Anda di halaman 1dari 4

Ilmu ekonomi

 Halaman
 Pembicaraan

 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat

Perkakas












Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Transaksi di bursa saham New York

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan
menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya
terbatas.[1] Permasalahan tersebut kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.

Adam Smith diakui sebagai bapak dari ilmu ekonomi

Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata berbahasa Yunani οἶκος (oikos) yang berarti
"keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara
garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga".[2]
Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan
konsep ekonomi dan data dalam bekerja.[3]

Secara umum, subjek dalam ekonomi dapat dibagi dengan beberapa cara, yang paling
terkenal adalah mikroekonomi versus makroekonomi. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa
dibagi menjadi deskriptif versus normatif, arus-utama versus heterodoks, dan lainnya.
Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan
pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang
moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik,
kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya.[4] Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya
ekonomi — seperti yang telah disebutkan di atas — adalah ilmu yang mempelajari pilihan
manusia. Banyak teori yang dipelajari dalam ilmu ekonomi diantaranya adalah teori pasar
bebas,[5] teori lingkaran ekonomi,[6] tangan tak terlihat, [7] daya tahan ekonomi,[8]
merkantilisme,[9] Bretton Woods, dan sebagainya.

Ada sebuah peningkatan kecenderungan untuk mengaplikasikan ide dan metode ekonomi
dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisis ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam
berbagai bidang di mana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. misalnya bidang pendidikan,
pernikahan, kesehatan, hukum, kriminal, perang, dan agama. Gary Becker dari University of
Chicago adalah seorang perintis trend ini.[10] Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa
ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya
ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia. Pendapatnya ini
kadang-kadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.
Banyak ahli ekonomi arus-utama merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang ada
sudah cukup untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu ekonomi akan
mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya; walaupun menurut pendapat
kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut malah merusak konsep yang benar sehingga
tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini menimbulkan pertanyaan "apa seharusnya
dilakukan para ahli ekonomi?" The traditional Chicago School, with its emphasis on
economics being an empirical science aimed at explaining real-world phenomena, has
insisted on the powerfulness of price theory as the tool of analysis. On the other hand, some
economic theorists have formed the view that a consistent economic theory may be useful
even if at present no real world economy bears out its prediction.

Sejarah perkembangan ilmu ekonomi


Adam Smith sering disebut sebagai yang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada abad
18 sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui tulisannya yang berjudul
Wealth of Nations, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di
Eropa.[11] Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang
tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments.[12] Dalam bukunya, Smith menyatakan
bahwa dengan adanya kebijaksanaan dan keadilan, maka suatu masyarakat dapat bertahan.
Hal ini merupakan pendekatan yang terbentuk dari reaksinya terhadap paham perdagangan
bebas yang ia tuliskan dalam buku sebelumnya. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi
kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti Alfred Marshall, J.M. Keynes,
Karl Marx, hingga peraih hadiah Nobel bidang Ekonomi tahun 2006, Edmund Phelps.

Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa
yang disebut sebagai aliran klasik.[13] Aliran ini menyatakan bahwa ekonomi merupakan
sesuatu yang mengatur dirinya sendiri. Aliran ini mempercayai adanya mekanisme yang
selalu membawa ekonomi kembali ke kesetimbangan pendapatan nasional. Adam Smith ini
menekankan adanya invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh
karenanya peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. [7]
Konsep invisble hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga
sebagai instrumen utamanya dalam buku The Wealth of Nations dan para filantrop dalam
buku The Theory of Moral Sentiments. [14] Perkembangan dalam pemikiran ini juga
berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Marx dan Friedrich
Engels, serta aliran institusional yang pertama dikembangkan oleh Thorstein Veblen dkk dan
kemudian oleh peraih nobel Douglass C. North.

Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar tahun 1930-an yang
menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham.[15] Sebagai
penanding aliran klasik, Keynes mengajukan teori dalam bukunya General Theory of
Employment, Interest, and Money yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu
menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar
distribusi sumber daya mencapai sasarannya.[16] Dua aliran ini kemudian saling "bertarung"
dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya seperti: new
classical, neo klasik, new keynesian, monetarist, dan lain sebagainya.

Adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1950an, membuka topik baru bagi para
ekonom. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh konsumsi massal membuat beberapa
ekonom melakukan studi mengenai hal tersbut. Salah satu ekonom yang dikenal dengan
materi ini adalah John Kenneth Galbraith. Dalam bukunya yang berjudul The Affluent
Society, ekonom ini menjelaskan bagaimana Amerika Serikat bertumbuh menjadi negara
yang makmur dibentuk oleh usaha swasta, sementara sektor publiknya mengalami
ketertinggalan.[17] Selanjutnya di negara-negara lain, sistem ini kemudian disebut sebagai
kapitalisme sosial. Akhir abad ke-20 menuju ke abad ke-21 menunjukkan perkembangan
yang bergerak di sekitar masyarakat pascaindustri. Mengikuti perkembangan ini, muncul
studi baru yakni Ekonomi pascaindustri. Dalam studi ini, ekonom mencari tahu bagaimana
dampak ekonomi yang diperihatkan oleh perubahan sosial-masyarakat.[18]

Metodologi
Sering disebut sebagai The queen of social sciences, ilmu ekonomi telah mengembangkan
serangkaian metode kuantitatif untuk menganalisis fenomena ekonomi. Jan Tinbergen pada
masa setelah Perang Dunia II merupakan salah satu pelopor utama ilmu ekonometri, yang
mengkombinasikan matematika, statistik, dan teori ekonomi.[19] Kubu lain dari metode
kuantitatif dalam ilmu ekonomi adalah model General equilibrium (keseimbangan umum),
yang menggunakan konsep aliran uang dalam masyarakat, dari satu agen ekonomi ke agen
yang lain.[20] Dalam metode ini ekonomi dianalisa sebagai suatu hal yang utuh dan tidak
melihat hal tersebut sebagai suatu partikel khusus, seperti suatu pasar tertentu. Dua metode
kuantitatif ini kemudian berkembang pesat hingga hampir semua makalah ekonomi sekarang
menggunakan salah satu dari keduanya dalam analisisnya. Di lain pihak, metode kualitatif
juga sama berkembangnya terutama didorong oleh keterbatasan metode kuantitatif dalam
menjelaskan perilaku agen yang berubah-ubah.

Lihat pula
 Sejarah teori ekonomi
 Inflasi
 Bank sentral
 Ekonomi Indonesia
 Ekonomi Internasional
 Ekonomi Pertahanan

Catatan kaki

Anda mungkin juga menyukai