DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Umum
Setelah mempelajari modul ini peserta latih diharapkan mampu menyusun laporan
akhir hasil pelaksanaan K3.
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi Menerapkan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini guna memfasilitasi peserta latih sehingga pada
akhir pelatihan diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi potensi bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
2. Mengevaluasi bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
3. Mengendalikan bahaya dan resiko kecelakaan kerja.
4. Meningkatkan kepedulian terhadap pelaksanaan K3.
5. Membuat laporan pelaksanaan K3.
BAB II
MENGIDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA
DAN RESIKO KECELAKAAN KERJA
• Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan
mengalami kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat
kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja.
• Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global
Gross Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu
kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk
para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.
• Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka
kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut
mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih
baik.
• Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja
konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali
lebih besar.
• Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak &
gas, pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat
paparan asbestos, batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara
negara maju dan berkembang. Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari
paparan asbestos saja sudah mencapai angka 100.000 dan selalu bertambah
setiap tahunnya.
• Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena
penyakit akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami
sebut pembunuhan massal sunyi," kata seorang narasumber.
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Penilaian Pajanan
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh
frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan
untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu
diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan
selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
kumuh dan sempit juga akan memberikan risiko kerja yang besar dan bisa
berakibat vatal dan menyebabkan kematian. Kebutuhan yang harus dimengerti
oleh pemilik usaha agar memberikan tempat yang sesuai dengan standar kerja
menjadikan perhatian tersendiri oleh pemilik perusahaan, unsure argonomis juga
harus dibuat untuk member keindahan dan kenyamanan dalam bekerja.
3. Sumber yang Valid dalam Mengetahui Bahan ataupun Barang yang Berpotensi
Menimbulkan Bahaya di Tempat Kerja.
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di
tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan
untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan
penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya
lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain :
a) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada
peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
b) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di
dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan
baku, baik produk antara maupun hasil akhir;
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton)
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 9 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di
sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat
pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat
unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam
lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di
dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan
Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan
radiasi non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi
dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel
alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis
radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion
adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X,
partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan
efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion
tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis
radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa
informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar
inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya
tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan
matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai
berikut :
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek
radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi
jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari
paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik
timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan
umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat
keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima
lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek.
Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan
terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di
atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
b) Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki
ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah
satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan
kebisingan sering digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara
yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan
sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi
pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi.
• Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun
kronis.
• Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada
sumber getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising.
Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi
kebisingan sekitar 20-25 dB.
benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi
penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
• Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras
dengan latar belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di
sekeliling tempat kerja harus berwarna kontras dengan warna objek
yang dikerjakan.
• Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar
tempat kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu
ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
• Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-
masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur
diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
• Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan
diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup
kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya
kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi
pekerja maka harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan
silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa
sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka
jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh
bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi
bayangan-bayangan.
• Kelemahan mental
d) Getaran
• Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran
terus menerus atau intermitten.
2. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat
memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact
(melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 20 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara
masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat
melalui:
o Pernapasan ( inhalation ),
o Kulit (skin absorption )
o Tertelan ( ingestion )
o Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-
duanya.
a) Korosi
• Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
b) Iritasi
• Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis.
Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan
sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
• Contoh :
o Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
o Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c) Reaksi Alergi
• Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit atau organ pernapasan
• Contoh :
d) Asfiksiasi
• Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah
tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari
19,5% volume udara.
• Contoh :
e) Kanker
• Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia.
• Contoh :
f) Efek Reproduksi
• Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual
dari seorang manusia.
• Contoh :
o Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari
ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds,
carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik
• Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada
organ atau sistem tubuh.
• Contoh :
Daerah pertanian
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat
terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma
bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme
jamur.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama
untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang
megandung organisme pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa
ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit
seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan
alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada
system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan
dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia
lanjut.
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu
kali setiap bulan
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengontrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang
disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai
dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan
serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai,
pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan
kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
• Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
Stress
Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal
atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses
produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai,
kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan
terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang digunakan dalam proses
produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan
bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive
(kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las
(kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan
kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 27 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
gas, terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan
peledakan.
4. Cara Memperoleh Data yang Berkaitan dengan Bahan ataupun Barang yang
Berpotensi Menimbulkan Bahaya di Tempat Kerja.
Manajemen resiko (risk management) adalah proses yang mendefinisikan ruang
lingkup kerja, mengidentifikasi sumber kecelakaan kerja yang potensial dan
akhirnya menentukan langkah atau kontrol untuk mengurangi resiko. Penerapan
manejemen resiko melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Penentuan ruang lingkup pekerjaan dengan menentukan tujuan, dimana,
kapan, dan bagaimana akan dikerjakan serta siapa yang mengerjakan dengan
disertai kualifikasi menyangkut pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian
masing-masing personel.
2. Mengidentifikasi bahan dan proses yang digunakan.
3. Menentukan sumber kecelakaan kerja yang menyertai proses yang akan
dilakukan dengan mencari informasi tentang bahan yang digunakan, bahaya,
dan kemungkinan kesalahan kerja yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
4. Evaluasi tingkat resiko kerja.
5. Penentuan langkah dan kontrol yang harus diambil, seperti penanganan khusus
terhadap bahan, proteksi alat kerja, dan penggunaan prosedur khusus
penanganan proses.
6. Pengawasan dan pelaporan seluruh proses juga jika terjadi perubahan bahan,
proses, atau prosedur kerja.
5. Cara Memelihara tempat Kerja agar tetap bersih, aman dan nyaman
House-keeping.
Para pekerja harus merawat lingkungan kerjanya secara terus menerus. Peralatan
harus dijaga dalam keadaan baik dan tersimpan dengan rapi pada saat tidak
digunakan. Jalur evakuasi, tangga dan pintu keluar keadaan darurat harus bersih
dari barang-barang yang dapat menghalangi kegiatan evakuasi. Membiasakan diri
meninggalkan tempat kerja dalam keadaan yang rapi.
Pengelolaan Lingkungan
Perusahaan bertanggung jawab terhadap seluruh limbah yang dihasilkan dari
kegiatan yang dilakukan. Setiap ceceran harus ditampung dalam tempat
penampungan Limbah tidak boleh dibuang ke dalam saluran drainase. Apabila
terdapat pencemaran lingkungan, segera informasikan kepada Pengawas
Pekerjaan. Tumpahan harus dibersihkan sesegera mungkin tetapi hanya jika
aman untuk dilakukan. Tindakan pencegahan penyebaran tumpahan harus segera
dilakukan. Tumpahan Bahan Berbahaya Beracun (B3) harus dikelola dengan
metode yang benar sesuai prosedur dalam MSDS dan Peraturan Perundangan.
Material bekas dan material yang dapat didaur ulang harus dibuang dalam tempat
tersendiri. Barang berbahaya dan B3 tidak boleh dibuang dalam tempat sampah
biasa.
Aliran Listrik
Penggunaan peralatan dengan daya yang besar akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan antara lain:
a. Pemakaian safety switches yang dapat memutus arus listrik jika penggunaan
melebihi limit/batas yang ditetapkan oleh alat.
b. Improvisasi terhadap peralatan listrik harus memperhatikan standar keamanan
dari peralatan.
c. Penggunaan peralatan yang sesuai dengan kondisi kerja sangat diperlukan
untuk menghindari kecelakaan kerja.
Good housekeeping adalah manajemen tata letak yang dilakukan ditempat kerja
yang mencakup peralatan, dokumen, bangunan dan ruangan untuk membuat
tempat kerja menjadi bersih, rapih, aman dan nyaman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi bahaya yang ada di tempat
kerja.
Sebab, housekeeping yang efektif dapat mengeliminasi bahaya yang ada ditempat
kerja ataupun ditempat perkuliahan, sehingga setiap orang dapat melakukan
pekerjaannya dengan aman dan sebaik-baiknya. Housekeeping yang buruk juga
dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan.
Good Housekeeping bukan hanya sekedar kebersihan, namun juga menyangkut
menjaga area kerja tetap rapih dan nyaman, selain itu menjaga ruangan tetap
bersih dan lantai tidak licin, dan membuang material yang tidak terpakai serta
menjaga barang-barang yang berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran.
1. Kerugian
2. Kelebihan
• Zero Set Up Time, yang artinya menghemat waktu / tidak ada waktu yang
terbuang, hal ini karenakan :
• Barang, dokumen, dan lainnya sudah tertata dengan rapi dan teratur sehingga
waktu yang terbuang untuk mencari barang-barang atau dokumen dapat
berkurang
• Tempat kerja atau tempat kuliah yang bersih dapat mengingkatkan efisiensi
dan memudahkan orang untuk mengetahui cara pengoperasiannya.
• Zero Injury, yang artinya keselamatan dan kesehatan kerja lebih baik :
• Dapat dengan mudah mengamati bahaya yang ada di tempat kerja /
perkuliahan
• Penempatan barang dengan aman akan dapat menghindari barang tersebut
terjatuh dan menimpa orang
• Jika terjadi keadaan darurat, pekerja ataupun warga kampus sudah
mengetahui letah pintu darurat dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
• Menurunkan bahaya kebakaran
• Mengurangi pajanan terhadap bahan berbahaya seperti debu, uap ataupun
bahan kimia berbahaya
• Kondisi tempat kerja yang bersih dapat meningkatkan kesehatan.
BAB III
MENGEVALUASI BAHAYA DAN RESIKO KECELAKAAN KERJA
2. Pekerjaan yang dapat menimbulkan bahaya dan resiko kecelakaan kerja yang
harus dihindari.
Berbagai pendekatan sering dilakukan dalam menghadapi risiko dalam organisasi
atau perusahaan misalnya :
a. Mengabaikan risiko sama sekali, karena dianggap merupakan hal yang diluar
kendali manajemen. Pendapat tersebut, merupakan cara pendekatan yang tidak
tepat, karena tidak semua risiko berada diluar jangkauan kendali organisasi /
perusahaan.
b. Menghindari semua kegiatan atau proses produksi yang memiliki risiko. Hal ini
merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan, karena semua aktivitas
ditempat kerja sampai tingkat tertentu selalu mengandung risiko.
c. Menerapkan Manajemen Risiko, dalam pengertian umum, risiko tinggi yang
dihadapi sebenarnnya merupakan suatu tantangan yang perlu diatasi dan
melalui suatu pemikiran positif diharapkan akan memberikan nilai tambah atau
imbalan hasil yang tinggi pula.
Aspek ekonomi, sosial dan legal merupakan beberapa hal yang berkaitan
dengan penerapan manajemen risiko. Dampak finansial akibat peristiwa
kecelakaan kerja, gangguan kesehatan atau sakit akibat kerja, kerusakan atau
kerugian aset, biaya premi asuransi, moral kerja dan sebagainya, sangat
mempengaruhi produktivitas. Demikian juga aspek sosial dan kesesuaian
penerapan peraturan perundang undangan yang tercermin pada segi
kemanusiaan, kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat memerlukan
penyelenggaraan manajemen risiko yang dilaksanakan melalui partisipasi pihak
terkait.
Manajemen risiko kesehatan di tempat kerja mempunyai tujuan: meminimalkan
kerugian akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan kesempatan/peluang untuk
meningkatkan produksi melalui suasana kerja yang aman, sehat dan nyaman,
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 35 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
Identifikasi Bahaya
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah
identifikasi atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan
identifikasi faktor risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi,
ergonomik, dan psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan
faktor risiko ini diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan
produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan
termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses
produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan
material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang
menyertai, termasuk efek toksiknya.
Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif
terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan
tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal
juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 36 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan
tidak hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor
lain.
Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja
tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor
lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor
risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh
frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan
untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu
diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan
selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude)
risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan
gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada
efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat
terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko
dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi
(efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko
meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas
lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan,
kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari
kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan
suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya
kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang
dapat diterima (acceptable level). Pengendalian dapat dilakukan dengan
Judul Modul : Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Halaman: 39 dari 60
Buku Informasi Versi: 2015
Modul Pelatihan Berbasis Kompetensi Kode Modul
Sub-Kejuruan Elektronika IJE.PM01.001.01
BAB IV
MENGENDALIKAN BAHAYA DAN RESIKO KECELAKAAN KERJA
Sesuai BUKU BIRU Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Pada Instalasi TT / TET No.
P3B/PRO/TIMSOP/B01/P3B edisi 01 pada BAB 2 halaman 5 pada :
• Ayat 2.1 Pengorganisasian Kerja, dan tugas pengawasan tidak boleh dirangkap.
• Ayat 2.4 Pedelegasian Tugas dapat diberikan kepada personil lainnya antara
lain untuk Penanggung Jawab Pekerjaan, Pengawas Manuver, Pengawas
Pekerjaan dan Pengawas K3
Setiap pekerjaan yang beresiko tinggi harus dilengakpi dengan Jobs Safety
Analysis (JSA). JSA dibuat oleh pengawas pelaksana kerja, ditelaah oleh
pengawas area dimana pekerjakan akan dilakukan dan disyahkan oleh atasan
pengawas area.
3. Cara Menjelaskan Alat Pelindung Diri (APD) dan (APK) Digunakan Sesuai Dengan
Ketentuan K3.
Alat Pelindung Diri (APD).
APD agar dikenakan apabila di tempat kerja mensyaratkan untuk dipenuhi dan
Perusahaan harus menyediakan seluruh APD bagi para pekerjanya.
• Pemakaian topi keselamatan (safety helmet) diharuskan dipakai di tempat
kerja. Topi keselamatan kerja ini harus memenuhi persyaratan dan ketentuan
Standar Industri Indonesia (SII) atau Standar Assosiasi Internasional (Z 94.1).
• Pemakaian sepatu keselamatan kerja diharuskan bagi setiap orang yang
bekerja, mengawasi dan memeriksa di lapangan. Sepatu keselamatan kerja ini
harus memenuhi persyaratan dan ketentuan Standar Industri Indonesia (SII)
atau Standar Assosiasi Internasional (Z 195).
• Kacamata keselamatan, pelindung muka atau peralatan pelindung lainnya
harus dipakai oleh para pekerja saat dibutuhkan untuk menangani jenis
pekerjaan tertentu. Peralatan pelindung mata dan muka harus
memenuhi persyaratan Standar Industri Indonesia (SII) atau Standar Assosiasi
Internasional (Z 94.3) dan untuk kacamata keselamatan harus
memenuhi SII atau Z 87.1.
• Menyemprotkan udara bertekanan terhadap pakaian kerja untuk tujuan
membersihkan kotoran atau membersihkan dengan minyak ataupun bahan
yang dapat menimbulkan iritasi kulit, sama sekali tidak diperbolehkan.
• Peralatan pelindung telinga disediakan dan dipakai oleh pekerja di
lapangan/lokasi yang mensyaratkan penggunaan pelindung telinga.
• Tabung alat bantu pernafasan agar disediakan di lokasi kerja dimana
dimungkinkan terdapat gas atau uap beracun. Hal ini menjadi tanggung jawab
pengawas di lokasi untuk memastikan bahwa peralatan tersebut dapat
beroperasi dengan baik. Semua pekerjaan yang membutuhkan penggunaan
masker udara atau alat bantu pernafasan harus ada 2 (dua) orang yang
mengoperasikannya.
C. Sikap kerja
1. Harus cermat dan teliti dalam menyiapkan,memverifikasi, dan memvalidasi
informasi yang dilaporkan
2. Harus taat asas dan memperhatikan SOP.
BAB V
MENINGKATKAN KEPEDULIAN TERHADAP PELAKSANAAN K3
Dengan melaksanakan K3, baik oleh tenaga kerja maupun pihak pengusaha /
pengelola, maka akan tercipta suasana kerja yang kondusif. Tenaga Kerja
bertindak dan berperilaku disiplin, sedangkan pihak pengusaha atau perusahaan
bertindak mengawasi dan mencegah timbulnya penyebab kecelakaan kerja.
C. Sikap kerja
1. Harus cermat dan teliti dalam menyiapkan, memverifikasi, dan memvalidasi
informasi yang dilaporkan
2. Harus taat asas dan memperhatikan SOP.
BAB VI
MEMBUAT LAPORAN PELAKSANAAN K3
Pasal 4
1) Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib
melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (2) huruf a), b), c) dan d) kepada Kepala Kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua
puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir
laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 KK2 A lampiran 1.
2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
Pasal 5
1) Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya
pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. PER-05/MEN/1993.
2) Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya
pada program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3, melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (2) huruf a) dan b) dengan tata cara pelaporan sesuai peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1993.
c. Pemeriksaan Kecelakaan
Pasal 6
1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1),
dan pasal 5, Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan
pegawai pengawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian
kecelakaan.
2) Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan terhadap setiap kecelakaan yang dilaporkan
oleh pengurus atau pengusaha.
3) Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Pasal 7
Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian
mempergunakan formulir laporan pemeriksaan dan pengkajian sesuai
lampiran II untuk kecelakaan kerja, lampiran III untuk penyakit akibat kerja,
lampiran IV untuk peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 limbah dan lampiran V untuk bahaya
lainnya.
Pasal 8
1) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 pada
tiap-tiap akhir bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah
hukumnya dengan menggunakan formulir sebagaimana lampiran VI
peraturan ini.
2) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja harus menyampaikan analisis
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya tanggal
5 bulan berikutnya.
Pasal 9
1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja berdasarkan analisis
laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 menyusun
analisis kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan
formulir sebagaimana lampiran VII peraturan ini.
2) Analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk
tiap bulan
3) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus segera
menyampaikan analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 10
Cara pengisian formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran II, III, IV, V,
VI, dan VII sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), pasal 8 ayat (1)
dan pasal 9 ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
Pasal 11
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan berdasarkan analisis laporan kecelakaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) menyusun analisis laporan kekerapan dan
keparahan kecelakaan tingkat nasional.
d. S a n k s i
Pasal 12
Pengurus atau pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 4 ayat
(1), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 15 ayat (2)
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
e. Pengawasan
Pasal 13
Pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Menteri ini dilakukan oleh pegawai
pengawas ketenagakerjaan.
f. Ketentuan Penutup
Pasal 14
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini, maka formulir bentuk 3 KK2
dalam Peraturan Menteri No. PER-04/MEN/1993 dan Peraturan Menteri No.
PER-05/MEN/1993 dinyatakan tidak berlaku.
C. Sikap kerja
1. Harus cermat dan teliti dalam menyiapkan,memverifikasi, dan memvalidasi
informasi yang dilaporkan
2. Harus taat asas dan memperhatikan SOP.
DAFTAR PUSTAKA
A. Dasar Perundang-undangan
1. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per.05/Men/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
B. Buku Referensi
1. Budiono S. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Bunga
Rampai Hiperkes dan Keselamatan. Semarang, 2005.
2. Mansur M. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Maj Kedokt Indon,
Volum: 57, Nomor: 9, September 2007
3. Organisasi Perburuhan Internasional. “Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan
yang Aman” Jakarta, Kantor Perburuhan Internasional, 2008.
4. World Health Organization. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Wijaya C (Ed.)
Suyono J (Alih bahasa). Jakarta: EGC; 1993.
5. Joko Kustono, 2005, CD, Universitas Negeri Malang
6.
D. Referensi Lainnya
Browsing Internet :
1. http://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/house.html
2. http://amrodji.blogspot.com/2013/11/praktek-kerja-aman_24.html
3. https://erwinazizijayadipraja.wordpress.com/2013/09/07/risiko-kecelakaan-kerja/
4. http://yanaayanaayanaa.blogspot.com/2013/05/melaksanakan-prosedur-k3.html
A. Daftar Peralatan/Mesin
B. Daftar Bahan
LAMPIRAN