struktur-struktur seperti retrosternal space dan
retrocardial space, massa di anterior mediastinum, cairan pleura, atau konsolidasi
posterior basal paru.

Gambaran foto thorax normal

1
Gambaran radiologi bronkopneumonia

Foto thorax bronkopneumonia dengan adanya bercak infiltrat dan konsolidasi di


seluruh paru kanan sesuai dengan gambaran bronkopneumonia. Paru-paru kiri
bersih. Tidak ditemukan adanya efusi pleura.

Bronkopneumonia biasanya menunjukkan eksudat inflamasi leukosit


polimorfonuklear dalam bronkiolus pernapasan. Eksudat ini dan bronkiolitis
terminal yang terkait kemungkinan membatasi penyebaran infeksi pada awalnya,
menghasilkan gambaran patchwork quilt yang khas pada radiografi.
Bronkopneumonia dapat berhubungan dengan area kerusakan parenkim atau
nekrosis.

Gambaran patchwork quilt/multifocal consolidations

1
Pola radiologis bronkopneumonia terkait dengan peradangan
peribronchiolar supuratif dan patchy konsolidasi dari satu atau lebih lobulus
sekunder paru-paru sebagai respons terhadap pneumonia bakterial.
Bronkopneumonia ditandai dengan kekeruhan nodular atau retikulonodular
multipel yang cenderung tidak merata dan/atau menyatu. Ini mewakili area paru-
paru di mana terdapat bercak peradangan yang dipisahkan oleh parenkim paru
normal. Distribusi sering bilateral dan asimetris dan sebagian besar melibatkan
dasar paru-paru.

Gambaran tree-in-bud appearance pada ct scan

Pada pencitraan awal bronkopneumonia berbeda dengan pneumonia lobar;


menyebabkan kekeruhan sentrilobular, serta kekeruhan peribronkiolar daripada
mempengaruhi paru-paru subpleural seperti pada pneumonia lobar, dan cenderung
multifokal dan merata dalam distribusi daripada terlokalisasi ke satu wilayah paru-
paru. Kekeruhan sentrilobular termasuk nodul sentrilobular, dan kekeruhan
tubulus bercabang kecil (kekeruhan tree-in-bud), yang masing-masing ditemukan
di tengah lobulus paru sekunder.

Nodul sentrilobular adalah kekeruhan bulat yang sangat kecil atau tidak
berbatas tegas yang terletak di tengah lobulus sekunder (didefinisikan oleh inti
arteri/bronkialnya, dan/atau dinding septum lurus dengan vena pulmonalis di
sudutnya). Nodul biasanya hanya berdiameter (2–3 mm) tetapi dapat tumbuh
cukup besar untuk mengisi seluruh lobulus (10–24 mm), di mana ukurannya
sering

1
dianggap sebagai nodul makro. Karena nodul sentrilobular kecil terletak di tengah
daripada di pinggiran lobulus paru sekunder, mereka biasanya tidak berbatasan
dengan permukaan pleura viseral, tetapi biasanya menonjol sekitar 5 mm darinya.
Nodul sentrilobular dianggap sebagai pandangan aksial dari penebalan dinding
bronkiolus, impaksi dan distensi pada bifurkasi, dan dapat muncul dalam
kelompok. Percabangan opasitas tubular sentrilobular (tree-in-bud opacities)
adalah silindris yang sangat kecil, struktur percabangan dengan ujung bulat yang
sama dengan proyeksi longitudinal dari penebalan bronkiolus, pengisian eksudatif,
dan distensi.

Kekeruhan paru peribronkial dan peribronkiolar jauh lebih besar daripada


kekeruhan sentrilobular yang berkembang dari koalesensi alveoli yang terkena
yang membuka langsung ke bronkiolus respiratorik. Ketika keterlibatan lobulus
sekunder selesai, ada kekeruhan total dari lobulus sekunder. Ketika keterlibatan
alveolar lokal tidak lengkap, mungkin ada kekeruhan ground-glass dari lobulus
sehingga pembuluh darah latar belakang masih terlihat. Pada pneumonia lobar,
perkembangan infeksi cenderung menyebar secara subpleural dan sentripetal.
Pada bronkopneumonia, perkembangan infeksi cenderung menyebar secara
sentrifugal untuk mempengaruhi lobulus sekunder yang didistribusikan secara
aksial sepanjang berkas bronkovaskular.

Dalam kebanyakan kasus nodul sentrilobular dan kekeruhan tree-in-bud


terlihat dalam kombinasi. Etiologi infeksi umum dari kekeruhan sentrilobular
mencakup berbagai bakteri, mikobakteri, virus, dan etiologi jamur yang
disebabkan oleh peradangan/infeksi bronkiolus akut atau kronis.

Atelektasis regional adalah temuan pencitraan umum pada


bronkopneumonia karena beberapa oklusi jalan napas kecil oleh eksudat.
Beberapa infeksi dapat menyebabkan nekrosis, kavitas, efusi pleura, fistula
bronkopleural, dan empiema (Fishman, A., et al., 2008).

1
DIAGNOSIS BANDING

a. Lobar pneumonia

Pada rontgen dada terdapat area yang tidak jelas dengan kepadatan
yang meningkat di lobus kanan atas tanpa kehilangan volume. Hilus kanan
dalam posisi normal. Terdapat air-bronchogram sign (panah merah).
Ini merupakan gambaran dari pneumonia lobaris akut yang
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (Smithuis, 2014).

b. Interstitial pneumonia

Pola retikuler akut paling sering disebabkan oleh edema interstitial


karena gagal jantung.
Penyebab lainnya adalah pneumonia interstisial:

1
• Virus
• PCP (Pneumocystis carinii pneumonia)
• Mycoplasma pneumonia

Pasien ini mengalami batuk non-produktif dan demam. Ini


merupakan infeksi PCP sebagai manifestasi pertama dari AIDS (Smithuis,
2014).

2.8 Tatalaksana

Dasar tatalaksana pada rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai dan pengobatan suportif yang meliputi:

a. Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan


keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah
b. Pemberian analgetik/antipiretik untuk nyeri dan demam
c. Penanggulangan penyakit penyerta yang adekuat
d. Mengatasi serta memantau komplikasi yang mungkin terjadi
e. Penggunaan antibiotic beta lactam atau kloramfenikol. Apabila tidak
responsif terhadap obat tersebut dapat diberikan antibiotic lain seperti
gentamisin, amikasin, atau sefalosporin.

Tatalaksana pada rawat jalan:

Pemberian antibiotic lini pertama secara oral seperti amoksisilin atau


kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan
kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP − 20 mg/kgBB sulfametoksazol
(IDI,2014).

1
2.9 Prognosis

Prognosis untuk community-acquired pneumonia ditentukan oleh tiga


faktor utama: usia pasien; kondisi kesehatan secara keseluruhan (adanya penyakit
penyerta); dan tingkat keparahan atau keseriusan presentasi penyakit.

Kematian pada pasien yang dirawat secara rawat jalan umumnya kurang
dari 1%, berkisar antara 5% sampai 15% pada pasien yang dirawat di bangsal,
tetapi mencapai antara 20% dan 50% pada pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif (ICU).

Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan kematian pada pneumonia:
bakteremia, atau adanya mikroorganisme dalam darah; masuk ke ICU;
komorbiditas kronis (terutama penyakit saraf); dan pneumonia yang disebabkan
oleh patogen yang kebal antibiotik (Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Enterobacteriaceae).

1
BAB III

KESIMPULAN

Bronkopneumonia merupakan penyakit radang pada paru-paru dengan


manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk, pilek dan disertai dengan panas.
Bronkopneumonia mempunyai penyebaran berbecak, teratur dalam satu area atau
lebih yang berlokasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing. Organisme yang biasanya
menyebabkan bronkopneumonia yaitu, Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Streptococcus, Haemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander
(klebsial pneumoni), Mycobacterium tuberculosis. Insiden bronkopneumonia lebih
tinggi pada anak dan lansia. Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melalui
saluran pernapasan dari atas untuk mencapai bronkhiolus dan kemudian alveolus
sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada
kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian basal. Pasien dengan
bronkopneumonia kadang-kadang mengalami penyempitan bronkus dan
penyumbatan mucus sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Selain
itu, pasien juga dapat mengalami demam, batuk, muntah dan diare. Pada
gambaran radiologi biasanya ditemukan beberapa bercak yang tidak teratur di
kedua lapang paru. Tatalaksana dapat diberikan berupa pengobatan kausalnya
dengan antibiotik yang sesuai dan pengobatan suportif.

1
DAFTAR PUSTAKA

Paulsen, F. dan Wachke, J. Sobotta: atlas of anatomy. 16th edition. Munich:


Elsevier. 2018.

Sherwood, L. Introduction to human pysiology. 8th edition. Brooks/cole Cengage


Learning: China. 2013.

Eka Handayani, Arlina Muhtar, Chaeruddin. Faktor yang mempengaruhi kejadian


bronkopneumonia pada anak di RSUD Labuang Baji provinsi Sulawesi
Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa & Penelitian Keperawatan. 1 (2): 2021.

Tae Jung Kim, Kyung Hee Lee, Yeon Hyeon Choe, Kyung Soo Lee. Emergency
chest radiology. Singapore: Springer. 2021.

Alfred P. Fishman, Jack A. Elias, Jay A. Grippi, Robert M. Senior. Allan I. Pack.
Fishman’s pulmonary disease and disorders: volume one and two. Fourth
edition. United States: McGraw Hill. 2008.

Marston BJ, Plouffe JF, File TM Jr, et al. Incidence of community-acquired


pneumonia requiring hospitalization. Results of a population-based active
surveillance Study in Ohio. The Community-Based Pneumonia Incidence
Study Group. Arch Intern Med. 1997;157(15):1709-1718.

Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes.
2009.

Christopher M. Walker dan Jonathan H. Chung. Müller’s imaging of the chest. 2nd
edition. Philadelphia: Elsevier. 2019.

Riyadi, Sujono, dan Sukarmin. Asuhan keperawatan pada anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2009.

James C. Reed. Chest radiology: patterns and differential diagnoses. Seventh


edition. Philadelphia: Elsevier. 2018.

1
Kliegman RM, Stanton BMD, St. Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson buku
ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.

World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
Jakarta: World Health Organization. 2009.

Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke- 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2010.

Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia


Press. 2006.

William Herring. Learning Radiology Recognizing the basics. 3rd edition.


Philadelphia: Elsevier. 2016.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi revisi tahun 2014. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia. 2014.

Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. (Editor, Monica, Ester). Jakarta: EGC.
2012.

Gerald de Lacey, Simon Morley, Laurence Berman. The chest x-ray: a survival
guide. Philadelphia: Elsevier. 2008.

A, Fadhila.( 2013). “Penegakan Diagnosis Dan Penatalaksanaan


Bronkopneumonia Pada Pasien Bayi Laki-Laki Berusia 6 Bulan.” Medula.

Smithuis, R. (2014) Chest X-ray - lung disease, The Radiology Assistant : Chest
X- Ray - Lung disease. Available at: https://radiologyassistant.nl/chest/chest-
x- ray/lung-disease.

Anda mungkin juga menyukai