PPG Prajabatan cetakan I dan II tahun 2023 yang dapat membantu mahasiswa
dalam menyelesaikan langkah Identifikasi Masalah, Eksplorasi Penyebab
Masalah, dan Penentuan Penyebab Masalah.
TOPIK I PEMETAAN KEMAMPUAN AWAL DAN KARAKTERISTIK
PESERTA DIDIK
Selanjutnya, kita akan melakukan kajian materi berikut ini untuk lebih
memahami konsep pemetaan kemampuan awal dan karakteristik peserta
didik.
d) Evaluasi Diri.
Untuk melakukan cara asesmen melalui evaluasi diri, guru dapat
membuat sebuah angket singkat untuk evaluasi mandiri (evaluasi diri)
terhadap peserta didik yang akan mengikuti pembelajaran. Cara ini
relatif mudah dilakukan, karena angket yang dibuat sederhana saja.
Berikut contoh angket untuk asesmen kemampuan awal mandiri:
Contoh:
Seberapa luas pengetahuan Anda pada kompetensi melakukan
pemupukan tanaman:
Misal hasilnya sebagai berikut:
(1) Saya pernah mendengar istilah pemupukan tanaman.
(2) Saya tidak tahu tentang jenis pupuk.
Kelas : 10 Fase E
Jumlah Soal : -
Elemen No
No Materi Indikator soal Level
Kompetensi Soal
Buatlah Kisi-Kisi
Jenis Materi 1 - - - -
Level Proses
Kognitif 1
Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi
Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2 Jenis Materi 2
Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses
Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi
Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3 Jenis Materi 3
Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses
Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi Buatlah Kisi-Kisi
Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4 Jenis Materi 4
Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses Level Proses
2) Menulis soal
Sesuai kisi-kisi soal yang telah disusun kemudian ditulis butir-butir soal. Jawaban atau
respons yang diberikan oleh peserta didik terhadap butir soal yang disusun, harus
memberikan informasi yang cukup untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi
prasyarat atau kompetensi yang akan dipelajari peserta didik.
Pada soal uraian, logika berpikir peserta didik dapat diketahui guru dari jawaban yang
ia tulis, tetapi pada soal pilihan, guru kurang dapat mengungkap kelemahan peserta
didik, karena soal tes pilihan rentang terhadap tebakan. Karena itu peserta didik perlu
menyertakan alasan atau penjelasan ketika memilih optsi (alternatif jawaban) tertentu.
3) Prinsip penyusunan soal
Tiga prinsip dalam menyusun soal yaitu; (1) menentukan secara jelas apa yang akan
dinilai (2) menyusun butir soal (3) menentukan kriteria pencapaian kompetensi yang
akan dinilai. Ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam menyusun butir soal.
a) Menggunakan stimulus/kondisi, dalam contoh kisi-kisi di atas ada dalam kolom
indikator soal. stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik,
wacana, dialog, video, atau kasus/masalah. Stimulus berfungsi sebagai media
bagi peserta tes untuk berpikir menjawab soal. Tanpa stimulus, soal
cenderung menanyakan atau menilai kemampuan mengingat. Stimulus yang
digunakan seyogyanya yang positif, dalam arti tidak menimbulkan efek negatif,
misalnya menyudutkan obyek tertentu, atau memberikan penguatan untuk
berperilaku negatif. Stimulus diutamakan yang bersifat edukatif, memberi
wawasan, pesan moral dan inspirasi kepada peserta didik.
b) Menggunakan kontek yang baru dari materi yang sudah dipelajari.
Menggunakan suatu konteks yang sudah familier, karena sudah pernah
dibahas di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab
peserta didik tidak lagi berpikir, tetapi hanya mengingat.
c) Menggunakan kompleksitas prosedur berpikir/ proses kognitif. Mengacu pada
stimulus/kondisi soal, diharapkan stem soal mempertanyakan terkait dengan
stimulus dan menanyakan kompleksitas tingkat berpikir.
a) Konstruksi
● pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tegas
● menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban.
● ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
● setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
● kondisi/stimulus soal berupa; teks, gambar, skenario, tabel, grafik,
wacana, dialog, video, atau kasus/masalah., atau yang sejenisnya
disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
b) Substansi
● soal harus sesuai dengan indikator.
● setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran, tp dan
kktp
● materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau
tingkat fase.
c) Bahasa yang digunakan
● rumusan kalimat soal harus komunikatif.
● menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar (baku).
● tidak menimbulkan penafsiran ganda.
● tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
● tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik,suku, ras, dan agama..
● menggunakan bahasa yang komunikatif.
● kalimat soal tidak menyalin/menjiplak persis suatu teks bacaan,
5) Mereview soal
Butir soal yang baik tentu memenuhi validitas isi, untuk itu soal yang telah ditulis harus
divalidasi oleh seorang pakar di bidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru
tidak memungkinkan untuk divalidasi oleh seorang pakar, soal tersebut dapat direviu
oleh guru-guru sejenis dalam MGMP atau setidaknya oleh guru-guru mapel program
keahlian dalam satu sekolah.
c. Menyusun kriteria asesmen
Jawaban atau respon yang diberikan oleh peserta didik terhadap soal asesmen awal
tentu bervariasi, karena itu untuk memberikan asesmen yang adil dan interpretasi
diagnosis yang akurat harus disusun suatu kriteria asesmen, apalagi bila tes yang sama
dilakukan oleh guru yang berbeda atau dilakukan oleh lebih dari satu orang guru.
Kriteria asesmen memuat rentang skor yang menggambarkan pada rentang berapa,
peserta didik didiagnosis sebagai mastery (tuntas) yaitu sudah menguasai tujuan
pembelajaran atau belum mastery yaitu belum menguasai tujuan pembelajaran tertentu,
atau berupa rambu-rambu bahwa dengan jumlah type error (jenis kesalahan) tertentu
peserta didik yang bersangkutan dinyatakan ada kesulitan sehingga harus diberikan
perlakuan yang sesuai.
Apabila penyusunan butir soal mengacu pada matrik dimensi materi dengan dimensi
proses kognitifnya Bloom dan dikemas dalam kemampuan lima dimensi kompetensi,
maka jawaban peserta didik langsung dapat diketahui jenis materi dan level proses
kognitif, ketrampilan serta pada dimensi kompetensi mana yang sudah dan yang belum
dikuasai.
d. Penskoran hasil asesmen awal dan pemetaan kemampuan awal peserta didik.
Penskoran asesmen awal secara prinsip tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes
yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat
karena harus menemukan fungsi asesmen awal. Pemetaan kemampuan awal peserta
didik, baik terhadap kemampuan prasyarat ataupun kompetensi yang sedang akan
dipelajari dapat digunakan tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Pemetaan kemampuan awal peserta didik
A Materi Fakta
1 Mengingat Fakta
B Materi Konsep
1 Mengingat Konsep
Menerapkan
2
Konsep
Menganalisis
3
Konsep
4 Mencipta Konsep
C Materi Prinsip
1 Mengingat prinsip
Menerapkan
2
prinsip
Menganalisis
3
prinsip
4 Mencipta prinsip
D Materi Prosedur
Mengingat
1
Prosedur
Menerapkan
2
Prosedur
Menganalisis
3
Prosedur
4 Mencipta Prosedur
E Materi Metakognitif
Mengingat Meta
1
Kognitif
Menerapkan Meta
2
Kognitif
Menganalisis Meta
3
Kognitif
Mencipta Meta
4
Kognitif
https://www.proprofs.com/quiz-school/story.php?title=mtywntezmqz871
Setelah mengikuti uji coba tes gaya belajar tersebut, mari kita lakukan refleksi.
1) Apakah Anda seorang Auditori? Kinestetik? Visual? Intelektual?
2) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar
yang sama dengan Anda?
3) Apakah Anda pernah menemukan peserta didik yang memiliki gaya belajar
berbeda dengan Anda?
4) Apakah semua peserta didik memiliki gaya belajar yang sama? Mengapa?
Berdasarkan hasil refleksi ini, Anda telah memahami bahwa karakteristik dan
gaya belajar peserta didik berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan kemampuan
awal dan karakteristik peserta didik.
Eksplorasi Konsep
Pada pendekatan ini, media pembelajaran juga dapat disesuaikan dengan karakter
perkembangan anak usia prasekolah yang masih berada pada tahap Praoperasional, yaitu
saat anak membutuhkan benda konkret dan lingkungan. Bredekamp (dalam Ilfiandra, 2011)
menyatakan bahwa perkembangan anak merupakan suatu proses kompleks yang
melibatkan semua indera secara aktif bahkan terkadang melahirkan berbagai teka-teki
bahkan spekulasi. Oleh karena itu, tidak dipungkiri terdapat berbagai sudut pandang dalam
menjelaskan dinamika perkembangan dan belajar anak. Dengan merujuk pada pendapat
beberapa ahli psikologi perkembangan, Ilfiandra (2011) menjelaskan bagaimana anak
berkembang dan belajar sebagai berikut.
2) Perkembangan terjadi dalam urutan yang relatif dapat diprediksi yaitu abilitas,
keterampilan, dan pengetahuan yang selanjutnya dibangun berdasarkan apa yang
sudah diperoleh terdahulu. Perkembangan berlangsung dalam rentang bervariasi
antaranak dan juga antarbidang perkembangan dari masing-masing fungsi.
3) Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif atau berbanding lurus terhadap
perkembangan anak. Hal itu berarti sedikit atau banyaknya frekuensi paparan
pengalaman yang diterima oleh seorang individu dapat berpengaruh perkembangannya.
Semakin banyak pengalaman yang diterima atau didapatkan, semakin kuat dan
terpenuhi kebutuhan perkembangannya. Demikian pula yang terjadi sebaliknya.
5) Anak adalah pembelajar aktif. Pengalaman fisik dan sosial serta pengetahuan yang
ditransmisikan secara kultural mampu membantu anak untuk membentuk dan
menciptakan pemahamannya mengenai lingkungan sekitarnya
6) Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan
lingkungan yang mencakup lingkungan fisik dan sosial tempat anak tinggal. Bermain
merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, dan kognitif
anak, dan juga merefleksikan perkembangan anak.
9) Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas yang menghargai,
memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan aman baik secara fisik maupun
psikologis.
A.1.1 Miskonsepsi tentang Developmentally Appropriate Practice (DAP)
Miskonsepsi ini terjadi sekitar 1987 karena beberapa kalangan melakukan kontradiksi
antara praktik yang tepat (appropriate) dan praktik yang tidak tepat (inappropriate). Ada
pandangan yang menolak pengalaman belajar yang terstruktur dengan alasan terlalu
kaku dan berpusat pada guru.
Guru yang menerapkan DAP dianggap melakukan pengajaran secara minimal, bahkan
tidak ada sama sekali. Sekali lagi kekeliruan ini disebabkan oleh keterbatasan sudut
pandang orang yang mengemukakan bahwa guru cukup melakukan pengarahan dan
pengendalian.
Interpretasi keliru ini berasal dari ketakutan orang terhadap pandangan bahwa jika anak
terlalu dini memperoleh stimulasi akademik, maka mereka akan mengalami kesulitan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
● Praktik pembelajaran yang berorientasi DAP dapat dicapai melalui permainan dan
materi tertentu.
Miskonsepsi ini berasal dari kekeliruan mengartikan istilah tujuan pembelajaran meliputi
semua dimensi perkembangan, berdasarkan pemahaman terhadap tingkat
perkembangan, serta kebutuhan dan perkembangan individual anak.
● Kurikulum dalam praktik DAP adalah perkembangan anak.
Misinterpretasi ini disebabkan oleh pengabaian terhadap fakta bahwa disiplin ilmu lain
dalam pembelajaran mesti bersinergi dengan ilmu perkembangan anak untuk
memastikan anak dapat mewujudkan potensinya.
● DAP merupakan salah satu kecenderungan atau tren pendidikan. Miskonsepsi ini terjadi
karena adanya pola pikir yang beranggapan bahwa dalam penerapannya DAP menuntut
guru untuk melakukan banyak perubahan dalam pembelajaran. Padahal, penerapan
DAP tidak menuntut guru untuk mengubah segala sesuatu yang dilakukannya,
melainkan menyelaraskan tindakan pendidikan mereka dengan pengetahuan mengenai
perkembangan anak. Sebagai contoh, menggunakan pengetahuan mengenai
perkembangan anak untuk mengembangkan rencana pembelajaran dan penilaian.
1. Kegiatan disesuaikan dengan perkembangan anak dengan fokus agar anak mampu
melakukan konstruksi pengetahuan secara mandiri.
4. Kegiatan belajar dapat berlangsung melalui projek, pusat belajar, dan bermain yang
mencerminkan minat anak.
7. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan dorongan kepada anak untuk
mencari tantangan baru dalam rangka mengembangkan perasaan mampu dan kendali
diri. Pada pendekatan ini guru diharapkan dapat menyadari bahwa setiap pengalaman
merupakan peluang belajar bagi anak dalam rangka menumbuhkan perasaan mampu
dan bertanggung jawab pada anak.
8. Guru memfasilitasi pengembangan kendali diri dan komunikasi sosial anak yang
disesuaikan dengan kemampuan bahasa dan tingkat kognisi anak.
9. Guru berbicara satu persatu dengan anak, memfasilitasi interaksi verbal dan menyajikan
pengalaman belajar bahasa secara terstruktur.
10. Aktivitas di dalam dan di luar ruangan digunakan secara bervariasi dengan intensitas
keterlibatan guru secara penuh.
11. Informasi dan gagasan dari orang tua membantu guru untuk mengenal anak dengan
lebih baik.
12. Penggunaan tes dan asesmen untuk mengetahui kesiapan anak mengikuti program
yang lebih tinggi merupakan cara yang dipakai.
13. Program belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak dan
tidak memaksakan sistem yang dikembangkan oleh guru.
Setelah membaca dan memahami mengenai pendekatan DAP, silakan melakukan riset mandiri
mengenai keunggulan dan kelemahan penerapan DAP di ruang kelas dalam rangka
menciptakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Anda dapat menggunakan
panduan pertanyaan berikut ini untuk memandu riset yang dilakukan.
2. Menurut Anda, apa yang akan terjadi pada proses pembelajaran di ruang kelas jika guru
memahami perkembangan peserta didik dengan baik?
Simpulkanlah hasil riset yang telah Anda lakukan dalam bentuk catatan, jurnal, peta
pikiran, ringkasan, atau bentuk lainnya untuk didiskusikan bersama dosen dan rekan
mahasiswa lainnya di kelas.
A.2 Pembelajaran yang Tanggap Budaya (Culturally Responsive Teaching)
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sejuta budaya. Kondisi alam yang
beraneka ragam membuat masyarakat Indonesia memiliki pengalaman yang beragam pula
dalam menjalani kesehariannya. Maka, sudah semestinya pendidikan di negeri ini bisa
merangkul seluruh keragaman dengan memberikan pendidikan yang adil kepada setiap.
Adil pada konteks ini adalah dengan memberikan pendidikan sesuai dengan haknya
melalui proses pembelajaran yang tanggap budaya.
Pembelajaran yang tanggap budaya atau yang juga dikenal dengan istilah Culturally
Responsive Teaching (CRT) adalah suatu metode pembelajaran yang berfokus pada
adanya persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa
membedakan latar belakang budaya mereka. Dalam dunia pendidikan pembelajaran
tanggap budaya adalah model pendidikan teoritis yang tidak hanya bertujuan meningkatkan
prestasi peserta didik, tetapi juga membantu peserta didik menerima dan memperkokoh
identitas budayanya. Menurut Ladson-Billing (1995) terdapat tiga proposisi pendidikan
tanggap budaya, yakni:
Dalam pandangan Gay (2002) terdapat lima elemen esensial dalam pendidikan
tanggap budaya, yakni “developing a knowledge base about cultural diversity, including
ethnic and cultural diversity content in the curriculum, demonstrating caring and building
learning communities, communicating with ethnically diverse students, and responding to
ethnic diversity in the delivery of instruction”.
Setidaknya terdapat lima panduan atau prinsip aplikasi pendidikan tanggap budaya,
yaitu (1) pentingnya budaya, (2) pengetahuan terbentuk sebagai bagian dari konstruksi
sosial, (3) inklusivitas budaya, (4) prestasi akademis tidak terbatas pada dimensi intelektual
an sich, serta (5) keseimbangan dan keterpaduan antara kesatuan dan keragaman (Greer,
et.al., 2009).
Villegas dan Lucas (2002) ketika membahas mengenai karakteristik guru tanggap
budaya mengungkap enam karakteristiknya, antara lain:
Dengan demikian, pendidikan guru tanggap budaya tidak hanya bertujuan membekali
guru untuk menyadari, menghormati dan mengakui kenyataan bahwa terdapat keragaman
budaya atau nilai berbeda pada peserta didik yang berasal dari latar belakang suku,
agama, bahasa, dan etnis berbeda, tetapi juga mempunyai pengetahuan lebih mendalam
mengenai sisi-sisi khusus atau keunikan dari budaya peserta didik dan menggunakannya
sebagai titik berangkat dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (Gay,
2002).
● Menurut Anda, mengapa guru perlu memahami tentang kerangka strategi dalam
pembelajaran yang tanggap budaya?
● Apa implikasinya dalam kegiatan belajar di kelas?
● Menurut Anda, apakah proses pembelajaran yang pernah Anda amati sudah
menggunakan kerangka strategi pembelajaran yang tanggap budaya? Mengapa
demikian?
Setelah berefleksi dan berdiskusi bersama, simaklah kembali sekilas kisah
pembelajaran yang dilakukan oleh Made berikut sebagai salah satu contoh gambaran
pembelajaran yang tanggap budaya.
Dari contoh Ida di atas, menurut Anda, tantangan apa yang mungkin muncul jika Idae tidak
menerapkan pembelajaran yang tanggap budaya di kelasnya? Mengapa? Apa kaitannya
dengan teori yang sudah Anda pelajari pada topik sebelumnya?
6) Berikan anak keleluasan untuk belajar dengan berbagai cara serta sediakan juga
kegiatan yang terjadwal dan rutin.
7) Gunakan metode mengajar yang tepat.
8) Ciptakan lingkungan yang tanggap akan kebutuhan anak dan merangsang kecerdasan.
9) Gabungkan bermacam-macam pengalaman, material, dan strategi mengajar dalam
menyusun kurikulum serta sesuaikan dengan pengalaman-pengalaman, tingkat
kematangan, gaya belajar, kebutuhan, dan minat peserta didik.
Di dalam kelas tentu saja mungkin kerap kali menemui berbagai karakteristik peserta didik,
tidak terkecuali karakteristik perkembangan akademiknya. Ada peserta didik yang cepat
belajar dan ada juga yang sedikit lambat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru.
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena level peserta didik tersebut belum tepat dengan
level atau capaian belajar yang ditetapkan.
Selanjutnya guru harus secara konsisten mengukur kemampuan membaca, menulis, dan
memahami. Jika dalam prosesnya peserta didik tidak mencapai hasil yang diharapkan,
maka guru harus menyiapkan program remedial. Pendekatan TaRL terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
TaRL merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada tingkat kelas, melainkan
mengacu pada tingkat kemampuan peserta didik. Inilah yang menjadikan TaRL berbeda dari
pendekatan biasanya. TaRL dapat menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan
pemahaman yang selama ini terjadi dalam kelas.
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya
target pembelajaran yang sesuai dengan jenjang, kemampuan, serta kesiapan peserta didik di
kelas. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan
sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Secara umum RPP dapat didefinisikan sebagai seperangkat rencana pembelajaran yang
memberi arahan bagi guru materi apa saja yang akan diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya (Spratt, et al., 2005). Definisi di atas menunjukkan bahwa unsur yang harus
ada dalam suatu lesson plan adalah materi pelajaran yang harus dikuasai dan bagaimana
pembelajaran untuk mencapai materi tersebut akan dirancang, dikelola, dan dievaluasi
keberhasilannya.
RPP disusun untuk setiap target pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Menurut Harmer (2001), rancangan
pembelajaran yang baik memiliki dua ciri utama, yaitu keselarasan (coherence) dan
keberagaman (variety).
1. Keselarasan (Coherence)
Keselarasan berarti RPP memiliki pola yang logis dan memiliki keterkaitan antarbagian
atau antarunsur yang membentuk satu kesatuan. Jika dalam sebuah RPP terdapat tiga
kegiatan yang berbeda-beda, maka harus ada keterkaitan antara ketiga jenis kegiatan.
Setidaknya, masing-masing kegiatan tersebut harus mencapai satu tujuan yang sama.
Jika tidak ada keterkaitan antar kegiatan, maka bisa dikatakan bahwa RPP tersebut
tidak koheren atau tidak selaras.
2. Keberagaman (Variety)
Variety berarti penggunaan jenis-jenis aktivitas yang berbeda. Suatu drill yang dilakukan
secara monoton dalam keseluruhan cakupan waktu untuk satu pertemuan sudah pasti
akan membuat pelajaran menjadi sangat menjemukan. Untuk mencapai suatu
kompetensi tertentu seringkali diperlukan beberapa aktivitas berkesinambungan yang
nantinya secara bersama-sama akan dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang
diinginkan tersebut.
Kedua ciri yang disebutkan di atas, sekilas terlihat seperti dua kata berlawanan. Dalam kondisi
ekstrim, RPP yang sangat selaras atau koheren mungkin tidak memenuhi syarat keberagaman
karena keterikatan satu sama yang antarkegiatan yang terkesan kaku. Sebaliknya sebuah RPP
yang memuat aktivitas yang sangat beragam dapat menjadi kurang koheren karena
memungkinkan kecenderungan adanya aktivitas yang tidak terkait satu sama lain. Harmer
(2001) menyarankan untuk dilakukannya suatu kompromi ‘Plan a lesson that has an internal
coherence but which allows students to do different things’. Seorang guru harus mampu
merancang RPP yang memiliki koherensi internal tanpa menghalangi peserta didik untuk
melakukan berbagai jenis aktivitas yang bervariasi namun tetap relevan.
TOPIK III TELAAH PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN DAN
ASESMEN DALAM PERENCANAAN, PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN, DAN ASESMEN DENGAN BERBAGAI
MODEL DAN KONTEKS PEMBELAJARAN DI SMK
Eksplorasi Konsep
Sekarang kita akan mempelajari prinsip pembelajaran dan asesmen di SMK dalam
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan asesmen pembelajaran
dengan model Project Based Learning (PjBL) yang diterapkan dalam konteks pembelajaran,
seperti Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak
Wirausaha/SPW).
1. Telaah pembelajaran dan asesmen pada model Project Based Learning (PjBL)
Sebelum Anda mempelajari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL), silahkan
cermati link video berikut:
Nah, saya kira Anda sudah memiliki gambaran awal tentang model pembelajaran Project
based learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis projek. Untuk itu, mari kita lanjutkan
pembahasan kita tentang PjBL.
Guru SMK sebagai pengendali mutu pembelajaran teori di kelas dan praktik di bengkel atau
laboratorium tentu harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif untuk mengembangkan
model-model pembelajaran yang relevan di era transformasi digital dan revolusi Industri 4,0
ini. Guru SMK harus mampu mengikuti perubahan zaman dan teknologi. Untuk itu guru SMK
harus memiliki ide kreatif dalam menyelesaikan permasalahan bagaimana softskill dan
hardskill peserta didik bisa terbentuk secara perlahan melalui pembelajaran. Menurut Sudira
(2020) cara-cara baru dalam mengajar yang lebih inovatif diperlukan untuk memecahkan
masalah Pembelajaran Vokasional. Muara skill mengajar pada Pembelajaran Vokasional era
transformasi digital dan revolusi Industri 4,0 tidak lain dan tidak bukan adalah skills to solve
vocational learning problems creatively. Pembelajaran Vokasional era Transformasi Digital
dan Revolusi Industri 4,0 harus mengajarkan dan melatih peserta didik kemampuan belajar
memecahkan masalah dengan kreatif. Model-model pembelajaran pemecahan masalah
(PBL) dan model pembelajaran berbasis projek (PjBL) cocok diterapkan dan disarankan
lebih banyak diterapkan dalam pembelajaran.
Project based learning menghasilkan hasil belajar yang lebih autentik dan bermanfaat bagi
peserta didik karena mereka bekerja pada projek atau tugas yang menantang, menarik, dan
relevan dengan kehidupan nyata. Selain itu pembelajaran berbasis projek dapat membantu
peserta didik untuk mengembangkan keterampilan abad 21 seperti literasi digital, kreativitas,
inovasi, dan berpikir kritis.
Untuk itu alur atau sintak pembelajaran berbasis projek yang dikembangkan di SMK
mengikuti atau menyerupai alur kerja yang ada di dunia kerja untuk menghasilkan sebuah
produk atau jasa yang nyata, bukan sekedar simulasi. Pesanan atau order dipandang
sebagai masalah (problem) yang harus diselesaikan. Permasalahan-permasalahan dijawab
dalam bentuk alur atau sintak yang biasa digunakan di dunia kerja dan ini diadopsi sebagai
sintak pembelajaran berbasis projek di SMK.
Produk barang atau layanan jasa dalam pembelajaran berbasis projek di SMK
dikembangkan sebagai permasalahan atau tantangan yang harus diselesaikan. Produk
barang atau layanan dibedakan berdasarkan: (1) order dari konsumen (dunia kerja atau
masyarakat), atau (2) usaha kewirausahaan sekolah (guru, peserta didik) atas inisiatif dan
kreatifitas sekolah dengan memperhatikan potensi yang ada di sekolah dan lingkungannya.
Model pembelajaran berbasis projek atau Project Based Learning (PjBL) pada pembelajaran
dan asesmen di SMK akan diterapkan dalam beberapa konteks pembelajaran, seperti
Teaching Factory, Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan (Sekolah Pencetak
Wirausaha/SPW).
Gambar 3.1 Alur pembelajaran berbasis projek (PjBL) di SMK dengan projek/produk
berupa barang. (Dit SMK, 2021)
Pembelajaran berbasis projek dengan produk atau projek yang dibuat berdasarkan
order/pesanan, peserta didik dengan bimbingan guru melaksanakan alur pembelajaran
sebagai berikut:
Alur pembelajaran berbasis projek dengan produk/projek berupa layanan jasa dapat
dijelaskan seperti berikut ini.
1) Pemetaan kompetensi.
Guru bisa melibatkan peserta didik memetakan kompetensi yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan projek/produk melalui analisis projek/produk atau layanan jasa. Hasil
analisis berupa kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
projek/produk yang diturunkan menjadi Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan
Pembelajaran dari pembelajaran berbasis projek. Hasil analisis projek tidak menutup
kemungkinan menghasilkan pembelajaran tematik yang diterapkan dalam
pembelajaran berbasis projek, sehingga pembelajaran merupakan kolaborasi dari
berapa mata pelajaran. Ilustrasi analisis projek/produk seperti pada gambar berikut:
Projek/ produk kreatif sekolah berupa kue Donat yang dipasarkan secara online
membutuhkan kolaborasi antara mata pelajaran Boga, Desain Komunikasi Visual
(DKV), Bahasa Indonesia, dan Teknik Informasi dan Komunikasi. Kegiatan analisis ini
dikoordinir oleh Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum.
2) Pemetaan alur pencapaian kompetensi.
Total waktu 16 JP
Berikut adalah contoh job sheet yang dapat diunduh pada link berikut:
Contoh Lembar Kerja (Job sheet):
https://drive.google.com/file/d/1ntWLmozEB61TvuS0Egfd2FvDsrPQWJJ9/view?usp=sharing
Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa mengikuti
alur seperti pada gambar berikut:
Peserta didik melaksanakan projek sesuai dengan jadwal mata pelajaran yang
ditetapkan dengan menggunakan lembar kerja (jobsheet). Lembar kerja atau jobsheet
merupakan bagian atau lampiran dari perangkat pembelajaran yang dibuat oleh guru.
Monitoring dilakukan untuk menentukan apakah mereka telah mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan produk sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan melalui
quality control. Presentasi hasil projek di kelas atau kepada pelanggan untuk
memastikan bahwa hasil projek sudah sesuai dengan spesifikasi.
Produk yang sudah memenuhi standar dan spesifikasi yang diuji melalui uji fungsi dan
quality control, dikemas dan dikirim kepada pelanggan. Produk layanan jasa apabila
sudah sesuai dengan permintaan pelanggan (quality control), maka layanan jasa bisa
diakhiri.
Asesmen pembelajaran berbasis projek berupa produk atau layanan jasa dilakukan
dengan mengisi lembar penilaian pada lembar kerja atau jobsheet, demikian pula
asesmen dilakukan pada saat presentasi produk atau layanan jasa dilakukan secara
komprehensif melibatkan semua guru pendamping yang terlibat.
Dengan alur pembelajaran berbasis projek (PjB) di SMK, peserta didik dapat terlibat
dalam proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, dan menantang. Selain itu, peserta
didik juga dapat mengembangkan keterampilan sosial, pemecahan masalah, dan kerja
sama dalam konteks yang lebih relevan dengan dunia kerja
Sebelum Anda mempelajari lebih jauh tentang teaching factory, silahkan Anda mencermati
video melalui tautan berikut:
Nah, dari Video tersebut Anda sudah memiliki gambaran awal tentang pengelolaan
pembelajaran pada teaching factory di SMK. Untuk mengenali lebih jauh teaching factory,
mari kita lanjutkan pembahasannya berikut.
Sesuai dengan Pasal 6, ayat (1) PP 41 tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber
Daya Industri, yang dimaksud dengan "pabrik dalam sekolah (teaching factory)" adalah
sarana produksi yang dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang
sesungguhnya untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata Industri dan
tidak berorientasi mencari keuntungan.
Prinsip dasar teaching factory di SMK dalam melaksanakan program teaching factory
adalah: (1) Adanya integrasi pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum SMK; (2)
Semua peralatan dan bahan serta pelaku pendidikan disusun dan dirancang untuk
melakukan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan produk (barang
ataupun jasa); (3) Adanya perpaduan dari pembelajaran berbasis produksi dan
pembelajaran kompetensi; (4) Dalam pembelajaran berbasis produksi, siswa SMK
harus terlibat langsung dalam proses produksi, sehingga kompetensinya dibangun
berdasarkan kebutuhan produksi. Kapasitas produksi dan jenis produk menjadi kunci
utama keberhasilan pelaksanaan pembelajaran berbasis produksi (Ditpsmk, 2017).
Kepala Sekolah dan seluruh manajemen sekolah harus memiliki pola pikir dan
pemahaman tentang konsep dan penerapan Teaching factory yang baik dan
benar. Kebijakan-kebijakan SMK terintegrasi dengan pelaksanaan Teaching
factory, misalnya pada Rencana Induk Pengembangan Sekolah, sasaran
mutu, dokumen sekolah, dokumen pelaksanaan pembelajaran.
Teaching factory SMK sebagai tata kelola harus memiliki struktur organisasi
yang operasional, efektif dan sederhana. Struktur organisasi teaching factory
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan oleh kepala sekolah. Struktur
organisasi teaching factory terintegrasi ke dalam struktur organisasi sekolah.
Di bawah ini adalah contoh struktur organisasi teaching factory.
(5) Lingkungan.
Penataan bengkel atau laboratorium diatur sesuai dengan standar industri untuk
mendapatkan suasana kerja industri didukung dengan penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja atau K3.
c) Pola Pembelajaran
Pola pembelajaran dilaksanakan pada pembelajaran berbasis industri. Untuk hal
tersebut perlu didukung adanya sinkronisasi kurikulum yang dilakukan oleh pihak
sekolah dan industri dalam rangka menyusun kurikulum bersama, perangkat
pembelajaran (RPP atau Modul Ajar) beserta jobsheet sesuai dengan standar
industri. Pembelajaran praktik harus dipastikan ketersediaan bahan praktik yang
merupakan bahan baku produksi. Hasil praktik merupakan produk atau jasa yang
siap dipasarkan atau produk pesanan.
d) Marketing Promosi
Implementasi teaching factory harus memiliki target dan segmen pasar serta
jangkauan pasar yang jelas. Untuk menjangkau pasar yang luas harus memiliki
media komunikasi untuk mengenalkan kegiatan teaching factory SMK beserta
produk unggulannya. Media komunikasi dikemas dalam pemanfaatan media
cetak, pameran contoh produk, dan pemanfaatan platform digital.
g) Hubungan Industri
Hubungan SMK dan Industri memiliki peran sangat penting dalam menjalankan
teaching factory. SMK memastikan hubungan kemitraan dengan industri berjalan
dengan baik dan operasional. Mitra industri dilibatkan dalam tahapan kegiatan (1)
penyelarasan kurikulum yang terdiri dari analisis konteks sekolah, merumuskan
visi dan misi sekolah, penetapan tujuan sekolah dan tujuan program keahlian, (2)
merancang organisasi pembelajaran yang terdiri dari perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran dan asesmen pembelajaran, uji sertifikasi kompetensi
peserta didik dengan pola yang disepakati, (3) keterlibatan industri dalam
implementasi pelaksanaan pembelajaran dan asesmen, (4) evaluasi
penyelenggaraan pembelajaran sebagai refleksi dan perbaikan sistem
pembelajaran secara berkelanjutan, (5) perencanaan pembelajaran Praktik Kerja
Lapangan, (6) magang guru, (7) guru tamu, (8) job order berupa pelimpahan
pekerjaan/order dari industri untuk dilaksanakan/diproduksi di SMK (teaching
factory), dan (9) perekrutan dan penyaluran lulusan serta hal-hal lain yang bisa
dilakukan bersama antara sekolah dan industri.
Analisis konteks teaching factory dilakukan dengan menganalisis kondisi dan potensi
sekolah dalam mengembangkan teaching factory. Analisis kondisi dan potensi
dilakukan dengan menginventarisir kondisi lingkungan sekolah dengan
mengelompokkan kondisi internal dan eksternal. Kekuatan, peluang kelemahan dan
tantangan yang dialami sekolah saat ini untuk menentukan prioritas pilihan proses
produksi yang dipilih dalam teaching factory. Aspek-aspek internal dalam analisis
kondisi sekolah diantaranya kurikulum, SDM, fasilitas, pembiayaan, dan manajemen.
Adapun aspek eksternal potensi daerah, dan mitra industri sekolah.
a) Produk
Produk barang atau jasa pada pembelajaran teaching factory adalah media
pengantar untuk mencapai suatu kompetensi tertentu. Aspek yang harus
diperhatikan dalam penentuan suatu produk dalam pembelajaran teaching
melalui produk adalah menentukan produk yang memiliki nilai ekonomis. Untuk
lebih jelasnya, silahkan cermati video melalui link berikut:
Menurut video tersebut di atas, aspek penilaian hasil kerja praktik pada teaching
factory terdiri dari apa saja?
c) Jadwal blok
Anda sekarang akan belajar tentang pembelajaran Kelas Industri. Sebagai langkah awal
mempelajari pembelajaran berbasis kelas industri, terlebih dahulu silahkan Anda
mencermati video pada link berikut:
Video 3.10: Pembelajaran kelas Industri https://youtu.be/xwSEq9ykv6w
Nah, dari video tersebut saya kira sekarang Anda sudah mulai mengenali pembelajaran
kelas Industri.
Persaingan global dalam mencari pekerjaan bagi lulusan SMK sangatlah ketat. Saat ini,
peluang kerja di dunia industri semakin kompetitif dan banyak perusahaan membutuhkan
tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang memadai. Lulusan SMK
harus mampu bersaing dengan pencari kerja yang semakin banyak jumlahnya. Tantangan
tersebut harus diantisipasi sejak awal agar lulusan SMK dapat berkompetisi di dunia kerja
saat ini dan yang akan datang. Untuk itu SMK harus segera tanggap terhadap tuntutan
tersebut dengan membangun jejaring dengan industri untuk merancang pembelajaran
kejuruan yang mengacu kepada kompetensi yang dibutuhkan industri.
Perdirjen Vokasi nomor 45 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah
Pelaksanaan Kelas Industri di Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2023, menegaskan
bahwa untuk merealisasikan agar SMK dapat menghasilkan lulusan yang unggul sesuai
dengan tuntutan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja diperlukan adanya wadah yang
dapat menjembatani kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja sesuai dengan
harapan SMK. Wadah yang dimaksud adalah kelas industri yang para instrukturnya berasal
dari dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja atau guru yang mendapatkan
pengetahuan/ketrampilan terkini dan kurikulumnya sudah merupakan hasil sinkronisasi dan
siswanya secara langsung melakukan praktik kerja pada tempat kerja yang sesungguhnya.
Perencanaan program kelas industri di SMK adalah proses awal dalam penyusunan
program kelas industri dengan menyepakati Memorandum of Understanding (MoU). Isi
dari MoU adalah perjanjian yang dibuat antara pihak industri dan SMK untuk mencapai
kesepakatan dan kerjasama dalam penyelenggaraan kelas industri yang berisikan
poin-poin diantaranya: (1) penyediaan pelatihan kelas industri, (2) pengembangan
kurikulum kelas industri, (3) program magang bagi guru, (4) penyediaan fasilitas dan
peralatan bersama, (5) kolaborasi projek, (6) riset bersama, (7) perekrutan dan
penempatan kerja bagi lulusan, (8) Praktik Kerja Lapangan.
Pelaksanaan pembelajaran kelas industri yang selama ini yang dilakukan oleh SMK
adalah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan sistem ganda (PSG) dan praktik
kerja lapangan (PKL).
Salah satu upaya untuk mendekatkan dunia kerja dengan Sekolah Menengah
Kejuruan adalah digulirkannya Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang mulai
diterapkan di Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia. Kepmendikbud no
323/U/1997 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda Pada Sekolah
Menengah Kejuruan, menegaskan bahwa pendidikan sistem ganda selanjutnya
disebut PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan
yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan sekolah
menengah kejuruan dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui
bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk
mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Pendidikan sistem ganda adalah solusi untuk mengatasi kesenjangan kompetensi
lulusan dengan kebutuhan kompetensi kerja di industri. Hal ini dikuatkan oleh Aaltje
D. Ch. Wayong (2010), dengan konsep Pendidikan Sistem Ganda (PSG) para
lulusan SMK tidak saja dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan dasar tentang
dunia industri, melainkan langsung dengan pengalaman dan kemampuan praktik di
dunia kerja nyata. Dengan kata lain, PSG menjadikan lulusan SMK tidak saja
mempunyai kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
melainkan juga mempunyai kualifikasi yang match dengan dunia usaha dan dunia
industri
Bentuk lain pembelajaran kelas industri adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
dunia kerja. Salah satu pembelajaran di SMK yang mendukung peningkatan
kompetensi terutama keterampilan kerja, sikap dan budaya kerja peserta didik
adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL). PKL merupakan bentuk pembelajaran
peserta didik yang dilaksanakan di dunia kerja untuk mengasah dan memperkuat
kompetensi sesuai bidangnya (Dit SMK, 2021).
Pelaksanaan PKL dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, seperti yang
dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun
2020 tentang tentang Praktik Kerja Lapangan bagi Peserta Didik bahwa Praktik
Kerja Lapangan (PKL) merupakan pembelajaran bagi peserta didik SMK/MAK,
SMALB, dan LKP yang dilaksanakan melalui praktik kerja di dunia kerja dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan dunia kerja.
Pola penyelenggaraan PKL berdasarkan Pedoman Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Peserta Didik tahun 2017 yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, pelaksanaan PKL dilakukan dengan:
a) Pola harian (120 s.d 200 hari efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6
sampai dengan 10 bulan setara dengan 5 hari x 4 minggu x 6 bulan = 120 hari
sampai dengan 5 hari x 4 minggu x 10 bulan = 200 hari. Penyelenggaraan PKL
pola harian ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 120 s.d 200 hari peserta
didik mengikuti PKL ke dalam hari efektif pembelajaran. Dengan demikian dalam
satu minggu efektif, ada beberapa hari peserta didik berada di sekolah dan
beberapa hari lainnya peserta didik berada di industri. Hal ini seperti pola yang
dilaksanakan pada pembelajaran sistem ganda (PSG)
b) Pola mingguan (24 s.d 40 minggu efektif). Penyelenggaraan PKL dilakukan
selama 6-10 bulan setara dengan 4 minggu x 6 bulan = 24 minggu sampai
dengan 4 minggu x 10 bulan= 40 minggu. Penyelenggaraan PKL pola mingguan
ini dilakukan dengan cara mendistribusikan 24 sampai dengan 40 minggu
peserta didik mengikuti PKL ke dalam minggu efektif pembelajaran. Dengan
demikian dalam satu bulan, ada beberapa minggu peserta didik berada di
sekolah dan beberapa minggu lainnya peserta didik berada di industri. Pola ini
sesuai bagi SMK yang sudah melakukan pendidikan sistem ganda (PSG).
c) Pola bulanan (6 s.d 10 bulan). Penyelenggaraan PKL dilakukan selama 6 sampai
dengan 10 bulan. Pola bulanan dilakukan dengan cara mendistribusikan 6
sampai dengan 10 bulan peserta didik mengikuti PKL ke dalam bulan efektif
pembelajaran. Dengan demikian dalam satu tahun, peserta didik beberapa bulan
berada di sekolah dan beberapa bulan lainnya berada di industri. Pada pola
bulanan ini dapat dilakukan dengan sistem blok (6 s.d 10 bulan) atau dapat
dipecah diselingi dengan pembelajaran di sekolah. PKL selama 6 bulan dapat
dilakukan pola 3-3, yaitu 3 bulan di industri, 3 bulan di sekolah, dan 3 bulan di
industri dan 3 bulan kembali ke sekolah, sehingga memenuhi PKL di industri
selama 6 bulan. PKL selama 10 bulan (bagi SMK 4 tahun) dapat dilakukan dalam
3 semester dengan pola 4-3-3 (4 bulan di industri, 2 bulan di sekolah, 3 bulan di
industri, 3 bulan di sekolah, 3 bulan di industri dan 3 bulan di sekolah) atau pola
5-5 (5 bulan di industri, 1 bulan di sekolah, 5 bulan di industri, dan 1 bulan di
sekolah) sehingga memenuhi lama PKL 10 bulan. Pola lain dapat dikembangkan
oleh satuan pendidikan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada kurikulum merdeka ditetapkan sebagai mata
pelajaran intrakurikuler berdasarkan Kepmendikbud Ristek no 262/M/2022 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Dalam Rangka
Pemulihan Pembelajaran. PKL ditetapkan sebagai kelompok mata pelajaran
kejuruan sehingga memiliki karakteristik mata pelajaran. Mata Pelajaran ini
merupakan wahana pembelajaran di dunia kerja untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik meningkatkan penguasaan kompetensi teknis (technical skills)
sesuai dengan konsentrasi keahliannya serta menginternalisasi karakter dan
budaya kerja (soft skills). Berdasarkan Panduan Praktik Kerja Lapangan Sebagai
Mata Pelajaran dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (Dit SMK, 2023) Praktik
Kerja Lapangan (PKL) dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik dalam menginternalisasi dan menerapkan keterampilan karakter dan
budaya kerja (soft skills) serta menerapkan, meningkatkan, dan mengembangkan
penguasaan kompetensi teknis (hard skills) sesuai dengan konsentrasi keahliannya
dan kebutuhan dunia kerja, serta kemandirian berwirausaha. Mata pelajaran ini
merupakan penyelarasan akhir atau kulminasi dari seluruh mata pelajaran.
Pembelajarannya diselenggarakan berbasis proses bisnis dan mengikuti Prosedur
Operasional Standar (POS) yang berlaku di dunia kerja melalui tahapan mengamati,
memahami, meniru tindakan, bekerja dengan bantuan dan pengawasan, bekerja
mandiri, serta aktualisasi dan eksplorasi. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
asesmen dan evaluasi harus berorientasi pada ketercapaian tujuan pembelajaran
mata pelajaran (mapel).
Pada program SMK 3 (tiga) tahun, Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata
pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan pelaksanaannya di
kelas XII selama 6 (enam) bulan atau 18 (delapan belas) minggu dengan asumsi 46
(empat puluh enam) JP per minggu. Pada program SMK 4 (empat) tahun, PKL
merupakan mata pelajaran yang dilaksanakan secara blok dan direncanakan
pelaksanaannya di kelas XIII selama 10 (sepuluh) bulan atau antara 27 (dua puluh
tujuh) sampai dengan 28 (dua puluh delapan) minggu dengan asumsi 46 (empat
puluh enam) JP per minggu. Pelaksanaan mata pelajaran PKL mengacu pada
panduan yang ditetapkan oleh pemimpin unit utama yang membidangi pendidikan
vokasi.
Nah, setelah Anda menonton video tersebut, pemahaman awal apa yang Anda pahami
tentang pembelajaran kelas wirausaha?
Mari kita lanjutkan untuk mempelajari lebih lanjut tentang pembelajaran kelas wirausaha.
a. Kelas Kewirausahaan
Untuk itu penguatan jiwa kewirausahaan peserta didik pada pembelajaran di SMK dirasa
perlu untuk lebih optimalkan melalui struktur mata pelajaran seperti tertuang dalam
struktur kurikulum SMK 2013 melalui Perdirjen Dikdasmen nomor 7/D.D5/KK/2018
tentang Struktur Kurikulum SMK/MAK. Pelaksanaan penguatan jiwa kewirausahaan
dilaksanakan pada mata pelajaran Produk Kreatif Kewirausahaan (PKK) yang
dilaksanakan pada kelas XI dan XII. Sementara pada kurikulum merdeka penguatan jiwa
kewirausahaan dilaksanakan dalam pembelajaran berbasis projek riil dengan nama mata
pelajaran Projek Kreatif Kewirausahaan (PKK) yang dilaksanakan pada kelas XI dan XII.
Nah menurut Anda, apa bedanya “Produk” dan “Projek” pada penamaan mata pelajaran
PKK tersebut?
Mata Pelajaran PKK merupakan wahana pembelajaran bagi peserta didik melalui
pendekatan pembelajaran berbasis projek untuk mengaktualisasikan dan
mengekspresikan kompetensi yang dikuasai pada kegiatan pembuatan produk/ pekerjaan
layanan jasa secara kreatif dan bernilai ekonomis (Kepmendikbud Ristek Nomor
262/M/2022). Namun demikian SMK diharapkan mengembangkan pola pembelajaran
yang mengarah kepada penguatan passion peserta didik seperti Program Sekolah
Pencetak Wirausaha (SPW) dengan membentuk kelas kewirausahaan.
Eksplorasi Konsep
Asesmen selalu terkait dan menjadi satu kesatuan dengan proses pembelajaran.
Asesmen dijadikan acuan untuk melihat ketercapaian tujuan pembelajaran yang mendukung
pengembangan karakter peserta didik dan sebagai ruang bagi peserta didik agar mendapat
umpan balik atas proses belajar mereka. Pada bab ini Anda akan belajar beberapa jenis
asesmen yang dapat diberikan kepada peserta didik pada proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip asesmen yang patut Anda pahami adalah sebagai berikut.
1. Asesmen merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, fasilitasi pembelajaran,
dan penyedia informasi yang holistik, sebagai umpan balik untuk pendidik, peserta didik,
dan orang tua/wali agar dapat memandu mereka dalam menentukan strategi
pembelajaran selanjutnya.
2. Asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan fungsi asesmen tersebut, dengan
keleluasaan untuk menentukan teknik dan waktu pelaksanaan asesmen agar efektif
mencapai tujuan pembelajaran.
3. Asesmen dirancang secara adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable) untuk
menjelaskan kemajuan belajar, menentukan keputusan tentang langkah sebagai dasar
untuk menyusun program pembelajaran yang sesuai selanjutnya.
4. Laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan
informatif, memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan kompetensi
yang dicapai, serta strategi tindak lanjut.
5. Hasil asesmen digunakan oleh peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan orang
tua/wali sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Jika kita merujuk pada prinsip asesmen di atas, maka asesmen yang dirancang oleh
guru harus mempertimbangkan hasil pembelajaran yang dicapai pada saat asesmen diberikan
dan juga menjadi dasar bagi peserta didik untuk terus mengembangkan diri dan memperbaiki
proses belajar sehingga proses belajar pada pertemuan berikutnya dapat semakin memfasilitasi
peserta didik untuk mengembangkan diri.
Berikut video yang dapat Anda saksikan untuk lebih memahami tentang prinsip
asesmen yang berpihak pada peserta didik dan membantu peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran yang bermakna.
1. Asesmen Formatif
Asesmen formatif merupakan asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi
atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.
Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran berfungsi untuk mengetahui
kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi pembelajaran dan mencapai tujuan
pembelajaran yang direncanakan. Asesmen ini dapat digunakan oleh guru untuk
merancang pembelajaran.
Selain dilakukan di awal, asesmen formatif dapat dilakukan juga selama proses
pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan pemberian umpan
balik kepada peserta didik. Asesmen ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan belajar peserta didik, kendala atau kesulitan yang mereka hadapi, dan untuk
mendapatkan informasi perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, asesmen ini
merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik.
2. Asesmen Sumatif
Asesmen sumatif merupakan asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian
keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini merupakan alat ukur untuk mengetahui
pencapaian hasil belajar peserta didik dalam rentang waktu tertentu, misal dalam satu
semester atau satu tahun ajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses
pembelajaran dan menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, tahun
ajaran, atau akhir jenjang tingkat pendidikan. Selain itu, asesmen ini juga digunakan
untuk menentukan kelanjutan proses belajar peserta didik di kelas atau jenjang
berikutnya.
Kedua jenis asesmen yang telah dipaparkan di atas merupakan asesmen yang
diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Guru dapat memilih asesmen mana yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran berdasarkan dengan kebutuhan dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai.
Oleh karena asesmen menjadi bagian yang padu dengan proses pembelajaran, maka
penentuan asesmen harus dapat mendukung pembelajaran menjadi bermakna, kontekstual,
dan berpihak pada peserta didik. Asesmen yang digunakan pada proses pembelajaran perlu
mempertimbangkan tahapan perkembangan peserta didik. Bayangkan jika pemberian asesmen
tidak sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik, apakah yang akan terjadi? Asesmen
bukan lagi menjadi alat ukur keberhasilan suatu proses pembelajaran pastinya. Selain
memperhatikan tahapan perkembangan peserta didik, asesmen yang dibuat juga perlu
memperhatikan lingkungan budaya dan karakteristik lingkungan sekitar. Hal ini menjadi penting
agar asesmen yang diberikan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh peserta didik
karena penggunaan istilah dan contoh kasus dalam asesmen sesuai dengan lingkungan dan
budaya peserta didik. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika pemberian asesmen adalah
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik. Meskipun peserta didik berada di kelas yang
sama, namun bukan berarti kemampuan mereka berada di tingkatan yang sama. Mungkinkah
jika dalam satu kelas Anda dapat memberikan asesmen dengan tingkat kesulitan yang
berbeda? Hal itu sangat mungkin terjadi. Anda dapat memberikan asesmen dengan beragam
tingkat kesulitan yang sesuai dengan kemampuan peserta didik tersebut.
TOPIK 5
KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL BERDASAR KERANGKA
COLLABORATIVE FOR ACADEMIC, SOCIAL, AND
EMOTIONAL LEARNING (CASEL)
Kaitan kelima dimensi ini dengan lingkungan sekolah dan masyarakat dapat dilihat pada
gambar
Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif
pada komunitas sekolah. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diajarkan:
1. Secara rutin: situasi atau kondisi ditentukan kemudian. Biasanya dilakukan di luar jam
belajar akademik.
2. Terintegrasi dalam mata pelajaran tertentu: Pembelajaran sosial emosional juga dapat
terintegrasi pada pelajaran tertentu. Siswa dapat berdiskusi dengan kasus tertentu, kerja
kelompok, role play, atau aktivitas lainnya.
3. Budaya: menjadi budaya dalam lingkungan sekolah, misalnya membiasakan untuk
menyelesaikan masalah dengan damai, menghargai pendapat orang lain, dan lain
sebagainya.
Materi 1
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan di bawah ini!
Video 1
https://www.youtube.com/watch?v=ikehX9o1JbI
Topik 6
PERAN GURU SEBAGAI TELADAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN SOSIAL EMOSIONAL (CASEL)
Eksplorasi Konsep
Mengapa guru memerlukan pembelajaran sosial emosional? Novick, Kress, & Elias
(2002) menjelaskan tiga hal yang perlu diingat oleh guru sebagai pendidik dan agen
perubahan:
Keempat kompetensi tersebut perlu diasah oleh seorang guru agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Empathy merupakan sebuah
kemampuan yang dimiliki dalam memahami siswa secara mendalam baik dalam
situasi pribadi maupun sosial serta peduli dan perhatian terhadap emosi yang dimiliki
oleh siswa yang ditunjukkan melalui perilaku mereka (Meyers et al., 2019).
Goleman (2007) dalam Hoerr (2010) menjelaskan tiga kategori Empathy:
a. Cognitive empathy
Kemampuan individu dalam mengetahui dan memahami perasaan yang dimiliki
oleh orang lain. Cognitive empathy diperoleh melalui receptive learning
(pembelajaran yang terbuka, bersahabat) melalui information gathering dan
mempelajari situasi serta perspektif orang lain.
b. Emotional empathy
Kemampuan individu dalam merasakan apa yang orang lain rasakan. Hal ini
biasanya diperoleh dari interaksi dengan orang lain sehingga dapat memahami
dan menghargai perasaan orang lain.
c. Actionable empathy
Kemampuan individu dalam memberikan respon atau tindakan sesuai dengan
perasaan orang lain. Goleman menyebut empathy ini sebagai compassionate
empathy.
Perlu diketahui bahwa keterampilan empathy juga dapat menyebabkan burn out
apabila individu tidak memiliki keterampilan untuk membatasi diri dari emosi atau
perasaan negatif. Oleh karena itu perlu diimbagi dengan compassion yaitu
kemampuan individu dalam merasakan dan memahami apa yang dirasakan orang
lain namun tetap dengan batasan tertentu.
Mindfulness
a. Two feet one breath, mengambil nafas dalam sembari berdiam di satu posisi.
b. Set intentions, mengingatkan kembali tujuan dan niat utama sehingga tetap
positif dalam situasi yang dimiliki.
c. “I am aware” technique, kemampuan individu untuk selalu sadar dan
mengingatkan diri terkait apa yang dilakukan.
Video 1 (Empathy)
Video ini memberikan contoh, bagaimana seorang guru/pendidikan dapat berempati
di kelas.
https://www.youtube.com/watch?v=rhx05tvnoUA
Video 2 (Compassion)
Video menjelaskan mengapa welas asih (compassion) sangat penting termasuk
welas asih terhadap diri sendiri. Guru dapat menjadi individu yang memiliki
compassion, namun juga harus bisa memaklumi bahwa mereka juga individu yang
memiliki keterbatasan.
https://www.youtube.com/watch?v=9ylsG5zx6Mo
Video 3 (Mindfulness)
Video ini menjelaskan mengenai mindfulness, bagaimana individu mampu
menghayati, menyadari secara utuh peran dan profesinya, juga keadaan sekitarnya.
https://www.youtube.com/watch?v=1L69DBtwQk4
https://www.youtube.com/watch?v=xlX32gB_e-w
Pertanyaan Refleksi
Pertanyaan Respon
2
Apakah fungsi pembelajaran EMC secara
umum?
Mengapa penting bagi guru untuk memahami dan
menerapkan EMC2?
Materi 2
Mari kita tonton video berikut ini dan jawablah pertanyaan pada bagian selanjutnya
Video 1
Pada video ini, Karl menjelaskan bahwa guru dapat menjadi agen perubahan dalam
lingkungan sekolah. Ia percaya bahwa sekolah dan pendidik harus fokus untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman siswa.
Siswa harus didorong untuk berperan aktif dan bersemangat ketika berada di
sekolah. Dalam hal ini guru memiliki peranan penting.
https://www.youtube.com/watch?v=n5n3Zo5T8BY
Video 2
Pada video ini dijelaskan bahwa pembelajaran sosial emosional (Social Emotional
Learning) memberikan dasar bagi pembelajaran positif dan dapat meningkatkan
kemampuan siswa. Dalam hal ini guru atau instruktur merupakan agen yang dapat
memberikan contoh atau mengajarkan kemampuan sosial emosional.
https://www.youtube.com/watch?v=ww40dqJByzY
Pertanyaan Refleksi
Pertanyaan Respon
Mengapa ketika guru memiliki kemampuan sosial
emosional yang baik, ia dapat menjadi agen
perubahan di sekolah? Jelaskan!