Sulaweso
Sulaweso
II.1 Fisiografi
Berdasarkan struktur litotektonik Pulau Sulawesi dan sekitarnya (Gambar II.1)
dibagi menjadi lima mandala berbeda, yaitu: Mandala Barat, Mandala Tengah,
Mandala Timur dan Fragmen Benua Banggai-sula dan Tukang Besi (Hall dan
Wilson, 2000). Lokasi penelitian berada pada Mandala Sulawesi Timur (East
Sulawesi Ophiolite belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudra berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias - Miosen yang disebut
dengan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Pada lengan timur meliputi batuan mafik
dan ultramafik, pillow lava, dan batuan sedimen pelagis yang didominasi oleh
batugamping laut dalam serta interklas rijang berlapis (Surono, 1996). Salah satu
sedimen yang mengalami imbrikasi adalah batugamping dari Formasi Tokala,
Formasi Tetambahu, dan Formasi Matano (Simandjuntak dkk., 1997).
Gambar II.1 Peta Geologi Pulau Sulawesi (Hall dan Wilson, 2000).
4
II.2 Tektonik Regional
Mikrokontinen yang terbentuk dari pecahan gondwana yang bergerak dari
Australia menuju ke utara (Eurasia) yang selanjutnya membentuk Pulau Sulawesi
(Hall, 2012). Terdapat empat periode tektonik berbeda sebelum mikrokontinen
pecahan Gondwana membentuk Lengan Timur Sulawesi (Hall, 2012; Metcalfe,
1999: Veevers, 2006) , yaitu: 1) fase rifting gondwana yang terjadi pada umur
Permian – Jura. 2) Fase breakup gondwana yang terjadi pada Jura Akhir – Kapur
Awal bagian awal. 3) Fase drifting dimana mikrokontinen bergerak relatif ke utara
terhadap Australia. 4) Fase kolisi yang mana mikrokontinen pecahan Gondwana
menabrak Mandala Sulawesi Barat (Gambar III.2).
5
Gambar II.3 Stratigrafi regional (Surono, 1993).
6
4. Formasi Tomata (Tmpt)
Formasi Tomata tersusun dari perselingan serpih, batupasir, konglomerat,
serta sisipan lignit. Batupasir halus mengandung banyak fosil berupa
foraminifera yang menunjukkan Formasi Tomata berumur Miosen Akhir –
Pliosen, lingkungan pengendapan berupa laut dangkal – transisi, dengan
ketebalan formasi mencapai 500meter.
Gambar II.4 Standard Microfacies Type (SMF) (Flugel dan Munnecke, 2010).
7
II.5 Facies Zone (FZ)
Zona fasies yang umum dijumpai menggunakan model paparan tertutup (rimmed).
Berdasarkan Wilson (1975) model standar dari fasies karbonat digambarkan
dalam penampang melintang terdiri dari cekungan hingga pantai dan terdiri dari
asosiasi fasies berdasarkan zona fasies standar. Kemudian dibagi kedalam zona
fasies pada paparan karbonat tertutup menjadi 10 zona fasies, yang terdiri dari FZ
1–FZ 10 (Gambar II.5), dengan karakteristik zona fasies seperti pada (tabel II.1).
8
Tabel I.1 Karakteristik Zona Fasies (FZ) berdasarkan Wilson (1975).
Jenis FZ Karakteristik FZ (Wilson, 1975)
Laut dalam, berada dibawah pengaruh gelombang, terdapar foram bentonik dan
FZ 1
planktonik, material sedimen mengandung silika dan karbonat.
FZ 2 Paparan laut dalam, salinitas normal, terdapat bioturbasi, matriks dan mikrit.
FZ 3 Tepi paparan laut dalam (lereng), mengandung foraminifera bentik laut dangkal.
Tepi paparan ke arah laut, umumnya material hasil reworked dari paparan dan
FZ 4
bercampur dengan pelagik.
Terumbu, berkembang bersama dengan pecahan kerang dan pasir yang
FZ 5
mengandung mikrofosil.
Berrier, tidal flat, dan sand shoal , dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
FZ 6
material karbonat bersih, membulat dan berlapis, berada dizona eufotik.
Lagoon, kedalaman beberapa meter hingga puluhan meter dan terhubung dengan
FZ 7
laut terbuka, hadir foraminifera bentik dangkal.
Bagian dalam paparan yang terbatas, mirip FZ 7 namun kurang terhubung dengan
FZ 8
laut terbuka hingga salinitas tinggi.
Evaporit, daerah suptidal, material karbonat berupa lumpur dolomit, pasir
FZ 9
dengan nodule, iklim lembab dan kering.
Meteorik, berada pada daerah subaerial dan subaquatik yang terbentuk dibawah
FZ 10
kondisi meteorik-vadose, batugamping dipengaruhi oleh diagenesis awal.