Anda di halaman 1dari 2

Research on Facial Expressions of Emotion After the Original Universality Studies

Semenjak universality studies yang asli seperti yang telah dilampirkan di pembahasan
sebelumnya, ada hampir 200 penelitian serupa yang mendokumentasikan universal
perception atau produksi ekspresi wajah serta emosi. Studi-studi ini menunjukkan bahwa
ekspresi wajah yang dirumuskan oleh Darwin dan Tomkins dihasilkan ketika emosi bangkit
secara spontan.

Pengaruh berbagai budaya pada studi ini sangat mengesankan. Studi Matsumoto dan
Willingham (2006) tentang atlet Olimpiade misalnya, studi ini melibatkan 84 atlet dari 35
negara. Secara kolektif studi ini menunjukkan bahwa walaupun tiap-tiap individu berasal dari
latar belakang budaya yang berbeda-beda, ekspresi wajah mereka tetap terjadi ketika
emosinya mengalami kebangkitan.

Bukti lain untuk universalitas berasal dari literatur perkembangan. Otot wajah yang sama
yang ada pada orang dewasa, juga ditemukan pada bayi yang baru lahir, dan berfungsi penuh
saat lahir. Dengan demikian, bayi memiliki repertoar ekspresi wajah yang kaya dan beragam.

Salah satu bukti kuat yang menunjukkan bahwa ekspresi wajah emosi dikodekan secara
genetik dan tidak dipelajari secara sosial adalah studi tentang individu yang buta. Dalam
salah satu eksperimen baru-baru ini, para peneliti membandingkan ekspresi emosi yang
dihasilkan secara spontan antara atlet yang dulunya bisa melihat dan atlet yang tunanetra
sejak lahir. Ada korespondensi yang hampir sempurna antara perilaku wajah yang dihasilkan
antara atlet tunanetra sejak lahir dan atlet yang dulunya bisa melihat. Karena banyak atlet
tunanetra buta sejak lahir jadi mereka tidak mungkin belajar memproduksi emosi dengan
melihat orang lain melakukannya. Mereka harus lahir ke dunia dengan kemampuan bawaan
untuk menghasilkan ekspresi-ekspresi tersebut.

Bukti terakhir universalitas dan genetic encoding of facial expression of emotion berasal dari
studi primata non-manusia. Selama bertahun-tahun, para ahli etologi telah mencatat
kesamaan morfologis antara ekspresi manusia dan ekspresi primata nonmanusia yang
ditampilkan dalam konteks serupa.
Misalnya, evolusi senyum dan tawa. Evolusi ini terjadi pada seluruh mamalia seperti,
monyet, kera, simpanse, dan manusia. Di antara primata non-manusia, tampilan wajah yang
digambarkan sebagai seringai mirip dengan emosi ketakutan dan keterkejutan manusia,
sedangkan tampilan mulut yang tegang mirip dengan kemarahan. Hewan primata yang bukan
manusia juga menunjukkan ekspresi wajah playful yang mirip dengan wajah bahagia
manusia, dan ekspresi cemberut yang mirip dengan wajah sedih manusia.

Anda mungkin juga menyukai