Keluarga Konseling KLMPK 1...
Keluarga Konseling KLMPK 1...
Dosen Pengampu :
Dra. ,Zuraidah, M.HI
Disusun Oleh :
Sari Damayanti 2130101158
Aldy Maulana Rahman 2130101141
Ziyaulhaq 2130101143
Wilhi Mina 2130101148
Wulan Cahya Mustika 2130101157
Fitra Sendi 2130101143
1
QS. Al-Luqman : 13
2
Anwar, Pendidikan Anak Dini Usia, Bandung, 2009, hal. 32.
PEMBAHASAN
3
Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal (1) tentang perkawinan.
4
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineke Cipta, 1997, hal. 62.
5
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1973,
hal. 35.
6
QS. At-Tahrim : 6
b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmani maupun rohani dari
berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan
dirinya.
c. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna
bagi hidupnya, sehingga apabila ia dewasa ia mampu berdiri sendiri dan
membantu orang lain serta melaksanakan fungsi kekhalifahannya.
d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan
agama sesuai dengan tuntunan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Tanggung jawab ini dikategorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.7
Agar tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak dapat terealisasi, maka perlu
ditempuh dengan berbagai cara, antara lain:
1. Adanya kesadaran orang tua akan tanggung jawab pendidikan dan membina anak
terus menerus.
2. Orang tua perlu dibekali dengan teori-teori pendidikan atau bagaimana cara- cara
mendidik anak.
3. Disamping itu orang tua perlu juga meningkatkan ilmu dan keterampilannya
sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, dengan cara belajar terus
menerus.
1. Tujuan Pendidikan Anak Dalam Keluarga
Tujuan Pendidikan Anak Dalam Keluarga Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa
Pendidikan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak clapat berkembang
secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pendidikan menurut
Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada tujuan
dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya tujuan Pendidikan meliputi
pendidikann fisik, pendidikan emosi dan pendidikan sosial.
1) Pendidikan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat
bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
2) Pendidikan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-
kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing clari teman-
temannya, takut, atau mengalami trauma. Pendidikan emosi ini mencakup
pendidikan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa
dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk
7
Ibid., hal. 94.
mengetahui resikonya. Pendidikan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai
kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3) Sementara itu, pendidikan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari
lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada
masa-masa selanjutnya.8
2. Peran Anggota Keluarga Terhadap Anak
Dalam suatu keluarga biasanya terdiri dari beberapa anggota keluarga seperti ibu,
ayah, anak, dan pembantu (pramuwisma). Untuk lebih jelasnya peranan anggota
keluarga terhadap anak dapat dilihat dalam uraian berikut ini:
Peranan Ibu
Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan yang terpenting
terhadap pendidikan anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu
disampingnya, ibulah yang memberi makan, minum, memelihara dan selalu
bergaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak lebih cinta kepada
ibunya dari pada kepada anggota keluarga lainnya. Sesuai dengan fungsi serta
tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, menyimpulkan bahwa peranan
ibu dalam pendidikan anak-anaknya sebagai berikut:
a. Sumber dan pemberi rasa kasih sayang.
b. Pengasuh dan pemelihara.
c. Tempat mencurahkan isi hati.
d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga.
e. Pembimbing hubungan pribadi.
f. Pendidik dalam segi-segi emosional.9
Dengan demikian dapat dipahami bahwa ibu sangat memegang peranan penting
dalam mendidik anak. Oleh karena itu ibu haruslah benar-benar menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya, agar pendidikan anak dapat berlangsung
dengan baik.
Peranan Ayah
Seorang ayahpun memegang peranan yang penting pula terhadap anaknya. Anak
memandang ayahnya sebagai orang yang tinggi gengsinya atau prestisenya.
Kegiatan seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh besar
8
Hidayat Nur, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, Steman:Jogjakarta, hal. 2020, 90.
9
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis dan teoretis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995, hal. 82.
pengaruhnya kepada anak-anaknya. Dalam kaitan ini Zakiah Daradjat
mengatakan, bahwa cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari
berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama,
lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan.10
Peranan Nenek
Banyak pula anak-anak yang menerima pendidikan dari neneknya ataupun
kakeknya. Pada umumnya, nenek itu merupakan sumber kasih sayang yang
mencurahkan kasih sayang yang berlebihan terhadap cucu-cucunya. Mereka
tidak mengharapkan sesuatu dari cucu-cucunya itu, mereka semata-mata
memberi belaka. Maka dari itu mereka memanjakan cucu-cucunya dengan
sangat berlebih- lebihan. Dalam suatu keluarga yang tinggal serumah dengan
nenek, seringkali terjadi perselisihan antara orang tua anak dengan nenek
mengenai cara mendidik anak-anaknya. Nenek merasa bahwa ia sudah lebih
banyak mengetahui sesuai pengalamannya yang telah usang dengan istilah, telah
lebih banyak “makan garam” dari pada anaknya (orang tua anak). 11 Dalam hal
ini, Ngalim Purwanto mengatakan, bahwa memanjakan anak tidak baik. Anak
yang dimanjakan akan mengalami bermacam-macam cacat dalam jiwanya, jika
dianalisis secara lebih mendalam, maka yang dimaksud dengan catatan jiwa
akibat anak yang dimanjakan antara lain:
a) Anak akan mempunyai sifat mementingkan dirinya sendiri dan
perasaan sosialnya kurang.
b) Kurang mempunyai rasa tanggung jawab, tidak sanggup berikhtiar
dan berinisiatif sendiri.
c) Anak mempunyai perasaan harga diri kurang, menyebabkan
lekas putus asa dan keras kepala.
d) Di sekolah, anak yang manja selalu berusaha menarik perhatian
guru atau teman-temannya, sehingga sering bertingkah polah yan
g aneh-aneh.
e) Karena tidak ada kemauan dan inisiatif, di sekolah anak yang
manja biasanya bersifat pemalas. Ia enggan bersusah-susah
mengerjakan soal pelajarannya.
10
Zakiah Daradjat, Op. Cit., hal. 35.
11
Ngalim Purwanto, Op. Cit., hal. 95.
Peranan Pembantu Rumah Tangga (pramuwisma)
Biasanya keluarga yang berkecukupan ekonominya sering memiliki seorang
pembantu rumah tangga (pramuwisma). Tugas pramuwisma, di samping menger
jakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan halam
an, menyiram tanaman hias, mencuci sering pula diserahi tugas untuk mengasuh
dan memelihara anak-anak yang masih kecil (babysitter), karena kedua orang
tua anak itu sibuk bekerja atau mencari nafkah di luar rumah untuk menutupi
kebutuhan keluarganya. Ngalim Purwanto mengatakan, bahwa pramuwisma
dapat dikatakan anggota keluarga yang juga turut berperan dalam pendidikan
anak-anak di dalam keluarga.12 Sejalan dengan pendapat di atas, maka suatu
kenyataan membuktikan bahwa pramuwisma merupakan salah seorang sosok
yang sangat dekat dengan seorang anak, karena dialah yang paling banyak
bergaul bersama sang anak, sementara orang tua berada di luar rumah, sehingga
dia ikut berperan dalam proses pendidikan seorang anak. Peniruan secara sadar
atau tidak oleh anak terhadap kebiasaan-kebiasaan pramuwisma akan terjadi
setiap hari, sehingga akan ikut mewarnai kepribadian seorang anak.
Oleh karenanya bagi para orang tua betapapun sempitnya waktu luang, tidak
baik jika menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada
pramuwisma. Apalagi kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya
pramuwisma, khususnya yang bukan babysitter, tidak memiliki pengetahuan
dalam hal mengasuh atau mendidik anak-anak dengan latar belakang pendidikan
yang rendah dan pengalaman yang kurang (karena umumnya masih muda dan
belum pernah berkeluarga), sehingga tentunya tidak baik bagi pengasuhan anak.
12
Ngalim Purwanto, Op. Cit., hal. 84.
kirinya, anak itu tidak akan dimudharatkan oleh ummush-shibyan. (H.R. Abi
Yu'la).
Mengazankan dan iqamah itu mengandung hikmah yang tinggi bagi bayi yang
baru lahir, sebelum ia mendengar sesuatu apapun, lebih dahulu kalimah tauhid
diperdengarkan kepadanya dengan harapan akan menjadi pedoman di kemudian
hari. Azan juga merupakan pelajaran pertama yang secara langsung diberikan
kepada bayi tersebut, kemudian disusul dengan pelajaran agama lainnya sesuai
dengan perkembangan anak.
Menjamin Kehidupan Emosional Anak
Melalui pendidikan keluarga, kehidupan emosional anak atau kebutuhan akan
rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal ini
dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dengan anak didik
sehingga menumbuhkan hubungan yang didasarkan atas rasa cinta kasih sayang
yang murni. Zakiah Daradjat mengatakan: “Rasa kasih sayang adalah kebutuhan
jiwa yang paling pokok dalam hidup manusia. Anak kecil yang merasa kurang
disayangi ibu bapanya akan menderita batinnya, mungkin terganggu kesehatan
badannya, akan kurang kecerdasannya dan mungkin ia akan menjadi nakal,
keras kepala, dan sebagainya.”13
Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Di dalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi
anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai
teladan yang dapat dicontoh anak. Pendidikan moral yang terjadi dalam keluarga
dengan membiasakan anak kepada sifat-sifat yang baik seperti sifat benar, jujur,
ikhlas dan adil. Akan tetapi sifat-sifat tersebut belum dapat dipahami oleh anak,
kecuali dalam bentuk pengalaman langsung yang dirasakan oleh anak dalam
kehidupannya.14 Djaka, Cs. mengatakan, bahwa dalam pendidikan budi pekerti
yang penting ialah kebiasaan dan perbuatan (prakteknya).15 Selanjutnya, Zakiah
Daradjat mengemukakan, bahwa pendidikan moral yang paling baik terdapat
dalam agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan suka rela, tanpa
13
Zakiah Daradjat, Op. Cit., hal. 37
14
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan 1uatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: PT. Al-Husna
Zikra, 1995. Hal. 368.
15
Djaka Cs, Rangkuman Ilmu Mendidik, Jilid I, Cet. 7, Jakarta: Toko Buku Mutiara, 2010, hal. 6.
paksaan dari luar hanya dari kesadaran sendiri, datangnya dari keyakinan
beragama.16
Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Di dalam kehidupan, keluarga merupakan basis yang sangat penting dalam
peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak, sebab pada dasarnya keluarga
merupakan lembaga sosial terkecil yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk
sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong
menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau keluarga
yang sakit. Juga bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan
keamanan dalam segala hal. Ngalim Purwanto mengemukakan, bahwa sejak
dahulu manusia itu tidak hidup sendiri-sendiri terpisah satu sama lain, tetapi
berkelompok-kelompok bantu membantu, saling membutuhkan dan saling
mempengaruhi. Keluarga sebagai basis pendidikan pertama dan utama harus
memberikan dasar-dasar pendidikan sosial kepada anak-anaknya, antara lain:
a) Sejak kecil anak sudah dibiasakan hidup bersih diri dan lingkungan serta
disiplin pada waktu.
b) Membiasakan anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dalam mengenal dasar-dasar pergaulan hidup, seperti bekerja sama dan tolong
menolong dengan sesama anggota keluarga.
c) Kebiasaan-kebiasaan yang baik itu harus dapat menumbuhkan keyakinan diri
untuk senantiasa patuh kepada semua peraturan, baik agama maupun
keluarga, bahkan masyarakat.
Peletakan Dasar-Dasar Keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menerapkan dasar- dasar
hidup beragama. Untuk membangun kesadaran beragama, maka anak-anak sejak
kecil harus sudah dibiasakan untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama, seperti
shalat, ikut ke mesjid, menonton acara-acara keagamaan, mendengar lagu- lagu
Islami, dan lain-lain. Hasbi Ash-Shiddiqiy mengatakan, bahwa tugas-tugas
keagamaan dipupuk terus menerus sampai anak mencapai umur dewasa,
sehingga dengan demikian perasaan keagamaan dalam jiwanya benar-benar
16
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang,, 1977, hal. 20.
mendarah daging.17
Dalam rangka peletakan dasar-dasar keagamaan pada anak, maka perilaku orang
tua yang baik, rajin beribadat, rajin ke mesjid, rukun dalam kehidupan rumah
tangga, adil dalam membagi kasih sayang antara sesama anak, suka menolong
orang lain, setia kepada kawan dan sebagainya, hendaklah berkekalan atau terus
menerus sehingga menjadi contoh teladan yang akan ditiru dan diamalkan oleh
anak sepanjang hidupnya.
B. Tanggung Jawab Keluarga
Kelahiran anak dalam suatu keluarga selain memberikan kebahagiaan tersendiri juga
menimbulkan tugas baru bagi kedua orang tuanya, tanggung jawab terhadap
pemeliharaan dan pendidikannya. Islam memandang anak adalah amanah Allah yang
harus di pelihara dengan baik dari segala sesuatu yang membahayakan baik yang
berhubungan dengan badaniah maupun rohaniah (Q.S An-Nisa': 9) Beberapa hal
penting dalam menegakkan tanggung jawab orang tua terhadap anak diantaranya
sebagai berikut:
1. Ibu di dorong untuk mengasuh anak-anaknya. Pengasuhan ini terlihat pada saat
mulai kehamilan, yang berarti keamanan anak dan segala sesuatu yang bersifat
keduniawian pada saat dalam kandungan. Dari sini bisa ditarik kesimpulan
seorang ibu pada dasarnya seorang pengasuh anak. Bahwa dia tidak secara
langsung di tugaskan untuk mengasuh anak sendirian akan tetapi peran seorang
ibu juga memberikan pendidikan dari usia dini hingga ke jenjang pendidikan
formal.
2. Ayat ini juga menjelaskan tanggung jawab seorang bapak untuk menghidupi anak-
anaknya, seorang suami adalah orang yang bertanggung jawab bagi kesejahteraan
anggota keluarganya & untuk menyediakan alat untuk memenuhi pangan,
pakaian, tempat berteduh, & kebutuhan lain untuk istrinya atau mereka yang
menjadi tanggung jawabnya & anak-anaknya. Jadi ayah berperan penting dalam
kehidupan, juga bertanggung jawab untuk membiayai dan memelihara anak-
anaknya.
3. Pendidikan yang menyangkut anak sebaiknya dirundingkan oleh kedua orang tua.
Kejujuran ibu, ayah sekalipun seorang ibu/ayah angkat sangat penting dalam
memelihara anak. Ketika keseimbangan antara hak dan tanggung jawab orang tua
17
Hasbi ash-Shiddiqy, “Teuku Muhammad Zulfikar”, sinar Darussalam, Nomor 65, YPD. Darussalam, hal. 33.
atas anak tercapai, Dengan cara memberikan pendidikan Aqidah (keimanan)
pendidikan agama dan pendid ikan akhlak yang tepat dalam seluruh aspek pada
diri anak, merupakan tanggung jawab utama setiap orang tua sehingga mereka
tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi dan situasi yang bagaimana pun. Dalam hal
ini kedua orang tua harus memberikan pendidikan di lingkungan keluarga serta
menyerahkan kelembagaan tertentu dalam bidang pendidikan.18
18
Meity H. Idris, PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA, Jurnal Pendidikan PAUD, Vol. 1, 2016, hal. 76
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai institusi pertama tempat berlangsungnya proses pendidikan anak, maka orang
tua sebagai penanggung jawab pendidikan keluarga harus benar-benar dapat menyikapi
kenyataan ini dengan mengkondisikan lingkungan keluarga dengan suasana pendidikan.
Pengkondisian ini dilaksanakan melalui pengajaran, pembiasaan dan keteladanan. Dengan
adanya pengkondisian ini, diharapkan nantinya insya Allah anak-anak akan tumbuh dan
berkembang sebagai manusia- manusia pendidikan yang berguna bagi dirinya sendiri,
agamanya, keluarganya dan masyarakatnya, sehingga dia akan menjadi generasi penerus
yang berakhlaqul karimah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
QS. Al-Luqman : 13
QS. At-Tahrim : 6
Buku