Anda di halaman 1dari 3

Growth merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam analisis keuangan dan

valuasi perusahaan. Growth (pertumbuhan) mengacu pada peningkatan pendapatan,


laba, atau aset perusahaan dari waktu ke waktu. Ada beberapa cara untuk mengukur
pertumbuhan, dan salah satu pendekatan yang umum digunakan adalah melalui
perhitungan pertumbuhan menggunakan Retention Ratio (Rasio Retensi) dan Return
on Equity (ROE).

1. Retention Ratio (Rasio Retensi): Rasio Retensi mengukur sejauh mana laba
bersih yang diperoleh oleh perusahaan dipertahankan dan diinvestasikan
kembali dalam bisnis, dibandingkan dengan jumlah laba bersih yang
dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen. Rasio Retensi dihitung
dengan rumus berikut:
Rasio Retensi=Labas Bersih Tidak DibagikanLabas BersihRasio Reten
si=Labas BersihLabas Bersih Tidak Dibagikan

Jika Rasio Retensi tinggi, artinya perusahaan lebih cenderung mempertahankan lebih
banyak laba untuk reinvestasi dalam operasional dan pertumbuhan bisnis. Jika Rasio
Retensi rendah, perusahaan lebih cenderung membayar dividen kepada pemegang
saham.

2. Return on Equity (ROE): Return on Equity (ROE) mengukur tingkat


pengembalian atau profitabilitas perusahaan dari investasi yang ditanamkan
oleh para pemegang saham. ROE menghitung berapa besar laba bersih yang
dihasilkan oleh perusahaan berbanding dengan ekuitas (modal sendiri) yang
dimiliki perusahaan. Rumus ROE adalah:
ROE=Labas BersihEkuitasROE=EkuitasLabas Bersih

ROE yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba yang
signifikan dari modal yang ditanamkan oleh pemegang saham.

Dalam kaitannya dengan pertumbuhan, hubungan antara Rasio Retensi dan ROE
dapat dijelaskan sebagai berikut:

Jika perusahaan mempertahankan sebagian besar laba bersihnya (tinggi Rasio


Retensi) dan pada saat yang sama memiliki Return on Equity yang tinggi (tinggi
ROE), maka perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba yang besar
dari modal yang ditanamkan oleh pemegang saham. Laba tersebut kemudian dapat
diinvestasikan kembali dalam bisnis, menghasilkan pertumbuhan yang signifikan.

Dengan kata lain, Retention Ratio (Rasio Retensi) mempengaruhi seberapa banyak
laba yang diinvestasikan kembali dalam bisnis, sementara Return on Equity (ROE)
mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari modal sendiri. Jika
keduanya berada pada tingkat yang tinggi, maka pertumbuhan perusahaan dapat
ditingkatkan secara substansial.

Namun, penting untuk diingat bahwa faktor-faktor lain seperti risiko, siklus bisnis,
dan lingkungan ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.
Sebutkan satu kekurangan masing-masing model penghitungan nilai saham dengan dividend
growth model dan PE ratio
ChatGPT
Dividend Growth Model (Model Dividen Pertumbuhan) dan Price-to-Earnings (PE) Ratio adalah
dua metode yang umum digunakan dalam analisis valuasi saham. Namun, keduanya memiliki
kekurangan masing-masing, seperti yang dijelaskan di bawah ini:

Kekurangan Dividend Growth Model: Dividend Growth Model mengasumsikan bahwa


perusahaan akan terus membayar dividen dalam pola pertumbuhan yang konsisten. Namun,
dalam praktiknya, banyak perusahaan, terutama perusahaan teknologi atau berbasis
pertumbuhan, mungkin lebih memilih untuk mempertahankan laba untuk reinvestasi daripada
membayar dividen. Dalam kasus ini, model ini menjadi kurang relevan dan tidak dapat
memberikan estimasi yang akurat tentang nilai saham.

Selain itu, Dividend Growth Model juga tidak mempertimbangkan perubahan kondisi ekonomi
atau risiko yang mungkin mempengaruhi arus kas masa depan atau tingkat pertumbuhan
dividen. Model ini juga bergantung pada asumsi tentang tingkat pertumbuhan yang konstan
dalam jangka panjang, yang mungkin tidak selalu terjadi dalam situasi nyata.

Kekurangan PE Ratio: PE Ratio (Price-to-Earnings Ratio) mengukur seberapa mahal atau


murahnya saham suatu perusahaan berdasarkan perbandingan harga saham dengan laba per
saham (EPS). Meskipun ini adalah metode yang umum digunakan, PE Ratio memiliki beberapa
kekurangan:

1. Tidak Memperhitungkan Pertumbuhan: PE Ratio tidak memberikan informasi tentang


pertumbuhan masa depan perusahaan. Dua perusahaan dengan PE Ratio yang sama
mungkin memiliki potensi pertumbuhan yang sangat berbeda.
2. Tidak Mengakomodasi Perbedaan Industri: PE Ratio tidak memperhitungkan perbedaan
karakteristik industri. Industri yang berbeda mungkin memiliki profil pertumbuhan, risiko,
dan siklus bisnis yang berbeda-beda, sehingga membandingkan PE Ratio lintas industri
bisa kurang akurat.
3. Rentan Terhadap Fluktuasi Laba: PE Ratio dapat sangat dipengaruhi oleh fluktuasi laba
per saham. Jika laba per saham berfluktuasi, PE Ratio juga akan berubah tanpa ada
perubahan fundamental dalam bisnis itu sendiri.
4. Tidak Mengakomodasi Perubahan Modal Sendiri: PE Ratio tidak memperhitungkan
struktur modal sendiri perusahaan. Perusahaan dengan modal sendiri yang lebih tinggi
mungkin memiliki PE Ratio yang lebih rendah, bahkan jika prospek bisnisnya sama
dengan perusahaan lain yang memiliki modal sendiri yang lebih rendah.

Kesimpulannya, baik Dividend Growth Model maupun PE Ratio memiliki kekurangan dan asumsi
yang perlu diperhatikan saat melakukan analisis valuasi saham. Penting untuk menggunakan
berbagai metode dan melengkapi dengan informasi lainnya untuk mendapatkan pandangan
yang lebih komprehensif tentang nilai suatu saham.

Anda mungkin juga menyukai