Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rindiani Rahmi

Nim : 220102010012

Tugas Islam dan Budaya Banjar

BAUSUNG PANGANTEN

Setiap daerah memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang berbeda-beda dan beraneka
ragam salah satunya bausung pangantin, tradisi ini sangat unik karena hanya ada dikalimantan
selatan dan satu-satunya di Indonesia bahkan di dunia. Bausung diambil dari kata usung yang
bermakna gendong. Kedua mempelai ini akan digendong sebelum bersanding dipelaminan
tepatnya setelah pengantin pria datang menjemput pengantin wanita.

Dalam suku Banjar pasangan pengantin dianggap sebagai Raja dan Ratu sehari, mereka
pun tidak diperbolehkan menginjakkan kaki ditanah, pengantin digendong oleh 2 pria
saudaranya atau seorang pesilat.

Tradisi Bausung sudah ada sejak zaman kesultanan Banjar. Awalnya, tradisi ini hanya
dilakukan oleh orang-orang kalangan berada, pasalnya untuk melakukan tradisi ini butuh biaya
besar. Seiring perkembangan zaman, tradisi bausung pengantin ini sudah tidak lagi menjadi
pesta pada kalangan orang berada saja. Kini, sudah menjadi hiburan bagi manyarakat setempat
pada setiap acara pernikahan.

Awal mula tradisi ini berada di Kandangan. Pada zaman dahulu, Prabu Judistira
mempunyai anak bernama Dewi Sudiya yang dilamar oleh saudara sepupunya bernama
Abimayu, anak Raden Arjuna. Prabu Judistira lantas menggelar pesta pernikahan mewah agar
tidak ‘kapingitan’ karena anaknya menikah dengan saudara sepupunya sendiri.
Kapingitan adalah sakit yang tidak jelas apa penyebabnya dan berlangsung lama jika tidak dapat
bertemu dengan orang yang pandai mengobatinya.

Pernikahan Dewi Sudiya dan Abimayu digelar dengan beberapa syarat. Pertama,
tempat tinggal Dewi Sudiya harus dirubah menjadi Balai Pengantin Griya Rana, yaitu rumah
pengantin wanita yang dihias dengan mewah. Kedua, pada saat hari pernikahan harus
membunyikan gong kerajaan. Ketiga, sebelum pengantin duduk dipelaminan kedua mempelai
harus diarak mulai dari keluar pintu rumah dengan cara diusung dan diiringi gamelan kerajaan.
Sementara itu arak-arakan pengantin diikuti pula tarian dan silat. Kala itu, orang yang mausung
Dewi Sudiya dan Abimayu adalah 2 orang satria pilihan yaitu, Raden Gatotkaca dan Bambang
Setyaki.

Sebagai adat istiadat, bausung pengantin menjadi sebuah kewajiban yang tidak boleh
ditinggalkan oleh suku Banjar. Mitosnya, jika meninggalkan akan mendapatkan sanksi berupa
kerasukan dan kapingitan. Masyarakat yang masih memegang erat tradisi ini selalu
mengamalkan dan mewariskannya.

Perubahan tradisi selalu terjadi seiring perkembangan zaman. Tradisi bausung pengantin
sudah mengalami perubahan dalam hal aturan, alat-alat yang dipakai, serta para pemerannya.
Dulu bausung pengantin dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada saat turun mandi pengantin
dan turun kepelaminan. Kini cukup dilakukan sekali saja. Jika tradisi bausung dahulu diiringi
music gamelan dan gong kerajaan, sekarang cukup dengan menyalakan music gamelan dari
music player atau bahkan tanpa music.

Adat istiadat bausung pengantin penting untuk dilestarikan dan dijaga sebagai warisan
dari Nenek Moyang. Karena ini merupakan peninggalan yang sangat berharga dan yang menjadi
ciri khas pada suatu daerah atau sebuah suku.

Anda mungkin juga menyukai