Anda di halaman 1dari 70

Bahan bacaan pada modul ini diambil dari topik-topik pada modul mata kuliah

PPG Prajabatan cetakan I dan II tahun 2023 yang dapat membantu mahasiswa
dalam menyelesaikan langkah Identifikasi Masalah, Eksplorasi Penyebab
Masalah, dan Penentuan Penyebab Masalah.
TOPIK I PEMETAAN KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK
PESERTA DIDIK

1. Menyusun Perangkat Asesmen Awal

Kita akan mulai pembelajaran tentang pemetaan kemampuan awal dan


karakteristik peserta didik, sebagai acuan dalam mengembangkan
perencanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran (PjBL,Tefa, Kelas
Industri, Kelas Kewirausahaan) dan PKL dengan terlebih dahulu menyaksikan
video-video berikut ini.

Setelah mencermati video pada box di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan


berikut ini:

1. Tuliskan pengalaman Anda ketika belajar di sekolah dulu.


Bagaimanakah guru Anda menangani peserta didik yang
kemampuan awal dan karakteristiknya berbeda-beda?
...............................................................................................................
...............................................................................................................
2. Jika Anda menjadi guru, apa yang akan Anda lakukan untuk
memberikan layanan pembelajaran agar peserta didik mudah dan
nyaman dalam belajar?
...............................................................................................................
...............................................................................................................

Selanjutnya, kita akan melakukan kajian materi berikut ini untuk lebih
memahami konsep pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta
didik.

Selama ini, strategi penyelenggaraan pembelajaran dilaksanakan secara


klasikal massal, dan lingkungan belajar yang disediakan seragam untuk
semua peserta didik, padahal pada hakekatnya setiap peserta didik memiliki
potensi dan kemampuan awal serta karakteristik yang berbeda. Kondisi
lingkungan belajar yang seragam dapat mengakibatkan peserta didik yang
kemampuan awal di bawah rata-rata akan mengalami kesulitan belajar dan
tertinggal, sebaliknya, peserta didik yang memiliki kemampuan awal berada di
atas rata-rata merasa jenuh, sehingga sering berprestasi di bawah potensinya.

Agar setiap peserta didik dapat berprestasi sesuai dengan potensinya,


diperlukan pelayanan pembelajaran yang berdiferensiasi (teaching at the right
level), yaitu memberikan lingkungan dan pengalaman pembelajaran yang
sesuai dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Untuk dapat
menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan pemetaan
kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

Asesmen awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal dan


karakteristik peserta didik ketika akan mempelajari suatu kompetensi,
sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar mengembangkan
rancangan layanan pembelajaran dan asesmen yang tepat. Asesmen awal ini
dapat dilakukan dengan memberikan tes atau nontes sesuai dengan
karakteristik kompetensi dan kondisi potensi lingkungan sekolah yang
tersedia.

Asesmen awal merupakan salah satu tahapan untuk merealisasikan


pembelajaran berpusat pada peserta didik, maka asesmen awal (Assessment
for Learning) perlu dilakukan. Dengan menyelenggarakan asesmen awal,
guru dapat memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.
Tujuan memetakan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik
terhadap kompetensi prasyarat maupun yang akan dipelajari, adalah untuk
mensinkronisasi (mengaitkan) kemampuan awal, terutama kemampuan
prasyarat dan kompetensi yang akan dipelajari. Informasi peta kemampuan
awal dan karakteristik peserta didik selanjutnya digunakan guru untuk
mengembangkan rancangan pembelajaran dan asesmen secara tepat.

a. Asesmen Awal Kognitif

1) Deskripsi asesmen awal


Menurut Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang
ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah diagnostik dapat dilakukan
dalam sebuah tes. Asesmen awal pembelajaran melingkupi konsep yang
luas meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik dalam
pembelajaran.
2) Tujuan asesmen awal
Tujuan asesmen awal adalah membantu kesulitan atau mengatasi
hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan
pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil belajar yang
diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran.
3) Fungsi asesmen awal
Fungsi asesmen awal adalah untuk mengidentifikasi kemampuan awal
dan karakteristik peserta didik. Asesmen awal dirancang untuk
mengetahui kemampuan awal dan karakteristik peserta didik, sehingga
desain perangkat asesmen awal harus sesuai dengan format dan
respon asesmen awal yang diharapkan. Bentuk perangkat asesmen awal
sebaiknya berupa supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat),
sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Jika terdapat
alasan tertentu sehingga menggunakan bentuk selected response
(misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa
memilih jawaban tertentu, sehingga dapat meminimalisir jawaban
tebakan, sehingga dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya.
4) Pelaksanaan asesmen awal
Asesmen awal dapat dilakukan pada waktu tertentu, seperti awal tahun
ajaran, awal semester atau awal pembelajaran. Pertimbangan
penetapan waktu dimaksudkan agar informasi yang diperoleh dari
asesmen awal dapat digunakan guru sebagai acuan dalam
mengembangakan rancangan pembelajaran dan asesmen yang tepat
sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

5) Metode asesmen awal


Untuk mendapatkan informasi yang objektif dan kredibel, metode
asesmen awal yang dapat digunakan, antara lain:
a) Metode tanya jawab
Metode tanya jawab akan dengan mudah mengetahui sampai sejauh
mana peserta didik memiliki kompetensi terkait kompetensi yang akan
dipelajari atau kompetensi yang menjadi prasyarat. Metode tanya
jawab juga dapat mengeksplorasi kompetensi peserta didik terkait
materi yang dipelajari, serta cukup efektif dalam mengaktifkan peserta
didik dalam proses pembelajaran yang akan dipelajari.
b) Test tertulis
Melalui tes tertulis dapat mengetahui sejauh mana tingkat kedalaman
dan keluasan kemampuan awal peserta didik. Tes tertulis dapat dalam
bentuk pertanyaan yang memuat seluruh jenis materi dan level
proses kognitif. Dengan cakupan materi seperti ini, diharapkan hasil
asesmen dapat merepresentasikan kemampuan peserta didik. Jenis
materi dan level proses kognitif dapat dijelaskan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Matriks dimensi materi dan dimensi proses kognitif


Sumber: Dokumen Penulis
c) Wawancara
Langkah strategis untuk mengukur kemampuan awal dan karakteristik
peserta didik terhadap kompetensi prasyarat dan kompetensi yang
akan dipelajari adalah dengan meminta peserta didik untuk
menceritakan pengalamannya terkait kompetensi yang akan diukur.
Misalnya saja jika kompetensi yang akan dipelajari "Pemupukan
Tanaman" maka guru dapat bertanya kepada peserta didik seperti
berikut, "siapa yang pernah melihat orang memupuk tanaman? atau
siapa yang pernah ikut melakukan pemupukan tanaman, coba
ceritakan pengalaman anda di depan teman-teman, tentang kegiatan
pemupukan tanaman, mulai dari Jenis pupuk, bentuk pupuk, warna
pupuk, konsep pemupukan, perhitungan kebutuhan pupuk, prosedur
pemupukan dan seterusnya.

d) Evaluasi Diri.
Untuk melakukan cara asesmen melalui evaluasi diri, guru dapat
membuat sebuah angket singkat untuk evaluasi mandiri (evaluasi diri)
terhadap peserta didik yang akan mengikuti pembelajaran. Cara ini
relatif mudah dilakukan, karena angket yang dibuat sederhana saja.
Berikut contoh angket untuk asesmen kemampuan awal mandiri:

Contoh:
Seberapa luas pengetahuan Anda pada kompetensi melakukan
pemupukan tanaman:
Misal hasilnya sebagai berikut:
(1) Saya pernah mendengar istilah pemupukan tanaman.
(2) Saya tidak tahu tentang jenis pupuk.

(3) Saya tidak tahu asal-usul pupuk.

(4) Saya belum pernah melakukan pemupukan tanaman.

e) Menggunakan metode mind mapping/peta konsep


Mind mapping dapat dilakukan untuk mengetahui atau menganalisis
kemampuan awal peserta didik dengan menggunakan metode mind
mapping (peta konsep). Misalnya saja kompetensi yang akan diukur
adalah "Pemupukan Tanaman" maka guru dapat meminta peserta
didik membuat peta konsep yang berhubungan dengan pemupukan
tanaman.

Peta konsep dapat dijadikan alat untuk mengecek kompetensi awal


yang telah dimiliki peserta didik sebelum mengikuti pembelajaran.
Caranya, menuliskan sebuah kata kunci utama tentang kompetensi
yang akan dipelajari di tengah-tengah papan tulis. Misalnya
"Pemupukan Tanaman", berikutnya guru meminta peserta didik
menyebutkan atau menuliskan hal-hal yang terkait dengan kompetensi
“Pemupukan Tanaman” yang relevan.

Membuat hubungan antara konsep pupuk dengan konsep yang telah


disebut (ditulis). Seberapa pengetahuan awal yang dimiliki peserta
didik dapat terlihat sewaktu mereka bersama-sama membuat peta
konsep di papan tulis. Cara lain misalnya dengan memberikan sebuah
peta konsep yang hanya berisi konsep utama, sementara itu peserta
didik harus mengisi kotak-kotak kosong yang telah disediakan pada
peta konsep itu dengan konsep yang relevan. Seberapa banyak kotak
kosong pada peta konsep yang tidak lengkap itu dapat diisi oleh
peserta didik, adalah indikasi seberapa pengetahuan awal yang
mereka milik terkait dengan kompetensi pemupukan tanaman.

Lihat contoh mind map tentang kompetensi Pemupukan Tanaman


pada gambar berikut.
Gambar 1.2 Mind Map Kompetensi Pemupukan Tanaman
Sumber : Dokumen Penulis

Apabila perangkat tes yang digunakan dalam asesmen awal


memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru dapat
mengetahui kemampuan awal peserta didik (Mardapi, 2012: 171). Jadi
dengan mengadakan asesmen awal, guru mengadakan diagnosis
kepada peserta didik tentang kemampuan dan karakteristiknya.
Dengan diketahuinya kemampuan awal, guru akan lebih mudah
memberikan layanan kepada peserta didik secara tepat.

b. Prosedur Pengembangan Asesmen Awal


Sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa asesmen awal ini mempunyai peran
yang penting agar pembelajaran lebih efektif, efisien dan menyenangkan
bagi peserta didik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perangkat
asesmen yang kredibel. prosedur pelaksanaan asesmen awal akan
menjelaskan tahapan pekerjaan untuk menghasilkan perangkat asesmen
yang valid, sehingga hasil asesmennya mampu memberikan informasi yang
dapat digunakan untuk menyusun perangkat pembelajaran dan asesmen
sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik.

1) Menyusun kisi-kisi soal


Kisi-kisi soal disusun untuk memberikan acuan dalam mengembangkan
perangkat tes. Kisi-kisi setidaknya memuat: a) Tujuan Pembelajaran
(TP), Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP); b) materi
pokok yang terkait; c) bentuk dan jumlah soal; serta d) indikator soal.
Asesmen yang dilakukan pada awal pembelajaran, identifikasi
kebutuhan materi asesmen awal dapat menggunakan matrik jenis materi
dan proses kognitif taksanomi Bloom, yang akan mampu memotret
gambaran secara utuh kemampuan awal peserta didik terhadap
kompetensi prasarat, maupun kompetensi yang akan dipelajari. Contoh
kisi-kisi soal dapat di lihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1: Kisi-Kisi Soal

Kurikulum : Merdeka Belajar

Program Keahlian : Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura

Kelas : 10 Fase E

Elemen Kompetensi : Pemupukan Tanaman

Jumlah Soal : -

Bentuk Soal : Uraian Jawaban Singkat

Elemen No
No Materi Indikator soal Level
Kompetensi Soal

Disediakan gambar bentuk pupuk, peserta didik


Memupuk Mengingat
1 dapat menyebutkan jenis pupuk berdasarkan 1 1
Tanaman konsep
asalnya

Disediakan gambar pupuk, peserta didik


1 1
dapat menyebutkan nama jenis pupuk

Disediakan gambar rumus kimia pupuk,


1 1
peserta didik dapat menyebutkan nama jenis pupuk

Disediakan kandungan utama unsur hara pupuk,


peserta didik dapat menyebutkan nama jenis 1 1
pupuk

Menggunakan Disediakan nama-nama jenis pupuk tanaman,


3 4
konsep peserta didik dapat mengidentifikasi jenis pupuk

Disediakan data kandungan dua unsur hara


pupuk, peserta didik dapat mengidentifikasi jenis 3 4
pupuk

Disediakan data kandungan dua unsur hara


3 4
pupuk, peserta didik dapat memilih jenis pupuk
LATIHAN TUGAS (LT.1.1): Membuat Kisi-Kisi Soal Asesmen Awal berdasarkan
Jenis Materi dan Level Proses Kognitif mulai dari menetapkan TP dan KKTP

DIMENSI PROSES KOGNITIF

Buatlah Kisi-Kisi

Jenis Materi 1 - - - -

Level Proses

Kognitif 1

Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi

Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2

Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses

Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5

Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi

Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3

Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses

Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5

Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi

Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4

Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses

Kognitif 1 Kognitif 2 Kognitif 3 Kognitif4 Kognitif 5

2) Menulis soal
Sesuai kisi-kisi soal yang telah disusun kemudian ditulis butir-butir soal. Jawaban atau
respons yang diberikan oleh peserta didik terhadap butir soal yang disusun, harus
memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi
prasyarat atau kompetensi yang akan dipelajari peserta didik.

Pada soal uraian, logika berpikir peserta didik dapat diketahui guru dari jawaban yang
ia tulis, tetapi pada soal pilihan, guru kurang dapat mengungkap kelemahan peserta
didik, karena soal tes pilihan rentang terhadap tebakan. Karena itu peserta didik perlu
menyertakan alasan atau penjelasan ketika memilih optsi (alternatif jawaban) tertentu.
3) Prinsip penyusunan soal
Tiga prinsip dalam menyusun soal yaitu; (1) menentukan secara jelas apa yang akan
dinilai (2) menyusun butir soal (3) menentukan kriteria pencapaian kompetensi yang
akan dinilai. Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir soal.
a) Menggunakan stimulus/kondisi, dalam contoh kisi-kisi di atas ada dalam kolom
indikator soal. stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik,
wacana, dialog, video, atau kasus/masalah. Stimulus berfungsi sebagai media
bagi peserta tes untuk berpikir menjawab soal. Tanpa stimulus, soal
cenderung menanyakan atau menilai kemampuan mengingat. Stimulus yang
digunakan seyogyanya yang positif, dalam arti tidak menimbulkan efek negatif,
misalnya menyudutkan obyek tertentu, atau memberikan penguatan untuk
berperilaku negatif. Stimulus diutamakan yang bersifat edukatif, memberi
wawasan, pesan moral dan inspirasi kepada peserta didik.
b) Menggunakan kontek yang baru dari materi yang sudah dipelajari.
Menggunakan suatu konteks yang sudah familier, karena sudah pernah
dibahas di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab
peserta didik tidak lagi berpikir, tetapi hanya mengingat.
c) Menggunakan kompleksitas prosedur berpikir/ proses kognitif. Mengacu pada
stimulus/kondisi soal, diharapkan stem soal mempertanyakan terkait dengan
stimulus dan menanyakan kompleksitas tingkat berpikir.

4) Menulis soal sesuai dengan kaidah penulisan soal


Untuk memastikan kualitas soal untuk menjaga validitas soal, soal perlu memenuhi
kaidah penulisan dari aspek konstruksi, substansi dan bahasa.

a) Konstruksi
● pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
● menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban.
● ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
● setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
● kondisi/stimulus soal berupa; teks, gambar, skenario, tabel, grafik,
wacana, dialog, video, atau kasus/masalah., atau yang sejenisnya
disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
b) Substansi
● soal harus sesuai dengan indikator.
● setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran, tp dan
kktp
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat fase.
c) Bahasa yang digunakan
● rumusan kalimat soal harus komunikatif.
● menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar (baku).
● tidak menimbulkan penafsiran ganda.
● tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
● tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik,suku, ras, dan agama..
● menggunakan bahasa yang komunikatif.
● kalimat soal tidak menyalin/menjiplak persis suatu teks bacaan,

LATIHAN TUGAS (LT.1.2): Eksperimen pembuatan perangkat asesmen awal untuk


memetakan kemampuan awal peserta didik dalam satu kelas

5) Mereview soal
Butir soal yang baik tentu memenuhi validitas isi, untuk itu soal yang telah ditulis harus
divalidasi oleh seorang pakar di bidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru
tidak memungkinkan untuk divalidasi oleh seorang pakar, soal tersebut dapat direviu
oleh guru-guru sejenis dalam MGMP atau setidaknya oleh guru-guru mapel program
keahlian dalam satu sekolah.
c. Menyusun kriteria asesmen
Jawaban atau respon yang diberikan oleh peserta didik terhadap soal asesmen awal
tentu bervariasi, karena itu untuk memberikan asesmen yang adil dan interpretasi
diagnosis yang akurat harus disusun suatu kriteria asesmen, apalagi bila tes yang sama
dilakukan oleh guru yang berbeda atau dilakukan oleh lebih dari satu orang guru.

Kriteria asesmen memuat rentang skor yang menggambarkan pada rentang berapa,
peserta didik didiagnosis sebagai mastery (tuntas) yaitu sudah menguasai tujuan
pembelajaran atau belum mastery yaitu belum menguasai tujuan pembelajaran tertentu,
atau berupa rambu-rambu bahwa dengan jumlah type error (jenis kesalahan) tertentu
peserta didik yang bersangkutan dinyatakan ada kesulitan sehingga harus diberikan
perlakuan yang sesuai.

Apabila penyusunan butir soal mengacu pada matrik dimensi materi dengan dimensi
proses kognitifnya Bloom dan dikemas dalam kemampuan lima dimensi kompetensi,
maka jawaban peserta didik langsung dapat diketahui jenis materi dan level proses
kognitif, ketrampilan serta pada dimensi kompetensi mana yang sudah dan yang belum
dikuasai.

Macam-macam asesmen awal yang dapat digunakan diantaranya:


1) Instrumen pilihan ganda
2) Instrumen pilihan ganda yang disertai alasan
3) Instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan
4) Instrumen pilihan ganda dan uraian
5) Instrumen uraian

d. Penskoran hasil asesmen awal dan pemetaan kemampuan awal peserta didik.
Penskoran asesmen awal secara prinsip tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes
yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat
karena harus menemukan fungsi asesmen awal. Pemetaan kemampuan awal peserta
didik, baik terhadap kemampuan prasyarat ataupun kompetensi yang sedang akan
dipelajari dapat digunakan tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Pemetaan kemampuan awal peserta didik

Nama Peserta didik

Ali Budi Cintiya Dedi


No Daftar Kemampuan
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

A Materi Fakta

1 Mengingat Fakta

B Materi Konsep

1 Mengingat Konsep

Menerapkan
2
Konsep

Menganalisis
3
Konsep

4 Mencipta Konsep

C Materi Prinsip

1 Mengingat prinsip

Menerapkan
2
prinsip

Menganalisis
3
prinsip

4 Mencipta prinsip

D Materi Prosedur

Mengingat
1
Prosedur

Menerapkan
2
Prosedur

Menganalisis
3
Prosedur

4 Mencipta Prosedur

E Materi Metakognitif

Mengingat Meta
1
Kognitif

Menerapkan Meta
2
Kognitif
Menganalisis Meta
3
Kognitif

Mencipta Meta
4
Kognitif

2. Menyusun Pemetaan untuk Merancang Pembelajaran

a. Pemetaan Kemampuan Awal

Pemetaan kemampuan awal peserta didik dirumuskan berdasarkan hasil


pengolahan asesmen kemampuan awal. Hasil pemetaan menunjukan tingkat
kemampuan awal peserta didik terhadap suatu kompetensi, yang diindikasikan
dalam penguasaan jenis materi dan level proses kognitifnya. Informasi hasil
pemetaan selanjutnya akan dijadikan dasar dalam menyiapkan dan
melaksanakan pembelajaran. Pemetaan kemampuan awal peserta didik dapat
menggunakan tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Peta Kemampuan Awal Peserta didik

Kompetensi/Pengetahuan yang belum dikuasai


Nama
No Peserta
didik Fakta Konsep Prinsip Prosedur Metakognitif

Mengingat Mengingat Mengingat Mengingat


Menerapkan Menerapkan Menerapkan Menerapkan
Ali Mengingat
Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis
Mencipta Mencipta Mencipta Mencipta

Mengingat Mengingat Mengingat Mengingat


Menerapkan Menerapkan Menerapkan Menerapkan
Budi -
Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis
Mencipta Mencipta Mencipta Mencipta

Mengingat Mengingat Mengingat Mengingat


Menerapkan Menerapkan Menerapkan Menerapkan
Cintya -
Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis
Mencipta Mencipta Mencipta Mencipta

Mengingat Mengingat Mengingat Mengingat


Menerapkan Menerapkan Menerapkan Menerapkan
Dedi -
Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis
Mencipta Mencipta Mencipta Mencipta
b. Pemetaan Gaya Belajar

Asesmen awal nonkognitif


Asesmen nonkognitif dalam modul ini dibatasi pada asesmen untuk
mengidentifikasi gaya belajar peserta didik. Asesmen ini penting diketahui agar
guru dapat mengetahui kecenderungan gaya belajar yang dominan pada setiap
peserta didik. Metode asesmen awal non kognitif dapat diakses melalui tautan
link berikut:

https://www.proprofs.com/quiz-school/story.php?title=mtywntezmqz871

Setelah mengikuti uji coba tes gaya belajar tersebut, mari kita lakukan refleksi.
1) Apakah Anda seorang Auditori? Kinestetik? Visual? Intelektual?

2) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar
yang sama dengan Anda?
3) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar
berbeda dengan Anda?
4) Apakah semua peserta didik memiliki gaya belajar yang sama? Mengapa?

5) Apakah semua peserta didik memiliki karakteristik yang sama?

Berdasarkan hasil refleksi ini, Anda telah memahami bahwa karakteristik dan
gaya belajar peserta didik berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan kemampuan
awal dan karakteristik peserta didik.

Menurut Dave Meier dalam bukunya Accelerated Learning bahwa setiap


manusia/peserta didik mempunyai semua gaya belajar yang ada yaitu; 1)
Somatic, 2) Auditori, 3) Visual dan 4) Intelektual (dikenal dengan istilah SAVI).
Masing-masing peserta didik mempunyai kecenderungan dominasi dari empat
gaya belajar yang ada, sedang gaya belajar yang lainnya tetap ada pada setiap
peserta didik, hanya kadarnya relatif lebih kecil. Berdasar pandangan ini ia
mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI (Somatic, Auditory,
Visual and Intellectual) atau somatis, auditori, visual dan intelektual.
Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan
belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera,
dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar
individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang
berbeda.

Berdasarkan teori Dave Meier tentang pembelajaran SAVI, untuk memperoleh


percepatan belajar peserta didik, guru dapat memfasilitasi semua gaya belajar
pada setiap materi pembelajaran. Apabila pendekatan ini diterapkan,
diharapkan semua peserta didik akan memperoleh percepatan belajar yang
optimal, karena semua gaya belajar yang dimilikinya mendapatkan lingkungan
belajar yang sesuai.
TOPIK 2
PEMBELAJARAN YANG BERPIHAK PADA PESERTA DIDIK

Eksplorasi Konsep

A. Memaknai Ragam Kerangka Strategi dalam Pembelajaran

A.1 Pembelajaran yang Berdiferensiasi (Developmentally Appropriate Practice)


Developmentally Appropriate Practice (DAP) bukan merupakan kurikulum atau
seperangkat standar kaku, melainkan seperangkat kerangka kerja, filosofi atau pendekatan
dalam pengembangan anak. Terkait penerapan DAP, Haspari, Ariati, dan Widiasari (2015)
memposisikan anak sebagai pemegang peranan utama dalam proses pembelajaran.
Dengan kata lain, kegiatan yang akan dan sedang dilakukan bertujuan untuk mewadahi
gagasan anak, memberikan banyak kesempatan untuk anak aktif bergerak dan bertanya,
menjelajah serta mencoba.

Pada pendekatan ini, media pembelajaran juga dapat disesuaikan dengan karakter
perkembangan anak usia prasekolah yang masih berada pada tahap Praoperasional, yaitu
saat anak membutuhkan benda konkret dan lingkungan. Bredekamp (dalam Ilfiandra, 2011)
menyatakan bahwa perkembangan anak merupakan suatu proses kompleks yang
melibatkan semua indera secara aktif bahkan terkadang melahirkan berbagai teka-teki
bahkan spekulasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri terdapat berbagai sudut pandang dalam
menjelaskan dinamika perkembangan dan belajar anak. Dengan merujuk pada pendapat
beberapa ahli psikologi perkembangan, Ilfiandra (2011) menjelaskan bagaimana anak
berkembang dan belajar sebagai berikut.

1) Perkembangan berlangsung sebagai suatu keseluruhan ranah fisik, sosial, emosional,


dan kognitif yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan kata lain, perkembangan itu
terjadi secara menyeluruh dalam seluruh aspek perkembangan dan memiliki kaitan yang
erat antara satu ranah dengan ranah lainnya.

2) Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif dapat diprediksi yaitu abilitas,
keterampilan, dan pengetahuan yang selanjutnya dibangun berdasarkan apa yang
sudah diperoleh terdahulu. Perkembangan berlangsung dalam rentang bervariasi
antaranak dan juga antarbidang perkembangan dari masing-masing fungsi.
3) Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif atau berbanding lurus terhadap
perkembangan anak. Hal itu berarti sedikit atau banyaknya frekuensi paparan
pengalaman yang diterima oleh seorang individu dapat berpengaruh perkembangannya.
Semakin banyak pengalaman yang diterima atau didapatkan, semakin kuat dan
terpenuhi kebutuhan perkembangannya. Demikian pula yang terjadi sebaliknya.

4) Perkembangan berlangsung dalam arah yang dapat diprediksi ke arah kompleksitas,


kekhususan, organisasi, dan internalisasi yang lebih meningkat. Belajar pada anak
berlangsung dari pengetahuan behavioral yang sederhana ke pengetahuan simbolik
atau representasional yang lebih kompleks.

5) Anak adalah pembelajar aktif. Pengalaman fisik dan sosial serta pengetahuan yang
ditransmisikan secara kultural mampu membantu anak untuk membentuk dan
menciptakan pemahamannya mengenai lingkungan sekitarnya

6) Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan
lingkungan yang mencakup lingkungan fisik dan sosial tempat anak tinggal. Bermain
merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif
anak, dan juga merefleksikan perkembangan anak.

7) Perkembangan dapat mengalami percepatan jika seorang anak memiliki kesempatan


untuk mencoba dan mengasah berbagai keterampilan baru yang tingkat kesulitannya
melampaui tugas perkembangan anak seusianya.

8) Anak mendemonstrasikan dan memahami lingkungannya dengan banyak cara. Mereka


cenderung memiliki cara belajar tertentu yang menjadi ciri khasnya atau strategi
andalannya. Berdasarkan hal tersebut, guru perlu menyediakan banyak kesempatan
bagi anak untuk melakukan lebih banyak eksplorasi tentang cara dan strategi belajar
yang lebih beragam untuk terus memaksimalkan potensi yang dimiliki.

9) Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas yang menghargai,
memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan aman baik secara fisik maupun
psikologis.
A.1.1 Miskonsepsi tentang Developmentally Appropriate Practice (DAP)

Berbagai penolakan terhadap pendekatan DAP disebabkan oleh kekeliruan dalam


memaknainya. Beberapa kesalahpahaman bersumber dari kedangkalan pengetahuan
mengenai perkembangan anak dan kecenderungan menyederhanakan perilaku anak yang
kompleks. Menurut Gestwicki (Ilfiandra, 2011) terdapat beberapa miskonsepsi mengenai
penerapan pendekatan DAP.

● Hanya ada satu cara dalam mengimplementasikan DAP.

Miskonsepsi ini terjadi sekitar 1987 karena beberapa kalangan melakukan kontradiksi
antara praktik yang tepat (appropriate) dan praktik yang tidak tepat (inappropriate). Ada
pandangan yang menolak pengalaman belajar yang terstruktur dengan alasan terlalu
kaku dan berpusat pada guru.

● Pendekatan dengan pendekatan DAP membuat proses pembelajaran tidak optimal.

Guru yang menerapkan DAP dianggap melakukan pengajaran secara minimal, bahkan
tidak ada sama sekali. Sekali lagi kekeliruan ini disebabkan oleh keterbatasan sudut
pandang orang yang mengemukakan bahwa guru cukup melakukan pengarahan dan
pengendalian.

● Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan DAP mengabaikan aspek akademik.

Interpretasi keliru ini berasal dari ketakutan orang terhadap pandangan bahwa jika anak
terlalu dini memperoleh stimulasi akademik, maka mereka akan mengalami kesulitan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

● Praktik pembelajaran yang berorientasi DAP dapat dicapai melalui permainan dan
materi tertentu.

Miskonsepsi ini merupakan bentuk omong kosong (nonsense) karena merupakan


pandangan yang terlalu menyederhanakan persoalan.

● Pembelajaran berorientasi DAP tidak memiliki tujuan yang jelas.

Miskonsepsi ini berasal dari kekeliruan mengartikan istilah tujuan pembelajaran meliputi
semua dimensi perkembangan, berdasarkan pemahaman terhadap tingkat
perkembangan, serta kebutuhan dan perkembangan individual anak.
● Kurikulum dalam praktik DAP adalah perkembangan anak.

Misinterpretasi ini disebabkan oleh pengabaian terhadap fakta bahwa disiplin ilmu lain
dalam pembelajaran mesti bersinergi dengan ilmu perkembangan anak untuk
memastikan anak dapat mewujudkan potensinya.

● DAP merupakan salah satu kecenderungan atau tren pendidikan. Miskonsepsi ini terjadi
karena adanya pola pikir yang beranggapan bahwa dalam penerapannya DAP menuntut
guru untuk melakukan banyak perubahan dalam pembelajaran. Padahal, penerapan
DAP tidak menuntut guru untuk mengubah segala sesuatu yang dilakukannya,
melainkan menyelaraskan tindakan pendidikan mereka dengan pengetahuan mengenai
perkembangan anak. Sebagai contoh, menggunakan pengetahuan mengenai
perkembangan anak untuk mengembangkan rencana pembelajaran dan penilaian.

A.1.2 Ciri-Ciri Proses Pembelajaran DAP

Program pembelajaran berorientasi DAP menggunakan perspektif perkembangan anak atau


pengetahuan mengenai perkembangan anak. Bredekamp dan Rosegrant (dalam Ilfiandra
(2011) mengemukakan bahwa DAP dijelaskan sebagai berikut.

1. Kegiatan disesuaikan dengan perkembangan anak dengan fokus agar anak mampu
melakukan konstruksi pengetahuan secara mandiri.

2. Kegiatan belajar mampu memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk


mendapatkan pengalaman belajar secara langsung.

3. Kegiatan belajar mampu mencakup semua aspek perkembangan anak.

4. Kegiatan belajar dapat berlangsung melalui projek, pusat belajar, dan bermain yang
mencerminkan minat anak.

5. Kegiatan belajar menyajikan materi belajar bersifat konkret dan kontekstual.

6. Rencana pembelajaran yang disusun berdasarkan hasil observasi dan pengukuran


secara berkelanjutan mengenai aktivitas anak, minat, kebutuhan, dan tingkat
keterlibatan.

7. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan dorongan kepada anak untuk
mencari tantangan baru dalam rangka mengembangkan perasaan mampu dan kendali
diri. Pada pendekatan ini guru diharapkan dapat menyadari bahwa setiap pengalaman
merupakan peluang belajar bagi anak dalam rangka menumbuhkan perasaan mampu
dan bertanggung jawab pada anak.

8. Guru memfasilitasi pengembangan kendali diri dan komunikasi sosial anak yang
disesuaikan dengan kemampuan bahasa dan tingkat kognisi anak.

9. Guru berbicara satu persatu dengan anak, memfasilitasi interaksi verbal dan menyajikan
pengalaman belajar bahasa secara terstruktur.

10. Aktivitas di dalam dan di luar ruangan digunakan secara bervariasi dengan intensitas
keterlibatan guru secara penuh.

11. Informasi dan gagasan dari orang tua membantu guru untuk mengenal anak dengan
lebih baik.

12. Penggunaan tes dan asesmen untuk mengetahui kesiapan anak mengikuti program
yang lebih tinggi merupakan cara yang dipakai.

13. Program belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak dan
tidak memaksakan sistem yang dikembangkan oleh guru.

Setelah membaca dan memahami mengenai pendekatan DAP, silakan melakukan riset mandiri
mengenai keunggulan dan kelemahan penerapan DAP di ruang kelas dalam rangka
menciptakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Anda dapat menggunakan
panduan pertanyaan berikut ini untuk memandu riset yang dilakukan.

1. Apa keunggulan dan kelemahan penerapan DAP di ruang kelas?

2. Menurut Anda, apa yang akan terjadi pada proses pembelajaran di ruang kelas jika guru
memahami perkembangan peserta didik dengan baik?

3. Menurut Anda, mengapa guru perlu menjadikan pengetahuan tentang perkembangan


anak sebagai bekalnya dalam melakukan pembelajaran di kelas?

Simpulkanlah hasil riset yang telah Anda lakukan dalam bentuk catatan, jurnal, peta
pikiran, ringkasan, atau bentuk lainnya untuk didiskusikan bersama dosen dan rekan
mahasiswa lainnya di kelas.
A.2 Pembelajaran yang Tanggap Budaya (Culturally Responsive Teaching)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sejuta budaya. Kondisi alam yang
beraneka ragam membuat masyarakat Indonesia memiliki pengalaman yang beragam pula
dalam menjalani kesehariannya. Maka, sudah semestinya pendidikan di negeri ini bisa
merangkul seluruh keragaman dengan memberikan pendidikan yang adil kepada setiap.
Adil pada konteks ini adalah dengan memberikan pendidikan sesuai dengan haknya
melalui proses pembelajaran yang tanggap budaya.

Pembelajaran yang tanggap budaya atau yang juga dikenal dengan istilah Culturally
Responsive Teaching (CRT) adalah suatu metode pembelajaran yang berfokus pada
adanya persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa
membedakan latar belakang budaya mereka. Dalam dunia pendidikan pembelajaran
tanggap budaya adalah model pendidikan teoritis yang tidak hanya bertujuan meningkatkan
prestasi peserta didik, tetapi juga membantu peserta didik menerima dan memperkokoh
identitas budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995) terdapat tiga proposisi pendidikan
tanggap budaya, yakni:

1. peserta didik mencapai kesuksesan akademis,


2. peserta didik mampu mengembangkan dan memiliki kompetensi budaya (cultural
competence), serta
3. peserta didik membangun kesadaran kritis (critical consciousness) sehingga mereka
dapat berpartisipasi dalam merombak tatanan sosial yang tidak adil.

Dalam pandangan Gay (2002) terdapat lima elemen esensial dalam pendidikan
tanggap budaya, yakni “developing a knowledge base about cultural diversity, including
ethnic and cultural diversity content in the curriculum, demonstrating caring and building
learning communities, communicating with ethnically diverse students, and responding to
ethnic diversity in the delivery of instruction”.

Setidaknya terdapat lima panduan atau prinsip aplikasi pendidikan tanggap budaya,
yaitu (1) pentingnya budaya, (2) pengetahuan terbentuk sebagai bagian dari konstruksi
sosial, (3) inklusivitas budaya, (4) prestasi akademis tidak terbatas pada dimensi intelektual
an sich, serta (5) keseimbangan dan keterpaduan antara kesatuan dan keragaman (Greer,
et.al., 2009).
Villegas dan Lucas (2002) ketika membahas mengenai karakteristik guru tanggap
budaya mengungkap enam karakteristiknya, antara lain:

1. mempunyai kesadaran sosio-kultural,


2. mempunyai afirmasi terhadap keragaman latar belakang peserta didik,
3. mempunyai kepercayaan diri dalam mengemban tugas,
4. memahami bagaimana peserta didik mengkonstruksi pengetahuan dan mendorong
peserta didik mengembangkan konstruksi pengetahuannya sendiri,
5. mengetahui pola hidup peserta didik, dan
6. menggunakan informasi mengenai pola hidup peserta didik untuk mendesain
pembelajaran yang bermakna (Villegas dan Lucas, 2002).

Dengan demikian, pendidikan guru tanggap budaya tidak hanya bertujuan membekali
guru untuk menyadari, menghormati dan mengakui kenyataan bahwa terdapat keragaman
budaya atau nilai berbeda pada peserta didik yang berasal dari latar belakang suku,
agama, bahasa, dan etnis berbeda, tetapi juga mempunyai pengetahuan lebih mendalam
mengenai sisi-sisi khusus atau keunikan dari budaya peserta didik dan menggunakannya
sebagai titik berangkat dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (Gay,
2002).

Sebagai bentuk pemahaman Anda terhadap pembelajaran yang tanggap budaya,


simaklah pertanyaan berikut ini dengan seksama. Lalu, berikan tanggapan Anda dalam
bentuk jurnal refleksi atau kegiatan diskusi bersama dosen dan atau rekan mahasiswa di
kelas.

● Menurut Anda, mengapa guru perlu memahami tentang kerangka strategi dalam
pembelajaran yang tanggap budaya?
● Apa implikasinya dalam kegiatan belajar di kelas?
● Menurut Anda, apakah proses pembelajaran yang pernah Anda amati sudah
menggunakan kerangka strategi pembelajaran yang tanggap budaya? Mengapa
demikian?
Setelah berefleksi dan berdiskusi bersama, simaklah kembali sekilas kisah
pembelajaran yang dilakukan oleh Made berikut sebagai salah satu contoh gambaran
pembelajaran yang tanggap budaya.
Dari contoh Ida di atas, menurut Anda, tantangan apa yang mungkin muncul jika Idae tidak
menerapkan pembelajaran yang tanggap budaya di kelasnya? Mengapa? Apa kaitannya
dengan teori yang sudah Anda pelajari pada topik sebelumnya?

A.3 Pembelajaran yang Sesuai Level (Teaching at the Right Level)

Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia dikelompokkan berdasarkan usia peserta


didik. Padahal, jika kita ketahui lebih lagi pertambahan usia tak sejajar dengan
perkembangan belajar. Setiap perkembangan peserta didik memiliki pendekatan yang
berbeda. Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan guru
dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk menjembatani
perbedaan yang ditemukan. Peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas, namun
disesuaikan berdasarkan kemampuan peserta didik yang sama. Setiap fase ataupun
tingkatan tersebut mempunyai capaian pembelajaran yang harus dicapai. Proses
pembelajaran peserta didik akan disusun mengacu pada capaian pembelajaran tersebut
namun disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan kebutuhan peserta didiknya.
Teaching at the Right Level (TaRL) memungkinkan anak-anak memperoleh
keterampilan dasar, seperti membaca dan berhitung dengan cepat. Tanpa memandang usia
atau kelas, pengajaran dimulai pada tingkat anak. Inilah yang dimaksud dengan "Mengajar
pada Tingkat yang Sesuai". Fokusnya adalah membantu anak-anak dengan dasar
membaca, memahami, mengekspresikan diri, serta keterampilan berhitung sesuai dengan
tingkat kemampuannya.

Guna menerapkan pendekatan ini, tentunya seorang pendidik harus melakukan


beberapa tahapan, sebagai berikut.
1) Pahami Peserta Didik
Pahami peserta didik dengan apa yang mereka sukai, tipe gaya belajar apa yang
membuat mereka nyaman, serta bagaimana karakteristik setiap peserta didik. Selalu
ingat bahwa setiap peserta didik itu unik dan memiliki kemampuannya masing-masing.
2) Rancang Perencanaan Pembelajaran
Rancang perencanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan hasil identifikasi peserta
didik serta pengelompokkan peserta didik dalam tingkat yang sama.
3) Mengikuti Ragam Pelatihan
Sebagai seorang pendidik, penting untuk mengikuti berbagai ragam pelatihan guna
memahami konsep pendekatan serta teknik yang sesuai agar TaRL dapat
diimplementasikan dengan baik.
Cara menggunakan capaian pembelajaran dengan prinsip pembelajaran yang
disesuaikan dengan tingkat pencapaian peserta didik (kebutuhan, kecepatan, dan gaya
belajar sesuai dengan fase perkembangan anak) dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Ciptakan lingkungan yang penuh perhatian, saling peduli, terbuka, dan nyaman untuk
belajar.
2) Tumbuhkan hubungan yang positif dan konsisten dengan anak-anak lain dan orang
dewasa (dalam jumlah yang terbatas).
3) Ciptakan kebiasaan saling menghargai dalam ruang kelas sehingga anak juga belajar
untuk menghormati dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada dan mampu
menghargai kelebihan-kelebihan tiap orang.
4) Berikan anak-anak kesempatan untuk bermain bersama, mengerjakan tugas dalam
kelompok kecil, berbicara dengan teman-temannya atau orang dewasa. Melalui hal-hal
tersebut anak belajar bahwa kelebihan dan minatnya berpengaruh terhadap
kelompoknya.
5) Lingkungan belajar harus mempunyai tempat untuk dapat bergerak dan beraktivitas
dengan leluasa namun juga menyediakan tempat di mana mereka dapat beristirahat.

6) Berikan anak keleluasan untuk belajar dengan berbagai cara serta sediakan juga
kegiatan yang terjadwal dan rutin.
7) Gunakan metode mengajar yang tepat.
8) Ciptakan lingkungan yang tanggap akan kebutuhan anak dan merangsang kecerdasan.
9) Gabungkan bermacam-macam pengalaman, material, dan strategi mengajar dalam
menyusun kurikulum serta sesuaikan dengan pengalaman-pengalaman, tingkat
kematangan, gaya belajar, kebutuhan, dan minat peserta didik.

A.3.1 TaRL dalam Kurikulum Merdeka

Di dalam kelas tentu saja mungkin kerap kali menemui berbagai karakteristik peserta didik,
tidak terkecuali karakteristik perkembangan akademiknya. Ada peserta didik yang cepat
belajar dan ada juga yang sedikit lambat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru.
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena level peserta didik tersebut belum tepat dengan
level atau capaian belajar yang ditetapkan.

TaRL merupakan pendekatan pedagogis yang memperhatikan persamaan level


kemampuan berdasarkan evaluasi. Peserta didik dikelompokan berdasarkan tingkat
pembelajaran dari usia dan kelas.

Selanjutnya guru harus secara konsisten mengukur kemampuan membaca, menulis, dan
memahami. Jika dalam prosesnya peserta didik tidak mencapai hasil yang diharapkan,
maka guru harus menyiapkan program remedial. Pendekatan TaRL terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.

TaRL merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan
mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik. Inilah yang menjadikan TaRL berbeda dari
pendekatan biasanya. TaRL dapat menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan
pemahaman yang selama ini terjadi dalam kelas.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada guru dalam mengajar disesuaikan


dengan kemampuan peserta didiknya. Fakta ini tentu saja menjadikan konsep pendekatan
TaRL sebagai hal yang perlu dibahas lebih mendalam lagi.
B. Penerapan Kerangka Strategi dalam Perencanaan Pembelajaran

B.1 Perencanaan Pembelajaran

B.1.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya
target pembelajaran yang sesuai dengan jenjang, kemampuan, serta kesiapan peserta didik di
kelas. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Secara umum RPP dapat didefinisikan sebagai seperangkat rencana pembelajaran yang
memberi arahan bagi guru materi apa saja yang akan diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya (Spratt, et al., 2005). Definisi di atas menunjukkan bahwa unsur yang harus
ada dalam suatu lesson plan adalah materi pelajaran yang harus dikuasai dan bagaimana
pembelajaran untuk mencapai materi tersebut akan dirancang, dikelola, dan dievaluasi
keberhasilannya.

B.2 Rencana Pembelajaran yang Berpihak Pada peserta didik

RPP disusun untuk setiap target pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Menurut Harmer (2001), rancangan
pembelajaran yang baik memiliki dua ciri utama, yaitu keselarasan (coherence) dan
keberagaman (variety).
1. Keselarasan (Coherence)

Keselarasan berarti RPP memiliki pola yang logis dan memiliki keterkaitan antarbagian
atau antarunsur yang membentuk satu kesatuan. Jika dalam sebuah RPP terdapat tiga
kegiatan yang berbeda-beda, maka harus ada keterkaitan antara ketiga jenis kegiatan.
Setidaknya, masing-masing kegiatan tersebut harus mencapai satu tujuan yang sama.
Jika tidak ada keterkaitan antar kegiatan, maka bisa dikatakan bahwa RPP tersebut
tidak koheren atau tidak selaras.

2. Keberagaman (Variety)

Variety berarti penggunaan jenis-jenis aktivitas yang berbeda. Suatu drill yang dilakukan
secara monoton dalam keseluruhan cakupan waktu untuk satu pertemuan sudah pasti
akan membuat pelajaran menjadi sangat menjemukan. Untuk mencapai suatu
kompetensi tertentu seringkali diperlukan beberapa aktivitas berkesinambungan yang
nantinya secara bersama-sama akan dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang
diinginkan tersebut.

Kedua ciri yang disebutkan di atas, sekilas terlihat seperti dua kata berlawanan. Dalam kondisi
ekstrim, RPP yang sangat selaras atau koheren mungkin tidak memenuhi syarat keberagaman
karena keterikatan satu sama yang antarkegiatan yang terkesan kaku. Sebaliknya sebuah RPP
yang memuat aktivitas yang sangat beragam dapat menjadi kurang koheren karena
memungkinkan kecenderungan adanya aktivitas yang tidak terkait satu sama lain. Harmer
(2001) menyarankan untuk dilakukannya suatu kompromi ‘Plan a lesson that has an internal
coherence but which allows students to do different things’. Seorang guru harus mampu
merancang RPP yang memiliki koherensi internal tanpa menghalangi peserta didik untuk
melakukan berbagai jenis aktivitas yang bervariasi namun tetap relevan.
TOPIK III TELAAH PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN
ASESMEN DALAM PERENCANAAN, PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN DENGAN BERBAGAI
MODEL DAN KONTEKS PEMBELAJARAN DI SMK

Eksplorasi Konsep

Sekarang kita akan mempelajari prinsip pembelajaran dan asesmen di SMK dalam
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan asesmen pembelajaran
dengan model Project Based Learning (PjBL) yang diterapkan dalam konteks pembelajaran,
seperti Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak
Wirausaha/SPW).

1. Telaah pembelajaran dan asesmen pada model Project Based Learning (PjBL)

Sebelum Anda mempelajari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL), silahkan
cermati link video berikut:

Video 3.5 Konsep PjBL https://youtu.be/KYoCNpEDltQ

Nah, saya kira Anda sudah memiliki gambaran awal tentang model pembelajaran Project
based learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis projek. Untuk itu, mari kita lanjutkan
pembahasan kita tentang PjBL.

Guru SMK sebagai pengendali mutu pembelajaran teori di kelas dan praktik di bengkel atau
laboratorium tentu harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif untuk mengembangkan
model-model pembelajaran yang relevan di era transformasi digital dan revolusi Industri 4,0
ini. Guru SMK harus mampu mengikuti perubahan zaman dan teknologi. Untuk itu guru SMK
harus memiliki ide kreatif dalam menyelesaikan permasalahan bagaimana softskill dan
hardskill peserta didik bisa terbentuk secara perlahan melalui pembelajaran. Menurut Sudira
(2020) cara-cara baru dalam mengajar yang lebih inovatif diperlukan untuk memecahkan
masalah Pembelajaran Vokasional. Muara skill mengajar pada Pembelajaran Vokasional era
transformasi digital dan revolusi Industri 4,0 tidak lain dan tidak bukan adalah skills to solve
vocational learning problems creatively. Pembelajaran Vokasional era Transformasi Digital
dan Revolusi Industri 4,0 harus mengajarkan dan melatih peserta didik kemampuan belajar
memecahkan masalah dengan kreatif. Model-model pembelajaran pemecahan masalah
(PBL) dan model pembelajaran berbasis projek (PjBL) cocok diterapkan dan disarankan
lebih banyak diterapkan dalam pembelajaran.

Pembelajaran berbasis projek adalah model pembelajaran yang memungkinkan peserta


didik belajar melalui pengalaman praktis dalam menyelesaikan projek atau tugas yang
terkait dengan kehidupan nyata. Pembelajaran berbasis projek menekankan pada
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, di mana peserta didik diberi kesempatan
untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan, menerapkan, dan mengevaluasi solusi atas
masalah yang ada melalui projek atau tugas yang mereka kerjakan. Peserta didik diarahkan
untuk bekerja dalam kelompok atau tim dan didorong untuk menggunakan berbagai
keterampilan seperti keterampilan komunikasi, kolaborasi, pemecahan masalah, dan
kreativitas untuk menyelesaikan projek atau tugas. Selama proses pembelajaran, guru
berperan sebagai fasilitator, memberikan panduan dan dukungan kepada peserta didik
dalam menjalankan projek.

Project based learning menghasilkan hasil belajar yang lebih autentik dan bermanfaat bagi
peserta didik karena mereka bekerja pada projek atau tugas yang menantang, menarik, dan
relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu pembelajaran berbasis projek dapat membantu
peserta didik untuk mengembangkan keterampilan abad 21 seperti literasi digital, kreativitas,
inovasi, dan berpikir kritis.

Secara umum menurut Sudira (2020), sintak/langkah-langkah pembelajaran berbasis projek


(project based learning) meliputi: (a) Penentuan pertanyaan mendasar (Start with the
Essential Question); (b) Mendesain perencanaan projek (Design a Plan for the Project); (c)
Menyusun jadwal (Create a Schedule); (d) Memonitor peserta didik dan kemajuan projek
(Monitor the Students and the Progress of the Project); (e) Menguji hasil (Assess the
Outcome), dan (f) Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience).

Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya inovasi pembelajaran di SMK, pembelajaran


berbasis projek dirancang untuk menghasilkan projek nyata berupa produk atau jasa
sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai soft skills, hard skills, dan
karakter. Sintak pembelajaran berbasis projek dituntut menyesuaikan dengan inovasi
pembelajaran di SMK yang terus berkembang untuk memberikan bekal hidup (life skill)
kepada lulusan siap beradaptasi dengan segala perubahan dan ketidakpastian. Hal ini
senada dengan pendapat Sudira (2020) bahwa model-model pembelajaran vokasional
masa lalu yang terikat oleh satu model dengan beberapa langkah aturan atau sintak yang
ketat akan diabaikan oleh anak-anak millenial di dalam belajar atau menyusun
pembelajaran. Model pembelajaran vokasional masa depan cenderung lebih terbuka, bebas
dari ikatan satu aturan model sintak tertentu.

Untuk itu alur atau sintak pembelajaran berbasis projek yang dikembangkan di SMK
mengikuti atau menyerupai alur kerja yang ada di dunia kerja untuk menghasilkan sebuah
produk atau jasa yang nyata, bukan sekedar simulasi. Pesanan atau order dipandang
sebagai masalah (problem) yang harus diselesaikan. Permasalahan-permasalahan dijawab
dalam bentuk alur atau sintak yang biasa digunakan di dunia kerja dan ini diadopsi sebagai
sintak pembelajaran berbasis projek di SMK.

Penekanan pembelajaran berbasis projek terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik


dalam menghasilkan produk yang menerapkan keterampilan menganalisis, menghitung
biaya, merancang, membuat, pengendalian mutu dan menghasilkan produk hasil
pembelajaran berdasarkan pekerjaan dan pengalaman nyata. Pembelajaran berbasis projek
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih merencanakan, melaksanakan
kegiatan sesuai rencana dan menampilkan atau melaporkan hasil kegiatan.

Produk barang atau layanan jasa dalam pembelajaran berbasis projek di SMK
dikembangkan sebagai permasalahan atau tantangan yang harus diselesaikan. Produk
barang atau layanan dibedakan berdasarkan: (1) order dari konsumen (dunia kerja atau
masyarakat), atau (2) usaha kewirausahaan sekolah (guru, peserta didik) atas inisiatif dan
kreatifitas sekolah dengan memperhatikan potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya.

Model pembelajaran berbasis projek atau Project Based Learning (PjBL) pada pembelajaran
dan asesmen di SMK akan diterapkan dalam beberapa konteks pembelajaran, seperti
Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak
Wirausaha/SPW).

a. Alur pembelajaran berbasis projek (PjBL) di SMK.

Pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning/PjBL) di Sekolah Menengah


Kejuruan merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam
projek-projek nyata berupa pesanan dari internal sekolah seperti produk kreatif sekolah,
dari mitra dunia kerja, atau masyarakat. Projek yang dibuat berdasarkan produk kreatif
guru maupun peserta didik dilakukan apabila belum memungkinkan adanya order atau
pesanan dari konsumen, mitra dunia kerja atau masyarakat.

Berdasarkan Panduan Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based


Learning) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diterbitkan oleh Direktorat SMK
tahun 2021, alur pembelajaran berbasis projek berdasarkan produk pesanan (order) baik
dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah (mitra dunia kerja dan masyarakat)
digambarkan seperti gambar berikut:

Gambar 3.1 Alur pembelajaran berbasis projek (PjBL) di SMK dengan projek/produk
berupa barang. (Dit SMK, 2021)

Pembelajaran berbasis projek dengan produk atau projek yang dibuat berdasarkan
order/pesanan, peserta didik dengan bimbingan guru melaksanakan alur pembelajaran
sebagai berikut:

1) Menerima pesanan projek/produk. Sekolah dengan melibatkan peserta didik


menerima order atau pesanan projek/produk untuk melatih kemampuan komunikasi
dengan pelanggan.
2) Analisis projek/produk. Analisis projek atau produk bertujuaan memastikan material
yang digunakan, ukuran, proses pengerjaan, dan ketersediaan sumber daya dengan
memperhatikan penguasaan kompetensi peserta didik dan guru.
3) Merancang projek/produk. Setelah dilakukan analisis, selanjutnya dilakukan
persiapan dan pelaksanaan pembelajaran. Merancang produk/projek berupa desain
produk, merencanakan bahan dan alat yang digunakan, dan jadwal pengerjaan
produk/projek. Merancang produk dilanjutkan dengan membuat rancangan
pembelajaran yang dituangkan guru ke dalam bentuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran atau Perangkat Pembelajaran yang berisi di dalamnya lembar kerja
(job sheet).
4) Membuat produk/projek sesuai spesifikasi dan prosedur yang ditentukan. Pada alur
membuat produk/projek dilaksanakan pembelajaran di bengkel atau laboratorium
yang diampu oleh guru. Produk/projek dikerjakan oleh peserta didik dengan dibimbing
dan dipantau guru yang bertindak sebagai supervisor dengan menggunakan lembar
kerja (job sheet).
5) Memeriksa projek atau uji coba produk (quality control). Produk/projek yang sudah
selesai dikerjakan oleh peserta didik, dilakukan uji fungsi atau uji kualitas oleh peserta
didik di bawah bimbingan guru sebagai langkah quality control. Pada saat peserta
didik melakukan quality control dikaitkan dengan pembelajaran pembelajaran, maka
alur pemeriksaan atau ujicoba adalah merupakan pelaksanaan asesmen yang
dilakukan oleh guru dan dituangkan ke dalam lembar penilaian yang ada pada job
sheet.
6) Mengemas produk atau finishing project. Kemasan produk dilakukan untuk
mengamankan pengiriman produk/projek pesanan kepada pelanggan.
7) Mengirim produk/projek atau menyerahkan produk/projek kepada pelanggan bisa
dilakukan oleh sekolah maupun ekspedisi jasa pengiriman barang.
Untuk produk berupa layanan jasa, umumnya jenis produk atau layanan jasa sudah
ditentukan sebelumnya dan juga sudah terstandar durasi waktu pengerjaan dan harga
atau biaya layanan jasa yang ada pada brosur, sehingga tidak lagi dilakukan analisis
produk. Sebagai penggantinya dilakukan verifikasi ketersediaan layanan jasa. Berikut
adalah ilustrasi alur projek berupa layanan jasa menurut Panduan Pengelolaan
Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning) di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang diterbitkan oleh Direktorat SMK tahun 2021.
Gambar 3.2 Alur pembelajaran berbasis projek di SMK berupa produk/projek layanan
jasa. (Dit SMK, 2021)

Alur pembelajaran berbasis projek dengan produk/projek berupa layanan jasa dapat
dijelaskan seperti berikut ini.

1) Menerima konsumen/mitra bisnis yang membutuhkan layanan jasa. Sekolah


menerima pesanan layanan jasa dari konsumen: masyarakat, dunia kerja, internal
sekolah (guru dan warga sekolah). Untuk layanan jasa, biasanya biaya atau harga
layanan sudah ditetapkan sebelumnya.
2) Verifikasi ketersediaan layanan jasa. Sekolah melakukan verifikasi pesanan layanan
jasa berdasarkan ketersediaan layanan jasa yang dimiliki sekolah. Untuk layanan
jasa, biasanya sudah ada jenis-jenis layanan jasa yang dapat dilayani.
3) Menyiapkan layanan jasa berdasarkan permintaan pelanggan. Menyiapkan personil
dan peralatan maupun bahan untuk keperluan layanan jasa. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran, persiapan layanan jasa ini dituangkan guru ke dalam bentuk Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan Job sheet (lembar kerja).
4) Melayani jasa sesuai permintaan konsumen dan prosedur yang ditentukan. Layanan
jasa dikerjakan oleh peserta didik dengan dibimbing dan dipantau guru. Dalam tahap
ini guru bertindak sebagai supervisor.
5) Memastikan layanan jasa sudah sesuai dengan permintaan konsumen. Layanan jasa
yang telah dilaksanakan peserta didik, dipastikan telah memenuhi prosedur yang
ditentukan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, pemeriksaan atau ujicoba ini
adalah pelaksanaan penilaian yang dapat dituangkan guru ke dalam bentuk Lembar
Penilaian.
6) Mengakhiri layanan dan menjalin kemitraan dengan konsumen/mitra bisnis. Pada
akhir layanan, biasanya diupayakan agar konsumen atau mitra bisnis menjadi
pelanggan setia, untuk itu dilakukan berbagai upaya seperti mencatat nomor telepon
konsumen, memberikan cindera mata, dan sejenisnya.
Penyelenggaraan pembelajaran berbasis projek di SMK diawali dengan membangun
kemitraan dengan dunia kerja (link and match). Kemitraan sekolah dengan dunia kerja
dinaungi dengan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) untuk
memastikan kerjasama berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan bersama.

Kegiatan kemitraan dalam rangka penyelenggaraan pembelajaran berbasis projek


adalah:

1) Penyelarasan kurikulum bersama dengan dunia kerja, agar kompetensi yang


dikembangkan di sekolah sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang dibutuhkan
dunia kerja.
2) Penyelarasan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) antara sekolah dan
dunia kerja. Pada kurikulum merdeka dinamakan dengan penyelarasan Capaian
Pembelajaran (CP). Melalui penyelarasan KI-KD atau penyelarasan Capaian
Pembelajaran diharapkan tidak ada kesenjangan antara kompetensi tamatan dengan
kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Hasil penyelarasan KI-KD atau CP industri bisa
menambahkan manakala ada kompetensi yang belum ada pada KI-KD atau CP tetapi
dibutuhkan oleh industri. Capaian pembelajaran hasil penyelarasan diturunkan ke
dalam Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran yang merupakan
rangkaian dari beberapa Tujuan Pembelajaran (disebut juga dengan silabus) sebagai
bahan untuk menyusun Perangkat Pembelajaran (Modul Ajar atau RPP).
3) Pemenuhan fasilitas. Hal ini sebagai acuan untuk analisis pesanan projek, apabila
fasilitas atau kebutuhan peralatan belum dimiliki oleh SMK, sementara fasilitas
peralatan yang dibutuhkan ada di mitra dunia kerja, maka SMK bisa berkolaborasi
dengan dunia kerja untuk menggunakan fasilitas yang dimiliki mitra dunia kerja.
4) Perolehan order/pesanan. Kerjasama kemitraan dengan dunia kerja dapat
menumbuhkan tingkat kepercayaan dari masyarakat sebagai pelanggan kepada
kegiatan PjBL di sekolah, sehingga menumbuhkan jumlah pesanan atau order
produk/projek.

b. Perencanaan pembelajaran berbasis projek


Perencanaan pembelajaran dilakukan setelah penerimaan order yang ditindaklanjuti
dengan analisis projek atau layanan jasa. Hasil analisis berupa pemetaan kompetensi
dan mata pelajaran yang terlibat serta sumber daya yang dibutuhkan yang akan dipakai
dalam merancang projek atau layanan jasa. Merancang projek atau layanan jasa
berdasarkan permintaan/spek pelanggan dituangkan dalam rencana pembelajaran
projek. Membuat perencanaan pembelajaran projek disusun oleh guru berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Perangkat Pembelajaran yang berisi/terlampir
lembar kerja (job sheet). Pada pembelajaran kurikulum merdeka, perangkat
pembelajaran disebut dengan Modul Ajar.
Gambar 3.3 Alur perencanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk.

Gambar 3.4 Alur perencanaan pembelajaran berbasis projek berupa jasa.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menyusun rencana pembelajaran berbasis


projek adalah:

1) Pemetaan kompetensi.

Guru bisa melibatkan peserta didik memetakan kompetensi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan projek/produk melalui analisis projek/produk atau layanan jasa. Hasil
analisis berupa kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
projek/produk yang diturunkan menjadi Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan
Pembelajaran dari pembelajaran berbasis projek. Hasil analisis projek tidak menutup
kemungkinan menghasilkan pembelajaran tematik yang diterapkan dalam
pembelajaran berbasis projek, sehingga pembelajaran merupakan kolaborasi dari
berapa mata pelajaran. Ilustrasi analisis projek/produk seperti pada gambar berikut:

Gambar 3.5 Analisis kompetensi yang terkait dengan projek.

Projek/ produk kreatif sekolah berupa kue Donat yang dipasarkan secara online
membutuhkan kolaborasi antara mata pelajaran Boga, Desain Komunikasi Visual
(DKV), Bahasa Indonesia, dan Teknik Informasi dan Komunikasi. Kegiatan analisis ini
dikoordinir oleh Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum.
2) Pemetaan alur pencapaian kompetensi.

Alur pencapaian kompetensi identik sebagai alur tujuan pembelajaran berbasis


projek. Sebagai contoh penetapan Alur Tujuan Pembelajaran projek kue donat yang
dipasarkan secara daring:

Tabel 3.1. Contoh Alur Tujuan Pembelajaran

Aktivitas Pembelajaran Tujuan Pembelajaran


No Mata Pelajaran Alokasi Waktu
Projek Projek

Peserta didik mampu Produk Cake


1 Membuat kue donat 4 JP
membuat kue donat dan Kue

Peserta didik mampu Desain


Membuat kemasan kue
2 membuat kemasan dari Komunikasi 4 JP
donat
kertas karton Visual

Peserta didik mampu Teknik


Mengembangkan aplikasi
3 membuat aplikasi Komunikasi dan 2 JP
penjualan secara online
penjualan secara online. Informatika

Komunikasi efektif pada Peserta didik mampu


Bahasa
4 penjualan produk secara berkomunikasi tulisan 4 JP
Indonesia
online dan verbal.

Total waktu 16 JP

Urutan mata pelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Di dalam melakukan


penjualan bisa mengembangkan aplikasi penjualan online melalui platform digital.
Beberapa platform digital yang sudah ada seperti shopee, tokopedia, website
sekolah, blog, WhatsApp, instagram, facebook, iklan di radio swasta dan lain-lain.

3) Menyusun Perangkat Pembelajaran (Modul Ajar/RPP) dan Job sheet.

Setelah tersusun tujuan pembelajaran masing-masing mata pelajaran yang terkait


dengan projek yang terjadwal sesuai dengan alur tujuan pembelajaran beserta
alokasi waktunya, maka dilanjutkan dengan menyusun perangkat pembelajaran
(modul ajar/RPP) yang dilengkapi dengan lembar kerja jobsheet.

Berikut adalah contoh job sheet yang dapat diunduh pada link berikut:
Contoh Lembar Kerja (Job sheet):

https://drive.google.com/file/d/1ntWLmozEB61TvuS0Egfd2FvDsrPQWJJ9/view?usp=sharing

c. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek

Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa mengikuti
alur seperti pada gambar berikut:

Gambar 3.6 Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk.

Gambar 3.7 Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa jasa layanan.

Peserta didik melaksanakan projek sesuai dengan jadwal mata pelajaran yang
ditetapkan dengan menggunakan lembar kerja (jobsheet). Lembar kerja atau jobsheet
merupakan bagian atau lampiran dari perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru.

Guru melakukan pendampingan, memantau kemajuan setiap kelompok, memberikan


bimbingan dan umpan balik yang dibutuhkan untuk membantu kelompok mencapai
tujuan mereka. Pada pekerjaan yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi dan peserta
didik belum menguasai kompetensi untuk mengerjakan proyek/produk, maka guru harus
membekali materi secara khusus sampai mereka dapat melaksanakan pekerjaan
tersebut. Apabila berdasarkan hasil pemetaan ternyata pekerjaannya sederhana dan
peserta didik sudah menguasai kompetensi yang diperlukan maka peserta didik dapat
langsung mengerjakan projek/produk.

Monitoring dilakukan untuk menentukan apakah mereka telah mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan produk sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan melalui
quality control. Presentasi hasil projek di kelas atau kepada pelanggan untuk
memastikan bahwa hasil projek sudah sesuai dengan spesifikasi.
Produk yang sudah memenuhi standar dan spesifikasi yang diuji melalui uji fungsi dan
quality control, dikemas dan dikirim kepada pelanggan. Produk layanan jasa apabila
sudah sesuai dengan permintaan pelanggan (quality control), maka layanan jasa bisa
diakhiri.

d. Asesmen pembelajaran berbasis projek (PjBL)

Asesmen pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa dilakukan
dengan mengisi lembar penilaian pada lembar kerja atau jobsheet, demikian pula
asesmen dilakukan pada saat presentasi produk atau layanan jasa dilakukan secara
komprehensif melibatkan semua guru pendamping yang terlibat.

Setelah presentasi, peserta didik merefleksikan pengalaman mereka dalam mengerjakan


projek dan mengevaluasi kemampuan mereka (refleksi diri) dalam mencapai tujuan
projek.

Dengan alur pembelajaran berbasis projek (PjB) di SMK, peserta didik dapat terlibat
dalam proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, dan menantang. Selain itu, peserta
didik juga dapat mengembangkan keterampilan sosial, pemecahan masalah, dan kerja
sama dalam konteks yang lebih relevan dengan dunia kerja

2. Telaah Pembelajaran dan asesmen pada Teaching Factory (Tefa)

Sebelum Anda mempelajari lebih jauh tentang teaching factory, silahkan Anda mencermati
video melalui tautan berikut:

Tautan Video 3.6 Konsep Teaching factory: https://youtu.be/TWaP0FDp42Y

Nah, dari Video tersebut Anda sudah memiliki gambaran awal tentang pengelolaan
pembelajaran pada teaching factory di SMK. Untuk mengenali lebih jauh teaching factory,
mari kita lanjutkan pembahasannya berikut.

a. Konsep Pembelajaran Teaching Factory

Pembelajaran pada teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran di SMK


berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan prosedur yang berlaku di
industri, dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri (Ditpsmk,
2017). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Prosser (1949): “Vocational
education will be efficient in proportion as the environment in which the learner is
trained is a replica of the environment in which he must subsequently work”. Lebih
lanjut disampaikan bahwa: “Effective vocational training can only be given where the
training jobs are carried on in the same way with the same operations, the same tools
and the same machines as in the occupation itself”. Pendidikan kejuruan akan efektif
bila pembelajaran praktik dilakukan pada lingkungan yang merupakan replika industri,
dan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti di industri. Konsep teaching
factory merupakan menggabungkan konteks belajar dan lingkungan kerja yang realistis
dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan.

Sesuai dengan Pasal 6, ayat (1) PP 41 tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber
Daya Industri, yang dimaksud dengan "pabrik dalam sekolah (teaching factory)" adalah
sarana produksi yang dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang
sesungguhnya untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata Industri dan
tidak berorientasi mencari keuntungan.

Teaching factory SMK dalam pelaksanaannya menuntut keterlibatan mutlak pihak


industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan dari SMK.
Teaching factory juga harus melibatkan Pemda/Pemkot/provinsi maupun orang tua dan
masyarakat dalam perencanaan, regulasi maupun implementasinya.

Pembelajaran pada teaching factory merubah budaya pembelajaran sekolah, semua


unsur di sekolah harus mengembangkan budaya dan pola pikir bahwa sekolah bukan
saja sebagai tempat pendidikan akademik, tetapi juga merupakan tempat membuat
produk/layanan yang berstandar industri sesuai kebutuhan masyarakat pada
umumnya. Sehingga sekolah harus mengkondisikan area, lingkungan, suasana, aturan
tata kelola kerja di ruang praktek seperti yang ada di industri atau tempat kerja yang
sebenarnya. Semua warga sekolah juga dituntut bersikap dan berperilaku seperti
masyarakat industri, dengan demikian, dalam kurun waktu tertentu akan membentuk
karakter dan budaya kerja industri bagi semua unsur yang terlibat didalamnya, baik
guru, staf dan peserta didiknya.

b. Prinsip dasar teaching factory di SMK

Prinsip dasar teaching factory di SMK dalam melaksanakan program teaching factory
adalah: (1) Adanya integrasi pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum SMK; (2)
Semua peralatan dan bahan serta pelaku pendidikan disusun dan dirancang untuk
melakukan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan produk (barang
ataupun jasa); (3) Adanya perpaduan dari pembelajaran berbasis produksi dan
pembelajaran kompetensi; (4) Dalam pembelajaran berbasis produksi, siswa SMK
harus terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga kompetensinya dibangun
berdasarkan kebutuhan produksi. Kapasitas produksi dan jenis produk menjadi kunci
utama keberhasilan pelaksanaan pembelajaran berbasis produksi (Ditpsmk, 2017).

c. Sistematika Teaching factory

Sistematika teaching factory terdiri dari parameter teaching factory, analisis


pengembangan teaching factory, dan pilar utama operasional teaching factory.

1) Parameter Teaching factory

Parameter penerapan teaching factory menjadi dasar untuk mengukur tingkat


keberhasilan pelaksanaan teaching factory, yang terdiri dari: Manajemen,
Bengkel-Lab, Pola Pembelajaran Training, Marketing Promosi, Produk-Jasa, SDM,
dan Hubungan Industri (Ditpsmk, 2017)

a) Manajemen Teaching factory.


(1) Kepemimpinan

Kepala Sekolah dan seluruh manajemen sekolah harus memiliki pola pikir dan
pemahaman tentang konsep dan penerapan Teaching factory yang baik dan
benar. Kebijakan-kebijakan SMK terintegrasi dengan pelaksanaan Teaching
factory, misalnya pada Rencana Induk Pengembangan Sekolah, sasaran
mutu, dokumen sekolah, dokumen pelaksanaan pembelajaran.

(2) Struktur Organisasi

Teaching factory SMK sebagai tata kelola harus memiliki struktur organisasi
yang operasional, efektif dan sederhana. Struktur organisasi teaching factory
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan oleh kepala sekolah. Struktur
organisasi teaching factory terintegrasi ke dalam struktur organisasi sekolah.
Di bawah ini adalah contoh struktur organisasi teaching factory.

Gambar 3.8 Struktur Organisasi Teaching factory (Ditpsmk. 2017)

(3) Standar Operasional Prosedur dan alur kerja

Standar operasional prosedur merupakan sebuah panduan yang bertujuan


memastikan pekerjaan dan kegiatan operasional teaching factory berjalan
dengan lancar. Unit/sub unit kegiatan bekerja sesuai dengan SOP yang jelas
ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya, serta dilaksanakan secara
konsisten dan taat asas.

(4) Administrasi Keuangan.

Pencatatan dan pengelolaan keuangan teaching factory menggunakan


prosedur akuntansi standar dan sesuai dengan sistem pengelolaan keuangan
yang berlaku. Menurut PP Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan
Sumber Daya Manusia, kegiatan unit produksi dan jasa adalah tidak untuk
mencari keuntungan. Namun apabila kegiatan unit produksi dan jasa pada
teaching factory sudah mampu memiliki omset yang signifikan perlu dikelola
dengan sistem pengelolaan keuangan yang sesuai dengan sistem
pengelolaan keuangan yang baik. Bagi SMK negeri bisa diajukan pendirian
Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD), agar pengelolaan keuangan sesuai
dengan sistem pengelolaan keuangan yang berlaku, lebih aman dan fleksibel.

(5) Lingkungan.

Lingkungan pembelajaran pada teaching factory dipastikan bahwa stakeholder


(industri, pemerintah daerah, dan masyarakat) memberikan dukungan penuh
terimplementasinya teaching factory serta komitmen penuh oleh pihak-pihak
yang terlibat di dalam aktifitas teaching factory. Lingkungan kerja yang saling
mendukung dan penguatan budaya kerja berkontribusi kepada pelaksanaan
teaching factory.

b) Bengkel atau Laboratorium


Bengkel atau laboratorium merupakan tempat pembelajaran praktik yang
mendukung kegiatan teaching factory. Untuk itu bengkel atau laboratorium harus
memenuhi standar industri. Bengkel dan laboratorium terdiri dari: peralatan, tata
kelola penggunaan alat, maintenance repair & calibration (MRC), lay out bengkel
atau laboratorium, dan penerapan K3.

Peralatan diperlukan dalam pembelajaran praktik untuk mencapai kompetensi


maupun untuk tujuan pelaksanaan teaching factory. Untuk itu peralatan harus
dalam kondisi siap didukung oleh manajemen MRC dan selalu terjaga
standarisasi dan kalibrasinya. Tata kelola penggunaan alat meliputi peminjaman
alat, penggunaan alat yang didukung dengan SOP, serta inventarisasi alat
didukung dengan digital inventory. Manajemen MRC mendukung tingkat
kesiapan peralatan baik dalam fungsi maupun kalibrasinya sehingga
mendapatkan hasil produk yang presisi. Manajemen MRC harus dikendalikan
secara kontinyu.

Penataan bengkel atau laboratorium diatur sesuai dengan standar industri untuk
mendapatkan suasana kerja industri didukung dengan penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja atau K3.

c) Pola Pembelajaran
Pola pembelajaran dilaksanakan pada pembelajaran berbasis industri. Untuk hal
tersebut perlu didukung adanya sinkronisasi kurikulum yang dilakukan oleh pihak
sekolah dan industri dalam rangka menyusun kurikulum bersama, perangkat
pembelajaran (RPP atau Modul Ajar) beserta jobsheet sesuai dengan standar
industri. Pembelajaran praktik harus dipastikan ketersediaan bahan praktik yang
merupakan bahan baku produksi. Hasil praktik merupakan produk atau jasa yang
siap dipasarkan atau produk pesanan.

Pelaksanaan pembelajaran praktik merupakan wahana untuk meningkatkan


kompetensi secara berulang untuk mencapai hands on experience, peserta didik
melakukan tahapan produksi melatih jiwa kewirausahaan untuk menguatkan etos
kerja (soft skill dan hard skill).

d) Marketing Promosi
Implementasi teaching factory harus memiliki target dan segmen pasar serta
jangkauan pasar yang jelas. Untuk menjangkau pasar yang luas harus memiliki
media komunikasi untuk mengenalkan kegiatan teaching factory SMK beserta
produk unggulannya. Media komunikasi dikemas dalam pemanfaatan media
cetak, pameran contoh produk, dan pemanfaatan platform digital.

e) Produksi dan Jasa


Produk dan jasa hasil praktik diuji melalui quality control untuk memastikan
pemenuhan standar kualitas, kompetitif, inovatif, delivery yang memuaskan
pelanggan.

f) Sumber Daya Manusia


Teaching factory membutuhkan sumber daya manusia yang berpengalaman
dalam produksi, serta mampu berinovasi dan bekerja sama dengan baik dalam
tim, memiliki motivasi tinggi.

Sumber daya manusia harus memiliki kompetensi yang memadai dalam


menganalisis produk menjadi elemen kompetensi pembelajaran praktik.
Penyegaran kompetensi bagi sumber daya manusia dilakukan melalui
pemagangan di industri.

g) Hubungan Industri
Hubungan SMK dan Industri memiliki peran sangat penting dalam menjalankan
teaching factory. SMK memastikan hubungan kemitraan dengan industri berjalan
dengan baik dan operasional. Mitra industri dilibatkan dalam tahapan kegiatan (1)
penyelarasan kurikulum yang terdiri dari analisis konteks sekolah, merumuskan
visi dan misi sekolah, penetapan tujuan sekolah dan tujuan program keahlian, (2)
merancang organisasi pembelajaran yang terdiri dari perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran, uji sertifikasi kompetensi
peserta didik dengan pola yang disepakati, (3) keterlibatan industri dalam
implementasi pelaksanaan pembelajaran dan asesmen, (4) evaluasi
penyelenggaraan pembelajaran sebagai refleksi dan perbaikan sistem
pembelajaran secara berkelanjutan, (5) perencanaan pembelajaran Praktik Kerja
Lapangan, (6) magang guru, (7) guru tamu, (8) job order berupa pelimpahan
pekerjaan/order dari industri untuk dilaksanakan/diproduksi di SMK (teaching
factory), dan (9) perekrutan dan penyaluran lulusan serta hal-hal lain yang bisa
dilakukan bersama antara sekolah dan industri.

2) Analisis Pengembangan Teaching factory

Analisis konteks teaching factory dilakukan dengan menganalisis kondisi dan potensi
sekolah dalam mengembangkan teaching factory. Analisis kondisi dan potensi
dilakukan dengan menginventarisir kondisi lingkungan sekolah dengan
mengelompokkan kondisi internal dan eksternal. Kekuatan, peluang kelemahan dan
tantangan yang dialami sekolah saat ini untuk menentukan prioritas pilihan proses
produksi yang dipilih dalam teaching factory. Aspek-aspek internal dalam analisis
kondisi sekolah diantaranya kurikulum, SDM, fasilitas, pembiayaan, dan manajemen.
Adapun aspek eksternal potensi daerah, dan mitra industri sekolah.

3) Pilar Utama Operasional Teaching factory

Implementasi pembelajaran teaching factory merupakan pembelajaran yang


mengaitkan antara (a) Produk, (b) Lembar Kerja (jobsheet), dan dilaksanakan dalam
sistem (c) jadwal blok.

a) Produk

Produk barang atau jasa pada pembelajaran teaching factory adalah media
pengantar untuk mencapai suatu kompetensi tertentu. Aspek yang harus
diperhatikan dalam penentuan suatu produk dalam pembelajaran teaching
melalui produk adalah menentukan produk yang memiliki nilai ekonomis. Untuk
lebih jelasnya, silahkan cermati video melalui link berikut:

Link video 3.7 Pemilihan produk tefa https://youtu.be/doIKW70Qpa8

b) Rencana Pembelajaran dan Lembar kerja (job sheet).

Rencana pembelajaran (RPP) yang dikenal dalam kurikulum Merdeka dengan


nama Modul Ajar adalah perangkat pembelajaran yang disiapkan oleh guru
berkolaborasi dengan pihak industri berdasarkan analisis produk atau jasa yang
akan diproduksi. Di dalam perangkat pembelajaran terdapat lembar kerja
(jobsheet) yang memandu peserta didik melakukan praktik dalam rangka
mengerjakan produk.

Lembar kerja atau jobsheet merupakan bagian dari perangkat pembelajaran


(modul ajar). Job sheet merupakan urutan langkah-langkah pekerjaan yang
disusun secara urut sesuai prosedur kerja yang ditetapkan untuk mengantarkan
pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga jobsheet harus disusun selaras
dengan produk dan jadwal blok yang sudah ditetapkan. Untuk lebih memahami
bentuk jobsheet silahkan cermati video tayangan pada link berikut:

Video 3.8: Penyusunan jobsheet https://youtu.be/fviBTF7fc74

Menurut video tersebut di atas, aspek penilaian hasil kerja praktik pada teaching
factory terdiri dari apa saja?

c) Jadwal blok

Mengapa jadwal pembelajaran dalam konteks teaching factory harus dalam


bentuk penjadwalan sistem blok? Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati video
pada link berikut:

Link Video 3.9 Penjadwalan Blok pada Tefa https://youtu.be/NoKcHbN0P7g

Jadwal blok adalah persyaratan terselenggaranya pembelajaran teaching factory


yang mengatur kontinuitas proses pembelajaran dalam pencapaian kompetensi,
menyelaraskan budaya belajar dengan budaya industri, menyelaraskan proses
pembelajaran dengan proses produksi dan mengoptimalisasi penggunaan alat
praktik untuk proses pembelajaran. Pembelajaran blok difungsikan sebagai
upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang ada di sekolah baik peserta
didik, guru, sarana dan prasarana dalam rangka menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih efektif dan efisien. Melalui pembelajaran sistem blok akan
membawa suasana kegiatan praktik menyerupai lingkungan dan suasana nyata
yang ada di industri.

Setelah Anda mengikuti alur pembelajaran eksplorasi konsep tentang teaching


factory, silahkan Anda menjawab pertanyaan pada lembar kerja di bawah
dengan jawaban singkat.

3. Telaah Pembelajaran dan Asesmen pada Kelas Industri

Anda sekarang akan belajar tentang pembelajaran Kelas Industri. Sebagai langkah awal
mempelajari pembelajaran berbasis kelas industri, terlebih dahulu silahkan Anda
mencermati video pada link berikut:
Video 3.10: Pembelajaran kelas Industri https://youtu.be/xwSEq9ykv6w

Nah, dari video tersebut saya kira sekarang Anda sudah mulai mengenali pembelajaran
kelas Industri.

Persaingan global dalam mencari pekerjaan bagi lulusan SMK sangatlah ketat. Saat ini,
peluang kerja di dunia industri semakin kompetitif dan banyak perusahaan membutuhkan
tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang memadai. Lulusan SMK
harus mampu bersaing dengan pencari kerja yang semakin banyak jumlahnya. Tantangan
tersebut harus diantisipasi sejak awal agar lulusan SMK dapat berkompetisi di dunia kerja
saat ini dan yang akan datang. Untuk itu SMK harus segera tanggap terhadap tuntutan
tersebut dengan membangun jejaring dengan industri untuk merancang pembelajaran
kejuruan yang mengacu kepada kompetensi yang dibutuhkan industri.

Perdirjen Vokasi nomor 45 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah
Pelaksanaan Kelas Industri di Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2023, menegaskan
bahwa untuk merealisasikan agar SMK dapat menghasilkan lulusan yang unggul sesuai
dengan tuntutan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja diperlukan adanya wadah yang
dapat menjembatani kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja sesuai dengan
harapan SMK. Wadah yang dimaksud adalah kelas industri yang para instrukturnya berasal
dari dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja atau guru yang mendapatkan
pengetahuan/ketrampilan terkini dan kurikulumnya sudah merupakan hasil sinkronisasi dan
siswanya secara langsung melakukan praktik kerja pada tempat kerja yang sesungguhnya.

Alur penyelenggaraan kelas industri adalah perencanaan program kelas industri,


sinkronisasi kurikulum kelas industri, pelaksanaan program kelas industri, dan evaluasi
program kelas industri. Berikut adalah alur penyelenggaraan kelas industri di SMK:
Gambar 3.9 Alur Program Penyelenggaraan Kelas Industri

a. Perencanaan Program Kelas Industri.

Perencanaan program kelas industri di SMK adalah proses awal dalam penyusunan
program kelas industri dengan menyepakati Memorandum of Understanding (MoU). Isi
dari MoU adalah perjanjian yang dibuat antara pihak industri dan SMK untuk mencapai
kesepakatan dan kerjasama dalam penyelenggaraan kelas industri yang berisikan
poin-poin diantaranya: (1) penyediaan pelatihan kelas industri, (2) pengembangan
kurikulum kelas industri, (3) program magang bagi guru, (4) penyediaan fasilitas dan
peralatan bersama, (5) kolaborasi projek, (6) riset bersama, (7) perekrutan dan
penempatan kerja bagi lulusan, (8) Praktik Kerja Lapangan.

b. Penyelarasan Kurikulum Kelas Industri.

Langkah awal setelah disepakati nota kesepahaman (MoU) adalah melakukan


sinkronisasi/penyelarasan kurikulum industri antara industri dan SMK. Kurikulum pada
pembelajaran kelas industri di SMK disusun dengan mempertimbangkan standar
kompetensi kerja nasional (SKKNI) atau standar kompetensi kerja (SKK) dan kualifikasi
kerja di industri. Lulusan SMK memiliki jenjang kualifikasi kerja level 3 dan 4 sesuai
kerangka kualifikasi nasional Indonesia (KKNI). SKKNI atau SKK tersebut dijabarkan
ke dalam beberapa kompetensi dasar dan indikator yang harus dikuasai oleh peserta
didik pada akhir program pembelajaran. Bagi SMK yang menyelenggarakan kurikulum
merdeka, jabaran SKKNI atau SKK disinkronisasikan dengan Capaian Pembelajaran
(CP) SMK sesuai dengan bidang keahlian yang akan diselenggarakan. Kurikulum pada
pembelajaran kelas industri di SMK juga harus mempertimbangkan kebutuhan dan
tuntutan industri terkait dengan keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh
tenaga kerja di industri pada bidang tertentu. Kurikulum pada pembelajaran kelas
industri di SMK diintegrasikan dengan praktik langsung di industri yang terkait,
sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman praktis yang relevan dan
mengembangkan keterampilan mereka dalam situasi kerja sebenarnya. Kurikulum
pada pembelajaran kelas industri di SMK harus mempertimbangkan pengembangan
karakter dan soft skill peserta didik, seperti kemampuan berkomunikasi, kerjasama,
kepemimpinan, dan etika kerja yang diperlukan dalam dunia industri.

c. Pelaksanaan pembelajaran kelas industri

Pelaksanaan pembelajaran kelas industri yang selama ini yang dilakukan oleh SMK
adalah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan sistem ganda (PSG) dan praktik
kerja lapangan (PKL).

1) Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Salah satu upaya untuk mendekatkan dunia kerja dengan Sekolah Menengah
Kejuruan adalah digulirkannya Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang mulai
diterapkan di Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Kepmendikbud no
323/U/1997 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah
Menengah Kejuruan, menegaskan bahwa pendidikan sistem ganda selanjutnya
disebut PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan
yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan sekolah
menengah kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui
bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk
mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Pendidikan sistem ganda adalah solusi untuk mengatasi kesenjangan kompetensi
lulusan dengan kebutuhan kompetensi kerja di industri. Hal ini dikuatkan oleh Aaltje
D. Ch. Wayong (2010), dengan konsep Pendidikan Sistem Ganda (PSG) para
lulusan SMK tidak saja dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang
dunia industri, melainkan langsung dengan pengalaman dan kemampuan praktik di
dunia kerja nyata. Dengan kata lain, PSG menjadikan lulusan SMK tidak saja
mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
melainkan juga mempunyai kualifikasi yang match dengan dunia usaha dan dunia
industri

Gambar 3.10 Penyelenggaraan pendidikan sistem ganda

Penyelenggaraan pendidikan sistem ganda dilakukan di dua tempat yaitu di sekolah


dan di dunia kerja. Pada paruh waktu pembelajaran dilaksanakan di sekolah,
peserta didik diampu oleh guru seperti halnya pembelajaran yang biasa dilakukan.
Paruh waktu berikutnya peserta didik berada dunia kerja yang diampu oleh
pendamping dari industri. Pembelajaran paruh waktu tersebut dilaksanakan secara
kontinyu. Dengan demikian maka penyelenggaraan pembelajaran dilakukan secara
kolaborasi antara sekolah dan industri diharapkan akan menghasilkan lulusan yang
sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Menurut Indra Djati Sidi pada Aaltje D. Ch. Wayong (2010) PSG bertujuan: (1)
menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja
yang memiliki tingkat kemampuan, kompetensi, dan etos kerja yang sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja, (2) meningkatkan dan memperkokoh link and match antara
lembaga pendidikan-pelatihan kejuruan dan dunia kerja, (3) meningkatkan efisiensi
proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja berkualitas profesional, (4) memberi
pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari
proses pendidikan.
Dengan demikian, penerapan pendidikan sistem ganda sebagai salah satu bentuk
dari pembelajaran berbasis industri memberikan penguatan teori dan keterampilan
dasar, sementara di dunia kerja peserta didik akan mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan kerja yang nyata, budaya kerja, mandiri dan bertanggung jawab
secara profesional. Kurikulum yang dipergunakan pada pembelajaran sistem ganda
adalah kurikulum yang disusun berdasarkan hasil penyelarasan antara sekolah dan
industri. Asesmen pembelajaran dilakukan oleh sekolah dan industri. Sertifikasi
kompetensi peserta didik dilakukan oleh pihak industri.

2) Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Bentuk lain pembelajaran kelas industri adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
dunia kerja. Salah satu pembelajaran di SMK yang mendukung peningkatan
kompetensi terutama keterampilan kerja, sikap dan budaya kerja peserta didik
adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL). PKL merupakan bentuk pembelajaran
peserta didik yang dilaksanakan di dunia kerja untuk mengasah dan memperkuat
kompetensi sesuai bidangnya (Dit SMK, 2021).
Pelaksanaan PKL dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, seperti yang
dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2020 tentang tentang Praktik Kerja Lapangan bagi Peserta Didik bahwa Praktik
Kerja Lapangan (PKL) merupakan pembelajaran bagi peserta didik SMK/MAK,
SMALB, dan LKP yang dilaksanakan melalui praktik kerja di dunia kerja dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan dunia kerja.
Pola penyelenggaraan PKL berdasarkan Pedoman Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Peserta Didik tahun 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, pelaksanaan PKL dilakukan dengan:
a) Pola harian (120 s.d 200 hari efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6
sampai dengan 10 bulan setara dengan 5 hari x 4 minggu x 6 bulan = 120 hari
sampai dengan 5 hari x 4 minggu x 10 bulan = 200 hari. Penyelenggaraan PKL
pola harian ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 120 s.d 200 hari peserta
didik mengikuti PKL ke dalam hari efektif pembelajaran. Dengan demikian dalam
satu minggu efektif, ada beberapa hari peserta didik berada di sekolah dan
beberapa hari lainnya peserta didik berada di industri. Hal ini seperti pola yang
dilaksanakan pada pembelajaran sistem ganda (PSG)
b) Pola mingguan (24 s.d 40 minggu efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan
selama 6-10 bulan setara dengan 4 minggu x 6 bulan = 24 minggu sampai
dengan 4 minggu x 10 bulan= 40 minggu. Penyelenggaraan PKL pola mingguan
ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 24 sampai dengan 40 minggu
peserta didik mengikuti PKL ke dalam minggu efektif pembelajaran. Dengan
demikian dalam satu bulan, ada beberapa minggu peserta didik berada di
sekolah dan beberapa minggu lainnya peserta didik berada di industri. Pola ini
sesuai bagi SMK yang sudah melakukan pendidikan sistem ganda (PSG).
c) Pola bulanan (6 s.d 10 bulan). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6 sampai
dengan 10 bulan. Pola bulanan dilakukan dengan cara mendistribusikan 6
sampai dengan 10 bulan peserta didik mengikuti PKL ke dalam bulan efektif
pembelajaran. Dengan demikian dalam satu tahun, peserta didik beberapa bulan
berada di sekolah dan beberapa bulan lainnya berada di industri. Pada pola
bulanan ini dapat dilakukan dengan sistem blok (6 s.d 10 bulan) atau dapat
dipecah diselingi dengan pembelajaran di sekolah. PKL selama 6 bulan dapat
dilakukan pola 3-3, yaitu 3 bulan di industri, 3 bulan di sekolah, dan 3 bulan di
industri dan 3 bulan kembali ke sekolah, sehingga memenuhi PKL di industri
selama 6 bulan. PKL selama 10 bulan (bagi SMK 4 tahun) dapat dilakukan dalam
3 semester dengan pola 4-3-3 (4 bulan di industri, 2 bulan di sekolah, 3 bulan di
industri, 3 bulan di sekolah, 3 bulan di industri dan 3 bulan di sekolah) atau pola
5-5 (5 bulan di industri, 1 bulan di sekolah, 5 bulan di industri, dan 1 bulan di
sekolah) sehingga memenuhi lama PKL 10 bulan. Pola lain dapat dikembangkan
oleh satuan pendidikan

3) Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada Kurikulum Merdeka

Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada kurikulum merdeka ditetapkan sebagai mata
pelajaran intrakurikuler berdasarkan Kepmendikbud Ristek no 262/M/2022 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka
Pemulihan Pembelajaran. PKL ditetapkan sebagai kelompok mata pelajaran
kejuruan sehingga memiliki karakteristik mata pelajaran. Mata Pelajaran ini
merupakan wahana pembelajaran di dunia kerja untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik meningkatkan penguasaan kompetensi teknis (technical skills)
sesuai dengan konsentrasi keahliannya serta menginternalisasi karakter dan
budaya kerja (soft skills). Berdasarkan Panduan Praktik Kerja Lapangan Sebagai
Mata Pelajaran dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (Dit SMK, 2023) Praktik
Kerja Lapangan (PKL) dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik dalam menginternalisasi dan menerapkan keterampilan karakter dan
budaya kerja (soft skills) serta menerapkan, meningkatkan, dan mengembangkan
penguasaan kompetensi teknis (hard skills) sesuai dengan konsentrasi keahliannya
dan kebutuhan dunia kerja, serta kemandirian berwirausaha. Mata pelajaran ini
merupakan penyelarasan akhir atau kulminasi dari seluruh mata pelajaran.
Pembelajarannya diselenggarakan berbasis proses bisnis dan mengikuti Prosedur
Operasional Standar (POS) yang berlaku di dunia kerja melalui tahapan mengamati,
memahami, meniru tindakan, bekerja dengan bantuan dan pengawasan, bekerja
mandiri, serta aktualisasi dan eksplorasi. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
asesmen dan evaluasi harus berorientasi pada ketercapaian tujuan pembelajaran
mata pelajaran (mapel).
Pada program SMK 3 (tiga) tahun, Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata
pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan pelaksanaannya di
kelas XII selama 6 (enam) bulan atau 18 (delapan belas) minggu dengan asumsi 46
(empat puluh enam) JP per minggu. Pada program SMK 4 (empat) tahun, PKL
merupakan mata pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan
pelaksanaannya di kelas XIII selama 10 (sepuluh) bulan atau antara 27 (dua puluh
tujuh) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) minggu dengan asumsi 46 (empat
puluh enam) JP per minggu. Pelaksanaan mata pelajaran PKL mengacu pada
panduan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi pendidikan
vokasi.

4. Telaah Pembelajaran dan Asesmen pada Kelas Kewirausahaan


Anda sekarang akan belajar tentang pembelajaran dan asesmen pada kelas
kewirausahaan. Untuk mengawali diskusi kita tentang materi tersebut, silahkan Anda
cermati tayangan video pada link berikut:

Video 3.11 Kelas Kewirausahaan: https://youtu.be/s7myefntqfk

Nah, setelah Anda menonton video tersebut, pemahaman awal apa yang Anda pahami
tentang pembelajaran kelas wirausaha?
Mari kita lanjutkan untuk mempelajari lebih lanjut tentang pembelajaran kelas wirausaha.

a. Kelas Kewirausahaan

Kewirausahaan adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan, mengembangkan,


dan mengelola usaha atau bisnis dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan.
Kewirausahaan melibatkan keberanian untuk mengambil risiko, kreativitas untuk
menemukan ide bisnis yang unik, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya
secara efektif dan efisien. Kewirausahaan juga melibatkan kemampuan untuk
memperkirakan pasar, mengembangkan strategi pemasaran, dan mengelola operasi
sehari-hari dari sebuah bisnis. Kewirausahaan sering dikaitkan dengan inovasi,
pengembangan produk dan layanan baru, serta memperluas usaha dan mencapai
kesuksesan dalam bisnis.
Kewirausahaan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menciptakan sesuatu
yang baru atau berbeda melalui ide-ide kreatif dan inovatif untuk menemukan sebuah
peluang yang akan menghasilkan nilai tambah. Kemampuan menciptakan sesuatu yang
baru dan berbeda, sangat bergantung pada diri wirausahawan. Seorang wirausahawan
harus memiliki beberapa karakteristik berikut: (1) berdaya cipta tinggi, (2) memiliki
inovasi tinggi, (3) mandiri atau tidak tergantung pada orang lain, (4) berorientasi pada
prestasi, (5) memiliki komitmen tinggi dalam bekerja, (6) memiliki etos kerja yang bagus,
(7) memiliki tanggung jawab, (8) memiliki keberanian dalam menghadapi risiko, (9) dapat
menemukan peluang, (10) memiliki jiwa leadership dan manajerial yang baik, (11)
memiliki kemampuan personal yang baik.
Kelas kewirausahaan di SMK adalah kelas yang dirancang untuk memberikan peserta
didik pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memulai dan menjalankan
bisnis mereka sendiri. Kelas ini biasanya terdiri dari materi tentang perencanaan bisnis,
strategi pemasaran, manajemen keuangan, dan pengembangan produk dan jasa. Selain
itu, kelas kewirausahaan di SMK juga dapat melibatkan pembelajaran praktis melalui
simulasi bisnis, pelatihan wirausaha, dan pengalaman langsung dalam menjalankan
bisnis kecil.
Tujuan dari kelas kewirausahaan di SMK adalah untuk membekali peserta didik dengan
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjadi pengusaha sukses di
masa depan, atau setidaknya mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia kerja
dengan pemahaman tentang cara menjalankan bisnis. Kelas ini juga membantu peserta
didik mengembangkan kemampuan kreativitas, inovasi, dan kepemimpinan, serta
membantu mereka memahami pentingnya tanggung jawab sosial dalam bisnis.
Pembelajaran kewirausahaan di SMK harus disesuaikan dengan era industri 4.0 agar
peserta didik dapat memahami peran teknologi dalam dunia bisnis dan siap menghadapi
tantangan yang ada di masa depan. Berikut adalah beberapa cara pembelajaran
kewirausahaan di SMK dapat disesuaikan untuk menghadapi era industri 4.0:
1) Pembelajaran kewirausahaan dapat menggunakan teknologi terbaru, seperti
e-learning, pembelajaran berbasis online, dan aplikasi pembelajaran mobile, sehingga
peserta didik dapat memahami cara mengembangkan bisnis dengan menggunakan
teknologi. Selain itu, peserta didik juga harus memahami penggunaan teknologi
dalam bisnis seperti e-commerce, pemasaran digital, dan manajemen data.
2) Pembelajaran kewirausahaan di SMK dapat menggunakan model pembelajaran
berbasis projek (PjBL), dimana peserta didik diminta untuk mengembangkan produk
atau layanan dengan memanfaatkan teknologi terbaru, seperti AI, IoT, dan big data.
Projek ini akan membantu peserta didik memahami cara mengembangkan bisnis
yang inovatif dan terkini.
3) Pembelajaran kewirausahaan di SMK dapat menggunakan studi kasus bisnis yang
menggunakan teknologi terbaru, seperti startup teknologi, bisnis online, atau bisnis
dengan model bisnis yang unik. Hal ini dapat membantu peserta didik memahami
cara-cara baru untuk memulai dan mengembangkan bisnis yang mengikuti trend dan
tantangan era industri 4.0.
4) Selain keterampilan teknis, peserta didik juga perlu dilatih soft skill seperti kerjasama
tim, komunikasi, kepemimpinan, dan kreativitas. Keterampilan lunak ini sangat
penting dalam menghadapi era industri 4.0 yang semakin kompetitif dan cepat
berubah.
Dengan mengadopsi strategi pembelajaran yang sesuai dengan era industri 4.0, peserta
didik di kelas kewirausahaan SMK akan siap menghadapi tantangan di dunia bisnis yang
semakin kompleks dan mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang.

Untuk itu penguatan jiwa kewirausahaan peserta didik pada pembelajaran di SMK dirasa
perlu untuk lebih optimalkan melalui struktur mata pelajaran seperti tertuang dalam
struktur kurikulum SMK 2013 melalui Perdirjen Dikdasmen nomor 7/D.D5/KK/2018
tentang Struktur Kurikulum SMK/MAK. Pelaksanaan penguatan jiwa kewirausahaan
dilaksanakan pada mata pelajaran Produk Kreatif Kewirausahaan (PKK) yang
dilaksanakan pada kelas XI dan XII. Sementara pada kurikulum merdeka penguatan jiwa
kewirausahaan dilaksanakan dalam pembelajaran berbasis projek riil dengan nama mata
pelajaran Projek Kreatif Kewirausahaan (PKK) yang dilaksanakan pada kelas XI dan XII.
Nah menurut Anda, apa bedanya “Produk” dan “Projek” pada penamaan mata pelajaran
PKK tersebut?

Mata Pelajaran PKK merupakan wahana pembelajaran bagi peserta didik melalui
pendekatan pembelajaran berbasis projek untuk mengaktualisasikan dan
mengekspresikan kompetensi yang dikuasai pada kegiatan pembuatan produk/ pekerjaan
layanan jasa secara kreatif dan bernilai ekonomis (Kepmendikbud Ristek Nomor
262/M/2022). Namun demikian SMK diharapkan mengembangkan pola pembelajaran
yang mengarah kepada penguatan passion peserta didik seperti Program Sekolah
Pencetak Wirausaha (SPW) dengan membentuk kelas kewirausahaan.

Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW) merupakan model kegiatan berwirausaha untuk


membentuk jiwa wirausaha dan mendorong keberanian peserta didik untuk memiliki
keterampilan berwirausaha. Peserta didik didorong melakukan praktik wirausaha berbasis
daring/online karena dipandang relatif murah dan mudah bagi pemula. Khususnya bagi
peserta didik generasi Z sejalan dengan upaya menghadapi era industri 4.0. Target yang
ditetapkan adalah omzet per semester.

b. Pelaksanaan Pembelajaran Projek Kreatif dan Kewirausahaan.

Pembelajaran dalam konteks kewirausahaan di SMK dilaksanakan dalam bentuk


pembelajaran Projek Kreatif dan Kewirausahaan (PKK), dan bisa juga melalui Sekolah
Pencetak Wirausaha (SPW). Mekanisme perencanaan pembelajaran mata pelajaran
PKK dikembangkan berdasarkan karakteristik dari jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh SMK.

Beberapa contoh mekanisme perencanaan model pembelajaran adalah:

1) Pembelajaran projek berdasarkan pesanan dari konsumen.


Mekanisme pengembangan pembelajarannya adalah:
a) Menetapkan produk barang/jasa yang akan dihasilkan dalam pembelajaran
sesuai order.
b) Menyusun proposal pembuatan produk barang/jasa
c) Melakukan analisis kebutuhan kompetensi (unit kompetensi) terkait dengan
produk barang/jasa yang akan dihasilkan.
d) Melaksanakan kegiatan pembelajaran/kegiatan produksi.
e) Membuat produk, mengemas, mendistribusikan dan memberikan pelayanan
purna jual
f) Menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman belajar: peserta didik melakukan
refleksi terhadap pengalaman belajarnya.
2) Pembelajaran projek berdasarkan inisiatif dari guru atau peserta didik;
Mekanisme pengembangan pembelajarannya adalah:
a) Menetapkan produk barang/jasa yang akan dihasilkan dalam pembelajaran
sesuai dengan inisiatif guru/peserta didik.
b) Menyusun proposal pembuatan produk barang/jasa Melakukan analisis
kebutuhan kompetensi (unit kompetensi) terkait dengan produk barang/jasa yang
akan dihasilkan.
c) Melaksanakan kegiatan pembelajaran/kegiatan produksi.
d) Membuat produk, mengemas, mendistribusikan dan memberikan pelayanan
purna jual.
e) Menguji hasil dan mengevaluasi pengalaman belajar: peserta didik melakukan
refleksi terhadap pengalaman belajarnya.

c. Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW).

Program Sekolah Pencetak Wirausaha (SPW) merupakan salah satu bentuk


pembelajaran yang dapat memperkuat pembelajaran PKK. Pembelajaran berbasis
praktik berwirausaha (Sekolah Pencetak Wirausaha), pelaksanaannya dapat
menggunakan pemasaran digital (digital marketing) sebagai model pembelajarannya.
Pemasaran digital merupakan salah satu unit kompetensi mata pelajaran PKK yaitu
“Memasarkan Produk” dipadukan dengan memanfaatkan kompetensi aplikasi Informasi
Teknologi digital dengan cara memaksimalkan fungsi koneksi internet yang terhubung
dengan masyarakat luas. Prospektif pemasaran digital (digital marketing) sangat terbuka
luas karena pemanfaatan social media oleh masyarakat sudah sangat tinggi.

Indikator keberhasilan usaha dengan menggunakan pemasaran digital (digital marketing):

a) Pencapaian penjualannya lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan fasilitas


pemasaran digital (digital marketing).
b) Biaya operasionalnya lebih kecil.
c) Mengkolaborasikan teknik pemasaran secara digital yang berujung pada order produk
(barang/jasa).
d) Penggunaan Search Engine Marketing dan Social Media Marketing dalam pembuatan
konten pemasaran.
e) Dilakukan berdasarkan permintaan konsumen/sesuai dengan tren pasar kekinian.
f) Media sosial yang dimiliki peserta didik dan sekolah digunakan sebagai sarana
promosi, pemasaran dan penjualan produk (barang/jasa) secara online.
g) Pemantauan kegiatan bisnis peserta didik dilakukan menggunakan aplikasi.
Digital marketing sudah menjadi trend masyarakat, karena pelaksanaannya simple dan
mampu menjangkau sasaran yang luas. Pengembangan pemasaran digital (digital
marketing) di SMK dapat dilaksanakan diantaranya melalui mekanisme sebagai berikut:

a) Persiapan, membuat strategi dan tahapan pembelajaran


b) Pelaksanaan Pembelajaran:
(1) Membuat kontrak belajar yang berisi (wajib praktik bisnis dengan omzet yang
ditentukan misal Rp. 5. 000. 000, 00 per semester, menghitung dan melaporkan
omzet setiap minggu pada guru pembimbing, mendokumentasikan seluruh
aktivitas bisnis, dari mulai foto produk, testimoni, laporan keuangan dan perolehan
omzet)
(2) Riset pasar, dilakukan agar peserta didik mengetahui jenis produk, pangsa dan
tingkat harga.
c) Kegiatan bisnis, antara lain memuat: (1) Pembuatan portal digital yang teroptimasi
(website usaha yang aktif dan interaktif), (2) Respon yang cepat terhadap calon
pembeli/prospect buyer, (3) Memberikan pengalaman belanja yang memuaskan, (4)
Melakukan after sales yang baik (pelayanan yang baik setelah penjualan, seperti
ucapan terima kasih secara digital, (5) Memberikan gift kepada loyal customer

d. Asesmen pada Pembelajaran Berbasis Kelas Kewirausahaan.

Asesmen pembelajaran berbasis kelas kewirausahaan dilakukan berdasarkan


pemenuhan standar proses dan spesifikasi produk/layanan jasa yang dipersyaratkan
oleh konsumen, serta ketercapaian omzet yang ditetapkan. Adapun proses penilaian
tersebut dilakukan melalui langkah sebagai berikut:
1) Penilaian proses produksi, dinilai melalui observasi menggunakan, lembar
observasi.
2) Penilaian sikap dilakukan melalui observasi, menggunakan lembar observasi.
3) Penilaian produk, dilakukan melalui observasi menggunakan lembar observasi.
Penilaian produk bisa dilakukan di antaranya menggunakan model penilaian antar
peserta didik. Kegiatan ini dirancang untuk mengembangkan kompetensi
kepemimpinan (leadership) pada peserta didik dalam mengambil keputusan.
4) Penilaian aspek ekonomi berdasarkan atas ketercapaian omzet yang disepakati.
5) Penilaian layanan purna jual berdasarkan pada kepuasan pelanggan (misalnya
skala Likert 1-5), dan kecepatan dalam memberikan layanan terhadap keluhan
pelanggan (misalnya skala Likert 1-5).
6) Penilaian portofolio kegiatan pemasaran.
TOPIK 4
ASESMEN YANG MEMPERTIMBANGKAN PESERTA DIDIK

Eksplorasi Konsep
Asesmen selalu terkait dan menjadi satu kesatuan dengan proses pembelajaran.
Asesmen dijadikan acuan untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran yang mendukung
pengembangan karakter peserta didik dan sebagai ruang bagi peserta didik agar mendapat
umpan balik atas proses belajar mereka. Pada bab ini Anda akan belajar beberapa jenis
asesmen yang dapat diberikan kepada peserta didik pada proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip asesmen yang patut Anda pahami adalah sebagai berikut.
1. Asesmen merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, fasilitasi pembelajaran,
dan penyedia informasi yang holistik, sebagai umpan balik untuk pendidik, peserta didik,
dan orang tua/wali agar dapat memandu mereka dalam menentukan strategi
pembelajaran selanjutnya.
2. Asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan fungsi asesmen tersebut, dengan
keleluasaan untuk menentukan teknik dan waktu pelaksanaan asesmen agar efektif
mencapai tujuan pembelajaran.
3. Asesmen dirancang secara adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable) untuk
menjelaskan kemajuan belajar, menentukan keputusan tentang langkah sebagai dasar
untuk menyusun program pembelajaran yang sesuai selanjutnya.
4. Laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan
informatif, memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan kompetensi
yang dicapai, serta strategi tindak lanjut.
5. Hasil asesmen digunakan oleh peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang
tua/wali sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Jika kita merujuk pada prinsip asesmen di atas, maka asesmen yang dirancang oleh
guru harus mempertimbangkan hasil pembelajaran yang dicapai pada saat asesmen diberikan
dan juga menjadi dasar bagi peserta didik untuk terus mengembangkan diri dan memperbaiki
proses belajar sehingga proses belajar pada pertemuan berikutnya dapat semakin memfasilitasi
peserta didik untuk mengembangkan diri.
Berikut video yang dapat Anda saksikan untuk lebih memahami tentang prinsip
asesmen yang berpihak pada peserta didik dan membantu peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran yang bermakna.

Link video: https://youtu.be/j6EVbNxDRno


Setelah Anda memahami prinsip asesmen, maka kita akan melihat jenis-jenis asesmen
yang diterapkan pada proses pembelajaran. Pada praktiknya ada dua jenis asesmen yang
diterapkan, yaitu asesmen formatif dan asesmen sumatif.

1. Asesmen Formatif
Asesmen formatif merupakan asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi
atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.
Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran berfungsi untuk mengetahui
kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran dan mencapai tujuan
pembelajaran yang direncanakan. Asesmen ini dapat digunakan oleh guru untuk
merancang pembelajaran.
Selain dilakukan di awal, asesmen formatif dapat dilakukan juga selama proses
pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan pemberian umpan
balik kepada peserta didik. Asesmen ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan belajar peserta didik, kendala atau kesulitan yang mereka hadapi, dan untuk
mendapatkan informasi perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, asesmen ini
merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik.
2. Asesmen Sumatif
Asesmen sumatif merupakan asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian
keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini merupakan alat ukur untuk mengetahui
pencapaian hasil belajar peserta didik dalam rentang waktu tertentu, misal dalam satu
semester atau satu tahun ajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses
pembelajaran dan menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, tahun
ajaran, atau akhir jenjang tingkat pendidikan. Selain itu, asesmen ini juga digunakan
untuk menentukan kelanjutan proses belajar peserta didik di kelas atau jenjang
berikutnya.

Kedua jenis asesmen yang telah dipaparkan di atas merupakan asesmen yang
diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Guru dapat memilih asesmen mana yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran berdasarkan dengan kebutuhan dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.

Oleh karena asesmen menjadi bagian yang padu dengan proses pembelajaran, maka
penentuan asesmen harus dapat mendukung pembelajaran menjadi bermakna, kontekstual,
dan berpihak pada peserta didik. Asesmen yang digunakan pada proses pembelajaran perlu
mempertimbangkan tahapan perkembangan peserta didik. Bayangkan jika pemberian asesmen
tidak sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik, apakah yang akan terjadi? Asesmen
bukan lagi menjadi alat ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran pastinya. Selain
memperhatikan tahapan perkembangan peserta didik, asesmen yang dibuat juga perlu
memperhatikan lingkungan budaya dan karakteristik lingkungan sekitar. Hal ini menjadi penting
agar asesmen yang diberikan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik
karena penggunaan istilah dan contoh kasus dalam asesmen sesuai dengan lingkungan dan
budaya peserta didik. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika pemberian asesmen adalah
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik. Meskipun peserta didik berada di kelas yang
sama, namun bukan berarti kemampuan mereka berada di tingkatan yang sama. Mungkinkah
jika dalam satu kelas Anda dapat memberikan asesmen dengan tingkat kesulitan yang
berbeda? Hal itu sangat mungkin terjadi. Anda dapat memberikan asesmen dengan beragam
tingkat kesulitan yang sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut.
TOPIK 5
KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL BERDASAR KERANGKA
COLLABORATIVE FOR ACADEMIC, SOCIAL, AND
EMOTIONAL LEARNING (CASEL)

Definisi Pembelajaran Sosial Emosional


Pembelajaran emosional adalah bagian penting dalam pendidikan dan dalam relasi
sosial manusia. Casel.org menjelaskan bahwa pembelajaran sosial emosional adalah proses
untuk membantu individu (anak dan dewasa) mengembangkan kemampuan dasar untuk
hidup dengan baik. Dalam hal ini individu tidak hanya fokus pada diri sendiri ataupun hanya
pada keterampilan, kompetensi, tetapi juga pada relasi yang baik dengan orang lain dan
lingkungan.
Elias dkk (1997), Elias & Arnold (2006) mendefinisikan bahwa proses belajar sosial
emosional (social-emotional learning) adalah proses belajar mengenali dan mengelola
emosi, menyelesaikan masalah, mengembangkan relasi sosial yang baik, dapat berempati,
membuat keputusan yang tepat, dan bertanggung jawab. Pembelajaran sosial emosional,
merupakan pengembangan dari teori kecerdasan emosi dari Goleman (2001) dan multiple
intelligence (kecerdasan majemuk) dari Gardner (1990).
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk program preventif dan promotif
(peningkatan). Preventif artinya mencegah masalah perilaku dengan meningkatkan
kompetensi sosial emosional. “Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning”
(CASEL) mengelompokkan komponen pembelajaran sosial emosional menjadi 5 komponen
yaitu:
a. Self-awareness (Kesadaran diri)
Kemampuan untuk memahami emosi, pemikiran, dan nilai-nilai yang mempengaruhi
perilaku dalam berbagai situasi.
b. Self -management (Manajemen diri)
Kemampuan untuk mengatur emosi, pemikiran dan perilaku secara efektif pada situasi
yang berbeda.
c. Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Membuat pilihan yang tepat dan konstruktif pada situasi tertentu
d. Social awareness (kesadaran sosial)
Kemampuan memahami perspektif yang berbeda termasuk berempati terhadap kondisi
individu dengan latar belakang yang berbeda.
e. Relationship skills (keterampilan sosial)
Kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan/relasi yang sehat dan efektif
dengan individu dari latar belakang yang berbeda.

Kaitan kelima dimensi ini dengan lingkungan sekolah dan masyarakat dapat dilihat pada
gambar

Gambar 1. Kerangka Pembelajaran Sosial Emosional dari CASEL

Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif
pada komunitas sekolah. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diajarkan:

1. Secara rutin: situasi atau kondisi ditentukan kemudian. Biasanya dilakukan di luar jam
belajar akademik.

2. Terintegrasi dalam mata pelajaran tertentu: Pembelajaran sosial emosional juga dapat
terintegrasi pada pelajaran tertentu. Siswa dapat berdiskusi dengan kasus tertentu, kerja
kelompok, role play, atau aktivitas lainnya.
3. Budaya: menjadi budaya dalam lingkungan sekolah, misalnya membiasakan untuk
menyelesaikan masalah dengan damai, menghargai pendapat orang lain, dan lain
sebagainya.

Materi 1
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan di bawah ini!

Video 1

https://www.youtube.com/watch?v=ikehX9o1JbI
Topik 6
PERAN GURU SEBAGAI TELADAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN SOSIAL EMOSIONAL (CASEL)

Eksplorasi Konsep

Mengapa guru memerlukan pembelajaran sosial emosional? Novick, Kress, & Elias
(2002) menjelaskan tiga hal yang perlu diingat oleh guru sebagai pendidik dan agen
perubahan:

1. Kepedulian (caring relationship) sebagai dasar pembelajaran. Selama


pembelajaran, hubungan antara siswa dengan guru, mentor, instruktur adalah
hal yang penting. Hubungan ini akan membuat siswa bisa mengeksplorasi,
berani bertanya, mengemukakan pendapat bahkan mengekspresikan diri.

2. Emosi mempengaruhi suasana belajar dan bagaimana pembelajaran dapat


diterima siswa. Siswa yang belajar dengan situasi yang menyenangkan,
merasakan lingkungan kelas yang menyenangkan dan kondusif akan cenderung
bisa menikmati kelasnya,

3. Tujuan yang mau dicapai dan pemecahan masalah mengarahkan individu


(guru atau siswa) dan juga memberikan motivasi/energi untuk melakukan
pembelajaran. Adanya tujuan dan pemecahan masalah yang terjadi kelas dan
lingkungan sekolah akan membantu guru dan siswa untuk mengarahkan dirinya
untuk mencapai tujuan dengan tepat. Misalnya guru mengetahui tujuan
pembelajaran dan mengetahui fungsi aktivitas yang dilakukan, maka guru dapat
menikmati proses mengajar. Begitu juga siswa yang mengetahui tujuan
pembelajaran dan aktivitas yang ada akan lebih termotivasi karena mengetahui
tujuan aktivitas tersebut.
Definisi EMC2 (Empathy, Mindfulness, Compassion, Critical Inquiry) dalam
pembelajaran Sosial-Emosional

UNESCO dan Mahatma Gandhi Institute of Education menjelaskan empat


kompetensi yang diperlukan dalam pendidikan dan relasi sosial yaitu EMC2 atau
Empathy, Compassion, Mindfulness, dan Critical Inquiry. Program pendidikan yang
didasari oleh kerangka kerja EMC2 terbukti membangun situasi belajar yang positif
(Parry, 2020).

Keempat kompetensi tersebut perlu diasah oleh seorang guru agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Empathy merupakan sebuah
kemampuan yang dimiliki dalam memahami siswa secara mendalam baik dalam
situasi pribadi maupun sosial serta peduli dan perhatian terhadap emosi yang dimiliki
oleh siswa yang ditunjukkan melalui perilaku mereka (Meyers et al., 2019).
Goleman (2007) dalam Hoerr (2010) menjelaskan tiga kategori Empathy:

a. Cognitive empathy
Kemampuan individu dalam mengetahui dan memahami perasaan yang dimiliki
oleh orang lain. Cognitive empathy diperoleh melalui receptive learning
(pembelajaran yang terbuka, bersahabat) melalui information gathering dan
mempelajari situasi serta perspektif orang lain.
b. Emotional empathy
Kemampuan individu dalam merasakan apa yang orang lain rasakan. Hal ini
biasanya diperoleh dari interaksi dengan orang lain sehingga dapat memahami
dan menghargai perasaan orang lain.
c. Actionable empathy
Kemampuan individu dalam memberikan respon atau tindakan sesuai dengan
perasaan orang lain. Goleman menyebut empathy ini sebagai compassionate
empathy.
Perlu diketahui bahwa keterampilan empathy juga dapat menyebabkan burn out
apabila individu tidak memiliki keterampilan untuk membatasi diri dari emosi atau
perasaan negatif. Oleh karena itu perlu diimbagi dengan compassion yaitu
kemampuan individu dalam merasakan dan memahami apa yang dirasakan orang
lain namun tetap dengan batasan tertentu.

Compassion (welas asih) merupakan keterampilan yang terkait erat dengan


kompetensi empati. Terkadang, empati saja tidak cukup. Anda mungkin merasakan
rasa sakit seseorang karena Anda berempati, tetapi Anda mungkin tidak memiliki
kemampuan untuk meringankannya karena Anda tidak memiliki belas kasih.
Compassion melibatkan perasaan terbuka terhadap penderitaan diri sendiri dan
orang lain, dalam cara yang non-defensif dan tidak menghakimi. Compassion sulit
untuk ditunjukkan dan membutuhkan seseorang untuk mengevaluasi situasi dengan
hati-hati. Ini membutuhkan seseorang untuk sepenuhnya sadar dan terlibat secara
kognitif dan emosional. Seseorang yang memiliki compassion tinggi mempunyai ciri:
1) Mampu menerima diri sendiri baik kelebihan maupun kelemahan diri
2) Mampu menerima kesalahan atau kegagalan sebagai suatu hal umum
yang juga dialami oleh orang lain
3) Mempunyai kesadaran tentang keterhubungan antara segala sesuatu
MacBeth & Gumley (2012) menjelaskan bahwa jarak yang terbentuk akibat
compassion justru membuat individu fokus dalam membantu orang lain secara
objektif namun juga bisa mundur untuk mengobservasi dari situasi dari jauh
sehingga dapat menentukan cara terbaik dalam menghadapi tantangan tersebut.
Melalui compassion seorang individu dapat membatasi perasaannya terhadap orang
lain sehingga dapat mengurangi personal distress akibat respon yang berlebihan
terhadap perasaan orang lain (Barton & Garvis, 2019).

Gilbert melihat compassion sebagai kemampuan yang ditunjukkan melalui enam


atribut (Strauss et al., 2016), yaitu :

a. Sensitivity, sikap individu yang responsif terhadap perasaan orang lain


sehingga mampu memahami bantuan apa yang dibutuhkan.
b. Sympathy, kemampuan individu dalam menunjukkan kepedulian terhadap
orang lain
c. Empathy, kemampuan individu untuk memahami perspektif orang lain.
d. Motivation/caring, mampu menunjukkan respon peduli yang memberikan
motivasi terhadap orang lain
e. Distress tolerance, kemampuan untuk menoleransi emosi yang dimiliki
ketika dihadapkan dengan penderitaan orang lain tanpa merasa kewalahan.
f. Non-judgement, kemampuan untuk menerima kondisi atau perasaan orang
lain tanpa menunjukkan rasa frustasi, marah, atau jijik.

Gambar 3 Elemen EMC2 berdasarkan UNESCO

Mindfulness

Mindfulness dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang


memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilAndasi rasa
ingin tahu dan kebaikan. Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan
menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu
situasi.

Mindfulness mengacu pada tindakan untuk melihat pengalaman yang dialami


dengan perspektif yang objektif. Mindfulness diperlukan agar individu tidak terlalu
teridentifikasi dengan pikiran atau perasaan negatif. Konsep dasar mindfulness
adalah melihat segala sesuatu seperti apa adanya dalam artian tidak
dilebih-lebihkan atau dikurangi sehingga mampu menghasilkan respon yang
benar-benar objektif dan efektif.

Terkadang, sebuah pembelajaran tidak selalu berjalan dengan mulus.


Mindfulness diperlukan dalam proses mengajar. Mindfulness merupakan
kemampuan individu untuk sadar akan pengalaman yang dimiliki sehingga mau
menerima situasi apapun tanpa menghakimi diri sendiri (Keng et al., 2011).
Kemampuan ini dapat ditunjukkan dengan perilaku meditasi atau menenangkan diri
yang dianggap dapat mengurangi bias dan perilaku negatif dalam menghadapi
sesuatu (Lueke & Gibson, 2015). Terdapat beberapa teknik mindfulness yang dapat
dilakukan (Conden & Gonchar, 2017), yaitu :

a. Two feet one breath, mengambil nafas dalam sembari berdiam di satu posisi.
b. Set intentions, mengingatkan kembali tujuan dan niat utama sehingga tetap
positif dalam situasi yang dimiliki.
c. “I am aware” technique, kemampuan individu untuk selalu sadar dan
mengingatkan diri terkait apa yang dilakukan.

Melalui ketiga kompetensi tersebut, tentu diperlukan critical inquiry. UNESCO.org


mendefinisikan critical inquiry sebagai kemampuan individu dalam memperoleh
sebuah informasi melalui pengamatan, pengalaman, pemikiran, penalaran, dan
penilaian diri sendiri kemudian dianalisis untuk dipahami.
Materi 1
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan pada bagian selanjutnya

Video 1 (Empathy)
Video ini memberikan contoh, bagaimana seorang guru/pendidikan dapat berempati
di kelas.

https://www.youtube.com/watch?v=rhx05tvnoUA

Video 2 (Compassion)
Video menjelaskan mengapa welas asih (compassion) sangat penting termasuk
welas asih terhadap diri sendiri. Guru dapat menjadi individu yang memiliki
compassion, namun juga harus bisa memaklumi bahwa mereka juga individu yang
memiliki keterbatasan.

https://www.youtube.com/watch?v=9ylsG5zx6Mo
Video 3 (Mindfulness)
Video ini menjelaskan mengenai mindfulness, bagaimana individu mampu
menghayati, menyadari secara utuh peran dan profesinya, juga keadaan sekitarnya.

https://www.youtube.com/watch?v=1L69DBtwQk4

Video 4 (Critical Inquiry)


Pada video ini Anda akan memperoleh sebuah informasi melalui pengamatan,
pengalaman, pemikiran, penalaran, dan penilaian diri sendiri kemudian dianalisis
untuk dipahami.

https://www.youtube.com/watch?v=xlX32gB_e-w

Pertanyaan Refleksi
Pertanyaan Respon
2
Apakah fungsi pembelajaran EMC secara
umum?
Mengapa penting bagi guru untuk memahami dan
menerapkan EMC2?

Sebutkan empat kompetensi EMC2!

Tuliskan hal-hal yang sudah Anda ketahui


sebelumnya tentang empat kompetensi EMC2 !

Tuliskan hal-hal baru yang Anda pelajari dari


video (link youtube) yang diberikan sebelumnya!

Apa hal-hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut


berkenaan dengan konsep EMC2 ?
Kesimpulan
Apa yang bisa Anda simpulkan sebagai Mahasiswa?

Materi 2
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan pada bagian selanjutnya

Video 1
Pada video ini, Karl menjelaskan bahwa guru dapat menjadi agen perubahan dalam
lingkungan sekolah. Ia percaya bahwa sekolah dan pendidik harus fokus untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman siswa.
Siswa harus didorong untuk berperan aktif dan bersemangat ketika berada di
sekolah. Dalam hal ini guru memiliki peranan penting.
https://www.youtube.com/watch?v=n5n3Zo5T8BY

Video 2

Pada video ini dijelaskan bahwa pembelajaran sosial emosional (Social Emotional
Learning) memberikan dasar bagi pembelajaran positif dan dapat meningkatkan
kemampuan siswa. Dalam hal ini guru atau instruktur merupakan agen yang dapat
memberikan contoh atau mengajarkan kemampuan sosial emosional.

https://www.youtube.com/watch?v=ww40dqJByzY

Pertanyaan Refleksi
Pertanyaan Respon
Mengapa ketika guru memiliki kemampuan sosial
emosional yang baik, ia dapat menjadi agen
perubahan di sekolah? Jelaskan!

Seberapa penting keterampilan sosial dalam proses


pembelajaran? Apa fungsinya?

Apa yang bisa Anda simpulkan?

Anda mungkin juga menyukai