Referat Radiologi - Hasyajogi Tiara H - 1102019093
Referat Radiologi - Hasyajogi Tiara H - 1102019093
BRONKOPNEUMONIA
Disusun oleh :
Hasyajogi Tiara
Harahap 1102019093
Pembimbing:
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
2.1 Anatomi.......................................................................................................2
2.2 Definisi.......................................................................................................4
2.3 Epidemiologi...............................................................................................4
2.4 Etiologi.......................................................................................................5
2.5 Patofisiologi................................................................................................6
2.7 Diagnosis....................................................................................................8
2.8 Tatalaksana..................................................................................................15
2.9 Prognosis.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Bronkus membelah enam sampai dua belas kali dan kemudian masuk ke
bronkiolus, yang memiliki diameter <1 mm dan karena itu hanya terlihat jelas
dengan mikroskop. Bronkiolus mudah dibedakan dari bronkus karena tidak lagi
mengandung tulang rawan dan kelenjar di dindingnya. Setiap bronkiolus
menyuplai
2
lobulus paru (Lobulus pulmonis) dan selanjutnya membelah tiga sampai empat
kali menjadi bronkiolus terminal. Sebuah bronkiolus terminal memasok asinus
paru (Acinus pulmonis), yang menghasilkan cabang-cabang lebih lanjut dari
bronkiolus respiratorik dengan alveolus Ductus dan Sacculi.
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus (Lobi superior, medius, dan inferior),
yang dipisahkan oleh fisura oblikus dan fisura horizontal. Namun, pada paru-paru
kiri, hanya terdiri dari dua lobus (Lobi superior dan inferior) dan hanya memiliki
oblique Fissura.
3
Paru-paru memiliki dua sistem pembuluh darah yang berkomunikasi
melalui cabang terminalnya di dinding alveoli (alveolar septa). Aa. dan Vv.
pulmonales dari sirkulasi pulmonal merupakan vasa publica yang mengatur
pertukaran gas darah. Cabang-cabang Aa. pulmonales berjalan di jaringan ikat
peribronkial dan subpleural dan mengangkut darah terdeoksigenasi dari jantung
kanan ke alveoli. Sebaliknya. Vv. pulmonales terletak di jaringan ikat
intersegmental dan mengangkut darah beroksigen ke atrium kiri (Paulsen, F. dan
Wachke, J., 2018).
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
4
dilaporkan dalam satu penelitian. Insiden ini lebih tinggi pada anak dan lansia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi (Handayani, E., et al.,
2021).
2.4 Etiologi
Akan tetapi bila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik
maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari
alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses
difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada
penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secra
klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent
6
pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain
dapat
7
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga megakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan
tersebut menggunakan otot-otot bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat
menimbulkan peningkatan retraksi dada.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berserbukan sel radang akut, terisi
eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan
netrofil (bagian leukosit yang banyak saat awal peradangan dan bersifat
fagositosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis
dan pelebaran akibat tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain
itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada
infeksi ini mula- mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab
(streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen,
dan menyebabkan sumbatan pada lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat
mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan
peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus
sehingga timbul peningkatan reflek batuk (Riyadi dan Sukarmin, 2009).
8
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi
2.7 Diagnosis
DIAGNOSIS
Anamnesis
9
• Kontak dengan pasien TB (atau batuk kronik) dalam keluarga
• Gejala lain (demam, pilek, wheezing, dll)
• Riwayat tersedak
• Riwayat infeksi HIV
• Riwayat imunisasi
• Riwayat atopi (asma, eksem, rhinitis, dll) pada pasien atau keluarga
Pemeriksaan Fisik
a. Umum
• Sianosis
• Merintih /grunting, pernapasan cuping hidung, wheezing, stridor
• Kepala terangguk-angguk (gerakan kepala yang sesuai dengan inspirasi
menunjukkan adanya distress pernapasan berat)
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Telapak tangan sangat pucat
b. Dada
• Frekuensi pernafasan
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Auskultasi- crackles (ronki) atau suara napas bronkial
• Irama jantung pada saat auskultasi
• Tanda efusi pleura (redup) atau pneumotoraks (hipersonor) pada perkusi
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1
b. Pemeriksaan Radiologis
Posisi foto yang sering digunakan dalam pengambilan foto thoraks yaitu
foto Postero-Anterior (PA). Pada foto PA jarak antara tabung dan film (FFD/ Film-
Focus Distance) sekitar 1,8 m, dengan menggunakan tegangan 60-90 kV, sehingga
gambaran yang dihasilkan hampir sama dengan ukuran thoraks yang sebenarnya.
Apabila pasien tidak dapat turun dari tempat tidur, maka dapat dilakukan foto
Antero-Posterior (AP). Namun, pada foto AP bayangan jantung akan terlihat lebih
besar dan menutupi sebagian paru karena letak jantung jauh dari film. Selain itu
karena posisi pasien berbaring, bagian dari costa posterior tampak lebih mendatar,
diafragma tampak lebih tinggi, dan volume paru tampak lebih kecil. Bila perlu
dapat ditambahkan foto lateral, biasanya yang digunakan adalah lateral kiri, hal ini
karena posisi dari jantung jadi terletak lebih dekat dengan film, sehingga bayangan
jantung tidak tampak terlalu besar seperti ketika dilakukan foto lateral kanan. Pada
foto lateral dapat terlihat struktur-struktur seperti retrosternal space dan
retrocardial space, massa di anterior mediastinum, cairan pleura, atau konsolidasi
posterior basal paru.
1
Gambaran radiologi bronkopneumonia
1
Pola radiologis bronkopneumonia terkait dengan peradangan
peribronchiolar supuratif dan patchy konsolidasi dari satu atau lebih lobulus
sekunder paru-paru sebagai respons terhadap pneumonia bakterial.
Bronkopneumonia ditandai dengan kekeruhan nodular atau retikulonodular
multipel yang cenderung tidak merata dan/atau menyatu. Ini mewakili area paru-
paru di mana terdapat bercak peradangan yang dipisahkan oleh parenkim paru
normal. Distribusi sering bilateral dan asimetris dan sebagian besar melibatkan
dasar paru-paru.
Nodul sentrilobular adalah kekeruhan bulat yang sangat kecil atau tidak
berbatas tegas yang terletak di tengah lobulus sekunder (didefinisikan oleh inti
arteri/bronkialnya, dan/atau dinding septum lurus dengan vena pulmonalis di
sudutnya). Nodul biasanya hanya berdiameter (2–3 mm) tetapi dapat tumbuh
cukup besar untuk mengisi seluruh lobulus (10–24 mm), di mana ukurannya
sering
1
dianggap sebagai nodul makro. Karena nodul sentrilobular kecil terletak di tengah
daripada di pinggiran lobulus paru sekunder, mereka biasanya tidak berbatasan
dengan permukaan pleura viseral, tetapi biasanya menonjol sekitar 5 mm darinya.
Nodul sentrilobular dianggap sebagai pandangan aksial dari penebalan dinding
bronkiolus, impaksi dan distensi pada bifurkasi, dan dapat muncul dalam
kelompok. Percabangan opasitas tubular sentrilobular (tree-in-bud opacities)
adalah silindris yang sangat kecil, struktur percabangan dengan ujung bulat yang
sama dengan proyeksi longitudinal dari penebalan bronkiolus, pengisian eksudatif,
dan distensi.
1
DIAGNOSIS BANDING
a. Lobar pneumonia
Pada rontgen dada terdapat area yang tidak jelas dengan kepadatan
yang meningkat di lobus kanan atas tanpa kehilangan volume. Hilus kanan
dalam posisi normal. Terdapat air-bronchogram sign (panah merah).
Ini merupakan gambaran dari pneumonia lobaris akut yang
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae (Smithuis, 2014).
b. Interstitial pneumonia
1
• Virus
• PCP (Pneumocystis carinii pneumonia)
• Mycoplasma pneumonia
2.8 Tatalaksana
Dasar tatalaksana pada rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai dan pengobatan suportif yang meliputi:
1
2.9 Prognosis
Kematian pada pasien yang dirawat secara rawat jalan umumnya kurang
dari 1%, berkisar antara 5% sampai 15% pada pasien yang dirawat di bangsal,
tetapi mencapai antara 20% dan 50% pada pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif (ICU).
Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan kematian pada pneumonia:
bakteremia, atau adanya mikroorganisme dalam darah; masuk ke ICU;
komorbiditas kronis (terutama penyakit saraf); dan pneumonia yang disebabkan
oleh patogen yang kebal antibiotik (Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Enterobacteriaceae).
1
BAB III
KESIMPULAN
1
DAFTAR PUSTAKA
Tae Jung Kim, Kyung Hee Lee, Yeon Hyeon Choe, Kyung Soo Lee. Emergency
chest radiology. Singapore: Springer. 2021.
Alfred P. Fishman, Jack A. Elias, Jay A. Grippi, Robert M. Senior. Allan I. Pack.
Fishman’s pulmonary disease and disorders: volume one and two. Fourth
edition. United States: McGraw Hill. 2008.
Latief A. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit standar WHO. Jakarta: Depkes.
2009.
Christopher M. Walker dan Jonathan H. Chung. Müller’s imaging of the chest. 2nd
edition. Philadelphia: Elsevier. 2019.
Riyadi, Sujono, dan Sukarmin. Asuhan keperawatan pada anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2009.
1
Kliegman RM, Stanton BMD, St. Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson buku
ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.
World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
Jakarta: World Health Organization. 2009.
Rahajoe, Nastini N. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke- 1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2010.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di
fasilitas pelayanan kesehatan primer. Edisi revisi tahun 2014. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia. 2014.
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. (Editor, Monica, Ester). Jakarta: EGC.
2012.
Gerald de Lacey, Simon Morley, Laurence Berman. The chest x-ray: a survival
guide. Philadelphia: Elsevier. 2008.
Smithuis, R. (2014) Chest X-ray - lung disease, The Radiology Assistant : Chest
X- Ray - Lung disease. Available at: https://radiologyassistant.nl/chest/chest-
x- ray/lung-disease.