1. Sejarah Dumai
Kota Dumai merupakan sebuah kota yang terletak di Provinsi Riau, Indonesia, sekitar 188 km
dari Kota Pekanbaru. Sebelumnya, kota Dumai merupakan kota terluas nomor dua Di Indonesia
setelah Manokwari. Tapi semenjak Manokwari pecah dan terbentuk kabupaten Wasior, maka
Dumai pun menjadi yang terluas. Tercatat dalam sejarah, Dumai merupakan sebuah dusun kecil di
pesisir timur Provinsi Riau yang kini mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera
Nama Dumai menurut cerita rakyat tentang Puteri Tujuh, berasal dari kata di lubuk dan umai
(sejenis binatang landak) yang mendiami lubuk tersebut. Karena sering diucapkan cepat, lama
kelamaan kata-kata tersebut bertaut menjadi d’umai dan selanjutnya menjadi dumai.
Pada era tahun 1930-an, Dumai merupakan suatu dusun nelayan kecil yang terdiri atas beberapa
rumah nelayan. Penduduknya bertambah ketika Jepang mendatangkan kaum romusha (pekerja
paksa jaman penjajahan Jepang) dari Jawa. Seiring perubahan waktu, terjadi perubahan status
Dumai sebagai berikut :
Tahun 1945 – 1959, status Dumai tercatat sebagai desa.
Tahun 1959 – 1963, Dumai masuk dalam wilayah Kecamatan Rupat.
Tahun 1963 – 1964, Dumai berpisah dari Kecamatan Rupat dan berubah status menjadi
kawedanan.
Berdasarkan PP No.8 Tahun 1979 tertanggal 11 April 1979, Dumai berubah status menjadi
Kota Administratif (merupakan kota administratif pertama di Sumatera dan ke-11 di Indonesia) di
bawah Kabupaten Daerah Tingkat (Dati) II Bengkalis. Berdasarkan UU No.16 Tahun 1999
tanggal 20 April 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 50, tambahan Lembaran Negara
Nomor 3829), Dumai berubah status menjadi Kotamadya sehingga menjadi Kotamadya Dati II
Dumai. Seiring perkembangan politik di Indonesia, berdasar UU No. 22 Tahun 1999 maka
Kotamadya Dumai berubah menjadi Kota Dumai. Masa jabatan Walikota Dumai pertama dari
tanggal 27 April 1999 sehingga tanggal 27 April dijadikan hari ulang tahun Kota Dumai.
I Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Dumai mengalami
beberapa kali peningkatan status. Semasa bergabung dengan Kabupaten Bengkalis, Dumai
berstatus sebagai Kota Administratif, yang kemudian ditingkatkan menjadi Kota Madya. Setelah
diberlakukannya Otonomi Daerah, Dumai dimekarkan menjadi sebuah kota yang berdiri sendiri,
berpisah dari Kabupaten Bengkalis. Pada awal pembentukannya, Kota Dumai hanya terdiri atas 3
kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa dengan jumlah penduduk 15.699 jiwa dengan tingkat
kepadatan 83,85 jiwa/km2.
Filosofis dasar peningkatan status Dumai dalam pengelolaan wilayah administrasi
pemerintahan ialah untuk memperpendek rentang kendali, mempercepat tingkat pelayanan dan
memperbesar peran masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat, disamping menangkap peluang pengembangan ekonomi.
Kota Dumai dijuluki dengan Kota Pengantin Berseri, PENGANTIN BERSERI adalah singkatan
dari Kota PENGANTIN (Pelabuhan, Perdagangan, Tourism dan Industri) BERSERI (Bersih,
Semarak, Rukun dan Indah) SEHAT (Sejahtera, Harmonis, Aman dan Tertib).
Setelah melalui beberapa kali pemekaran, Kota Dumai saat ini terdiri dari 32 kelurahan, dengan
wilayah administratif yang terbagi dalam tujuh kecamatan, yaitu Kecamatan Dumai Barat,
Kecamatan Dumai Timur, Kecamatan Dumai Kota, Kecamatan Dumai Selatan, Kecamatan Bukit
Kapur, Kecamatan Medang Kampai, dan Kecamatan Sungai Sembilan.
2. Adat Istiadat
Dumai salah satu bagian dari daerah Riau yang terletak dipinggir laut yang memiliki Adat
resam Melayu. Selain itu Dumai juga merupakan daerah yang terletak di jalur perdagangan di
Selat Malaka dengan berbagai sumber kekayaan alam yang potensial untuk dikembangkan,
sehingga menjadikan Dumai sebagai lokasi yang strategis yang membawa pendatang baru dari
seluruh penjuru untuk tuntunan perubahan hidup. Kedatangan para pendatang selain membawa
dampak positif bagi penduduk dan perkembangan Kota Dumai, juga memiliki dampak negative,
terutama bagi kelangsungan dan keberadaan Adat resam penduduk tempatan yaitu Adat Melayu.
. Dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada satu pembahasan dari bentuk pergeseran
yang terjadi pada Adat resam Melayu yaitu pada upacara adat perkawinan Melayu pada
Kecamatan Dumai Barat di Kota Dumai. Diharapkan penulisan ini dapat memberikan masukan
bagi beberapa pihak, khususnya pemerintah Kota Dumai serta lembaga Adat Melayu Kota Dumai
dalam menyikapi bentuk pergeseran upacara Adat perkawinan Melayu di Kota Dumai, khususnya
pada Kecamatan Dumai Barat. Ada berbagai macam adat istiadat pada masyarakat Kota Dumai
seperti :
Upacara Perkawinan
Pada hakikatnya perkawinan masyarakat di Kota Dumai sama halnya dengan upacara di
daerah lainnya, mereka melakukan sesuatu dengan adat mereka masing-masing seperti adat
Melayu, Minang, Jawa, Batak, dan lain-lain.
Upacara menujuh Bulan
Upacara menujuh bulan yaitu upacara adat yang dilaksanakan pada saat seorang ibu yang
hamil anak sulung dan usia kandungan sudah tujuh bulan.
Tepuk Tepung Tawar
Tradisi Tepuk Tepung Tawar atau Tepung Tawar merupakan simbol untuk mendoakan
seseorang karena keberhasilannya. Prinsip inilah yang berlaku bagi masyarakat Kota Dumai.
Bisa dibilang, upacara ini menjadi salah satu bagian penting dalam sejumlah prosesi adat
istiadat. Seperti hajatan acara adat perkawinan, khataman Al Qur’an, berandam, syukuran,
peresmian maupun prosesi kegiatan tradisi lain. Tidak bisa ditinggalkan, sampai saat ini
masyarakat Melayu di Kota Dumai ini masih melaksanakan tepuk tepung tawar. Ada yang
menilai, upacara ini menjadi simbol yang hakekatnya tetap pada kekuatan memohon doa
kepada Allah SWT, agar dihindarkan dari segala marabahaya.
Tradisi Lampu colok
Tradisi lampu colok merupakan upaya melestarikan nilai-nilai tradisi Melayu, setiap bulan
ramadhan tepatnya 27 ramadhan masyarakat Melayu dengan rasa bahagia menyiapkan ribuan
botol lampu minyak yang disusun menyerupai bangunan mesjid, kapal lancang kuning
menyerupai gapura dipasang di setiap jalan pintu masuk serta halaman rumah. Cahaya colok
menambah semaraknya menyambut datangnya hari raya idul fitri dan terasa aneh apabila ada
rumah yang tidak memasang colok di halaman rumahnya.
Diyakini oleh masyarakat Melayu di Dumai Provinsi Riau, cahaya pelita yang dipasang itu
untuk menerangi rumah dan jalan sehingga ruh saudara-saudara yang sudah meninggal dunia
mudah berkunjung.
Keyakinan inilah yang menambah keharuan masyarakat apabila orang terdekat atau
saudara yang baru meninggal dunia, lampu colok sebagai penerang sekaligus sebagai
pengingat orang yang sudah tiada. Seiring perkembangan zaman tradisi colok pun
berkembang, pada masa dahulu colok hanya dipasang di rumah masing-masing warga, kini
colok sudah di pasang disepanjang jalan bahkan colok pun dipasang di setiap persimpangan
dengan menyerupai gapura dan juga dibentuk seperti bangunan mesjid dan gambar lainnya
yang menunjukan ciri khas suatu daerah. Biasanya pada malam pertama pemasangan colok
berlangsung selamam tiga malam, gambar masjid sangat dominan karena sangat menarik
dilihat ketika coloknya menyala di malam hari.
3. Asal Nama Dumai
Sejarah nama Kota Dumai bermula dari kisah zaman dulu tentang sebuah Kerajaan Seri Bunga
Tanjung, dalam cerita Legenda Putri Tujuh. Kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu cantik
bernama Cik Sima, yang memiliki tujuh orang putri. Dari ketujuh putrinya, si bungsu yang
bernama Mayang Sari adalah putri yang paling cantik. Tidak hanya memiliki wajah elok berseri
bagai bulan purnama dan bibir merah bagai buah delima, Mayang Sari memiliki tubuh indah
memesona dan kulitnya lembut bagai sutera.
Suatu hari, ketujuh putri ratu mandi di lubuk Sarang Umai sambil bersenang-senang. Mereka
pun tidak menyadari kehadiran beberapa pasang mata yang memerhatikan, yang tidak lain adalah
Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya. Sang pangeran terpesona dengan kecantikan
Mayang Sari, dan secara spontan bergumam, “Gadis cantik di lubuk Umai... cantik di Umai...
d’umai..” Dari situlah konon nama Kota Dumai berasal.
Beberapa kalangan menilai Legenda Putri Tujuh hanyalah sebuah cerita rakyat, sementara
sebagian lainnya menilai peristiwa tersebut benar-benar terjadi. Pasalnya, ditemukan beberapa
bukti seperti Kelurahan Ratu Sima, yang berasal dari nama Ratu Cik Sima. Kemudian keponakan
dari Raja Sri Bunga Tanjung yang ingin dipinang oleh Raja Aceh. Selain itu, ada pula Makam
Putri Tujuh yang terletak di area kilang Pertamina UP II Dumai.