Allah, Allah fi ahl adz adzimmi, ahl al-madarati as sauda'i as ssuhmi al-ji'adi,
faa inna lahum nasaba wa shihran. Artinya:Allah, dan Allah terhadap orang-
orang dzimmi, yaitu kaum Koptik di negeri yang banyak pepohonan, yang
berkulit hitam dan berambut ikal, karena sesungguhnya mereka adalah nasab
dan kerabatku (Hadits Muhammad SAW).[1]
Membaca surat Muhammad di atas, baik orang Kristen maupun Islam dapat
lebih meningkatkan dialog-dialog teologis yang fair mengenai tema 'Isa
sebagai Kalimat Allah ini. Sebab baik klaim Kristen atas keilahian-Nya,
maupun Islam yang menerima kelahiran-Nya dari seorang perawan dan
sekaligus menegaskan penolakan atas kelahiran ilahi-Nya, sama-sama
berangkat dari gelar yang sama tersebut. Dan tidak boleh dilupakan, dan hal
itu agaknya didukung oleh data ini, bahwa sekalipun Islam menekankan
gelar 'Isa sebagai Firman Allah dan Ruh-Nya, tetapi tidak lebih dan tidak
kurang tetap menolak kelahiran Ilahi-Nya dari Allah (The Divine Birth of
Jesus Christ).[7]
Walaupun dalam hal ini Islam dan Kristen tidak mencapai titik temu, tetapi
ternyata tidak mengurangi sikap hormat Negus al-Ashham kepada
pandangan teologis kaum Muslimin tersebut. Inilah makna dialog yang
otentik, yaitu ketika seorang dapat menghormati perbedaan dan merayakan
perbedaan itu sebagai nilai azasi dalam kehidupan. Sikap simpatik Negus ini
direspon pula secara positip dengan sikap hormat yang sama oleh
Muhammad dan kaum Muslimin. Nabi Muhammad sendiri, ketika
mendengar kematian Negus, langsung mengadakan shalat ghaib bersama
sahabat-sahabatnya, bahkan peristiwa itu menjadi awal disyariatkannya
ibadah ini kepada kaum Muslimin.[8] Bahkan Ibnu Hisyam juga mencatat
riwayat bahwa Muhammad melihat ada cahaya dari pemakaman Najasyi.
Menurut Hasan Ibrahim, fakta-fakta ini menjelaskan kepada kita betapa
kaum Muslimin sangat mengagumi Najasyi.
Berikut ini teks surat Muhammad kepada Najasyi Al-Ashham, Raja Habsyah,
berdasarkan versi Sirah al-Halabiyah dalam bahasa Arab dan terjemahannya :
Artinya: "Dengan Nama Allah yang maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dari Muhammad Rasul Allah untuk Najasyi al-Ashham, Raja Habsyah.
Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadamu. Sesungguhnya aku
menyampaikan pujian kepada-Mu, Ya Allah, yang tidak ada ilah selain Dia,
yang mempunyai Kerajaan, Yang Mahasuci, Pemberi kesejahteraan,
kesentosaan dan Perlindungan. Dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya 'Isa
Putra Maryam adalah Roh Allah dan Firman-Nya yang disampaikan kepada
Perawan Maryam yang baik, suci dan disucikan, lagi memelihara dirinya.
Kemudian ia hamil mengandungkan 'Isa, dan Allah telah menciptakannya
dari Ruh-Nya dan meniupkannya, sebagaimana Allah menciptakan Adam
dan meniupkannya. Sesungguhnya aku menyerumu kepada Allah Yang
Mahaesa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan agar selalu bersikap taat kepada-
Nya, lalu ikutlah aku dan berimanlah kepada yang aku bawa karena
sesungguhnya aku Rasul Allah. Aku telah mengutus kepadamu anak laki-laki
pamanku, yakni Ja'far, dan serombongan kaum Muslimin yang
menyertainya. Semoga keselamatan untuk orang yang mengikuti
petunjuk"[9]
[1] Abu Muhammad Ibn Hisyam, Sirah An Nabawiyah li Ibn Hisyam Juzz I
(Dimasyq: Dar al-Khair, 1412 H/1992 M),h.7.
[2] Aisyah Bintusy Syathi, Istri-istri Nabi: Fenomena Poligami Di Mata
Seorang Tokoh Wanita (Jakarta: Pustaka Mantiq, 1998). Menurut sejarah
turunnya surah 66 At Tahrim juga untuk membela Mariyah al-Qibtiyah dari
serangan istri-istri Muhammad, terutama 'Aisyah. Diriwayatkan bahwa Nabi
Muhammad menyetubuhi Mariyah di rumah Hafsah bin Umar bin Khattab,
istrinya. Hafsah protes. Tetapi Nabi berkata: "Apakah anda tidak puas jika
kuharamkan Mariyah dan tidak kudekati lagi?" Jawab Hafsah: "Baiklah". Lalu
sabda Nabi: "Jangan kau ceritakan hal ini kepada siapapun". Tetapi akhirnya
Hafsah menceritakannya kepada Aisyah, dan menyebabkan kehebohan di
rumah tangga Muhammad. Maka turunlah teguran Allah kepada
Muhammad: Ya Ayyuhan Nabi, lamtahrimu maa ahalla llahu laka, yabtaghi
mardhatu azwajika, wa llahu ghafurur rahim. Artinya: "Wahai Nabi,
mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah bagimu
semata-mata karena mengambil hati istrimu. Dan Allah Pengampun dan
Penyayang" (Surah At Tahrim/66:1).Lihat: Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an
al-'Azhim. Jilid IV (Beirut: Dar al-Fiqr, 1412 H/1992 M),h. 464-465.
[3] Kata Arab al-Hawariyun adalah pinjaman dari bahasa Habsyah (Ethiopia)
yang artinya "utusan-utusan, rasul-rasul". Lih. Arthur Jefferey, The Foreign
Vocabulary of the Qur'an (Lahore: Al-Bintuni, 1977). Dalam makna Kristen,
istilah ini diterapkan bagi murid-murid Yesus, bukan kepada Nabi-nabi yang
menerima wahyu Allah, seperti yang digunakan dalam Islam. Istilah
"Hawari" paralel dengan istilah Ibrani sheliah, yang dalam konteks agama
Yahudi pra-Kristen diterapkan bagi "utusan-utusan dari Kohen (Imam) di
Bait Allah maupun sinagoge". Dalam Iman Kristen Yesus adalah Imam Besar
dan murid-muridNya adalah sheliah (utusan-utusan) yang membantu
pekerjaanNya.
[4] Teks lengkap dalam bahasa Arab, lengkap dengan terjemahannya dalam
bahasa Indonesia sebagai berikut: Artinya: "Dan 'Isa Putra Maryam as.
Mengirimkan murid-muridNya dan generasi kedua setelah kaum Hawari itu
menyebar ke pelosok-pelosok dunia: Petrus sang Murid (dan Paulus yang
berasal dari masa belakangan, dan tidak termasuk murid langsung Yesus) ke
Roma, Andreas dan Matius ke tanah kanibal, Tomas ke Babel dan wilayah
sebelah timur, Filipus ke Kartago di wilayah Afrika, Yohanes ke Efesus, kota
kaum muda Ashhab al-Kahfi, Yakobus ke Yerusalem, yaitu Ilya atau kota Bait
al-Maqdis, Bartolomeus ke negeri Arab, yaitu wilayah Hijaz, Simon ke
wilayah Barbar, dan Yahuda yang tidak lagi menjadi murid-murid Yesus, dan
posisinya digantikan oleh Yudas (Matias, penulis)". Lih. Sirah Nabawiyah li
Ibn Hisyam, Juzz IV, h.192.
[5] Menurut Dr.Hasan Ibrahim Hasan, Guru Besar Islam di Universitas Kairo,
kisah masuk Islamnya Najasyi ini sangat dipengaruhi oleh sikap raja Kristen
yang sangat simpatik kepada delegasi Islam Mekah. Malahan pula, ketika
kaum Musyrikin Mekah mengirim delegasi kepadanya untuk orang-orang
Muslim yang mengungsi ke Habsyah, dengan tegas Najasyi menolak dan
tetap melindungi kaum Muslim. Kisah-kisah masuk Islamnya Negus sangat
meragukan, karena Islam tidak muncul di Habsyah sesudah peristiwa itu
melainkan baru pada masa-masa belakangan. Hal ini didukung oleh riwayat
Ath Thabari dan Ibnu Atsir yang menceritakan bahwa pada masa Kalifah
Umar orang Habsyah masih menyerang perbatasan negeri kaum Muslim,
sehingga Umar mengirimkan 'Alqamah bin Mujzar al Mudallaj bersama
kaum Muslim untuk mengadakan patroli di laut. Lih. Hasan Ibrahim Hasan,
Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid I (Jakarta: Kalam Mulia,2002),h.316-317.
[7] Berbeda dengan kesimpulan Gereja bahwa Firman Allah yang diterapkan
bagi Yesus itu bersifat qadim (kekal) dan ghayr al-makhluq (bukan ciptaan),
sebagaimana akhirnya ilmu Kalam Islam menerapkannya dalil paralel
kepada al-Qur'an sebagai Kalam Allah yang kekal, dalam surat Muhammad
kepada Najasyi ini ditekankan bahwa kalimah yang diterapkan bagi 'Isa itu
bersifat muhdish (baru). Hal ini tampak dari ungkapan faahamalat bi 'Isa,
khalaqa llahu min ruhihi wa nafkhihi kamma khalaqa Adama biyadihi wa
nafkhihi (Maka dikandungnya 'Isa, dan Allah menciptakan 'Isa dari Ruh dan
tiupan-Nya, sebagaimana penciptaan Adam dari tangan dari tiupan-Nya).
K.H.Moenawa Khalil, Op.Cit, h.94.
[8] Khalid Sayyid Ali, Surat-surat Nabi Muhammad (Jakarta: Gema Insani
Press, 1990),h.24.
[11] Surat ini diriwayatkan oleh sebagian ulama tarikh tetapi menurut al-
Wakidi bunyi surat yang dikirimkan kepada al-Muqawqis tidak seperti itu
melainkan lebih ringkas lagi. Mengenai murid Yesus yang diutus ke tempat
yang jauh, maksudnya Tomas yang menolak diutus ke India sebagaimana
dicatat dalam buku-buku sejarah gereja abad permulaan, yang rupanya
cukup dikenal Ibnu Hisyam. Dalam kisah itu, Rasul Tomas, atas ijin Tuhan,
akhirnya dijual sebagai seorang budak raja Gundhapur, dan justru menjadi
awal berdirinya 7 gereja Syria di India Selatan.
[14] A.Wessels, Arab and Christian? Christian in the Middle East (Kampen,
Netherland: Kok Parhos Publishing House, 1995), p.130.s
[15] Anna Martyri adalah tahun Koptik yang dihitung dari masa
penganiayaan imperium Romawi atas Kekristenan, yang berpuncak pada
masa Kaisar Dakhius tahun 284 Masehi. Lih. B.T.A. Evetts (ed), The Churches
and Monasteries of Egypt and Some Neighouring Countries. Attributed to
Abu Salih, The Armenian (Oxford: At The Clarendon Press, 1969),p.79.
[20] Ibid.
[21] Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintas Sejarah (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1988),h.42.