Anda di halaman 1dari 6

Nama : Baihaqi A.

Khatim
NIM : 19/439661/TK/48391
Kelas : A
Kompleks Ofiolit di Indonesia
A. Pendahuluan
Ofiolit merupakan bagian dari kerak samudera dan mantel atas yang terangkat ke
permukaan menjadi bagian dari rangkaian pegunungan yang kemudian tersingkap karena
erosi (Winter, 2014). Singkapan ofiolit menjadi
salah satu sarana bagi para geologis untuk
mempelajari evolusi yang terjadi pada kerak
samudera di masa lampau.

Pada umumnya, ofiolit akan tersusun atas


lapisan-lapisan tertentu yang dijabarkan dari atas ke
bawah sebagai berikut.

Lapisan 1, lapisan sedimen pelagis yang


semakin menebal pada kerak yang tua (jauh dari
zona pemekaran).

Gambar 1. Seri ofiolit pada daerah Lapisan 2, tersusun atas batuan basalt. Lapisan 2
Semail, Oman (Boudier & Nicholas, 1989)
dibagi menjadi 2 sub-lapisan yaitu lapisan 2A yang
tersusun atas lava bantal dan sheet-lava, serta lapisan 2B yang tersusun atas sheeted dikes.

Lapisan 3, tersusun pada umumnya oleh gabbro. Dipercaya gabbro ini berasal dari
dapur magma di bawah MOR yang membeku. Lapisan 3 ini dibagi lagi menjadi 2 sublapisan,
yaitu lapisan 3A yang tersusun atas gabbro isotropik pada bagian atas dan teroliasi pada bagian
bawahnya, dan lapisan 3B yang tersusun atas gabbro yang berlapis dan menunjukkan tekstur
yang menumpuk.

Lapisan 4, tersusun atas


batuan-batuan ultramafik
seperti dunit, harzburgit, dan
wehrlite. Lapisan 4 ini adalah
bagian dari mantel atas yang
membeku (Winter, 2014).

Terdapat 3 mekanisme
secara umum yang dapat
menjelaskan bagaimana ofiolit
Gambar 1. Mekanisme tersingkapnya seri ofiolit ke permukaan. Melalui dapat tersingkap ke permukaan.
subduksi (A), melalui obduksi (B), dan melalui kolisi (C) (Hutchinson, 1975)
Mekanisme yang pertama adalah penggabungan pecahan-pecahan seri ofiolit dari
lempeng samudera yang menunjam dengan batuan-batuan kerak benua. Proses
penggabungan ini dapat dijumpai pada sebuah prisma akresi, dimana batuan -batuan
dari kerak benua dan samudera tercampur menjadi satu. Mekanisme yang kedua, yaitu
penunjaman kerak benua dibawah kerak samudera. Pada mekanisme yan g kedua ini,
seri ofiolit dapat dijumpai secara lengkap di permukaan. Mekanisme yang ketiga yaitu
kolisi antara fragmen kontinental dengan island arc. Kolisi antara keduanya
menyebabkan kerak samudera yang ada di antaranya akan tertekan hingga terangkat
ke permukaan. (Hutchinson, 1975)

B. Kompleks Ofiolit yang Tersingkap di Indonesia


Sebagai sebuah negara dengan evolusi tektonik yang kompleks sejak zaman kapur
hingga neogen (saat ini), Indonesia juga memiliki beberapa kompleks ofiolit yang
tersingkap. Kompleks ofiolit yang ada di Indonesia dapat dijumpai dari Sumatera hingga
ke Papua. Kompleks-kompleks ofiolit di Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Komplek Meratus-Bobaris

Kompleks Meratus-Bobaris
merupakan 2 sabuk ofiolit sejajar yang
tersingkap di tenggara Pulau Kalimantan.
Seri batuan ofiolit pada kompleks ini
dipercaya berasal dari tepi tenggara dari
Lempeng Eurasia. Pembentukannya dimulai
dari Zaman Jura (McCable dkk., 1989 dan
Rangin dkk., 1990). Adanya rekahan yang
terjadi antara Australia dan Antartika pada
Zaman Kapur memicu terjadinya evolusi
tektonik pada tepi tenggara tempat
terbentuknya ofiolit Meratus. Ini memicu
terbentuknya back-arc basin pada tepi
tenggara Eurasia dan magmatisme calc-
alkaline Formasi Alino. Lapisan ofiolit
kemudian tersingkap ke permukaan melalui
Gambar 2. Evolusi tektonik dari awal pembentukan
mekanisme obduksi (Monnier dkk, 1999). seri ofiolit Meratus hingga tersingkap ke permukaan
melalui mekanisme obduksi
Hal ini menyebabkan Kompleks Ofiolit Meratus-Bobaris merupakan kompleks dengan
seri ofiolit yang lengkap.

2. Kompleks Ofiolit Timor-Tanimbar


Ofiolit pada kepulauan
Timor – Tanimbar tersingkap ke
permukaan akibat kolisi antara
Benua Australia dengan busur
vulkanik aktif Sunda-Banda,
sehingga seri ofiolit yang ditemukan
di sana tidak menunjukkan seri
ofiolit yang lengkap. Kolisi ini
menyebabkan terjadinya
penghentian magmatisme Sunda-
Banda di sebelah timur. Kepulauan
Timor – Tanimbar adalah sebuah
busur luar non-vulkanik yang Gambar 3. Setting tektonik pada Kepulauan Timor – Tanimbar.
Pada bagian a, patahnya lempengan yang tersubduksi
terletak di sebelah selatan busur menyebabkan pengangkatan pada forearc basin. Pada bagian
b merupakan zona transisi di mana forearc basin sedikit
vulkanik Sunda-Banda. Evolusi terangkat ke permukaan. Bagian c merupakan daerah dengan
forearc basin yang cukup dalam ~7km. (Ishikawa dkk., 2007)
tektonik daerah tersebut secara
lengkap belum dapat direkonstruksi.
Pada bagian tengah kolisi, lebar dari cekungan busur depan a ntara busur
vulkanik dan non vulkanik menjadi sangat sempit. Sedangkan pada bagian timur,
tepatnya pada Kepulauan Tanimbar, cekungan busur depan menjadi sangat lebar akibat
adanya ekstensi (Charlton, 1991; Harris, 1992; Hinschberger dkk., 2001).
Tidak seperti pada seri ofiolit lainnya, batuan ultramafik pada Kompleks Timor-
Tanimbar didominasi oleh lherzolite. Sedangkan pada kompleks lain, seri ofiolit yang
terbentuk umumnya adalah dunit. Menurut Ishikawa dkk. (2007), batuan ultramafik
pada kompleks ini terbentuk pada baji mantel.
Berdasarkan analisis geokimia pada batuan basaltik yang dilakukan oleh
Ishikawa dkk. (2007), pada saat awal terjadinya rifting, yang kemudian membentuk seri
ofiolit di lokasi tersebut, magma yang awal mula keluar serupa dengan tipe Palung
Mariana (kaya LILE), sedangkan saat rifting berlangsung lebih lanjut magma yang
keluar bertipe serupa dengan Cekungan Lau (rendah LILE).
3. Kompleks Ciletuh dan Luk-Ulo
Kompleks ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo terletak bagian selatan dari Pulau Jawa.
Kompleks ciletuh terletak di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sedangkan Kompleks
Luk-Ulo terletak pada Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah. Ofiolit pada kedua kompleks tersebut tergabung ke dalam suatu kompleks
melange. Tersingkapnya ofiolit pada kompleks Luk-Ulo dan Ciletuh ini disebabkan oleh
adanya proses obduksi pada jalur Sumatera-Meratus sejak Zaman Kapur (Wakita,
2000).
Singkapan ofiolit di
Karangsambung, Jawa Tengah
berupa blok tektonik yang
memanjang lebih dari 10 km pada
arah barat-timur dengan ketebalan 2
km. Batuan seri ofiolit di
Karangsambung dipisahkan dengan
melange dan sekis oleh adanya
patahan. Batuan penyusun ofiolit di
Karangsambung tersusun atas lava
bantal, dolerit, gabbro, peridotit
terserpentinisasi dan lherzolit
(Wakita, 2000). Singkapan ofiolit di
Karangsambung ini bertindak
sebagai olistostrom pada matriks
lempung bersisik. Bagian bawah Gambar 4. Kolom stratigrafi kompleks melange Meratus, Luk-
Ulo, dan Bantimala yang mengandung seri ofiolit di dalamnya
seri ofiolit Luk-Ulo berupa batuan (Wakita, 2000)

ultramafik berumur Jura sedangkan


bagian atasnya (sedimen pelagis) berumur Kapur Akhir (Wakita, 2000). Batuan seri
ofiolit ini merupakan bagian dari lempeng samudera dari Indo-Australia yang tersingkap
ke permukaan (Arisbaya & Handayani, 2018).
4. Kompleks Ofiolit Sulawesi Timur (ESO)
Menurut Kadarusman dkk. (2004), Kompleks Ofiolit Sulawesi Timur diduga
berasal dari sebuah plato samudera di tengah Samudera Pasifik pada 137 juta tahun yang
lalu. Setelah itu, pada 120 juta tahun yang lalu terbentuk MOR di tengah Samudera
Pasifik yang menyebabkan seri ofiolit ikut bergerak ke arah barat. Pada 85 – 65 juta
tahun yang lalu, ESO bergerak ke arah barat laut akibat perubahan arah gerak lempeng.
Pada 40 juta tahun yang lalu, ESO mencapai lokasi yang sangat dekat dengan Sundaland
dan terjebak di belakang
lempeng samudera, yang
mengandung pecahan
mikrokontinen dari Benua
Australia. ESO kemudian
terobduksi ke Sundaland pada
30 juta tahun yang lalu
(Parkinson, 1998). Pada 20 juta
tahun yang lalu, terjadi subduksi
oleh Lempeng Banggai – Sula di
bawah ESO. Pada 10 juta tahun
yang lalu, terjadi kolisi antara
mikrokontinen Banggai – Sula
dengan ESO yang menyebabkan
Gambar 5. Evolusi tektonik yang mulai dari terbentuknya ESO hingga ESO tersebar di daratan.
tersingkap di permukaan (Kadarusman dkk., 2004)
ESO memiliki
ketebalan 15 km. Ketebalan dari ESO ini lebih tebal apabila dibandingkan den gan seri
ofiolit yang dijumpai di tempat-tempat lain. Dari bawah ke atas, ESO tersusun atas
perselingan harzburgit-lherzolit, dunit, anorthosit, layered gabbro, gabbro masif, dan
aphyric basalt (Kadarusman dkk., 2004).
5. Kompleks Ofiolit Cyclops
Kompleks Ofiolit Cyclops tersusun
atas unit ultramafik setebal 10 km dan unit
kerak setebal 5 km. Unit ultramafik
tersusun atas ultramafik dan dunit,
sedangkan unit kerak tersusun atas gabbro
isotropik dan berlapis, dolerit masif dan
lembaran, dan batuan ekstrusif seperti lava
bantal. Kontak antara bagian ultramafik dan
mafik dapat dilihat dari adanya back –
thrust. Di dekat Danau Sentani dijumpai
adanya gabbro isotropik dan gabbro
Gambar 6. Evolusi tektonik mulai dari pembentukan
seri ofiolit Cyclops hingga tersingkap ke permukaan berlapis. Bagian paling atas dari kompleks
(Monnier 1998)
ini adalah rijang dan napal (Monnier dkk.,
1998).
Bibliography
Arisbaya, A. & Handayani, L., 2018. Beneath the scaly clay and clay breccia of
Karangsambung area. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science, Volume CXVIII,
pp. 1-6.
Charlton, T. R., 1991. Postcollisional extension in arc–continent collision zone. Geology,
Volume XIX, pp. 28-31.
Harris, R. A., 1992. Peri-collisional extension the formation of Oman-type ophiolites in
Banda arc and Brooks range. In: L. M. Parson, B. J. Murton & P. Bowring, eds. Ophiolites
and their Modern Oceanic Analogues. London: Geological Society, pp. 301-325.
Hinchsberger, F. et al., 2001. Magnetic lineations constraints for the back -arc opening of the
Late Neogene South Banda Basin (eastern Indonesia). Tectonophysics, Volume CCCXXXIII,
pp. 47-59.
Hutchinson, C. S., 1975. Ophiolite in Southeast Asia. Geological Society of America Bullerin,
LXXXVI(6), pp. 797-806.
Ishikawa, A., Kaneko, Y., Kadarusman, A. & Ota, T., 2007. Multiple generations of forearc
mafic–ultramafic rocks in the Timor–Tanimbar ophiolite, eastern Indonesia. Gondwana
Research, Volume XI, pp. 200-217.
Kadarusman, A. et al., 2004. Petrology, geochemistry and paleogeographic reconstruction of
the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysics, Volume CCCXCII, pp. 55-83.
McCable, C., 1989. Speculations on the Late Mesozoic and Cenozoic evolution of the
Southeast Asian margin. In: B. Avraham, ed. The evolution of the Pacific Ocean Margins.
Oxford: Monographs on Geology and Geophysics 8, pp. 143-160.
Monnier, C. et al., 1999. Petrology and geochemistry of the Cyclops ophiolites .(Irian Jaya,
East Indonesia): consequences for the Cenozoic evolution of the north Australian margin.
Mineralogy and Petrology, Volume LXV, pp. 1-28.
Monnier, C. et al., 1999. Extensional to compressive Mesozoic magmatism at the SE Eurasia
margin as recorded from the Meratus ophiolite (SE Borneo, Indonesia). Geodinamica Acta,
XII(1), pp. 43-55.
Nicolas, A., 1989. Structures of Ophiolites and Dynamics of Oceanic Lithosphere. Dordrecht:
Kluwer Academic Publishers.
Parkinson, C. D., 1998. Emplacement of the East Sulawesi Ophiolite: evidence from
subophiolite metamorphic rocks. SE Asian Earth Sci., VI(1), pp. 1 - 16.
Rangin, C. et al., 1990. The quest for Tethys in the wertern Pacific. 8 paleogeodynamic maps
for Cenozoic time. Bull. Soc. Geol. Fr., VI(8), pp. 907-913.
Wakita, K., 2000. Cretaceous accretionary–collision complexes in central Indonesia. Journal
of Asian Earth Sciences, Volume XVIII, pp. 739-749.
Winter, J. D., 2014. Principles of Igneous and Metamorphic Petrology. 2nd ed. Harlow:
Pearson Education Limited.

Anda mungkin juga menyukai