PERPAJAKAN
Penulis:
Jouzar Farouq Ishak
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2023
Halaman Pengesahan
Diktat Bahan Ajar
Judul : Perpajakan
Penyusun : Jouzar Farouq Ishak
NIP : 198703222018031001
Kode Mata Kuliah : 16KSY6062
Semester : Genap
SKS (T-P) / JAM (T-P) : 2 (1-2) / 4 (1-3)
Jurusan : Akuntansi
Sumber Dana : Mandiri
Dr. Iwan Setiawan, SE., ME. Jouzar Farouq Ishak, SE., M.Ak.
NIP. 196703281993031001 NIP. 198703222018031001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
Rahmat dan Karunia-Nya Penulis bersama dengan Mahasiswa Angkatan 2020 D-4 Keuangan
Syariah dapat menyelesaikan Penulisan Diktat Bahan Ajar Mata Kuliah Perpajakan sesuai
dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) yang terbaru berlaku Tahun 2021. Pembuatan
Diktat Bahan Ajar Mata Kuliah ini ditujukan untuk membantu proses belajar mengajar mata
kuliah Perpajakan di Program Studi D-4 Keuangan Syariah Jurusan Akuntansi Politeknik
Negeri Bandung pada semester Genap lebih mudah dipahami, sehingga mahasiswa dapat
lebih cepat memahami mengenai materi yang berhubungan dengan Perpajakan serta sebagai
pelengkap dari buku wajib yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar mata kuliah
Perpajakan.
Dalam penulisan Diktat Bahan Ajar Mata Kuliah ini, penulis bersama dengan tim
menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar pembuatan Diktat Bahan Ajar Mata Kuliah
Perpajakan selanjutnya menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat bagi pihak lain terutama
mahasiswa sebagai pengguna utama untuk diktat bahan ajar mata kuliah Perpajakan ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Jurusan Akuntansi dan pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses Diktat Bahan Ajar ini yang semoga berguna untuk pembelajaran
mahasiswa.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu baik secara materil maupun imateril. Semoga Diktat Bahan Ajar Mata Kuliah
Perpajakan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca serta dapat dijadikan
referensi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
ii
BAB XXI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : MEKANISME PENETAPAN SPOP
PBB.......................................................................................................................................125
BAB XXII PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : OBJEK DAN SUBJEK PBB,
TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG,
PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK, PAJAK TERUTANG,
DAN SURAT KETETAPAN PAJAK..................................................................................127
BAB XXIII PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : TATA CARA PERHITUNGAN
PBB, PROSES PENGAJUAN KEBERATAN, BANDING, PENGURANGAN,
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PROSES PEMBAYARAN (SISTEP),
RESTITUSI/KOMPENSASI DAN PELAYANAN SATU TEMPAT................................131
BAB XXIV BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) 140
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
SUMBER PENDAPATAN NEGARA
1
Bisa kita lihat dari grafik atau data tersebut, penerimaan atau pendapatan negara
dari SDA ini mengalami perubahaan dari tahun ke tahunnya. Data ini saya ambil dari
artikel yang keluar pada tahun 2019 dijelaskan bahwa berdasarkan data Kementerian
Keuangan realisasi sementara penerimaan pemerintah dari Sumber Daya Alam (SDA)
pada 2018 tumbuh 62,96% menjadi Rp 161,1 triliun dari tahun sebelumnya. Nilai tersebut
terdiri atas Rp 143,3 triliun (80%) berasal dari sektor minyak dan gas dan sisanya non
migas.
Harga minyak yang sempat naik hingga di atas US$ 80/barel dan batu bara hingga
US$ 100/ton menjadi pemicu naiknya penerimaan SDA tahun lalu.
3
Dalam kesimpulannya, SDM memainkan peran yang sangat penting dalam
meningkatkan sumber pendapatan negara. Meningkatkan kualitas SDM dapat membantu
meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kualitas sumber daya alam dan lingkungan
yang dimiliki oleh suatu negara. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan dan
pelatihan SDM merupakan salah satu strategi penting dalam meningkatkan sumber
pendapatan negara.
1.3 Ekspor
Kegiatan ekspor barang atau jasa adalah salah satu sumber devisa sebuah negara
karena bisa membawa keuntungan untuk suatu negara. Tiap negara pasti punya produk
unggulan yang dijual ke luar negara karena kualitas unik yang diinginkan oleh negara
lain. Makin banyak barang atau jasa yang diekspor maka penghasilan negara atau
cadangan devisa akan meningkat dan lebih stabil.
Kegiatan ekspor merupakan kegiatan penting dalam perdagangan internasional.
Ekspor dapat diartikan sebagai proses penjualan komoditas kepada negara lain sesuai
dengan peraturan dan dengan valuta asing sebagai bentuk pembayarannya. Pembayaran
dengan valuta asing inilah yang menjadi devisa. Semakin banyak kegiatan ekspor,
semakin banyak pula devisa yang diperoleh negara.
Kegiatan Ekspor atau impor juga bisa disebut bea karena dijelaskan berdasarkan
Undang-Undang Kepabeanan, bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang-barang impor. Sedangkan bea keluar adalah pungutan negara yang
dikenakan pada setiap barang ekspor. Hampir sama dengan pajak dan cukai, bea
merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang cukup banyak menyumbang
APBN. Bea merupakan pungutan dari pemerintah untuk ekspor dan impor. Untuk
anggaran 2019, pemerintah menargetkan bea masuk (import) sebesar Rp. 38,9 Triliun,
dan bea keluar (eksport) Rp. 4,4 Triliun.
Bea masuk cukup besar karena pemerintah berusaha menekan barang luar negeri
yang akan masuk di Indonesia, dan ingin memaksimalkan potensi dalam negeri.
Sedangkan bea keluar jauh lebih kecil karena biasanya hanya dikenai untuk barang
mentah dan setengah jadi saja, seperti minyak kelapa sawit, pasir besi, rotan, dan lain-
lain. Untuk eksport produk-produk kreatif dan produk UMKM, biasanya pemerintah
membebaskannya untuk memaksimalkan potensi ekonomi dalam negeri.
4
Hibah Luar Negeri bersumber dari negara asing, lembaga Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), lembaga internasional, lembaga keuangan asing, atau lembaga lainnya.
Selain itu, Hibah Luar Negeri bisa juga didapatkan dari perusahaan atau orang Indonesia
yang berdomisili dan melakukan kegiatan di luar negeri.
5
1.6 Retribusi
Retribusi berbeda dengan pajak, Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat
untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum.
Rakyat yang membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung,
karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi.
Sedangkan retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Baik pajak maupun retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang sangat penting untuk membiayai
pembangunan dan melaksanakan pemerintahan.
● Alasan kemanusiaan
● Meningkatkan citra internasional negara tersebut
● Membangun hubungan kerja yang positif dengan pemerintah lain
6
● Untuk mempromosikan kondisi untuk perdamaian dan stabilitas. Karena
banyak pemerintah yang benar-benar percaya jika negara penerima bantuan
akan lebih aman.
1.8 Pajak
Di Indonesia, sumber pendapatan negara yang utama berasal dari pajak. Jika
dihitung dalam persentase, pajak menyumbang sekitar 80% dari total pendapatan negara.
Pajak sendiri diartikan sebagai suatu pungutan yang dikenakan pada barang, jasa atau aset
tertentu dengan nilai manfaat. Di Indonesia terdapat dua pihak yang berwenang untuk
melakukan pungutan pajak, yakni pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal ini, yang
berwenang memungut pajak pusat adalah Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan untuk
pajak daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah.
Dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis pajak, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Pendapatan PPH
Pajak Pendapatan (PPH) adalah pajak yang dikenakan pada individu atau badan
usaha atas penghasilan dalam suatu tahun pajak. Penghasilan tersebut dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.
b. Pendapatan PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pungutan pada transaksi jual-beli barang
dan jasa oleh wajib pajak yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
7
c. Pendapatan Cukai
e. Pendapatan PBB
Pendapatan PBB adalah pungutan wajib atas kepemilikan tanah dan bangunan.
Beberapa contoh tanah yang terkena pajak di antaranya seperti sawah, tambang, kebun
dan pekarangan. Sedangkan untuk bangunan adalah mall, jalan tol dan gedung bertingkat.
Adapun beberapa contoh tanah dan bangunan yang tidak dikenai PBB adalah tempat
ibadah, kuburan dan hutang lindung.
Pajak ini merupakan sumber pendapatan negara yang tidak termasuk dalam salah
satu objek di atas dan memiliki persentase lebih kecil dibandingkan lainnya.
1. Pendekatan produksi
8
Keterangan:
NI : national income (pendapatan nasional)
P : harga barang dan jasa
Q : jumlah barang dan jasa
1, 2, 3, dan n : jenis barang dan jasa.
2. Pendekatan pendapatan
Keterangan:
Y : Pendapatan nasional
R : rent (sewa tanah)
W : wage (upah atau gaji)
I : interest (bunga modal)
P : profit (keuntungan).
3. Pendekatan pengeluaran
Keterangan:
Y : pendapatan nasional
C : pengeluaran konsumsi
I : investasi
G : pengeluaran pemerintah
X : ekspor
M : impor
X-M : ekspor bersih.
9
Contoh soal
1. Pada 2020, diketahui negara Z memiliki data sebagai berikut:
Sewa: Rp 1.000.000
Upah: Rp 1.200.000
Investasi: Rp 2.000.000
Bunga: Rp 500.000
Konsumsi: Rp 800.000
Ekspor: Rp 1.000.000
Impor: Rp 700.000
Belanja pemerintah: Rp 600.000
Jawaban:
10
Oleh karena itu, penting bagi suatu negara untuk mengembangkan dan
memanfaatkan potensi SDM yang dimilikinya dengan baik. Hal ini dapat dilakukan
dengan meningkatkan akses pendidikan dan pelatihan, serta menciptakan lingkungan
bisnis yang kondusif bagi pengembangan SDM. Dengan memanfaatkan SDM secara
optimal, suatu negara dapat meningkatkan sumber pendapatannya dan memperkuat
perekonomiannya.
Dalam kesimpulannya, SDM memainkan peran yang sangat penting dalam
meningkatkan sumber pendapatan negara. Meningkatkan kualitas SDM dapat membantu
meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kualitas sumber daya alam dan lingkungan
yang dimiliki oleh suatu negara. Oleh karena itu, investasi dalam pendidikan dan
pelatihan SDM merupakan salah satu strategi penting dalam meningkatkan sumber
pendapatan negara.
11
BAB II
TEORI PERPAJAKAN
14
2.4 Stelsel Pajak
Stelsel nyata adalah pengenaan pajak yang didasarkan pada objek atau
penghasilan yang sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau
periode pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak dapat dihitung pada akhir
tahun atau periode pajak karena penghasilan riil baru dapat diketahui setelah
tahun pajak atau periode pajak berakhir. Dalam stelsel nyata, pengenaan
pajak didasarkan pada penghasilan yang sebenarnya dari wajib pajak.
Pemungutan pajak dengan sistem stelsel nyata dilakukan pada akhir tahun
pajak setelah penghasilan sesungguhnya dari wajib pajak diketahui.
Kelebihan stelsel campuran adalah pajak sudah dapat dipungut pada awal
tahun pajak atau awal periode pajak. Besarnya pajak yang dipungut sesuai
dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena dilakukan
penghitungan kembali pada akhir periode pajak.
16
semakin
17
tinggi pula pajak yang dibebankan kepadanya. Keadilan tidaklah mutlak,
melainkan lebih kepada suatu hal yang subjektif dan abstrak. Sehingga,
pengertian keadilan di suatu negara tidak akan sama dengan di negara lain.
Semuanya bergantung pada waktu, tempat, kondisi politik pemerintahan, dan
kedewasaan masyarakat sebagai Wajib Pajak. Namun, sistem perpajakan
yang adil setidaknya harus memenuhi beberapa kriteria, seperti:
18
4. Prinsip Ketepatan Waktu (Convenience)
Prinsip convenience merupakan prinsip sistem perpajakan suatu negara
yang digambarkan sebagai sebuah ketepatan dalam hal pemotongan,
pemungutan, dan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini,
pemerintah dapat secara bijak menentukan kapan waktu yang tepat bagi
Wajib Pajak untuk menunaikan kewajiban pajaknya. Sebab, tidak semua
Wajib Pajak memiliki ketepatan waktu yang sama, yang tidak membebani
dan mengenakkan baginya untuk membayar pajak. Karyawan akan lebih
mudah membayar pajak saat mereka menerima gaji. Petani lebih mudah
membayar pajak setelah panen. Perusahaan lebih mudah membayar pajak
setelah mengetahui sisa lebih usaha per periode. Artinya, masing-masing
subjek pajak memang memiliki waktu tepatnya tersendiri.
Contoh Soal
19
BAB III
PAJAK PENGHASILAN
Anda tentunya sudah pernah mendengar bahkan mengenal, baik kata pajak
maupun pajak penghasilan (PPh). Ketika mendengar istilah pajak penghasilan,
masyarakat langsung mengasumsikan dengan kegiatan pembayaran uang oleh rakyat
kepada kas negara. PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan yang
dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.
20
tersebut belum dibagikan kepada ahli waris, bisa saja memberikan
penghasilan meski pewaris tersebut telah meninggal.”
Badan adalah subjek pajak yang merupakan orang dan/atau modal sebagai
satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha.
Subjek PPh Badan adalah sebagai subjek pajak penghasilan ini terdiri dari:
● Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
● Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
21
3.2 Tidak termasuk Pajak PPh
22
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
● Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
● Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
● Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
● Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
23
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan
● dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yang bersangkutan; dan
● Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia.
24
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
3. Warisan;
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan
usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
25
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang
26
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
14. (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan
15. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
27
Gaji Pokok 6.000.000
JK 0,3% 18.000
Pengurangan:
(581.620)
(54.000.000)
28
Penghasilan Kena Pajak Setahun 35.409.360
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan
dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538 x 120% = Rp
177.046.
Contoh 2:
Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan tidak
mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 5.500.000 sebulan.
Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada Fahri
sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Fahri adalah Rp 55.000
sebulan.
Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2021
bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika Kawashima selain gaji
adalah:
29
Gaji Pokok 5.500.000
Pengurangan
(331.758)
(54.000.000)
30
PPh Terutang
5% x 8.440.000,00 422.000
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%,
sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200
31
BAB IV
PENGURANG PENGHASILAN
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi,
dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan
royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya
promosidan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
PeraturanMenteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak
Penghasilan;
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak
harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara penagihannya
kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani
piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
32
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu. Syarat telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu tidak berlaku untuk penghapusan
33
piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Non deductible expense (NDE), yaitu biaya yang tidak diperbolehkan menjadi
pengurang penghasilan bruto. Biaya-biaya yang termasuk ke dalam kategori NDE ini
diatur dalam UU PPh No.36 Tahun 2008 Pasal 9 Ayat 1 sebagai berikut:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
34
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b,
kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i
sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh
35
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
8. Pajak Penghasilan;
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
Penyelesaiannya:
Berapa besaran PPh terutang PT.ABD untuk dibayar dan dilaporkan pada
SPT Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran
penghasilan kena pajak PT.ABD:
● Penghasilan Bruto – Biaya 3M Penghasilan Bruto = Penghasilan Neto
Rp6.500.000.000 – Rp5.800.000.000 = Rp700.000.000
● Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Penghasilan
Neto Lainnya
Rp60.000.000 – Rp35.000.000 = Rp25.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp700.000.000 + Rp25.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp725.000.000
● Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi
Kerugian
Penghasilan Kena Pajak = Rp725.000.000 – Rp25.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT.ABD adalah sebesar Rp700.000.000
36
Karena omzet peredaran bruto PT.ABD di atas Rp4,8 miliar, maka
memperoleh fasilitas pengurangan tarif:
● Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas
(Rp4.800.000.000 x Rp700.000.000) / Rp6.500.000.000 = Rp516.923.077
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp700.000.000 – Rp516.923.077 = Rp183.076.923
Maka, besaran PPh terutangnya adalah:
(50% x 22%) x Rp 516.923.077 = Rp56.861.538
22% x Rp183.076.923 = Rp 40.276.923
Total PPh terutang= Rp 56.861.538 + Rp 40.276.923
PPh terutang PT. ABD adalah sebesar Rp 97.138.461
ABD memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
● PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
Rp15.000.000 + Rp15.000.000 + Rp80.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak
tersebut. Rp 97.138.461 – Rp110.000.000= (Rp12.861.539)
Dalam hal ini, PT.ABD memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp12.861.539
Contoh 2:
Pada 2016 PT. Ananda memperoleh penjualan bruto sebesar Rp 7 Miliar,
total pengeluaran/biaya sebesar Rp 6,7 miliar (termasuk natura dan sumbangan
Rp 300 Juta). Penghasilan dari luar usaha Rp 150 Juta (termasuk penghasilan
yang PPhnya final sebesar Rp 30 Juta dan penghasilan bukan objek pajak
sebesar Rp 20 Juta). Sisa rugi tahun 2013 sebesar Rp 70 Juta belum
dikompensasikan.
Penyelesaian:
Peredaran bruto usaha Rp 7.000.000.000
Total biaya Rp 6.700.000.000
Biaya Non-Deductible (Rp 300.000.000)
Biaya Deductible Expense Rp 6.400.000.000
Penghasilan neto usaha Rp 600.000.000
Penghasilan neto dari luar usaha Rp 150.000.000
Penghasilan yang PPhnya final (Rp 30.000.000)
Penghasilan bukan objek pajak (Rp 20.000.000)
Rp 100.000.000
Total penghasilan neto (PKP) Rp 700.000.000
Kompensasi rugi tahun 2013 Rp 70.000.000
PKP Rp 630.000.000
37
PKP tidak mendapat fasilitas pengurangan tarif:
Rp 630.000.000 - Rp 432.000.000 = Rp 198.000.000
PPh terutang:
12,5% X Rp 432.000.000 Rp 54.000.000
25% X Rp 198.000.000 Rp 49.500.000
Rp 103.500.000
38
BAB V
PAJAK PENGHASILAN FINAL
39
Namun atas pelunasan pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan
merupakan kredit pajak pada SPT Tahunan.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) atau konsekuensi dari wajib pajak
yang dikenakan PPh Final yaitu :
1) Penghasilan tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain (yang non final)
dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada SPT Tahunan.
2) Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak
dapat dikreditkan pada SPT Tahunan.
3) Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang pengenaan PPh-nya bersifat final dan tidak dapat dikurangkan
41
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
5.4 Penghasilan Atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya
A. Objek Pajak
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
B. Tarif
1) Besarnya Pajak Penghasilan adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto
nilai transaksi penjualan
2) Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa
diakhir tahun 1996.
3) Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari
1997, maka yang dimaksud dengan nilai saham adalah nilai saham
ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
C. Pemotong Pajak
Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan setiap
transaksi penjualan saham di bursa efek.
42
negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai
dengan masa kepemilikan Obligasi;
2) Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
● 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap; dan
● 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau
nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk
bunga berjalan;
3) Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
● 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap; dan
● 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar
43
negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau
nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
4) Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau
diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa
Keuangan sebesar:
● 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020;
dan
● 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.
C. Pemotongan Pajak
1) Penerbit Obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas
bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang Obligasi dengan kupon
pada
2) saat jatuh tempo Bunga Obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang
Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi; dan/atau
3) Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan/atau
pembeli, atas bunga dan diskonto yang diterima penjual Obligasi pada saat
transaksi.
D. Pengecualian
Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan berupa
Bunga Obligasi adalah:
1) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang PPh; dan
2) Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
di Indonesia.
Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh
Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-
Undang PPh.
44
5.7 Penghasilan Atas Sewa Tanah dan Bangunan
A. Objek Pajak
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung
pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko,
rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final. Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan
atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya
perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian
persewaan yang bersangkutan.
B. Tarif
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud di atas adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan.
C. Pemotong
Pemotongan dilakukan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan
Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan
45
orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam penyewa
adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut di atas, PPh
disetor sendiri oleh yang menyewakan. Orang pribadi yang ditunjuk sebagai
pemotong Pajak Penghasilan adalah :
➢ Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)
kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas;
➢ Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
46
5.10 Contoh Perhitungan Bunga Simpanan di Koperasi
Koperasi Sumber Jaya membayarkan bunga simpanan sebesar Rp350.000 untuk
bulan Juni kepada Budi. Sedangkan untuk bulan Juli, bunga simpanan yang didapat
Budi sebesar Rp235.000. Maka, besar PPh atas bunga simpanan yang harus
dipotong oleh Sumber Jaya sebesar:
Juni: 10% x Rp350.000 = Rp35.000
Juli: 0% x Rp235.000 = Rp0
Bulan Juni Budi dikenakan potongan PPh sebesar Rp35.000 dikarenakan hasil
bunga yang didapat melebihi Rp240.000 per bulan, sedangkan untuk bulan Juli
Budi tidak dikenakan potongan dikarenakan kurang dari Rp240.000 per bulan.
Demikian pembahasan mengenai aspek perpajakan yang dikenakan terhadap bunga
simpanan koperasi. Bagi pihak yang menerima penghasilan berupa bunga simpanan
koperasi, wajib melaksanakan perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sesuai dengan peraturan terbaru DJP No. PER-01/PJ/2017.
Referensi:
1) UU tentang Pajak Penghasilan
2) Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun
2009 3) PMK-112/PMK.03/2010
4) DJP No. PER-01/PJ/2017
5.11 Contoh Soal Perhitungan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya
PT. Cakrawala memiliki 10% kepemilikan saham dari PT. Mulia Utama. Seluruh
penjualan saham dari PT. Mulia Utama dilakukan di bursa efek Indonesia. Apabila
keseluruhan lembar saham PT. Mulia Utama yang beredar di publik adalah 10.000
lembar. Hitunglah berapa pajak yang harus dikenakan bila PT. Cakrawala menjual
seluruh sahamnya dengan harga Rp4.000/lembar di bursa efek Indonesia?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat (2) = 0,1% x Rp4.000 x 10.000
= Rp40.000
47
BAB VI
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Jumlah PTKP ini berbeda-beda sesuai dengan status perkawinan dan jumlah
tanggungan keluarga seseorang. PTKP juga dapat berubah sesuai dengan peraturan
48
pemerintah yang berlaku. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditentukan
berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
Namun, perlu diingat bahwa meskipun penghasilan tersebut tidak kena pajak,
tetap harus dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) pajak
penghasilan. Penghasilan tersebut juga dapat dikenakan pajak jika melebihi batas
yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan.
Adapun prinsip dari penggunaan PTKP secara umum adalah sebagai berikut:
● Apabila penghasilan tidak melebihi PTKP, wajib pajak pribadi tidak akan
dikenakan pajak penghasilan pasal 21.
● Apabila penghasilan melebihi PTKP, maka penghasilan neto setelah dikurangi
PTKP akan menjadi dasar penghitungan PPh 21.
Status penghasilan tidak kena pajak adalah status khusus dari penghasilan yang
tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh) di Indonesia. Penghasilan tersebut diterima oleh
individu atau badan, dan tidak termasuk dalam penghasilan kena pajak yang dikenakan
49
tarif pajak penghasilan. Status penghasilan tidak kena pajak diberikan berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Jenis penghasilan yang
dapat diberikan status penghasilan tidak kena pajak antara lain tunjangan kesehatan, uang
makan, THR (Tunjangan Hari Raya), asuransi jiwa, jaminan sosial, dan beasiswa.
Penghasilan yang diberikan status penghasilan tidak kena pajak dapat dimasukkan
dalam penghasilan bruto pada saat pengajuan pajak. Meskipun penghasilan tersebut tidak
dikenakan PPh, namun tetap harus dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan)
pajak penghasilan. Penting untuk diketahui bahwa status penghasilan tidak kena pajak
hanya berlaku untuk penghasilan yang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang diatur
50
dalam peraturan perpajakan. Penghasilan yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan
yang diatur dalam peraturan perpajakan tetap akan dikenakan pajak penghasilan.
Di Indonesia, terdapat beberapa status penghasilan yang tidak kena pajak (PTKP)
yang diatur dalam peraturan perpajakan. Berikut adalah beberapa status penghasilan tidak
kena pajak yang umum:
Perlu diketahui bahwa besaran PTKP pada masing-masing status dapat berbeda
tergantung pada ketentuan yang berlaku. Selain itu, status penghasilan tidak kena pajak
juga dapat berubah tergantung pada perubahan kondisi dan situasi wajib pajak.
Selain itu, terdapat status PTKP yang ditulis dalam kode-kode seperti TK/0
maupun K/1. Ini penting untuk dipahami agar dapat menjalankan kewajiban pajak dengan
baik dan benar. Dimana istilah tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
51
2) Status Menikah (K)
PTKP bagi wajib pajak yang telah menikah dihitung dua kali lipat dari
PTKP yang diberikan kepada wajib pajak yang belum menikah. Artinya, PTKP
bagi wajib
pajak yang telah menikah akan lebih besar dibandingkan PTKP bagi wajib pajak
yang belum menikah.
● K/0 : kawin dan tidak memiliki tanggungan.
● K/1 : kawin dan memiliki 1 tanggungan.
● K/2 : kawin dan memiliki 2 tanggungan.
● K/3 : kawin dan memiliki 3 tanggungan.
3) Status PTKP Digabung (K/I)
● K/I/0: penghasilan suami dan istri digabung dan tidak memiliki tanggungan.
● K/I/1: penghasilan suami dan istri digabung dan memiliki 1 tanggungan.
● K/I/2: penghasilan suami dan istri digabung dan memiliki 2 tanggungan.
● K/I/3: penghasilan suami dan istri digabung dan memiliki 3 tanggungan.
*Penting untuk diketahui, konsep tanggungan pajak hanya bisa dibebankan pada
suami dan bukan istri.
PTKP berlaku untuk seluruh wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan.
Namun, tentu setiap wajib pajak ada yang telah memiliki tanggungan. Pada dasarnya,
yang menjadi tanggungan PTKP adalah sebagai berikut:
● Keluarga yang sedarah yang meliputi orang tua kandung, saudara kandung, anak
kandung, dan anak angkat.
● Keluarga semenda yang meliputi mertua, anak tiri dan ipar.
52
pegawai yang menerima upah secara mingguan, harian, atau berstatus tidak tetap, diatur
dalam PMK No. 102/PMK.010/2016.
Dalam periode waktu tertentu, tarif PTKP PPh 21 ini bisa saja berubah. Maka dari
itu, penting bagi wajib pajak untuk tahu nilai PTKP terbaru. Berikut ini adalah besaran
tarif PTKP orang pribadi terbaru yang wajib Anda ketahui:
Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang tua kandung,
saudara kandung, dan anak. Sedangkan keluarga semenda adalah mertua, anak tiri, dan
ipar. Berikut adalah rincian besaran PTKP terbaru sesuai dengan status pajak yang
dimiliki oleh WP berdasarkan tabel:
53
b) Kemudian pada 2020, Pak Kelik menikah dan istrinya tidak bekerja. Maka
statusnya berubah menjadi K/0, PTKP yang berlaku adalah Rp 58.500.000,
dengan rincian berikut:
- Untuk Wajib Pajak : Rp 54.000.000
- Tambahan karena menikah : Rp 4.500.000
- PTKP setahun Rp 58.500.000
c) Tahun 2022 istri Pak Kelik melahirkan 3 anak kembar, sehingga status PTKP
berubah menjadi K/3, yaitu Rp72.000.000 dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk Wajib Pajak : Rp 54.000.000
- Tambahan karena menikah : Rp 4.500.000
- Tambahan 3 orang tanggungan : Rp 13.500.000
- PTKP setahun Rp 72.000.000
d) Istrinya kemudian bekerja di perusahaan lain pada tahun 2023 untuk membantu
Pak Kelik mencukupi kebutuhan rumah tangga. Sehingga PTKP yang berlaku
adalah K/I/3, yaitu Rp126.000.000.
Contoh 2
Rizal adalah pekerja di PT Jaya Makmur, dengan pendapatan Rp 6.000.000,00 per
bulan. Status Rizal saat ini adalah belum menikah yakni TK/0 (Tidak Kawin dengan
Tanpa Tanggungan).
Besaran PTKP Wajib Pajak Tidak Kawin Tanpa Tanggungan adalah Rp
54.000.000, maka tarif PTKP Rizal adalah Rp 54.000.000.
Maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji pokok Rp 6.000.000
Pengurang:
- Biaya jabatan 5% x Rp 6.000.000 = Rp 300.000
- Biaya pensiun 1% x Rp 6.000.000 = Rp 60.000
54
BAB VII
PENYUSUTAN FISKAL
Metode penyusutan fiskal garis lurus diatur dalam Pasal 11 ayat 1. Metode
ini adalah metode paling sederhana dan sering digunakan dalam penyusutan
fiskal. Dalam metode ini, nilai aset dikurangi dengan jumlah yang sama setiap
tahun selama masa manfaatnya. Penyusutan bangunan menurut pajak hanya boleh
menggunakan metode garis lurus ini. Misalnya, jika sebuah mesin senilai $10.000
memiliki masa manfaat 5 tahun, maka nilai penyusutan fiskal per tahunnya adalah
$2.000.
2) Metode Saldo Menurun Tetap (Declining Balance Depreciation)
Metode penyusutan fiskal garis lurus diatur dalam Pasal 11 ayat 2. Metode
ini menghitung penyusutan berdasarkan persentase tetap dari nilai buku aset
setiap tahunnya. Dalam metode ini, persentase tetap biasanya ditentukan
berdasarkan umur aset dan tingkat penyusutan yang diinginkan. Nilai penyusutan
pada tahun pertama akan lebih besar daripada pada tahun-tahun berikutnya.
Metode ini digunakan ketika aset tetap digunakan berdasarkan jumlah unit
produksi atau jam kerja yang dilakukan. Dalam metode ini, biaya aset dibagi
dengan jumlah total unit produksi yang diharapkan dan nilai penyusutan dihitung
berdasarkan unit produksi yang sebenarnya dicapai pada tahun tersebut.
55
4) Metode Penyusutan Ganda (Double Declining Balance Depreciation)
Metode ini serupa dengan metode saldo menurun tetap, namun persentase
tetapnya dua kali lipat. Dalam metode ini, nilai penyusutan pada tahun pertama
lebih besar dari pada tahun-tahun berikutnya, dan nilai akhirnya akan sama
dengan nilai buku aset pada akhir masa manfaatnya.
Perusahaan dapat memilih metode penyusutan yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan persyaratan perpajakan di negara atau wilayah tempat perusahaan
berada. Namun, perlu diingat bahwa perusahaan harus tetap mengikuti aturan dan
persyaratan perpajakan yang berlaku untuk memastikan akurasi dan kepatuhan
pajak.
56
Kelompok Harta Masa Penyusutan Penyusutan
Berwujud Manfaat Berdasarkan Ayat 1 Berdasarkan Ayat 2
Bukan Bangunan
Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% –
Berikut adalah penjelasan tentang jenis aset yang terhitung pajak penyusutan
fiskal berasal dari aset berwujud bukan bangunan mulai dari kelompok 1 hingga
kelompok 4:
● Kelompok 1
57
- Terakhir, jenis usaha jasa telekomunikasi seluler dengan aset/harta berwujud
base station controller.
● Kelompok 2
Sisanya, sama seperti dalam penyusutan fiskal kelompok 1, hanya saja lebih
lengkap dengan dukungan teknologi mesin.
● Kelompok 3
Jenis usaha pada klasifikasi kelompok 3 kali ini memiliki skala yang jauh
lebih besar.
1) Pertama, jenis usaha pertambangan yang bukan minyak dan gas. Di mana
mereka memiliki mesin-mesin besar yang digunakan untuk melakukan
aktivitas pertambangan.
2) Kedua, ada jenis usaha pemintalan, penenunan dan pencelupan yang
menggunakan banyak mesin sekaligus. Di antara aset tersebut adalah mesin
pengolah kain katun, sutra, serat hewan, buatan, wol, dan sejenisnya, juga
mesin yang digunakan untuk menjahit, bleaching, fixing, dan packing.
3) Ketiga, ada industri perkayuan yang memproduksi barang jadi, seperti mebel
dan peralatan lain-lain hingga untuk kebutuhan bisnis lainnya.
4) Keempat ada industri kimia yang memiliki aset-aset seperti laboratorium, alat
memproduksi bahan-bahan kimia untuk berbagai keperluan.
5) Kelima adalah industri mesin yang melakukan kegiatan produksi alat-alat
berat, kendaraan transportasi, kapal, dan sebagainya.
58
6) Keenam adalah industri transportasi yang memiliki jaringan luas, dan yang
terakhir adalah usaha telekomunikasi dengan aset operator, jaringan untuk
keperluan siaran swasta baik radio maupun televisi.
● Kelompok 4
Kelompok terakhir adalah kelompok yang hanya terdiri dari dua jenis
industri, yakni usaha konstruksi besar yang memiliki aset-aset besar seperti alat
berat untuk keperluan pembangunan, pembuatan jalan, fasilitas umum dan
sebagainya. Sementara jenis usaha yang kedua adalah transportasi dan
pergudangan. Mereka memiliki aset seperti kereta, kapal, feri, pesawat, dok dan
lain sebagainya.
Penyusutan
= Harga beli x 25% (penyusutan berdasarkan ayat 1, kelompok 1, bukan bangunan)
= Rp 500.000.000 x 25%
= Rp 125.000.000
Jadi, besarnya penyusutan fiskal PT KSB dengan menggunakan metode garis
lurus sebesar Rp 125.000.000
59
BAB VIII
PPH TERUTANG OPDN
60
Honorarium merupakan imbalan atas jasa, jabatan atau kegiatan
yang dilakukan yang bersangkutan.
5. Premi Asuransi yang dibayar pemberi kerja
61
Karena status wajib pajak Bapak Fulan adalah K/0, maka
nominalnya akan ditambahkan :
= Rp Rp4.500.000 + Rp 84.000.000
= Rp 88.500.000.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk status K/0 adalah
Rp58.500.000. Maka, penghasilan bruto Pak Kasrun adalah
=Rp88.500.000 – Rp58.500.000
= Rp30.000.000.
62
8.3 Penghasilan Netto OPDN
Penghasilan Netto OPDN dihitung berdasarkan penjumlahan antara penerimaan
perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dikurangi dengan penerimaan
Negara yang dibagihasilkan kepada daerah dan persentase tertentu dari pendapatan
Negara yang di-earmark. Penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah meliputi:
● pendapatan PPh nonmigas;
● pendapatan PBB;
● pendapatan CHT;
● pendapatan SDA migas;
● pendapatan SDA mineral dan batubara; pendapatan SDA kehutanan;
● pendapatan SDA perikanan; dan
● pendapatan SDA panas bumi.
● Dana perimbangan;
● Dana Insentif Daerah;
● Dana Otonomi Khusus Dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan
● Dana Desa.
Kedua, pendapatan negara yang di-earmarked (dengan bobot 100 persen) meliputi:
Pak Anton merupakan petani jagung yang menggarap sawah miliknya sendiri di
daerah Sukabumi. Adapun dalam tahun 2019, ia telah melakukan 2 kali masa panen
untuk tanaman jagungnya. Apabila tiap masa panen ia mendapatkan pendapatan
bruto Rp250.000.000. Bila Pak Anton menggunakan perhitungan dengan norma
penghitungan penghasilan neto. Hitunglah berapa besarnya penghasilan neto milik
Pak Anton?
63
Jawab:
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka penghasilan bruto dari Bapak Anton adalah 2
kali dari Rp250.000.00. Adapun tarif yang berlaku untuk penghitungan pajak
penghasilan netonya berdasarkan PER-17/2015 adalah 15%. Adapun penghitungan
penghasilan netonya adalah sebagai berikut :
= Rp 500.000.000
= Rp 75.000.000
64
● Hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)= Penghasilan bersih- PTKP= 138
juta- 63 juta= 75 juta
● Hitung pajak penghasilan yang harus dibayarkan Wahyu dalam setahun.
Oleh karena gajinya sebesar 75 juta, maka PKP nya dikalikan tarif PPh
sebesar 15%. Maka 75 juta x 15%= 11.250.000
Jadi, dalam satu tahun besar pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh
Wahyu yaitu senilai 11.250.000 rupiah.
8.5 PPh Terutang
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Pasal 1, dijelaskan bahwa pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Jadi, jelas adanya bahwa pajak
terutang merupakan wujud dari self assessment system dan bukan merupakan dasar dari
tindakan penagihan. Sementara, utang pajak merupakan wujud dari official assessment
system yang dilakukan sebagai dasar tindakan penagihan.
Adapun yang dimaksud dengan masa pajak adalah sama dengan satu bulan
kalender. Sementara tahun pajak, sama dengan satu tahun kalender atau tahun takwin
Tahun pajak bisa menggunakan jangka waktu Januari hingga Desember. Namun, bisa
dikecualikan jika mengajukan izin untuk menggunakan jangka waktu lain.
Perhitungan tarif pajak penghasilan terutang diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
Dimana bagi Wajib pajak Orang Pribadi yang sudah memiliki NPWP, ketentuan
perhitungannya adalah:
● 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun
● 10% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga
Rp250 juta per tahun
● 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250 juta hingga
Rp500 juta per tahun
● 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun
Sementara, untuk WP Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP, mereka harus
membayar tarif 20% lebih tinggi dari yang dibayarkan oleh WP Orang Pribadi yang
memiliki NPWP. Berikut adalah contoh soal PPh Pribadi Terutang :
Pak Subroto seorang karyawan perusahaan PT ABC dan masih lajang serta
memiliki NPWP. Penghasilannya sebesar Rp100.000.000 juta setahun. Berikut tahapan
penghitungannya untuk mengetahui jumlah PPh terutangnya :
65
PPh Terutang:
= Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak
= 5% x Rp46.000.000
= Rp2.300.000
Adapun untuk PPh Terutang badan, perhitungannya didasarkan pada besar omzet
yang diperoleh per tahunnya. Dimana berdasarkan peraturan terakhir, untuk WP Badan
Usaha secara umum dikenakan tarif sebesar 25%. Berikut contoh soal Perhitungan PPh
Badan Terutang :
PT ABC merupakan WP Badan yang memiliki omzet atau peredaran bruto pada
2020 sebesar Rp80.000.000.000 dan tidak ada koreksi fiskal. Karena PT ABC bukan
merupakan perusahaan terbuka (Tbk), maka ia tidak memanfaatkan penurunan tarif PPh
Badan sebesar 22% tahun ini, Maka PPh Terutang PT AAA adalah sebagai berikut:
= 25% x Rp80.000.000.000
= Rp20.000.000.000
66
BAB IX
PPH TERUTANG BADAN
9.1 Klasifikasi 1 Badan (Jika penghasilan bruto kurang dari Rp 4,8 Miliar)
Rumus : Penghasilan kotor (Peredaran bruto) x 1%
Contoh Soal :
Pada tahun 2017, PT Jaya Makmur memperoleh penghasilan kotor sebesar
Rp 3,8 Miliar. Maka besar PPh PT Jaya Makmur adalah :
= Penghasilan Kotor x 1%
= Rp 4 Miliar x 1%
= Rp 40 Juta
Selama tahun 2017 PT Jaya Makmur telah menyetor pajak penghasilan
karyawan ke kas negara sebesar Rp 8 Juta dan pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp2
Juta, maka pajak terutang PT Dedi Jaya adalah sebagai berikut:
= Rp 40 Juta – (Rp8 Juta + Rp 2 Juta)
= Rp30 Juta.
Rp30 Juta adalah angka yang bisa dicicil oleh PT Jaya Makmu ke kas
negara atas penghasilan badan usaha di tahun 2017.
9.2 Klasifikasi 2 Badan (Jika penghasilan lebih dari Rp 4,8 Miliar sampai dengan
Rp 50 Miliar)
Rumus : 0,25 - (0,6 Miliar / Penghasilan kotor) X PKP
Contoh Soal :
PT Jaya Makmur di tahun 2017 memperoleh penghasilan kotor Rp10
Miliar dan Penghasilan Kena Pajak adalah Rp3 Miliar. Formula perhitungannya
adalah sebagai berikut:
= 0.25 – (Rp0.6 Miliar/Rp10 Miliar) x Rp3 Miliar = Rp570 Juta (19%)
Selama tahun 2017, PT Jaya Makmur telah menyetorkan pajak
penghasilan karyawan sebesar Rp250 Juta dan PPh Pasal 23 sebesar Rp10 Juta.
Maka pajak terutang PT Jaya Makmur adalah:
=Rp570 Juta – Rp250 Juta – Rp100 Juta
= Rp220 Juta.
Rp220 juta adalah sisa pajak yang harus dibayarkan oleh PT Jaya Makmur
ke kas negara atas Pajak Penghasilan Badan di tahun 2017.
67
9.3 Klasifikasi 3 Badan (Jika lebih dari Rp 50 Miliar)
Tahun 2017 PT Jaya Makmur memperoleh penghasilan kotor Rp70 Miliar, dan
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp28 Miliar, maka besar pajak PT Dedi Jaya
adalah:
= 25% x Rp28 Miliar = Rp7 Miliar.
Selama 2017, PT Jaya Makmur telah menyetor pajak penghasilan karyawan
sebesar Rp3 Miliar dan PPh Pasal 23 sebesar Rp1 Miliar. Maka pajak penghasilan
terutangPT Jaya Makmur adalah:
= Rp7 Miliar – Rp3 Miliar – Rp1 Miliar
= Rp3 Miliar.
Rp3 Miliar adalah angka yang harus dibayarkan PT Jaya Makmur atas pajak
penghasilan di tahun 2017.
68
BAB X
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
69
pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan
yang sama;
● Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan
lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai; atau
● Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun
yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
70
● Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
● Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l UU PPh.
Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh
Pasal 21.
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
● Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
● Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan
seniman lainnya;
● Olahragawan;
● Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
● Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
● Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
● Agen iklan;
● Pengawas atau pengelola proyek;
● Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
● Petugas penjaja barang dagangan;
● Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
71
● Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh
Pasal
21. Selain itu, kategori di bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:
5. Mantan pegawai; dan/atau
6. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu
kegiatan, antara lain:
● Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan
lainnya;
● Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
● Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
● Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
● Peserta kegiatan lainnya.
Dalam hal Anda merupakan pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21/26, hal-hal
yang harus Anda lakukan adalah:
1. melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif
PPh yang berlaku;
2. membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut menggunakan
kode billing dengan kode MAP dan kode jenis setoran 411121-100. Penyetoran
dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh
Pasal 21 dilakukan pada bulan April 2020, maka penyetoran PPh-nya adalah
paling lambat dilakukan pada tanggal 10 Mei 2020; dan
4. menyampaikan laporan SPT Masa PPh 21 secara daring melalui saluran efiling
Direktorat Jenderal Pajak di laman pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi
Perpajakan (PJAP) resmi yang ditunjuk.
Jika Anda adalah orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang
bertindak sebagai pemotong PPh Pasal 21/26, Anda perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan 1721-
A2) atas penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara berkala.
2. Apabila Anda berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh
Pasal 21 nya dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka Anda
berhak menerima bukti pemotongan setiap awal tahun.
3. Apabila Anda berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan
peserta kegiatan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi
penghasilan, maka Anda berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21
72
setelah penghasilan dibayarkan.
73
4. Apabila Anda menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal 21-nya
tidak dipotong, maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan dilaporkan
melalui SPT Tahunan PPh Orang Pribadi serta membayar kekurangan pajaknya
menggunakan kode billing dengan kode MAP 411125 dan kode jenis setoran 200.
Seperti yang sudah disinggung di atas, tarif PPh Pribadi atau PPh 21 bertambah satu
lapis dan layer penghasilan yang dikenakan PPh Pribadi juga mengalami perubahan.
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
74
● Tambahan Rp4. 500.000 untuk setiap anggota keluarga kandung serta
keluarga dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif
sebesar dua kali lipat lebih tinggi daripada Wajib Pajak yang telah memiliki
NPWP.
Untuk metode gaji kotor bagi karyawan atau penerima penghasilan ini
biasanya menanggung pajak penghasilan terutangnya sendiri. Hal ini bisa
diartikan bahwa gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21 karyawan.
2. Gaji Bersih Dengan Tunjangan Pajak (Metode Gross-Up)
Selain itu pada metode gaji bersih dan tunjangan pajak yang ditanggung
sendiri oleh karyawan atau penerima penghasilan, namun tunjangan ini dibantu
oleh perusahaan. Dimana gaji pegawai dinaikan lebih dahulu lalu dipotong PPh
21 karyawan.
75
3. Gaji Bersih Dan Tunjangan Pajak Ditanggung Perusahaan (Metode Net)
Seperti penjelasan di atas bahwa penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap
berarti bukti potongnya harus berupa 1721 A1/A2 yang diterbitkan dengan penghasilan 1
tahun pajak. Bahkan tidak melebihi PTKP yang sesuai dengan ayat 1. Meski ketentuan
perpajakannya berbeda dengan pegawai tetap, jenis pajak yang dikenakan sama yakni
PPh Pasal 21.
Seperti sudah disebutkan di atas, PPh 21 pegawai tidak tetap punya ketentuannya
sendiri. Salah satu contoh ketentuan itu misalnya, PPh 21 hanya dikenakan pada tenaga
kerja lepas yang memiliki penghasilan senilai Rp 450.000 per hari atau lebih.
Berikut ini daftar ketentuan khusus dalam PPh 21 pegawai tidak tetap:
1. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan sehari belum
melebihi Rp 300.000.
2. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau
melebihi Rp 450.000 merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto.
3. Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 bulan
kalender melebihi Rp 4.500.000 , maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.
4. Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau
upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
76
5. PTKP sebenarnya adalah untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
6. PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah
sebesar PTKP per tahun Rp 54.000.000 dibagi 360 hari.
7. Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program
jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
77
10.6 Cara Perhitungan PPh Pasal 21
Contoh Penghitungan PPh 21 untuk Karyawan atau Pegawai Tetap
Berikut ini adalah contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau pegawai
tetap dengan memperhitungkan PTKP.
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status
menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di
Kementerian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan.
PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan
membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan
gaji, yakni senilai Rp 60.000 per bulan.
Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT)
setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan
Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji.
Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima
uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
JK 0,3% 18.000
78
Pengurangan:
(54.000.000)
Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan
120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Juli menjadi Rp 147.538 x 120% = Rp 177.046.
Penjelasan:
(i) Tunjangan lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi,
komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut dapat
diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.
(ii) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% – 1.74% sesuai
kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun
79
2007. Di OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan adalah tarif JKK yang paling
umum dipakai perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(iii) Biaya Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000
sebulan, atau Rp 6.000.000 setahun
(iv) Jaminan atau Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya
disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan. Jumlah
persentase yang diterapkan di sini adalah 1%.
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau
pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, maka penghasilan neto
dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun.
Namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei
(sekadar contoh), maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari
penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan).
Pada contoh ini diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai
bekerja pada bulan Januari.
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk mengurangi penghasilan
bruto, agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang akan dihitung sebagai objek
pajak penghasilan milik wajib pajak.
Pada contoh ini WP sudah menikah dan memiliki tiga tanggungan anak, namun
karena suami WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita
adalah PTKP untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan penuh,
atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh: 56.901.200,00 menjadi
56.901.000.
80
Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2016
bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika Kawashima selain gaji
adalah:
Pengurangan
(331.758)
54.000.00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 0
(54.000.000)
PPh Terutang
5% x 8.440.000,00 422.000
35.167
PPh Pasal 21 Bulan September = 422.000 / 12
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%,
sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200
81
BAB XI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Aktivitas ekspor dan impor barang yang dilakukan oleh eksportir akan
dikenakan PPh 22, beberapa barang komoditas di dalamnya adalah tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam.
82
4. Pembayaran Atas Pembelian Barang Kepada Pihak Ketiga
Pembayaran atas pembelian barang dan atau berbagai bahan untuk BUMN
yang akan dikenakan PPh 22 adalah untuk kebutuhan kegiatan bisnisnya.
6. Penjualan Hasil Produksi Kepada Distributor
Penjualan pada hasil produksi pada distributor yang dikenakan PPh pasal
22 adalah distributor dari dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di dalam
bidang bisnis industri semen, kertas, baja, otomotif, farmasi, dan industri hulu.
Penjualan atas barang yang masuk dalam kategori sangat mewah akan
dikenakan PPh 22 dan akan dilakukan oleh wajib pajak badan.
Diatur dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015
tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli
atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Barang yang tergolong sangat
mewah adalah :
1. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
2. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
3. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
83
Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400m2;
84
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150m2;
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder
lebih dari 3000cc; dan/atau
6. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp300 juta
atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
85
13) Vaksin Pollo dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
14) Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
15) Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional
sesuai dengan kegiatan usahanya;
16) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional, dan suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam
rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh oleh badan
usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara
sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara
prasarana perkeretaapian umum yang digunakan untuk pembuatan kereta
api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta
prasarana perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum;
18) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas
dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
19) Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
20) Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali;
86
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
87
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank
Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna
Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran).
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum BULOG).
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Surat Setoran
Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) dan/atau Bukti Penerimaan
Negara yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh
eksportir yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan formulir Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) dan/atau
Bukti Penerimaan Negara yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
88
Tarif PPh Pasal 22 atas Impor
1. Barang tertentu (Lampiran I PMK-34/PMK.010/2017) dan barang kiriman sampai
batas jumlah tertentu yang dikenai bea masuk dengan tarif pembebanan tunggal
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan, sebesar 10%
dari nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
2. Barang tertentu lainnya (Lampiran II PMK-34/PMK.010/2017), sebesar 7,5% dari
nilai impor dengan atau tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API);
3. barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu (Lampiran III PMK-
34/PMK.010/2017), sebesar 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan Angka
Pengenal Impor (API);
4. Barang selain barang di atas (poin 1,2,3) yang menggunakan Angka Pengenal
Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor;
5. Barang selain barang di atas (poin 1,2,3) yang tidak menggunakan Angka
Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor;dan/atau
6. barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
kepabeanan di bidang impor.
89
11.4 PPh Pasal 22 Bendaharawan
PPh pasal 22 bendaharawan adalah penarikan pajak penghasilan pasal 22 yang
dilakukan oleh bendaharawan pemerintah atas adanya penyerahan barang oleh mitra yang
dibiayai dari APBN atau APBD. Sederhananya, PPh 22 bendaharawan adalah pajak yang
ditarik oleh bendaharawan pemerintah, baik itu pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
instansi, atau berbagai lembaga negara lainnya yang berhubungan dengan pembayaran
penyerahan.
Pada prinsipnya, PPh Pasal 22 adalah pemungutan atas penghasilan yang
dibayarkan sehubungan dengan pembelian barang.
Adapun yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 bendaharawan adalah:
1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang.
2. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP).
3. Bendahara pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan
kerja kementerian negara/lembaga.
4. KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
KPA berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
90
1. Impor
91
2. PPh Pasal 22 yang pemungutnya dilakukan oleh Bendahara harus disetor pada
hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang
dibiayai dari belanja negara.
3. Penyetoran dilakukan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh Bendahara. Dalam hal pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), SSP juga diisi oleh atas nama
rekanan serta ditandatangani oleh KPPN.
4. Dalam hal rekanan belum mempunyai NPWP, maka kolom NPWP pada SSP
cukup diisi angka 0 (nol) kecuali untuk tiga digit kolom kode Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama diisi dengan kode KPP Pratama/KPP tempat bendahara
terdaftar.
92
Pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pemungut Pajak atas penjualan bahan bakar minyak
dan bahan bakar gas kepada:
- penyalur/agen bersifat final;
- selain penyalur/agen bersifat tidak final
- Pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan pelumas bersifat tidak final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak
yang dipungut.
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki NPWP adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang dapat menunjukkan NPWP hanya untuk objek yang bersifat tidak final (Pasal
2 ayat (4) dan (6) PMK-34/PMK.010/2017).
Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 22 Pembelian BBM, BBG dan Pelumas
- Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak wajib disetor oleh pemungut ke
kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan menggunakan SSP/Kode billing dengan kode akun pajak:
- KAP: 411122
- KJS:
- untuk agen/penyalur: 401
93
- selain agen/penyalur: 100
- Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (formulir
bukti pemungutan PPh Pasal 22 sesuai Lampiran III.3 PER-53/PJ/2009)
- Penyetoran dilakukan paling lama pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
- Pelaporan dilakukan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
94
1. Perhitungan PPh Pasal 22 jika memiliki API
Jika PT AAA memiliki angka pengenal impor, maka hitungan PPh Pasal 22 dari
impor barang tersebut sebagai berikut:
= (Tarif PPh Pasal 22 memiliki API x Nilai Impor)
= 2,5% x Rp9.114.120.000
= Rp227.853.000
2. Perhitungan PPh 22 jika tidak memiliki API
Ketika PT AAA tidak memiliki angka pengenal impor, hitungan Pajak
Penghasilan Pasal 22 dari impor barang tersebut adalah:
= (Tarif PPh Pasal 22 tidak punya API x Nilai Impor)
= 7,5% x 9.114.120.000
= Rp683.559.000
Jadi, besar Pajak Penghasilan pasal 22 yang dipungut Dinas Pendidikan Kota
Bogor sebesar Rp330.000, karena PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk
PPN.
Perlu diketahui, atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara
atau belanja daerah yang dikecualikan dari pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
dengan jumlah kurang dari Rp1.000.000. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar
minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos. Pembayaran/pencairan
dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
95
BAB XII
PPH PASAL 23
12.2 Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Menurut Ziski Aziz (2016:114) Pajak penghasilan
pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan. Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23
adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
96
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
- Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas
sewa selain tanah dan bangunan saja.
97
Jenis Penghasilan Tarif
2%
● Jasa penilai (appraisal);
● Jasa aktuaris;
● Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
● Jasa hukum;
● Jasa arsitektur;
● Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
● Jasa perancang (design);
● Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
● Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
minyak dan gas bumi (migas);
● Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas
bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
● Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
● Jasa penebangan hutan;
● Jasa pengolahan limbah;
98
● Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing
services);
● Jasa perantara dan/atau keagenan;
● Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI)
dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
● Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
● Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
● Jasa mixing film;
● Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise,
banner, pamphlet, baliho dan folder;
● Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem
komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
● Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website;
● Jasa internet termasuk sambungannya;
● Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi,
dan/atau program;
● Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
● Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
● Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan
udara;
● Jasa maklon;
● Jasa penyelidikan dan keamanan;
● Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
● Jasa penyediaan tempat, dan/atau waktu dalam media massa, media
luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau
jasa periklanan;
● Jasa pembasmi hama;
● Jasa kebersihan atau cleaning service;
● Jasa sedot septic tank;Jasa pemeliharaan kolam
● Jasa catering atau tata boga;
● Jasa freight forwarding;
● Jasa logistik;
● Jasa pengurusan dokumen;
● Jasa pengepakan;
● Jasa loading dan unloading;
99
100
● Jasa laboratorium dan/atau dilakukan oleh lembaga atau pengujian
kecuali yang institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
● Jasa pengelolaan parkir;
● Jasa penyondiran tanah;
● Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
● Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
● Jasa pemeliharaan tanaman;
● Jasa pemanenan;
● Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan,
dan/atau perhutanan;
● Jasa dekorasi;
● Jasa percetakan/penerbitan;
● Jasa penerjemahan;
● Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal
15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
● Jasa pelayanan kepelabuhan;
● Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
● Jasa pengelolaan penitipan anak;
● Jasa pelatihan dan/atau kursus;
● Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
● Jasa sertifikasi;
● Jasa survey;
● Jasa tester, dan
● Jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang pembayarannya dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Dalam hal Wajib Pajak Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100% sebagai denda dari tarif yang telah ditentukan diatas. Perhitungan dilakukan dengan
mengalikan 200% dengan total pajak yang terutang.
101
12.6 Contoh soal PPh pasal 23
a. Pak Ahmad menerima royalti atas hak yang digunakan sebesar Rp30..000.000.
Berapa besar pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti yang diberikan pada Pak
Ahmad?
➔ Tarif PPh Pasal 23 atas royalti = 15%-
➔ Besar royalti = Rp30.000.000
= Rp 4.500.000
Jadi, besar pemotongan PPh 23 atas royalti yang diterima Pak Ahmad adalah
senilai Rp 4.500.000
b. Tuan Ahmad menerima jasa merancang busana dengan jumlah bruto Rp20.000.000.
Berapa jumlah PPh yang harus dibayarkan Tuan Ahmad?
➔ Tarif Pasal 23 atas jasa = 2%
➔ Jumlah bruto jasa merancang busana = Rp 40.000.000
= Rp 800.000
Jadi, Tuan Ahmad sebagai pihak yang menerima penghasilan harus membayar
atau dipotong PPh Pasal 23 atas jasa sebesar Rp 800.000.
102
BAB XIII
PPH PASAL 24
13.2 Pengertian
PPh Pasal 24 diartikan sebagai peraturan yang mengatur hak Wajib Pajak untuk
memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang
dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi
dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar
negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak
di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda. Pasal 24 ayat 1 UU
Nomor 36 tahun 2008 tentang PPh.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri, boleh dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
103
13.2 Sumber Penghasilan
Sumber penghasilan kena pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia sebagaimana
aturan perundang-undangan. Adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut.
a. Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan
saham dan surat berharga lainnya.
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta- benda bergerak.
c. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak
bergerak.
d. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, serta kegiatan.
e. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda
keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
pertambangan.
g. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
h. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha
tetap (BUT).
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham
atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta
gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti. Sewa
tersebut bertempat kedudukan atau berada.
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah
negara tempat harta tersebut terletak
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah
ara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat
kedudukan atau berada.
e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
104
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut
serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah
negara tempat lokasi penambangan berada.
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha
tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur/perhitungan berikut ini:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang
dikenakan tarif Pasal 17
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam hal
Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp40.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri. Jumlah
ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh
dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih
jumlah yang terendah.
105
13.5.2 Penghasilan luar negeri dari 1 negara
PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 35% (Rp700.000.000,00).
2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000,000,000,00 dengan tarif
pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00).
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00.
● Untuk negara B:
13.5.3 Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di Dalam Negeri
PT Selera Rakyat berkedudukan di Indonesia memperoleh penghasilan neto dalam
tahun 2015 sebagai berikut:
Di Belanda memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp600.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 30%). Di dalam negeri menderita kerugian sebesar
Rp200.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang tahun
2014?
106
Jawaban:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dari Belanda Rp 600.000.000
Penghasilan dari dalam negeri Rp (200.000.000)
Jumlah penghasilan neto Rp 400.000.000
2. Menghitung total PPh terutang:
Pajak terutang 25% * Rp 400.000.000 Rp 100.000.000
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan:
(penghasilan luar negeri : total penghasilan) x total PPh terutang
(600.000.000 : Rp 400.000.000)x Rp 100.000.000 Rp 150.000.000
4. Menghitung PPh yang terutang atau dipotong di luar negeri :
30% x Rp 600.000.000 Rp 180.000.000
Kredit pajak yang diperoleh (PPh pasal 24) adalah Rp150.000.000. Jumlah ini
diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh
dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih
jumlah yang terendah.
13.5.4 Penghitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha di luar Negeri
PT Selaras Abadi pada tahun 2013 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut:
Di Thailand memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000
(tarif pajak yang berlaku 40%). Di Jerman menderita kerugian sebesar
Rp500.000.000 (tarif pajak yang berlaku 25%). Di dalam negeri memperoleh laba
usaha sebesar Rp500.000.000
Hitunglah PPh Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang tahun
2014?
Jawaban:
1. Menghitung total penghasilan kena pajak:
Penghasilan dalam negeri Rp 300.000.000
Penghasilan luar negeri Rp 500.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000
2. Menghitung total PPh terutang:
Pajak terutang 25% * Rp 800.000.000 Rp 200.000.000
3. Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan:
(penghasilan luar negeri : total penghasilan) x total PPh terutang
(300.000.000 : Rp 800.000.000)x Rp200.000.000 Rp 75.000.000
4. Menghitung PPh yang terutang atau dipotong di luar negeri :
40% x Rp 200.000.000 Rp 120.000.000
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan adalah Rp75.000.000.
107
BAB XIV
PPH PASAL 25
109
bulan Mei 2022, maka angsuran PPh Pasal 25 harus dibayar paling lambat tanggal 15
Juni 2022.
f. Untuk batas waktu pembayaran yang jatuh pada hari libur maka pembayaran dapat
dilakukan pada hari berikutnya.
g. Terdapat sanksi apabila Wajib Pajak terlambat melakukan pembayaran PPh Pasal 25
yaitu akan dikenai tarif sanksi pajak per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo
hingga tanggal pembayaran.
h. Jika malah terjadi keterlambatan, baik pembayaran atau pelaporan SPT Masa, beban
yang diterima justru akan semakin besar dan penggunaan angsuran pembayaran
pajak berupa PPh Pasal 25 yang dipilih akan jadi tidak bermakna.
i. Batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya dari Masa Pajak yang akan dibayarkan.
j. Apabila ada keterlambatan dalam penyetoran angsuran pajak terutang sesuai tarif
PPh Pasal 25 dan pelaporan PPh Pasal 25, terdapat sanksi yang berlaku yaitu tarif
sanksi pajak yang dihitung berdasarkan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang
ditetapkan Kementerian Keuangan setiap bulannya.
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena
Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
110
14.6 Jenis Pembayaran PPh Pasal 25
Terdapat dua jenis pembayaran angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi (WPOP), yaitu:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT), yaitu pekerja
bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT =
Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT), yaitu yang melakukan
usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau
lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing
tempat usaha.
Jawab:
Penghasilan neto dikurangi kompensasi kerugian = Rp300.000.000 - Rp100.000.000
= Rp. 200.000.000
Kredit pajak:
PPh yang dipotong atau dipungut = (Rp. 14.000.000)
Selisih = Rp. 36.000.000
Adapun selisih antara PPh terutang dengan kredit pajak menjadi dasar perhitungan
besarnya PPh Pasal 25 per bulan. Dengan demikian, perhitungan PPh Pasal 25 tiap
bulan adalah sebagai berikut:
Besarnya PPh Pasal 25 per bulan = Rp. 36.000.000/12 bulan
= Rp. 3.000.000
111
BAB XV
PPH PASAL 26
15.1 Pengertian
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, PPh pasal 26 merupakan pajak
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di Indonesia. Kriteria
seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak luar negeri adalah:
1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
112
15.4 Tarif Pengenaan PPh Pasal 26
Tarif yang dikenakan sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B)
antar negara atau tax treaty, yaitu sebesar 20% untuk setiap pengenaan jenis Pajak
Penghasilan pasal 26. Ketentuan dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut:
1. Tarif 20% dari penghasilan bruto;
2. Tarif 20% dari penghasilan neto;
3. Tarif 20% dari peghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan
pajak penghasilan).
1. Pajak penghasilan pasal 26 dipotong pada akhir bulan pada saat dilakukannya
pembayaran penghasilan, disediakan untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh
temponya pembayaran penghasilan bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.
2. Pajak Penghasilan pasal 26 saat terutang dipotong pada saat pembayaran, disediakan
untuk dibayarkan (deviden) dan jatuh tempo (bunga dan sewa), atau saat yang
ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (royalti, imbalan jasa teknik atau
jasa manajemen atau jasa lainnya).
3. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap tiga:
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak Luar Negeri
- Lembar kedua untuk kantor pelayanan pajak
- Lembar ketiga untuk arsip pemotong
4. Pembayaran PPh pasal 26 dilakukan oleh pihak pemotong dan disetorkan ke bank
Persepsi atau Kantor Pos yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
5. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26 bertepatan
dengan hari libur, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
113
Jawab:
Perkiraan penghasilan neto = Rp. 2.000.000.000 x 50%
= Rp. 1.000.000.000
114
BAB XVI
PPH PASAL 28
PPh Pasal 28 diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36
Tahun 2008. PPh Pasal 28 diberlakukan untuk memperluas basis pajak penghasilan dan
mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor-sektor penghasilan yang bersifat pasif.
Pemberlakuan PPh Pasal 28 juga sejalan dengan prinsip-prinsip perpajakan yang adil
dan proporsional, di mana setiap wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan besarnya
penghasilan yang diterima. PPh Pasal 28 juga membantu pemerintah dalam mencapai target
penerimaan pajak yang diperlukan untuk membiayai pembangunan dan program-program
pemerintah lainnya.
16.2 Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun. Sebagaimana ketentuan Undang-Undang PPh Pasal 28 mengatur tentang kredit pajak
yang dapat dijadikan pengurang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan. Dalam PPh Pasal 28 menyebutkan beberapa jenis PPh yang dapat dikreditkan
dan beberapa hal yang tidak dapat dikreditkan.
Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. Sebagaimana menurut PPh Pasal 28
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan
kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan.
115
3. Pasal 29 : Berkaitan dengan apabila pajak terutang lebih besar dari jumlah
pengurangnya, maka wajib dilunasi sebelum disampaikannya Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan (SPT).
116
c. PPH Pasal 28
Sedangkan untuk perhitungan PPH pada pasal 28 Anda bisa mengetahui tata
caranya sebagai berikut ini dengan memakai rumus perhitungan untuk PPH pada
pasal 28, yaitu:
= PPH terutang – kredit pajak
= Rp. 25 juta – Rp. 31,5 juta
= -Rp. 6,5 juta
Berdasarkan perhitungan di atas, maka Anda bisa mengetahui untuk PPh pada
pasal 28 tersebut terdapat kelebihan bayar pajak penghasilan senilai Rp.
6.500.000.
117
BAB XVII
PPH PASAL 29
17.1 Pengertian
Pengertian dasar PPh Pasal 29 adalah Pajak Penghasilan (PPh) kurang bayar yang
terdapat dalam SPT Tahunan PPh yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang
bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25
dengan dasar hukum UU No.36 Tahun 2008. Pada dasarnya, pengertian PPh Pasal 29 adalah
Pajak Penghasilan (PPh) kurang bayar yang terdapat dalam SPT Tahunan PPh.
118
17.6 Contoh Perhitungan
1. Perhitungan PPh Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi
Pak Andi adalah pengusaha pakaian dengan omzet sebesar Rp1.000.000.000 / tahun di
2021. Ternyata setelah dihitung, terdapat Pajak Kurang Bayar PPh Pasal 29 ketika ia
hendak melaporkan SPT Tahunan. Jumlah PPh Terutang Pak Andi adalah sebesar
Rp8.000.000.
Dengan menggunakan rumus sebelumnya,
PPh 25 sudah dilunasi = 0,75 x penghasilan/omzet per bulan
= 0,75 x Rp1.000.000.000
= Rp7.500.000
PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terutang - PPh 25 sudah dilunasi
= Rp8.000.000 - Rp7.500.000
= Rp500.000
2. Perhitungan PPh Pasal 29 Wajib Pajak Badan
PT ABC memiliki PPh Terutang sebesar Rp600.000.000 dalam setahun di 2021. Di
tahun 2022, setelah dilakukan perhitungan kembali, PT ABC memiliki PPh Terutang
sebesar Rp700.000.000.
PPh 29 harus dilunasi = PPh masih terutang - angsuran PPh 25
= Rp700.000.000 - Rp600.000.000
= Rp100.000.000
119
BAB XVIII
UNDANG - UNDANG PAJAK PENGHASILAN
120
18.3.1 Ketentuan Umum Undang-Undang Pajak Penghasilan
Ketentuan umum berisi tentang batasan pengertian, definisi dan seluruh hal yang
diatur dalam undang-undang pajak penghasilan. Pada undang-undang ini, ketentuan
umum tertulis sebagai berikut: Pajak Penghasilan dikenakan terhadap orang pribadi
atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak.
18.3.2 Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
- Orang pribadi atau perseorangan
- Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
- Badan yang terdiri dari PT, CV, BUMN, BUMD, badan dan bentuk usaha tetap,
persekutuan, perseroan, perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan
koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap.
18.3.3 Objek Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan (PPh) adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan.
Contoh objek pajak penghasilan adalah:
- Gaji, upah, komisi, bonus, atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya
untuk pekerjaan yang dilakukan.
- Honorarium, hadiah undian dan penghargaan.
- Laba bruto usaha.
- Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk
keuntungan yang diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,anggota, serta karena
likuidasi
121
dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk seluruh tahun pajak yang
bersangkutan.
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam rangka pelaksanaan undang-undang pajak
penghasilan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
122
BAB XIX
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN-BM) : TERMINOLOGI DALAM
PPN DAN PPN BM
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang
membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan
lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak
kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dan non PKP.
Harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum
memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki
kewajiban untuk membayar pajak dan menyalurkannya ke kas negara.
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari
pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau
penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi
PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang
pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang
dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai
pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut
berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan
sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi
hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam
Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi
untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP diatas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor
Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya
Masa Pajak.
123
19.1.2 Undang-Undang yang mengatur PPN
Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya juga akan ada objek yang
dibebaskan dari pengenaan pajak. Berikut adalah objek PPN dan yang dikecualikan
dari PPN alias yang masuk dalam daftar negatif list PPN:
124
f. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang
dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang
Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
Seiring dengan rencana kenaikan tarif PPN 12%, dalam draft RUU KUP ini
pemerintah juga akan mengeluarkan sejumlah barang/jasa yang bebas PPN menjadi
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Berikut adalah daftar barang/jasa yang
dikeluarkan dari daftar negatif list PPN:
a. Sembako/sembilan bahan pokok, seperti beras, gula konsumsi, dan lainnya
b. Jasa Pendidikan
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan Pajak yang dikenakan selain
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan barang-barang yang tergolong sebagai
barang mewah. PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan oleh
Pemerintah untuk menjalankan fungsi keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen
yang berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi, serta pengendalian pola
konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Sederhananya, jika Anda memiliki
penghasilan yang tinggi, otomatis Anda juga harus membayar pajak lebih tinggi.
125
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan mengapa pemerintah menganggap
pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sangat penting. Berikut penjelasan Pasal 5
ayat (1) UU PPN No. 42 TAHUN 2009:
1. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
126
BAB XX
UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN-BM) : FAKTUR PAJAK, DASAR
PENGENAAN PAJAK, TARIF DAN CARA MENGHITUNG PPN
Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai
digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
sendiri terdiri dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak
yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah
jumlah harga jual.
2. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat
Pasal 1 angka 20 UU PPN).
3. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
4. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain
adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan
PPN atas jenis penyerahan BKP/JKP tertentu.
Tarif PPN dan Kenaikan Tarif PPN Terbaru 12%. Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun
2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:
1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan
ekspor JKP.
127
3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling
tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodok antara pemerintah dan parlemen,
maka dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12% ini masih di bawah dari ketentuan
tarif PPN paling tinggi sebesar 15%
Bisnis barang mewah seperti barang elektronik, mobil, gadget, dan sebagainya sedang
berkembang pesat di Indonesia. Sebagai pelaku bisnis, Anda wajib memahami cara
perhitungan pajak barang mewah ini. Cara menghitung Pajak Penjualan atas Barang Mewah
terutang sebagai berikut:
PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak
Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP tergolong mewah = 0%.
Contoh kasus:
Harga jual sedan diesel 1800 cc oleh PKP
Produsen = Rp260.000.000,00
PPN (10% X Rp260 juta) = Rp 26.000.000,00
PPnBM (40% X Rp260 juta) = Rp104.000.000,00
Total Harga jual termasuk PPN dan PPnBM = Rp390.000.000,00
Perhatikan bahwa DPP PPnBM = DPP PPN
128
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang
kena pajak/jasa kena pajak yang dikenai pajak Undang-Undang PPN 1984 atau sekarang
sudah berubah menjadi Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 (menurut perubahan pada UU
Cipta Kerja)
Kewajiban pengusaha kena pajak :
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak
b. Memungut PPN & PPnBM yang terutang
c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang terutang
d. Melaporkan perhitungan pajak
Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
:
a. Pengusaha Kecil dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto dalam satu tahun
tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)
b. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang/jasa yang tidak dikenakan PPN
Adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang mempunyai pengertian
sebagai berikut :
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli/sewa guna usaha (leasing)
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
4. Pemakaian sendiri/pemberian cuma-cuma atas BKP
5. BKP berupa persediaan/aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya/penyerahan BKP antar cabang
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan
20.6 Faktur
Faktur adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan BKP/JKP. Faktur pajak dibuat pada :
1. Saat penyerahan BKP/JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin
4. Saat lain yang diatur/berdasarkan peraturan menteri keuangan
Merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk melaporkan
penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang. Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk
129
melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun juga dapat digunakan untuk
melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut.
SPT Masa PPN harus dilapor setiap bulannya, walaupun tidak ada perubahan neraca,
atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Jatuh tempo pelaporan adalah pada hari
terakhir (tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.
Kecuali di bawah kondisi tertentu seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan
PER-80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikut setelah
akhir masa pajak yang bersangkutan. Gagal melaporkan akan berakibat denda sebesar Rp
500.000,00 (UU KUP Pasal 7 ayat 1).
Tahapan cara lapor SPT Masa PPN melalui aplikasi e-Faktur versi 3.0 :
- Masuk ke e-Faktur web DJP di https://web-efaktur.pajak.go.id/
- Masuk ke database SPT
- Pilih SPT Masa PPN yang akan dilaporkan
130
BAB XXI
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : MEKANISME PENETAPAN SPOP PBB
132
BAB XXII
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : OBJEK DAN SUBJEK PBB, TAHUN
PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG,
PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK, PAJAK
TERUTANG, DAN SURAT KETETAPAN PAJAK
Sedangkan, untuk objek bangunan dalam Pajak Bumi dan Bangunan meliputi:
1. Rumah tinggal
2. Bangunan usaha
3. Gedung bertingkat
4. Pusat perbelanjaan
5. Pagar mewah
6. Kolam renang
7. Jalan tol
Definisi dari subjek Pajak Bumi dan Bangunan (subjek PBB) merupakan orang pribadi
atau badan yang secara sah dan nyata memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaatnya,
memiliki dan menguasai bangunan tersebut, serta merasakan manfaatnya.
133
f. Sejarah
Definisi dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sendiri merupakan besarnya harga atas
objek baik bumi maupun bangunan atau dapat dikatakan pula sebagai harga untuk properti
tanah dan bangunan. Sebelum menghitung berapa besarnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang harus dibayarkan, maka langkah pertama harus mengetahui terlebih dulu harga dari
tanah dan bangunan tersebut.
Contoh perhitungan:
Wajib Pajak A mempunyai objek pajak berupa tanah seluas 200 m2 dengan harga jual
Rp 500.000,00/m2 dan bangunan seluas 100 m2 dengan harga jual Rp 400.000,00/m2.
Berdasarkan Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Gubernur Nomor 200 Tahun 2012 tentang
Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, NJOP PBB ditetapkan sebagai berikut:
134
3. Pagar Mewah 300 m2 Rp365.000 Rp219.000.000
2 Meter
Surat Pemberitahuan Objek Pajak atau disingkat SPOP adalah surat yang dipakai
untuk mendaftar objek pajak yang bertujuan untuk menghitung berapa nominal terutang Pajak
Bumi Bangunan oleh Wajib Pajak.Sedangkan berdasarkan pasal 1 angka 4 tentang Undang-
Undang Pajak Bumi dan Bangunan menjelaskan SPOP adalah surat yang digunakan Wajib
Pajak dalam melaporkan data objek pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Dapat disimpulkan secara sederhana, SPOP adalah salah satu syarat yang digunakan
sebelum membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di dalam Surat Pemberitahuan Objek
Pajak (SPOP) biasanya Anda diminta untuk menuliskan apa saja data objek dan subjek dari
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang akan Anda bayar ke pemerintah.
135
Saat Anda mendapatkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Wajib Pajak tidak
hanya mengisi data objek dan subjek PBB namun juga ada beberapa hal yang menjadi
kewajiban Wajib Pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
Beberapa hal yang ada pada Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) harus Anda
ikuti secara baik dan benar adalah :
2. Mengisi Surat Pemberitahuan Objek atau pajak (SPOP) secara dengan baik dan benar
Surat Pemberitahuan Objek atau pajak atau SPOP adalah surat yang dimintai oleh
layanan pajak untuk mengetahui berapa tagihan hutang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) yang wajib Anda bayar. Untuk itu pastikan mengisi secara baik dan benar,
karena hal ini menyangkut tentang nominal dan data-data pribadi Anda. Kesalahan
data bisa jadi berakibat fatal dan merepotkan pihak pelayanan. Isilah SPOP sesuai
keadaan Anda jangan ada yang dilebih-lebihkan maupun dikurang-kurangi. Sebab
Anda bertanggung jawab kepada negara tentang kekayaan yang Anda miliki.
136
BAB XXIII
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) : TATA CARA PERHITUNGAN PBB,
PROSES PENGAJUAN KEBERATAN, BANDING, PENGURANGAN,
PEMBETULAN, PEMBATALAN, PROSES PEMBAYARAN (SISTEP),
RESTITUSI/KOMPENSASI DAN PELAYANAN SATU TEMPAT
Kembali dengan mengacu pada uraian dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut,
maka untuk menghitung Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah dengan mengalikan persentase
dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) tersebut dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Rumusnya
adalah sebagai berikut:
137
3. Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Setelah mengetahui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP),
maka dapat langsung menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan menggunakan
rumus berikut ini:
Merujuk Pasal 41 UU HKPD, besar tarif PBB-P2 paling tinggi 0,5%. Sedangkan tarif
PBB-P2 berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan lebih rendah daripada tarif untuk
lahan lainnya. Tarif PBB-P2 ini nantinya akan ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan
Daerah (Perda) di masing-masing daerah
4. Dasar Hukum
5. Contoh Soal
Diketahui NJOPTKP Rp 10.000.000. Maka besaran PBB terutang Pak Dudu adalah:
138
Jawab:
NJOP = RP 2.950.000.000
NJOPKP = Rp 2.940.000.000
Menghitung NJKP
NJKP = Rp 1.176.000.000
Menghitung PBB
139
23.2 Proses pengajuan dan penyelesaian keberatan dan banding, pengurangan,
pembetulan, pembatalan,pengurangan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak atas
suatu:
Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat
ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak
dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.
140
Ketentuan khusus:
a. Dalam hal Surat Keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
atau huruf f, Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan tersebut
dan menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.
b. Tanggal penyampaian Surat Keberatan yang telah diperbaiki merupakan tanggal
Surat Keberatan diterima.
c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak yang
masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu)
bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
141
a. surat permintaan peminjaman yang kedua; dan/atau
b. surat permintaan keterangan yang kedua.
4. Wajib Pajak harus memenuhi pinjaman dan/atau permintaan yang kedua paling lama
10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang
kedua dikirim.
1. Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang
diajukan.
- Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal Surat Keberatan diterima sampai
dengan tanggal Surat Keputusan Keberatan diterbitkan.
2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas surat dari
Direktur Jenderal Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak
dipertimbangkan, jangka waktu 12 (dua belas) bulan tertangguh, terhitung sejak
tanggal dikirim surat dari Direktur Jenderal Pajak tersebut kepada Wajib Pajak
sampai dengan Putusan Gugatan Pengadilan Pajak diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
3. Apabila jangka waktu di atas telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi keputusan atas keberatan, keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak
dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir.
142
7. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
8. Dalam hal Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak dianggap tidak
mengajukan keberatan.
9. Dalam hal Wajib Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan, pajak yang masih
harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi menjadi utang
pajak sejak tanggal penerbitan SKP.
KETENTUAN TAMBAHAN
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan:
1. pengurangan, penghapusan, dan pembatalan sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan;
2. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau
3. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan atau verifikasi yang
dilaksanakan tanpa:
a. Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau surat
pemberitahuan hasil Verifikasi; atau
b. Pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
dengan Wajib Pajak.
143
Sementara itu, sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) UU PBB, untuk penagihan pajak yang
terutang dengan SKP, pajak yang terutang tersebut harus dilunasi paling lambat dalam waktu
satu bulan. Jangka waktu yang dimaksud juga terhitung sejak tanggal diterimanya SKP oleh
wajib pajak. Lebih lanjut, sesuai Pasal 11 ayat (3) UU PBB, apabila seorang wajib pajak
terlambat atau kurang dalam melakukan pembayaran pajak yang terutang padanya maka
terhadap wajib pajak tersebut akan dikenai denda administrasi. Adapun denda yang
dikenakan, sebesar 2% setiap bulannya dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai tanggal
dilakukannya pembayaran dalam jangka waktu paling lama 24 bulan. Sebagaimana diatur
Pasal 11 ayat (4) UU PBB, untuk penagihan denda administrasi dan pokok pajaknya
dilakukan melalui Surat Tagihan Pajak (STP). Adapun dalam penagihan yang dilakukan,
meliputi denda administrasi beserta jumlah hutang pajak yang belum atau yang kurang
bayarnya.
Denda administrasi tersebut harus dilunasi paling lambat dalam jangka waktu satu
bulan sejak diterimanya STP oleh wajib pajak. Selain itu, mengacu pada ketentuan Pasal 14
UU PBB, menteri keuangan juga dapat melimpahkan kewenangan untuk melakukan
penagihan PBB kepada gubernur, bupati, atau wali kota. Selanjutnya, ketentuan penagihan
PBB yang dipungut oleh pemerintah daerah (PBB-P2) diatur dalam Pasal 101 UU PDRD.
Sesuai dengan pasal tersebut, kepala daerah memiliki kewenangan untuk menentukan tanggal
jatuh temponya pembayaran dan penyetoran PBB yang terutang. Mengenai penetapan tanggal
jatuh temponya, berdasarkan Pasal 101 ayat (1) UU PDRD, harus sudah ditetapkan dalam
jangka waktu paling lama 30 hari kerja setelah saat terutangnya pajak. Sementara itu, untuk
penetapan tanggal jatuh setelah diterimanya SPPT oleh wajib pajak tidak boleh lebih dari
enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT tersebut. Berdasarkan Pasal 101 ayat (2) UU
PDRD, untuk dasar penagihan pajak melalui SPPT, SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah),
SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar), SKPDKBT (Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar Tambahan), STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah), Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan putusan banding yang menyebabkan jumlah
PBB yang harus dibayar bertambah maka pajak yang terutang tersebut harus dilunasi dalam
jangka waktu paling lama satu bulan. Jangka waktu di atas mulai terhitung sejak tanggal
diterbitkannya dasar penagihan tersebut. Selain itu, berdasarkan Pasal 101 ayat (3) UU
PDRD, kepala daerah juga diberi kewenangan untuk memberikan persetujuan kepada wajib
pajak agar dapat mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya apabila wajib pajak
tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Namun, untuk pengangsuran atau
penundaan pembayaran tersebut, dikenakan bunga sebesar 2% untuk setiap bulannya sampai
pembayaran dilunasi. Secara keseluruhan, perbedaan antara penagihan PBB oleh pemerintah
pusat dan daerah terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan penagihan tersebut.
Jika dibandingkan dengan penagihan PBB oleh pemerintah pusat, ketentuan penagihan PBB
oleh pemerintah daerah atau PBB-P2 cenderung lebih beragam. Hal ini dikarenakan
tergantung dari ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerahnya masing-masing seperti
mengenai tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran PBB.
144
2. Tata Cara Pembayaran PBB
Tata cara pembayaran PBB yang dipungut pemerintah pusat diatur dalam Pasal 11 ayat
(5) UU PBB. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembayaran PBB dapat dilakukan di bank,
kantor pos, giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh menteri keuangan.
Selanjutnya, mengacu pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan
No.242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (PMK 242/2014),
pembayaran dan penyetoran pajak termasuk PBB dilakukan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP).
Selain dengan SPP, pembayaran dan penyetoran PBB Juga dapat dilakukan
menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. Adapun sarana
administrasi lain yang dimaksud berdasarkan Pasal 11 ayat (3) PMK 242/2014.
Sarana administrasi lain itu meliputi bukti penerimaan negara (BPN), bukti
pemindahbukuan (Pbk) atas pembayaran, atau bukti penerimaan pajak lainnya yang
ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang penggunaanya akan
dinyatakan sah jika telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Untuk bukti Pbk baru dinyatakan sah apabila telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang untuk menerbitkan bukti Pbk.
Adapun tata cara pembayaran PBB yang dipungut oleh pemerintah daerah diatur
dalam peraturan masing- masing daerah sebagaimana ditekankan dalam Pasal 101 ayat (4)
UU PDRD. Untuk tenggat waktu pembayaran juga ditetapkan oleh pemerintah daerah,
misalnya dalam hal ada perpanjangan jatuh tempo pembayaran PBB. Simak Jatuh Tempo
Pembayaran PBB-P2 Diperpanjang Sampai Oktober 2020. Namun, apabila wajib pajak masih
belum juga melunasi pembayaran PBB bank yang dipungut pemerintah pusat maupun daerah
sampai waktu Jatuh tempo maka berdasarkan Pasal 13 UU PBB dan Pasal 102 UU PDRD,
otoritas pajak dan pemerintah daerah dapat melakukan penagihan dengan surat paksa. Selain
itu, untuk memudahkan wajib pajak, saat ini sudah banyak pemerintah daerah yang
menerapkan pembayaran PBB melalui sistem elektronik atau online. Pembayaran tersebut
dilakukan melalui aplikasi tertentu sesuai dengan yang ditetapkan oleh masing-masing
pemerintah.
145
BAB XXIV
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
24.1 Pengertian
Berdasarkan pasal 1 angka 41 Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB
adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Sedangkan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.
BPHTB sebelumnya merupakan jenis pajak pusat, namun setelah adanya UU No.28
Tahun 2009 berubah menjadi pajak daerah. Menurut situs resmi Kemenkeu, hal ini dilakukan
sebagai upaya pemerintah dalam mempercepat dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi di
daerah.
Dalam proses jual beli properti, BPHTB biasa disebut dengan pajak pembeli. Pembeli
akan dikenakan pajak BPHTB yang besaran biayanya hampir serupa dengan PPh bagi
penjual. Tarifnya sendiri mencapai 5% dari harga jual rumah dikurangi Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP-NPOPTKP)
Besaran NPOPTKP di setiap daerah bervariasi, namun berdasarkan UU No. 28 tahun
2009 pasal 87 ayat 4, jumlah minimum untuk setiap wajib pajak adalah Rp60.000.000.
Sedangkan, objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Berikut
beberapa yang termasuk objek BPHTB berdasarkan pasal 85 UU No.28 Tahun 2009:
1. Jual beli;
2. Tukar-menukar;
3. Hibah;
4. Wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas
tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang
berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia;
146
5. Waris;
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas
atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau
badan hukum lainnya tersebut;
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. yaitu pemindahan sebagian hak
bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama
pemegang hak bersama;
8. Penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat
Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang:
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. yaitu adanya
peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada
pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
10. Penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan
cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan likuidasi badan
usaha lainnya yang bergabung.
Ada 6 pihak yang atas perolehan hak tanah atau bangunannya tidak dikenakan
BPHTB. Keenam pihak yang tidak dikenakan BPHTP tersebut adalah:
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasar perlakuan timbal balik.
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah atau pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum.
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan.
4. Seorang individu atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama.
5. Wakaf atau warisan.
6. Digunakan kepentingan ibadah
Ketika seseorang melakukan jual-beli tanah atau tanah berikut bangunannya, maka
berikut persyaratan BPHTB yang harus dipenuhi:
1. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB.
2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk tahun yang
bersangkutan.
3. Fotokopi KTP wajib pajak.
4. Fotokopi Surat Tanda Terima Setoran (STTS)/struk ATM bukti pembayaran PBB
(Pajak Bumi dan Bangunan) untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.
Apabila Anda mendapatkan tanah atau rumah untuk hibah, waris, atau jual-beli waris,
maka syarat BPHTB sebagai berikut:
147
1. SSPD BPHTB.
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) wajib pajak.
4. Fotokopi STTS/struk ATM (Anjungan Tunai Mandiri) bukti pembayaran tarif PBB
untuk 5 tahun terakhir.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah, seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah.
7. Fotokopi Kartu Keluarga (KK).
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk :
1. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuatan Akta
Tanah/Notaris
2. Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
3. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
4. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan
5. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainya adalah sejak tanggal dibuat
dan ditandatanganinya akta
6. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
7. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor
lelang lainya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
memuat antara lain nama pemegang lelang
8. Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
9. Hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya
ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
11. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
12. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
148
13. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
14. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
Tempat BPHTB terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Provinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan. BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui
Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik
Negara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan
Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah atau Bangunan (SSB). Hasil penerimaan
BPHTB dibagi dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi
secara merata ke setiap kabupaten/kota
2. 16% (enam belas persen) untuk provinsi dan
3. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
Sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU PDRD, apabila terdapat
PPAT/notaris dan kepala kantor tersebut terbukti melanggar ketentuan BPHTB maka
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000 untuk setiap pelanggaran.
Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara juga akan dikenakan denda sebesar
Rp250.000 untuk setiap laporan.
149
DAFTAR PUSTAKA
Asp, Riki. 2023. PPh Pasal 22 atas Penjualan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan
Pelumas. Retrieved May 01, 2023, from https://rikiasp.id/pph/pph-pasal-22-atas-
penjualan-bahan-bakar-minyak-bahan-bakar-gas-dan- pelumas/#:~:text=PPh%20Pasal
%2022%20atas%20penjualan%20bahan%20bakar%2 0minyak%2C,401%20untuk
%20penyalur%2Fagen%20atau%20100%20untuk%20sel ain%20agen%2Fpenyalur.
Assiddiq, Maghastria. (2023). Diakses Pada 1 Mei 2023, dari Sejarah Pajak dan Bumi Bangunan di
Indonesia - PAJAK.COM
Ayu, Monica. 2022. Stelsel Pemungutan Pajak. Retrieved May 01, 2023, from
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/27/01000051/stelsel-pemungutan-pajak
Bapenda Jabar. 2017. Perbedaan Pajak dan Retribusi. Retrieved May 01, 2023, from
https://bapenda.jabarprov.go.id/2017/02/22/perbedaan-pajak-dan-retribusi/
Budi, Johan. 2022. Apa itu Deductible Expense dan Non- Deductible Expense? Retrieved
May 02, 2023, from
https://www.sobatpajak.com/article/62a9b9f21f70cd04219526f2/Apa%20itu
CNN Indonesia. 2022. Sumber Pendapatan Negara dan Daerah beserta Contohnya.
Retrieved May 01, 2023, from
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220317143338-537- 774047/sumber-
pendapatan-negara-dan-daerah-beserta-contohnya
Dinas Pendapatan Kabupaten Indragiri Hulu. (2015). Diakses Pada 1 Mei 2023, dari TATA CARA
PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BARU UNTUK DITERBITKAN SPPT PBB
(inhukab.go.id)
DorinteZ. 2021. Pajak Penghasilan Pasal 21. Retrieved May 01, 2023, from https://
djpb.kemenkeu.go.id/kppn/kotabumi/id/informasi/perpajakan/pph-pasal-21.html
Ferdiyani, Zeni. (2018). Perpajakan Makalah PPh Pasal 25. Diakses dari
https://www.scribd.com/document/478091411/PERPAJAKAN-MAKALAH-pph-
pasal-25-docx#
Fitriya. 2022. Inilah Daftar Subjek dan Objek Pajak yang Dikecualikan dari PPh. Retrieved
May 01, 2023, from https://klikpajak.id/blog/inilah-daftar-subjek-dan-objek-pajak-
yang-dikecualikan-dari-pph/
Fitriya. 2022. Tarif Progresif PPh 21 Terbaru dan Rumus Perhitungannya. Retrieved May 01,
2023, from https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-pasal-21-2/
Fitriya. 2023. PPh Pasal 22 : Tarif, Cara Hitung dan Lapor SPT Masa PPh 22. Retrieved May
01, 2023, from https://klikpajak.id/blog/pph-pasal-22-dan-lapor-spt-pph-22/
Harmony. 2021. Cara Menghitung PPh 21 Pegawai Tetap, Simak Selengkapnya. Retrieved
May 01, 2023, from https://www.harmony.co.id/blog/cara-menghitung-pph-21-
pegawai-tetap
Harmony.co.id. 8 Juni 2021. Apa Itu Deductible Expense Dan Contohnya. Retrieved May 01,
2023, from https://www-harmony-co-id.translate.goog/blog/apa-itu-deductible-
expense-dan-contohnya?_x_tr_sl=id&_x_tr_tl=en&_x_tr_hl=en&_x_tr_pto=sc
Holandari, Aida. 2021. Kenali 3 Jenis Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia. Retrieved May
02, 2023, from https://www.pajakku.com/read/608291caeb01ba1922ccaa24/Kenali-3-
Jenis-Sistem-Pemungutan-Pajak-di-Indonesia
Ibnu. (2020). PPh Final dan Tidak Final: Pengertian Lengkap dan Perbedaannya. Retrieved
April 31, 2023, from https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pph-final-dan-tidak-final-
pengertian-lengkap-dan-perbedaannya/
Ibnu. (2022, April 22). Accurate. Retrieved May 01, 2023, from https://accurate.id/ekonomi-
keuangan/pajak-terutang/
Ibnu. 2022. Mengenal 4 Prinsip Pajak yang Baik untuk Diterapkan di Indonesia. Retrieved
May 01, 2023, from https://accurate.id/ekonomi-keuangan/prinsip-
pajak/#:~:text=Adapun%20prinsip%20pajak%20yang%20dikemukakan,prinsip%20ke
tepatan%20waktu%20(convenience).
Ibnu. 2022. PPh Pasal 22: Pengertian, Objek Pajak, dan Tarifnya. Retrieved May 01, 2023,
from https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pph-pasal-22/
Isni Rahayu, Mutia. 2022. PPh 22 Bendaharawan – Pemungut, Tarif, Cara Bayar, dll.
Retrieved May 01, 2023, from https://lifepal.co.id/media/pph-22-bendaharawan/
Kelly, Roy. (2003). Property Taxation in Indonesia: Challenges from Decentralization (Lincoln
Institute ofLand Policy Working Paper). Diakses dari
https://www.lincolninst.edu/sites/default/files/pubfiles/788_kelly03web.pdf
Keuangan, Kementerian. (n.d). Biaya Yang Diakui Sebagai Pengurang Penghasilan Bruto.
Retrieved May 02, 2023, from https://pajak.go.id/id/biaya-yang-diakui-sebagai-
pengurang-penghasilan-bruto
Keuangan, Kementerian. (n.d). Objek PPh. Retrieved May 01, 2023, from
https://www.pajak.go.id/id/objek-pph
Keuangan, Kementerian. 2020. Mengulik Filosofi Cukai dan Strategi Kebijakan Publik.
Retrieved May 02, 2023, from https://www.beacukai.go.id/berita/mengulik-filosofi-
cukai-dan-strategi-kebijakan-publik.html
Keuangan, Kementerian.(n.d). PPh Pasal 4 ayat 2. Retrieved May 01, 2023, from
https://www.pajak.go.id/id/pph-pasal-4-ayat-2
Klik Pajak. (2022, 09 18). Retrieved May 01, 2023, from https://klikpajak.id/blog/pajak-
terutang-pengertian-contoh-perhitungan-cara-bayar/
Ma’as, Ayu. 2022. Macam-Macam Sumber Devisa dan Pendapatan Negara, Ekonomi Kelas
X SMA. Retrieved May 01, 2023, from https://kids.grid.id/read/473086722/macam-
macam-sumber-devisa-dan-pendapatan-negara-ekonomi-kelas-x-sma
Mekari Klik Pajak. (2022). Diakses Pada 1 Mei 2023, dari https://klikpajak.id/blog/bphtb-
pengertian-objek-tarif-cara-menghitung-dan-syarat-
mengurus/#Cara_Menghitung_Tarif_BPHTB
Mekari Klik Pajak. (2022). Diakses Pada 1 Mei 2023, dari Mengenal SPOP (Surat Pemberitahuan
Objek Pajak) (klikpajak.id)
Mekari Klik Pajak. (n.d.). Retrieved May 01, 2023, from https://klikpajak.id/blog/pph-25-
badan-dan-perhitungannya/
Mekari Klik Pajak. 2021. PTKP Terbaru: Istilah Status PTKP PPh 21 dan Tarif PTKP.
Retrieved April 29, 2023, from https://klikpajak.id/blog/pengertian-ptkp/
Mekari Klik Pajak. 2022. Panduan Pajak Penghasilan : Jenis, Objek, Subjek, Tarif, Contoh.
Retrieved May 01, 2023, from https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-jenis-pph-
objek-subjek-tarif-
perhitungan/#B_Siapa_Saja_Subjek_Pajak_Penghasilan_Jenis_Subjek_PPh
msmconsulting. 2022. 2 Metode Penyusutan dalam Pajak dan Tarifnya. Retrieved May 02,
2023, from https://msmconsulting.co.id/news/52/2-metode-penyusutan-dalam-pajak-
dan-tarifnya
OCBC NISP. 2023. Mengenal Jenis Sumber Pendapatan Negara Beserta Contohnya.
Retrieved May 02, 2023, from
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/02/02/sumber- pendapatan-
negara#:~:text=Sumber%20pendapatan%20negara%20berasal%20dari,Pajak%20(PN
BP)%20dan%20hibah.
OnlinePajak. 2016. PPh 21 Pegawai Tidak Tetap & Cara Perhitungannya. Retrieved May 02,
2023 from https://www.online-pajak.com/tentang-pph21/pph-21-pegawai-tidak-tetap
OnlinePajak. 2018. Pengertian, Objek dan Tarif Barunya. Retrieved May 01, 2013 from
https://www.online-pajak.com/tentang-pph-final/pph-final
OnlinePajak. 2018. PPh Final: Pengertian, Objek dan Tarif Barunya. Retrieved May 01,
2023, from https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pph-final-dan-tidak-final-pengertian-
lengkap-dan-perbedaannya/
OnlinePajak. 2022. Panduan Lengkap & Terbaru Cara Perhitungan PPh Pasal 21. Retrieved
May 01, 2023 from https://www.online-pajak.com/tentang-pph21/cara-perhitungan-
pph-21
OnlinePajak. 2023. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22). Retrieved May 01, 2023 from
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
OnlinePajak. 2023. PTKP 2021 Terbaru untuk Menghitung PPh 21. Retrieved April 29, 2023,
from https://accurate.id/ekonomi-keuangan/pph-final-dan-tidak-final-pengertian-
lengkap-dan-perbedaannya/
PDAI Medan Area University. 2021. What are the sources of income for the State of
Indonesia. Retrieved May 01, 2023, from https://manajemen.uma.ac.id/2021/11/apa-
saja-sumber- pendapatan-negara-indonesia/
Pintar, Kelas. 2020. Asas Perpajakan Menurut Adam Smith, Apa Saja?. Retrieved April 31,
2023, from https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/asas-perpajakan-menurut-adam-
smith-apa-saja-7953/
Pratiwi, Rachel Yolanda. 2022. Pajak Penghasilan Umum dan Cara Perhitungannya.
Retrieved May 01, 2023, from https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/pajak-
penghasilan- umum-dan-cara-perhitungannya/
Pratiwi, Rachel Yolanda. 2022. Teori-Teori Pemungutan Pajak. Retrieved May 01, 2023,
from https://www.pajak.com/pajak/teori-teori-pemungutan-pajak/
Ramadhani, Niko. 2021. 5 Macam Sumber Penerimaan Negara Selain dari Pajak. Retrieved
May 01, 2023, from https://www.akseleran.co.id/blog/sumber-penerimaan-negara/
Redaksi DDTC News. (2017). Diakses Pada 30 April 2023, dari https://news.ddtc.co.id/contoh-
soal- perhitungan-pph-pasal-26-9855
Redaksi DDTC News. (2022). Diakses Pada 1 Mei 2023, dari https://news.ddtc.co.id/tata-cara-
penagihan-dan-pembayaran-pbb-27242
Sandi, Fajar Billy. 2023. Bunga Simpanan Koperasi, Bagaimana Aspek Perpajakannya?
Unknown. 2023. Apakah yang menjadi Objek PPh Pasal 21. Retrieved May 01, 2023 from
https://dokterpajak.com/objek-pph-pasal- 21#:~:text=Apakah%20objek%20PPh
%20Pasal%2021%20itu%3F%20Semua%20pen ghasilan,kegiatan%20orang
%20pribadi%20tersebut.%20OBJEK%20PPh%20PASAL
%2021
Unknown. 2023. PPh Pasal 22 Impor, Apa Semua Impor Kena?. Retrieved May 01, 2023
from https://dokterpajak.com/pph-pasal-22-impor