Anda di halaman 1dari 65

RINGKASAN BUKU

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN EKONOMI “DELIARNOV”

Mata Kuliah: Ekonomi Makro

Dosen Pengampu: Bapak Drs. Nurdin, M.Si. dan Ibu Rahmawati, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

KELOMPOK 11

1. Pradila Sari (2013031040)


2. Soviyah Sari (2013031042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Persoalan Ekonomi
Semakin majunya tingkat peradaban, maka semakin banyak dan semakin bervariasi
pula kebutuhan manusia. Di lain pihak, alat pemuas kebutuan terbatas adanya.
Ketidakseimbangan antara kebutuhan yang selalu meningkat dengan alat pemuas
kebutuhan yang terbatas tersebut menyebabkan diperlukannya sebuah ilmu yang
disebut “ilmu ekonomi”. Beberapa persoalan pokok yang diharapkan mampu
dipecahkan oleh ilmu ekonomi anatara lain:
1. Bagaimana mengombinasikan sumber daya yang dimiliki agar dapat
menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
2. Apa dan berapa banyak tiap barang dan jasa perlu dihasilkan
3. Bagaimana mendistribusikan tiap barang dan jasa kepada masyarakat yang
membutuhkannya

B. Batasan
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani: oikos dan nomos. Oikos berarti rumah
tangga (house-hold), sedangkan nomos berarti aturan, kaidah, atau pengelolaan.
Dengan demikian, secara sederhana ekonomi dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah,
aturan-aturan atau cara pengelolaan auatu rumah tangga. Definisi yang lebih popular
dari ilmu ekonomi yaitu salah satu cabang ilmu social yang khusus mempelajari
tingkah laku manusia atau segolongan masyarakat dalam usahanya memenuhi
kebutuhan yang relative tak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas
adanya.
Sistem ekonomi adalah interaksi dari unit-unit ekonomi yang kecil (para konsumen
dan produsen) ke dalam unit ekonomi yang lebih besar, di suatu wilayah tertentu.
Sistem ekonomi terdiri dari:
1. Sistem liberal/kapitalisme
Yitu suatu bentuk sistem dengan dengan corak keputusan pertama (lebih banyak
diserahkan pada kemajuan orang per orang).
2. Sistem sosialisme/komunisme
Yaitu sistem yang serba diatur dan dikomando oleh pemerintah.
3. Sistem perekonomian campuran (mixed economy)
Yaitu sistem campuran dari sistem liberal dengan sistem sosialisme.

C. Ruang Lingkup
Bab I sebagai bab pendahuluan, diterangkan mengenai beberapa hal tentang
persoalan-persoalan ekonomi; batasan tentang ilmu ekonomi; sistem ekonomi dan
sejarah pemikiran ekonomi; ruang lingkup; serta manfaat mempelajari perkembangan
pemikiran-pemikiran ekonomi.
Bab II berisi pemikiran-pemikiran dari para ahli ekonomi pada era pra-klasik,
yang meliputi pemikiran-pemikiran ekonomi pada masa Yunani Kuno (Xenophone,
Plato, Aristoteles); aliran skolastik dengan dua tokoh utamanya St. Albertus Magnus
dan St. Thomas Aquinas; pemikiran-pemikiran ekonomi era merkantilisme seperti
Jean Boudin, Thomas Mun, William Petty, David Hume, dan sebagainya dan aliran
fisiokratisme dengan tokoh utamanya Francis Quesnay.
Bab III khusus membahas pemikiran-pemikiran tokoh utama kaum klasik,
yaitu pemikiran-pemikiran Adam Smith mengenai hakikat manusia serakah, tentang
mekanisme bekerjanya paar bebas, teori nilai, teori pembagian kerja, serta teori
tentang akumulasi kapital.
Bab IV membahas mengenai pemikiran tokoh-tokoh klasik lainnya seperti
pemikiran-pemikiran David Ricardo, Thomas Malthus, Jean Baptiste Say dan John
Stuart Mill. Pada Bab V membahas mengenai pandangan dan pemikiran ekonomi dari
aliran social sebelum Marx, yaitu dari tokoh-tokoh utopis seperti Thomas More,
Tomasco Campanella dan sebagainya. Dibahas pula tokoh-tokoh yang merealisasi
cita-cita mereka dengan mendirikan bersama seperti Robert Owen, Charles Fourier,
Louis Blanc, dan sebagainya.
Bab VI dilanjutkan dengan mengetengahkan pemikiran-pemikiran sosialis dari
tokoh utamanya, yaitu Karl Marx yang membahas mengenai kecamannya terhadap
sistem liberal/kapitalis; teori tenteng pertentangan kelas; teori nilai surplus dan
eksploitasi; dialektika materialism historis; fase-fase perkembangan masyarakat; dan
beda sosialisme dan kapitalisme menurut Marx.
Bab VII diuraikan mengenai berbagai pemikiran dari tokoh-tokoh sosialis
lainnya yang merupakan pembaharuan terhadap marxisme, aitu dari Lenin, kaum
revisionis dan dari aliran kiri baru, yang diakhiri dengan suatu diskusi. Pada Bab VIII
diuraikan bagaimana pakar-pakar dari kubu-kubu neo-klasik (seperti Jevons, Walras,
Menger, dan Marshall) mementahkan serangan Marx terhadap sistem liberal yang
dianjurkan kaum klasik.
Bab IX dibahas mengenai pandangan-pandangan dari tokoh-tokoh aliran
pandangan ekonomi yang sedikit lari dari pemikiran jalur utama (mainstream), yaitu
aliran sejarah (historis) dengan tokoh-tokohnya seperti Fredrch List, Bruno
Hildebrand, Gustav von Schmoler, Werner Sombart, Max Weber, Henry Charles
Carey, dan sebagainya. Pada Bab X dibahas mengenai pandangan dari tokoh-tokoh
aliran lain yang disebut aliran kelembagaan (institutional economics) dengan tokoh
utamanya yaitu Thorstein Veblen.
Pada Bab XI didiskusikan pandangan-pandangan dari tokoh utama ekonomi
modern, yaitu Keynes. Di dalamnya Keynes menjelaskan bagaimana peristiwa depresi
besar-besaran yang terjadi pada tahun 30-an, apa penyebabnya, dan bagaimana jalan
keluar dalam menghadapi depresi serta masalah-masalah ekonomi makro lainnya.
Pada Bab XII dijelaskan pula mengenai pandangan dari para pendukung Keynes, baik
neo-Keynesian maupun pasca-Keynesia.
Pada Bab XIII, XIV, XV diuraikan pemikiran-pemikiran baru tentang
langkah-langkah yang harus diambil dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi
yang terjadi pada tahun 80-an. Pada Bab XIII diuraikan pemikiran-pemikiran dari
aliran moneteris, Bab XIV diuraikan pula pandangan dari aliran sisi penawaran, dan
pada Bab XV dibahas pemikiran aliran-aliran ekspektasi rasional atau Ratex. Lalu
pada Bab XVI aka “melihat ke belakang” dengan menyarikan pemikiran-pemikiran
yang telah dibicarakan mulai dari Bab 1 hingga Bab XV.

D. Manfaat Mempelajari
Dengan mempelajari sejarah pemikiran ekonomi dan sistem-sistem perekonomian
tersebut, manfaat yang didapatkan yaitu:
1. Kita akan mengetahui teori-teori yang digunakan dalam mengadapi masalah-
masalah ekonomi tertentu
2. Kebaikan dan kelemahan dari tiap pendekatan yang digunakan
3. Sebagai dasar mengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi dalam negeri, baik pada masa sekarang maupun pada
masa yang akan datang.
BAB II

PEMIKIRAN EKONOMI MASA PRAKLASIK

A. Pemikiran-pemikiran Ekonomi Zaman Yunani Kuno


Kata ekonomi yang berasal dari suku kata Yunani: oikos dan nomos, yang berarti
“peraturan atau penglolaan rumah tangga”. Istilah tersebut pertama kali digunakan
oleh Xenophone, seorang filsuf Yunani. Pemikiran awal tentang perekonomian dapat
dilihat dari buku Respublika yang ditulis oleh Plato (427-347 SM) sekitar 400 tahun
sebelum masehi. Menurut Plato, kemajuan negara ideal tergantung pada pembagian
kerja (devision of labor) yang timbul secara alamiah dalam masyarakat. Plato
menjelaskan ada tiga jenis pekerjaan yang dilakuakan oleh manusia, yaitu pekerjaan
sebagai pengatur atau penguasa, tentara, dan para pekerja. Pada masa Yunani Kuno
ini orang sudah mengenal paham hedonisme. Paham hedonism merupakan paham
yang digagas oleh Aristippus yang menganggap bahwa kenikmatan adalah tujuan
hidup yang paling mulia dari setiap manusia. Dinyatakan pula bahwa manusia
bijaksana adalah manusia yang mencari kenikmatan sebesar-besarnya di dunia ini.
Plato merupakan orang pertama yang mengancam kemewahan dan kekayaan.
Sebab perekonomian dan politik dikuasai oleh kaum bangsawan (kaum aristokrat)
yang mengeksploitasi para budak (kaum proletar). Teori Plato yang masih relevan
hingga sekarang yaitu teori fungsi uang. Menurutnya uang berfungsi sebagai alat
tukar, alat pengukur nilai, dan alat untuk menimbun kekayaan.
Aristoteles (384-322 SM) merupakan murid dari Plato yang meletakan
pemikiran dasar tentang teori nilai (value) dan harga (price). Aristoteles juga
mempunyai pemikiran tentang pertukaran barang (exchange of commodities) dan
kegunaan uang dalam pertukaran barang tersebut. Dalam proses ekonomi, Aristoteles
membedakan atas dua cabang, yaitu kegunaan (use) atau oeconomia dan keuntungan
(gain) atau chrematistike. Xenophon (440-355 SM) menulis buku On the Means of
Improving the Revenue of the State of Athens yang menjelaskan negara Athena
memiliki beberapa kelebihan di bidang perdagangan dan pariwisata yang bermanfaat
untuk pendapatan negara.
B. Pemikiran Kaum Skolastik
Ciri utama dari aliran pemikiran ekonomi skolastik adalah kuatnya hubungan antara
ekonomi dengan masalah etis serta besarnya perhatian pada masalah keadilan. Tokoh
utama dalam aliran skolastik yaitu St. Albertus Magnus (1206-1280) dan St. Thomas
Aquinas (1225-1274). Albertus Magnus adalahfilsuf –religius dari Jerman yang
berpandangan tentang harga yang adil dan pantas (just price) yaitu harga yang sama
besarnya dengan biaya-biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk menciptakan barang
tersebut. Thomas Aquinas adalah seorang teolog dan filsuf Italia yang mengarang
buku Summa Theologica yang menjelaskan bahwa memungut bunga dari uang yang
dipinjamkan adalah tidak adil sebab sama artinya dengan menjual sesuatu yang tidak
ada.

C. Era Merkantilisme
Istilah “merkantilisme” berasal dari kata merchant, yang berarti “pedagang”. Menurut
paham merkantilisme, setiap negara yang berkeinginan untuk maju harus melakukan
perdagangan dengan negara lain. Sumber kekayaan negara akan diperoleh melalui
“surplus” perdagangan luar negeri yang akan diterima dalam bentuk emas atau perak.
Bagi penganut merkantilisme sumber kekayaan negara adalah dari perdagangan luar
negeri.
Paham merkantilisme banyak dianut di negara-negara Eropa pada abad ke-
XVI, antara lain Portugis, Spanyol, Inggris, Prancis, dan Belanda yang berdagang
sampai ke Hindia Belanda (Indonesia waktu itu) untuk memperebutkan rempah-
rempah dan akhirnya menjajah Indonsia. Tokoh aliran merkantilisme anatara lain:
Jean Boudin, Thomas Mun, Jean Baptiste Colbert, Sir William Petty dan David
Hume. Jean Boudin (1530-1596) adalah ilmuan Prancis yang pertama menyajikan
teori tentang uang dan harga. Menurutnya, bertambahnya uang yang diperoleh dari
perdagangan luar negeri dapat menyebabkan naiknya harga barang-barang. Thomas
Muun (1571-1641) adalah seorang saudagar kaya di Inggris yang menulis buku
tentang perdagangan luar negeri dan tentang manfaat perdagangan luar negeri. Jean
Babtis Colbert (1619-1683) merupakan seorang pejabat negara Prancis yang
berkedudukan sebagai menteri utama bidang ekonomi dan keuangan dalam
pemerintahan Raja Louis XIV. Pada abad ke-XVII dan XVIII di Eropa dianggap
sebagai zaman kapitalisme komersial (commercial kapitalism) yang dinamakan juga
kapitalisme saudagar (merchant kapitalis) sebab kaum saudagar yang memegang
kendali dalam perekonomian.
Sir William Petty (1623-1687) adalah seorang yang sangat aktif dan mengajar
di Oxford University dan banyak menulis buku ekonomi politik. Petty menganggap
penting arti bekerja (labor) jauh lebih penting dari sumber daya tanah. Selain itu juga,
menurutnya uang diperlukan dalam jumlah secukupnya, jika lebih dan kurang dari
yang dibutuhkan akan kan mendatangkan kemudharatan. David Hume (1771-1776)
adalah kawan dekat Adam Smith yang dikenal sebagai filsuf daripada pakar ekonomi.
Buku yang ditulis oleh Hume membicarakan tentang harga-harga yang sebagian
dipengaruhi oleh jumlah barang dan sebagian lagi ditentukan oleh jumlah uang.

D. Mazhab Fisiokratis
Kaum fisiokrat menganggap bahwa sumber kekayaan yang senyata-nyatanya adalah
sumber daya alam. Hal ini menjadikan aliran ini dinamakan physiocratism, yaitu
penggabungan dari dua kata physic (= alam) dan cratain atau cratos (= kekuasaan),
yang berarti mereka yang percaya pada hukum alam (believers in the rule of nature).
Kaum fisiokrat menganggap harus member manusia kebebasan, dan biarkan mereka
melakukan yang terbaik bagi dirinya masing-masing dan pemerintah tidak perlu
campur tangan serta alam akan mengatur semua pihak dengan bahagia. Inilah yang
menjadi cikal bakal doktrin laissez faire-laissez passer yang kira-kira berarti: biarkan
semua terjadi, biarkan semua berlalu (let do, let pass), perekonomian bebas yang lebih
dikembangkan oleh Adam Smith kemudian.
Tokoh utama dari alran fisiokrat adalah Francis Quesnay (1694-1774) yang
merupakan anggota ”Academie des Sciences”. Pada tahun 1758, ia menulis buku
Tableau Economique yang digambarkan sebagai sistem perekonomian suatu negara
seperti laiknya kehidupan biologis tubuh manusia. Quesnay membagi masyarakat ke
dalam empat golongan, yaitu: (1) kelas masyarakat produktif, yaitu yang aktif
mengelola tanah seperti pertanian dan pertambangan, (2) kelas tuan tanah, (3) kelas
yang tidak produktif atau steril, terdiri dari saudagar dan pengrajin, dan (4) kelas
masyarakat buruh/labor yang menerima upah dan gaji dari tenaganya.
BAB III

TEORI KLASIK ADAM SMITH

Adam Smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi klasik. Buku yang
ditulisnya pada tahun 1776 berjudul “The Wealth of Nations” yang dianggap sebagai cikal
bakal tonggak sejarah perkembangan ilmu ekonomi. Oleh sebab itu ia juga diberi gelar
sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi”.

A. Hakikat Manusia Serakah


Smith dan Mandeville percaya bahwa pada hakikatnya manusia rakus, egoistis, dan
selalu ingin mementingkan diri sendiri. Walaupun asumsi mereka tentang hakikat
manusia sama, konklusi mereka berbeda seperti bumi dan langit. Mandeville
menganggap sifat rakus manusia yang selalu mementingkan diri sendiri akan
memberikan dampak social-ekonomi negative bagi masyarakat dan ia menganjurkan
adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Sebaliknya, Smith tidak anti
dengan sifat egoistis manusia, malahan menganggap sifat ini akan memacu
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan dan menganggap sikap
egois manusia tidak akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat sepanjang ada
persaingan bebas. Smith menganggap bahwa setiap orang yang menginginkan laba
dalam jangka panjang (serakah), tidak akan pernah menaikan harga di atas tingkat
harga pasar. Misalnya, tuan tanah yang menetapkan sewa lebih tinggi untuk
kesuburan tanah yang sama, tidak akan menemukan penggarap.

B. Mekanisme Pasar Bebas


Smith sangat mendukung moto laissez faire-laissez passer yang menghendaki campur
tangan pemerintah seminimal mungkin dalam perekonomian dan membiarkan
perekonomian berjalan dengan wajar. Jika banyak campur tangan pemerintah,
menurutnya pasar justru akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian
pada ketidakefisienan dan ketidakseimbangan. Smith mengatakan bahwa: walaupun
tiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan kepada kepentingan pribadi, tetapi
hasilnya bisa selaras dengan tujuan masyarakat. Dampak aktivitas setiap individu
dalam mengejar kepentingan masing-masing terhadap kemajuan masyarakat, justru
lebih baik dibandingkan dengan setiap orang berusaha memajukan masyarakat. Smith
paling tidak percaya dengan “maksud baik”, baik dari orang perorangan, bahkan dari
pemerintah.

C. Teori Nilai (Value Theory)


Menurut Smith, barang mempunyai dua nila. Pertama, nilai guna (value in use) atau
harga suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga (labor) yang diperlukan untuk
menghasilkan barang tersebut. Kedua, nilai tukar (Value in exchange) atau
kemampuan suatu barang untuk memperoleh barang lain. Untuk mengukur tenaga
labor yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang tidak hanya diukur dari jam
atau hari kerja, sebab keterampilan setiap orang tidak sama. Sehingga ia
menggunakan “harga” labor sebagai alat ukur, yaitu upah yang diterima dalam
menghasilkan barang tersebut. Menurut Smith, harga alami (natural price) merupakan
harga yang lebih tinggi yang ditetapkan untuk barang yang perolehannya lebih sulit
daripada barang yang perolehannya mudah. Pada zaman moder, disebut sebagai harga
keseimbangan jangka panjang.
Menurut Smith, hubungan antara nila guna dan nilai tukar adalah nilai guna
tinggi (ex: air) kadang-kadang tidak mempunyai nilai tukar (tidak bisa ditukarkan
dengan barang lain. Sebaliknya, ada barang yang mempunyai nilai tukar sangat tinggi
(ex: intan), tetapi tidak begitu berfaedah dalam kehidupan.

D. Teori Pembagian Kerja


Menurut Smith, produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui pembagian
kerja (devision of labor). Pembagian kerja akan mendorong spesialisasi, orang yang
memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-
masing. Adanya spesialisasi berarti setiap orang tidak perlu menghasilkan setiap
barang yang dibutuhkan secara sendiri-sendiri. Akan tetapi, akan menghasilkan satu
jenis barang saja. Kelebihan barang atas kebutuhan sendiri itu dipertukarkan
(diperdagangkan ) di pasar. Menurut Smith, pembagian tugas menyebabkan setiap
orang ahli di bidangnya (terspesialisasi) yang akan mengakibatkan produktivitas
meningkat dan hasil produksi total juga akan meningkat.

E. Teori Akumulasi Kapitasl


Smith menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan diperoleh dengan cara
meningkatkan laba. Untuk memperoleh keuntungan maksimum dilakukan dengan
cara investasi, yaitu membeli mesin-mesin dan peralatan canggih. Dengan hal
tersebut, maka akan meningkatkan produktivitas labor yang akan berakibat pada
peningkatan produksi perusahaan. Maka output nasional atau kesejahteraan
masyarakat akan meningkat pula. Smith menganggap pentingnya arti akumulasi
kapital bagi pembangunan ekonomi. Maka, sistem ekonomi yang dianut Smith selain
disebut sistem liberal (karena memberikan keleluasaaan individu untuk bertindak
dalam perekonomian), juga disebut sistem kapitaisme (karena sangat menekan arti
akumulasi kapital dalam pembangunan ekonomi).

F. Pengaruh Pandangan Adam Smith


Pandangan dan pemikiran yang dilontarkan Adam Smith banyak diambil dari pakar
pemikir terdahulu. Hal tersebut menyebabkan ia diejek dengan pemikiran “klasik”.
Sebagai contoh, individualism dan meaterialisme. Paham individualisme yang berasal
dari hedonisme (kenikmatan individu merupakan kenikmatan yang setinggi-
tingginya) dan utilitarianisme (kenikmatan sebesar-besarnya ditunjukan bagi
masyarakat banyak). Paham materialisme merupakan paham yang memperhatikan
kebahagiaan di bumi.
Penghargaan yang sangat tinggi kepada Smith adalah karena ia berhasil
menciptakan sebuah sistem ekonomi berupa system ekonomi pasar, yang kadang-
kadang juga disebut system ekonomi liberal (karena memberikan kebebasan seluas-
luasnya bagi individu untuk melakukan yang terbaik bagi kepentingan mereka) atau
system kapitalis (istilah ejekan oleh Karl Marx sebab mengandalkan kapital yang
dikuasai pihak swasta). Sistem ekonomi pasar ini tidak membutuhkan perencanaan
dan pengawasan dari pihak manapun dan menyerahkan semuanya kepada pasar, dan
suatu invisible hand akan membawa perekonomian pada keseimbangan.

G. Adam Smith atau Nabi Muhammad?


Ide mekanisme pasar merupakan pemikiran Nabi Muhammad, jauh sebelum Adam
Smith Lahir. Nabi Muhammad menganjurkan umatnya untuk memanfaatkan
mekanisme pasar dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi, dan menghindari
system penetapan harga (tas’ir) oleh otoritas negara kalau tidak terlalu
diperlukan.Dalam ajaran islam. Otoritas negara dilarang mencampuri, memaksa orang
menjual barang pada suatu tingkat harga yang tidak mereka ridhai. Nabi Muhammad
melarang pemerintah ikut campur nenetapkan harga jika masyarakat tidak melakukan
penyimpangan atau pelanggaran yang mengharuskan munculnya suatu tindakan
control atas harga.
Islam menganjurkan agar harga berbagai macam barang dan jasa harus
diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai kekuatan permintaan dan penawaran.
Dalam ajaran islam, pemerintah tidak dibenarkan memihak kepada pembeli dengan
mematok harga yang lebih rendah (celling price) atau memihak pada penjual dengan
mematok harga yang lebih tinggi (floor price). Menurut Ibnu Taimiyah dalam buku
al-Hisab:”Tas’ir ada yang zalim, itulah yang haram, dan ada pula yang adil, itulah
yang dibolehkan”. Ketidak adilah di pasar terjadi bila ada praktik monopoli atau
pihak-pihak yang mempermainkan harga, atau ada cengkeraman harga dari pengusaha
yang bermodal kuat.

BAB IV

PEMIKIRAN TOKOH-TOKOH KLASIK LAINNYA

A. Thomas Robert Malthus (1766-1834)


Malthus menimba pendidikan di St. John’s College, Cambridge, Inggris, dan
kemudian melanjutkan ke East India College. Sewaktu ia diangkat sebagai dosen pada
East India College, untuk pertama kalinya ekonomi politik diakui sebagai disiplin
ilmu tersendiri. Malthus menulis buku Principles of Political Economi (1820) dan
Definitions of Political Economy (1827). Malthus merupakan seorang pengikut Adam
Smith walaupun tidak semua pemikirannya sejalan dengan pemikiran Smith. Smith
optimis bahwa kesejahteraan manusia akan selalu meningkat sebagai dampak positif
dari pembagian kerja dan spesialisasi. Sebaliknya. Malthus justru pesimis tentang
masa depan umat manusia, dikarenakan ia menganggap bahwa tanah sebagai salah
satu faktor produksi utama jumlahnya tetap dan tanah pertanian akan berkurang jika
digunakan untuk membangun rumah, pabrik, dan lain sebagainya.
Malthus menganggap perkembangan jumlah manusia jauh lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan produksi hasil pertanian, dan Malthus meramal
bahwa suatu ketika akan terjadi malapetaka (disaster) yang akan menimpa manusia.
Ia berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menghindar dari malapetaka tersebut
adalah dengan melakukan control atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk atau
Keluarga Berencana (KB) seperti menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah
anak.

B. David Ricardo (1772-1823)


Ricardo tidak memiliki latar belakang pendidkan ekonomi yang cukup. Namun,
pekerjaannya dalam bidang pasar modal sudah digelutinya sejak usia 14 tahun yang
membuatnya paham mengenai ekonomi. Ricardo sependapat dengan Smith bahwa
labor memegang peranan penting dalam perekonomian. Ide tersebut kemudian
dikembangkan menjadi teori harga-harga (theory of relative prices) berdasarkan biaya
produksi, yaitu biaya labor menjadi unsure utama, di samping biaya-biaya kapital.
Menurut Ricardo, capital merupakan unsure yang penting karena mampu
meningkatkan produktivitas labor dan mempercepat proses produksi sehingga hasil
produksi cepat dinikmati.
Dalam buku The Principles of Political Economy and Taxation (1817),
Ricardo mengemukakan beberapa teori, yaitu teori sewa tanah, teori nilai kerja, teori
upah alami, teori uang, dan teori keuntungan komparatif. Menurut Ricardo, nilai tukar
suatu barang tergantung pada ditentukan oleh ongkos yang dikeluarkan untuk
menghasilkan barang tersebut. Ongkos itu mencakup biaya bahan mentah dan upah
buruh yang besarnya hanya cukup untuk bertahan hidup (disebut upah alami).
Pada teori keuntungan berbanding (Comparative Adveantage), Ricardo berpendapat
setiap kelompok atau negara mengkhususkan diri menghasilkan produk-produk yang
dihasilkan lebih efisien.

C. Jean Baptiste Say (1767-1832)


J.B. Say berasal dari Prancis dan berasal dari kalangan pengusaha, bukan dari
kalangan akademis. Buku Smith “The Wealth of Nations” dirangkum dalam bukunya
Traite d’Economie Politique (1903) sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Say
berpandangan bahwa setiap penawaran akan menciptakan permintaan sendiri (supply
creates its own demand), sehingga disebut hukum Say (Say,s Law). Hukum ini
diasumsikan bahwa nilai produksi selalu sama dengan pendapatan, dimana setiap ada
produksi maka aka nada pendapatan yang besarnya persis dengan nilai produksi tadi.
Dengan demikian, dalam keadaan seimbang maka produksi cenderung menciptakan
permintaan sendiri akan produksi barang yang bersangkutan. Dalam perekonomian
yang mengantut pasar persaingan sempurna tidak akan terjadi kelebihan penawaran
(excess supply). Say merupakan orang pertama yang berbicara tentang entrepreneur.
Ia adalah orang pertama yang berjasa mengklasifikasikan faktor-fktor produksi atas
tiga bagian, yaitu tanah, labor, dan capital.

D. John Stuard Mill (1806-1873)


Kebanyakan pakar ekonomi sepakat bahwa ajaran klasik mencapai puncaknya di
tangan J.S. Mill. Bapak dari James Mill, juga seorang pakar ekonomi. J.S. Mill
menerima pelajaran tentang ilmu ekonomi langsung dari James Mill. Oleh bapaknya,
ia dididik dengan disiplin sangat tinggi. Buku karangannya Principles of Political
Economy merupakan buku versi modern dari The Wealth of Nationd Adam Smith.
Mill merupakan orang pertama yang mengemukakan ide tentang konsep elastisitas
permintaan, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Marshall. Di tangan Mill,
individualism tidak lagi tampil kasar dan kaku. Sebagai sesame kaum klasik, Mill
menentang pihak=pihak yang menuduh paham laissez faire sebagai “ilmu yang
menyedihkan dan muram” (dismal science) dan menuduh teori upah Ricardo sebagai
“teori upah besi”. Mill juga memperbolehkan campur tangan pemerintah berupa
kebijakan yang membawa kea rah peningkatan efesiensi dan penciptaan iklim yang
baik.

BAB V

SOSIALISME SEBELUM MARX

A. Pengertian Sosialisme/Komunisme
Sosialisme menurut Mill diartikan sebagai kegiatan menolong orang-orang yang tak
beruntung dan tertindas. Sosialisme juga dapat diartikan sebagai bentuk
perekonomian yang pemerintahannya paling kurang bertindak sebagai pihak yang
dipercayai oleh seluruh warga masyarakat. Sosialisme dimaksudkan untuk
menunjukan system-sistem pemilikan dan pemanfaatan sumber-sumber produksi
(selain labor) secara kolektif (Whittaker, 1960). Sosialisme bisa mencakup asosiasi-
asosiasi kooperatif maupun pemilikan dan pengoperasian oleh pemerintah. Menurut
Brinton (1981), “sosialisme” menggambarkan pergeseran milik kekayaan dari swasta
ke pemerintah yang berlangsung secara perlahan-lahan melalui prosedur peraturan
pemerintah dengan memberikan kompensasi pada pemilik-pemilik swasta. Sementara
dalam komunisme, peralihan kepemilikan tersebut digambarkan secara cepat dan
“revolusioner” yang dilakukan secara paksa dan tanpa kompensasi.
Komunisme dapat dikatakan sebagai bentuk system paling ekstrem di antara
golongan kiri sosialis, sebab untuk mencapai masyarakat komunis yang dicita-citakan
diperoleh melalui suatu revolusi. Perekonomian yang didasarkan atas system yang
segala sesuatunya serba dikomando ini sering juga disebut system “perekonomian
komando”. Karena dalam system komunis negara merupakan penguasa mutlak,
perekonomian komunis juga sering disebut “system ekonomi totaliter”. Istilah lain
yang juga sering sering digunakan adalah “anarkisme”. Aliran sosialisme (bersifat
utopis) sering dimasukkan ke dalam ‘sosialis”, sedangkan sosialisme yang
dikembangkan Marx digolongkan ke dalam “komunis”. Cara lain menamakan
sosialisme Marx adalah “marxisme”. Jenis-jenis marxisme yaitu, marxisme ortodoks,
neo-marxis, human-marxis, aliran Kiri Baru (New Left), sosialis independen, dan
sebagainya. Aliran marxisme justru mengakibatkan pemiskinan, proses
penyengsaraan, keadaan keterbelakangan, serta semakin banyak dan berkembangnya
jumlah “tentara cadangan industry”, dan bukannya proses pembangunan atau
kemajuan.

B. Sosialisme Utopis
Tokoh-tokoh sosialis-utopis yang paling dikenal adalah Sir Thomas More (1478-
1535). Bahkan, istilah “sosialis-utopis” diberikan karena More pernah menulis buku
tentang “negara impian” dalam tulisannya yng terkenal “Utopia”. Dalam buku
tersebut, More menceritakan pulau khayalan bernama Utopia yang dapat ditafsirkan
sebagai negara, semua milik merupakan milik bersama. Semua orang tinggal dalam
suatu tempat bersama. Makanan dan segala kebutuhan lannya disediakan secara
bersama-sama pula. Tokoh utopis lainnya yaitu Tomasso Campanella (1568-1639)
dari Italia yang menulis buku berjudul Civitas Solis (Kota Matahari). Lalu ada Francis
Bacon (1560-1626) yang mengarang buku yang berjudul New Atlantis pada tahun
1629. Selanjutnya ada James Harrington yang merupakan seorang pengajur demokrasi
politik yang menerbitkan karangan berjudul “Oceana” pada tahun 1656.

C. Sosialisme Komunitas Bersama


Robert Owen (1771-1858) merupakan tokoh yang merealisasi sosialisme utopia. Saat
masa anak-anak dia menjadi buruh di pabrik tekstil. Berkat keuletannya, Owen
kemudian berhasil memiliki pabrik tekstil sendiri di New Lamark, Scotlandia. Owen
membangun pabrik tekstil tersebut sebagai model untuk perbaikan kesejahteraan para
pekerja, yang disebut parallelogram. Owen membayar gaji buruh dengan upah yang
relative tinggi dengan jam kerja yang lebih rendah. Ide Owen tentang sosialis dilihat
dari bukunya The New View of Society (1816). Owen juga memperjuangkan peran
pemerintah dalam pembangunan desa-desa komunal berdasarkan asas koperasi.
Charles Fourier adalah pengikut ajaran Saint Simon. Perbedaannya dengan Owen
ialah kalau Owen mendirikan komunitas berdasarkan asas koperasi dalam sebuah
parallelogram, Fourier mendirikan phalanges, atau phalanx yang merupakan suatu
unit komunitas yang terdiri dari sejumlah orang. Tokoh terakhir yang merealisasi cita-
citanya dengan membentuk suatu komunitas adalah Louis Blanc yang merupakan
seorang penggagas koperasi khususnya koperasi produksi yang bertujuan
meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya.

BAB VI

SOSIALISASI MARX (MARXISME)

A. Kecaman Marx terhadap Sistem Kapitalis


Di anatara sekian banyak pakar sosialis, pandangan Karl Heindrich Marx (1818-1883)
dianggap paling berpengaruh. Marx sangat benci dengan system perekonomian liberal
yang digagas oleh Adam Smith dan kawan-kawan. Menurutnya, system kapitalis
mewarisi ketidakadilan dari dalamnya yang akan membawa masyarakat kapitalis ke
arah kondisi ekonomu dan social yang tidak bisa dipertahankan dan mengakibatkan
kepincangan dan kesenjangan social. Dari segi sosiologi, Marx melihat adanya
konflik anatar kelas. Dalam system liberal-kapitalis, kelopok pemilik modal yang
menguasai capital dengan kaum buruh sebagai kelas proletar yang ditakdirkan
menduduki posisi bawah. Menurut Marx, agar system perekonomian mengalami
perbaikan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas, maka harus diganti dengan
system sosialis/komunis yang berpihak pada kaum buruh.
Dari segi ekonomi, Marx melihat bahwa akumulasi capital di tangan kaum
kapitalis memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi,
pembangunan dalam system kapitalis sangat bias terhadap pemilik modal. Untuk bisa
membangun secara nyata seluruh lapisan masyarakat, perlu dilakukan perombakan
structural melalui revolusi social dan selanjutnya penataan kembali hubungan
produksi (khususnya dalam system pemilikan tanah, alat-alat produksi, dan modal).
Sistem kapitalis dinilai Marx mewarisi daya self destruction, suatu daya dari alam
yang akan mengahncurkan bagi system perekonomian liberal itu sendiri.

B. Teori Pertentangan Kelas


Dalam bukunya Manifesto Komunis, Marx sangat menentang kelas social yang
ditimbulkan oleh system liberal. Kelas-kelas masyatakat seperti majikan yang
memiliki alat-alat produksi dengan buruh yang hanya memiliki tenaga untuk dijual.
Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan
ekonomi masyarakat. Mneurut pengamatan Marx, sepanjang sejarah di dunia ini kelas
bawah selalu berusaha untuk membebasakan dan meningkatkan status kesejahteraan
mereka. Marx meramal, bahwa kaum proletar yang terdiri dari buruh tersebut akan
bangkit melawan kaum kapitalis dan akan menghancurkan kelas yang berkuasa. Teori
yang digunakan Marx untukmenjelaskan penindasan kaum pemilik modal terhadap
kaum buruh adalah teori nila lebih (theory of surplus value), yang sebetulnya berasal
dari kaum klasik sendiri.

C. Teori “Surplus Value” dan Penindasan Buruh


Menurut pandangan kaum klasik (Ricardo), nilai suatu barang harus sama dengan
biaya-biaya untuk menghasilkan barang tersebut, yang didalamnya sudah termasuk
ongkos tenaga kerja berupa upah alami (natural wages). Upah alami yang diterima
oleh para buruh hanya cukup sekedar penyambung hidup secara subsisten, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat pokok-pokok saja. Padahal, nilai dari hasil kerja
buruh jauh lebih besar dari jumlah yang diterima mereka sebagai upah alami.
Kelebihan nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami inilah yang disebut Marx
sebagai nilai lebih (surplus value) yang dinikmati oleh para pemilik modal. Menurut
Marx, nila (harga sesungguhnya) dari suatu komoditas ditentukan oleh nilai labor
yang diejawantahkan (embodied) secara langsung maupun tidak langsung dalam
komoditas, plus laba. Secara umum Marx percaya bahwa nilai suatu barang
umumnya sepadan dengan input labor, dan hanya labor langsung yang dapat
menghasilkan laba (yang disebut nilai surplus). Menurut Marx, nilai suatu komoditas
(C) adalah penjumlahan biaya labor langsung (v), biaya labaor tidak langsung (c), dan
laba atau nilai surplus (s), atau: C = c + v +s.
Menurut Marx, modal tetap (c), merujuk pada pengeluaran-pengeluaran untuk pabrik,
mesin-mesin, dan peralatan, inventory, pengeluaran untuk materialis. Untuk biaya
labor tidak langsung (v) adalah biaya-biaya upah. Nilai surplus adalah kelebihan nilai
produktivitas kerja atas upah alami yang diberikan kepada burh. Tingkat eksploitasi
(s´) tersebut bisa diukur dengan membandingkan nilai surplus (s) dengan upah yang
diberikan (v), atau: Tingkat Eksploitasi s´ = s/v.

D. Dialektika Materialisme Historis


Proses pembangunan melalui konflik merupakan proses dialektik. Proses ini
mempunyai basis dalam pembagian masyarakat atau kaum pekerja dan kapitalis.

Menurut Marx, kaum komunis yang memperjuangkan nasib kaum proletar


harus menuntun revolusi yang dilancarkan kaum ploletar ke arah yang benar.
Revolusi akan berjalan suskses maka dia mangenjurkan kaum komunis mendukung
setiap gerakan melawan tatanan social politik system kapitalis. Untuk
memperjuangkan nasib mereka sendiri, kaum buruh diseluh negari harus berasatu
memperjuangkan sebuah system baru yang berpihak pada kaum buruh yaitu system
sosialis/komunis. Berdasarkan dialektika materialism sejarah, Marx percaya bahwa
kekuatan-kekuatan ekonomi (yang diseutnya kekuatan-kekuatan produktif, productive
forces) sangat menentukan hubungan-hubungan produksi, pasar, masyarakat,
termasuk “suprastruktur: (ideology, falsafah, hukum social, budaya, agama, kesenian,
dan sebagainya), nantinya diorganisasi.

E. Fase-fase Perkembangan Masyarakat


Menurut Marx, semua kelompok masyarakat akan mengalami fase-fase sebagai
berikut:
1. Komunisme primitive (suku)
2. Perbudakan
3. Feodalisme
4. Kapitalisme
5. Sosialisme
6. Komunisme

Dalam masyarakat komunisme primitive, dan juga sosialisme dan komunisme,


alat produksi merupakan milik bersama, sehingga tidak ada pengisapan dari suatu
kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lannya. Namun dalam
kelompok perbudakan, feodalisme, dan kapitalisme, alat-alat atau modal produksi
dimiliki dan dikendalikan oleh suatu kelompok, sedangkan kelompok lainnya hanya
sebagai pekerja, dan dalam kelompok ini sangat potensial terjadi pengisapan dari
suatu kelas masyarakat terhadap kelas masyarakat lainnya. Dari hasil studi sejarah,
Marx mengamati bahwa teknologi pada umumnya bergerak lebih cepat daripada
institusi. Pada tahap awal kemajuan, teknologi yang menentukan kekuatan produksi,
bergerak selaras dengan kemajuan institusi yang mengatur hubungan produksi.
Namun, kemudian teknologi bergerak lebih cepat dan meninggalkan institusi yang
bergerak lebih lambat. Sistem kapitalis dikecam Marx sebab bias terhadap kaum
pemilik modal. Beberapa program yang dianjurkan Marx untuk dilakukan setelah
revolusi berhasil antara lain:

1. Penghapusan hak milik atas tanah dan menggunakan semua bentuk sewa tanah
untuk tujuan-tujuan umum
2. Program pajak pendapatan progresif atau gradual
3. Pengahpusan semua bentuk hak pewarisan
4. Pemusatan kredit di tangan negara
5. Pemusatan alat-alat komunikasi dan transportasi di tangan negara
6. Pengembangan pabrik-pabrik dan alat-alat produksi milik negara

Dari berbagai program diatas, yang perlu diperhatikan adalah agar alat-alat kekayaan
produkstif terutama modal dan tanah, secara berangsur-angsur harus dikuasai oleh
negara yang nantinya akan didistribusikan alat-alat kekayaan tersebut untuk
digunakan dan hasilnya dibagikan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat.

F. Perbedaan Sosialisme dan Komunisme Menurut Marx


Marx membedakan fase sosialisme dan komunisme dapat dilihat dari:
1. Produktivitas
Dalam fase sosialisme, produktivitas masih rendah dan kebutuhan materi belum
terpenuhi secara cukup. Sementara itu, dalam fase komunisme penuh
produktivitas sudah tinggi sehingga semua kebutuhan materi sudah diproduksi
secara cukup.
2. Hakikat manusia sebagai produsen
Dalam fase sosialisme manusia belum cukup menyesuaikan diri sehingga
menjadikan kerja sebagai hakikat dan mementingkan insentif materi untuk
beDalam fase sosialisme manusia belum cukup menyesuaikan diri sehingga
menjadikan kerja sebagai hakikat dan mementingkan insentif materi untuk
bekerja. Pada komunisme penuh, kerja sudah menjadi hakikat dan manusia
bekerja dengan penuh kegembiraan tanpa terlalu mengharapkan insentif langsung
berupa upah.
3. Pembagian pendapatan
Pada fase sosialisme berlaku prinsip: ”from each according to his ability, to each
according to his labor”, sedangkan dalam fase komunisme penuh prinsipnya
adalah: ”from each according to his ability, to each according to his needs”.
BAB VII

PEMBARUAN TERHADAP MARXISME

A. Latar Belakang
Karya Marx banyak dikagumi dan dibaca orang. Hanya sayangnya, karena gaya
tulisan Marx yang rumit, dan membahas terlalu banyak facet (ekonomi, social,
budaya, politik, moral, agama, falsafah), banyak hasil tulisannya disalahtafsirkan,
termasuk oleh para pengikut-pengikutnya. Pada kuarter pertama abad ke-20
pemikiran-pemikiran Marx dan Engels dimodifikasi oleh Lenin. Marx meramal
kapitalisme akan jatuh dan digantikan oleh sosialisme di negara kapitalis paling maju.
Lenin justru berteori bahwa sosialisme muncul pertama kali di negara kapitalis paling
lemah (the weakest link of capitalis countries). Dengan teori tersebut, Lenin
mempunyai cukup alas an untuk melakukan revolusi di Rusia, yang dikenal dengan
revolusi Bolshevik tahun 1917. Pembaruan terhadap pemikiran-pemikiran Marx terus
dilakukan. Pada tahun 30-an Lange dan Lerner mengembangkan teori sosialisme
pasar yang didasarkan oleh manajemen industry yang terdesentralisasi dan
penggunaan penetapan harga yang ditetapkan secara trial and error oleh suatu badan
perencana.
Pada tahun 50-an hingga 70-an model sosialisme pasar Lange-Lerner
dikembangkan lagi menjadi sosialisme yang dikelola kaum pekerja. Selain itu di
negara-negara sosialis Eropa berkembang sebah aliran sosialis yang dikenal dengan
aliran kiri baru (New Left) yang harus dilakukan oleh kaum terpelajar dan intelektual.
Keyakinan kaum komunis ortodoks baru di Soviet bahwa negara kapitalis akan
hancur sedangkan negara komunis akan berjaya, tetapi kenyataannya adalah
sebaliknya. Hal ini menyebabkan populernya sosialisme pasar di Uni-Soviet tahun 80-
an saat elemen-elemen pasar mulai diakui, tetapi pemikiran-pemikiran Marx belum
ditinggalkan. Lalu pada tahun 90-an datanglah masa kehancuran bagi negara-negara
sosialis/komunisme. Soviet di bawah Mikhail Gorbachev melancarkan Glasnost dan
Perestroika yang secara langsung maupun tidak langsung berarti ditinggalkannya
pemikiran Marx dan Engels serta Lenin.
Urutan skematik perkembangan dan pembaharuan pemikiran Marx dan Engels
hingga kemudian bertumbangan pada tahun 90-an dapat dilihat kronolinya sebagai
berikut:
B. Leninisme
Vladimir Ilich Lenin (1870-1924) adalah bapak revolusi Rusia. Karya tulis Lenin
yang sangat terkenal adalah The Development of Capitalism in Russia (1956) dan
Imperialism, the Highest Stage of Capitalism (1933). Ia mendirikan negara komunis
pertama di Rusia melalui Revolusi Bolshevik 1917.
1. Kapitalisme Monopoli dan Imperialisme
Lenin menyebut bawhwa tahapan terakhir kapitalisme disebut kapitalisme
monopoli (monopoly capitalism) dan tentang imperialism. Menurutnya,
kapitalisme pada tahap akhir akan mengarah ke monopoli yang akan didominasi
oleh perusahaan-perusahaan raksaksa, kartel, dan monopoli. Bangkitnya monopoli
sebagai organisasi ekonomi dominan merupakan tanda bagi tahap akhir
kapitalisme. Lenin menguraikan beberapa karakteristik kapitalisme monopoli
sebagai berikut:
a. Konsentrasi produksi di tangan industry yang semakin sedikit jumlahnya
b. Marger (penggabungan) financial dan capital industry, sewaktu bank dan
lembaga financial semakin menguasai control atas alokasi sumber-sumber
modal
c. Bangkitnya ekspor capital (bukannya komoditas) sebagai bentuk utama
pertukaran internasional
d. Pembagian dunia ke dalam lingkungan ekonomi dipengaruhi dan dikontrol
atas kapitalis monopoli
e. Pembagian lebih lanjut (sub-devisi) dunia ke dalam lingkungan politik yang
dipengaruhi oleh pemerintahan negara-negara kapitalis mapan.

2. Teori Pembangunan yang Tak Imbang


Teori pembangunan tak imbang (The theory of uneven development) adalah batu
loncatan analisis Lenin tentang lokus (tempat kejadian) revolusi proletariat.
Menurutnya, pertumbuhan di setiap negara tidak sama, termasuk di negara-negara
kapitalis. Lenin berpendapat bahwa hukum tentang pembangunan tak imbang
menjamin kompetisi dan konflik global di antara negara-negara imperialis
sewaktu mereka berebut control atas sumber-sumber dan pasar negara jajahannya.
Konflik militer dan peperangan akan memperlemah kekuatan negara-negara
imperialis, sebab hal itu mendorong masyarakat jajahan bangkit melawan negara
aggressor kapitalis tadi. Lenin melancarkan revolusi Bolshevik tahun 1917 di
Rusia, dan berhasil mendirikan negara sosialis/komunis pertama di dunia. Lenin
juga pendiri partai komunis pertama di Indonesia, yaitu Partai Bolshevik (Partai
Komunis Rusia). Di bawahnya, Rusia kemudian menjadi Uni Soviet adalah negara
pertama yang melaksanakan pembangunan melalui perencanaan pusat.

C. Revisionisme
Pemikiran Marx dan Engels berfokus pada dua tema, yaitu tentang kemungkinan
alokasi sumber daya yang efisien dalam suatu perekonomian sosialis pasar dan
kemungkinan perubahan kapitalisme menjadi sosialisme tanpa melalui revolusi
kekerasan (aliran pemikir revisionis/revisionists). Gerakan revisionis adalah untuk
merevisi pemikiran-pemikiran Marx dan Engels yang meramal bahwa kapitalisme
akan dijatuhkan oleh revolusi proletar. Kaum revisionis tidak setuju dengan hal
tersebut, merekapun berpendapat untuk memperbaiki keadaan social ekonomi
masyarakat dilakukan dengan menegakan demokrasi yang dilakukan dengan
melibatkan diri dalam gerakan serikat buruh demi memperbaiki posisi tawar-menawar
kaum buruh.
Edward Bernstein (1850-1932), merupakan anggota gerakan social demokratik
Jerman dan merupakan kawan dekat Engels. Ia berpendapat bahwa revolusi
proletariat tidak diperlukan, dan menurutnya dengan melibatkan diri dalam gerakan
serikat-serikat perburuan , kondisi kaum buruh akan membaik dan keburukan
kapitalisme pelan-pelan akan berkurang dengan sendirinya. Tokoh revolusi lainnya
adalah Mikhail Tugan-Baranovsky (1865-1919). Ia berpendapat bahwa teori Marx
tentang kejatuhan kapitalisme keliru. Ia berpendapat bahwa kelebihan produksi (over-
production) dan kekurangan konsumsi (under-consumption) tidak akan menjadi
masalah serius di negara kapitalis maju. Meurutnya, cara mengatasi dampak negative
kapitalisme yaitu dengan masyarakat bekerja pelan-pelan yang terencana bagi
pengadopsian sosialisme tenpa melalui jalan revolusi kekerasan. Selain itu, menurut
Karl Kautsky (1854-1938) memformulasikan pandangannya bahwa suatu depresi
yang kronis akan mendorong kaum pekerja memilih alternative sosialisme dan
revolusi social tidak akan menghentikan antagonism kelas-kelas masyarakat. Pada
tahun 30-an, Kautsky ikut bergabung dengan kaum revisionis dan merevisi pemikiran
Marx.

D. Aliran Kiri Baru (The New Left)


Aliran kiri baru dapat diartikan sebagai kombinasi dari Marxisme-Leninisme
Ortodoks dengan pemikiran-pemikiran radikal baru. Aliran kiri baru seperti kelompok
radikal sering melakukan serangan terbuka terhadap kapitalisme di Amerika Serikat
tahun 70-an. Perhatian terhadap Marxisme muncul lagi dengan diterbitkannya buku
Monopoly Capital oleh Paul Baran dan Paul Sweezy tahun 1966. Buku tersebut
memfokuskan pada aspek monopolistic perusahaan raksasa dalam perekonomian
modern yang mampu mempertahankan penjualan dengan harga tinggi dan meraup
surplus sebesar-besarnya dengan cara mengeksploitasi butuh dalam dan luar negeri.
C. Wright Mills (1916-1962) adalah ahli sosiologi dari Columbia University. Tahun
1956, ia menulis buku The Power Elite yang mengungkapkan bahwa negara kapitalis
Amerika Serikat semakin dikuasai oleh kelompok elit yang terdiri atas pengusaha-
pengusaha besar dan pemilik modal yang berkolaborasi dengan pemerintah dan
pimpinan-pimpinan serikat buruh. Llau Ernest Mandeel pada tahun 1968 menulis
buku yang berjudul Marxist Economic Theory yang mereview dan membuat
penjelasan yang lebih sederhana sehingga teori ekonomi Marxis bisa lebih mudah
dibaca oleh masyarakat awam.

1. Setuju dan Tidak Setuju


Kaum kiri baru dan Marxis ortodoks sama-sama setuju bahwa system kapitalis
tidak harmonis, dan karenanya ditransformasikan menjadi suatu masyarakat
sosialis baru. Masyarakat kapitalis sudah korup dari dalam dan tidak bisa
diselamatkan lewat reformasi social. Kaum kiri baru dan Leninis tidak tertarik
dengan reformasi social. Perbedaan antara kaum kiki baru dengan Marxisme
ortodoks yaitu tentang tidak terelakannya sosialisme. Kaum kiri baru setuju
dengan kaum revisionis bahwa kejatuhan kapitalisme bukan tak terelakan.
Bahkan, kejatuhan tersebut tidak mesti harus terjadi, sebab pekerja di negara
kapitalis sudah terintegrasi dalam masyarakat kapitalis dan tidak bisa melakukan
reformasi radikal.

2. Kecaman terhadap Kapitalisasi Kontemporer


Kaum kiri baru sangat tidak suka dengan kapitalisme modern sebab tidak
seimbangnya distribusi kekuatan ekonomi dan politik dalam masyarkat kapitalis.
Jika pendapatan tidak merata, maka kekuatan politik juga tidak merata.
Pemikiran-pemikiran kaum kiri baru tentang imperialisme searah dengan
pemikiran Leninis bahwa kesejahteraan negara-negara kaya tergantung atas
eksploitasi terhadap negara-negara terbelakang yang kaya akan sumber daya alam.
Mereka berpendapat bahwa kaum buruh di negara kapitalis semakin dikorup.
Perbedaan antara kedua aliran tersebut yaitu kaum kiri baru percaya bahwa
imperialism baru dilakuka oleh perusahaan multinasional. Sementara, kaum
Leninis percaya bahwa hal tersebut dilakukan oleh negara.

3. Alienasi dan Kualitas Hidup


Kaum buruh di negara kapitalis maju dan makmur. Akan tetapi, kaum kiri bar
percaya bahwa mereka tetap teralienasi dari pekerjaan mereka sebab para buruh
dipisahkan dari control atas pekerjaan mereka. Kuam kiri baru tidak member
semacam “cetak biru” (acuan) yang jelas tentang suatu masyarakat ideal. Mereka
hanya menawarkan beberapa acuan referensi untuk desentralisasi dan penggunaan
moral lebih banyak daripada insentif ekonomi.

E. Diskusi
Dapat disimpulkan bahwa pemikiran Marx menarik, tetapi banyak mengalami
perubahan/modifikasi. Ramalam Marx tentang jatuhnya kapitalisme tidak pernah
menjadi kenyataan. Ramalannya mengenai sosialis yang muncul pertama kali di
negara kapitalis paling maju, yang terjadi justru sebaliknya. Menurut Marx, ekonomi
yang menentukan “super-struktur”, di Rusia politik merebut kekuasaanlah yang
menentukan ekonomi. Dari berbagai aliran sosialisme, hanya pemikiran kaum
reformis yang lebih mendekati “trak yang benar”.

BAB VIII

MAZHAB NEO-KLASIK

Mazhab ini memfokuskan diri pada konsep Marginalisme dan Perilaku Konsumen.

A. Pendekatan Marginal
Para pakar neo-klasik dalam membahas ramalan Marx menggunakan konsep analisis
marginal (Marginal Analysis) atau Marginal Revolution. Pada initinya, konsep ini
merupakan pengaplikasian kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen dan
produsen, serta penentuan harga-harga di pasar.
Teori ini telah lama digunakan dan dikembangkan Heindrich Gossen (1810-
1858) dalam menjelaskan kepuasaan (utility) dari pengkonsumsian sejenis barang.
Menurutnya, kepuasan marginal (Marginal Utility) dari pengkonsumsian suatu
macam barang akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin
banyak (Hukum Gossen I). Dalam Hukum Gossen II, menjelaskan bahwa sumber
daya dan dana yang tersedia selalu terbatas, secara relatif, untuk memenuhui berbagai
kebutuhan yang relatif tidak terbatas.

B. Mazhab Austria
Adalah kelompok pemikir ekonomi yang mendukung dan memakai konsep marginal,
dan berasal dari Universitas Wina (Austria). Mereka mempunyai ciri pandang khusus,
yaitu penerapan kalkulus dalam pengembangan teori-teori mereka.
Tokoh utama Mazhab Austria adalah:
1. Karl Menger (1840-1921)
Karya utamanya adalah Grusatze der Volks Wirtschaftslehre (1817). Dalam
bukunya ia mengembangkan teori utilitas marginal.
2. Friedrich von Wieser (1851-1920)
Karya utamanya adalah Uber der Ursprung und die Hauptyesetze des
Wirtschaftlichen Wertes (1884), Der Naturliche Wert (1889) dan Theory der
Gesellschatlichen Wirtschaft (1914). Ia sangat berjasa dalam mengembangkan
teori utilitas Menger dengan menambahkan formulasi biaya-biaya oportunitas
(Opportunity Cost).
3. Eugen von Bohm-Bawerk (1851-1914)
Karyanya adalah Capital an Interest (1884) dan Positive Theory of Capital (1889).
Kontribusi utamanya adalah dalam pengembangan teori tentang modal (theory of
Capital) dan teori tentang tingkat suku bunga.

C. Mazhab Lausanne
Langkah lebih maju yang disumbangkan pemikir neo-klasik adalah analisis yang lebih
komprehensif tentang teori keseimbangan umum oleh Leon Walras. Dan Walras
dianggap sebagai pelopor mazhab Lausanne (Lausanne School of Economic).
Karyanya, Elements of Pure Economics (1878), dianggap sebagai suatu mahakarya
dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya itu dia menjelaskan teori keseimbangan
umum dengan pendekatan matematis.
Walaupun telah disinggung oleh para pendahulunya, hanya dialah yang
mampu memberikan kisi yang lebih jelas tentang interdependensi bagian-bagian
ekonomi ini dengan gamblang dengan model keseimbangan umumya (general
equilibrium model). Dan ia menguraikan dengan jelas bahwa perubahan suatu faktor
atau bagian ekonomi akan membawa perubahan pada variabel-variabel lain dalam
sistem ekonomi tersebut secara menyeluruh.

D. Mazhab Cambridge
Tokoh paling utama mazhab ini adalah Alfred Marshall (1842-1942), karena dia
dianggap sebagai pelopor atau pendiri mazhab Cambridge (Cambridge School of
Economics) di Inggris. Beberapa karya utamanya antara lain The Pure Theory of
Foreign Trade (1829), The Principles of Economy (1890), Industry and Trade (1919)
dan Money, Credit and Commerce (1923). Dia dianggap berjasa dalam memperbarui
asas dan postulat pandangan-pandangan ekonomi pakar klasik dan neo-klasik
sebelumnya. Dimana kaum klasik berpendapat bahwa yang menentukan harga adalah
sisi penawaran; sedangkan neo-klasik beranggapan bahwa yang menentukan harga
adalah kondisi permintaan.
Akan tetapi Marshal menggabungkan kedua konsep tersebut. Sehingga ia
menyimpulkan bahwa harga terbentuk sebagai integrasi dua kekuatan di pasar:
penawaran dari pihak produsen dan permintaan dari pihak konsumen. Perbedaan lain
antara Marshall dan kaum klasik adalah dalam metode penelitiannya. Jika kaum
klasik lebih banyak menggunakan metode induktif. Lain halnya dengan Marshall
yang mengombinasikan metode induktif dan deduktif (abstraksi digabung dengan
realisme yang didukung oleh data statistik) agar terhindar dari kemiskinan dan
kemelaratan itu.

E. Persaingan Monopolistik dan Pasar Tidak Sempurna


Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi neo-klasik generasi kedua melakukan
revesi terhadap pemikiran-pemikiran neo-klasik generasi pertama. Tokoh yang ikut
serta merevisi pemikiran-pemikiran mereka adalah Piero Sraffa (1898-1983), Joan
Violet Robinson (1903-1983) dan Edward Hasting Chamberlin (1899-1967).
Para tokoh klasik dan neo-klasik generasi pertama tidak pernah mempersoalkan
apakah pasar persaingan sempurna, dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, benar-
benar mencerminkan pasar sempurna atau tidak, serta tidak mempersoalkan asumsi-
asumsi yang terjadi pada pasar persaingan sempurna. Adapun asumsi-asumsi itu
adalah seabagai berikut:
1. Terdapat banyak pembeli dan penjual (multi perusahaan).
2. Barang-barang yang dijual bersifat homogen.
3. Tiap perusahaan bebas keluar-masuk pasar.
4. Pembeli dan pejual sebagai price taker, karena mereka tidak mampu mengubah
harga yang ditentukan pasar.
5. Pembeli dan penjual mempunyai informasi yang lengkap.

Oleh karena itu, dalam artikelnya (The Laws of Returns under Competitive
Conditions, 1926), Sraffa mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan-perusahaan
besar sudah banyak dan perusahaan-perusahaan itu tahu kalau seandainya mereka
mengubah keputusan output atau penawaran maka harga-harga dapat berubah.
F. Games Theory (GT) dan Informasi Asimetris
Konsep Games Theory (GT) adalah suatu konsep untuk menjelaskan perilaku
ekonomi dalam pasar yang hanya diisi oleh segelintir pelaku ekonomi. Landasan
konsep ini sudah diterapkan oleh Cournot pada tahun 1838 dan Bertrand tahun 1883
dengan mengembangkan model aksi-reaksi dalam pasar duopoli. Model ini mulai
dikembangkan lebih lanjut oleh Edgeworth pada tahun 1925 dan dikukuhkan sebagai
teori melalui karya John von Newmann dan Oscar Morgenstern dalam bukunya yang
berjudul The Theory of Games and Economic Behaviour (1944). Kemudian konsep
GT disempurnakan lebih lanjut oleh John Nash pada tahun 1950. Nash
mengembangkan konseo GT untuk menganalisis situasi kepentingan pelaku ekonomi
yang tidak berlawanan, yang kemudian muncullah istilah “keseimbangan Nash (Nash
Equilibrium)”. Konsep GT Nash ini bekerja atas asumsi informasi yang simetris (tiap
pemain memiliki informasi yang sama).

BAB IX
ALIRAN SEJARAH (HISTORIS)

Dengan berhasilnya tokoh-tokoh neo-klasik dalam memen-tahkan serangan pemikir-


pemikir sosialis/marxis, bendera sistem liberal/kapitalisme kembali berkibar. Walaupun
sistem pakar-pakar neo-klasik berhasil mementahkan serangan hum sosialis, tidak berarti
sistem ini dianut semua negara-negara di daratan Eropa. Pada waktu yang bersarnaan, di
Jerman berkembang suatu aliran pemikiran ekonomi yang disebut Aliran Sejarah (historism).
Pola pemikiran aliran sejarah didasarkan pada perspektif sejarah. Kerangka dasar
teoretis berikut pola pendekatan yang digunakan oleh aliran sejarah dalam memecahkan
masalah-masalah ekonomi sangat berbeda dan terpisah dari aliran utama (mainstream) yang
berawal dari kaum klasik. Adapun nama aliran sejarah diinspirasikan oleh keberhasilan
metode sejarah dalam bidang-bidang hukum dan bahasa. Oleh segolongan pakar-pakar
Jerman sendiri, ada yang menamakan aliran sejarah sebagai aliran "etis", untuk menunjukkan
ketidaksenangan mereka pada paham hedonisme klasik.

A. Serangan terhadap Metode Klasik


Pemikir-pemikir klasik secara eksplisit mengakui bahwa manusia pada hakikatnya
bersifat serakah (paham hedonisme). Paham ini kemudian dikembangkan menjadi
paham utilitarianisme. Pendekatan psikologi hedonistik dan utilitarianisme kaum
klasik ini oleh pemikir-pemikir aliran sejarah dinilai terlalu sempit. Menurut doktrin
aliran sejarah, motif orang dalam bertindak tidak hanya didasarkan pada motif laba
dan kepentingan pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh motif-motif lain yang beraneka
ragam. Pengalaman sejarah, menurut mereka, memberikan cukup banyak ' bukti
bahwa motif orang dalam bertindak tidak hanya didasarkan pada kepentingan pribadi,
tetapi juga didorong oleh etika dan impuls-impuls lainnya.
Dalam pandangan kaum klasik, perekonomian sebaiknya diserahkan pada
kekuatan pasar. Setiap orang dibebaskan berbuat demi kepentingan masing-masing.
Pada akhirnya meialui invisible hand, akan tercipta suatu harmoni secara keseluruhan.
Pemikiran seperti ini juga dikecam oleh pakar-pakar sejarah, sebab dinilai terlalu
mekanistis. Mereka menghendaki agar hal ini diganti dengan dasar pemikir yang lebih
etis.
Pada intinya pemikir aliran sejarah menolak argumentasi "pemikir-pemikir
klasik bahwa ada undang-undang alam tentang kehidupan ekonomi. Masyarakat harus
dianggap sebagai suatu kesatuan organisme tempt interaksi sosial berkait dan
berhubungan antar individu. Pemikir-pemikir aliran sejarah menghendaki agar
kegiatan masyarakat dilandaskan pada suatu sistem yang menyeluruh, yang mencakup
semua organisme da-lam kehidupan bermasyarakat sebagai suatu keseluruhan. Penga-
nut aliran sejarah yang tidak percaya pada mekanisme pasar bebas klasik pada
umumnya sepakat untuk meminta campur tanganpemerintah dalam perekonomian.
Intervensi pemerintah diharap-kan mampu membawa proses ekonomi pada tujuan-
tujuan sosial dan ekonomi yang diinginkan bersama. Tanpa campur tangan
pemerintah dalam perekonomian tidak akan ada jaminan keadilan sosial.
Bagi pemikir sejarah, fenomena-fenomena ekonomi merupa-kan produk
perkembangan masyarakat secara keseluruhan sebagai hasil perjalanan sejarah. Oleh
karena itu, pemikiran-pemikiran, teori-teori, dan kesimpulan ekonomi haruslah
dilandaskan pada empiris sejarah. Pemikir-pemikir aliran sejarah tidak setuju de-ngan
anggapan kaum klasik dan neo-klasik bahwa prinsip-prinsip ekonomi berlaku secara
universal. Keadaan ini disebabkan prinsip-prinsip ekonomi juga dipengaruhi oleh
adat-istiadat, tradisi, agama, nilai-nilai, dan norma-norma lingkungan setempat.
Pemikir-pernikir aliran sejarah dengan gencar menyerang metode pendekatan
deduktif yang digunakan kaum klasik. Seba-gaimana diketahui, dengan pendekatan
deduktif analisis ekonomi bertitik tolak dari pengamatan secara umum, yaitu dari
postulat, dalil atau premis yang dianggap sudah diakui secara umum. Kemudian dari
hasil pengamatan secara umum ini diambil kesim-pulan secara lebih khusus
(reasoning from the general to the particular). Bagi pakar-pakar aliran sejarah, metode
deduksi ini dinilai terlalu abstrak dan terlalu teoretis, yang dari beberapa postulat
kemudian meng-claim bahwa pemikiran-pemikiran mereka berlaku umum (universal).
Menurut kaum sejarah metode deduksi ini sering tidak sesuai dengan realitas. Oleh
karena itu, metode tersebut dapat mmbawa kita pada kesimpulan yang keliru. Untuk
mengatasi kelemahan metode klasik tersebut, pemikir-pemikir aliran sejarah
menawarkan metode induktif-historis.
Dengan metode induktif historic, mereka mengumpulkan kenyataan-kenyataan
ekonomi dari sejarah. Dari data yang dikumpulkan ini kemudian diambil kesimpulan
umum. Pola pendekatan induksi-empiric berpangkal tolak dari pengamatan dan
pengkajian yang bersifat khusus dan dari sini diambil suatu kesimpulan umum
(reasoning from the particular to the general). Dengan metode induksi-empiris,
hukum-hukum, dalil-dalil dan teori-teori ekonomi hanya berlaku di suatu tempat pada
waktu-waktu tertentu. Hal itu disebabkan hukum, dalil, maupun teori ekonomi sangat
tergantung pada kondisi dan lingkungan setempat. Dengan demikian, bagi pemikir
sejarah, hukum ekonomi tidak berlaku universal, tetapi bisa berubah sewaktu. waktu
sesuai keadaan dan masalah yang dihadapi.

B. Tokoh-tokoh Aliran Sejarah


Tokoh-tokoh pemikir aliran sejarah cukup banyak. Sebagian besar berasal dari
Jerman, antara lain: Friedrich List, Wilhelm Roscher, Bruno Hildebrand, Karl Knies,
Gustav von Schmoler, Lujo Brentano, Georg Friedrich Knapp, Karl Bucher, Max
Weber, dan Werner Sombart. Tokoh-tokoh aliran sejarah dari Inggris adalah William
Cunningham dan J.W. Ashley. Dan Amerika Serikat pendukung aliran sejarah ini juga
ada, misalnya Henry Carey, Simon Nelson Patten, dan Daniel Reymond. Dalam buku
tipis ini jelas tidak semua tokoh berikut pandangannya diungkapkan. Akan tetapi,
hanya beberapa yang dianggap paling penting saja yang ditampilkan.

1. Friedrich List (1789-1846)


Friedrich List lahir dan memperoleh pendidikan di Jerman. la pernah mengajar di
negara tersebut, tetapi ide-idenya kemudianmemaksanya untuk pindah ke
Amerika Serikat. Di Amerika Serikat is menjadi editor salah satu surat kabar yang
terbit di Pennsylvania dan aktif dalarn gerakan-gerakan proteksionis.
Salah satu buku List yang cukup terkenal adalah: Das Nationale System der
Politischen Qekonomie, der Internationale Handel, die Handels Politik undder
Deutche ollverein, atau dalam bahasa Inggrisnya: The National System of Political
Economy, International Trade, Trade Policy and the German Customs Union
(1841). Dalam buku tersebut List menyerang pakar-pakar klasik yang disebutnya
"kosmopolitan" sebab mengabaikan peran pemerintah.
Lebih lanjut, List mengatakan bahwa kita bisa mengambil kesimpulan
tentang perkembangan suatu masyarakat dari data sejarah. Dari cara mereka
berproduksi, setiap kelompok masyarakat pada umumnya melewati tahap-tahap
sejarah sebagai berikut: (l) tahap berburu dan menangkap ikan, atau tahap barba-
rian, yang berciri masyarakat primitif sebab kebutuhan dipenuhi dari apa yang
disediakan oleh alam; (2) Zairian menggembala atau pastoral, yang mulai
berternak, tetapi masih nomaden atau tidak menetap; (3) zaman agraris, ketika
masyarakat mulai menetap dan bertani secara subsisten; (4) zaman bertani,
menghasilkan industri manufaktur sederhana dan mulai melakukan perdagangan
lokal; dan (5) masyarakat bertani, manufaktur lebih maju dan telah rnelakukan
perdagangan intemasional.
Menurut List, sistem perdagangan bebas sebagaimana dianjurkan oleh
kaum klasik hanya cocok bagi negara-negara yang sudah berada pada tahap
kelima (waktu itu misalnya Inggris). Akan tetapi, sistem perdagangan bebas jelas
tidak cocok untuk keadaan Jerman waktu itu, yang keadaan industrialisasinya
agak tertinggal dari keadaan industrialisasi di Inggris.
Untuk memajukan perekonomian Jerman, List menyarankan agar
pemerintah menyusun berbagai kegiatan ekonomi sebagai bagian dari kegiatan
produktif dan kemampuan nasional. Dua sektor utama yang sangat menentukan
perekonomian nasional adalah sektor pertanian dan industri. Sektor pertanian
diperlukan untuk penyediaan bahan pangan masyarakat, tetapi sektor ini tidak bisa
diharapkan membawa perekonomian pada tingkat yang lebih maju. Lebih tegas,
List berpendapat bahwa negara yang hanya bertumpu pada kekuatan pertanian
tidak akan pernah maju. Yang mampu membawa perekonomian pada tingkat yang
lebih tinggi adalah sektor industri. Selain itu, industrialisasi adalah langkah awal
untuk membawa perekonomian ke arah yang lebib maju. Industrialisasi tidak
hanya bertujuan memajukan sektor industri, tetapi lebih jauh juga mampu
membawa perbaikan pada sektor pertanian serta perkembangan dan kemajuan di
bidang-bidang lainnya, termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
masyarakat luas.
Agar bisa bersaing dengan negara-negara lain, Jerman perlu memajukan
industrialisasinya terlebih dahulu. Untuk mengem-bangkan industrialisasi
domestik, List menganjurkan adanya suatu lembaga negara yang akan melindungi
industri dalam negeri melalui pajak impor. Dalam hal ini pemerintah secara aril
melakukan intervensi untuk menyeimbangkan pertanian, industri, dan
perdagangan. List menekankan bahwa perlindungan hanya bersifat sementara,
bukan terus-menerus. Setelah suatu jangka waktu tertentu, saat industri sudah
mapan, perlindungan tersebut perlu dicabut. Kalau tidak, ini hanya akan menjadi
sumber pemborosan uang negara.
Dari uraian di atas jelas bahwa List lebih banyak mencurah-kan perhatian
pada masalah kebijaksanaan ekonomi, terutama bagaimana melindungi
industrialisasi Jerman yang waktu itu tertinggal dan industrialisasi Inggris. Ia
sangat menonjolkan unsurnasionalisme. Hal ini diakuinya, sebab bagi List
kebijaksanaan ekonomi yang benar adalah kebijaksanaan yang memungkinkan
majunya kondisi-kondisi ekonomi negara sendiri. Bukan sebaliknya memajukan
negara dan bangsa lain.
Intervensi pemerintah tidak terbatas hanya dalam bidang ekonomi, tetapi
juga diperlukan di bidang-bidang lain seperti bidang sosial, politik, dan hukum.
Tanpa campur tangan yang efektif di bidang-bidang lain tersebut, Friedrich List
mengkhawa-tirkan bahwa pembangunan ekonomi di Jerman tidak akan berjalan
mulus sesuai dengan yang diinginkan.

2. Bruno Hildebrand (1812-1878)


Hildebrand aktif dalam berbagai penelitian dan penulisan karya-karya ilmiah.
Dalam melakukan penelaahan dan penelitian-penelitian ekonomi, ia inenekankan
perlunya mempelajari seja-rah. Artinya, penelitian-penelitian ekonomi harus
didukung oleh data statistik empiris yang dikumpulkan dalam penelitian sejarah
ekonomi.
Hildebrand juga sering menekankan pentingnya evolusi da-lam
perekonomian masyarakat. Menurut Hildebrand, dilihat dari cara tiap kelompok
masyarakat dalam melakukan tukar-menukar dan berdagang, kelompok-kelompok
masyarakat tersebut dapat dibedakan atas tingkatan-tingkatan sebagai berikut: (1)
tukar-menukar secara in-natura atau barter; (2) tukar-menukar dengan perantaraan
uang; (3) tukar-menukar dengan menggunakan kredit. (Pada masa ini di negara-
negara maju orang sering melakukan ukar-menukar dengan menggunakan cek dan
membeli barang inelalui katalog dan telepon).
Penelitian Hildebrand di atas dianggap cukup balk untuk bidang sosiologi,
tetapi kurang bermakna ditinjau dari pengembangan ilmu ekonomi. Salah saw
kelemahan dari karya-karya penelitian sejarah Hildebrand ialah bahwa berbagai
penelitian yang dilakukannya hanya berupa monografi sejarah yang bersifat
deskriptif tentang masalah-masalah ekonomi. Namun, karya-karya tersebut tidak
disusunnya ke dalam suatu kerangka acuan yang padu. Oleh karena itu, karya-
karya penelitian sejarah Hildebrand tersebut dinilai tidak berarti dalam
pengembangan ilmu ekonomi.

3. Gustav von Schmoler (1839-1917)


Schmoler menjadi terkenal karena ia terlibat dalam perde-batan yang sengit
dengan pakar-pakar klasik, terutama dengan Carl Menger. Perdebatan itu
berkaitan dengan metodologi dalam pengembangan ilmu ek:onomi. Ia dianggap
sebagai pemikir aliran sejarah yang paling gigih menyarankan agar metode
deduktif klasik ditukar dengan metode induktif-empiris. Seperti pakar aliran
sejarah lainnya, Schmoler juga menekankan perlunya kelenturan dalam
perekonomian dan memberi ruang pada pemerintah untuk memperbaiki keadaan
ekonomi. Sehubungan dengan ini, ia mempelajari dokumen-dokurnen negara
untuk mendemonstrasikan kemurahan hati birokrasi, yang mampu membimbing
:dan menyatukan kekuatan-kekuatan masyarakat dan menjamin diberlakukannya
keadilan. Hal ini diyakininya tidak akan pernah terwujud dalam sistem
perekonomian yang mengandalkan mekanisme pasar. Kalau diperhatikan,
pandang-an Schmoler di atas agak berbeda dengan pandangan tokoh-tokoh aliran
sejarah lainnya. Jika tokoh-tokoh aliran sejarah lain menghendaki berbagai
kebijaksanaan di bidang ekonomi, Sch-moler menghendaki agar kebijaksanaan
juga menyangkut politik sosial. Lebih jauh dari itu, juga kebijaksanaan untuk
meningkat-kan kesejahteraan kaum birruh. Misalnya untuk meningkatkan posisi
tawar-menawar(bargaining position) kaum buruh, Schmolermenganjurkan
didirikan dan dibinanya organisasi-organisasi serikat pekerja.
Untuk mencapai tujuannya, Schmoler beserta rekan-rekan mendirikan
sebuah forum untuk menghimpun pemikiran-pemikiran untuk menghadapi
berbagai masalah ekonomi dan sosial. Hasil kesimpulan dan pertemuan dalam
forum disam-paikan pada pemerintah sebagai bahan inasukan. Salah satu ke-
berhasilan pertemuan-perternuan untuk menghi.mpun masukan bagi pemerintah
ini adalah diberlakukannya undang-undang un-tuk melindungi kaum buruh dad
penindasan kaum pengusaha. Jaminan sosial yang diberik.an kepada ka.um buruh
sesuai undang-undang tersebut dianggap sangat maju untuk zamannya. Hal itu
karena di negara-negara Eropa pada urnumnya belum memiliki undang-undang
perlindungan kaum buruh seperti yang dibuat di Jerman tersebut.

4. Werner Sombart (1863-1941)


Salah satu hasil penelitian Sombart yang cukup sering dikutip orang ialah
penelitiannya tentang tahap-tahap perkembangan kapitalisme. Dari hasil
penelitiannya Sombart mengatakan bahwa pertumbuhan masyarakat kapitalis
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan masyarakat. Dalam karyanya: Der
Moderne Kapita-lismus (1902), Warner Sombart lebih lanjut tnengatakan bahwa
pertumbuhan masyarakat kapitalis dapat dibedakan atas beberapa tingkatan: (1)
tingkat pra-kapitalisme; (2) tingkat kapitalisme Haniengah; (3) tingkat kapitalisme
tinggi; dan (4) tingkat kapita-lisme akhir.
Para tingkat pra-kapitalisme kehidupan ekonomi masih komunal; struktur
sosial masih berat ke pertanian; kebutuhan wanusia masih kurang/rendah; uang
belum dikenal; motif laba inaksimum belum nampak; dan produksi hampir
seluruhnya ditujukan untuk diri sendiri. Dalam tingkat kedua (kapitalisme me
nengah) kehidupan ekonomi, walaupun masih bersifat komunal, telah mulai
memperlihatkan ciri-ciri individualistic; struktur pertanian-industri mulai
berimbang; masyarakat sudah mengenal uang; motif laba maksimum mulai
tampak; dan produksi tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi sebagian juga
ditujukan untuk pasar. Dalam tingkatan ketiga yang disebutnya sebagai tingkat
kapitalisme tinggi, ciri masyarakat komunal mulai hilang; paham individualisme
mulai menonjol; struktur ekonomi semakin berat ke industri dan perkotaan; peran
uang semakin menonjol; motif laba maksimum makin kelihatan; dan sebagian
besar dari produksi dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Tingkatan
terakhir, (kapitalisme tahap akhir), ditunjukkan oleh ciri-ciri dari sikap
individualisme yang sangat tinggi, tetapi kepentingan masyarakat tidak diabaikan;
industri meluas ke padat modal; di samping uang kartal juga mulai dikenal uang
giral; motif laba maksimum sangat tinggi, tetapi juga dipertimbangkan
penggunaan laba untuk kepentingan masyarakat, dan produksi untuk pasar.

5. Max Weber (1864-1920)


Max Weber adalah ahli sosiologi dalam arti luas, di mana ilmu ekonomi
dan sejarah ekonomi oleh Weber juga dimasukkan sebagai bagian dari ilmu
sosiologi. Walaupun is ahli sosiologi, tekanan utama dalam pembahasannya
adalah ekonomi. la juga cukup intens dalam melihat pengaruh ajaran-ajaran
agama tertentu, yaitu Protestan, terhadap kemajuan ekonomi. Dalam bukunya
yang sangat terkenal: The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958) la
menjelaskan bahwa ada pengaruh nyata ajaran agama Protestan terhadap perilaku
dan kemajuan ekonomi.
Weber bertolak dari suatu asumsi dasar bahwa rasionalitas adalah unsur
pokok peradaban Barat yang mempunyai nilai (Ian pengaruh universal. Dalam
kegiatan ekonomi, dapat dilihat bahwa banyak peradaban dalam sejarah yang
mengenal mencari laba. Akan tetapi, hanya di Baratlah aktivitas mencari laba
tersebut diselenggarakan secara lebih terorganisasi secara rasional. Selanjutnya,
inilah akar utama sistem perekonomian kapitalisme yang mewujudkan diri dalam
perilaku ekonomi tertentu. Perilaku ekonomi kapitalistis, menurut Weber, bertolak
dari harapan akan keuntungan yang diperoieh dengan mempergunakan
kesempatan bagi tukar-menukar yang didasarkan pada kesempatan mendapatkan
untung secara damai.
Hasil pengamatan Weber menunjukkan bahwa golonganpenganut agarna
protestan, terutarna kaum Calvinis, menduduki tempat teratas. Sebagian hesar dari
pemimpin-pemimpin perusahaan, pemilik modal, pimpinan teknis, dan komersial
yang dlamatinya (di Jerman) adalah orang-orang Protestan, bukan orang Katolik.
Ajaran Calvin tentang takdir dan nasib manusia, menurut Weber, adalah kunci
utama dalam menentukan sikap lildup para penganutnya. Bagi penganut Calvinis,
kerja adalah "beruf", "panggilan" atau "tugas suci". Menurut ajaran Calvin
keselamatan hanya diberikan kepada orang-orang terpilih. Ini yang mendorong
orang bekerja keras agar masuk menjadi golongan orang terpilih tersebut. Dalam
kerangka pemikiran teologis seperti inilah semangat kapitalisme, yang bersandar
pada cita ketekunan,trasional, berperhitungan, dan sanggup menahan diri,
menemukan pasangannya.
Tentu tidak sernua orang menerima tesis Weber yang diuraikan di atas.
Beberapa pakar mempertanyakan atau bahkanmenentangnya. Pakar-pakar yang
menentang antara lain Bryan S. Turner, R.H. Tawney, Kurt Samuelson, Robert N.
Bellah, AndrewGreeley, dan tentu saja dari pakar-pakar lain yang pernah meneliti
dampak ajaran agama lain terhadap kehidupan ekonomi, misalnya penelitian
tentang masyarakat Islam dan penganut-penganut agama Tokugawa di Jepang.
Kritikan-kritikan tersebut antara lain dapat dibaca dalam buku yang diedit Taufik
Abdullah: Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi (1979).

6. Henry Charles Carey (1793-1879)


Henry Carey adalah seorang pimpinan gerakan proteksionis dari Amerika
Serikat. Ia tertarik dengan aliran sejarah sebab ayahnya adalah teman dekat
Friedrich List sewaktu List berdiam di Amerika Serikat. Dalam salah satu
karyanya: Principles of Social Science, Carey menekankan perlunya diversifikasi
industri untuk menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas. Suatu negara yang
hanya mengandalkan pembangunan pada ekspor produk-produk pertanian
dinilainya sebagai tindakan yang bodoh dan merugikan. Bagi Carey, hanya bangsa
petani yang bodoh saja yang secara berkelanjutan mengekspor barang-barang
mentah, dan menerima imbal-tukar produk-produk lain dalam jumlah sedikit.
Tindakan seperti ini hanya akan menyebabkan semakin berkurangnya kesuburan
tanah dan semakin melemahnya posisi negara dibanding negaranegara lain yang
maju pesat. Negara-negara maju mengembangkan produk-produk industri yang
lebih tinggi nilai tambahnya.
Sehubungan dengan peringatan Carey di atas, tindakan bijaksana bagi
pemerintah Indonesia adalah melarang ekspor kayu gelondongan dan rotan
beberapa tahun silam, sebab nilainya sangat kecil. Nilai tambah yang lebih besar
bisa diperoleh kalau bahan-bahan mentah seperti kayu gelondongan dan rotan
tersebut dibuat menjadi produk jadi baru diekspor. Begitu juga adalah langkah
yang arif bijaksana bagi pemerintah Indonesia untuk lebih mengembangkan
agribisnis dan agro-industri.
Pendukung-pendukung aliran sejarah lain dari Amerika adalah Simon
Nelson Patten dan Daniel Reymond. Nelson Patten (18524922) mengajar ekonomi
di University of Pennsylvania. Ia banyak rnengajukan argumen-argumen yang
menyokong proteksi sebagaimana dikemukakan Carey. Sedang Daniel Reymond
(17861849) adalah seorang ahli hukum yang kemudian tertarik dengan persoalan-
persoalan ekonomi. Pikiran-pikirannya seperti yang tertuang dalam karyanya
Thoughts on Political Economy. Karyanya itu merniliki kemiripan dengan
pandangan tokoh-tokoh yang dikemukakan terdahulu seperti Friedrich List dan
Henry Carey.

C. Diskusi
Jika diperhatikan, dapat dikatakan bahwa doktrin aliran sejarah kurang jelas. Lebih
tegas, mereka tidak mengembangkan sebuah "sistem". Akan tetapi, lebih rnerupakan
reaksi terhadap pemikiran-pemikiran klasik dan neo-klasik yang menghendaki tidak
adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Pernikir sejarah lebih
banyak. hanya mengkritik metode deduksi tetapi tidak melihat kelemahan dari metode
induksi-empiris mereka sendiri.
Kelernahan utama metode induksi ialah sulitnya mencapai suatu kesimpulan
yang padu tentang perekonomian masyarakat. Dengan metode induksi-empiris kita
hanya bisa menggambarkan berbagar persoalan ekonomi secara deskriptif. Akan
tetapi, dari berbagai pengamatan dan penelitian deskriptif yang dilakukan secara
terpencar-pencar ke segala arah tersebut sulit diramu dan dirangkum menjadi suatu
perpaduan kerangka susunan atau struktur pemikiran ekonomi yang kokoh, rinci, dan
terarah. Dengan demikian, aliran pemikiran sejarah tidak mampu membangun suatu
sistem ekonomi tersendiri sebagaimana yangdilakukan oleh pemikir-pemikir klasik
atau sosialis. Bagi Anda yang cukup jeli memperhatikan dari awal hingga akhir Bab
IX ini, penulis tidak pernah menggunakan istilah "mazhab", melainkan "aliran". Hal
ini sekaligus dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pernikiran-pemikiran aliran
sejarah yang kita bahas di atas belum terangkum dalam suatu kerangka pemikiran
yang padu untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi secara universal. Walaupun
karya-karya pemikir aliran sejarah memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, tidak
dapat dipungkiri bahwa jasa dan sumbangan mereka dalam melakukan berbagai
penelitian empiris yang meliputi berbagai masalah ekonomi cukup bermanfaat dan
tidak dapat diabaikan begitu saja.
Keuntungan lain yang bisa dipetik dari serangan pemikirpemikir aliran sejarah
terhadap kaum klasik ialah dalam pengembangan metode penelitian ekonomi. Oleh
Schumpeter, perdebatan tentang metode induksi dan deduksi ini dinilai sebagai
penghambur-hamburan energi saja. Akan tetapi, tentu tidak semua orang sependapat
dengan Schumpeter. Hal itu karena sebagaimana yang terbukti kemudian, dari
perdebatan ini lahir suatu kesadaran bagi para pemikir-pemikir ekonomi di kemudian
hari. Kesadaran itu adalah dalam melakukan penelitian ekonomi sebaiknya digunakan
metode deduksi (reasoning from the general to the particular) dan induksi (reasoning
from the particular to the general) secara hilir mudik. Dari inilah kemudian dikenal
metode reflective thinking.
Kalau diperhatikan secara mendalam, ternyata pemikiran dari tokoh-tokoh
aliran sejarah sangat bersifat nasionalistik. Hal ini paling jelas dalam pemikiran-
pemikiran List dan Schmoler. Pemikir-pemikir ekonomi Jerman waktu itu melihat
bahwa kalau perekonomian diserahkan pada mekanisme pasar bebas sebagaimana
digagas kaum klasik, negara mereka akan kalah dalam bersaing. Keadaan mereka
waktu itu masih tertinggal dibanding Inggris yang lebih maju industrialisasinya.
Kalau bersaing secara bebas, perekonomian Jerman bisa hancur. Untuk itu mereka
mendesak agar pemerintah melakukan intervensi dalam perekonomian, misalnya
melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk-produk luar negeri.
Bagaimana implikasi ajaran pemikir-pemikir sejarah bagi negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia?Perekonomian, kebanyakan negara-negara
berkembang didominasi oleh sektor Perekonomian yang didominasi sektor pertanian
sulit Jika ingin maju, maka langkah awal yang perlu dilakukan memacu
industrialisasi. Pada tahap awal, sebagaimana dianjurkan oleh List, negara-negara
berkembang boleh melakukan kebijaksanaan proteksi untuk melindungi industri
dalam negeri. Tindakan proteksi dimaksudkan agar setelah melalui beberapa lahopan
waktu industri dalam negeri menjadi lebih mapan sehinga lebih kompetitif dalam
bersaing. Pengembangan industri ini lebih Ianjut diharapkan untuk mampu
mengangkat perekonomian masyarakat lebih luas ke berbagai bidang.
Namun sayang, di sehagian negara berkembang proteksi dilakukan secara
tidak bijaksana. Kalau List menganjurkan proteksi hanya diberikan pada tahap-tahap
awal, di beberapa negara berkembang terutama dalam negara yang kuat
persekongkolan antara pengusaha dengan penguasanya, proteksi diberikan secara
terus-menerus. Sedang industrinya sendiri keropos dan tidak efisien. Hasil produksi
mereka tidak bisa bersaing dengan produk-produk luar negeri. Jauh dari yang
diharapkan, yang terjadi adalah meluasnya distorsi dan perekonomian beroperasi
dengan biaya tinggi (high cost economy). Padahal, List telah memperingatibahwa
proteksi yang tidak bijaksana seperti ini hanya akan menjadi sumber pemborosan
keuangan negara. Yang lebih parahlagi, di beberapa negara berkembang
"kebijaksanaan" proteksi hanya dinikmati oleh segelintir pengusaha yang
berkolaborasi dengan penguasa. Kondisi ini pada akhirnya hanya menjadi pemicu
kecemburuan sosial. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana
diuraikan di atas, bagi negaranegara berkembang yang ingin memberikan proteksi
harus diiringi dengan suatu mekanisme. Mekanisme dilakukan agar mereka dapat
mengatur agar proteksi secara tahap demi tahap dikurangi, dan sesudah sekian waktu,
apa pun yang nanti terjadi, proteksi tersebut harus dihentikan. Kalau tidak, industri
yang dilindungi tersebut cenderung manja dan tidak efisien.
Sebagai catatan terakhir, perlu ditambahkan bahwa pada masa-masa yang lalu
kebijaksanaan proteksi bisa dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri. Akan
tetapi, di masa-masa yang akan datang hal ini akan sulit dilaksanakan, mengingat
telah ditandatanganinya perjanjian. GATT akhir tahun 1993. Perjanjian GATT
menghendaki perdagangan global yang lebih bebas tanpa mendapat halangan dan
rintangan dari semua negara anggota. Beban impor dan tarif secara berangsur-angsur
harus dikurangi. Dengan demikian, untuk memajukan industri dalam negeri tidak bisa
lagi dilakukan dengan menggunakan kebijaksanaan proteksi, melainkan harus
mengarah pada usaha-usaha yang dapat meninggikan efisiensi produksi.
Implikasi kebijaksanaan yang menarik untuk disimak dari pemikiran aliran
sejarah, terutama dari pemikiran Schmoler, ialah perlunya negara memberikan
perlindungan bagi kaum buruh. Banyak negara berkembang mengabaikan masalah
ini. Padahal, masalah perlindungan kaum buruh perlu diperhatikan karena posisi
tawar-menawar mereka yang sangat rendah dihadapan kaum pengusaha. Kalaupun
ada organisasi serikat sekerja, tetap saja kaum buruh belum mendapat jaminan
perlindungan yang sewajarnya.

BAB IX
ALIRAN INSTITUSIONAL
Sementara aliran sejarah dikembangkan di Jerman, di daratan Amerika Serikat pada
tahun 20-an muncul aliran pemikiran ekonomi lain yang disehut aliran "institusional". Ada
sedikit persamaan antara aliran institusional dengan aliran sejarah, sebab keduanya sama-
sama rnenolak metode klasik. Akan tetapi, dasar falsafah dan kesimpulan-kesimpulan politik
kedua aliran tersebut berbeda. Aliran institusional menolak ide eksperimentasi sebagairnana
yang dianut oleh aliran sejarah. Begitu juga, pusat perhatian aliran institusional terhadap
masalah-masalah ekonomi dalam kehidupan masyarakat juga berbeda.

Jika ada orang yang paling berpengaruh dan mempunyai Reran dominan terhadap
keberadaan aliran institusional ini maka tindak ragu lagi orang akan menunjuk Thorstein
Bunde Veblen ( I 857-1929). Veblen pada intinya mengkritik teori-teori yang di inginkan
kaum klasik dan neo-klasik yang model-model teoretis dan rnatematisnya dinilai bias dan
cenderung terlalu menyederhanakan fenomena-fenomena ekonomi. Pemikiran-pemikiran
ekonomi kiasik dan neo-klasik juga dikritiknya karena dianggap mengabaikan aspek-aspek
non-ekonomi seperti kelembagaan dan lingkungan. Padahal, Veblen menilai pengaruh
keadaan dan lingkungansangat besar terhadap tingkah laku ekonomi masyarakat. Struktur
politik dan sosial yang tidak mendukung dapat memblokir dan menimbulkan distorsi proses
ekonomi.

Pola pemikiran Veblen sangat berbeda dari pola pemikiran pakar-pakar ekonomi lain
(kecuali Spencer, tokoh idolanya). Bagi Veblen masyarakat adalah suatu kompleksitas tempat
setiap orang hidup. Setiap orang pun dipengaruhi serta ikut mempengaruhi pandangan serta
perilaku orang lain. Dad penelitian dan pengamatannya, ia menyimpulkan bahwa perilaku
masyarakat berubah dari tahun ke tahun. Penelitian tentang perubahan perilaku dilakukannya
dengan pendekatan metode induksi. Dengan metode induksi ia dapat menjelaskan perilaku
masa lalu dan sekarang. Di samping itu, is bisa pula meramal atau memperkirakan perilaku
masa yang akan datang.

Bagi Veblen, masyarakat merupakan suatu fenomeria evolusi, segala sesuatunya


terus-menerus mengalami perubahan. Pola perilaku seseorang dalam masyarakat disesuaikan
dengan kondisi sosial sekarang. Jika perilaku tersebut cocok dan diterima, perilaku
diteruskan. Sebaliknya, jika suatu perilaku dianggap tidak cocok, perilaku akan disesuaikan
dengan lingkungan. Keadaan dan lingkungan inilah yang disebut Veblen "institusi''. Dalam
hal ini hendaknya dijelaskan bahwa yang dimaksudkan Veblen dengan"institusi" bukan
institusi atau kelembagaan dalam artian fisik, melainkan dalam artian yang terkait dengan
nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan serta budaya. Selanjutnya, semuanya terefleksikan dalam
kegiatan ekonomi, baik dalam berproduksi maupun mengkonsumsi. Dalam berproduksi akan
terlihat bagaimana nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan yang dianut dalam mengejar
tujuan akhir dari kegiatan produksi, yaitu keuntungan. Ada keuntungan yang diperoleh
melalui kerja keras dan ada juga yang diperoleh dengan "trik-trik" licik denganmenggunakan
segala macam cara tanpa memperdulikan orang lain. Begitu juga dalam perilaku konsumsi
ada perilaku konsumsi yang wajar, yaitu ingin memperoleh manfaat atau utilitas yang
sebesar-besarnya dari tiap barang yang dikonsunisinya. Ada pula yang tidak wajar kalau
konsumsi ditujukan hanya untuk pamer, yang oleh Veblen disebut conspicuous consumption.

Landasan pemikiran seperti dijelaskan di atas jelas bukan pemikiran ekonomi,


melainkan lebih mengarah ke sosiologi. Tetapi kalau digabung, ia akan menjadi pemikirari
ekonomi aliran institusional atau aliran kelembagaan (institution al economics).

A. Thorstein Bunde Veblen (1857-192,9)


Veblen adalah anak seorang petani miskin yang melakukan imigrasi dari Norwegia ke
Amerika. Dal= keluarga petani miskin ini, termasuk di dalamnya Veblen, ada
sembilan orang bersaudara. Agaknya latar belakang kehidupan yang serba kekurangan
inilah yang menjadi pangkal tolak mengapa dalam kehidupannya ia sering bersikap
getir, skeptis. Bahkan, ada yang menilainya sebagai seorang fasis.
Gelar yang diberikan pada Veblen sangat banyak. Selain gelargelar di atas, ia
juga sering digelari sebagai seorang maverick, yang kira-kira bisa diartikan dengan
orang yang suka "lain dari yang lain". Gelar ini biasa diberikan pada orang yang
selalu berpijak pada pemikiran sendiri tanpa peduli dengan pemikiran-pemikiran
umum yang dianggap lumrah (maverick = person who dissents from the ideas of an
organized group). Sebagai seorang maverick, yang selalu ingin tampil beda. la tidak
pernah menghargai pendapat orang lain. Selalu teguh pada pendapat sendiri walaupun
pendapat tersebut mungkin bertentangan dengan pendapat yang dianggap "lumrah"
atau "benar" waktu itu.
Gelar lain yang diberikan pada Veblen adalah iconoclast, yaitu orang yang suka
menyerang dan ingin menjatuhkan ide-ide atau gagasan-gagasan orang-orang atau
institusi Tradisional yang diterima secara umum (iconoclast = one who attacks and
seeks to overthrow traditional or popular ideas or institutions). Sebagai seorang
iconoclast, ia tidak segan dan tak pemah ragu menentang pendapat para
establishment.
Gelar "radikal" juga cocok untuk Veblen, sebab ia sering atau bahkan terus-
menerus mempermasalahkan inti kebenaran dari tata susunan masyarakat.
Sebagaimana akan dijelaskan nanti, salah satu hal yang sering dipermasalahkannya
ialah kebenaran tesis neo-klasik tentang konsep utilitas marjinal (marginal utility) dan
asumsi tingkah laku konsumen rasional.
Dengan gelar-gelar sebagaimana disebutkan di atas Veblen sering
diperbandingkan dengan Karl Mark. Mark merupakan tokoh sosialis/marxis yang juga
rnempunyai kemampuan intelektual yang luar biasa dan sama-sama sering melawan
arcs serta revolusioner. Bahkan, latar belakang pendidikan di antara keduanya
mernpunyai kemiripan, yaitu sama-sama mempunyai latar belakang pendidikan yang
luas di bidang sosiologi, politik, falsafah, sejarah, dan antropologi di samping
ekonomi. Pendidikan awal yang ditempuh Veblen adalah bidang filsafat, yang
diambilnya di Johns Hopkins University dan Yale University. Kemudian ia
memperdalam ekonomi di CornelUniversity. Walaupun is seorang yang brilian,
anehnya jabatannya sebagai dosen tidak pernah lebih tinggi dari pembantu profesor,
baik waktu ia mengajar di Chicago, Stanford maupun Missouri. Ada yang
menganggap hal itu karena ia tidak terlalu tertarik untuk mengajar. Ada pula yang
menghubungkannya dengan pribadinya yang termasuk tipe orang yang sulit bergaul.
Bagaimana gambaran dari seorang Veblen yang mempunyai pribadi yang sulit ini
dapat kita lihat sebagai berikut. Karenanamanya sangat terkenal, pada waktu
pendaftaran, mahasiswa berbondong-bondong mengambil mata kuliah yang
diajarkannya. Akan tetapi, yang ditemui para mahasiswa adalah seorang eksentrik
yang selalu menggerutu. Pada hari pertama kuliah, ia menghabiskan seluruh papan
tulis membuat daftar bacaan yang harus dikuasai mahasiswa dan akan diuji minggu
depannya. Tentu saja ini membuat mahasiswa ngeri. Sebagai akibatnya, ruang
kuliahnya makin lama makin sepi dan pada akhir semester hanya tinggal beberapa
mahasiswa saja. Sebagai dosen killer ia tidak pernah memberi nilai di atas C, yang
membuat ruang kuliahnya makin dijauhi para mahasiswa.
Dari buku-buku yang ditulisnya telah membuat Veblen menjadi sangat terkenal
kecuali mungkin di Indonesia, sebab jarang sekali ditemukan mahasiswa yang tahu
siapa Veblen, apalagi pemikiran-pemikirannya). Karya tulisannya yang tajam, dengan
analisis yang langsung menukik pada persoalan, membuat ia dihargai oleh rekan-
rekan seprofesi. Beberapa buku yang ditulisnya antara lain: The Theory of Leisure
Class (1899), The Theory of Business Enterprise (1904); The Instict of Workmanship
and the State of the Industrial Art (terbit tahun 1914, dan tahun 1920 dipublikasikan
kembali dengan judul: The Vested Interests and the Common Man); The Engineer and
The Price System (1921); Absentee Ownership and Business Enterprise in Recent
Times The Case of America (1923). Selain bukubuku yang disebutkan di atas, masih
banyak buku-buku lain yang ditulisnya menyangkut masalah sosial, politik, bahkan
juga tentang pertahanan keamanan, dunia pendidikan, dan sebagainya.

B. Motivasi Konsumen
Dalam The Theory of the Leisure Class Veblen menjelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan dan pola perilaku konsumsi masyarakat. Sebagai
layaknya pemikir yang tidak puas dengan kondisi masyarakat yang ada di sekitarnya,
Vebien sermg melihat situasi-situasi masa lalu yang dinilainya lebih balk dari situasi-
situasi dan keadaan sekarang, terutama di masyarakat Amerika yang diamatinya.
menurut Vebien, dulu perilaku orang terikat dengan masyarakau sekeliling. Orang
dalam tingkah lakunya pun berusaha ikut menyumbang terhadap perkembangan
masyarakat. Orang berusaha menghindari perbuatan yang akan merugikan orang
banyak. Namun, apa yang dilihatnya sekarang dalam masyarakat kapitalis finansil di
Amerika ialah orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri saja, dan tidak
terlalu tertarik dengan kepentingan masyarakat banyak.
Yang diperhatikan oleh masyarakat sekarang hanya uang. Segala sesuatu juga
dinilai dengan uang. Sekarang orang tidak peduli apakah perilaku ekonominya
merugikan orang lain atau tidak. Orang berlomba-lomba mencari dan memperebutkan
harta tanpa peduli akan cara. Mengapa orang sangat doyan dengan harta? Hal ini tidak
lain karena adanya anggapan bahwa hanya harta yang mampu menaikkan status,
harga diri atau gengsi seseorang dalam masyarakat.
Jika harta telah terkumpul, orang punya banyak waktu untuk bersenang-senang
(leisure). Dengan demikian, pada masa sekarang kemampuan untuk hidup bersenang-
senang juga dijadikan sebagai alat untuk memperlihatkan derajat atau status
seseorang. Makin mampu ia tidak bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan produktif
(leisure), makin tinggi derajatnya dalam masyarakat. Penyakit seperti ini banyak
menghinggapi kaum wanita. Mereka memakai gaun mode mutakhir hanya sekadar
mengumumkan pada orangorang bahwa ia absen dari pekerjaan produktif. Memakai
Corset, misalnya, jelas ingin menunjukkan bahwa si pemakai tidak cocok untuk
bekerja.
Penyakit suka pamer ini, demikian Veblen, cepat berjangkit dalam masyarakat.
Dalam hal ini ia memberi contoh, kalau seorang boss berlibur selama sebulan
menggunakan yacht pribadi ke Bermuda, sekretarisnya dengan segala upaya
(mungkin dengan menghabiskan seluruh tabungannya selama setahun) berusaha agar
dapat berlayar selama seminggu ke Karibia.
Karena aktivitas leisure juga dijadikan sebagai indikasi kesuksesan, orang
kaya yang ingin dianggap"hebat" tidak pernah mengizinkan istri dan anak-anaknya
mengerjakan pekerjaan rumah. Semua pekerjaan rumah diserahkan pada pembantu.
Sementara pembantu bekerja, istri dan anak-anak sibuk mencari kesenangan pribadi
masing-masing.
Dengan harta melimpah orang berlomba-lomba membeli barang-barang yang
digunakan untuk pamer. Kecenderungan perilaku konsumsi seperti ini disebut Veblen
dengan istilah conspicuous consumption, yaitu konsumsi barang-barang dan jasa yang
bersifat ostentatious (pamer, melagak). Hal itu dimaksudkan untuk membuat orang
kagum. Sebagaimana diungkapkan oleh Veblen: "Conspicious consumption of
valuable goods is a means of reputability to the gentlemen of leisure".
Yang menjadi incaran konsumsi bagi masyarakat leisure ini terutama barang-
barang sangat mahal. Tidak perduli apakah barang itu berguna dalam kehidupan
sehari-hari atau tidak. Manfaat yang diperoleh dari pengkonsumsian barang-barang
mahal tersebut memang tidak diperoleh dari barang itu sendiri, tetapi lewat
dampaknya terhadap dan melalui orang lain. Makin mahal barang yang dibeli, si
pembeli makin yakin bahwa barang tersebut "indah", "hebat". Kepuasan dari barang-
barang yang ditujukan untuk pamer tidak diterima dari pengkonsumsian barang itu
sendiri, melainkan melalui dampaknya terhadap orang lain.

C. Perilaku Pengusaha
Dalam bukunya yang lain: The Theory of Business Enterprise, Veblen lebih jauh
menjelaskan kemiripan perilaku pengusaha Amerika dengan perilaku konsumsi yang
diceritakan di atas. Veblen dalam hal ini juga melihat bahwa perilaku para pengusaha
Amerika di masanya telah banyak mengalami perubahan. Dahulu Para pengusaha
pada umumnya menghasilkan barang-barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan
melalui kerja keras. Investasi iiiasuk ke dalam apa yang disebutnya production for use
Akan tetapi, pada masa sekarang laba dan keuntungan sebagian tidak lagi diperoieh
melalui kerja keras dengan menciptakan barang-barang yang disukai konsumen, tetapi
lewat "trik-trik bisnis". Produksi seperti ini disebutnya production for profit.
Lebih jauh dari itu, Veblen melihat bahwa pada masa sekarang semakin
banyak dijumpai jenis pengusaha pemangsa (predator). Pengusaha ini adalah para
pengusaha yang memperoleh keuntungan melalui berbagai cara tanpa mempedulikan
nasib orang lain, termasuk para pegawai dan karyawan yang bekerja li perusahaan
yang dimilikinya. Apalagi terhadap nasib para konnsumen yang membeli produk-
produknya, tidak ada perhatian mereka sama sekali.
Veblen melihat dalam masyarakat Amerika yang tumbuh begitu pesat telah
melahirkan suatu golongan yang disebutnya absentee ownership. Yang
dimaksudkannya dengan golongan absentee ownership tersebut adalah para
pengusaha yang memiliki modalbesar dan menguasai sejumlah perusahaan, tetapi
tidak ikut terjun langsung dalam kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan
operasional cukup diserahkan pada para professional dan karyawan kepercayaannya.
Walaupun golongan ini tidak ikut dalam kegiatan operasional, dalam kenyataan is
memperoleh keuntungan paling besar.
Untuk lebih jelas, Veblen memberikan contoh tentang pengusaha yang
bergerak dalam bidang perkeretaapian. Pengusahalah yang mendapat keuntungan
sangat besar waktu Amerika melaksanakan pembukaan kawasan dari pantai Timur
hingga pantai Barat. Yang merancang dan melaksanakan pembuatan jaringan kereta
api adalah tenaga-tenaga pelaksana profesional yang diupah. Sementara itu, sang
pengusaha sebagai pemilik modal hanya "ongkang-ongkang kaki" saja. Walaupun
demikian, pengusahalah yang memetik keuntungan paling besar. Para pengusaha
kereta api yang seperti ini oleh Veblen diberi gelar bangsawan kereta api (railroad
barons).
Veblen lebih jauh melihat bahwa para pengusaha yang hanya mementingkan
laba tanpa memperhatikan cara ini biasanya melakukan kongkalingkong dengan
penguasa. Dengan begitu, mereka mendapat berbagai kemudahan dan hak-hak
istimewa, misalnya dalam menguasai bahan-bahan mentah dan menguasai daerah-
daerah pemasaran. Ia biasanya juga mampu mengatur pejabat kehakiman untuk tidak
mem-persoalkan kedudukan monopolinya atau agar tidak menggubris manipulasi
pajak dan keuangan yang dilakukannya. Di beberapa negara berkembang yang masih
belum mempunyai aturan permainan atau rule of law yang jelas, seringdijumpai
adanya kerja sama antara pengusaha dengan militer demi mengamankan bisnis
monopolinya. Artinya, kalau ada pengusaha lain yang ikut dalam bisnis yang
dimonopolinya, ia akan berurusan dengan militer. Si penangkap biasanya diberi
hadiah atau promosi naik pangkat. Hal ini mudah diatur, sebab sang pengusaha
biasanya dekat atau memang anak atau famili dari si pengusaha itu sendiri.
Untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya, ada pengusaha absentee
ownership tidak segan-segan mematikan usaha pengusaha sungguhan yang
memperoleh keuntungan dengan kerja keras. Salah satu cara untuk itu ialah dengan
melakukan akuisasi. Cara lain untuk mematikan pesaing lain ialah dengan
membanting harga, sehingga produk-produk dari perusahaanperusahaan pesaing
tersebut tidak laku. Setelah pesaing mati dan keluar dari pasar, biasanya mereka
kembali menaikkan harga dan memperoleh laba sangat besar (excessive profit).
Dengan monopoly power yang ada di tangan, mereka juga sexing mengurangi
pasok (supply) barang-barang, sehingga harga mejambung. Lagi-lagi, pengusaha
menerima keuntungan melebihi kewajaran. Dengan singkat, uang atau modal di
tangan pengusaha pemangsa lebih sebagai alat pengeksploitasi keuntungan sebesar-
besarnya daripada sebagai asset yang dikelola dengan efisien untuk memuaskan
kebutuhan konsumen sebagaimana yang terjadi dalam perusahaan sungguhan.
Dan uraian di atas, tidak. mengherankan Veblen menolak keras tesis kaum
klasik. Tesis yang ditentangnya menganggap bahwa usaha setiap orang yang
mengejar kepentingannya masing-masing pada akhirnya akan melahirkan suatu
harmoni dan keseimbangan dalam masyarakat secara keseluruhan. Hal itu karena dari
gejalagejala yang diamatinya, ia melihat bahwa perilaku pengusaha yang hanya
mengejar kepentingan pribadi sangat bertolak belakangdengan tujuan masyarakat
secara keseluruhan. Sebaliknya, demi mengejar kepentingan pribadi ada pengusaha
yang tidak segansegan menghambat dan mematikan kepentingan orang banyak.
Veblen menilai bahwa para pengusaha absentee ownership yang biasa
memperoleh keuntungan besar dengan cara kongkalingkong tersebut sangat
berpotensi melahirkan golongan leisure class. Secara psikologis orang yang bisa
memperoleh sesuatu tanpa keringat tidak begitu menghargai sesuatu yang
diperolehnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau perilaku konsumsinya akan
bersifat conspicuous consumption. Perilaku mereka yang suka pamer tersebut
kadangkala sangat norak, sebab suka membeli sesuatu yang tidak dimanfaatkan
dengan sewajarnya. Hal ini berbeda dengan perilaku konsumsi pengusaha "murni"
yang serius dan ma ti-matian dalam berusaha. Karena keberhasilan dicapai melalui
kerja ker as, mereka akan lebih berperhitungan dalam mengonsumsi barang-barang
dan jasa untuk mernenuhi kebutuhannya.

D. Tokoh-tokoh Institusionalis Lainnya


Veblen sebagai tokoh utama aliran institusional mempunyai cukup banyak pengikut.
Beberapa di antaranya yang dapat disebutkan di sini adalah: Wesley Mitchel, Gunnar
Myrdal, Joseph Schumpeter, dan terakhir, Douglas North.
Wesley Clair Mitchel (1874-1948) adalah murid, teman dan pengagum
Veblen. Selain ikut dalam mendukung dan mengembangkan pemikiran-pemikiran
gurunya, lebih lanjut ia juga berjasa dalam mengembangkan metode-metode
kuantitatif dalam menjelaskan peristiwa-peristiwa ekonomi. Salah satu karyanya yang
sudah menjadi klasik adalah: Business Cycles and Their Causes (1913). Dengan
menggunakan bermacam data statistik ia kemudian menjelaskan masalah fluktuasi
ekonomi. Sesudah perang duniakedua, Mitchell rnengorganisasi sebuah badan
penelitian "National Bureau of Economic Research". Dari penelitian ini
memungkinkan lebih dikembangkannya penelitian-penelitian tentang pendapatan
nasional, fluktuasi ekonomi atau business cycles, perubahan produktivitas, analisis
harga, dan sebagainya.
Gunnar Karl Myrdal (1898-19..) dari Swedia juga digolongkan sebagai
pendukung aliran institusional. Setelah menyelesaikan pendidikan dalam bidang
hukum, Myrdal melanjutkan pendidikan dalam bidang ekonomi, dan selesai tahun
1927. Ia banyak menulis buku, antara lain: An American Dilemna (1944); Value in
Social Theory (1958); Challenge to Affluence (1963); dan Asian Drama: An Inquiry
into The Poverty of Nations (1968). Salah satu pesan Myrdal pada ahli-ahli ekonomi
ialah agar ikut membuat value judgement. Jika itu tidak dilakukan struktur-struktur
teoretis ilmu ekonomi akan menjadi tidak realistis. Sebagai penganjur aliran
institusional, ia percaya bahwa pemikiran institusional sangat diperlukan dalam
melaksana.kan pembangunan di negara-negara berkembang. Atas jasa-jasanya dalam
menyumbangkan pemikiran-pemikiran ekonomi, terutama bagi pembangunan negara-
negara berkemhang, tahun 1974 bersama-sama dengan F.A. Hayek ia memperoleh
hadiah Nobel dalam bidang ekonomi.
Joseph A. Schumpeter (1883-1950) oleh beberapa penulis dimasukkan
sebagai pendukung aliran institusional. Hal itu karena pendapatnya yang mengatakan
bahwa sumber utama kemakmuran bukan terletak dalam domain ekonomi itu sendiri,
melainkan berada di luarnya, yaitu dalam lingkungan dan institusi masyarakat. Lebih
jelas lagi, sumber kemakmuran terletak dalam jiwa kewiraswastaan (entrepreneur-
ship) para pelaku ekonomi yang mengarsiteki pembangunan.
Schumpeter membedakan pengertian invensi dengan inovasi. Invensi adalah
hal penemuan teknik-teknik produksi baru. Sementara itu, inovasi mempunyai makna
lebih luas, yang tidak hanya menyangkut penemuan teknik-teknik berproduksi baru.
Akan tetapi, juga penemuan komoditi baru, jenis material baru untuk produksi, cara-
cara usaha baru, cara-cara pemasaran baru, dan sebagainya. Oleh Schumpeter inovasi
dianggap sebagai sesuatu loncatan dalam fungsi produksi.
Inovasi ditemukan oleh inovator, tetapi entrepreneurlah yang mempraktikkan
hasil temuan tersebut pertama kali. Tanpa entrepreneur yang berani mengadopsi
temuan-temuan baru, orang akan tetap menggunakan cara-cara lama yang telah usang
dan tidak efisien. Lebih jauh, menurut Schumpeter, entrepreneur tidak sama dengan
pengusaha biasa. Entrepreneur lebih jeli mencari peluang, mampu merintis dan
mengatur inovasi, mau mengadopsi teknik, cara dan pola baru; dan yang paling
penting, berani mengambil risiko.
Kalau boleh "meloncat" ke tahun 1993, maka orang terakhir yang perlu
dicantumkan sebagai pendukung aliran institusional adalah Douglas North dari
University of Washington, Missouri, Amerika Serikat. Penghargaan terhadap aliran
institusional mencapai puncaknya tahun 1993 pada waktu Douglas North menerima
hadiah nobel dalam biding ekonomi. North menerima hadiah yang sangat
membanggakan tersebut karena jasanya yang sangat besar dalam memperbarui riset
dalam penelitian sejarah ekonomi dan metode-metode kuantitatif.

E. Diskusi
Banyak pemikiran Veblen lebih merupakan kritik sosial yang tajam, pedas, dan keras,
daripada pengembangan teori-teori ekonomi baru. Apa yang dikemukakan Veblen
tentang perubahan perilaku konsumsi juga bukan merupakan sesuatu yang baru. Hal
ini sebetulnya sudah diantisipasi oleh tokoh-tokoh ekonomi terdahulu, antara lain oleh
Adam Smith dalam bukunya: The Theory of Moral Sentiment (1759). Bagaimanapun
juga, harus diakui bahwa dasar-dasar teori yang dikembangkan Veblen memang lebih
kokoh dan yang dikembangkan Smith.
Veblen mengkritik teori dan pendekatan klasik maupun neo-klasik dalam
menggambarkan fenomena-fenomena ekonomi dalam masyarakat. Hal ini sebetulnya
tidak dapat disalahkan, sebab materi ilmu ekonomi yang diajarkan waktu is kuliah
oleh para dosennya di Amerika Serikat adalah teori-teori neo-klasik dalam bentuk
ekstrem, dan Veblen ingin mengubahnya. Veblen percaya bahwa tidak semua gejala
dan perilaku ekonomi dapat clianalisis dengan kerangka pemikiran ekonomi thok.
Untuk itu, Veblen menganjurkan agar ahli-ahli ekonomi perlu bekerja sama dengan
para ahli di bidang-bidang lain terutama ahli sosiologi, politik, dan hukum.
Veblen sangat mengkhawatirkan nasib bangsa Amerika yang dijangkiti
penyakit conspicuous consumption, dan semakin banyaknya golongan leisure class
dan pengusaha predator. Dalam hal ini Veblen pernah meramal bahwa bangsa
Amerika bisa hancur jika masyarakatnya tidak mengubah perilaku konsumsi dan
produksi yang banyak memboroskan tenaga, energi, dan sumber dayatersebut. Apa
yang dikhawatirkan oleh Veblen tampaknya mulai menjadi kenyataan. Masyarakat
Amerika yang selama ini hidup terlalu manja sekarang makin tertinggal oleh
penduduk Jepang yang bekerja lebih keras.
Apa arti peringatan ini bagi penduduk Indonesia? Dibanding kedua negara
tersebut kita tidak ada apa-apanya. Kalau pada taraf hidup yang masih sangat rendah
ini bangsa kita terbiasa pula berperilaku produksi dan konsumsi yang tidak produktif
tersebut, tentu usaha dalam mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain menjadi
semakin sulit dilakukan. Hal ini perlu mendapat perhatian, sebab tampaknya gejala-
gejala seperti yang dikhawatirkan Veblen dalam masyarakat Amerika tersebut
sekarang mulai muncul dan berjangkit di Indonesia.

Sejak Soeharto lengser, sudah empat kali presiden berganti. Namun belum
tampak pembenahan yang signifikan dalam perbaikan masalah struktural ekonomi
dan politik di tanah air. Dalam usia 65 tahun Indonesia seperti orang tua yang sakit-
sakitan, tidak memiliki energi. Penegakan hukum masih setengahsetengah.
Dikendalikan oleh "Markus" (makelar kasus), para hakim dan jaksa "maju tak gentar
membela yang bayar". Karena rakyat mendengar dan menyaksikan bagaimana para
koruptor dengan seenak perut mengendalikan para hakim, jaksa, dan kepolisian,
mereka menjadi anarkis. Akibatnya, kerusuhan dan main hakim sendiri terjadi di
mana-mana. Agaknya kita keliru dalam memahami reformasi dan demokrasi, yang
cenderung diartikan bahwa "Anda boleh melakukan apa saja". Padahal, demokrasi
justru harus menomorsatukan nilai-nilai, normanorma, dan aturan-aturan yang
dibingkai oleh institusi atau keIembagaan yang mapan serta tata laksananya yang
disepakati sebagai landasan bersama.
Persoalan yang dihadapi Indonesia memang sangat rumit. Walau Indonesia
saat ini ingin membangun demokrasi denganbaik, tetapi is dibebani begitu banyak
persoalan masa lalu. Pada milenium ketiga, perekonomian negara-negara tetangga di
Asia Pasifik, seperti Cina, India dan Vietnam, sudah melompat maju. Tetapi
Indonesia masih berkutat pada hal-hal "sepele" yang seharusnya sudah sejak lama
terselesaikan, seperti:
1. Masalah ketidaktersediaan infrastruktur (transportasi dan telekomunikasi, listrik,
air bersih, pendidikan, dan kesehatan).
2. Masalah Perpajakan dan Kepabeanan
3. Masalah Ketenagakerjaan
4. Masalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
5. Masalah keamanan dan premanisme.

Bagaimana sikap kita menghadapi berbagai kecenderungan sosial dan politik


baru tersebut di atas? Bagi kita di Indonesia, salah satu kiat yang dapat ditawarkan
dalarn menghadapi dan mengantisipasi berbagai kecenderungan sebagaimana
dijelaskan di atas adalah mulai membentuk, mengembangkan, dan yang lebih penting
lagi memfungsikan lembaga-lembaga yang ada sesuai nilai-nilai demokratis.
Sayangnya, nilai-nilai dexnokrasi tidak bisa diharapkan muncul begitu saja dari
semua penyelenggara negara. Tekanan dari berbagai kekuatan politik yang ada
diperlukan, mulai dari mahasiswa, ISM, Pers, dan terutama sekali dari masyarakat
madani.

BAB XI
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KEYNES

Berkat jasa tokoh-tokoh neo-klasik yang melumpuhkan serangan Marx terhadap


sistem kapitalis, maka perekonomian pada awal abad ke-20 berjalan sesuai dengan paham
laissez faire-laissez passer seperti keinginan kaum klasik dan neo-klasik. Didasarkan atas
pendapat J.B. Say yang mengatakan bahwa penawaran akan selalu berhasil menciptakan
permintaannya sendiri (supply creates it's own demand). Dengan begitu tiap perusahaan
berlomba-lomba menghasilkan barang-barang sebanyak-banyaknya. Akibatnya, produksi
rneningkat tidak terkendalikan, hingga pada tahun 30-an dunia mengalami krisis ekonomi
yang mahadahsyat (depresi besarbesaran). Perekonomian ambruk, pengangguran terbuka
merajalela, dan inflasi membubung tidak terkendali.

Krisis yang dialami negara-negara maju seperti yang digambarkan di atas oleh
sebagian pihak dianggap bahwa ramalan Marx tentang kejatuhan sistem kapitalis menjadi
kenyataan. Dalam menghadapi perscalan ekonomi yang mahadahsyat tersebut, teoriteori
ekonomi yang dikembangkan oleh pakar-pakar klasik maupun neo-klasik seperti lumpuh tak
berdaya. Teori klasik dan neoklasik tidak mampu menjelaskan fenomena dan peristiwa yang
sesungguhnya telah terjadi. Apatah lagi memberikan jalan keluardari kemelut yang dihadapi.
Hal ini sebetulnya tidak dapat disesalkan, sebab yang terjadi pada tahun 30-an tersebut
memang sangat berbeda dengan persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi. Dalam situasi
tidak menentu inilah lahir seorang tokoh ekonomi yang kemudian menjadi sangat
berpengaruh, yaitu J.M. Keynes.

John Maynard Keynes (1883-1946) mula-mula mernperoleh pendidikan di Eton.


Sebagai seorang murid yang pintar, ia banyak memenangkan berbagai hadiah dalam bidang
matematika, bahasa Inggris, dan seni klasik. Keynes melanjutkan pendidikan ke King's
College dengan bidang utama matematika. Di samping matematika, ia juga memperdalam
falsafah dari gurunya Alfred Whitehead. Pelajaran-pelajaran ekonomi diperoleh di bawah
bimbingan Alfred Marshall dan A.C.Pigou.

J.M.Keynes betul-betul cerminan seorang cendekiawan tulen. Selain ahli dalam ilmu
ekonomi, yang didukung oleh kepiawaiannya dalam ilmu matematik, ia juga mempunyai
pengetahuan yang mendalam tentang falsafah, politik. Bahkan, ia juga sangat mengerti
dengan dunia sastra, seni lukis, teater drama dan taxi balet klasik. Orang tuanya, John Neville
Keynes, juga seorang ahli ekonomi yang cukup disegani. Akan tetapi, namanya tenggelam di
bawah bayang-bayang nama anaknya yang jauh lebih termasyhur.

Sesudah menamatkan kuliahnya, Keynes pernah menjadi editor sebuah jurnal ilmiah
yang cukup ternama "Economic Journal". Di samping itu, ia juga pernah bertugas sebagai
paniong (civil servant) dalam pemerintahan Inggris. Dalam usia sangat muda (sekitar 26
tahun) Keynes sudah ikut dalam tim delegasi Inggris melakukan perundingan perdamaian
Versailles tahun 1919. Sebelum mencapai usia 30 tahun ia diangkat sebagai dosen di
Cambridge University. Pengaruh Keynes sangat besar dalam Perjanjian Bretton Woods tahun
1946 dan dalam pembentukanbadan Moneter Internasional IMF (International Monetary
Fund). Atas jasa-jasanya sangat bestir, ia kemudian diangkat sebagai "baron", suatu gelar
kebangsawanan yang sangat tinggi dalam masyarakat Eropa.

A. Karya-karya Keynes
Sebagai seorang pakar ekonomi urung, ia telah menulis banyak buku. Tahun 1913 ia
menulis: Indian. Currency and Finance, yang memperlihatkan ketertarikannya pada
masalah-masalah moneter. Tulisan berikutnya adalah: The Economic Consequences of
the Peace (terbit tahun 1919). Pada tahun 1922 ia menulis: A Revision of The Treaty.
Kedua buku yang disebutkan terakhir ditulis sehubungan dengan pengalamannya
dalam delegasi perdamaian Versailles. Pada tahun 1923 ia menulis: A Tract on
Monetary Reform. Dalam buku ini ia memperlihatkan keprihatinannya terhadap
perubahan yang terjadi dalam daya beli uang. Tulisannya yang lain adalah A Treatise
on Money yang diterbitkan tahun 1930. Enam tahun berikutnya, ia menerbitkan buku
yang paling terkenal: The General Theory of Employment, Interest, and Money.
Dalam bukunya: The Economic Consequences of The Peace, ia banyak
mengritik cara-cara yang digunakan oleh negara-negara yang menang Perang Dunia
Pertama (Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis) dalam menekan negara-negara yang
kalah perang (yaitu pihak Jerman). Walaupun dalam Perjanjian Versailles ia mewakili
pemerintahan Inggris, tidak urung ia mengkritik cara-cara yang digunakan negara-
negara yang menang perang. Hal itu karena negara pemenang menekan Jerman
dengan syarat pembayaran utang perang yang begitu berat. Dalam buku tersebut ia
mengisyaratkan bahwa tekanan dari negara-negara yang menang perang terhadap
Jerman dapat menimbulkan rasa marah dan dendam dari masya-rakat Jerman. Apa
yang diramal oleh Keynes tahun 1919 tersebut menjadi kenyataan 20 tahun
berikutnya. Jerman yang kalah dalam Perang Dunia I di bawah Hitler melakukan
balas dendam dengan memulai prakarsa Perang Dunia Kedua.
Bukunya yang lain: A Treatise on Money terdiri dari dua volume. Volume
pertama khusus menyajikan teori-teori tentang arti dan peran uang dalam
perekonomian secara murni. Dalam volume kedua dijelaskan bagaimana teori-teori
murni tentang uang tersebut diterapkan dalam perekonomian. Dalam hal ini perlu
dicatat bahwa dalam beberapa bukunya yang terbit sebelum The General Theory,
Keynes masih berada dalam "jalur" pemikiran klasik dan neo-klasik. Akan tetapi,
jalur pemikiran klasik dan neoklasik ini mulai ditinggalkan saat is menulis The
General Theory. Sebagaimana yang dikutip oleh Fusfeld (1977), paragraf pertama bab
pertama buku General Theory tersebut Keynes menulis:
"I have called this book 'The General Theory of Employment, Interest, and
Money', placing the emphasis on the prefix general. The object of such a title is to
contrast the character of my arguments and conclusions with those of the classical
theory of the subject, upon which I was brought up and which dominates the
economic thought, both practical and theoritical, of the governing and academic
classes of this generation, as it has for a hundred years past."
Buku The General Theory ditulis sebagai reaksi terhadap depresi besar-besaran
yang terjadi tahun 30-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan metode klasik dan
neo-klasik. Teori klasik dinilai Keynes mengandung banyak kelemahan. Oleh karena
itu, perlu diperbaiki dan disempurnakan.

B. Kritikan Keynes terhadap Teori Kiasik


Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan
mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan(equilibrium). Dalam posisi
keseimbangan, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk
membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas
jasa atas faktor-faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa, dan balas jasa
dari faktor-faktor produksi lainnya. Pendapatan atas faktor-faktor produksi tersebut
seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan
perusahaan. Ini yang dimaksudkan Say bahwa penawaran akan selalu berhasil
menciptakan permintaannya sendiri.
Dalam posisi keseimbangan tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan
permintaan. Ketidakseimbangan (disequilibrium), seperti pasokan lebih besar dari
permintaan; kekurangan konsumsi; atau terjadi pengangguran, keadaan ini dinilai
kaum klasik sebagai sesuatu yang sementara sifatnya. Nanti akan ada suatu tangan tak
kentara (invisible hands) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi
keseimbangan.
Kaum klasik juga percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya,
termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (fully-employed). Dengan
demikian, di bawah sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada
pengangguran. Pekerja terpaksa menerima upah rendah, daripada tidak memperoleh
pendapatan sama sekali. Kesediaan untuk bekerja dengan tingkat upah Iebih rendah
ini akan menarik perusahaan untuk mempekerjakan mereka lebih banyak.
Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka yang mau bekerjapastiakan
memperoleh pekerjaan. Pengecualian berlaku bagi mereka yang "pilih-pilih"
pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan tingkatupah yang diatur oleh pasar. Pekerja
yang tidak bekerja karena kedua alasan di atas, oleh kaum Wasik tidak digolongkan
pa penganggur. Kaum klasik menyebutnya pengangguran sukarela (voluntary
unemployment).
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, analisis klasik bertumpu pada
masalah-masalah mikro. Dalam berproduksi, misalnya, masalah yang dihadapi
adalah: bagaimana menghasilkan barang-barang dan jasa sebanyak-banyaknya. Itu
dilakukan dengan biaya serendah-rendahnya dengan memilih alternatif kombinasi
faktor-faktor produksi yang terbaik. Dengan cara memilih alternatif terbaik atau
paling efisien, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal
itu berdasarkan keyakinan bahwa tiap barang yang diproduksi akan selalu diiringi
oleh permintaan. Sesuai dengan teori Say, setiap perusahaan berlombalomba
menghasilkan barang-barang dan jasa sebanyak-banyaknya.
Teori Say yang mengatakan bahwa "penawaran akan menciptakan
permintaannya sendiri" di atas dikritik habis-habisan oleh Keynes sebagai sesuatu
yang keliru. Dalam kenyataan, demikian Keynes, biasanya permintaan lebih kecil dari
penawaran. Alasannya, sebagian dari pendapatan yang diterima masyarakat akan
ditabung, dan tidak semuanya dikonsumsi. Dengan demikian, permintaan efektif
biasanya lebih kecil dari total produksi. Walaupun kekurangan ini bisa dieliminasi
dengan menurunkan harga-harga, pendapatan tentu akan turun.
Pendapat klasik bahwa jumlah tabungan akan selalu sama dengan jumlah
investasi di atas dibantah Keynes. Alasannya, motif orang untuk menabung tidak
sama dengan motif pengusaha untuk menginvestasi. Pengusaha melakukan investasi
didorong oleh keinginan untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Sementara
itu, sektor rumah tangga melakukan penabungan didorong oleh berbagai motif yang
sangat berbeda. Termasuk di dalamnya ialah motif untuk berjaga-jaga (pre-cautionary
motives), misalnya untuk menghadapi kecelakaan, penyakit, untuk memenuhi hajat
(memperingati kelahiran, perkawinan, kematian), dan sebagainya. Perbedaan dalam
motif ini menyebabkan jumlah tabungan tidak akan pernah sama dengan jumlah
investasi. Kalaupun jumlahnya sama, menurut Keynes itu hanya merupakan kebetulan
belaka, bukan suatu keharusan.
Karena Keynes mengamati bahwa umumnya investasi lebih kecil dari jumlah
tabungan,ia menyimpuikan bahwa permintaan agregat juga lebih kecil dari penawaran
agregat. Kekurangan ini, apabila tidak diantisipasi, akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan dalam perekonomian. Karena sebagian produksi tidak terserap
oleh masyarakat, stok akan meningkat, dan pada periode-periode berikutnya terpaksa
harus dibatasi. Apa yang menjadi inti pokok dari pendapat Keynes di atas ialah bahwa
perekonomian yang berjalan menurut mekanisme pasar biasanya mencapai
keseimbangan pada titik di bawah full-employment.
Kritikan Keynes yang lain terhadap sistem klasik yang juga sangat perlu
diperhatikan ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada mekanisme
penyesuaian (adjustment). Hal ini otomatis menjamin tercapainya keseimbangan
perekonomian (equilibrium) pada tingkat penggunaan kerja penuh. Hal ini sangat
jelas dalam analisisnya tentang pasar tenaga kerja.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa kaum klasik percaya bahwa dalam posisi
keseimbangan semua sumber daya, termasuk di daiamnya sumber daya tenaga kerja
atau labor, akan dimanfaatkan secara penuh (fully employed). Seandainya terjadi
pengangguran, pemerintah tidak perlu melakukan tindakan/kebijaksanaan apa pun.
Sesuai pandangan laissez faire klasik, biarkan raja keadaan demkian. Nanti
orang-orang yang tidak bekerja tersebut akan bersedia bekerja dengan tingkat upah
yang lebih rendah. Hal ini mendorong pengusaha untuk mempekerjakan labor lebih
banyak, hingga akhirnya semua yang mau bekerja akan memperoleh pekerjaan.
Pandangan klasik di atas tidak diterima Keynes. Menurut pandangan Keynes,
dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik
tersebut. Di mana pun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union)
yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.
Dari sini Keynes mengecam analisis kaum klasik yang didasarkan pada pengandaian-
pengandaian yang keliru dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Kalaupun tingkat upah bisa diturunkan (tetapi kemungkinan ini dinilai Keynes
kecil sekali), tingkat pendapatan masyarakat rentu akan turun. Turunnya pendapatan
sebagian anggota masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat. Pada
gilirannya hal ini akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang.
Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunnya harga-harga.
Kalau harga-harga turun, kurva nilai produktivitas marjinal labor (marginal
value of productivity of labor) yang dijadikan patokan oleh pengusaha dalam
mempekerjakan labor akan turun. Kalaupenurunan dalam harga-harga tidak begitu
besar, kurva nilai produktivitas marjinal labor hanya turun sedikit. Walaupun begitu,
tetap saja jumlah labor yang tertampung lebih kecil dari jumlah labor yang
ditawarkan. Yang lebih parch, kalau harga-harga turun drastis. Ini menyebabkan
kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula. Jumlah labor yang
tertampung pun jadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.

C. Peran Pemerintah dalam Perekonomian


Dari hasil pengarnatannya tentang kejadian depresi ekonomi pada awal 30-an Keynes
merekomendasikan agar perekonomian tidak diserahkan begitu saja pada mekanisme
pasar. Hingga batas tertentu, peran pemerintah justru diperlukan. Misalnya, kalau ter-
jadi pengangguran, pemerintah bisa memperbesar pengeluarannya untuk proyek-
proyek padat karya. Dengan demikian, sebagian tenaga kerja yang menganggur bisa
bekerja, yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Kalau harga-
harga naik cepat, pernerintah bisa menarik jumlah uang beredar dengan mengenakan
pajak yang lebih tinggi. Inflasi yang tak terkendaii pun tidak sampai terjadi. Dalam
situasi terjadi gerak gelombang kegiatan ekonomi, pemerintah dapat menjalankan
kebijaksanaan pengelolaan pengeluaran dan pengendalian permintaan efektif dalam
bentuk "kontra-siklis" atau "anti siklis".
Dan berbagai kebijaksanaan yang dapat diambil, Keynes lebih sering
mengandaikan kebijaksanaan fiskal. Dengan kebijaksanaan fiskal pemerintah bisa
mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan menyuntikkan
dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu menyerap
tenaga kerja. Kebijaksanaan ini sangat ampuh dalarn meningkatkan output dan
memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat sumber-sumber daya belum
dimanfaatkan secara penuh.
Apakah Keynes tidak percaya pada mekanisme pasar bebas sesuai doktrin
laissez faire-laissez passer klasik? Apakah ia tidak yakin dengan anggapan klasik
bahwa perekonomian akan menemukan jalannya sendiri menuju keseimbangan?
Keynes sebetulnya percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh kaum klasik
tersebut. Akan tetapi, Keynes menilai bahwa jalan menuju keseimbangan dan full-
employment tersebut sangat panjang. Kalau ditunggu mekanisme pasar (lewat tangan
tak kentara) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan,
dibutuhkan waktu yang sangat lama. Keynes pernah menulis: "dalam jangka panjang
kita akan mad!" (In the long run we're all ilead!). Jadi, satu-satunya cara untuk
membawa perekonomian ke trail yang diinginkan seandainya ia "lari dari posisi
keseimbangan", demikian uraian Keynes lebih lanjut, ialah lewat intervensi atau
campur tangan pemerintah.
Demikianlah, kalau kaum klasik pada umumnya menganggap tabu campur
tangan pemerintah. Bagi Keynes, campur tangan, pemerintah merupakan keharusan.
Campur tangan pemerintah torutama diperlukan kalau perekonomian berjalan tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
Kalau diamati, sepertinya Keynes sependapat dengan Marx yang mengatakan
bahwa sistem ekonomi klasik tidak bebas lat i fluktuasi, krisis pengangguran, dan
sebagainya. Marx berusaha menghancurkan sistem kapitalis dan menggantikannya
ilettgan sistem sosialis. Namun sebaliknya, Keynes justru ingin ineliyelamatkan
sistem liberal tersebut.

D. Diskusi
Pandangan Keynes sering dianggap sebagai awal dari pemiIt an ekonomi modern. Ia
banyak melakukan pembaharuan dan perumusan ulang doktrin-doktrin klasik dan
neo-klasik. KarenaKeynes menganggap peran pemerintah perlu dalam melaksanakan
pembangunan, Keynes sering disebut "Bapak Ekonomi Pembangunan". Selain itu, is
juga disebut "Bapak Ekonomi Makro", sebab dahulu dalam tradisi kasik maupun neo-
klasik analisis-analisis ekonomi lebih banyak bersifat mikro, sejak Keynes analisis
ekonomi juga dilakukan secara makro. Hal itu dilakukan dengan melihat hubungan di
antara variabel-variabei ekonom (seperti pendapatan, konsumsi, tabungan, pajak,
pengeluaran pemerintah, ekspor-impor, pengangguran, inflasi dan sebagainya) secara
besar-besaran atau agregatif.
Pengaruh Keynes terhadap negara-negara berkembang yang sangat ingin
melihat pembangunan ekonorninya berhasil sangat besar. Sejak kernunculan Keynes,
status ahli-ahli ekonomi naik beberapa tingkat. Pendapat-pendapat mereka lebih
sering didengar dart dijadikan sebagai bahan mengambil kebijaksanaan. Sebagai mana
pernah ditulis Keynes: "The ideas of economists and political philosophers, both
when they are right and when they are wrong, are more powerful than is commonly
understood. Indeed, the world is ruled by little else!"
J.M. Keynes yang merupakan anak seorang ahli ekonomiJohn Neville
Keynessering dibandingkan dengan John Stuart Mill, yang juga anak seorang ahli
ekonorni James Mill. Keynes dan Mill yunior sama-sama menolak implikasi
kebijaksanaan dasar yang dianut kedua orang tua mereka. Keduanya berani
menernpuh perjalanan ke arah yang berbeda. Perbedaannya, J.S. Mill gagal
melakukan perpisahan dengan struktur teoretis yang dikembangkan pakar-pakar
terdahulu (terutama oleh Ricardo), sehingga is akhirnya hanya bisa membuat "rumah
setengah jadi" antara mazhab klasik dan neo-klasik. Sementara itu, J.M. Keynes
berhasil melakukan escape dari masa lalu, yaitu dari tradisi laissezfaire yang dianut
pakar-pakar ekonomi masa silam seperti Adam Smith, Ricardo dan gurunya sendiri
Alfred Marshall. Keynes kemudian berhasil membentuk suatu "bangunan rumah
utuh" dalam struktur teori-teori ekonorni baru, sehingga terjadi revolusi baik dalam
teori-teori, bahkan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi.
Sebagian yang dilakukan Keynes dalam mengembangkan teori-teori baru
dapat dijelaskan sebagai reaksi intelektual terhadap masalah-masalah yang dihadapi di
masanya. Keynes ingin mengetahui kekuatan-kekuatan yang telah menyebabkan
terjadinya pengangguran besar-besaran di Inggris tahun 20-an dan depresi besar-
besaran tahun 30-an. Apa yang disaksikannya, menurut pemikiran Keynes, tidak
mungkin bisa diatasi dengan teori-teori dan pendekatan usang kaum klasik yang
dipelajarinya dari tokoh-tokoh ekonomi terdahulu.
Bagi masyarakat Indonesia, suatu hal menarik yang bisa kita pelajari dari
tokoh Keynes ialah bahwa dalam mencari kebenaran kita harus dapat menghilangkan
budaya segan (budaya euh pakewuh). Menolak ajaran-ajaran lama bukan berarti
bahwa kita tidak menghargai karya-karya para pemikir ekonomi terdahulu. Akan
tetapi, sebagai titik anjak untuk membuka lembaran baru yang diyakini mampu
membawa masyarakat pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, baik di masa
sekarang maupun di masa yang kan datang. Bagi masyarakat Indonesia yang sering
sekali terjerat dan terpenjara oleh masa lampau, hal ini bisa dijadikan sebagai sesuatu
yang berharga untuk diperhatikan.
Berani menempuh jalan sendiri, jika berhasil, akan menjadikan kita sebagai
pahiawan yang dikagumi. Namun, untuk itu bukan tidak ada risikonya. Dalam
masyarakat yang bagaimana pun niajunya, sikap "berani tampil beda" sering harus
menghadangrisiko. Hal seperti ini juga dialarni oleh Keynes. Misalnya, karena ia
sering menentang ajaran dan teori-teori klasik dari guru-gurunya, is tidak pernah
mendapat nilai yang mernuaskan dalam matar ta kuliah ekonomi. Bagahnana
reaksinya terhadap nilainya yang sering rendah untuk pelajaran ekonoini tersebut?
Menurut R.E Harrod: "The Life of John Maynard Keynes" (1952), reaksi Keynes
adalah: "I evitently know more about economics than my examiners!"

BAB XII

NEO-KEYNES DAN PASCA KEYNES

A. Tokoh-Tokoh Keynesian
1. Alvin Harvey Hansen (1887-1975)
Hansen mengaitkan permasalahan mengenai pendapatan nasional, investasi, &
kes. kerja dengan gerak gelombang atau fluktuasi ekonomi.
2. Simon Kuznets (1901-1985)
Kuznets berhasil menggabung ilmu statistik & ilmu matematika dgn ilmu
ekonomi menjadi suatu kesatuan yg padu
3. John R. Hicks (1904 …)
Hicks telah ikut berjasa dlm mengembangkan pemikiran-pemikiran Keynes. Salah
satu jasanya yg sangat besar ialah kemampuannya dlm merangkai teori-teori
ekonomi mikro kedlm kerangka teori makro Keynes mel;alui pendekatan
matematika. Hicks bersama-sama dgn Hansen memperkenalkan analisis IS-LM.
4. Wassily Leontief (1906…)
Leontief dinilai sangat berjasa dlm mengembangkan sebuah teori yg ternyata
menjadi sangat berguna untuk berbagai analisis ekonomi, yaitu analisis input-
output. Menurut Leontief, hubungan & keterkaitan antar sektor dlm perekonomian
dpt digambarkan dlm suatu matriks. Matriks ini pada intinya berisi tabel-tabel
tentang output masing-masing sektor.
5. Paul Samuelson (1915…)
Memperlihatkan bagaimana perdag. luar negeri dimasukkan dlm kerangka umum
teori ekonomi makro. Atas jasanya banyak negara yg lebih terdorong untuk lebih
membuka pasarnya terhadap perekonomian internasional. Mem-perlihatkan
bagaimana hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik ini saling memperkuat
antara faktor pengganda (multiplier) dgn accelerator dpt dijelaskan secara
sederhana. Permintaan efektif masyarakat dipengaruhi oleh autonomous
investment (investasi yg besarnya ditentukan oleh perekonomian itu sendiri).

B. Teori Gelombang Perusahaan (Business Cycle)


Kontribusi Marx yg paling penting bagi pemahaman kita tentang siklus ekonomi
adalah pernyataannya tentang dua prinsip Pertama, fluktuasi ekonomi melekat dlm
sistem kapitalis, sebab fluktuasi terjadi karena kekuatan-kekuatan yg ada dlm sistem
ekonomi Kedua, penyebab utama siklus ekonomi ditemukan dlm kekuatan-kekuatan
yg menentukan pengeluaran investasi.

C. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan


Bagi Schumpeter, pelaku utama pertumbuhan ekonomi adalah karena a&ya
entrepreneur. Entrepreneur bukan hanya seorang pengusaha atau manajer, melainkan
seseorang yg mau menerima resiko & mengintrodusiasi produk-produk & tekhnologi
baru dlm masyarakat.
Negara-negara berkembang yang ingin maju melalui tahap-tahap pembangunan sbb :
1. Tahap tradisional statis. Tahap ini dicirikan oleh keadaan Iptek yg masih sangat
rendah & belum begitu berpengaruh terhadap kehidupan. Perekonomian pun
masih didominasi sector pertanian-pedesaan. Struktur sosial-politik juga masih
bersifat kaku.
2. Tahap Transisi (pra take-off).Pada tahap ini Iptek mulai berkembang,
produktivitas semakin meningkat & industri semakin berkembang. Tenaga kerja
beralih dari sektor pertanian ke sector industri, pertumbuhan tinggi, kaum
pedagang bermunculan, & struktur sosial-politik semakin membaik.
3. Tahap lepas landas.Tahap ini dicirikan oleh keadaan suatu hambatan-hambatan
sosial politik yg umumnya dapat diatasi, tingkat kebudayaan & Iptek semakin
maju, investasi & pertumbuhan tetap tinggi, & mulai terjadi ekspansi perdagangan
ke luar negeri.
4. Tahap dewasa (maturing stage). dlm tahap ini masyarakat semakin dewasa, dapat
menggunakan Iptek sepenuhnya, terjadi perubahan komposisi angkatan kerja, di
mana jumlah tenaga kerja yg skilled lebih banyak dari yg aunskilled, serikat-
serikat dagang & gerakangerakan buruh semakin maju & berperan, pendapatan
perkapita tinggi.
5. Tahap konsumsi massa (mass consumption).Tahap ini merupakan tahap terakhir.
Masyarakat hidup serba kecukupan, kehidupan dirasakan aman tentram, laju
pertumbuhan penduduk semakin rendah.

BAB XIII

ALIRAN MONETARIS

Tampaknya memang agak sulit untuk memberi suatu definisi yang agak baku
mengenai ruang lingkup materi dan sifat monetarisme. Monetarisme yang dikenal dewasa ini
dengan berbagai wajahnya pada hakikatnya merupakan suatu reformasi (perumusan ulang)
dalam wujud yang baru dari teori kuantitas tentang uang sebagaimana mula-mula
dikemukakan oleh Irving Fisher pada abad XX, yang benih-benihnya sudah terkandung
dalam gagasan Jean bodin dari zaman Pramerkantilis dia bad XXI. Adapun gagasan pokok
dari aliran moneteris yang dianggap penting di antaranya adalah:

1. Sektor atau perekonomian swasta pada dasarnya adalah stabil.


2. Kebijakan makroekonomi aktif seperti kebijakan fiskal dan moneter hanya akan
membuat keadaan perekonomian menjadi lebih buruk. Bahkan secara ekstrim mereka
mengatakan bahwa “kebijakan makroekonomi yang aktif itu lebih merupakan bagian
dari masalah, dan bukan bagian dari solusi”. Dengan perkataan lain, kaum moneteris
menghendaki suatu peran atau campur tangan pemerintah yang seminimum mungkin
di dalam perekonomian.
3. Seperti halnya dengan aliran Klasik, kaum moneteris berpendapat bahwa harga-harga
dan upah di dalam perekonomian adalah relatif fleksibel, yang akan menjamin
keadaan keseimbangan di dalam perekonomian selalu bisa diwujudkan.
4. Jumlah uang beredar merupakan faktor penentu yang sangat penting dari tingkat
kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Kaum monetaris, terutama Fiedman, sangat berjasa dalam menekankan arti penting
laju pertumbuhan uang terhadap aktivitas – aktivitas ekonomi. Di lihat dari upayahnya
tersebut, ia dapat dianggap sangat berhasil. Sebagaimana diucapkan oleh pakar ekonomi
makro franco Modigliani pakar ekonomi masa sekarang percaya arti penting laju
pertumbuhan stok uang dalam perekonomian.

BAB XIV

ALIRAN SISI PENAWARAN (SUPPLY SIDERS)

A. Tokoh-Tokoh Aliran Sisi Penawaran


Menurut Harold McCure dan Thomas Willet (1983), aliran sisi penawaran dapat
dibedakan atas dua kelompok, yaitu “kelompok utama” dan “kelompok radikal”
Kelompok aliran utama diwakili Martin Feldstein (Harvard University) & Michael
Boskin (Standford University). Kelompok ini menekankan perlunya insentif pajak
dlm memacu pertumbuhan ekonomi lewat dampaknya terhadap tabungan & investasi.
Kelompok utama banyak menganalisis dampak perubahan pajak terhadap penawaran
labor serta dampak program keamanan sosial (social security) terhadap jumlah
tabungan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa aliran sisi penawaran muncul
tahun 1970-an, dan semakin populer tahun 80-an dimasa pemerintahan Reagen di
Amerika Serikat. Karena pandangan pakar-pakar aliran sisi penawaran langsung
dijalankan oleh Reagan, maka pandangan ekonomi mereka juga sering dijuluki
Reagonimics. Bagaimanapun, tidak ada definisi yang spesifik dari Reaganomics ini
selain kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah
Reagan, terutama tahun 1981-1982. Kebijaksanaan yg dianut oleh Reagan untuk
menghadapi inflasi & kelesuan ekonomi pada tahun 80-an sesuai anjuran aliran baru
dikenal dengan sisi penawaran (supply-side economics).

B. Perbedaan Pandangan Keynesian dan Moneteris


Aliran sisi penawaran percaya bahwa yg harus diberi perhatian utama bukan segi
permintaan seperti yg dilakukan kubu keynesian maupun monetaris melainkan sisi
penawaran. Motto kerja aliran sisi penawaran, lebih baik meningkatkan pendapatan
nasional melalui pemanfaatan sumber daya penuh, daripada mencoba menekan atau
meredakan fluktuasi ekonomi. Kesempatan kerja penuh sangat besar artinya bagi
pemikr-pemikir aliran sisi penawaran. Tekanan utama aliran penawaran adalah
kebijaksanaan pertumbuhan jangka panjang. Hal itu dilakukan dengan
mempromosikan kesempatan kerja penuh dan perubahan teknologi. Robert A. Mundel
juga disebut sebagai peletak dasar “ekonomi sisi penawaran” Mundel menawarkan
penggunaan kombinasi kedua kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan moneter
dilakukan dlm bentuk kebijakan uang ketat untuk membendung inflasi. Kebijakan
fiskal dilaksanakan dengan menggunakan program pengurangan pajak untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.

C. Program Penurunan Pajak dan Anggaran Berimbang


Kebijaksanaan yang dilancarkan negara-negara penghasil minyak yang tergabung
dalam OPEC telah menggoncang perekonomian Amerika Serikat dua kali. Goncangan
pertama terjadi pada tahun 1973/1974. Pada goncangan pertama ini harga-harga
minyak naik sampai empat kali lipat dalam sekejap. Akibatnya perekonomian di
negara-negara Industri mengalami resesi yang sangat parah, terburuk sesudah depresi
besar-besaran tahun 30-an. Goncangan kedua terjadi tahun 1979/1980, juga oleh
kenaikan harga-harga minyak. Akibat dari goncangan tersebut hargaharga jadi naik,
dan inflasi melambung. Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk peningkatan output nasional sekaligus membuka kesempatan kerja serta
menekan laju inflasi, cara yang dianjurkan untuk ditempuh cukup banyak, antara lain:
1. mendorong masayarakat untuk lebih rajin menabung ;
2. menurunkan tingkat pajak;
3. mendorong masyarakat untuk lebih berani mengambil resiko dalam berusaha ;
4. mendorong mobilisasi angkatan kerja, dan
5. mendorong masyarakat untuk lebih banyak bekerja di sektor riil.

Aliran sisi penawaran percaya bahwa pemotongan pajak tidak akan


menyebabkan berkurangnya pro-duksi nasional, tetapi justru akan meningkatkannya.
Aliran sisi penawaran percaya bahwa program pemotongan pajak akan
menguntungkan semua pihak. Pekerja memeperoleh pendapatan sesudah pajak
(income after tax) yg lbh tinggi. Pemerintah juga memperoleh penerimaan total pajak
yg juga lebih besar. Jam kerja yg lama berarti output nasio-nal akan meningkat, &
perekonomian akan berkembang.

BAB XV

ALIRAN RATEX (RATIONAL EXPECTATIONS)

Rational expectation artinya harapan tambahan, Pada tahun 70an dan 80an
kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi yang sesuai dengan ajaran Keynes telah gagal total
dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi. Kegagalan tersebut menimbulkan pemikiran
ekonomi baru yang disebut aliran gelombang baru (New Wave). Aliran ini meninjau kembali
premi-premi yang digunakan kubu Keynesian (orang-orang yang mengikuti ajaran Keynes)
yaitu perlunya campur tangan pemerintah seperti penerapan kebijaksanaan dan pengaruh
ekspektasi terhadap pola konsumsi masyarakat. Ratex memberi pengaruh terhadap dunia
karena ajaran Ratexlah yang mencetuskan ide bahwa perekonomian diserahkan kepada
mekanisme pasar dan itu memberi pengaruh terhadap program-program ekonomi dunia.
Ratex telah berjasa mempertajam penggunaan dasar-dasar teori mikro dan model-model
mekanisme pasar bebas ke dalam analisis makro. Pendekatan keseimbangan ekspektasi
rasional dibangun dengan tujuan agar semua teori-teori makro didasarkan pada teori-teori
mikro yang kokoh.

Tokoh-tokoh Ratex cukup banyak antara lain :

1. Robert Lucas dari University of Chicago


2. Thomas Sargeant
3. Neill Wallace dari University of Minnesota
4. Roberto Barro dari University of Rochester
5. Leonard Rapping
6. Edward Prescott
7. David Begg
8. Steven Sheffrin
9. John Muth
Kritik Terhadap Ekspetasi Rasional

Sebagai suatu pendekatan baru dalam makroekonomi, ekspektasi rasional tidak lepas dari
berbagai kritik, baik yang lunak maupun yang sangat keras. Case mengatakan bahwa
pertanyaan kunci yang berkenaan dengan ekspektasi rasional ini adalah : Seberapa
realistisnya asumsi yang dibangun dari model ekspektasi rasional? Jika asumsi tersebut
memprediksi bagaimana ekspektasi tersebut dibentuk, maka perlu dipertanyakan apabila
terjadi kesalahan ekspektasi yang justru menimbulkan ketidakseimbangan. Dari sudut
makroekonomi, argumen-argumen yang mendukung ekspektasi rasional cenderung persuasif.

Ekspektasi rasional terlalu menuntut rumah tangga dan perusahaan mengetahui


berbagai informasi terlalu banyak. Tidak realistis untuk menganggap unit pengambilan
keputusan dasar untuk mengetahui informasi sebanyak yang dituntut. Orang harus
mengetahui model yang benar (atau sekurang-kurangnya perkiraan yang baik tentang model
yang benar). Walaupun asumsi ekspektasi rasional itu tampaknya konsisten dengan dalil
mikroekonomi tentang maksimalisasi utility dan maksimalisasi profit, asumsi ekspektasi
rasional itu dinilai sangat ekstrim.

Michel Carter (1984) mengkritik sangat keras keberadaan ekspekatasi rasional ini. Ia
mengatkan bahwa teori ekspektasi rasional sebagai “sangat tidak masuk akal”, karena
dianggap tidak realistis. Kritik Carter ini berkaitan dengan empat hal pokok, yaitu : Individu
yang rasional, argumentasi tentang pemerintah yang jujur, eksploitasi terhadap seluruh
kesempatan untuk memperoleh profit, Hanya sebagian perusahaan membutuhkan rasionalitas
tertentu, bukan teori yang kompeten.

Anda mungkin juga menyukai