DI MASA DEPAN
Maman S Mahayana
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
maman_s_mahayana@yahoo.com
ABSTRAK
Dunia Melayu dengan segala reputasinya di masa lalu dan tantangannya di masa depan
sesungguhnya potensial merekatkan sentimen keserumpunan dalam lingkup wilayah yang
sangat luas. Tetapi, di Indonesia, pandangan terhadap dunia Melayu, tidaklah seragam,
mengingat Indonesia terbentuk dari keberagaman etnik, suku bangsa, dan bahasa. Tambahan
lagi, dunia Melayu melintasi batas teritorial negara. Maka konsep keserumpunan itu sering kali
disaputi persoalan politik negara bersangkutan. Jika sudah begitu, kepentingan nasional
menjadi hal yang lebih utama dibandingkan persoalan dunia Melayu. Dalam konteks itu, penting
artinya membuka peluang meningkatkan kesadaran keserumpunan melalui kesepakatan
pemakaian bahasa resmi Asean. Itulah prospek dunia Melayu di masa depan yang
implementasinya ternyata tidaklah sederhana. Penetapan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia
yang diusulkan menjadi bahasa resmi Asean masih berupa wacana. Boleh jadi perlu wacana lain
yang dapat disepakati bersama. Tulisan ini mencoba mengungkapkan kemungkinan
disepakatinya bahasa resmi Asean.
ABSTRACT
The Malay world with all its reputation in the past and its challenges in the future actually has
the potential to glue the sentiment of clump in a very wide scope of territory. However, in
Indonesia, the view of the Malay world is not uniform, considering that Indonesia is formed
from ethnic, ethnic, and linguistic diversity. In addition, the Malay world crossed the territorial
boundaries of the state. So the concept of family is often followed by the political problems of
the country concerned. If so, the national interest becomes more important than the problem of
the Malay world. In that context, it is important to open up opportunities to increase family
awareness through agreements on the use of asean official languages. That is the prospect of the
Malay world in the future whose implementation turned out not to be simple. The designation
of Malay or Indonesian proposed to become the official language of Asean is still a discourse. It
may need another discourse that can be mutually agreed upon. This paper attempts to reveal
the possibility of agreeing on the official language of Asean.
Bagi masyarakat Melayu Brunei, agama lain itu tidak berarti bebas
ada dua faktor utama yang memainkan mengembangkan agama yang
peranan dalam kehidupan sosial budaya bersangkutan. Ada larangan yang ketat
masyarakat Melayu di Brunei bagi penganut agama lain untuk
Darussalam. Pertama, adat istiadat, dan mengembangkan agamanya. Tujuannya
kedua, agama Islam. Adat istiadat, di adalah agar kelangsungan agama Islam
samping berfungsi sebagai salah satu sebagai agama resmi negara, tetap
alat untuk mempertahankan institusi terjaga, kokoh sebagai ideologi negara
raja, juga dalam kerangka menjunjung yang tidak tergoyahkan.
konsep taat-setia kepada raja sebagai Demikianlah, kehidupan
“Yang Dipertuan”. Kedudukan itu akan masyarakat Melayu di Brunei
lebih terjamin, jika Islam menjadi agama Darussalam cenderung berorientasi
resmi, dan sekaligus menjadi teras pada agama Islam, meskipun secara
kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, eksplisit, dalam perlembagaannya tidak
identitas Melayu tak dapat dipisahkan, disebutkan bahwa Al-Quran dan Hadis
atau bahkan kemudian diidentikkan sebagai landasan pemerintahan dan
sebagai Islam. rujukan utama. Jadi, ada ruang yang
Homogenitas masyarakat Melayu dapat dimainkan adat negeri yang
Brunei dengan Islam sebagai dalam hal ini tidak lain adalah adat
identitasnya menjadikan agama Islam istiadat Melayu. Dengan demikian,
sebagai agama resmi negara dan agama Islam dan adat istiadat, berjalan
sekaligus juga ideologi negara. bergandengan. Atau, peri kehidupan
Mengingat adanya beberapa aliran masyarakat tetap berpegang pada
dalam Islam, sultan lalu memilih Ahli ajaran agama Islam, meskipun
Sunnah Wal-Jemaah ditempatkan perlembagaan tidak mencantumkannya.
menjadi ideologi negara. Lebih jauh dari
itu, hasrat sultan dan rakyat negeri itu Reputasi Bahasa Melayu
membawa dan menjadikan Brunei Dunia Melayu di Malaysia,
sebagai sebuah negara Islam yang Singapura, dan Brunei Darussalam,
menempatkan ajaran Islam sebagai tentu saja sangat berbeda dengan
dasar peraturan dan pegangan hidup pengertian dunia Melayu sebagai etnis
masyarakat Melayu. sebagaimana yang melekat dalam
Di dalam Perlembagaan (undang- sebagian besar masyarakat Riau. Di
undang dasar) Brunei, dinyatakan juga sinilah, Riau yang pernah menjadi pusat
bahwa negara menjamin rakyatnya kebudayaan Melayu mempunyai posisi
bebas menganut dan mengamalkan yang sangat strategis. Ia secara
agama lain. Kebebasan mengamalkan emosional, kultural, dan sosial,
mempunyai ikatan tradisional yang
tidak dapat dipisahkan dalam konteks
menjaga stabilitas dan kerukunan bangsa; (iv)
meskipun orang-orang Melayu di Singapura
puak Melayu. Oleh karena itu,
mempunyai pertalian sejarah dengan Malaysia, masyarakat Melayu Riau dapat secara
mereka memilih berpikir realistik. Singapura leluasa menjalin hubungan dengan
adalah pilihan yang paling realistik; (v) sebagai masyarakat Melayu Singapura, Malaysia,
orang Melayu, mereka menyadari pentingnya
dan Brunei Darusalam, termasuk
kesadaran keserumpunan dan sentimen Melayu.
Tetapi, ada yang jauh lebih penting lagi, yaitu Pattani di Muangthai, meskipun ada
kesejahteraan. Jadi persoalannya bukan lagi perkara sekat politik yang memisahkannya.
minoritas-mayoritas, tetapi sejauh mana Dengan posisi Melayu Riau yang
Pemerintah memberi kebebasan dan kesejahteraan seperti itu, maka Riau dapat
bagi warga Melayu Singapura.
memanfaatkan isu kemelayuan sebagai
aset lokal, nasional, sekaligus regional. Dari ketiga pertanyaan itu, tentu
Jadi, atas nama kebudayaan Melayu, saja pilihannya jatuh pada butir
emosi kemelayuan dapat menjadi tali pertama: bahasa! Bukankah bahasa
pengikat harapan dan cita-cita bersama, Melayu telah sejak lama menjadi alat
membangun kembali keagungan ekspresi, alat adaptasi sosial, alat
kebudayaan Melayu. komunikasi, dan sarana yang membuka
Di masa depan, kiprah yang telah peluang seluas-luasnya untuk
dimainkan kebudayaan Melayu, tentu melakukan berbagai macam kerja sama?
saja dapat terus dikembangkan dengan Mengapa bahasa? Inilah beberapa
menjalin hubungan sosio-kultural argumen yang melandasinya.
dengan masyarakat Melayu serantau. Pertama, sejak abad ke-15
Hanya dengan itu pula, harapan bahasa Melayu telah memainkan
menempatkan kembali kebesaran dunia peranan penting di wilayah Nusantara,
Melayu bukanlah sesuatu yang mustahil. tidak hanya untuk kepentingan
Masalahnya kini tinggal bagaimana komunikasi antarsuku bangsa pribumi,
masyarakat Melayu sendiri menyadari tetapi juga bagi para pelayar dari Eropa,
dan berusaha mengangkat kembali khususnya Portugis dan Belanda.
kebesaran kebudayaannya, baik dalam Catatan Francois Valentijn
lingkup lokal, nasional, regional, (Beschrijvinghe van Batavia, 1726)
maupun internasional. menyebutkan, bahwa bahasa Melayu
Sentimen kemelayuan yang coba tidak hanya dipakai penduduk di
diangkat untuk kepentingan dan tujuan Batavia, tetapi juga di seluruh Hindia
politik, sudah terbukti tidak lagi Belanda, bahkan sampai negeri Parsi.
populer, dan bahkan hanya akan Itulah sebabnya, Valentijn menyarankan
mengundang masalah yang jauh lebih agara kedatangan bangsa Belanda ke
kompleks. Jika sentimen keagamaan Nusantara diikuti juga oleh usaha
yang hendak diusung, juga akan memperkenalkan bahasa Belanda
menghadapi kendala yang pasti tidak kepada penduduk pribumi agar dapat
sederhana. Bahkan, sangat mungkin bersanding dengan bahasa Portugis
hanya akan mengundang konflik yang lebih dahulu disebarkan dan
internal terutama jika itu digunakan bahasa Melayu yang sudah menjadi alat
sebagai alat perjuangan bagi komunikasi yang paling luas
masyarakat Melayu di Riau, Singapura, penyebarannya. 15