Anda di halaman 1dari 6

Muhammad Ali Pasha

adalah seorang tokoh pembaruan di Mesir yang masih keturunan dari


Turki. Ia lahir di Kawalla, Yunani pada tahun 1765 dan meninggal tahun
1849 di Mesir.[1] Ayahnya adalah seorang pedagang dan dapat dikatakan
bahwa Muhammad Ali lahir dalam keadaan keluarga tidak mampu
sehingga ia tidak pernah mengenyam pendidikan yang menjadikannya
sebagai orang yang ummi (tidak dapat baca tulis).[butuh rujukan] Tetapi tidak
ada yang menyangka dengan latarbelakang yang seperti ini, ia mampu
menjadi panglima dan tokoh pembaruan sekaligus pendiri negara Mesir
modern.[butuh rujukan]

Dari keadaan Muhammad Ali Pasya yang demikian membuat ia menjadi


seorang pemuda yang giat bekerja dan cakap. Sifat kecakapannya
membuat ia lebih dikenal bahkan disayangi oleh gubernur Ustman. [butuh
rujukan]
Kecakapannya itu mulai muncul ketika ia berumur dewasa dan
bekerja sebagai pemungut pajak. Dari kecakapan dan kesungguhannya
dalam menjalankan amanat sebagai pemungut pajak, gubernur Utsmani
mengambilnya sebagai seorang menantu.[butuh rujukan] Setelah diambil menjadi
menantu, ia ditugaskan menjadi seorang wakil perwira yang memimpin
pasukan militer untuk menggempur pasukan Prancis dan berhasil.[2]

Ketika Muhammad Ali Pasya berhasil mengusir pasukan Napoleon


sehingga pasukan Prancis meninggalkan Mesir tahun 1801. Ia berisiatif
untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh Napoleon,
tetapi terjadi perebutan untuk mengisi kekosongan tersebut antara lain
adalah Khursyid Pasya (pimpinan kaum mamluk) yang datang dari
Istanbul, Turki, yang sebelumnya kaum mamluk pergi meninggalkan
Mesir karena diperangi dan dikejar-kejar oleh pasukan Napoleon dan
dipihak kedua adalah Muhammad Ali Pasya.[3]

Muhammad Ali Pasya menggunakan siasat mengadu domba antara


pimpinan kaum mamluk dengan rakyat Mesir. Dengan siasatnya ini, ia
berhasil menghasud rakyat Mesir agar benci terhadap kaum mamluk dan
dari kebencian rakyat Mesir inilah yang dimanfaatkan oleh Muhammad
Ali untuk mengambil simpati rakyat Mesir yang akhirnya membawanya
menjadi penguasa Mesir. Akhirnya pada tahun 1805 M, rakyat Mesir
mengangkatnya sebagai Gubernur Mesir.[4] Sebenarnya keberhasilan
Muhammad Ali menjadi pemimpin di Mesir tidaklah hanya karena siasat
adu dombanya melainkan ia membohongi dengan menyerang sekaligus
mengepung pasukan Sultan yang dikirim kepadanya. Invasi Prancis yang
juga melemahkan antara Mesir dan Utsmaniyah. [5] Akhirnya Muhammad
Ali berhasil berkuasa didaerahnya dengan memproklamirkan dirinya
sebagai Pasya.

Kehidupan awal

Muhammad Ali Pasya lahir di kota Kavala, Provinsi Makedonia yang kini
di barat Yunani, pada tahun 1769 dari keluarga Albania. [6][7][8][9][10] Asal
keluarga itu konon dari Korçë, di Albania.[11][12] Ayahnya bernama Ibrahim
Agha, yang memimpin sejumlah unit kecil prajurit guna menjaga jalanan
yang ada di negerinya itu.[13] Kononlah pula ayah Muhammad Ali ini
berjualan tembakau dan juga merupakan seorang saudagar.[14][15]

Menjadi Gubernur Mesir


Muhammad Ali Pasya berkuasa sekitar tahun 1804-1849. Langkah
pertama yang dilakukannya adalah dengan menyingkirkan para pemimpin
yang menentang kebijakannya dengan memecatnya bahkan sampai
membunuhnya. Tidak hanya menyingkirkan para pemimpin yang
menentangnya, ia juga menyingkirkan dan kemudian membasmi kaum
mamluk. Genosida terhadap kaum mamluk ini dikarenakan Muhammad
Ali Pasya mendengar adanya isu-isu yang berisi rencana pembunuhan
terhadapnya yang akan dilakukan kaum mamluk.[16] Dalam sebuah cerita
disebutkan bahwa ia menggunakan perangkap untuk membasmi kaum
mamluk dengan cara mengundang mereka dalam acara pesta di istana. [note
Ketika semua kaum mamluk hadir didalam istana, Muhammad Ali
1]

memerintahkan penjaga istana untuk menutup gerbang dan akhrinya


semua kaum mamluk yang berjumlah 470 orang dibantai disana. Menurut
sejarah versi Philip K. Hitti, kaum mamluk dibantai diatas bukit dekat
dengan istana.[17] Hanya seorang saja yang selamat dari peristiwa
pembantaian itu.[note 2]

Mendengar adanya seorang mamluk yang selamat, Muhammad Ali Pasya


mengirimkan pasukan untuk mengejarnya. Sebagian kaum mamluk di
Turki selamat dengan berpindah ke Sudan tetapi kaum mamluk yang
berada di Mesir habis tidak tersisa. Setelah semua saingannya telah
tersingkirkan, maka mulailah Muhammad Ali Pasya fokus dalam
kepemimpinannya dengan cara diktator. Kediktatorannya tampak dalam
keputusan-keputusan dan programnya yang merujuk kepada secularism
dan kegiatan Muhammad Ali Pasya menumpas semua syaikh dan
akademisi yang melawannya yang terjadi pada tahun 1809 dan 1813.[18]
Pada tahun 1811, Muhammad Ali melakukan ekspansi ke wilayah Saudi
Arabia dengan mengirimkan pasukannya dengan misi utama adalah
memerangi Wahabi.[19] Penyerangannya terhadap Wahabi dilakukannya
karena ia takut gerakan tersebut akan mengancam kedaulatan Turki
Ustmani sebagai pelindung kota Suci Makkah dan Madinah. Kemudian
pada tahun 1822 pasukan Muhammad Ali bergabung dengan pasukan
Turki Utsmani yang masing-masing menaklukan wilayah Creta dan
berhasil mendudukinya tahun 1822 dan 1824. Muhammad Ali melanjutkan
ekspansinya ke Navarino tetapi akhirnya dikalahkan oleh pasukan Prancis-
Inggris-Rusia pada tahun 1827.[20] Setelah menerima kekalahan di
Navarino Muhammad Ali pun menginstruksikan pasukannya untuk
mundur dan kembali menjaga kedaulatan Mesir.

Sekularisme yang diterapkan Muhammad Ali Pasya tampak dalam


sikapnya yang tidak menghiraukan nasihat-nasihat pada ‘ulama’ Mesir
tentang hukum shari’ah dalam masalah pemerintahan. Meskipun
Muhammad Ali tidak menaati dan menghiraukan fatwa atau pendapat
‘ulama’, ia malah mengikuti para ‘ulama’ dalam menerapkan konsep
shari’ah, moral dan lain sebagainya dalam Pendidikan formal di Mesir. [21]
Muhammad Ali membiarkan konsep shari’ah dan moral diaplikasikan dan
diimplementasikan dalam pendidikan.

Dalam konsep pembaruan Muhammad Ali Pasya, ia menerapkan


pendidikan militer karena ia percaya bahwa kekuasaannya dapat bertahan
dengan adanya kekuatan militer. Kolonel Steve ditugaskan oleh
Muhammad Ali untuk membangun angkatan bersenjata Mesir yang
modern. Selain angkatan bersenjata, Steve juga membuat angkatan Laut
modern yang dilengkapi kapal perang yang diimpor dari luar negeri
dengan persenjataan lengkap yang diproduksi didalam negeri. Muhammad
Ali bahkan mendatangkan tenaga-tenaga militer dari Prancis dan ia
membangun suatu angkatan bersenjata yang disebut Nizam-I Jedid.[22]
Tidak sebatas pembangunan militer, Muhammad Ali juga membangun
sekolah perwira angkatan laut di Iskandariyah. [23] Selain Pendidikan militer
ia menerapkan Pendidikan Teknik dan kedokteran, sekolah obat-obatan
pada tahun 1829, sekolah pertambangan pada tahun 1834, sekolah
pertanian tahun 1836, dan sekolah penterjemahan pada tahun 1836.[24]
Muhammad Ali mendatangkan guru dari Eropa untuk mengisi tenaga
pengajar dalam sekolah-sekolah yang didirikannya. Pada tahun 1822, ia
juga mendirikan satu unit percetakan Bulaq yang juga salah satu titik vital
dalam perkembangan produk-produk literer dan kemajuan Mesir pada saat
itu.[25]

Adanya sekolah penterjemahan yang didirikan oleh Muhammad Ali,


sebanyak 311 pelajar dikirim ke Eropa seperti ke Austria, Prancis, Ingris,
dan Jerman yang didanai oleh pemerintah langsung.[26] Dari 311 pelajar
tersebut salah satunya adalah Rifa’ah al-T{aht{awi yang belajar di Prancis
dan seteah beberapa tahun sekolah penterjemah berjalan, Muhamad Ali
menunjuk Rifa’ah untuk menjadi pimpinan sekolah ini. Dalam masa
kepemimpinan Rifa’ah, sekolah penterjemah berkembang lebih baik
dengan menggencarkan penterjemahan buku-buku Barat, seperti buku
filsafat, ilmu militer, ilmu fisika, ilmu bumi, logika, antropologi, ilmu
politik dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai