Aset merupakan sumber daya yang memiliki peran penting bagi pemerintah pusat. Dengan
pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang tepat dan memadai, pemerintah berpotensi
memperoleh salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di tengah kondisi
pandemi, tentu penguatan sumber pendapatan negara menjadi hal yang sangat diperhatikan
pemerintah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam
Pasal 42 Hal Pengelolaan Barang Milik Negara dinyatakan bahwa:
Setiap kementerian/lembaga selaku pengguna barang memiliki tanggung jawab penuh dalam
pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya. Seluruh tahapan pengelolaan BMN,
mulai dari perencanaan hingga penghapusan harus dipenuhi secara memadai dan responsible.
Di antara tahapan yang dimaksud, terdapat proses yang seringkali dilalaikan ataupun tidak
dijalankan secara memadai oleh pengguna barang yaitu pengamanan dan pemeliharaan serta
pengawasan dan pengendalian.
Apabila dalam proses peradilan pihak kementerian/lembaga tidak dapat menunjukkan bukti
kepemilikan yang sah, maka kemungkinan aset tersebut akan dimenangkan oleh pihak ketiga
menjadi lebih besar. Hal tersebut turut menimbulkan hilangnya potensi pemanfaatan BMN
atas aset sehingga potensi PNBP juga dapat hilang. Efek domino inilah yang harus
diwaspadai agar tidak menimbulkan permasalahan baru dalam pengelolaan BMN.
Permasalahan sengketa BMN menjadi issue strategis bagi Kementerian/Lembaga karena hal
ini memiliki keterkaitan dengan banyak hal, tidak hanya aspek potensi kerugian negara dan
potensi hilangnya PNBP namun dapat berdampak pada kualitas Laporan Keuangan
kementerian/lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Hasil
temuan BPK menjadi sinyal bahwa BMN sengketa berpotensi menjadi penghambat opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sehingga sudah seharusnya menjadi salah satu prioritas
dalam upaya tindak lanjut penyelesaiannya.
Penyebab
Dari hasil pengumpulan data tindak lanjut penyelesaian aset sengketa sebagai bagian dari
tindak lanjut temuan BPK dan juga hasil koordinasi dengan Kementerian/Lembaga, diperoleh
hasil bahwa munculnya aset sengketa disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut :
Rekomendasi Kebijakan
Dari uraian permasalahan dimaksud, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian dan
kepatuhan kementerian/lembaga sebagai pengguna barang atas peraturan terkait pengamanan
dan pengawasan serta pengendalian BMN masih rendah. Dalam rangka perbaikan tata Kelola
BMN, permasalahan tersebut harus segera diatasi dengan menerapkan beberapa solusi bagi
pengguna barang diantaranya sebagai berikut :
a. Membentuk tim kelompok kerja optimalisasi aset tingkat K/L
Tim pokja optimalisasi aset ini diketuai oleh pejabat yang memegang kewenangan
sebagai pengguna barang yang beranggotakan perwakilan seluruh satuan kerja vertikal.
Tim ini memiliki tugas dan fungsi diantaranya :
1) Mengamankan fisik atas seluruh BMN yang belum terdapat pembatas pagar, papan
nama, dan sebagainya. Selain itu, dilakukan mapping terhadap BMN dengan potensi
okupasi yang tinggi dengan parameter lokasi strategis, nilai BMN yang tinggi, serta
yang tidak didukung oleh bukti kepemilikan maka diberikan tanggungjawab PIC
khusus untuk mengawasi aset secara periodik untuk mengantisipasi penguasaan
pihak lain.
2) Melakukan pengamanan fisik atas BMN idle, menyusun rekomendasi pengelolaan
BMN idle, termasuk melaporkannya kepada pengelola barang. Hal ini sebagai solusi
atas tidak optimalnya pengelolaan BMN idle pada satuan kerja.
3) Menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian sebagai tindak lanjut persetujuan
pengelolaan BMN. Lalu atas BMN yang telah dikuasai pihak lain, tim pokja
bertugas mengadakan mediasi secara bertahap sebagai upaya penyelesaian.
4) Melakukan pengelolaan arsip atas dokumen kepemilikan secara memadai yang
didukung Sistem Informasi sehingga dapat diakses oleh seluruh anggota Tim Pokja.
5) Terkait dengan pensertipikatan BMN, tim pokja melakukan mapping atas BMN belum
bersertipikat dan segera berkoordinasi dengan KPKNL untuk dapat masuk dalam
daftar nominatif. Dengan upaya penerbitan pensertipikatan BMN maka akan
bermanfaat bagi Kementerian/Lembaga apabila terdapat proses peradilan atas BMN
dimaksud.
Bila berkas pengaduan sudah dilaporkan, maka selanjutnya sudah menjadi
wewenang bagian pertanahan untuk mengumpulkan beberapa data autentik. Bagian
pertanahan harus mencari tahu tanah yang menjadi sengketa dari bentuk fisik hingga
pendukung lainnya yang mungkin akan dibutuhkan sebagai bahan selanjutnya.
b. Berkoordinasi dengan pengelola barang untuk melakukan pembinaan secara intensif dan
berkala kepada tim pokja guna mewujudkan pemahaman yang sama mengenai
pengelolaan BMN khususnya terkait pengamanan dan wasdal.
c. Memperkuat fungsi APIP sebagai layer pertama dalam proses penelaaahan perencanaan
kebutuhan. Dalam praktiknya, masih sering dijumpai usulan pengadaan maupun
pemeliharaan dari Pengguna Barang yang disetujui APIP walaupun tidak sesuai dengan
perhitungan SBSK. Hal ini semestinya dapat dihindari dengan memberikan pendalaman
pemahaman kepada APIP oleh pengelola barang dalam melakukan penelaaahan. Apabila
fungsi perencanaan berjalan efektif maka potensi adanya BMN idle dapat ditekan yang
turut mengurangi potensi munculnya lahan sengketa.
Upaya perbaikan tata kelola BMN secara menyeluruh tidak dapat dilakukan apabila tidak
terdapat sinergi dan kerjasama antara pihak pengguna barang dan pengelola barang. Untuk
itu, dalam membangun sinergitas diperlukan sebuah pemahaman yang sama akan pentingnya
pengelolaan BMN dalam kaitannya dengan peradaban bangsa kedepannya. Perbaikan kualitas
laporan keuangan Kementerian/Lembaga juga menjadi salah satu sasaran utama yang harus
diwujudkan seluruh pemangku kepentingan. Munculnya lahan sengketa merupakan
permasalahan sulit namun sangat mungkin untuk diantisipasi.
Ditulis oleh Pranadhitya Putra Priambogo/Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Mamuju