Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS ENDAPAN EPITERMAL DAN ENDAPAN

PORFIRI

DOSEN PENGAMPUH :

Djamal Adi Nugroho Uno, S.T., M.T

DISUSUN OLEH :
Arby Dharma
(471421051)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.  atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “ Studi Kasus
(Karya Ilmiah) Endapan Epitermal Jawa Tengah Dan Endapan porfiri Kawasan
Provinsi papua ” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran
atau kesalahan apa saja yang biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita
pelajari salah satunya dari karya film. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan
kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami
susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami,
dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai
hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................1
DAFTAR ISI.................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Masalah Atau Topik Bahasan..............................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................4
1.4 Manfaat................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
2.1 Endapan Epitermal...............................................................................................6
2.2 Endapan porfiri....................................................................................................8
BAB III PENUTUP.....................................................................................................11
3.1 Kesimpulan........................................................................................................11
3.2 Saran..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Endapan merupakan seluruh bahan galian yang ada di permukaan baik yang
memiliki keyakinan geologi tinggi dan kelayakan tambang maupun yang belum
dan Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem
hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani,
2008), Pembentukan Endapan epitermal terbentuk dari sistem hidrotermal yang
terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur vulkanik yang
dekat dengan permukaan. kemudian Endapan porfiri adalah endapan dengan
tonase besar dan kadar rendah hingga sedang yang mineral bijih utamanya secara
dominan terkontrol oleh struktur dan secara spasial dan pembentukan berhubungan
dengan serial intrusi porfiri felsik hingga intermedier (Kirkham, 1972 dalam
Sinclair, 2007), Endapan porfiri terbentuk dalam hubungan yang dekat dengan
intrusi epizonal dan mesozonal porfiri. Hubungan temporal yang dekat antara
aktivitas magmatik dan mineralisasi hidrotermal dalam endapan porfiri
diindikasikan oleh adanya intrusi antar-mineral dan breksi yang terbentuk antara
atau selama periode mineralisasi.

Keterdapatan mineral biji di kedua endapan inilah yang memicu adanya


pertambangan karena mineral tersebut memliki daya jual yang tinggi contohnya
yaitu emas, Penentuan metode pengolahan yang salah akan mengakibatkan
dampak yang negative pada masyarakat contohnya dampak sosial yang
ditimbulkan akibat adanya penambangan emas adalah peralihan pekerjaan
masyarakat menjadi penambang emas dan terjadinya kecelakaan serta kematian
saat melakukan kegiatan penambangan, dampak ekonomi yang ditimbulkan adalah
peningkatan pendapatan masyarakat,

Dalam hal ini perlu metode yang aman dan benar untuk pengolahan Emas itu
sendiri dan Penentuan metode pengolahan emas sebetulnya tidak hanya

3
didasarkan pada aspek mineralogi maupun geologi saja. Beberapa aspek lain
seperti metalurgi, lingkungan,geografi, ekonomi, dan politik juga turut berperan
untuk menentukan metode pengolahan yang tepat (Marsden dan House, 2006).
Akan tetapi, aspek mineralogi dan metalurgiberdampak secara langsung terhadap
penentuan metode pengolahan karena menangkap respon yang diberikan bijih
terhadap metode-metode pengolahan mineral (Zhou, 2012). Setelah melalui
penjabaran aspek pemilihan metode pengolahan diatas, barulah bagan alir
pengolahan emas yang dapat diterapkan pada prospek Randu Kuning dapat
dirancang. Metode ektraksi yang digunakan merupakan kombinasi metode
konsentrasi gravitasi dan sianidasi.

1.2 Masalah Atau Topik Bahasan


Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan permasalahannya
yaitu :
1. Bagaimana mengetahui karakteristik lingkungan dari endapan epitermal dan
porfiri?
2. Bagaimana metode yang benar dalam pengolahan emas di Endapan Epitermal
dan endapan porfiri ?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui lingkungan dari endapan epitermal dan Endapan porfiri
2. Untuk Mengetahui metode yang benar dalam pengolahan emas di endapan
epitermal dan endapan porfiri

1.4 Manfaat
1. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengethui lingkungan mana saja
yang terdapat endapan epitermal dan endapan porfiri sehingga nantinya dapat
dimanfaatkan

4
2. Manfaat dari penelitian ini adalah agar Pengolahan tambang emas tidak
merugikan masyarakat

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Endapan Epitermal


Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari sistem
hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada busur
vulkanik yang dekat dengan permukaan, (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008).

Penggolongan tersebut berdasarkan temperatur (T), tekanan (P) dan kondisi geologi
yang dicirikan oleh kandungan mineralnya. Secara lebih detailnya endapan epitermal
terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1.000 meter di bawah permukaan dengan
temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atmosfer
(atm) dari cairan meteorik dominan yang agak asin, (Pirajno, 1992).

Pada daerah vulkanik, sistem epitermal sangat umum ditemui dan seringkali
mencapai permukaan, terutama ketika fluida hidrotermal muncul (erupt) sebagai
geyser dan fumaroles. Banyak endapan mineral epitermal tua menampilkan fosil
(roots) dari sistem fumaroles kuno. Mineral-mineral tersebut berada dekat
permukaan, proses erosi sering mencabutnya secara cepat, hal inilah mengapa
endapan mineral epitermal tua relatif tidak umum secara global. Kebanyakan dari
endapan mineral epitermal berumur Mesozoic atau lebih muda.

Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal, (Lindgren, 1933 dalam
Sibarani,2008) :

1. Suhu relatif rendah (50-250)°C dengan salinitas bervariasi antara 0-5 %


wt.

2. Terbentuk pada kedalaman dangkal (±1 km)

6
3. Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau
batuan beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusive dekat
permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.

4. Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan


dengan pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada
pipa dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan
sedikit kenampakan replaceme

Pada penelitian endapan epitermal yang dilakukan di prospek randu kuning,


kecamatan selogiri, kabupaten wonogiri, jawa tengah Penelitian ini dilakukan dengan
metode analisis laboratorium menggunakan sampel penelitian skripsi milik Fatimah
(2015) ditambah melalui studi pustaka. Analisis laboratorium dilakukan dengan
metode petrografi terhadap 9 sampel, metode mineragrafi terhadap 25 sampel, dan
XRD (X-Ray Diffraction) terhadap 4 sampel. Metode mineragrafi bertujuan untuk
mengidentifikasi spesies, ukuran, asosiasi dan tingkat liberasi emas serta mineral
logam lain. Metode petrografi dan XRD bertujuan untuk mengidentifikasi mineral
gangue

Menurut Fatimah (2015), sistem endapan epitermal ditemukan pada Bukit Randu
Kuning, Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Alang-alang, Bukit Gede, Bukit Tekil, Bukit
Kepil, Bukit Geblak dan lembah Jangglengan. Mineralisasi Bukit Randu Kuning yang
ditemukan pada sampel berupa pirit, kalkopirit, kalkosit, kovelit, bornit, hematit,
diseminasi magnetit dan emas. Mineralisasi Bukit Tumbu yang terbentuk berupa
diseminasi pirit, kalkopirit, sfalerit dan emas.

Berdasarkan analisis laboratorium berupa mineragrafi menggunakan sayatan poles,


didapatkan bahwa emas yang ditemukan umumnya sebagai free grain (Bukit Randu
Kuning, Bukit Tumbu, dan Bukit Piti), atau ditemukan juga mengisi microveinlet
mineral pirit, antar butir mineral pirit, dan terkunci dalam hematit sebagai mineral
induk (Bukit Tumbu, Bukit Piti,Bukit Alang-Alang) baik berupa native Au maupun
electrum (Au-Ag).

7
Metode yang digunakan dalam pengolahan emas dilokasi tersebut adalah metode
liberasi dan metode konsentrasi gravitasi dalam Metode liberasi untuk microscopic
gold umumnya cukup menggunakan metode fisika seperti penggilingan sampai
ukuran tertentu. Butir emas dalam pirit berukuran mulai dari 10 sampai diatas 60
mikron. Penggilingan sampai rata-rata berukuran 10 mikron dibutuhkan untuk
mendapatkan recovery maksimal. Aspek lain yang sangat berpengaruh terhadap
pemilihan metode pengolahan yang tepat adalah ukuran butir emas. Ukuran butir
emas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap efisiensi proses perolehan
emas. Prospek Randu Kuning memiliki butir emas bebas dengan ukuran diatas 10
mikron meter. Emas tersebut dapat diperoleh secara efektif melalui metode floatasi
maupun metode pelindihan

Metode konsentrasi gravitasi tidak menghasilkan recovery yang maksimal karena


hanya mampu menangkap butir emas terliberasi dengan ukuran diatas 50 μm. Butir
emas berukuran kasar (>50 μm), membutuhkan waktu yang lebih lama agar dapat
larut secara sempurna pada metode sianidasi. Terkadang, butir emas tersebut masuk
ke dalam tailing karena tidak larut secara sempurna. Kombinasi metode gravitasi dan
sianidasi umum ditemukan untuk mengatasi hal tersebut. Emas tersebut umumnya
ditangkap terlebih dahulu melalui metode gravitasi, sehingga tidak lagi dibutuhkan
waktu pelindihan yang lebih lama.

Emas pada prospek Randu Kuning merupakan produk utama dari endapan urat
epitermal pada zona shearing. Kebanyakan emas pada tipe endapan urat diekstrak
menggunakan metode sianidasi (Petruk, 2000).

2.2 Endapan porfiri


Endapan porfiri adalah endapan dengan tonase besar dan kadar rendah hingga
sedang yang mineral bijih utamanya secara dominan terkontrol oleh struktur dan
secara spasial dan pembentukan berhubungan dengan serial intrusi porfiri felsik
hingga intermedier (Kirkham, 1972 dalam Sinclair, 2007). Ukurannya yang besar

8
serta kontrol struktural (contoh: urat, set urat, stockwork, rekahan, dan breksi)
membedakan endapan porfiri dengan endapan lain yang mungkin berdekatan. Seperti
skarn, urat mesothermal, dan endapan epithermal. Kandungan metal dari endapan
porfiri sangat beragam. Logam-logam seperti Cu, Au, Mo, Ag, Re, Sn, W, Bi, Zn, In,
Pb, serta logam-logam PGE bisa hadir dalam sebuah endapan porfiri.

Endapan porfiri terbentuk dalam beragam setting tektonik. Endapan porfiri Cu


biasanya terdapat pada zona akar dari stratovolkano andesitik dalam seting busur-
kepulauan (island arc) dan busur-benua (continental arc) yang berhubungan dengan
subduksi (Mitchell dan Garson, 1972; Sillitoe, 1973, 1988) Penetitian endapan bijih
di daerah Grasberg Tembagapura Irian Jaya yang didasarkan pada analisa petrografi
dan mikroskopi bijih terhadap 23 contoh batuan bor inti Grs 37-44.

Lokasi penelitian Berada di Kawasan porvinsi papua dari Pemetaan Regional yang
dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase
magmatisme  di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara. Fase magmatisme tertua terdiri dari
terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam
lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi
alkalin terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan
Orogenesa Melanesia Derewo yang berumur Miosen Akhir  sampai Miosen Awal.

Penetitian endapan bijih di daerah Grasberg Tembagapura Irian Jaya yang


didasarkan pada analisa petrografi dan mikroskopi bijih terhadap 23

contoh batuan bor inti Grs 37-44. Hasil penelitian menunjukan bahwa endapan bijih
yang terbentuk menyebar dan mengisi rongga batuan berupa jalinan urat kuarsa
membentuk struktur stockwork. Mineralisasi terutama terbentuk pada batuan induk
diorit dengan zonasi ubahan kuarsa - K-felspar - biotit (ubahan potasik); epidot-
karbonat-serisit (ubahan propilitik) dan gipsum-anhidrit ( ubahan argilik). Paragenesa
mineral bijih terdiri dari magnetik, hematit, arsenopirit, sfalerit, pirit, emas,
kalkopirit, digenit, bornit, kalkosit dan kovelit dengan kadar yang berkurang dari

9
bagian tengah ke arah luar dari bor inti. Atas dasar asosiasi mineral tekstur dan
struktur bijih serta zonasi ubahan dan data literatur diperkirakan endapan bijih di
daerah penelitian merupakan endapan bijih tipe tembaga porfiri yang membawa emas
yang terjadi karena pengaruh larutan hidrotermal.

Cebakan bijih tembaga Grasberg terbentuk pada batuan terobosan yang menembus
batuan samping batugamping. Mineral sulfida yang terkandung dalam cebakan bijih
tembaga porfiri Cu – Au Grasberg, terdiri dari bornit (Cu5FeS4), kalkosit (Cu2S),
kalkopirit (CuFeS2), digenit (Cu9S5), dan pirit (FeS2). Sedangkan emas (Au)
umumnya terdapat sebagai inklusi di dalam mineral sulfida tembaga, dengan
konsentrasi emas yang tinggi ditunjukkan oleh kehadiran mineral pirit. Grasberg
masih mengandung cadangan sekitar 1.109 juta ton bijih dengan kadar 1,02% Cu,
1,19 ppm Au, dan 3 ppm Ag.

Saat ini Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun karena
bukaan yang semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah
menjadi tambang bawah tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah tanah Grasberg
akan menjadi salah satu yang terbesar.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Pada penelitian ditemukan Karakteristik bijih emas prospek Randu Kuning
cenderung bersifatfree milling ore dalam bentuk endapan urat epitermal,
kemudian Metode pengolahan yang dapat diterapkan di Prospek Randu
Kuning adalah metode konsentrasi gravitasi yang dikombinasikan dengan
sianidasi.
B. Pada penelitian ditemukan diendapan porfiri Kawasan irian jaya yaitu Tubuh-
tubuh bijih terdapat pada dan di sekitar dua tubuh-tubuh instrusi utama batuan
beku yaitu monzodiorit Grasberg dan diorit Ertsberg dengan cebakan bijih
tembaga Grasberg terbentuk pada batuan terobosan yang menembus batuan
samping batugamping. Metode tambang yang digunakan adalah metode
tambang terbuka. Namun karena bukaan yang semakin dalam, sekitar tahun
2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang bawah tanah..

3.2 Saran
A. Penemuan bijih emas bersifat free milling ore pada saat ini semakin berkurang
dan cenderung mengarah pada refractory ore yang disebabkan oleh
kompleksitas mineralogi emas. Hal tersebut menyebabkan perolehan emas
menjadi semakin rendah. Studi mineralogi tentang endapan mineral menjadi
penting agar dapat mengetahui dan menentukan pengendapan-pengendapan
emas contohnya endapan epitermal dan endapan porfiri kemudian bagaimana
karakteristik bijih emas yang akan diolah. Pemilihan metode pengolahan yang
benar dalam melakukan tahap eksplorasi, dan untuk kita sebagai seorang
geologi harusnya itu adalah tugas kita kedepannya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, D. Y., 2015, Karakteristik Alterasi, Mineralisasi Emas, dan Fluida
Hidrotermal Pada Urat Epitermal Prospek Randu Kuning, Kecamatan Selogiri,
Kabupaten Wonogiri,Jawa Tengah, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 143
pp.
Zhou, J., Jago, B., dan Martin, C., 2004, Establishing the Process Mineralogy of
Gold Ores. SGS Minerals Technical Bulletin, Vol. 03.
Zhou, J., 2012, Proccess Mineralogy and Application in Mineralogy Proccessing and
Extractive Metallurgy. Presented at First International Metallurgical Meeting
Peru 2012,October 26th, 2012, Lima, Peru.
Suprapto, Sabtanto J., 2008. Pertambangan Tembaga di Indonesia Raksasa Grasberg
dan Batu Hijau. Warta Geologi, Vol. 3 No. 3, hal 5-13.

12
Pollard J. P. and Taylor R. G. 2012. Paragenesis of the Grasberg Cu–Au deposit,
Irian Jaya, Indonesia: Results from Logging Section 13. _, Volume 37, Issue 1, pp
117-136.

13

Anda mungkin juga menyukai