Anda di halaman 1dari 9

TRADISI

OMED–OMEDAN
Oleh:
Ni Ketut YunitaIndrawati 2107521059/09
Ni Putu Nirmala Suzanne Pramesti2107521060/10
Ni Putu Arta Agustina 2107521062/11
Pande Kadek Dilla Maharani 2107521063/12
SUB BAHASAN

01 02 03
SEJARAH TRADISI FENOMENA IMPLIKASINYA
OMED–OMEDAN PADA JAMAN TERHADAP UMAT
KONTEMPORER HINDU
SEJARAH TRADISI OMED–OMEDAN
pada tahun 1979, ada suatu perubahan dimana
sejarah tradisi omed-omedan pemerintah Bali melakukan kesepakatan dengan
di Banjar Kaja dimulai pada seluruh masyarakat di Bali untuk melaksanakan
abad 17 menjelang abad 18, catur brata penyepian dengan sungguh-sungguh.
dimana pada saat itu masih petinggi-petinggi Banjar Kaja sepakat untuk
berbau sistem kerajaan. memindahkan pelaksaan tradisi omed-omedan
satu hari setelah hari raya Nyepi yaitu pada hari
ngembak geni.
Pada tahun 1984, Turah Bima yang
memegang alih Puri Oka merasa malu Pelaksanaan tradisi omed-omedan
mendengar orang-orang menyebut tradisi selanjutnya terus dilaksanakan dari
omed-omedan sebagai tradisi berciuman, tahun ke tahun dan semakin terkenal
sehingga Turah Bima bertekad menjadi salah satu dari tradisi dan
menghentikan dan meniadakan tradisi budaya Bali yang unik dan hanya dimiliki
omed-omedan tersebut. satu-satunya oleh Banjar Kaja,
Kelurahan Sesetan, Kecamatan
Denpasar Selatan.
FENOMENA TRADISI OMED–OMEDAN
PADA JAMAN KONTEMPORER
Tradisi omed-omedan atau yang memiliki arti tarik-menarik ini adalah sebuah tradisi
yang akan selalu mengundang keramaian masyarakat untuk menonton prosesi
kegiatan omed-omedan ini. Kegiatan ini biasanya diikuti oleh pemuda-pemudi Banjar
Kaja, Sesetan yang akan memiliki dua kubu dan nantinya masing-masing kubu akan
menggendong pria dan wanita lalu akan didekatkan dan mereka akan saling
berpelukan serta berciuman pipi, seluruh peserta pula akan disiram dengan air untuk
lebih mencairkan dan menghebohkan suasana tradisi omed-omedan ini. Karena
uniknya, tradisi ini mengundang berbagai kalangan masyarakat lokal maupun asing
dari berbagai penjuru, bahkan awak media pun berdatangan untuk meliput kegiatan ini
pada tiap tahunnya.
FENOMENA TRADISI OMED–OMEDAN
PADA JAMAN KONTEMPORER
Tradisi yang selalu dilakukan ini akhirnya sempat diberhentikan akibat
adanya pandemi virus Covid-19. Tetapi menurut sumber (Made Sudama)
ada fenomena yang membuat khawatir dengan keadaan warganya yaitu
adanya sepasang babi yang beradu sampai berdarah-darah, maka
dipertimbangkan oleh warga Banjar Kaja bahwa tradisi omed-omedan akan
tetap dilaksanakan pada tahun berikutnya, ada ataupun tidaknya pandemi
ini. Setelah dilaksanakan kembali, ada perbedaan dari tradisi ini yaitu tidak
boleh adanya penonton sehingga tidak membentuk keramaian seperti
sebelumnya, pelaksanaanya pun diadakan dengan mematuhi protokol
kesehatan dan dijaga oleh para petugas untuk mengurangi adanya
keramaian yang mungkin saja dapat terjadi.
IMPLIKASI PERAYAAN
TRADISI OMED–OMEDAN
TERHADAP UAMAT HINDU
Adapun menurut salah satu pemuda Banjar Kaja, makna dari tradisi Omed-omedan bagi
masyarakat Banjar Kaje Kelurahan Sesetan Denpasar yaitu terbagi atas beberapa aspek
yaitu :

Religi Solidaritas Budaya Kesejahterahan


KESIMPULAN
Tradisi Omed-omedan merupakan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi
yang hanya dimiliki oleh Banjar Kaja, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar
Selatan, Bali. Tradisi omed-omedan mengalami perkembangan pesat dengan
semakin meluasnya berita mengenai tradisi omed-omedan hingga ke luar negara
yang menjadikan tradisi dan budaya ini menjadi terkenal dan di anggap unik dan
sangat antusias disambut oleh para penonton dari berbagai penjuru. Berdasarkan
sejarah yang diungkapkan seorang narasumber yang merupakan keturunan dari
leluhur di Puri Oka, Banjar Kaja. Tradisi omed-omedan memiliki sejarah yang panjang
dimulai dari leluhur di Puri Oka yang bergelar Anak Agung Made Raka.

Berdasarkan fenomena tradisi omed-omedan yang dilaksanakan setiap satu tahun


sekali tersebut selalu ramai di tonton oleh masyarakat dari berbagai daerah di Bali
dan touris-touris asing dari mancanegara yang berkunjung ke Bali. Namun, saat
pandemi Covid-19, tidak ada penonton dan pelaksanaannya dilakukan dengan
tertutup dan terbatas sebagai simbolis saja, namun pakem-pakem dan rangkaian
acara dari tradisi omed-omedan tersebut tetap dilaksanakan dengan tetap mematuhi
protokol kesehatan. Sehingga saat ini tradisi omed-omedan terkesan tidak seramai
dahulu seperti sebelum pandemi Covid-19.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai