Anda di halaman 1dari 3

Optimalisasi Aset Terindikasi Idle Melalui Alih Status Penggunaan (kemenkeu.go.

id)
Optimalisasi Aset Terindikasi Idle Melalui Alih Status Penggunaan
Irfan Rachmat Devianto
Kamis, 24 Februari 2022 | 247 kali

Optimalisasi Aset Terindikasi Idle Melalui Alih Status Penggunaan,

Studi Kasus Pelaksanaan Alih Status Tanah Bangunan Kantor Eks Perwakilan BPKP Cirebon

Permasalahan Optimalisasi BMN


Optimalisasi aset merupakan proses kerja dalam pengelolaan aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Optimalisasi pemanfaatan aset adalah hubungan antara kegunaan
layanan dan imbalan keuntungan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa optimalisasi adalah pengoptimalan
pemanfaatan potensi dari sebuah aset yang dapat menghasilkan manfaat yang lebih atau mendatangkan pendapatan.

Menurut Siregar (2004) bahwa optimalisasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset
availability), memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization), dan meminimalkan biaya kepemilikan (minimize cost of
ownership). Untuk mengoptimakan suatu aset dapat dilakukan melalui Highest and Best Use Analysis, Siregar (2004). Hal ini dapat
dilakukan dengan meminimalisasi atau menghilangkan hambatan atau ancaman atas pengelolaan aset-aset tersebut. Sehingga
optimalisasi dari suatu aset yang berstatus idle capacity bisa dilakukan.

Optimalisasi BMN menjadi suatu hal yang penting untuk dicapai dengan berbagai alasan. Pertama tentu saja berangkat dari tujuan
diadakannya BMN untuk menunjang tugas dan fungsi instansi pemerintah (Kementerian/Lembaga (K/L)), BMN harus dapat
digunakan seoptimal mungkin dalam melaksanakan fungsi pelayanan, administrasi dan fungsi lainnya sesuai bidang tugas instansi
yang menguasai dan menggunakan BMN. Kedua, berkaitan dengan definisi BMN yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, maka penggunaan BMN harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sehingga harus dilakukan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Ketiga, Optimalisasi
BMN tidak hanya dicapai melalui penggunaan sesuai tugas dan fungsi instansi atau K/L yang menguasainya karena pada
kenyataannya banyak terdapat pada instansi pemerintah, BMN yang dimilikinya melebihi kebutuhan BMN yang diperlukan untuk
menunjang tugas dan fungsinya.

Alasan-alasan yang dikemukakan didepan menjadikan optimalisasi BMN menjadi tuntutan untuk menghindari BMN menganggur,
mangkrak atau idle. Dalam suatu kesempatan menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani pernah mengatakan, “Barang Milik
Negara itu mencerminkan bagaimana peradaban suatu negara. Hal ini juga mampu mencerminkan kemampuan suatu negara untuk
merencanakan dengan baik dan mencerminkan bagaimana suatu kementrian dan lembaga pemerintahan mampu meng-execute
suatu pembangunan dengan baik. Selain itu, hal ini mampu mencerminkan peradaban dari suatu bangsa untuk menghagai apa yang
telah dibangun sendiri. Dari BMN juga akan diketahui attitude value dan attitude character suatu bangsa.
(https://feb.ugm.ac.id/id/berita/2458-manajemen-barang-milik-negara-cermin-peradaban-bangsa).

Rumusan Masalah /Kondisi Aset Tanah Bangunan Kantor Eks BPKP Cirebon
Berdasarkan hasil pengawasan dan pengendalian atau wasdal yang dilakukan KPKNL Cirebon, terdapat beberapa penggunaan
BMN pada Satuan Kerja K/L banyak yang kurang optimal. Beberapa tanah bangunan tidak digunakan sesuai peruntukannya dan
terkadang tidak tergunakan alias mangkrak sehingga akhirnya kondisinya menjadi rusak.

Tulisan kali ini mengambil contoh kasus keberhasilan proses alih status aset eks kantor Badan Pemeriksa Keuangan dan
pembangunan (BPKP) Cirebon yang berada di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Cirebon. Reorganisasi dalam tubuh satuan kerja
BPKP pada tahun 2000 menyebabkan banyaknya penggabungan beberapa kantor perwakilan di Kota ke Kantor Perwakilan BPKP di
ibukota Provinsi salah satunya perwakilan yang berada di Kota Cirebon. Hal ini mengakibatkan banyaknya aset idle yang dimiliki oleh
BPKP. Salah satu aset eks milik BPKP perwakilan Cirebon adalah Tanah dan Bangunan Kantor di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo.
Pada awalnya setelah adanya reorganisasi di tubuh BPKP aset tersebut dialih statuskan kepada Kementerian Keuangan cq. Kantor
Pajak Pratama Cirebon Satu.

Aset eks kantor Badan Pemeriksa Keuangan dan pembangunan (BPKP) Cirebon yang berada di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Kota Cirebon, oleh Kantor Pajak Pratama Cirebon sejak beberapa tahun terakhir tidak dipergunakan lagi dan dapat dikatakan
mangkrak atau idle dan tidak terpelihara. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016, kriteria BMN
dikatakan idle yaitu apabila BMN dalam penguasaan Pengguna Barang tersebut tidak digunakan atau digunakan tetapi tidak sesuai
dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Pengecualian BMN tidak termasuk dalam kriteria BMN idle apabila telah
direncanakan untuk digunakan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan sebelum berakhirnya tahun kedua sejak BMN
terindikasi idle atau telah direncanakan untuk dimanfaatkan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak BMN terindikasi idle.
Pada tahap pertama setelah adanya informasi dari hasil wasdal, maka terhadap aset yang terindikasi idle di KPP Pratama Cirebon
Satu tersebut, maka sesuai Peraturan, KPKNL Cirebon selaku Pengelola Barang menyampaikan surat permintaan klarifikasi tertulis
kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang. KPKNL yang dalam kasus ini mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada
KPP Pratama Cirebon satu selaku Kuasa Pengguna Barang. Sejak terbitnya surat permintaan klarifikasi tertulis dari KPKNL Cirebon
selaku Pengelola Barang tersebut maka aset Eks Kantor BPKP Cirebon milik KPP Pratama Cirebon Satu statusnya menjadi BMN
terindikasi idle.

Alih Status Penggunaan sebagai upaya optimalisasi Penggunaan BMN


Optimalisasi penggunaan diperoleh antara lain mengusahakan dan meningkatkan nilai guna BMN yang semaksimal mungkin.
Prinsip optimalisasi aset harus diterapkan. Secara prinsip BMN seharusnya digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, akan
tetapi ketika aset tersebut tidak digunakan oleh pemerintah, maka bisa dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang
yang lain. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 menyebutkan Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari
Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola
Barang.

Kegiatan pengalihan status penggunaan BMN merupakan salah satu upaya optimalisasi penggunaan BMN supaya tujuan dari
diadakannya BMN tidak melenceng yaitu dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Optimalisasi BMN melalui alih status sangat
dipengaruhi adanya kesadaran dari Pengguna barang terutama yang memilki aset berlebih tetapi penggunaannya tidak optimal atau
bahkan idle. Selain itu juga merupakan salah satu bukti efektifnya kegiatan Pengawasan dan Pengendalian yang dilakukan oleh
Pengelola Barang terhadap pelaksanaan penggunaan BMN oleh Pengguna Barang.

Permohonan Alih Status dari Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon


Kebutuhan BMN pada suatu satker kadang berlebih namun di sisi lain terdapat satker yang bahkan tidak memiliki bangunan kantor
sendiri untuk menyelenggarakan tugas dan fungsinya, sebagai contoh adalah Kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon (KPU).
Kantor KPU Kota Cirebon selama ini menggunakan bangunan Gedung eks Karikpa di Jalan Yos sudarso No. 6 Kota Cirebon milik
Kantor KPP Pratama Cirebon Satu dengan mekanisme penggunaan sementara dengan persetujuan dari Pengelola Barang (KPKNL
Cirebon). Menyikapi kondisi tersebut, Komisi berinisiatif mengajukan permohonan alih satus penggunaan BMN yang dipakai saat ini
kepada KPKNL Cirebon setelah berkoordinasi sebelumnya dengan KPP Pratama Cirebon Satu.

Pengalihan status penggunaan dilakukan antar Pengguna Barang setelah terdapat permohonan dari Pengguna Barang lama dan
disetujui oleh Pengelola Barang. Atas hal tersebut, KPKNL Cirebon meminta KPU Kota Cirebon selaku Kuasa Pengguna Barang
memohon kepada Komisi Pemilihan Umum Pusat selaku Pengguna Barang untuk mengajukan permohonan alih status penggunaan
BMN kepada Menteri Keuangan selaku Pengguna Barang.

Proses alih status dari Kementerian Keuangan kepada Komisi Pemilihan Umum tidak serta merta berjalan dengan lancer. Pada
kesemptan rapat pembahasan bahkan diperoleh kesimpulan yang intinya permohonan alih status dari KPU tidak disetujui oleh
Kementerian Keuangan sebagai pemilik barang dengan pertimbangan masih akan dipergunakan untuk kegiatan yang menunjang
tugas dan fungsi KPP Pratama Cirebon Satu. Sebagai alternatif Setjend Kementerian Keuangan menawarkan aset tanah dan
bangunan eks BPKP yang berada di Jalan Wahidin Sudirohusod yang kondisinya tidak sedang digunakan alias idle. Hal ini sekaligus
menjawab surat klarifikasi dari KPKNL Cirebon terkait status aset dimaksud.

Menindaklanjuti hasil rapat, KPU Pusat mengajukan kembali permohonan alih status penggunaan kepada Kementerian Keuangan
atas aset Tanah dan Bangunan eks Kantor Perwakilan BPKP Cirebon. Permohonan tersebut secara prinsip Kemenkeu bersedia
mengalih statuskan aset dimaksud dan sesuai ketentuan mengajukan persetujuan alih status penggunaan kepada Pengelola Barang
dalam hal ini KPKNL Cirebon.

Persetujuan Alih Status Penggunaan dari Pengelola Barang


Pada tanggal 22 Februari 2021, Permohonan Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Negara dari Kementerian Keuangan c.q.
KPP Pratama Cirebon Satu kepada Komisi Pemilihan Umum atas aset tersebut disetujui KPKNL.

Terbitnya persetujuan alih status penggunan atas aset Kementerian Keuangan berupa tanah bangunan di Jalan Wahidin
Sudirohusodo tersebut harus segera ditindaklanjuti dengan:
1. Kementerian Keuangan segera melakukan serah terima Barang Milik Negara kepada Komisi Pemilihan Umum, yang dituangkan
dalam Berita Acara Serah Terima, paling lama 1 (satu) bulan sejak keputusan alih status penggunaan Barang Milik Negara ditetapkan.
2. Kementerian Keuangan melakukan penghapusan atas Barang Milik Negara yang dialihkan status penggunaannya kepada
Kementerian Pemilihan Umum dari Daftar Barang pada Pengguna Barang dengan menetapkan keputusan penghapusan Barang Milik
Negara paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal Berita Acara Serah Terima.
3. Komisi Pemilihan Umum segera melakukan input aset tersebut ke dalam Daftar Barang pada Pengguna Barang dan mengajukan
penetapan status penggunannya ke KPKNL Cirebon.
Dengan beralihnya status penggunaan BMN otomatis tanggungjawab pengelolaan BMN beralih kepada Komisi Pemilihan Umum dan
diharapkan segera menyusun perencanaan penggunaan atas dimaksud agar stigma idle yang sebelumnya menempel segera hilang
berganti dengan adanya peruntukan yang lebih bermanfaat.

Penutup
Optimalisasi BMN menjadi suatu hal yang penting untuk dicapai dengan berbagai alasan. Pertama tentu saja berangkat dari tujuan
diadakannya BMN untuk menunjang tugas dan fungsi instansi pemerintah (Kementerian/Lembaga (K/L)), BMN harus dapat
digunakan seoptimal mungkin dalam melaksanakan fungsi pelayanan, administrasi dan fungsi lainnya sesuai bidang tugas instansi
yang menguasai dan menggunakan BMN. Kedua, berkaitan dengan definisi BMN yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, maka penggunaan BMN harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sehingga harus dilakukan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Ketiga, Optimalisasi
BMN tidak hanya dicapai melalui penggunaan sesuai tugas dan fungsi instansi atau K/L yang menguasainya karena pada
kenyataannya banyak terdapat pada instansi pemerintah, BMN yang dimilikinya melebihi kebutuhan BMN yang diperlukan untuk
menunjang tugas dan fungsinya.

Beberapa catatan penting yang perlu diperlu diperhatikan dalam upaya optimalisasi BMN untuk menghidari adanya aset yang tidak
tergunakan, magkrak atau idle, antara lain:
1. Peran Pengelola Barang dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN pada Pengguna/
Kuasa Pengguna Barang.
2. Kesadaran Pengguna Barang untuk mematuhi ketentuan peraturan yang mengatur pengelolaaan BMN terutama atas BMN dibawah
penguasaannya yang terindikasi idle.
3. Kepentingan dan kebermanfaatan yang lebih besar untuk kepentingan umum harus lebih dikedepankan dengan menghilangkan
ego sektoral terutama pada penguasaan atas suatu aset dengan bersedia melepaskan ke institusi lain yang lebih membutuhkan
sebagai contoh kasus dalam alih status BMN di atas.
4. Pengalihan status penggunaan BMN menjadi alternative dalam optimalisasi penggunaan BMN untuk menghindari adanya aset
yang idle.

(Penulis: Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara)

DAFTAR PUSTAKA
Siregar, Doli D. 2004. Manajemen aset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak Digunakan
Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga.
Wheni, Manajemen Barang Milik Negara: Cermin Peradaban Bangsa, diakses 18 Juli 2020 dari https://feb.ugm.ac.id/id/berita/2458-
manajemen-barang-milik-negara-cermin-peradaban-bangsa

Anda mungkin juga menyukai