NPM : 21230076
KELAS : PJKR 1C
Dua atlet renang Indonesia, Indra Gunawan dan Guntur Pratama, dijatuhi hukuman berupa skor
tiga bulan dari seluruh aktivitas renang dari skandal doping yang menjeratnya beberapa waktu
lalu. Hukuman tersebut ditetapkan oleh Dewan Disiplin Anti Doping Indonesia, yang menurut
ketuanya, Cahyo Adi, sudah diputuskan pada 13 Agustus kemarin. Keduanya perenang tersebut
terbukti mengonsumsi zat Methylhexaneamine, suatu zat stimulan spesifik (S.6.b) yang masuk
dalam daftar terlarang World Anti-Doping Agency (WADA).Doping jenis Methylhexaneamine
yang terkandung dalam suplemen Jack3D inilah yang diminum Guntur dan Indra Kasus
penggunaan doping oleh kedua atlet pelatnas Indonesia tersebut mencuat setelah ajang Asian
Indoor dan Matrial Arts Games 2013 di Korea Selatan, bulan Juli lalu. Kala itu Indra berhasil
menjadi juara pertama pada nomor 50 Meter gaya dada. Namun belakangan Indra ketahuan
memakai doping berjenis Methylhexaneamine dari minuman suplemen Jackd3D, yang ia minum
sebelum bertanding. Rupanya, doping itu didapatkannya dari rekannya. Dalam hasil tes, Guntur
pun terbukti mekonsumsi jenis doping yang sama. Guntur mengaku mendapatkan suplemen itu
dari sebuah pusat kebugaran di kawasan Jakarta Selatan, ketika dirinya tengah melakukan
latihan. Kasus tersebut akhirnya dibawa ke Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) untuk
diselidiki. Dalam penyelidikan tersebut, baik Indra maupun Guntur mengaku tidak tahu jika
suplemen jenis Jack3D itu dilarang (sejak 2011). Negara-negara maju di dunia pun sudah
melarang atletnya memasok suplemen tersebut.
"Untuk itu keduanya mendapat sanksi tiga bulan pelarangan aktivitas olahraga renang, juga
pencabutan gelar juara dan medali, yang sebelumnya diterima oleh Indra dan Guntur pada ajang
Asian Indoor dan Matrial Arts Games, Juli, di Incheon, Korea Selatan."
Keputusan itu sudah final. Namun, jika kedua atlet itu ingin banding bisa saja. "Banding bisa
saja dilakukan, tapi buat apa. Itu malah akan membuang waktu saja," kata Cahyo.
"Untuk hal perolehan medali juga bisa banding, hanya memang mereka mesti mengajukan
banding itu ke Swiss, karena mereka berkompetisi di luar negeri, ajang internasional. Jadi
mengajukannya dari pusat sana," simpulnya.
Lemahnya pengawasan dari otoritas yang menangani persoalan doping di Indonesia, dianggap
menjadi salah satu penyebab maraknya kasus doping yang dialami oleh atlet Indonesia dari tahun
ke tahun. Namun, Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dalam beberapa tahun terakhir,
tampak mati suri dan tidak terdengar gaungnya. Sehingga, kasus doping belum bisa
diminimalisir kemunculannya. Ketua LADI Zaeni khadavi Saragih, mengakui jika lembaganya
belum bisa bekerja maksimal menangani persoalan doping. Karena jumlah sumber daya manusia
di dalam LADI belum mencukupi. Belum lagi persoalan yang menjerat LADI dalam beberapa
tahun terakhir juga mengganggu kinerjanya. Dia pun berjanji ke depan pihaknya akan bekerja
keras untuk mencegah atlet Indonesia tersangkut kasus doping. Baik di event nasional maupun
internasional.