Anda di halaman 1dari 5

Pada hari minggu malam, Boni dan kedua kawannya, pergi mengunjungi sahabat mereka, Mira, di salah

satu wilayah dipesisir pantai. Kepergian mereka mengunjungi Mira, bertepatan dengan kepulangan
nenek Mira dari tanah suci esok hari sehingga rumah Mira sudah ramai keluarga dan kerabatnya sejak
hari Senin pagi. Keadaaan rumah Mira yang ramai orang, memaksa Boni dan kawan-kawannya untuk
mengungsi kerumah bibi Mira untuk sementara waktu.

Kepergian mereka menuju rumah bibi Mira memakan waktu perjalanan hampir 3 jam dengan menaiki
kendaraan umum. Sesampainya disebuah balai desa, mereka berempat telah disambut oleh mang Dede,
penjaga rumah bibi Mira. Perjalanan 3 jam mereka belum usai, mereka masih harus menempuh jalan
setapak diiringi oleh rintik hujan yang membuat suasana semakin dingin. Sepanjang perjalanan mereka
hanya melihat beberapa rumah bilik yang jarak antara rumahnya tidak saling berdekatan diantara hutan
dan persawahan. Setelah 20 menit akhinya mereka sampai juga di rumah bibi Mira.

Ketika yang lain sudah telelap, hanya Boni yang tidak bisa tidur. Ketika Boni hendak keluar kamar
melewati ruang tamu, Boni melihat sapu yang bergerak seolah sedang digunakan seseorang yang sedang
menyapu. Boni tercengang melihat sapu itu bergerak dengan sendirinya, ia langsung berlari kembali
masuk ke kamarnya.

Malam berlalu, saat pagi hari mang Dede datang membawakan mereka sarapan. Boni menceritakan apa
yang ia alami saat malam hari, ternyata hal tersebut pun dialami juga oleh Jani. Jani justru melihat
secara langsung sosok nenek nenek bungkuk yang sedang menyapu menggunakan sapu lidi di ruang
tamu. Mang Dede hanya menambahkan jika hal tersebut wajar saja dan sudah biasa, mungkin karena
penghuni ingin berkenalan dengan mereka berempat.

Tujuan wisata awal mereka adalah mata air, sebut saja mata air Ciletik, namun mang Dede berkata
bahwa seminggu lalu baru saja ada kejadian wanita yang meninggal di sungai karena di gigit ular sanca,
jasadnya baru ditemui setelah 3 hari. Namun sudah pasti larangan maupun peringatan yang diberikan
pastilah mereka langgar. Mereka nekat menuju mata air ciletik dengan nekat, tanpa bertanya lebih
dahulu pada mang Dede, hanya mengandalkan arahan orang orang yang mereka temui selama
perjalanan. Sesampainya disana, memang benar-benar asri indah alami mata air ciletik dengan air yang
biru dan jernih mengalir. Namun disitu tertulis jelas untuk tidak berenang di mata air tersebut karna
dikhawatirkan akan mengotori air.

Ketika Boni dan yang lain masih memandang takjub keindahan mata air ciletik, tiba-tiba datang seorang
wanita muda mengenakan kaos putih dan celana coklat, berambut panjang. Wanita tersebut tanpa
babibu seketika loncat ke dalam mata air dan berenang dengan leluasa. Boni dan yang lain terkejut
namun tidak berfikir macam-macam karna mungkin ia warga lokal yang sudah biasa berenang disitu. Tak
lama Boni dan yang lain pun memutuskan kembali kerumah bibi Mira karna hari mulai gelap.

Setibanya di depan rumah bibi Mira, Mang Dede sudah menunggu kepulangan mereka di depan rumah.
Mang Dede bertanya mereka habis darimana. Mira menjawab kalau mereka dari mata air Ciletik. Mang
Dede terkejut karena tidak ada satupun orang yang berani kesana setelah kematian misterius seorang
wanita disana. Namun Boni menjawab jika mereka bertemu dengan seorang wanita yang berenang di
mata air tersebut. Mang Dede bertanya bagaimana ciri dari wanita tersebut, karna warga lokal tidak ada
yang pernah berani berenang di mata air tersebut.
Di hari ketiga mereka memutuskan untuk pergi ke sebuah sungai dipandu oleh Ica, anak mang Dede.
Perjalanan memakan waktu 20 menit menuju sungai. Terdapat 2 sungai yang ingin mereka sambangi.
Yang pertama ini adalah sungai besar dengan akses yang mudah untuk dilalui. Selama perjalanan
menuju sungai, Boni memperhatikan sebuah pohon yang pakaikan kain jarik, lengkap dengan sesajen
dibawahnya. Mulai juga terlihat rumah warga yang terlihat seperti pemukiman penduduk walapun lokasi
antara 1 rumah dengan yang lainnya masih agak berjauhan.

Sesampainya di sungai, mereka berempat memutuskan untuk berenang karna sungai yang sangat bersih
dan asri membuat mereka ingin segera menyegarkan diri. Namun Mira terlihat memilih memisahkan diri
dan tiba2 menceburkan diri ke sungai tanpa aba-aba. Mira ternyata menyelam ke dasar sungai,
membuat Boni dan yang lain tampak khawatir menunggu kemunculannya. Setelah hampir 1 menit,
akhinya Mira muncuk ke permukaan, Mira berkata kalau ia menemukan sebuah liontin berbatu warna
merah lengkap dengan ratai emasnya didasar sungai. Boni dan kawan kawan beserta Ica pun binggung
harus membawanya kembali pulang atau tidak. Namun Mira bersikukuh untuk tetap membawanya
pulang.

Sebelum ikut kerumah bibi Mira, ia memutuskan pulang terlebihdadulu kerumahnya untuk memasak
makan malam untuk mereka makan bersama. Pukul 7 malam, mereka makan malam bersama. Jani
menyadari kalau Mira telah memakai kalung liontin merah itu di lehernya. Setelah makan malam,
mereka kembali ke kamar masing-masing lengkap denga Ica yang ikut menginap dirumah itu.

Tepat pukul 10 malam. Boni berada di kamar, Angga diruang tamu, Mira, Jani dan Ica berada di kamar
mereka bersiap untuk beristirahat. Boni yang tengah memainkan handphonenya walaupun tidak ada
sinya sama sekali di daerah tersebut, tiba-tiba mendengar suara ketukan dari pintu utama rumah. Boni
memanggil Angga untuk membukakan pintu karena ketukannya semakin keras. Boni pun berjalan
menuju ruang tamu seraya duduk di bangku karna ia pikir yang datang pastilah mang Dede.

Ketika Angga membuka pintu, ternyata tidak ada siapapun didepan pintu. Angga melihat kedepan, kiri
dan kanan, namun tidak ada orang sama sekali. Ketika Angga hendak menutup pintu, tiba-tiba angga
terpental karena ada dorongan yang sangat keras dari arah luar pintu. Boni yang kaget, segera berlari
dan membangunkan Angga yang terpental menabrak dinding. Ketiga teman mereka yang berada
dikamar pun berhamburan berlari keluar kamar karena mendengar suara dentuman yang keras. Mereka
mengerubungi Angga untuk melihat kondisinya. Angga yang tengah terbatuk-batuk, mengeluarkan
darah yang cukup banyak dari dari mulutnya. Mereka semua panik melihat kondisi Angga yang berlumur
darah.

Ica terlebih dahulu segera menutup pintu yang masih terbuka. Ica bertanya, mengapa Angga membuka
pintu. Boni bilang, Ada yang mengetok pintu beberapa kali, Boni dan Angga mengira pastilah mang Dede
yang datang. Ica terdiam tidak melanjutkan pembicaraan. Saat mereka masih panik melihat kondisi
Angga, tiba-tiba terdengar suara benturan jendela yang dipukul keras dari kamar para wanita.

Mereka yang ketakutan berlarian menuju kamar Boni. Mereka berkumpul disatu kamar karna suara
benturan dari kamar para wanita masih terdengar jelas. Jani berkata pada Ica bahwa mereka harus
meminta tolong pada Mang Dede. Namun Ica berkata kalau mang Dede sudah tidur di jam segitu, Ica
berkata bahwa, Ada sebuah pantangan di desa tersebut jika pada malam hari apabila ada yang
mengetok pintu, maka dilarang keras untuk membukanya, terutama pada hari Kamis malam Jumat.
Tidak lama mereka mendengar suara seperti pasukan yang tengah berjalan berkelompok diiringi suara
kuda lengkap dengan kerincingannya. Boni dan Angga yang penasaran, ingin sekali mengintip keluar
rumah. Namun Ica melarangnya karna itu berbahaya, dan hal tersebut sudah terbiasa terjadi didesa
mereka.

Pukul 01.00 dini hari, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Saat baru saja
menutup pintu, mereka dikejutkan dengan suara ledakan dari atas rumah. Suara tersebut berturut-turut
tanpa henti seperti menghujami atap rumah tersebut. Makin banyak, makin terdengar keras
dentumannya, membuat mereka berlima ketakutan, mereka sampai berlindung dikolong tempat tidur
karena saking takutnya jikalau atap tersebut roboh. Sekitar 1 jam mereka tetap pada posisi berlindung
dari dentuman keras.

Tiba-tiba Mira kejang dan kaku, badannya mendingin semakin pucat, Boni mendesak Ica untuk
memanggil mang Dede karena keadaan Mira yang sangat memprihatinkan, namun Ica menolak karena
ini belum memasuki waktu subuh. Ica benar-benar takut jika harus melanggar pantangan desanya
tersebut. Setelah perdebatan panjang dan cukup alot, Ica akhirnya pergi dengan minta ditemani dengan
Boni dan Angga. Namun Angga menolak karena ia ketakutan, lalu Jani dengan sigap langsung
menawarkan diri untuk ikut pergi menjemput mang Dede. Merekapun berlari kencang sekuat tenaga
menuju rumah mang Dede karena keadaan jalan yang gelap gulita menambah kesan keangkeran pada
malam itu.

Keadaan Mira makin memburuk, Mata Mira hanya menyisakan warna putihnya saja, kejangnya makin
kuat. Sementara Boni, Ica dan Jani, di gang rumang mang Dede berlarian agar cepat sampai, namun apa
yang mereka lihat didepan mata sungguh diluar akal sehat manusia. Mereka bertiga dihadang oleh
gumpalan api terbang yang melayang sekitar 3 meter didepan mereka. Ica berteriak “Lari! Itu banaspati”
mereka pun kembali berlari kearah sebelumnya mencari jalan lain memutar menuju rumah mang Dede.
Banaspati itu mengejar mereka, mengikuti kemanapun mereka berlari.

Sekitar 5 menit mereka berlari, sampailah mereka didepan rumah mang Dede. Ica dan Boni menggedor
dengan keras pintu rumah sambil berteriak “Mang Dede… Mang Dede…” memang agak lama sampai
pintu dibuka. Hingga akhirnya mang Dede muncul didepan pintu dan panik melihat mereka bertiga
berkeliaran saat tengah malam. Sebelum mang Dede ngomel, Ica berkata “kami dikejar banaspati”.
Masuklah ketiganya kedalam rumah dan tepat pula pada saat itu banaspati muncul didepan pintu
namun hanya melayang tidak mengejar. Mang Dede yang berdiri didepan pintu hanya menatap tajam
keara banaspati tersebut, seketika banaspati itu hilang dalam sekejap mata.

Segeralah mereka berlari kembali menuju Mira yang masih kejang kejang. Saat tiba melihat keadaan
Mira, mang Dede terkejut dengan kalung yang dipakai Mira. Ternyata itu adalah Kalung pusaka mustika
kijang kencana. Mang dede mengatakan, itulah kenapa mereka benar-benar diteror selama semalaman.
Daya tarik dari kalung itu sangat kuat sehingga menarik para roh, hantu maupun orang-orang yang
sedang belajar ilmu untuk menambah kesaktian. Mang dede pun tidak menyangka bagaimana bisa
mereka menemukan pusaka itu? Karena sangat tidak mungkin mudah ditemukan. Mang dede minta
segelas air, ia membaca bacakan doa sejenak, lalu air itu dituang dan diusapkan ke muka Mira. Seketika
kejang Mira pun berhenti, namun ia belum sadarkan diri.

Lalu Adzan subuh berkumandang. Mang Dede berkata, ini belum menolong keadaan Mira, ia masih
harus ditolong. Boni dan Angga menggendong Mira menuju rumah mang Dede, sedangkan mang Dede
masih harus membersihkan rumah bibi Mira yang dipenuhi makhluk ghaib. Saat Jani membuka pintu
rumah, Jani terkejut karena didepan pintu terdapat ayam cemani hitam yang terlihat baru saja
disembelih tanpa kepala masih menggeliat geliat. Namun mereka tidak mengindahkannya dan segera
membawa Mira kerumah mang dede.

Mira segera ditidurkan dikasur, kondisinya masih tidak sadarkan diri. Mang Deded yang tiba, mengajak
Boni untuk ikut dengannya tanpa menyebutkan tujuan. Ternyata mereka pergi kerumah satu-satunya
kuncen yang berada di desa tersebut, yaitu ki Bodas. Mang dede mengetuk pintu, dan tanpa menunggu
Ki Bodas sendiri yang membukanya. Ki Bodas berkata “sudah saya tunggu dari semalam” dengan bahasa
sunda. Mang dede menceritakan secara singkat apa yang terjadi, mang dede menyebutkan bahwa Mira
menemukan pusaka kijang kencana. Ki Boda mengatakan bahwa sukma Mira ini disandera oleh orang
yang memperebutkan pusaka tersebut. Tidak tanggung tanggung, semalam ada 9 orang dukun
memperebutkan pusaka tersebut sehingga berbagai kejadian mencekamkan terjadi demi mendapatkan
pusaka itu. Karena Mira yang menggunakan kalung tersebut, maka sukma Mira lah yang dipaksa
diangkat untuk mendapatkan kalung tersebut. Mereka harus sesegera mungkin menyelamatkan Mira
karena Mira bisa saja meninggal jika tidak segera ditolong, atau kalaupun ia hidup, Mira bisa menjadi
orang yang hilang akal.

Terungkap asal usul kisah desa tersebut dari istri mang Dede. Jadi desa tersebut pada jaman dahulu
konon katanya merupakan tempat persinggah dari kerajaan Padjajaran. Itulah kenapa pada malam hari
mereka sering mendengar suara iring-iringan pasukan berkuda dan prajurit yang baris-berbaris. Istri
mang dede berkata bahwa mitosnya mereka semua masih hidup, pasukan padjajaran dibawah
kepemimpinan prabu Siliwangi, hanya pindah dimensi membentuk suatu kerajaan yang abadi. Kerajaan
tersebut merupakan salah satu kerajaan dengan pusat energi ghaib yang sangat besar. Maka dari situ,
banyaklah orang-orang yang datang ke desa tersebut dengan maksud dan tujuan tertentu. Tidak hanya
itu, di desa tersebut masih banyak pula paranormal maupun dukun yang menjalankan praktik
perdukunannya.

Hari itu hari jumat, Boni dan Angga pergi menuju mesjid untuk melaksanakan solat jumat. Sepulangnya
dari mesjid, ternyata Mira sudah sadarkan diri, namun ia masih diam. Tatapannya kosong, pucat tanpa
mengatakan sepatah katapun.

Malampun tiba, Syarat menyelamatkan Mira adalah dengan menyalakan 100 lilin diatas bukit. mang
dede yang mencari lilin berkeliling desa hanya mendapatkan 50 lilin saja. Akhinya mereka meiliki inisiatif
untuk memotong 2 lilin tersebut sampai berjumlah 100 lilin.

Lilin dibentuk lingkaran yang berlapis lapis, Mira duduk ditengah lingkaran bersama ki Bodas dan mang
Dede, yang lain hanya melihat dari luar lingkaran. Boni memegang sebaskom daun merang atau padi
untuk berjaga jaga apabila gangguan muncul ia akan melempari daun merang di luar area lingkaran
tersebut.

Disitu ada Boni, Angga, Ica, Istri mang Dede, Jani tidak ikut ke bukit karena ia menjaga anak mang dede
yang masih kecil, dan agak dikhawatirkan karena ia bukan warga lokal akan berbahaya baginya. Ditengah
ritual tersebut, Angga merasa ketakutan dan ia memutuskan untuk kembali kerumah mang Dede.
Saat mulai ritual, tiba-tiba muncul angin yang sangat besar. Anehnya lilin lilin tersebut tidak ada satu
pun yang mati. Hanya bergoyang karna tiupan angin saja. Mira yang sedari tadi diam dengan tatapan
kosong, tiba-tiba berteriak keras, terdengar sangat menggema kencang. Segera mang dede mematikan
lilin tersebut hanya dengan menunjukkan tangan. Mira disitu setelah berteriak keras, ia pingsan
tergeletak. Segera Boni menggotong Mira yang tak sadarkan diri untuk dibawa kembali kerumah mang
Dede.

Beberapa jam telah berlalu, mereka masih berkumpul dan mengobrol dirumah mang Dede begitupunki
Bodas yang masih memantau keadaan Mira. Tiba-tiba Mira bangun, dan ki bodas berkata “Jangan
ditanya” mereka untuk tidak menanyakan kondisi apa yang dialami Mira. Walaupun raga Mira jelas
berada bersama mereka, namun ruh atau sukma Mira mungkin mengalami berbagai hal yang tidak
terduga. Bukan kebetulan pula, mengapa pusaka Mustika Kijang kencana itu Mira yang menemukan.
Bisa dikatakan memang sudah berjodoh untuk Mira dipercaya menemukan pusaka tersebut. Ada 2
kemungkinan yang terjadi, jika Mira mau mempelajarinya, pusaka ini akan menjadi suatu manfaat besar
untuk kehidupannya, namun tidak menutup kemungkinan pun akan menjadi suatu yang melukainya
kelak.

Ki Bodas berkata, jika melihat kejadian kemungkinan pusaka tersebut akan bermanfaat bagi kehidupan
Mira, dan dari sini pula, kehidupan mira akan jauh berbeda setelah kejadian ini.

Untuk membuktikannya, Ki Bodas meminta Mira memukul semangka yang ada didepannya. Mira
memukulnya dan tidak terjadi apa-apa. Namun saat semangka itu dibelah, isian semangka itu hancur
berantkan seperti semangka yang habis dibanting hancur. Mereka semua kaget melihat hal tersebut
karena sangat tidak mungkin terjadi.

Ki Bodas tiba-tiba membuka pintu rumah dan munculah seekor kijang di luar, kijang tersebut memakai
mahkota dengan batu mustika merah menyala di dahinya. Hanya dalam hitungan detik seketika kijang
tersebut hilang seperti asap.

Sekali lagi ki Bodas berkata, kehidupan Mira selanjutnya akan berbeda dari sebelumnya. Kondisi Mira
sudah sehat dan normal seperti sedia kala. Akhrinya Boni, Angga, Jani memutuskan untuk kembali ke
Jakarta. Namun ternyata Mira belum dibolehkan untuk pulang, mang Dede akan meminta tante Mira
yang menjemputnya untuk kembali pulang, karna mereka masih mengkhawatirkan kondisi Mira yang
masih rentan.

Anda mungkin juga menyukai