Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN MAGANG PERPAJAKAN

Di Pusat Pengembangan Kewirausahaan “PPKwu”


LPPM UNS

Desi Fitriana
K7520018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Laporan Akhir Magang Perpajakan di Kantor PPKwu LPPM UNS
Tahun 2022 dengan baik dan tepat waktu.
Pelaksanaan kegiatan magang sampai dengan penyusunan laporan ini tentunya
tidak terlepas dari dukungan, semangat serta bimbingan dari berbagai pihak, baik
bersifat moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hery Sawiji, M.Pd., selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Administrasi Perkantoran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret,
2. Ibu Susantiningrum, S.Pd.,S.E.,M.A.B. selaku Ketua PPKwu UNS yang telah
memberikan Penulis izin untuk melaksanakan kegiatan Magang Perpajakan di
tempat tersebut,
3. Dr. Tutik Susilowati, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Magang
Perpajakan Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
arahan, bimbingan, dan masukan selama pelaksanaan magang
4. Seluruh staff PPKwu UNS yang telah membantu pelaksanaan magang, dan
5. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan
ini di masa yang akan datang. Demikian penyusunan laporan Magang Perpajakan
ini, semoga dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Tujuan Mempelajari Perpajakan ........................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 6
A. Dasar-Dasar Perpajakan. ..................................................................................... 6
B. Ketentuan Umum Perpajakan ............................................................................. 9
C. Bea Materai ......................................................................................................... 11
D. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ..................................................................... 14
E. Pajak Pertambahan Penilaian (PPN) dan PPN Barang Mewah (PPN BM) .. 17
F. Pajak Penghasilan ............................................................................................... 20
BAB III............................................................................................................................. 22
KAJIAN PERPAJAKAN DI TEMPAT MAGANG .................................................... 22
A. Uraian praktik perpajakan di tempat magang. ............................................... 22
1. Pajak yang dibayarkan PPKwu UNS............................................................ 22
2. Dokumen perpajakan yang dimiliki PPKwu UNS....................................... 22
3. Alur pembayaran pajak ................................................................................. 22
B. Pembahasan ......................................................................................................... 23
BAB IV ............................................................................................................................. 25
IMPLEMENTASI SIKAP.............................................................................................. 25
A. SIKAP YANG MENUNJUKKAN TAAT HUKUM DAN DISIPLIN DALAM
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT ........................................................................ 25
BAB V .............................................................................................................................. 26
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................. 26
A. SIMPULAN ......................................................................................................... 26
B. SARAN ................................................................................................................. 26

2
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perpajakan sangatlah penting sebagai salah satu sumber pendapatan negara.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang sedang berkembang
secara pesat dalam pertumbuhan ekonomi, membutuhkan pajak untuk
membantu mewujudkan perkembangan negara. Pembangunan berbagai
sektor dilakukan guna mnciptakan masyarakat yang sejahtera, contohnya;
pajak digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
penegakan hukum yang adil serta memelihara keamanan dan ketertiban
negara. Dalam mewujudkan hal tersebut, diperlukan biaya yang tidak
sedikit. Upaya untuk memenuhi hal tersebut salah satunya adalah dengan
adanya pajak. Dapat disimpulkan bahwa pajak sangatlah penting untuk
memnuhi kepentingan negara guna membantu menciptakan perekonomian
negara yang tinggi. Pemeirntah dan Dewan Perwakilan menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di dalamnya terdapat
penerimaan negara, ada tiga pokok sumber penerimaan negara,yaitu dari
sektor migas, sektor pajak dan sektor bukan pajak (Lubis, 2015).
Berdasarkan 3 sumber penerimaan negara tersbut, sektor pajak menjadi
sumber penerimaan utama negara dalam memenuhi anggaran negara. Pajak
merupakan iuran dari rakyat kepada negara (iuran berupa uang bukan
barang) berdasarkan undang-undang dengan tanpa jasa timbal balik atau
kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk yang digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran
bagi masyarakat luas (Mardiasmo, 2011:1). Hal ini tertuang dalam APBN
yang membuktikan bahwa penerimaan pajak merupakan penerimaan
terbesar negara Indonesia.

Administrasi Perkantoran merupakan salah satu bidang ilmu yang


mempelajari perpajakan. Dengan kemampuan administrasi yang baik,

4
seseorang dapat memahami pembayaran dan penyaluran pajak yang baik
pula. Kemampuan administrasi perkantoran yang baik dapat digunakan
untuk membantu pengelolaan pajak sehingga pajak dapat digunakan
semestinya.

B. Tujuan Mempelajari Perpajakan


Tujuan mempelajari perpajakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pajak
2. Untuk menciptakan warga negara yang taat pajak
3. Untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya pajak
4. Untuk memberikan pemahaman pembelajaran perpajakan kepada
mahasiswa melalui pengalaman belajar perpajakan langsung;
5. Untuk memberikan pengalaman belajar perpajakan secara langsung di
tempat kerja;
6. Untuk meningkatkan hardskill maupun softskill mahasiswa melalui
praktik perpajakan langsung

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Dasar-Dasar Perpajakan.
Dasar – dasar perpajakan termuat dalam asas – asas perpajakan, yaitu:

1. MENURUT ADAM SMITH (1776)


a. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak.
Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat
yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya
disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat
wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat
mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.(Sandra, 2021a)

2. MENURUT ASAS PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

Adapun di Indonesia, kita memiliki tujuh asas pemungutan


pajak yang selalu dijadikan pedoman, yaitu:

a. ASAS FINANSIAL
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai
dengan kondisi keuangan (finansial) atau besaran
pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.

6
Contohnya: Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan
pendapatan sekitar Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Laila
bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan sekitar Rp1.000
000.000 per tahun.

Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar


kedua orang tersebut tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini
pula, penetapan pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua
orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama
setahun.

b. ASAS EKONOMIS

Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di


Indonesia harus digunakan sesuai dengan kepentingan umum
(kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak boleh
menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat.
Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan
pemerintah bisa membangun negeri ini secara maksimal tanpa
harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain seperti
utang luar negeri.

c. ASAS YURIDIS

Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23


ayat 2 UUD 1945. Selain itu pemungutan pajak di Indonesia juga
diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan (PPh).
3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.

7
4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan
Prosedur Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
6) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak yang Berlaku di Indonesia.
7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB).

d. ASAS UMUM
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum.
Berdasarkan asas ini, pemungutan pajak di Indonesia didasarkan
atas keadilan umum. Artinya, baik pemungutan maupun
penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat
Indonesia.
e. ASAS KEBANGSAAN
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan
tinggal di Indonesia, wajib membayar pajak sesuai ketentuan
yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas kebangsaan pula,
warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih
dari 12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini
wajib dikenai pajak selama penghasilan yang mereka dapatkan
bersumber dari Indonesia.
f. ASAS SUMBER
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan
tempat perusahaan berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi,
pajak yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan untuk
orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang
tinggal dan bekerja di Australia, meskipun secara dokumen
kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan sumber

8
pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang
dipungut oleh pemerintah Indonesia.

g. ASAS WILAYAH
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib
pajak. Contohnya, Bu Laila merupakan WNI yang tinggal di
Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah maupun barang
yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh
pemerintah Indonesia. Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal
di Indonesia dalam jangka waktu tertentu, WNA tersebut wajib
dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini.

B. Ketentuan Umum Perpajakan


Ketentuan umum perpajakan tertera dalam Undang – undang tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan, yaitu sebagai berikut:

1. Wajib Pajak adalah orang atau badan yang menurut ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan;

2. Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha


milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi,
perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap;

3. Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai


dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang;

4. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim atau satu tahun
buku;

5. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu Tahun
Pajak;

9
6. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terhutang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

7. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak


digunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu
masa pajak atau pada suatu saat;

8. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak


digunakan untuk memberitahukan pajak yang terhutang dalam suatu
Tahun pajak;

9. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melakukan pembayaran pajak yang terhutang di Kas Negara atau
di tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,
dan/atau untuk melaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak;

10. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi berupa bunga dan denda administrasi;

11. Surat Ketetapan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan


besarnya jumlah pajak yang terhutang, jumlah pengurangan pembayaran
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar;

12. Surat Ketetapan Pajak Tambahan adalah surat keputusan yang


menambah jumlah pajak yang telah ditetapkan;

13. Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak adalah surat


keputusan yang menentukan pengembalian kelebihan pembayaran
jumlah pajak yang telah dibayar dan/atau dipotong dan/atau dipungut,
karena jumlah pajak yang telah dibayar dan/atau dipotong dan/atau
dipungut lebih besar dari pajak yang terhutang;

10
14. Surat Pemberitaan adalah surat yang berisi pemberitahuan kepada
Wajib Pajak, bahwa jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan
jumlah pajak yang sudah dibayar, dan/atau dipotong, dan/atau dipungut;

15. Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun
pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;

16. Surat Paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang
berkaitan dengan pajak, sesuai dengan Undang-undang Nomor 19
Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa
(Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1850);

17. Kredit Pajak adalah jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh
Wajib Pajak sendiri, setelah ditambah dengan pajak yang dipotong atau
dipungut oleh pihak lain dan dikurangkan dari seluruh pajak yang
terhutang termasuk apabila ada jumlah pajak atas penghasilan yang
terhutang di luar negeri;

18. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang


yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh
penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja;

19. Tindakan Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas


perpajakan dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak, untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak
yang terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar. (Perpajakan &
Tahun, 1994)

C. Bea Materai
Bea materai yaitu pungutan yang dikenakan atas dokumen dengan
menggunakan benda materai ataupun benda lain. Bea meterai adalah
pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen
untuk digunakan di pengadilan.

11
Secara lengkapnya, Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas
dokumen yang menurut Undang-Undang Bea Meterai menjadi objek
Bea Meterai. Dokumen yang dikenai bea meterai antara lain adalah
dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang, dokumen
yang bersifat perdata, dan dokumen yang dapat digunakan di muka
pengadilan misalnya dokumen kontrak pengadaan meja kursi kantor,
dokumen perjanjian pembangunan gedung kantor dengan pengusaha
jasa konstruksi, dan dokumen kontrak pengadaan jasa tenaga
kebersihan.

Nilai bea meterai yang berlaku saat ini Rp. 3.000,00 dan Rp. 6.000,00
yang disesuaikan dengan nilai dokumen dan penggunaan dokumen. Bea
meterai tidak diperlukan nomor identitas baik untuk wajib pajak maupun
objek pajak.(Meterai, 2021)

Pembayaran bea meterai terjadi terlebih dahulu daripada saat terutang.


Waktu pembayaran dapat dilakukan secara isidentil dan tidak terikat
waktu.

Dokumen yang dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang


berbentuk:

1. surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah,


dan surat pernyataan) yang dibuat untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang
bersifat perdata;
2. akta-akta notaris termasuk salinannya;
3. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
termasuk rangkap-rangkapnya;
4. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.250.000,- (dua
ratus lima puluh ribu rupiah) :
a. yang menyebutkan penerimaan uang;

12
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di bank;
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
d. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan;
e. lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.000.000, maka
dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp. 3.000
f. lebih dari Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai
dengan tarif Rp. 6.000
5. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, yang harga
nominalnya lebih dari Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu
rupiah)
a. lebih dari Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.000.000, maka
dikenakan Bea Materai dengan tarif Rp. 3.000
b. lebih dari Rp. 1.000.000, maka dikenakan Bea Materai dengan
tarif Rp. 6.000
c. Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka
harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan.
6. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, yaitu:
a. Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan;
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai
berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula
c. Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea Materai, namun
kemudian dokumen tersebut digunakan untuk alat pembuktian di
pengadilan, maka dokumen tersebut harus dilakukan
pemeteraian kemudian.

13
D. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan
yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi adalah permukaan
bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah
kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau
laut.

Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah


harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan
melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau NJOP pengganti.

Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk
hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah


bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk
dalam pengertian bangunan adalah:

1. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan


seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
2. jalan tol;
3. kolam renang;
4. pagar mewah;

14
5. tempat olahraga;
6. galangan kapal, dermaga;
7. taman mewah;
8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
dan
9. menara.

Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan


Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:

1. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan


pemerintahan;
2. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan
nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
3. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu;
4. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak;
5. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik; dan
6. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling
rendah sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap
Wajib Pajak

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
Bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat
atas Bangunan.

15
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas
bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat
atas bangunan. Subjek Pajak sebagaimana dimaksud yang
dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak
menurut Peraturan Daerah ini.

Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan


Perkotaan adalah NJOP. Besarnya NJOP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek
pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan
perkembangan daerah. Penetapan besarnya NJOP sebagaimana
dimaksud pada ayat dilakukan oleh Bupati.

Tarif Pajak ditetapkan sebagai berikut :

1. Untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu


milyar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1 % (nol koma satu
persen) per tahun.
2. Untuk NJOP di atas Rp. 1.000.000.000.00 (satu milyar
rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah) ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) per
tahun.
3. Untuk NJOP di atas Rp. 5.000.000.000.00 (lima milyar
rupiah) ditetapkan sebesar 0,225 % (nol koma dua dua lima
persen) per tahun.

Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan


Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak. (Sandra, 2021b)

16
E. Pajak Pertambahan Penilaian (PPN) dan PPN Barang
Mewah (PPN BM)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen. Tahukah kalian bahwa per 1 April 2022 ini,
Pemerintah menyesuaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11%.(Sigit,
2019)

Menurut Undang Undang yang berlaku tarif yang dikenakan pada


jual beli barang mewah, serendah-rendahnya 10% dan paling tinggi
200%. Pajak ini dikenakan pada barang mewah dalam negeri. Dengan
begitu barang mewah yang dikonsumsi luar negeri (ekspor) tidak
dipungut biaya pajak. Pembayaran jenis pajak pribadi juga dapat dengan
mudah dilakukan dengan aplikasi eBilling online. Tarif PPnBM
dibedakan berdasarkan golongan barang mewah, seperti jenis golongan
dibawah ini:

1. Golongan Barang dengan Tarif 10%


Jenis golongan pertama adalah jenis golongan yang memiliki
tarif terendah, yaitu sebesar 10%. Barang mewah yang termasuk
jenis golongan ini adalah beberapa kategori kendaraan umum,
alat rumah tangga, alat pendingin, hunian mewah, TV, dan
produk minuman non alkohol.
2. Golongan Barang dengan Tarif 20%
Golongan pertama adalah hunian mewah seperti apartemen,
kondominium, town house dan masih banyak lagi. Ketentuan
golongan pertama ini adalah hunian berbentuk rumah – non
strata title dengan harga jual minimum adalah 20 miliar. Ataupun
jenis hunian apartemen dengan jenis strata title yang memiliki
nilai jual minimum sebesar 10 milyar. Contoh barang lain seperti
beberapa kategori kendaraan bermotor, alat fotografi, beberapa
jenis permadani, peralatan fitness dan lain sebagainya.

17
3. Golongan Barang dengan Tarif 25%
Selanjutnya ada jenis golongan dengan tarif sebesar 25% dimana
golongan ini lebih mengacu pada kendaraan berat berbahan
bakar solar. Seperti halnya combi, mobil van, pickup, minibus,
truk muatan kecil dan lain sebagainya.
4. Golongan Barang dengan Tarif 35%
Berikutnya adalah golongan barang dengan tarif 35%, barang
jenis ini banyak digunakan kalangan tertentu dengan
penghasilan yang cukup tinggi. Seperti contohnya adalah
minuman bebas alkohol, tas mewah maupun barang lain dengan
bahan kulit impor, kristal, dan barang pecah belah.
5. Golongan Barang dengan Tarif 40%
Kemudian ada jenis golongan yang dikenai tarif 40%, dimana
barang yang masuk golongan ini adalah barang mewah yang
dikonsumsi kalangan tertentu dengan penghasilan yang cukup
tinggi. Contoh barang golongan ini adalah balon udara atau jenis
pesawat tanpa tenaga penggerak, peluru senjata api milik pribadi
(selain kebutuhan negara).
6. Golongan Barang dengan Tarif 50%
Ada banyak jenis barang dari golongan ini, seperti beberapa
barang dibawah ini:
a. Pesawat udara dengan tenaga penggerak (kecuali kebutuhan
armada negara)
b. Helikopter
c. Jet Pribadi
d. Senjata api milik pribadi
e. Revolver dan pistol dan lain lain
7. Golongan Barang dengan Tarif 75%
Kategori barang dengan golongan ini adalah jenis barang mewah
milik pribadi, dimana beberapa jenis barang dibuat untuk
transportasi laut. Contoh golongan ini adalah kapal feri, kapal

18
pesiar, yacht dan lain sebagainya. Adapun beberapa jenis
golongan lain tertera secara tersirat dan butuh penghitungan
tersendiri untuk menentukan besaran pajak yang harus
dibayarkan.

1. Cara Menghitung PPnBM

Dalam Undang Undang yang berlaku, PPnBM ada beberapa dasar


perhitungan yang menjadi penentu besaran pemungutan pajak. Maka
akan dibutuhkan dasar pengenaan pajak (DPP) dimana mencakup
beberapa hal dibawah ini:

a. Harga Jual

Yang dimaksud dengan harga jual disini, adalah total deal harga
yang telah disepakati antara kedua belah pihak

b. Biaya Penggantian

Berupa total uang dari beberapa biaya seperti biaya penyerahan,


biaya ekspor jasa, dan biaya operasional lainnya.

c. Kebutuhan Impor

Selanjutnya ada kebutuhan impor, dimana biaya ini adalah segala


jenis pengurusan impor seperti bea masuk, cukai impor, biaya pajak
tambahan dan beberapa pungutan lainnya.

d. Nilai lainnya

Termasuk nilai biaya yang dipungut pihak eksportir dan uang yang
ditetapkan DPP sesuai keputusan menteri keuangan yang berlaku.

Untuk menghitung pajak ini, bisa menggunakan rumus ini :

“PPN = Tarif PPN * (Harga Barang – Golongan Tarif PPnBM)”

19
F. Pajak Penghasilan
PPh atau pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang
pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam
suatu tahun pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan yang lainnya.
Adapun beberapa jenis PPh seperti PPh pasal 15, PPh pasal 19, PPh
pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh
pasal 26, PPh pasal 29 dan PPh final pasal 4 ayat 2. Di Indonesia pajak
penghasilan awalnya diterapkan pada perusahaan perkebunan yang
banyak didirikan di Indonesia. Pajak tersebut ditanamkan dengan pajak
perseroan (PPs).(Dirjen.Pajak, 2009)
Pajak perseroan adalah pajak yang dikenakan terhadap laba perseroan
dan diberlakukan pada tahun 1925. Setelah pajak hanya dikenakan untuk
perusahaan yang didirikan di Indonesia, berangsur-angsur akhirnya
diterapkan pula pajak yang dikenakan untuk perorangan atau karyawan
yang bekerja di suatu perusahaan.
Pada tahun 1932 diberlakukan yang disebut ordonansi pajak
pendapatan. Ordonansi pendapatan ini dikenakan untuk orang Indonesia
maupun orang yang bukan penduduk Indonesia tetapi memiliki
pendapatan di Indonesia. Pada tahun 1935 diberlakukan ordonansi pajak
upah yang mengharuskan majikan memotong gaji atau upah pegawai
untuk membayar pajak atas gaji yang diterima.
Dasar pengenaan pajak atau DPP adalah dasar pengenaan pajak yang
diperoleh dari penghasilan kena pajak dari wajib pajak penerima
penghasilan. Dasar pengenaan pajak dan pemotong PPh pasal 21 adalah
penghasilan kena pajak bagi pegawai tetap, penerima pensiun berkala,
pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar bulanan, bukan
pegawai. Wajib pajak yang dimaksud adalah yang memiliki nomor
pokok wajib pajak (NPWP).

20
Tarif PPh pasal 21 dipotong dari jumlah penghasilan kena pajak (PKP)
yang dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh. Tarif PPh bersifat
progresif yang artinya semakin tinggi pengasilan yang diterima maka
akan dikenakan lapis tarif lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 17 Undang-
undang PPh besarnya tarif pajak yang berlaku yaitu:
1. 5% untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000.
2. 15% untuk penghasilan diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp
250.000.000.
3. 25% untuk penghasilan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp
500.000.000.
4. 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000.
5. Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP
dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi.

Penyetoran pajak penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10


bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan
pembayarannya paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir.

21
BAB III

KAJIAN PERPAJAKAN DI TEMPAT MAGANG

A. Uraian praktik perpajakan di tempat magang.


1. Pajak yang dibayarkan PPKwu UNS
PPKwu UNS merupakan sebuah instansi dibawah kelembagaan LPPM
Kampus UNS. Hal tersebut menyebabkan PPKwu UNS memiliki
kewajiban dalam membayar pajak karena dalam keberjalanannya
PPKwu UNS ikut serta dalam menerima manfaat dari keberlangsungan
UNS. Pajak yang wajib dibayarkan PPKwu UNS adalah PPh 21 dan PPh
23.

Adapun pengertian PPh 21 yaitu PPh Pasal 21 yang merupakan


pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi
sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan. Sedangkan
PPh 23 yaitupajak yang dipotong pemungut pajak dari wajib pajak atas
penghasilan yang diperoleh dari modal (dividen, bunga, royalti, dll),
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong
dalam Pajak Penghasilan Pasal 21.

2. Dokumen perpajakan yang dimiliki PPKwu UNS


Dokumen perpajakan yang dimiliki PPKwu UNS yaitu Slip pajak –
pajak yang dibayarkan dan SSE (Surat Setoran Elektronik).

3. Alur pembayaran pajak


Alur pembayaran pajak yang berlangsung di PPKwu adalah sebagai
berikut:

a. Menentukan jenis pajak. Ketentuan jenis pajak yang akan


dibayarkan dapat diketahui melalui LPJ/SPJ
b. Membuka laman djponline.pajak.go.id
c. Log In

22
d. Pilih mene E- Billing
e. Mengisi SSE (Surat Setoran Elektronik). SSE diisi sesuai
dengan jenis pajak yang akan dibayarkan
f. Setelah muncul kode billing, klik
g. Cetak invoice
h. Membayar di bank

B. Pembahasan
1. Temuan di Tempat Magang Berdasarkan Kajian Teori
Temuan di tempat magang berdasarkan kajian teori yang ditemukan
penulis adalah bahwa di tempat magang membayarkan pajak dengan
tujuan ikut serta membantu dalam pembangunan nasional. PPkwu
UNS sebagai salah satu instansi dalam bidang pengembangan
pengetahuan turut serta memajukan pembangunan nasional.
Adapula temuan lain di PPKwu UNS ini adalah pajak yang
dibayarkan PPKwu UNS diantaranya PPh 21 dan PPh 23 atau PPh
sesuai dengan pasal 21 dan PPh sesuai dengan pasal 23. Temuan lain
terkait kajian teori perpajakan dengan studi kasus PPKwu UNS
adalah bahwa dokumen yang dimiliki PPKwu UNS ada SSE (Surat
Setoran Elektronik) dan Slip – Slip Pajak.

2. Strategi agar Pengusaha Taat Pajak


Strategi – strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
ketaatan pengusaha terhadap pajak, adalah sebagai berikut:
a. Memperbaiki pelayanan pajak, dengan pelayanan pajak yang
baik diharapkan dapat meningkatkan minat pengusaha wajib
pajakuntuk membayar pajak
b. Meningkatkan jumlah tenaga pemeriksa di Instansi pengurus
pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak untuk memperbaiki
kebijakan terkait pajak. Dengan adanya pemeriksaan yang

23
responsif terhadap pengusaha yang tidak patuh pajak,
diharapkan dapat meningakatkan kemauan untuk membayar
pajak
c. Melakukan edukasi kepada masyarakat secara berkelanjutan, hal
ini diharapkan juga dapat meningkatkan kesadaran atas
pentingnya membayar pajak

24
BAB IV

IMPLEMENTASI SIKAP

A. SIKAP YANG MENUNJUKKAN TAAT HUKUM DAN DISIPLIN


DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Sikap penulis pada saat magang yang menunjukkan perilaku taat hukum dan
disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah sebagai
berikut:

1. Sikap tidak melanggar hukum, norma, nilai yang berlaku di masyarakat


dan negara, antara lain:
a. Tidak membuang sampah sembarangan
b. Membayar pajak kendaraan yang digunakan
c. Ikut serta dalam mengingatkan masyarakat atau orang – orang
terdekat untuk membayar pajak
d. Tidak melanggar nilai – nilai norma yang berlaku di masyrarakat,
contohnya: tidak melakukan tindakan asusila, bersikap sopan dan
santun
2. Sikap disiplin dalam kehidupan masyarakat, antara lain:
a. Berangkat ke tempat magang, rapat, ataupun suatu acara tepat waktu
b. Membayar pajak tepat waktu
c. Berpakaian sesuai ketentuan di tempat magang
d. Menaati peraturan di tempat magang maupun di tempat lain
e. Menghormati staff dan rekan – rekan di tempat magang

25
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hal – hal diatas, dapat disimpulkan bahwa perpajakan
di PPKwu UNS sudah terlaksana. PPKwu UNS sebagai suatu instansi yang
bergerak pada bidang pelayanan jasa ikut serta dalam memajukan
pembangunan nasional dengan taat pajak dibuktikan dengan membayarkan
pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun pajak yang dibayarkan
PPKwu UNS adalah PPh 21 dan PPh 23. Selain itu, diketahui bahwa
dokumen – dokumen pajak yang dimiliki PPKwu UNS adalah berupa slip
pajak yang telah dibayarkan dan Surat Setor Elektronik (SSE).

B. SARAN
Dari uraian mengenai laporan magang perpajakan di PPKwu UNS, berikut
ini beberapa saran yang dapat dikemukakan penulis adalah sebagai berikut:

a. Mengingat betapa pentingnya pajak bagi negara, disarankan setiap


instansi yang memiliki kewajiban mmebayar pajak termasuk PPKwu
UNS dapat membayar pajak tepat waktu dengan nominal yang sebenar
– benarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b. PPKwu UNS merupakan instansi dengan banyak kegiatan yang dapat
memberikan manfaat bagi siapapun yang ingin belajar, PPKwu UNS
disarankan dapat membuka peluang lebih terhadap mahasiswa –
mahasiswa yang hendak belajar tentang perpajakan di PPKwu UNS
melalui program magang.

26
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen.Pajak. (2009). Pengertian pajak dan pajak penghasilan. 1–9.


http://www.pajak.go.id/pph21.htm

Meterai, B. (2021). (/kppn/kotabumi/) . 2020, 1–11.

Perpajakan, C., & Tahun, U. N. (1994).


https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1994/9TAHUN~1994UULamp1.HTM
1/8. 1–8.

Sandra. (2021a). Belajar Memahami Asas Pemungutan Pajak Menurut Para Ahli.
Belajar Pajak, 1–8. https://www.pajakku.com/read/60ffa78d8f25dc113f232

Sandra. (2021b). Mengenal Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan. Pajakku, 1–5.
https://www.pajakku.com/read/60c325cceb01ba1922ccadeb/Mengenal-Apa-
Itu-Pajak-Bumi-dan-Bangunan

Sigit. (2019). Mengenal Pajak Pertambahan Nilai, Daftar Barang dan Jasa Kena
Pajak. Pajakku.Com, 1–10.
https://www.pajakku.com/read/5d5115c8b5a5a42af9eda9ab/Mengenal-
Pajak-Pertambahan-Nilai-Daftar-Barang-dan-Jasa-Kena-Pajak

27

Anda mungkin juga menyukai