PPG Prajabatan cetakan I dan II tahun 2023 yang dapat membantu mahasiswa
dalam menyelesaikan langkah Identifikasi Masalah, Eksplorasi Penyebab
Masalah, dan Penentuan Penyebab Masalah.
ASESMEN LAYANAN BK MELALUI TEKNIK NONTES
Guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat menggunakan instrumen yang
dikembangkan sendiri dengan langkah-langkah sebagaimana pengkonstruksian instrumen
tes. Adapun langkah-langkah pengembangan meliputi: menetapkan tujuan pengungkapan
data pribadi, menentukan aspek dan atau dimensi yang diukur, merumuskan definisi
operasional, memilih cara pengukuran yang digunakan, instrumen dan lembar jawaban,
merumuskan manual penggunaan instrumen, penyekoran dan pengolahan, serta
interpretasinya.
a. Observasi (pengamatan)
Apakah anda memahami bahwa observasi penting dilakukan sebelum memberikan layanan
bimbingan kepada siswa? Ketika jawaban Anda adalah “iya” mengapa kegiatan observasi
begitu penting? Observasi dalam arti sempit mengandung arti pengamatan secara
langsung terhadap gejala yang diteliti. Sedangkan dalam arti luas observasi mengandung
arti pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang diteliti.
Istilah “pengamatan” dari aspek psikologi tidak sama tidak sama dengan melihat, hal itu
karena melihat hanya dengan menggunakan penglihatan (mata); sedang dalam istilah
“pengamatan” mengandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman terhadap subyek
yang diamati dilakukan dengan menggunakan panca indra yaitu dengan penglihatan,
pendengaran, penciuman, bahkan bila dipandang perlu dengan menggunakan pengecap
dan peraba.
Menurut (Rahardjo & Gudnanto, 2022) observasi perlu dilakukan secara sistematis
dan bertujuan. Dapat dimaknai bahwa dalam melakukan observasi, observer tidak bisa
melakukan hanya secara tiba-tiba dan tanpa perencanaan yang jelas, harus jelas apa
tujuannya, bagaimana karakteristiknya, gejala-gejala apa saja yang perlu diamati, model
pencatatannya, analisisnya, dan pelaporan hasilnya. Selain itu, (Gall et al., 1996)
memandang observasi sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan cara
mengamati perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang
diamati. Observasi dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta tentang tingkah laku siswa
baik dalam mengerjakan suatu tugas, proses belajar, berinteraksi dengan orang lain,
maupun karakteristik khusus yang tampak dalam menghadapi situasi atau masalah
(SUNARYA, 2011).
Dengan demikian observasi merupakan kegiatan mengenali objek tertentu
menggunakan pancaindra yang dilakukan secara sistematis dengan tujuan tertentu
sehingga diperoleh kesimpulan tentang fakta terkait. Observasi yang dilakukan secara
baik memungkinkan guru BK dapat memahami siswa yang dibimbing, dididik dan
dilayaninya dengan cara terbaik. Dengan begitu akan muncul inisiatif model perlakuan
terbaik dan tepat sesuai kebutuhan siswa. Hasil observasi yang menjadi bagian asesmen
kebutuhan dapat menjadi dasar dalam menyusun program bimbingan dan konseling.
Bentuk-Bentuk Observasi
Dalam perspektif keterlibatan subyek terhadap obyek yang sedang diamati, observasi
dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) observasi partisipan, yaitu pengamat turut
serta atau terlibat langsung dalam kegiatan yang sedang dilakukan oleh pihak yang
diobservasi. Kelebihan observasi partisipan yaitu pihak yang diamati bisa jadi tidak
mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga perilaku yang nampak
diharapkan wajar atau tidak dibuat-buat. Di sisi lain, kelemahan dari observasi partisipan
berkaitan dengan kecermatan dalam melakukan pengamatan dan pencatatan, sebab
ketika pengamat terlibat langsung dalam aktifitas yang sedang dilakukan pihak yang
diamati, sangat mungkin pengamat tidak bisa melakukan pengamatan dan pencatatan
secara detail. (2) Observasi non-partisipan, yaitu pengamat tidak terlibat secara langsung
atau tidak berpartisipasi dalam aktivitas yang sedang dilakukan oleh pihak yang diamati.
Pada observasi non-partisipan, pengamat dapat melakukan pengamatan dan pencatatan
secara detail dan cermat terhadap segala aktivitas yang dilakukan pihak yang diamati.
Namun, apabila pihak yang diamati mengetahui sedang ada proses pengamatan, maka
sangat mungkin perilaku yang dimunculkan tidak antri atau dibuat-buat. Akibatnya
pengamat tidak mendapatkan data yang asli. (3) Observasi quasi-partisipan, yaitu
observer terlibat pada sebagian kegiatan yang sedang dilakukan oleh observee,
sementara pada sebagian kegiatan yang lain observer tidak melibatkan diri dalam
kegiatan observee. Bentuk ini merupakan jalan tengah untuk mengatasi kelemahan kedua
bentuk observasi di atas dan sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk
tersebut. Menurut penulis, persoalan utama tetap terletak pada tahu atau tidaknya
observee bahwa mereka sedang diamati, jika mereka mengetahui bahwa mereka sedang
diamati, maka sangat mungkin perilaku yang muncul masih ada kemungkinan tidak wajar.
Dilihat dari segi situasi lingkungan di mana subyek diobservasi, (Schoepp, 2003)
membedakan observasi menjadi dua: (1) Observasi naturalistik (naturalistic observation),
yakni: observasi yang dilakukan secara alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Misalnya
seorang peneliti mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang; dan (2)
Observasi eksperimental (experimental observation) jika observasi itu dilakukan terhadap
subyek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan sebelumnya. Misalnya,
guru BK melakukan pengamatan terhadap dampak intervensi yang diberikan teknik
desensitisasi sistematis terhadap siswa yang phobia.
Dalam situasi konseling, kedua bentuk observasi ini dapat diterapkan. Finding
observation diterapkan bila guru BK merasa tidak perlu menggunakan berbagai daftar
isian serta ingin mendapatkan kesan mengenai tingkah laku konseli yang spontan atau
apa adanya. Oleh sebab itu guru BK seharusnya benar- benar kompeten dalam masalah
ini. Sedangkan direct observation, guru BK menyediakan sebuah daftar berupa
penggolongan tingkah laku atau rating. Selama konseling berlangsung atau segera
setelah konseling berakhir, guru BK mengisi daftar tersebut dengan cara memberi tanda
pada penggolongan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku konseli selama proses
konseling. Cara ini lebih mudah dibanding cara finding observation, tetapi kelemahannya
adalah sering terjadi tingkah laku yang lain dari pada yang digolongkan pada daftarnya,
sehingga ada kecenderungan untuk menggolongkannya secara paksa atau
mengabaikannya.
Dalam melakukan kegiatan observasi, ada beberapa alat bantu yang dapat
dimanfaatkan oleh observer dalam menggunakan metode observasi, yaitu: anecdotal
record atau daftar riwayat kelakuan, catatan berkala, checklist atau daftar cek, skala
penilaian, dan alat-alat mekanik/ elektrik; seperti: tape recorder, handphone, handycam,
camera CCTV. Daftar cek masalah juga dapat membantu dalam observasi. Daftar cek
masalah merupakan daftar yang berisi sejumlah kemungkinan masalah yang pernah atau
sedang dihadapi oleh individu atau sekelompok individu. Daftar cek yang digunakan untuk
mengungkapkan masalah lazim dikenal dengan sebutan ”Daftar Cek Masalah” (DCM).
Daftar cek masalah berfungsi untuk (a) membantu individu menyatakan masalah yang
pernah dan atau sedang dihadapi, (b) mensistematisasi masalah yang dihadapi individu
atau kelompok, dan (c) memudahkan analisis dan pengambilan keputusan dalam
penyusunan program bimbingan lantaran jelas mana masalah yang menonjol dan perlu
mendapat prioritas, (d) memberi kemudahan bagi guru BK dalam menetapkan individu-
individu yang perlu mendapat perhatian khusus.
b. Wawancara
Interview dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan cara tanya- jawab
lisan yang dilakukan secara sistematis guna mencapai tujuan penelitian. Pada umumnya
interview dilakukan oleh dua orang atau lebih, satu pihak sebagai pencari data (interviewer)
pihak yang lain sebagai sumber data (interviewee) dengan memanfaatkan saluran-saluran
komunikasi secara wajar dan lancar.
Kelebihan Keterbatasan
▪ Sebagai salah satu metode yang terbaik ▪ Tidak cukup efisien, karena
untuk menilai keadaan pribadi. Bila penggunaan metode ini membutuhkan
dibandingkan dengan metode observasi, waktu, tenaga, dan biaya yang lebih
metode ini lebih mampu mengungkap banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini
gejala-gejala psikis yang mendasari bisa dilakukan penambahan jumlah
perilaku individu yang nampak seperti interviewer yang terlatih, dan pedoman
motif-motif, perasaan, pemahaman, observasi yang mudah digunakan.
persepsi, dan proyeksi seseorang tentang
masa depannya. ▪ Tergantung pada kesediaan,
kemampuan, dan waktu yang tepat dari
▪ Tidak dibatasi oleh tingkatan umur dan intervewee, sehingga informasi tidak
tingkatan pendidikan subyek yang dapat diperoleh dengan seteliti-telitinya.
sedang diselidiki. Terhadap individu usia Untuk mengatasi kelemahan ini, maka
berapapun, asal ia mampu berbicara dan diseyogyakan sebelum melakukan
mampu memahami pertanyaan yang interview kepada pihak tertentu
diajukan interviewee, maka interview bisa dilakukan kesepakatan terlebih dahulu
dilakukan. Namun demikian dalam tentang materi interview, tempat dan
keadaan tertentu (misal : interviewee waktu. Dengan demikian diharapkan
ketakutan karena berhadapan dengan kedatangan interviewer bisa disambut
orang asing, atau tidak memahami dengan baik lantaran sudah ada
bahasa yang digunakan interviewer, kesepakatan sebelumnya.
maka bisa dimanfaatkan pendamping
yang bisa membantu menciptakan rasa ▪ Jalan dan isi wawancara sangat mudah
aman bagi interviewee dan sekaligus dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
penerjemah. sekitar yang memberikan tekanan-
tekanan yang mengganggu. Untuk
▪ Dalam riset-riset sosial, metode ini hampir mengatasi masalah ini, guru BK atau
tidak bisa ditinggalkan sebagai metode peneliti bisa memberitahukan
pelengkap, bahkan dalam beberapa sebelumnya tentang maksud dan tujuan
kasus difungsikan sebagai metode utama interview, dan menjelaskan pula arti
(primer). Hal ini adalah sangat wajar, pentingnya informasi yang disampaikan
mengingat dalam penelitian sosial lazim oleh interviewer.
mengungkap masalah-masalah yang
berhubungan dengan tanggapan, ▪ Membutuhkan interviewer yang benar-
pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, benar menguasai bahasa interviewee.
dan proyeksi seseorang tentang masa Bagi orang-orang yang masih ”asing”
depannya. Sedang yang lebih amat sulit menggunakan interview
mengetahui tentang hal tanggapan, sebagai metode penelitian. Untuk
pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, mengatasi masalah ini, maka dalam
dan proyeksi seseorang seseorang penambahan anggota peneliti
adalah orang itu sendiri. seyogianya memperhatikan
penguasaan bahasa dan budaya
▪ Dengan unsur fleksibilitas/keluwesan masyarakat di mana interviewee hidup
yang dikandungnya, ia cocok sekali untuk dan dibesarkan.
digunakan sebagai alat verifikasi
(kriterium) terhadap data yang diperoleh ▪ Jika pendekatan ”sahabat-karib”
dengan cara observasi, kuesioner dan dilaksanakan untuk meneliti masyarakat
lain-lain. Metode ini bisa digunakan yang sangat heterogen, maka
kepada interviewee yang masih buta diperlukan interviewer yang cukup
huruf, dewasa, dan atau kanak-kanak. Di banyak. Misalnya jika masyarakat yang
samping itu, metode ini bisa digunakan diteliti dari beberapa kelompok yang
sekaligus untuk mengecek kebenaran saling bertentangan, maka diperlukan
jawaban interviewee dengan mengajukan interviewer yang masing-masing
pertanyaan lebih jauh, mengamati melayani satu golongan. Untuk
bahasa tubuh dan atau realitas yang ada mengatasi masalah ini, diharapkan
pada subjek yang diwawancara. Misal : interviewer lebih bisa beradaptasi
seorang interviewee dengan pakaian terhadap hal-hal yang bersifat khas
bersih dan rapi, ketika ditanya mengaku pada interviewer, kemudian berupaya
sebagai Guru BK sebuah perguruan sekuat tenaga untuk menghormatinya.
tinggi terkenal di suatu provinsi, tetapi
ketika ditanya fakultas, jurusan, dan ▪ Sulit untuk menciptakan situasi yang
angkatan tahun berapa dia tidak bisa terstandar sehingga kehadiran
menjawab. Belakangan diketahui interviewer tidak mempengaruhi
ternyata ia seorang karyawan pabrik yang responden dalam memberikan jawaban.
sedang di-PHK, sementara sedang Di sisi lain, dalam interview sulit
mencari pekerjaan. dihindari responden tidak
mencantumkan jati dirinya, atau
▪ Dapat diselenggarakan sambil responden harus mencantumkan
mengadakan observasi. Tidak semua identitasnya untuk kepentingan analisis
data bisa digali dengan metode dan laporan hasil interview. Untuk
observasi, misalnya seorang guru BK mengatasi kelemahan ini, diharapkan
melakukan observasi di depan pintu agar interviewer menciptakan hubungan
gerbang untuk mengetahui siapa-siapa di baik sebelumnya agar intervewee
antara siswa yang rajin dan siapa pula merasa aman, dan jika dipandang
sering terlambat sekolah. Sekedar untuk mengganggu sebaiknya identitas
mengetahui siapa-siapa yang rajin dan responden dalam laporan diubah
terlambat datang ke sekolah bisa dengan nama samaran, meski identitas
dilakukan dengan cara observasi, tetapi aslinya tetap harus disimpan oleh
ketika ingin mengetahui mengapa ia interviewer.
terlambat atau mengapa pula ada siswa
yang rajin, maka perlu digali dengan
metode observasi.
c. Dokumentasi
Data tentang siswa yang dikumpulkan harus digabung dengan secara sistematis,
diklasifikasikan jenisnya kemudian disimpan menurut sistem tertentu. Untuk memenuhi
maksud ini diperlukan buku data pribadi siswa/cumulative record. Semua data tentang
murid dimasukkan kedalam buku data pribadi siswa /cumulative record. Buku data pribadi
siswa/cumulative record dapat bermanfaat bagi pengajaran maupun bagi kepentingan
layanan bimbingan dan konseling. Manfaat dan kegunaan buku data pribadi siswa.
d. Sosiometri
Sosiometri bertujuan untuk meneliti hubungan antara anggota kelompok dengan anggota
lainnya dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, sosiometri banyak digunakan untuk
mengumpulkan data tentang dinamika kelompok. Sosiometri juga dapat digunakan untuk
mengetahui popularitas seseorang dalam kelompoknya, menyelidiki kesukaan seseorang
terhadap teman sekelompoknya, baik dalam pekerjaan, sekolah maupun teman bermain,
menyelidiki ketidaksukaan terhadap teman sekelompoknya. Manfaat Penggunaan hasil
sosiometri memberikan manfaat buat guru BK. Menurut Komalasari (2016), yaitu: (1)
Memperbaiki struktur hubungan sosial kelompok, (2) Memperbaiki penyesuaian sosial
individu, (3) Menemukan norma pergaulan antara peserta didik yang diinginkan dalam
kelompok. Kelebihan sosiometri yaitu guru BK mempunyai peluang untuk memahami
bentuk hubungan sosial yang terjadi diantara peserta didik yang dibimbing. Kelemahan
sosiometri meliputi: (1) hanya dapat diterapkan pada peserta didik yang sudah saling
mengenal, (2) akurasi data penggunaan sosiometri yang sesuai tujuan sangat ditentukan
oleh kemampuan guru BK dalam menyusun angket sosiometri.
Sosiometri memuat sejumlah pertanyaan pilihan yang berisi mengenai siapa yang
disenangi (dipilih) dan siapa yang tidak disenangi (ditolak) dari anggota kelompoknya.
Daftar pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan materi sosiometri dinamakan
angket sosiometri. Adapun jawaban yang diberikan oleh responden tentang siapa yang
disenangi ataupun siapa yang tidak disenangi tersebut dapat terdiri dari satu, dua, tiga
orang atau lebih.
Beberapa manfaat dari AUM sebagaimana diungkap oleh (Riksa Yustiana &
Komalasari, 2016) yakni: (1) Guru BK lebih mengenal peserta didiknya yang membutuhkan
bantuan segera; (2) Guru BK memiliki peta masalah individu maupun kelompok; (3) Hasil
AUM dapat digunakan sebagai landasan penetapan layanan BK yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan peserta didik; (4) Peserta didik dapat memahami apakah dirinya
memerlukan bantuan atau tidak.
Kekuatan Keterbatasan
▪ Pelaksanaan AUM bisa dilakukan secara Membutuhkan waktu yang banyak untuk
individual, kelompok maupun klasikal. pengolahan hasil, sebagai konsekuensi dari
banyaknya jumlah bidang masalah dan
▪ Instrumen AUM memiliki validitas dan
jumlah butir pernyataan masalah yang
reliabilitas tinggi.
tersedia.
▪ Memudahkan peserta didik mengenali
masalah yang sedang atau pernah
dialaminya dan
▪ Adanya software AUM mempermudah dan
mempercepat guru BK mengolah data.
Inventori tugas perkembangan yang dikembangkan oleh Prof Sunaryo, dkk. memiliki
tujuh tingkat perkembangan (Nurhudayana, 2013), Yaitu:
1) Tingkat Impulsif (Imp) dengan ciri kemandirian: menempatkan identitas diri sebagai
bagian yang terpisah dari orang lain, pola perilaku menuntut dan bergantung pada
lingkungan sebagai ganjaran dan hukuman, berorientasi sekarang, tidak
menempatkan diri sebagai faktor penyebab perilaku.
2) Tingkat Perlindungan Diri (Pld) dengan ciri kemandirian: peduli terhadap kontrol dan
keuntungan yang dapat diperoleh dan berhubungan dengan orang lain, mengikuti
aturan secara oportunis dan hedonistic, berpikir tidak logis dan stereotipe, cenderung
menyalahkan dan mencela orang lain dan lingkungan.
3) Tingkat Konformistik (Kof) dengan ciri kemandirian: peduli penampilan diri dan
penerimaan sosial, cenderung berpikir stereotip dan klise, peduli terhadap aturan
eksternal, bertindak dengan motif yang dangkal, menyamakan diri dalam ekspresi
emosi, kurang intropeksi, perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal,
takut tidak diterima kelompok, tidak sensitif terhadap aturan, merasa berdosa jika
melanggar aturan (terutama aturan kelompok)
4) Tingkat Sadar Diri (Sdi) dengan ciri kemandirian: mampu berfikir alternatif, melihat
harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil manfaat
dari kesempatan yang ada, orientasi pemecahan masalah, memikirkan cara hidup,
serta penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
5) Tingkat Saksama (Ska) dengan ciri kemandirian : bertindak atas dasar nilai internal,
mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan, mampu melihat
keragaman emosi,motif, dan perspektif diri, peduli akan hubungan mutualistik,
memiliki tujuan jangka panjang, cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial,
dan berpikir lebih kompleks dan atas dasar analisis.
7) Tingkat Otonomi (Oto) dengan ciri kemandirian: memiliki pandangan hidup sebagai
suatu keseluruhan, cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri
maupun orang lain, peduli akan paham abstrak seperti keadilan sosial, mampu
mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangang, peduli kan self fulfillment( pemuasan
kebutuhan diri), ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal, respek terhadap
kemandirian orang lain, sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain,
dan mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
Tingkat perkembangan di atas merupakan struktur perkembangan diri dari yang sederhana
sampai kompleks. Umumnya tingkat perkembangan anak usia SD berkisar antara tingkat I
dan IV, untuk anak usia SMP antara II dan V, anak usia SMA antara III dan VI dan tingkat
usia mahasiswa antara IV dan VII. Dalam ITP terdapat 10 aspek yang diukur untuk peserta
didik SD dan SMP, sementara untuk siswa SMA dan PT ada 11 aspek perkembangan. 11
aspek perkembangan ini yang kita kenal dengan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta
Didik (SKKPD). 11 aspek perkembangan itu adalah : landasan hidup religius, landasan
perilaku etis, kematangan emosional, kematangan intelektual, kesadaran tanggung jawab,
peran sosial sebagai pria dan wanita (gender), penerimaan diri dan pengembangannya,
kemandirian perilaku ekonomis, wawasan dan persiapan karir, kematangan hubungan
dengan teman sebaya, dan persiapan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
Skala psikologis menurut (Azwar, 2005) sebagai alat ukur yang memiliki karakteristik
khusus (1) cenderung digunakan untuk mengukur aspek afektif – bukan kognitif. (2)
stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut
yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan, (3) jawabannya lebih bersifat proyektif, (4) selalu berisi banyak item
berkenaan dengan atribut yang diukur, (5) respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai
jawaban “benar” atau “salah”, semua jawaban dianggap benar sepanjang sesuai keadaan
yang sebenarnya, jawaban yang berbeda diinterpretasikan berbeda pula. Dari rumusan
pengertian angket dan skala psikologis di atas dapat dipahami, dilihat dari bentuknya yang
sama-sama tertulis memang hampir tidak ada perbedaan antara angket dengan psikologis.
Tetapi jika dilihat dari segi aspek yang diungkap, atribut yang diukur, sifat jawaban, dan
skoring nya; bisa dipahami bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara angket dan
skala psikologis.
Secara lebih detail, perbedaan angket dan skala psikologis itu ditunjukkan oleh Azwar
(2005) sebagai berikut.
1) Data yang diungkap angket berupa data faktual atau yang dianggap fakta dan
kebenaran yang diketahui oleh subjek, sedangkan data yang diungkap oleh skala
psikologis berupa konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek
kepribadian individu.
2) Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung yang terarah kepada informasi
mengenai data yang hendak diungkap, yaitu mengenai data atau opini berkenaan
dengan diri responden. Sedang pada skala psikologis, pertanyaan tertuju pada
indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri
subjek yang biasanya tidak disadari responden.
3) Responden pada angket biasanya tahu apa yang ditanyakan dalam angket dan
informasi apa yang dikehendaki. Sedangkan responden terhadap skala psikologis,
meskipun responden memahami isi pertanyaannya, biasanya mereka tidak menyadari
arah jawaban yang dikehendaki dan simpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh
pertanyaan tersebut.
4) Jawaban terhadap angket tidak bisa diberi skor (dalam arti harga atau nilai) melainkan
diberi angka atau coding sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap
skala psikologi diberi skor melalui proses penskalaan.
5) Satu angket dapat mengungkap informasi mengenai banyak hal, sedangkan satu skala
psikologis hanya diperuntukkan guna mengungkap suatu atribut tunggal
(unidimensional)
6) Data dari hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya, reliabilitas angket terletak
pada terpenuhinya asumsi bahwa responden akan menjawab dengan jujur apa
adanya. Sedangkan hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara
psikometris, karena relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus
pada skala pada skala psikologi lebih terbuka terhadap eror.
7) Validitas angket lebih ditentukan oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang
hendak diungkap, sedang validitas skala psikologi lebih ditentukan oleh kejelasan
konsep psikologi yang hendak diukur dan operasionalisasinya.
Mc Millan (2001) memandang kuesioner sebagai teknik yang banyak digunakan untuk
menggali informasi dari subyek. Kuesioner dipandang relatif ekonomis, sebab dalam waktu
singkat sejumlah pertanyaan atau pernyataan bisa dijawab oleh responden dalam jumlah
yang banyak pula. Penggunaan angket atau kuesioner dengan skala psikologi tidak dapat
disamakan. Namun, angket dan skala psikologis dimungkinkan bisa digunakan secara
bersama-sama, artinya ketika mengungkap data-data faktual yang diketahui subyek bisa
digunakan angket. Ketika mengungkap konstruk atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu, digunakan skala psikologis. Namun demikian
perlu diingat, bahwa skoringnya perlu dipisahkan lantaran jawaban angket tidak bisa diberi
skor, sedang skoring terhadap respon skala psikologis diberi skor melewati proses
penskalaan.
TOPIK 1
LAYANAN DASAR
Terdapat empat pendekatan dalam bimbingan dan konseling yaitu (1) krisis, (2) remedial, (3)
pencegahan, dan (4) perkembangan. Empat pendekatan ini terkadang tumpang tindih dan
memungkinkan untuk diintegrasikan dalam pendekatan perkembangan. Namun tiap pendekatan
memiliki tema tersendiri yang mempengaruhi arah program, tipe layanan yang diberikan pada
peserta didik dan bagaimana personel profesional menghabiskan waktu mereka (Myrick, 2011).
B. Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis dalam bimbingan dan konseling adalah layanan yang dilaksanakan dengan
menunggu dan bereaksi pada situasi krisis. Intervensi krisis merupakan layanan yang tidak
terelakkan dan menjadi bagian dari pekerjaan konselor sekolah. Pendekatan krisis biasanya
membantu peserta didik menghadapi momen krisis yang tidak dapat diprediksi, tidak dapat
dihindari. Dalam pendekatan krisis, konselor mengatasi insiden yang dihadapi peserta didik. Guru
BK dapat berperan sebagai konselor atau mediator. Misalnya, untuk mengatasi siswa yang
mengalami stres karena perceraian orang tua di rumah, mengatasi konflik antar teman sebaya.
C. Pendekatan Remedial
D. Pendekatan Pencegahan
E. Pendekatan Perkembangan
Dalam pendekatan perkembangan, siswa memiliki kesempatan untuk belajar lebih banyak
tentang diri mereka sendiri dan orang lain untuk mengantisipasi munculnya permasalahan dalam
hidup mereka. Mereka mempelajari keterampilan interpersonal sebelum mereka mengalami krisis
interpersonal. Jika situasi krisis memang terjadi, mereka dapat memanfaatkan keterampilan
mereka untuk mengatasi masalah secara mandiri (Myrick, 2011).
Peserta didik membutuhkan dukungan dan bimbingan saat mereka melewati tahap
perkembangan. Layanan dasar merupakan layanan yang menjangkau semua siswa dan
mempromosikan pertumbuhan di bidang akademik, karir, dan sosial/emosional. Guru
BK/konselor sekolah menghubungkan standar kompetensi peserta didik dengan konten yang
sesuai dengan perkembangan.
Metode bimbingan klasikal banyak mengadaptasi metode pembelajaran yang disesuaikan untuk
pelaksanaan layanan bimbingan klasikal.
1. Metode Diskusi
Diskusi adalah situasi guru BK dan siswa atau siswa dengan siswa lain saling bercakap-
cakap dan berbagi ide dan pendapat. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk
menstimulasi diskusi biasanya merupakan pertanyaan dengan tingkat kognisi tinggi
(Arends, 2008). Proses diskusi dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis
dan pemikir dialogis (Komalasari, Wahyuni, Siwabessy, Hidayat, & Fitri, 2012).
Menurut Clawson dan Haskins (2006) dalam Komalasari et al. (2012) ada beberapa
bentuk diskusi yang umumnya dilakukan di kelas yaitu developmental discussions, gripe
sessions, dan the problem-solving discussion.
a. Developmental discussions
b. Gripe sessions
Pada diskusi ini peserta didik diberikan kebebasan mengungkapkan perasaan dan
kekecewaan mereka. Biasanya guru menghindari diskusi di mana peserta didik
dapat mengemukakan perasaan negatif mereka. Sebenarnya diskusi seperti ini
bisa produktif bila guru BK terampil dan tahu bagaimana menggunakannya.
Beberapa tanda yang membutuhkan diskusi seperti ini adalah ketika guru BK
melihat wajah peserta didik yang marah, kesal, jenuh atau apatis. Tanda lainnya
adalah bila peserta didik sibuk mengerjakan tugas lain yang tidak berkaitan
dengan yang sedang dibahas, berbicara dengan teman sebangku atau teman di
belakangnya dan tidak memedulikan konselor (Komalasari et al., 2012).
c. A problem-solving discussion
Diskusi ini adalah diskusi mengenai masalah tertentu dan mengajak peserta didik
terlibat dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam metode ini konselor
mengajukan masalah yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik. Semakin
dekat masalah semakin menarik bagi peserta didik.
1) Kegiatan pendahuluan
● Tanyakan kepada peserta didik mengapa kasus/artikel/subjek ini
diajarkan di kelas saat ini. Pertanyaan ini akan membantu peserta didik
berpikir tentang alur pelajaran dan bagaimana tiap bagian dari
pelajaran itu saling berkaitan. Selain itu konselor juga bisa bertanya
“apa pesan kunci yang berusaha disampaikan oleh si
penulis/pengarang?” pertanyaan ini mendorong peserta didik untuk
menempatkan dirinya pada posisi si pengarang/tokoh dan
mempertimbangkan konsep-konsep kunci yang berusaha mereka
paparkan.
2) Kegiatan inti
● Tanyakanlah pada peserta didik untuk membuat pertanyaan yang akan
mereka diskusikan. Hal ini sangat baik untuk melibatkan peserta didik
dalam merancang bahan diskusi. Konselor bisa menanyakan seperti
“kita memiliki waktu 20 menit untuk melakukan diskusi tentang
tanggung jawab sosial di rumah. Apa pertanyaan yang akan kita bahas
hari ini?”
● Daftarlah usulan peserta didik di papan tulis. Konselor bisa
menambahkan usulannya (tetapi setelah beberapa peserta didik
mengusulkan). Kemudian tanyakan alasan logis mengapa kita perlu
membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ada beberapa alasan
mengapa cara ini berguna untuk dilakukan pertama, ini
memperlihatkan pada peserta didik bahwa membuat pertanyaan
tidaklah mudah, kedua dalam kehidupan sehari-hari orang sering kali
harus memutuskan pertanyaan-pertanyaan penting mana yang harus
dijawab. Ketiga, konselor dapat belajar tingkat pemahaman peserta
didik tentang tema yang diangkat melalui pertanyaan-pertanyaan
mereka. Apa yang mereka pikirkan, apa yang dapat mereka lakukan
dan apa yang dapat dikerjakan. Perlu diperhatikan, jangan
menggunakan teknik ini bila Anda tidak akan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan mereka (atau salah satunya). Karena tidak adil
kalau kita bertanya kemudian membuang semua pertanyaan dan
menggantinya dengan pertanyaan yang telah Anda siapkan.
● Mengendalikan diskusi.
● Mendengarkan ide-ide.
3) Kegiatan Penutup
● Menyimpulkan bersama-sama hasil diskusi (Komalasari et al., 2012).
Brainstorming adalah teknik untuk mendapatkan ide baru, berguna dengan cara yang
cepat untuk mendorong berpikir kreatif. Metode ini dapat digunakan untuk 1)
mendefinisikan masalah yang akan dipecahkan, 2) mendiagnosis masalah, dan 3)
mencari solusi dengan cara yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Metode ini
mengembangkan kemampuan mendapatkan ide-ide baru, merangsang otak untuk
berpikir pada waktu yang terbatas, membuat hubungan antar berbagai ide, dan
menciptakan ide-ide radikal. Brainstorming merupakan proses berpikir lateral.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam menggunakan metode ini yakni
a. menyiapkan berbagai alat yang diperlukan. Misalnya kertas besar, alat pengukur
waktu, alat tulis,
b. menyiapkan tempat, terutama bila ini adalah kerja kelompok. Singkirkan hal-hal
yang mengganggu jalannya Brainstorming; dan
c. memilih tema yang dapat dilihat dari berbagai perspektif, bukan hal yang berkaitan
dengan benar- salah (Komalasari et al., 2012).
a. Kegiatan Pendahuluan
1) berikan pengantar tentang tema yang akan dilakukan dengan brainstorming.
Kemukakan alasan mengapa melakukan brainstorming dan aturan-aturan
ketika pelaksanaan. Bila ini adalah brainstorming kelompok, buatlah
kelompoknya;
2) lakukan kegiatan pemanasan selama lima menit. Kegiatan ini hendaknya yang
merangsang kreativitas peserta didik; dan
3) tentukan orang yang akan mencatat. Pilihlah yang dapat menulis dengan cepat
(Komalasari et al., 2012).
b. Kegiatan Inti
1) Kemukakan masalah/tema yang akan dipecahkan dengan jelas. Jelaskan
kriteria yang diinginkan.
2) Jagalah agar kegiatan ini fokus pada tema/masalah tersebut.
3) Yakinkan agar jangan ada seorangpun yang mengkritik ide-ide yang dilontarkan
selama berlangsung kegiatan Brainstorming. Kritik akan menghambat
kreativitas dan rasa aman peserta didik.
4) Doronglah sikap antusias dan tidak mengkritik di antara anggota kelompok.
Usahakan agar semua orang memberi sumbangan dan mengembangkan ide,
termasuk anggota yang paling pendiam.
5) Motivasi peserta didik untuk merasa senang dan bergembira dengan ide-ide
yang diungkapkan. Biarkan ide mengalir dari yang paling konkret sampai yang
paling abstrak. Dari yang paling jelas sampai yang paling imajinatif.
6) Doronglah peserta didik untuk mengembangkan ide orang lain atau
menggunakan ide orang lain untuk membuat ide yang baru.
7) Setelah waktu yang ditentukan habis, klasifikasikanlah hasilnya. Tentukan
kriteria. Misal: konkret = abstrak. Atau buat rangking/prioritas. Tergantung pada
persoalan yang akan dipecahkan.
8) Diskusikan hasilnya. Buatlah keputusan berkaitan dengan masalah yang
diangkat.
c. Kegiatan Penutup
Tanyakan perasaan peserta didik terhadap kegiatan tersebut. Minta mereka memilih
ide yang paling kreatif/ paling tidak umum (Komalasari et al., 2012).
a. Pendahuluan
c. Kegiatan Penutup
Bermain peran adalah pemeranan sebuah situasi dalam hidup manusia dengan tanpa
diadakan latihan; dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan analisa
oleh kelompok. Metode ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berempati, mengenali, menggali dan mengungkapkan
perasaan. Selain itu metode ini mengajak peserta didik menyadari berbagai perspektif
yang ada pada situasi tertentu. Lebih jauh, metode ini menempatkan peserta didik pada
situasi dilema etis yang mungkin saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir
dengan metode ini peserta didik belajar menghubungkan dirinya dengan pengalaman
orang lain.
a. Persiapan
Skenario atau sinopsis cerita. Para aktor yang akan terlibat dalam kegiatan ini.
Lembar observasi atau tugas untuk para penonton.
b. Pendahuluan
1) Berikan pengantar pada peserta didik tentang tema yang dibahas pada hari ini
dan metode yang digunakan. Kaitkan tema dengan kehidupan sehari-hari.
2) Tanyakan apakah ada di antara mereka yang pernah bermain peran dalam
pelajaran lain, atau mengikuti ekstrakurikuler teater. Tanyakan pengalaman
mereka memerankan seorang tokoh. Tanyakan tema yang dibawakan dalam
peran tersebut. Bila tidak ada minta pendapat peserta didik tentang bermain
peran.
c. Kegiatan inti
1) Kemukakan cerita yang akan dimainkan. Berikan waktu untuk mendiskusikan
situasi atau isunya. Jangan memfokuskan pada siapa yang akan menjadi aktor
tapi fokuskan pada pertanyaan-pertanyaan, “Apa topik cerita ini? Apa
situasinya?”. Diskusi persiapan ini penting. Walaupun bermain perannya bisa
saja gagal namun peserta didik dapat belajar dari diskusi persiapan ini.
2) Konselor bisa membentuk kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok memikirkan
peran atau situasi yang sama. Dengan cara ini peserta didik akan belajar bahwa
satu situasi atau satu peran dapat dipersepsikan dengan cara yang berbeda-
beda. Walaupun tema atau karakter tokoh sama namun deskripsi dan tampilan
tidak identik. Di sini peserta didik akan menghargai perbedaan.
3) Dorong peserta didik untuk mengeksplorasi kemanusiaan tiap tokoh dalam
situasi yang dipaparkan dan hindari untuk menjadikan tokoh-tokoh terdakwa
walaupun dia adalah pemeran antagonis. Minta mereka mencari sisi
kemanusiaan yang selama ini tidak pernah dilihat dari tokoh-tokoh antagonis
tersebut.
4) Berikan setting atau konteks. Lokasi, waktu, lingkungan dan informasi lain yang
membantu peserta didik menempatkan diri mereka dalam situasi tersebut.
5) Gunakan berbagai pertanyaan untuk memperjelas tiap peran. Misalnya apa
yang diinginkan oleh peran ini? Mengapa? Apa hasil yang diinginkan oleh peran
ini?
6) Latihan. Minta mereka melatih peran. Tugas konselor sebagai sutradara adalah
membantu peserta didik untuk fokus pada tema/situasi. Hindari terlalu
mengarahkan karena akan menghalangi imajinasi.
7) Berakting. Minta pada aktor untuk bermain peran. Berilah tugas pada penonton.
Jangan biarkan penonton hanya menonton bermain peran ini. Misalnya minta
mereka mengamati tokoh tertentu dan keputusan yang harus dibuat oleh tokoh
tersebut. Bila diskusi persiapan dilakukan dengan baik, maka penonton akan
berkonsentrasi pada isu dan perasaan yang ditimbulkan oleh cerita bukan pada
akting temannya. Tugas yang diberikan hendaknya berkaitan dengan tema,
bukan dengan baik atau buruknya akting.
8) Menghentikan akting. Pada poin penting, para aktor berhenti dan menjadi
patung. Gunakan momen ini untuk memperlihatkan konsekuensi keputusan
yang dibuat oleh si aktor atau dilema yang dia hadapi. Tanyakan pada peserta
didik apa keputusan yang akan dibuat oleh kelompok? Sedikit ajukan tanya
jawab di sela-sela akting. Hal ini akan membantu peserta didik memfokuskan diri
pada tema penting yang ada di dalam cerita.
9) Bermain peran kembali. Para aktor memainkan keputusan yang dibuat
kelompok.
10) Diskusikan hasil bermain peran. Dorong peserta didik untuk berkomentar
terhadap masalah yang ada dalam drama tersebut. Hubungkan dengan materi
yang telah disiapkan dalam diskusi sebelumnya. Ajak peserta didik untuk
menganalisis pengalaman mereka dalam bermain peran atau pengalaman
melakukan pengamatan terhadap masalah yang ditampilkan. Apakah mereka
mendapatkan sudut pandang baru dari tokoh-tokoh yang dimainkan? apa hal
yang berhasil? Apa yang tidak? Apa yang akan mereka lakukan secara
berbeda?
d. Kegiatan Penutup
Ajak peserta didik menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan latihan tersebut
(Komalasari et al., 2012).
5. Studi Kasus
6. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh guru/instruktur kepada siswa
dengan menunjukkan model/benda asli, atau dengan menunjukkan urutan prosedur
pembuatan sesuatu atau proses terjadinya sesuatu untuk mencapai tujuan pengajaran.
1) Sebelum kelas dimulai, guru membuat kartu kecil, satu kartu untuk satu kali
putaran. Kartu tersebut ditandai dengan pulpen warna atau stiker, warna yang
sama menandakan kesamaan atau hubungan. Kesamaan warna tersebut
digunakan untuk membentuk kelompok.
Metode bimbingan kelompok dipilih sesuai dengan topik atau tema yang akan
dibicarakan dalam bimbingan kelompok. Penggunaan metode bimbingan kelompok
dalam keseluruhan tahapan bimbingan kelompok dilaksanakan pada tahap inti. Pada
tahap inti diuraikan secara detail tahapan yang dilakukan (sesuai teknik yang dipakai)
dan dijelaskan pula kegiatan yang harus dilakukan pemimpin kelompok. Pada tahap
pembukaan, transisi, dan penutup disesuaikan dengan tujuan dan hal-hal lain terkait
metode yang digunakan. Metode yang dibahas pada modul ini adalah diskusi
kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan home room) (Hariyadi, 2019).
1. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh tiga orang atau
lebih melalui proses bertukar pikiran dan argumentasi ke arah pemecahan
masalah secara bersama-sama. Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan
melalui forum diskusi diikuti oleh semua siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk
kelompok-kelompok lebih kecil. Yang perlu diperhatikan yaitu para siswa dapat
melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif di dalam forum diskusi
kelompok.
a. Tujuan
2. Sosiodrama
a. Tujuan Sosiodrama
b. Prosedur
1) Persiapan, yaitu mengemukakan masalah dan tema yang akan
disosiodramakan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk
memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan.
2) Membuat skenario sosiodrama. Terkait dengan tahap ini,
sebelum bermain peran, Guru BK telah menyiapkan skenario
sosiodrama terlebih dahulu dan di dalam memainkan peran siswa
tidak perlu menghafal naskah, mempersiapkan diri, dan
sebagainya. Siswa hanya melihat judul dan garis besar dari isi
skenarionya berkaitan etika bergaul dengan lawan jenis.
3) Menentukan kelompok dan peran yang akan memainkan
sosiodrama. Dalam tahap ini, guru BK mengemukakan garis besar
dari skenario, memilih kelompok siswa yang akan memerankan
peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa
yang terlibat peran tersebut.
4) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya.
Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut
menjadi pemain (apabila ada). Tugas kelompok penonton adalah
untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi
kelompok penonton merupakan bahan diskusi. Selain diperoleh
dari kelompok yang kebetulan tidak bermain, penelitian kelompok
penonton atau kelompok pengamat juga dapat ditunjuk Guru BK
dari luar anggota kelompok. Ditegaskan bahwa siswa yang tidak
ikut memerankan peran atau kelompok pengamat diminta supaya
mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan,
tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan para
pemeran. Setelah pementasan selesai, Guru BK mengatur diskusi
untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa yang
bermain peran sesuai dengan isi skenario.
c. Pelaksanaan sosiodrama.
e. Ulangan permainan.
Menurut Kipper & Roosevelt dalam Hariyadi (2019) teknik psikodrama adalah
satu cara yang unik dengan berbicara melalui gerakan tubuh, memberlakukan
fisik kepada pengalaman masa lalu yang dibawa ke masa sekarang, yang
memungkinkan protagonis untuk memproses kenangan dengan bimbingan
pemimpin dan partisipasi anggota kelompok. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik psikodrama merupakan suatu cara
yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok sebagai upaya
menyelesaikan masalah melalui drama. Pada permasalahan siswa yang
berperilaku merokok karena kontrol diri yang rendah peserta didik akan
memerankan situasi dramatis mengenai dampak merokok yang dialaminya
pada waktu lampau, sekarang dan antisipasi waktu mendatang. Dengan
perannya dalam drama tersebut peserta didik/konseli akan mulai bisa
mengontrol diri untuk memilah stimulus yang ada sehingga tidak menimbulkan
respons negatif. Sehingga jika kontrol diri siswa meningkat maka perilaku
merokok siswa akan menurun (Hariyadi, 2019).
a. Tujuan
1) Membantu mengatasi masalah siswa
2) Mengakrabkan siswa dengan situasi baru
3) Memahami diri dan menghargai pendapat orang lain
4) Melatih sosialisasi dan komunikasi dalam kelompok
5) Mengembangkan minat siswa
b. Prosedur
Guru juga harus mempunyai minat dan motivasi untuk membantu siswa,
peka terhadap reaksi siswa, menjadi pengamat dan pendengar yang
terlatih dan memberikan respons yang membantu siswa. Latihan
keterampilan untuk guru yang akan membantu pelaksanaan homeroom
dapat dilakukan oleh Guru BK (Hariyadi, 2019).
Pada alur kegiatan “Eksplorasi Konsep” ini akan dipaparkan tentang teori-teori
konseling. Teori-teori konseling yang akan Anda pelajari merupakan teori yang dapat
diaplikasikan dalam konseling individu maupun kelompok. Pada PPA I Anda telah
mempelajari konsep dasar konseling individu dan kelompok dan tahapan konseling.
Pada PPA II Anda akan mempelajari teori-teori konseling untuk memberikan kerangka
berpikir dalam perencanaan dan pelaksanaan konseling individu dan kelompok. Teori
yang akan dipelajari adalah:
2. Konsep dasar
3. Tujuan konseling
5. Teknik-teknik konseling
c. Memperjelas (clarifying)
e. Bertanya (questioning)
Teknik ini bertujuan untuk menggali informasi yang lebih dalam dari
konseli. Dalam bertanya terdapat dua jenis pertanyaan, yaitu:
pertanyaan tertutup yang hanya memberi peluang jawaban ya atau
tidak dan pertanyaan terbuka dengan menggunakan kata tanya
seperti: apa (what), di mana (where), kapan (when), mengapa (why),
dan bagaimana (how).
f. Menginterpretasi (interpreting)
g. Mengkonfrontasi (confronting)
j. Berempati (empathizing)
k. Memfasilitasi (facilitating)
l. Memulai (initiating)
n. Mengevaluasi (evaluating).
p. Menjaga (protecting)
s. Mengakhiri (terminating)
Konseling perilaku didasari oleh hasil eksperimen yang melakukan investigasi tentang
prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Eksperimen-eksperimen tersebut menghasilkan
teknik-teknik spesifik dalam pendekatan ini yang dipelopori oleh beberapa tokoh
behaviorisme yang terpercaya.
2. Konsep Dasar
3. Tujuan konseling
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli
pada saat ini. Asesmen dilakukan pada aktivitas nyata, perasaan dan
pikiran konseli. Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan terdapat tujuh
informasi yang digali dalam asesmen, yaitu sebagai berikut.
Data tingkah laku ini menjadi data awal (baseline data) yang akan
dibandingkan dengan data tingkah laku setelah intervensi
Teknik konseling behavioral terdiri dari dua jenis, yaitu teknik untuk
meningkatkan tingkah laku dan untuk menurunkan tingkah laku. Namun, dalam
modul ini hanya dibahas beberapa Teknik yang banyak digunakan di sekolah.
Contoh kontrak
Contoh kontrak 2
Sanksi
.....................................................................................................................................
Hadiah
.....................................................................................................................................
Tanda tangan
Siswa : …………………………………………………………………………………
Guru : …………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
..........................................
................................................
Tanda tangan Siswa Tanda tangan Guru
Bila saya telah berhasil melakukan hal di atas, maka saya akan mendapatkan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
..........................................
................................................
2. Konsep Dasar
3. Proses berpikir
● Dicintai dan disetujui oleh orang lain adalah sesuatu yang sangat
esensial
● Orang yang tidak bermoral, kriminal dan nakal merupakan pihak yang
harus disalahkan
● Hal yang sangat buruk dan menyebalkan adalah bila segala sesuatu
tidak terjadi seperti yang saya harapkan
● Masa lalu menentukan tingkah laku saat ini dan tidak bisa diubah
4. Teori ABC
B Belief about A
“Saya tidak berharga sebagai teman, maka saya adalah orang yang tidak berharga
(evaluasi)”
C Reaksi:
Emosi: depresi
● Mengandung cara yang tidak logis dalam mengevaluasi diri, orang lain
dan lingkungan sekitar (Froggatt, 2005)
5. Tujuan konseling
6. Tahap-Tahap Konseling
a. Tahap 1
b. Tahap 2
Pada tahap ini konseli dibantu untuk yakin bahwa pemikiran dan
perasaan negatif tersebut dapat ditantang dan diubah. Pada tahap
ini konseli mengeksplorasi ide-ide untuk menentukan tujuan-
tujuan rasional. Konselor juga mendebat pikiran irasional konseli
dengan menggunakan pertanyaan untuk menantang validitas ide
tentang diri, orang lain dan lingkungan sekitar. Pada tahap ini
konselor menggunakan teknik-teknik konseling Rational-Emotive
Behavior Therapy (REBT) untuk membantu konseli
mengembangkan pikiran rasional.
c. Tahap 3
Apa buktinya? Apa yang akan terjadi kalau ….? Mari kita bicara
kenyataannya. Apa yang dapat diartikan dari cerita kamu tadi?
Bagaimana kejadian itu bisa menjadi sangat
menakutkan/menyakitkan
c. Teknik behavioral
CBT dikembangkan pada awal 1960 oleh Dr. Aaron Beck dari University of
Pennsylvania yang merupakan gelombang ke 2 dari pendekatan kognitif behavior
(Siegel, Germer, & Olendzki, 2009). CBT didasarkan pada teori bahwa cara individu
memandang suatu situasi terkait erat dengan reaksi mereka daripada situasi itu
sendiri. Persepsi individu sering terdistorsi, terutama ketika mereka tertekan. Terapi
Perilaku Kognitif membantu individu mengidentifikasi pikiran mereka yang terdistorsi
dan mengevaluasi seberapa realistis pikiran itu. Kemudian konseli belajar mengubah
yang terdistorsi (https://beckinstitute.org/about/understanding-cbt/).
2. Konsep dasar
a. Model kognitif
1) Antecedent (penyebab/situasi)
- Identifikasi kejadian atau penyebab munculnya pikiran/keyakinan
yang salah
- Mengidentifikasi schema
3) Consequences (konsekuensi)
c. Distorsi kognitif
– Mendapat kritik dari guru, lalu langsung mencap diri sendiri bodoh
dan tidak kompeten, membuat tidak bersemangat saat belajar,
padahal kritik yang didapat hanya tentang satu bagian kecil dari
keseluruhan tanggung jawab di sekolah. Atau, saat kita mencap
seseorang bodoh, maka segala yang ia lakukan akan salah bahkan
walaupun sebenarnya tidak begitu.
– Saat akan ada ujian, kita beranggapan akan gagal. Hal ini tentu
tidak baik karena ujian belum terlaksana, hasil ujian belum keluar,
dan sebenarnya masih banyak waktu untuk mempersiapkan materi
ujian. Pikiran seperti ini malah akan membuat kita merasa bahwa
hal negatif sudah terjadi dan menghalangi kita melakukan
persiapan yang maksimal.
7) Pemikiran “Harus”
– Terjebak dalam suatu ideal yang menurut kita harus orang lain atau
kita sendiri lakukan.
– Saat kita merasa tidak yakin, tidak nyaman atau tidak mampu
menghadapi sesuatu, kita lalu beranggapan bahwa kita tidak akan
bisa melakukannya. Kata-kata “Saya merasa tidak bisa..”, “Saya
kayaknya tidak mampu,” menjadi berbahaya karena sebenarnya
pemikiran berlandaskan emosi negatif ini dapat mempengaruhi
keputusan dan tindakan yang diambil.
– Kita berpikir “Ah, hal itu dapat terjadi ke siapa saja,”, ataupun
sebaliknya. Distorsi ini membuat kita melihat sesuatu tidak sesuai
dengan apa yang terjadi dan nantinya akan muncul kecenderungan
untuk menyalahkan orang lain ataupun diri sendiri (Corey, 2016).
3. Tujuan konseling
Tujuan CBT adalah untuk mengajak konseli menentang pikiran dan emosi yang
salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan
mereka tentang masalah yang dihadapi. Prinsip dasar CBT menekankan kepada
konseli dalam menemukan diri sendiri dan mengubah pola pikirnya demi
memperoleh cara pandang yang berbeda terhadap diri dan sekelilingnya.
4. Tahap konseling
a. Tahap awal
- Identifikasi masalah / kekhawatiran
b. Tahap tengah
c. Tahap Akhir
- Mempersiapkan konseli untuk mengakhiri konseling
5. Teknik konseling
• Socratic questioning
• Diari pikiran
• Scaling beliefs
• Behavioural methods
• Cognitive restructuring
• Journaling
• Thought stopping
• Relaxation
Sekarang kita akan mempelajari konsep layanan dasar yang mencakup konsep dan
strategi pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Sebelum membahas
konten dan strategi layanan dasar lebih jauh, penting mengkaji Standar Kompetensi
Kemandirian Peserta Didik (SKKPD) dan Dimensi Profil Pelajar Pancasila sebagai
basis perkembangan peserta didik. Berikut penjelasan dan keterkaitan antara SKPD
dan Profil Pelajar Pancasila. Keterkaitan antara SKPD dengan Profil Pelajar Pancasila
dapat digambarkan melalui Tabel 3.1 berikut.
Kreatif
Wawasan kesiapan karir, kesiapan diri untuk
menikah dan berkeluarga
Secara lebih detail, substansi antara SKPD dan Profil Pelajar Pancasila dijelaskan
lebih lanjut sebagai berikut.
Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik
TATARAN/
INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
No
TUJUAN
Menghayati nilai-nilai
Berminat mempelajari Mengembangkan
2. Akomodasi Tertarik pada kegiatan agama sebagai
arti dan tujuan setiap pemikiran tentang
ibadah sehari- hari. pedoman dalam
bentuk ibadah. kehidupan beragama.
berperilaku.
Melakukan berbagai
Melakukan bentuk- Melaksanakan ibadah Ikhlas melaksanakan
3. Tindakan kegiatan ibadah
bentuk ibadah sehari- atas keyakinan sendiri ajaran agama dalam
dengan kemauan
hari. disertai sikap toleransi. kehidupan.
sendiri.
Tabel 3.2b Aspek Perkembangan: Landasan Perilaku Etis
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mengenal
Mengenal Mengenal keragaman Menelaah lebih
alasan perlunya
patokan baik- buruk sumber norma yang luas tentang nilai- nilai
1. Pengenalan mentaati
atau benar-salah berlaku di universal dalam
aturan/norma
dalam berperilaku. masyarakat. kehidupan manusia.
berperilaku.
Menghargai
Memahami Menghargai
Menghargai keyakinan nilai-nilai
keragaman keragaman sumber
aturan-aturan yang sendiri dalam
2. Akomodasi aturan/patokan dalam norma sebagai
berlaku dalam keragaman nilai- nilai
berperilaku alam rujukan pengambilan
kehidupan sehari-hari. yang berlaku di
konteks budaya. keputusan.
masyarakat.
Berperilaku atas
dasar keputusan yang
Mengikuti Bertindak atas Berperilaku atas
mempertimbangkan
aturan-aturan yang pertimbangan diri dasar keputusan yang
3. Tindakan aspek-aspek nilai dan
berlaku dalam terhadap norma yang mempertimbangkan
berani menghadapi
lingkungannya. berlaku. aspek-aspek etis.
risiko dari keputusan
yang diambil.
Tabel 3.2c Aspek Perkembangan: Kematangan Emosi
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Menyadari atau
Bersikap toleran mempertimbangka
Memahami perasaan- Memahami keragaman
terhadap ragam kemungkinan-
2. Akomodasi perasaan diri dan orang ekspresi perasaan diri
ekspresi perasaan diri kemungkinan
lain. dan orang lain.
sendiri dan orang lain. konsekuensi atas
ekspresi perasaan.
Mengekspresikan
perasaan dalam cara-
Mengekspresikan
Mengekspresikan cara yang bebas,
perasaan dalam cara-
Mengekspresikan perasaan atas dasar terbuka dan tidak
3. Tindakan cara yang bebas,
perasaan secara wajar. pertimbangan menimbulkan konflik
terbuka dan tidak
kontekstual. dan mampu berpikir
menimbulkan konflik.
positif terhadap kondisi
ketidakpuasan.
Tabel 3.2d Aspek Perkembangan: Kematangan Intelektual
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mengembangkan
Mengenal konsep- Mempelajari cara-cara cara- cara
Mempelajari cara-cara
konsep pengambilan pengambilan
pengambilan
dasar ilmu keputusan dan keputusan dan
1. Pengenalan keputusan
pengetahuan pemecahan pemecahan masalah
dan
dan perilaku masalah berdasarkan
pemecahan masalah.
belajar. secara objektif. informasi/data yang
akurat.
Mengambil keputusan
Mengambil
dan pemecahan
Melibatkan diri Mengambil keputusan dan
masalah atas dasar
dalam berbagai keputusan berdasarkan pemecahan masalah
3. Tindakan informasi/data secara
aktivitas pertimbangan resiko atas dasar
objektif serta
perilaku belajar. yang mungkin terjadi. informasi/data secara
bermakna bagi dirinya
objektif.
dan orang lain.
Tabel 3.2e Aspek Perkembangan : Kesadaran Tanggung Jawab Sosial
TATARAN/
No
INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mempelajari cara- cara
Mengembangkan pola-
Mengenal hak dan memperoleh
Mempelajari pola perilaku sosial
1. kewajiban diri sendiri hak dan memenuhi
Pengenalan keragaman berdasarkan prinsip
dalam lingkungan kewajiban dalam
interaksi sosial. kesamaan
kehidupan sehari-hari. lingkungan kehidupan
(equality).
sehari- hari.
Menghayati nilai-nilai
Menyadari nilai-nilai
Memahami hak dan Menghargai nilai-nilai kesamaan (equality)
persahabatan dan
2. kewajiban diri dan orang persahabatan dan sebagai dasar
Akomodasi keharmonisan dalam
lain dalam lingkungan keharmonisan dalam berinteraksi dalam
konteks keragaman
kehidupan sehari-hari. kehidupan sehari-hari. kehidupan masyarakat
interaksi sosial.
luas.
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Menghargai
Menghargai peranan Menjunjung tinggi nilai-
Menerima atau keragaman peran laki-
diri dan orang lain nilai kodrati laki-laki
2. Akomodasi menghargai diri laki atau perempuan
sebagai laki-laki atau atau perempuan
sebagai laki-laki atau sebagai aset kolaborasi
perempuan dalam sebagai dasar dalam
perempuan. dan keharmonisan
kehidupan sehari-hari. kehidupan sosial.
hidup.
Berinteraksi dengan
Berperilaku sesuai Berkolaborasi secara Memelihara aktualisasi
lain jenis secara
3. Tindakan dengan peran sebagai harmonis dengan lain nilai-nilai kodrati gender
kolaboratif dalam
laki-laki atau jenis dalam keragaman dalam kehidupan
memerankan
perempuan. peran. sosial.
peran jenis.
Tabel 3.2g Aspek Perkembangan: Pengembangan Pribadi
TATARAN/
No. INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mengenal keberadaan
Mempelajari keunikan diri Mempelajari berbagai
diri Mengenal kemampuan
1. Pengenalan dalam konteks kehidupan peluang pengembangan
dalam lingkungan dan keinginan diri.
sosial. diri.
dekatnya.
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Menampilkan
Membiasakan Menampilkan Memelihara
perilaku hemat, ulet,
diri hidup hemat, ulet , hidup hemat, ulet, perilaku kemandirian
sungguh-sungguh, dan
3. Tindakan sungguh- sungguh, dan sungguh- sungguh, dan dalam keragaman dan
kompetitif dalam
kompetitif dalam kompetitif atas dasar saling ketergantungan
kehidupan sehari-hari di
kehidupan sehari-hari. kesadaran sendiri. kehidupan.
lingkungannya.
Tabel 3.2h Aspek Perkembangan: Wawasan dan Kesiapan Karir
TATARAN/
No INTERNALIS SD SLTP SLTA PT
ASI TUJUAN
Mempelajari
kemampuan diri,
Mengekspresikan
Mengenal ragam peluang dan ragam Memperkaya informasi
ragam pekerjaan,
pekerjaan dan aktivitas pekerjaan, pendidikan yang terkait dengan
1 Pengenalan pendidikan dan aktivitas
orang dalam lingkungan dan aktivitas yang perencanaan dan
dalam kaitan dengan
kehidupan. terfokus pada pilihan karir.
kemampuan.
pengembangan
alternatif karir.
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mempelajari norma- Mengembangkan
Mempelajari cara-
Mengenal norma- norma strategi pergaulan
cara membina
norma pergaulan dengan yang lebih intensif
kerjasama dan
1. Pengenalan dalam berinteraksi teman sebagai upaya untuk
toleransi dalam
dengan teman sebaya yang menjalin
pergaulan dengan
sebaya. beragam latar persahabatan yang
teman sebaya.
belakangnya. harmonis.
Mengembangkan
Menjalin persahabatan Mempererat jalinan
Bekerjasama dengan dan memelihara nilai-
dengan teman sebaya persahabatan yang
teman sebaya yang nilai pergaulan dengan
3. Tindakan atas dasar norma lebih akrab dengan
beragam latar teman sebaya yang
yang dijunjung tinggi memperhatikan norma
belakangnya. lebih luas secara
bersama. yang berlaku.
bertanggung jawab.
Tabel 3.2j Aspek Perkembangan: Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga
TATARAN/
No INTERNALISASI SD SLTP SLTA PT
TUJUAN
Mengekspresikan keinginannya
Memiliki kesiapan untuk menikah
untuk mempelajari lebih intensif
3. Tindakan - - atau berkeluarga dengan penuh
tentang norma pernikahan dan
tanggung jawab.
berkeluarga.
(Depdiknas, 2007)
A. Profil Pelajar Pancasila Sebagai Capaian Layanan
Keenam dimensi profil pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai satu
kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten,
berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidik perlu
mengembangkan keenam dimensi tersebut secara menyeluruh sejak pendidikan anak
usia dini. Selain itu, untuk membantu pemahaman yang lebih menyeluruh tentang
dimensi-dimensi profil pelajar Pancasila, maka setiap dimensi dijelaskan maknanya
dan diurutkan perkembangannya sesuai dengan tahap perkembangan psikologis dan
kognitif anak dan remaja usia sekolah. Selanjutnya, setiap dimensi profil pelajar
Pancasila terdiri dari beberapa elemen dan sebagian elemen dijelaskan lebih konkrit
menjadi suplemen. Berikut uraian terkait profil pelajar Pancasila.
1. Dimensi Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak
Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak
mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan
pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci
beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama;
(b) akhlak pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak
bernegara.
a. Akhlak beragama
b. Akhlak pribadi
Akhlak yang mulia diwujudkan dalam rasa sayang dan perhatian pelajar
kepada dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa menjaga kesejahteraan dirinya
penting dilakukan bersamaan dengan menjaga orang lain dan merawat
lingkungan sekitarnya. Rasa sayang, peduli, hormat, dan menghargai diri
sendiri terwujud dalam sikap integritas, yakni menampilkan tindakan yang
konsisten dengan apa yang dikatakan dan dipikirkan. Karena menjaga
kehormatan dirinya, Pelajar Pancasila bersikap jujur, adil, rendah hati,
bersikap serta berperilaku dengan penuh hormat. Ia selalu berupaya
mengembangkan dan mengintrospeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih
baik setiap harinya. Sebagai wujud merawat dirinya, Pelajar Pancasila juga
senantiasa menjaga kesehatan fisik, mental, dan spiritualnya dengan
aktivitas olahraga, aktivitas sosial, dan aktivitas ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing- masing. Karena karakternya ini, ia
menjadi orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, serta berkomitmen untuk setia pada ajaran agama dan
kepercayaannya serta nilai-nilai kemanusiaan.
e. Akhlak bernegara
Di Akhir Fase A Di Akhir Fase B Di Akhir Fase C Di Akhir Fase D Di Akhir Fase E
Subelemen Di Akhir Fase PAUD (Kelas 1-II, usia 6-8 (Kelas III-IV, usia 8-10 (Kelas V-VI, usia 10-12 (Kelas VII-IX, usia 13- (Kelas X-XII, usia 16-18
tahun) tahun) tahun) 15 tahun) tahun)
Elemen akhlak beragama
Mengenal dan Mengenal adanya Mengenal sifat-sifat Memahami sifat- Memahami berbagai Memahami Menerapkan
Mencintai Tuhan Tuhan Yang Maha utama Tuhan Yang sifat Tuhan utama kualitas atau sifat- kehadiran Tuhan pemahamannya
Yang Maha Esa Esa melalui sifat- Maha Esa bahwa lainnya dan sifat Tuhan Yang dalam kehidupan tentang kualitas
sifat-Nya Dia adalah Sang mengaitkan sifat- Maha Esa yang sehari-hari serta atau sifat-sifat
Pencipta yang sifat tersebut diutarakan dalam mengaitkan Tuhan dalam ritual
Maha Pengasih dengan konsep kitab suci agama pemahamannya ibadahnya baik
dan Maha dirinya dan ciptaan- masing-masing dan tentang kualitas ibadah yang bersifat
Penyayang dan Nya menghubungkan atau sifat-sifat personal maupun
mengenali kualitas-kualitas Tuhan dengan sosial.
kebaikan dirinya positif Tuhan konsep peran
sebagai cerminan dengan sikap manusia di bumi
sifat Tuhan pribadinya, serta sebagai makhluk
meyakini firman Tuhan yang
Tuhan sebagai bertanggung jawab.
kebenaran.
Pemahaman Mengenal simbol- Mengenal unsur- Mengenal unsur- Memahami unsur- Memahami makna Memahami struktur
Agama/ Keperca simbol dan ekspresi unsur utama unsur utama unsur utama dan fungsi, unsur- organisasi, unsur-
yaan keagamaan yang agama/ agama/ agama/ unsur utama unsur utama
konkret kepercayaan kepercayaan kepercayaan, dan agama/ agama/
(ajaran, ritual (simbol-simbol mengenali peran kepercayaan dalam kepercayaan dalam
keagamaan, kitab keagamaan dan agama/ konteks Indonesia, konteks Indonesia,
suci, dan orang sejarah agama/ kepercayaan dalam membaca kitab suci, memahami
suci/utusan Tuhan kepercayaan) kehidupan serta serta memahami kontribusi agama/
YME). memahami ajaran ajaran agama/ kepercayaan
moral agama. kepercayaan terhadap peradaban
terkait hubungan dunia.
sesama manusia
dan alam semesta.
Pelaksanaan Mulai mencontoh Terbiasa Terbiasa Melaksanakan Melaksanakan Melaksanakan
Ritual Ibadah kebiasaan melaksanakan melaksanakan ibadah secara rutin ibadah secara rutin ibadah secara rutin
pelaksanaan ibadah ibadah sesuai ibadah wajib sesuai sesuai dengan dan mandiri sesuai dan mandiri serta
sesuai agama/ ajaran agama/ tuntunan agama/ tuntunan agama/ dengan tuntunan menyadari arti
kepercayaannya kepercayaannya kepercayaannya kepercayaan, agama/kepercayaan penting ibadah
berdoa mandiri, , serta berpartisipasi tersebut dan
merayakan, dan pada perayaan hari- berpartisipasi aktif
memahami makna hari besar pada kegiatan
hari- hari besar keagamaan atau
kepercayaan
Integritas Mulai membiasakan Membiasakan Membiasakan Berani dan Berani dan Menyadari bahwa
bersikap jujur dan bersikap jujur melakukan refleksi konsisten konsisten aturan agama dan
berani terhadap diri sendiri tentang pentingnya menyampaikan menyampaikan sosial merupakan
menyampaikan dan orang lain dan bersikap jujur dan kebenaran atau kebenaran atau aturan yang baik
kebenaran atau fakta berani berani fakta serta fakta serta dan menjadi bagian
menyampaikan menyampaikan memahami memahami dari diri sehingga
kebenaran atau kebenaran atau konsekuensi- konsekuensi- bisa
fakta fakta konsekuensinya konsekuensinya menerapkannya
untuk diri sendiri untuk diri sendiri secara bijak dan
dan orang lain kontekstual
Membiasakan diri Memiliki rutinitas Mulai membiasakan Memperhatikan Mengidentifikasi Melakukan aktivitas
untuk sederhana yang diri untuk disiplin, kesehatan jasmani, pentingnya menjaga fisik, sosial, dan
membersihkan, diatur secara rapi, membersihkan mental, dan rohani keseimbangan ibadah secara
merawat tubuh, serta mandiri dan dan merawat tubuh, dengan melakukan kesehatan jasmani, seimbang.
Merawat Diri menjaga kesehatan dijalankan sehari- menjaga tingkah aktivitas fisik, sosial, mental, dan rohani
Secara Fisik, dan keselamatan/ hari serta menjaga laku dan perkataan dan ibadah. serta berupaya
Mental, dan keamanan diri dalam kesehatan dan dalam semua menyeimbangkan
Spiritual semua aktivitas keselamatan/ aktivitas aktivitas fisik, sosial
kesehariannya keamanan diri kesehariannya dan ibadah.
dalam semua
aktivitas
kesehariannya.
Elemen Akhlak kepada Manusia
Mengutamakan Mengenali hal-hal Mengenali hal-hal Terbiasa Mengidentifikasi Mengenal perspektif Mengidentifikasi hal
persamaan yang sama dan yang sama dan mengidentifikasi hal- kesamaan dengan dan emosi/perasaan yang menjadi
dengan orang lain berbeda yang dimiliki berbeda yang hal yang sama dan orang lain sebagai dari sudut pandang permasalahan
dan menghargai diri dan temannya dimiliki diri dan berbeda yang perekat hubungan orang atau bersama,
perbedaan dalam berbagai hal. temannya dalam dimiliki diri dan sosial dan kelompok lain yang memberikan
Membiasakan berbagai hal, serta temannya dalam mewujudkannya tidak pernah alternatif solusi
mendengarkan memberikan berbagai hal serta dalam aktivitas dijumpai atau untuk menjembatani
pendapat temannya, respons secara memberikan kelompok. Mulai dikenalnya. perbedaan dengan
baik itu sama positif. respons secara mengenal berbagai Mengutamakan mengutamakan
ataupun berbeda positif. kemungkinan persamaan dan kemanusiaan.
dengan pendapatnya interpretasi dan cara menghargai
dan pandang yang perbedaan sebagai
mengekspresikanny berbeda ketika alat pemersatu
a secara wajar. dihadapkan dengan dalam keadaan
dilema. konflik atau
perdebatan.
Berempati kepada Mengenali emosi, Mengidentifikasi Terbiasa Mulai memandang Memahami Memahami dan
orang lain minat, dan emosi, minat, dan memberikan sesuatu dari perasaan dan sudut menghargai
kebutuhan orang- kebutuhan orang- apresiasi di perspektif orang lain pandang orang perasaan dan sudut
orang terdekat dan orang terdekat dan lingkungan sekolah serta dan/atau kelompok pandang orang
membiasakan meresponsnya dan masyarakat mengidentifikasi lain yang tidak dan/atau kelompok
meresponsnya secara positif. kebaikan dan pernah dikenalnya. lain.
secara positif. kelebihan orang
sekitarnya.
d. Berkeadilan Sosial
Pelajar Pancasila peduli dan aktif berpartisipasi dalam mewujudkan
keadilan sosial di tingkat lokal, regional, nasional, dan global. Ia percaya akan
kekuatan dan potensi dirinya sebagai modal untuk menguatkan demokrasi,
untuk secara aktif-partisipatif membangun masyarakat yang damai dan
inklusif, berkeadilan sosial, serta berorientasi pada pembangunan yang
berkelanjutan.
a. Kolaborasi
c. Berbagi
4. Dimensi Mandiri
b. Regulasi diri
Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik
kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi,
menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari
bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan,
menganalisis dan mengevaluasi penalaran, refleksi pemikiran dan proses berpikir
dalam pengambilan keputusan.
6. Dimensi Kreatif
Pelajar yang kreatif menghasilkan gagasan atau ide yang orisinal. Gagasan ini
terbentuk dari yang paling sederhana seperti ekspresi pikiran dan/atau
perasaan sampai dengan gagasan yang kompleks. Perkembangan gagasan
ini erat kaitannya dengan perasaan dan emosi, serta pengalaman dan
pengetahuan yang didapatkan oleh pelajar tersebut sepanjang hidupnya.
Pelajar yang kreatif memiliki kemampuan berpikir kreatif, dengan
mengklarifikasi dan mempertanyakan banyak hal, melihat sesuatu dengan
perspektif yang berbeda, menghubungkan gagasan-gagasan yang ada,
mengaplikasikan ide baru sesuai dengan konteksnya untuk mengatasi
persoalan, dan memunculkan berbagai alternatif penyelesaian.
Pelajar yang kreatif menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal berupa
representasi kompleks, gambar, desain, penampilan, luaran digital, realitas
virtual, dan lain sebagainya. Ia menghasilkan karya dan melakukan tindakan
didorong oleh minat dan kesukaannya pada suatu hal, emosi yang ia rasakan,
sampai dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan
sekitarnya. Selain itu, pelajar yang kreatif cenderung berani mengambil risiko
dalam menghasilkan karya dan tindakan.
Pelajar yang kreatif memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi
permasalahan yang dihadapi. Ia mampu menentukan pilihan ketika
dihadapkan pada beberapa alternatif kemungkinan untuk memecahkan
permasalahan. Ia juga mampu mengidentifikasi, membandingkan gagasan-
gagasan kreatifnya, serta mencari solusi alternatif saat pendekatan yang
diambilnya tidak berhasil. Pada akhirnya, pelajar kreatif mampu
bereksperimen dengan berbagai pilihan secara kreatif Ketika menghadapi
perubahan situasi dan kondisi. Untuk memperdalam pemahaman tentang
profil pelajar pancasila dapat melakukan pelatihan mandiri melalui
https://guru.kemdikbud.go.id/pelatihan-mandiri/topik/18.
Topik-topik dalam layanan dasar dapat diambil dari hasil asesmen melalui
asesmen yang berbasis pada masalah maupun potensi munculnya masalah. Alat
ungkap masalah dapat dikembangkan oleh guru BK dengan merujuk pada kebutuhan.
Guru BK juga dapat menggunakan instrumen yang telah dikembangkan, seperti: ITP.
Dalam kurikulum merdeka, terdapat isu yang menjadi perhatian yaitu tiga dosa
pendidikan yang juga dapat menjadi alternatif topik layanan dasar. Selain itu juga
dapat melalui video inspirasi tentang:
Tiga Dosa Besar Pendidikan Sebagai Alternatif Topik Layanan Dasar (Pusat
Kurikulum dan Pembelajaran, 2022), yakni: perundungan, kekerasan seksual, dan
intoleransi (Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemdikbud Ristek,
2022). Ketiganya ialah tindak kekerasan yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanganan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbud No
82, 2015) sebagai: “perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam
jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan
penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan
ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan atau kematian.” Tidak
hanya menghambat proses belajar peserta didik, tiga hal tersebut juga menimbulkan
trauma besar dan jangka panjang pada peserta didik yang mengalaminya. Pendidik,
tenaga kependidikan, hingga peserta didik perlu mengenali definisi dan bentuk dari
setiap kekerasan tersebut.
Tabel 3.4 Deskripsi Tiga Dosa Besar Pendidikan
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang penguatan karakter dapat dilihat pada
(https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id).
b. Bimbingan Kelompok
Beberapa teknik bimbingan kelompok yang dapat digunakan guru bimbingan dan
konseling atau konselor antara lain diskusi kelompok, bermain peran, home room
program, dan teknik lain yang relevan. Waktu yang dibutuhkan pada setiap sesi
(jika dibutuhkan lebih dari satu sesi) antara 45 menit sampai 90 menit sesuai
kesepakatan bersama, begitu pula jeda antar sesi tergantung pada kesempatan
yang dimiliki para anggota.
1) Diskusi Kelompok
2) Bermain Peran
b) Sosiodrama
Terakhir adalah penutup. Pada tahap ini guru bimbingan dan konseling
atau konselor menyimpulkan hasil sosiodrama dan dilakukan
penguatan terhadap aspek tertentu dari hasil sosiodrama sebagai
upaya untuk meningkatkan perolehan belajar peserta didik/konseli dan
dilanjutkan dengan evaluasi.
c) Home Room
Tujuan utama home room adalah guru bimbingan dan konseling atau
konselor dapat mengenal peserta didik/konseli lebih dekat sehingga
dapat membantunya secara efektif dan efisien.
Fokus Pengembangan
A. KONSELING INDIVIDUAL
b. Empati
c. Refleksi
Refleksi merupakan keterampilan konselor dalam memantulkan kembali kepada
konseli tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman konseli sebagai hasil
pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal. Refleksi ada tiga yaitu
refleksi perasaan, refleksi pengalaman dan refleksi pikiran.
d. Eksplorasi
Merupakan teknik untuk menyatakan kembali esensi atau inti yang diungkapkan
oleh konseli dengan teliti, mendengarkan pesan utama konseli, mengungkapkan
kalimat yang mudah dan sederhana.
Strategi menstimulasi konseli agar secara sukarela dapat berbicara secara terbuka
untuk mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya. Stimulasi dapat
diberikan berupa pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka dapat dimulai dengan
kata-kata; apakah, bagaimana, adakah, bolehkah, dan dapatkah. Hal penting
lainnya pertanyaan yang diajukan menghindari kesan mengintrogasi.
g. Dorongan minimal
Teknik untuk memberikan suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa
yang telah dikemukakan konseli. Dorongan minimal dapat berupa kata-kata
seperti: ‘Oh…Ya, kemudian…, terus…, lalu…, selanjutnya…, atau dapat pula
berupa gestur seperti mengangguk-anggukan kepala maupun menepuk-nepuk
pundak tanda menguatkan.
h. Intepretasi
Teknik untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman konseli.
Dimaksudkan untuk memberikan rujukan pandangan agar konseli mengerti dan
berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.
i. Lead/mengarahkan
j. Konfrontasi
Tahapan ini sejak konseli menemui konselor hingga berjalan proses konseling
sampai konselor dan konseli menemukan definisi masalah konseli atas dasar
isu, kepedulian, atau masalah konseli. Ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan pada tahap awal konseling ini, yakni:
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan konseli. Hubungan
konseling akan bermakna jika konseli terlibat berdiskusi dengan konselor.
Hubungan tersebut dinamakan “a working relationship”, yakni hubungan
yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Keberhasilan proses konseling
individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini. Kunci
keberhasilan terletak pada: keterbukaan konselor, keterbukaan konseli,
artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan, dan
sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni
dapat dipercayai konseli karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur,
asli, mengerti, dan menghargai; Konselor mampu melibatkan klien terus
menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses
konseling individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling
individu.
d. Menegosiasikan kontrak
kontrak dapat dimaknai sebagai komitmen bersama. beberapa hal penting
yang perlu menjadi perhatian dalam negosiasi kontrak ini, yakni: kontrak
waktu, perlu disepakati berapa lama waktu yang diperlukan untuk
konseling, baik yang diinginkan oleh konseli aupun waktu konselor dalam
melayani konseli. Selanjutnya kontrak tugas, yakni menyepakati peran dan
tugas apa saja yang harus dilakukan konselor dan konseli. Terakhir, kontrak
kerjasama dalam proses konseling. Maksudnya, dalam proses konseling
perlu dibangun komitmen bersama. Bahwa proses konseling merupakan
kebutuhan bersama yang saling membutuhkan dan saling menunjang.
Meskipun konselor sebagai ahli, namun bukan berarti konselor dapat
menentukan sekehendak hati. Demikian sebaliknya, konseli juga harus
memiliki tanggung jawab untuk bekerjasama dalam proses konseling.
Dalam Panduan Operasional Layanan Bimbingan dan Konseling (Dirjen GTK, 2016)
secara eksplisit dijelaskan bahwa konseling kelompok merupakan layanan konseling
yang diberikan kepada sejumlah peserta didik/konseli dalam suasana kelompok
dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk saling belajar dari pengalaman para
anggotanya sehingga peserta didik/konseli dapat mengatasi masalah.
RPL konseling kelompok disiapkan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor
bagi sejumlah peserta didik/konseli yang diundang. Adapun laporan konseling
kelompok dibuat guru bimbingan dan konseling atau konselor baik bagi sejumlah
peserta didik/konseli yang diundang maupun yang datang sendiri. Keberhasilan
proses konseling terhadap pemecahan masalah sejumlah peserta didik/konseli
dievaluasi oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor melalui pengungkapan
kepuasan konseli terhadap proses konseling.
1. Prakonseling
▪ Pembentukan kelompok (forming). Kelompok dapat dibentuk dengan
mengelompokkan 2-8 peserta didik/konseli yang memiliki masalah relatif
sama. Mereka adalah peserta didik/konseli yang: (1) merasa memiliki
masalah dan secara perorangan datang sendiri sesuai tawaran bantuan
atas masalah tertentu yang diumumkan guru bimbingan dan konseling
atau konselor; (2) secara bersama merasa memiliki masalah yang sama
atau masalah individu dalam kelompok (datang sendiri) yang
memerlukan bantuan guru bimbingan dan konseling atau konselor, dan
(3) diundang oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor karena
berdasarkan hasil assessment, observasi perilaku pada saat layanan,
dan atau referal dari guru bidang studi, wali kelas, petugas piket,
pimpinan sekolah, komisi disiplin, pustakawan, laboran, petugas tata
usaha, orang tua, yang diprediksi memiliki masalah (menunjukkan
indikator masalah) yang relatif sama.
2. Pelaksanaan Konseling
▪ Tahap Awal (beginning stage). Tahap ini merupakan salah satu tahap
kunci yang akan mempengaruhi keberhasilan proses konseling
kelompok. Kegiatan guru bimbingan dan konseling atau konselor pada
tahap ini adalah membuka sesi konseling, kemudian mengelola dan
memanfaatkan dinamika kelompok untuk: (1) Membangun hubungan
baik (raport) dengan anggota dan antar anggota kelompok melalui
menyapa dengan penuh penerimaan (greeting dan attending), (2)
membangun understanding antara lain dengan memfasilitasi masing-
masing anggota kelompok untuk mengungkapkan keluhan dan alasan
mengikuti konseling kelompok, (3) mendorong semua anggota kelompok
untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan kelompok dengan mengeksplor
harapan-harapan dan tujuan yang ingin diperoleh masing-masing
anggota kelompok, (4) membangun norma kelompok dan kontrak
bersama berupa penetapan aturan-aturan kelompok secara lebih jelas,
(5) mengembangkan interaksi positif antar anggota kelompok sehingga
mereka terus terlibat dalam kegiatan kelompok, (6) mengatasi
kekhawatiran, prasangka, dan ketidaknyamanan yang muncul diantara
para anggota kelompok, (7) menutup sesi konseling. Tahap awal
(beginning stage) membutuhkan waktu 1 atau 2 sesi pertama. Tahap ini
dipandang cukup dan layak untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya jika
kelompok sudah kohesif, kekhawatiran-kekhawatiran dan prasangka-
prasangka sudah teratasi, dan anggota kelompok saling percaya dan
terbuka.
Tahap ini adalah tahap penting karena dapat menentukan aktif tidaknya
konseli dalam berinteraksi dengan yang lain. Pada tahap ini, konseli
biasanya memiliki perasaan cemas, ragu dan menunjukkan perilaku
resisten lainnya. Oleh sebab itu, sebelum konseli berbuat sesuatu lebih
jauh di dalam kelompok, konselor perlu membantu mereka untuk
memiliki kesiapan internal yang baik. Pada tahap ini konselor harus
membantu agar konseli tidak cemas, tidak ragu-ragu dan bingung. Jika
tahap initial di atas ditempuh dengan baik, maka konseli akan merasa
nyaman dan bebas di dalam mengekspresikan sikap, perasaan, pikiran
dan tindakannya.
Tugas utama guru bimbingan dan konseling atau konselor pada tahap ini
adalah mendorong konseli dan menantang mereka untuk menangani
konflik yang muncul di dalam kelompok dan menangani resistensi dan
kecemasan yang muncul dalam diri konseli sendiri. Keberhasilan tugas
ini ditandai dengan kohesivitas kelompok, mengadakan eksplorasi yang
produktif terhadap permasalahan dan mengelola perbedaan-perbedaan.
Tugas utama yang harus ditunjukkan dalam tahap ini adalah sebagai
berikut: (1) Mengingatkan kembali apa yang telah disepakati pada sesi
sebelumnya; topik, fokus dan komitmen untuk saling menjaga rahasia
dan untuk saling memberi dan menerima; (2) Membantu peserta untuk
mengekspresikan dirinya secara unik, terbuka dan mandiri;
membolehkan perbedaan pendapat dan perasaan; (3) Mengadakan
kegiatan selingan yang kondusif untuk menghangatkan suasana,
mengakrabkan hubungan atau untuk memelihara kepercayaan; (4)
Memberi contoh bagaimana mengekspresikan pikiran dan perasaan
yang mudah dipahami oleh orang lain; (5) Memberi contoh bagaimana
mendengarkan secara aktif sehingga dapat memahami orang lain
dengan baik.
Kegiatan guru bimbingan dan konseling atau konselor pada tahap ini
adalah mengelola dan memanfaatkan dinamika kelompok untuk
memfasilitasi pemecahan masalah setiap anggota kelompok. Kegiatan
guru bimbingan dan konseling atau konselor pada tahap ini yakni: (1)
membuka pertemuan konseling, (2) memfasilitasi kelompok untuk
membahas permasalahan yang dihadapi oleh tiap-tiap anggota
kelompok, (3) mengeksplorasi masalah yang dikeluhkan oleh salah satu
anggota kelompok, (4) memfasilitasi semua anggota kelompok untuk
memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan masing-masing,
mempelajari perilaku baru, berlatih perilaku baru, dan mengembangkan
ide-ide baru, serta mengubah perilaku lainnya (disesuaikan dengan
pendekatan dan teknik konseling yang digunakan), (5) memandu
kelompok meringkas poin-poin belajar yang dapat ditemukan pada setiap
sesi konseling kelompok. (6) memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap pikiran, perasaan dan perilaku positif “baru” yang diperoleh
dalam sesi konseling untuk dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata,
(7) menutup sesi konseling. Tahap kerja (working stage) berlangsung
dalam beberapa sesi konseling (tergantung pada jumlah anggota
kelompok dan ketuntasan pengatasan masalah anggota kelompok).
3. Pascakonseling Kelompok
a. Observasi (pengamatan)
Bentuk-Bentuk Observasi
Kelebihan Keterbatasan
b. Wawancara
Kelebihan Keterbatasan
▪ Sebagai salah satu metode yang terbaik ▪ Tidak cukup efisien, karena
untuk menilai keadaan pribadi. Bila penggunaan metode ini membutuhkan
dibandingkan dengan metode observasi, waktu, tenaga, dan biaya yang lebih
metode ini lebih mampu mengungkap banyak. Untuk mengatasi kelemahan ini
gejala-gejala psikis yang mendasari bisa dilakukan penambahan jumlah
perilaku individu yang tampak seperti interviewer yang terlatih, dan pedoman
motif-motif, perasaan, pemahaman, observasi yang mudah digunakan.
persepsi, dan proyeksi seseorang tentang
▪ Tergantung pada kesediaan,
masa depannya.
kemampuan, dan waktu yang tepat dari
▪ Tidak dibatasi oleh tingkatan umur dan intervewee, sehingga informasi tidak
tingkatan pendidikan subjek yang sedang dapat diperoleh dengan seteliti-telitinya.
diselidiki. Terhadap individu usia Untuk mengatasi kelemahan ini, maka
berapapun, asal ia mampu berbicara dan diseyogyakan sebelum melakukan
mampu memahami pertanyaan yang interview kepada pihak tertentu
diajukan interviewee, maka interview bisa dilakukan kesepakatan terlebih dahulu
dilakukan. Namun demikian dalam tentang materi interview, tempat dan
keadaan tertentu (misal : interviewee waktu. Dengan demikian diharapkan
ketakutan karena berhadapan dengan kedatangan interviewer bisa disambut
orang asing, atau tidak memahami dengan baik lantaran sudah ada
bahasa yang digunakan interviewer, kesepakatan sebelumnya.
maka bisa dimanfaatkan pendamping
▪ Jalan dan isi wawancara sangat mudah
yang bisa membantu menciptakan rasa
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
aman bagi interviewee dan sekaligus
sekitar yang memberikan tekanan-
penerjemah.
tekanan yang mengganggu. Untuk
▪ Dalam riset-riset sosial, metode ini hampir mengatasi masalah ini, guru BK atau
tidak bisa ditinggalkan sebagai metode peneliti bisa memberitahukan
pelengkap, bahkan dalam beberapa sebelumnya tentang maksud dan tujuan
kasus difungsikan sebagai metode utama interview, dan menjelaskan pula arti
(primer). Hal ini adalah sangat wajar, pentingnya informasi yang disampaikan
mengingat dalam penelitian sosial lazim oleh interviewer.
mengungkap masalah-masalah yang
berhubungan dengan tanggapan,
pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, ▪ Membutuhkan interviewer yang benar-
dan proyeksi seseorang tentang masa benar menguasai bahasa interviewee.
depannya. Sedang yang lebih Bagi orang-orang yang masih ”asing”
mengetahui tentang hal tanggapan, amat sulit menggunakan interview
pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, sebagai metode penelitian. Untuk
dan proyeksi seseorang seseorang mengatasi masalah ini, maka dalam
adalah orang itu sendiri. penambahan anggota peneliti
seyogianya memperhatikan
▪ Dengan unsur fleksibilitas/keluwesan
penguasaan bahasa dan budaya
yang dikandungnya, ia cocok sekali untuk
masyarakat di mana interviewee hidup
digunakan sebagai alat verifikasi
dan dibesarkan.
(kriterium) terhadap data yang diperoleh
dengan cara observasi, kuesioner dan ▪ Jika pendekatan ”sahabat-karib”
lain-lain. Metode ini bisa digunakan dilaksanakan untuk meneliti masyarakat
kepada interviewee yang masih buta yang sangat heterogen, maka
huruf, dewasa, dan atau kanak-kanak. Di diperlukan interviewer yang cukup
samping itu, metode ini bisa digunakan banyak. Misalnya jika masyarakat yang
sekaligus untuk mengecek kebenaran diteliti dari beberapa kelompok yang
jawaban interviewee dengan mengajukan saling bertentangan, maka diperlukan
pertanyaan lebih jauh, mengamati interviewer yang masing-masing
bahasa tubuh dan atau realitas yang ada melayani satu golongan. Untuk
pada subjek yang diwawancara. Misal : mengatasi masalah ini, diharapkan
seorang interviewee dengan pakaian interviewer lebih bisa beradaptasi
bersih dan rapi, ketika ditanya mengaku terhadap hal-hal yang bersifat khas
sebagai Guru BK sebuah perguruan pada interviewer, kemudian berupaya
tinggi terkenal di suatu provinsi, tetapi sekuat tenaga untuk menghormatinya.
ketika ditanya fakultas, jurusan, dan
▪ Sulit untuk menciptakan situasi yang
angkatan tahun berapa dia tidak bisa
terstandar sehingga kehadiran
menjawab. Belakangan diketahui
interviewer tidak mempengaruhi
ternyata ia seorang karyawan pabrik yang
responden dalam memberikan jawaban.
Di sisi lain, dalam interview sulit
sedang di-PHK, sementara sedang dihindari responden tidak
mencari pekerjaan. mencantumkan jati dirinya, atau
responden harus mencantumkan
▪ Dapat diselenggarakan sambil
identitasnya untuk kepentingan analisis
mengadakan observasi. Tidak semua
dan laporan hasil interview. Untuk
data bisa digali dengan metode
mengatasi kelemahan ini, diharapkan
observasi, misalnya seorang guru BK
agar interviewer menciptakan hubungan
melakukan observasi di depan pintu
baik sebelumnya agar intervewee
gerbang untuk mengetahui siapa-siapa di
merasa aman, dan jika dipandang
antara siswa yang rajin dan siapa pula
mengganggu sebaiknya identitas
sering terlambat sekolah. Sekedar untuk
responden dalam laporan diubah
mengetahui siapa-siapa yang rajin dan
dengan nama samaran, meski identitas
terlambat datang ke sekolah bisa
aslinya tetap harus disimpan oleh
dilakukan dengan cara observasi, tetapi
interviewer.
ketika ingin mengetahui mengapa ia
terlambat atau mengapa pula ada siswa
yang rajin, maka perlu digali dengan
metode observasi.
c. Dokumentasi
d. Sosiometri
Kekuatan Keterbatasan
▪ Pelaksanaan AUM bisa dilakukan secara Membutuhkan waktu yang banyak untuk
individual, kelompok maupun klasikal. pengolahan hasil, sebagai konsekuensi dari
banyaknya jumlah bidang masalah dan
▪ Instrumen AUM memiliki validitas dan
jumlah butir pernyataan masalah yang
reliabilitas tinggi.
tersedia.
▪ Memudahkan peserta didik mengenali
masalah yang sedang atau pernah
dialaminya dan
Skala psikologis menurut (Azwar, 2005) sebagai alat ukur yang memiliki
karakteristik khusus (1) cenderung digunakan untuk mengukur aspek
afektif – bukan kognitif. (2) stimulusnya berupa pertanyaan atau
pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak
diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan, (3) jawabannya lebih bersifat proyektif, (4) selalu berisi
banyak item berkenaan dengan atribut yang diukur, (5) respon subjek
tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”, semua
jawaban dianggap benar sepanjang sesuai keadaan yang sebenarnya,
jawaban yang berbeda diinterpretasikan berbeda pula. Dari rumusan
pengertian angket dan skala psikologis di atas dapat dipahami, dilihat
dari bentuknya yang sama-sama tertulis memang hampir tidak ada
perbedaan antara angket dengan psikologis. Tetapi jika dilihat dari segi
aspek yang diungkap, atribut yang diukur, sifat jawaban, dan skoring
nya; bisa dipahami bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara
angket dan skala psikologis.
4) Jawaban terhadap angket tidak bisa diberi skor (dalam arti harga
atau nilai) melainkan diberi angka atau coding sebagai identifikasi
atau klasifikasi jawaban. Respon terhadap skala psikologi diberi
skor melalui proses penskalaan.
5) Satu angket dapat mengungkap informasi mengenai banyak hal,
sedangkan satu skala psikologis hanya diperuntukkan guna
mengungkap suatu atribut tunggal (unidimensional)