Anda di halaman 1dari 31

PENYUTRADARAAN

Makalah

Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur


Pada mata kuliah
Apresiasi Drama

Dosen Pengampu:
Dian Risdiawati, M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
1. Ike Nur Janah (12210183056)
2. Eni Kusuma Nafiah (12210183067)
3. Arifuna Masfirotu Afifah (12210183079)
4. Faruq Abdillah (12210183090)

5B
JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI TULUNGAGUNG
Oktober 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik
dan hidayah-Nya kepada kita melalui Baginda Rosulullah SAW. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
karena dengan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul
Penyutradaraan ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur untuk
meningkatkan literasi. Makalah ini dapat selesai karena kontribusi dari seluruh
anggota kelompok dan bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang mendukung
dan memberi izin atas studi yang penulis jalani di fakultas ini.
2. Dr. Erna Iftanti, S.S., M.Pd.,selaku Ketua Jurusan Tadris Bahasa Indonesia
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang selalu memberi
bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani studi di jurusan Tadris
Bahasa Indonesia.
3. Dian Risdiawati, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Apresiasi Drama
yang telah memberi pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
4. Teman-teman TBIN 5B yang mendukung atas pengarahan dan kerja sama
dalam penyusunan makalah ini.
5. Semua pihak yang telah mendukung atas terwujudnya makalah ini.
Semoga jasa mereka diterima Allah SWT, dan tercatat sebagai amal shalih.
Dalam pengerjaan makalah ini, kami sudah berusaha sebaik mungkin, dan
semaksimal mungkin. tetapi dengan segala keterbatasan waktu, kemampuan, dan
pengetahuan. Kami sadar bahwa makalah ini masih belum sempurna. Maka dari itu,
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh
penulis.

ii
Akhir kata dari kami sebagai penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya
kepada kita semua, Amin.

Malang, 05 Oktober 2020

Kelompok 4

iii
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan ..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Penyutradaraan dan Sutradara Pada Mulanya ..........................3
1. Sejarah Penyutradaraan ...................................................................3
2. Sutradara Pada Mulanya .................................................................5
B. Bekal Awal Sutradara ...........................................................................6
C. Tipe-Tipe Penyutradaraan .....................................................................9
D. Tugas-Tugas Sutradara dan Mekanisme Penyutradaraan ...................11
1. Tugas-Tugas Sutradara..................................................................11
2. Mekanisme Penyutradaraan ..........................................................17
BAB III PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................19
B. Saran ....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menghadirkan teater ke atas panggung pertunjukan atau pementasan
adalah sebuah kerja sistemik. Seorang seniman teater pasti mengikuti
rangkaian alur atau rangkaian proses kreatif yang panjang. Berangkat dari
pengetahuan sampai pada kerja atau tataran kemanfaatan. Gagasan estetika
yang ditawarkan di atas panggung oleh seniman teater bisa
dipertanggungjawabkan dan keberhasilan akan mutu dari pertunjukan dapat
terukur. 1
Fenomena kehadiran teater di atas pertunjukan Indonesia pasti sudah tidak
asing lagi. Di Indonesia sendiri dikenal dengan adanya teater tradisional, teater
modern, dan teater kontemporer. Beranjak dari hal tersebut, teater sendiri lahir
sebagai bentuk karya atau hasil aktifitas pertunjukan lakon yang berangkat dari
naskah ataupun tidak.
Naskah sebagai karya sastra menciptakan ruang apresiasi yang tidak
terbatas. Naskah bisa lahir hanya sebagai bentuk karya sastra yang dibaca
sebagai teks sastra atau lahir sebagai sebuah konsep pertunjukan. Jika teater
atau pertunjukan berangkat dari naskah maka seniman teater harus mampu
mengenal naskah drama dengan lebih detail, baik dilihat dari konsep, gaya dan
nilai estetis yang terkandung di dalamnya.2
Menghadirkan teater ataupun drama ke panggung pementasan pun
pastinya tidak lepas dari peran seorang sutradara di dalamnya. Sutradara
bersama timnya bekerja keras untuk menampilkan pementasan yang baik
bahkan spektakuler di hadapan penonton. Tetapi, sekalipun sutradara bekerja
sama dengan timnya, sosok yang paling bertanggung jawab dalam pementasan

1
Suroso, Drama: Teori dan Praktik Pementasan, (Yogyakarta: Elmatera Publisher, 2015), hal 109.
2
Ibid,

1
2

sebuah drama ataupun teater dari awal hingga akhir pementasan adalah
sutradara.
Pada bab pembahasan makalah ini akan mengulas lebih jauh
bagaimanakah peran sutradara di balik sebuah pementasan. Mulai dari awal
sejarah adanya penyutradaraan, sutradara pada mulanya, bekal awal sutradara,
tipe-tipe sutradara, serta apa sajakah tugas-tugas yang harus di lakukan oleh
seorang sutradara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimakah Sejarah Penyutradaan dan Sutradara pada Mulanya?
2. Apa sajakah bekal awal yang harus dimiliki sutradara?
3. Apa sajakah tipe-tipe penyutradaraan?
4. Bagaimakah tugas-tugas sutradara dan mekanisme penyutradaraan?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mendeskripsikan sejarah penyutradaraan dan sutradara pada
mulanya.
2. Untuk mendeskripsikan apa sajakah bekal awal yang harus dimiliki oleh
sutradara.
3. Untuk mendeskripsikan apa sajakah tipe-tipe sutradara.
4. Untuk mendeskripsikan tugas-tugas sutradara dan mekanisme
penyutradaraan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Penyutradaraan dan Sutradara Pada Mulanya


1. Sejarah Penyutradaraan
Pada mulanya dalam pementasan drama tidak mengenal sutradara,
pementasan drama muncul dari sekumpulan pemain yang mempunyai
gagasan untuk mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan
memainkannya dihadapan penonton. Sejalan dengan perkembangan drama
serta kebutuhan akan pementasan drama yang semakin meningkat, maka
para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para aktor yang telah
mempunyai banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya kepada
aktor muda. Proses mengajar inilah dijadikan sebagai tonggak awal
lahirnya “Sutradara”.
Dalam terminology Yunani, sutradara atau director disebut dengan
“didaskalos” yang berarti guru dan pada abad pertengahan di seluruh Eropa
istilah yang digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai
master.
Pada tahun 1874-1890 seorang Bangsawan atau duke dari Saxe
Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin. Saat itu dipentaskan
2591 drama di seluruh Jerman. Kemudian mengadakan tour ke seluruh
Eropa. Dengan banyaknya pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran
seorang sutradara yang mampu mengatur dan mengharmonisasikan
keseluruhan unsur artistic pementasan sangat dibutuhkan.3 Istilah sutradara
sendiri yang dipahami dewasa ini baru muncul pada zaman George II.
Meskipun demikian, menurut Cohen yang dikutip oleh Gasong,
menyebutkan jika produksi pementasan drama Saxe-Meinigen masih
mengutamakan kerja bersama antar pemain yang dengan giat berlatih untuk

3
Tato Nuryanto, Apresiasi Drama, (Depok: Rajawali Press, 2017), hal 179.

3
4

meningkatkan kemampuan berakting mereka.4 Prinsip penyutradaraan


yang digunakan adalah, disiplin yang teliti, periode latihan yang panjang
dengan latihan yang sungguh-sungguh. Tidak ada bintang yang
ditonjolkan. Semua bagian pentas dipandang penting, pemandangan
panggung penuh dengan banyak orang, sampai membiarkan belas kasihan
golongan atas, menjadi objek karya yang efektif. Scenery, lighting,
customes, make up, dan properties direncanakan secara cermat dan
diarahkan untuk mengekspresikan karakter dan situasi. Konsentrasi
penyutradaraan lebih bertumpu pada keseluruhan atau whole daripada
fungsi bagian-bagian.5
Menurut Waluyo yang dikutip oleh Gasong, menyebutkan model
penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan pada
masa lahir dan berkembangnya gaya realism. Andre Antonie di Tokohcis
dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara
berbakat yang mulai menekankan idealism dalam setiap produksinya.
Kemudian, Max Reinhart mengembangkan penyutradaraan dengan
mengorganisasi proses latihan para aktor dalam waktu yang panjang. Selain
itu ada juga Gordon Craig yang merupakan seorang sutradara yang
menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan
sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukkan teater.6
Berhasil tidaknya sebuah pertunjukkan teater dalam mencapai takaran
artistic yang diinginkan sangat tergantung dari kepiawaian seorang
sutradara. Dengan demikian sutradara menjadi salah satu elemen pokok
dalam teater modern.
Dikarenakan kedudukannya yang tinggi, maka seorang sutradara
harus mengerti dengan baik hal-hal yang berhubungan dengan pementasan.

4
Dina Gasong, Apresiasi Sastra Indonesia, (Yogyakarta; Deepublish, 2019), hal 198-199.
5
Tato Nuryanto, Apresiasi…, hal 179-180
6
Dina Gasong, Apresiasi Sastra…, hal 199.
5

Hal tersebut juga yang membuat kerja seorang sutradara dimulai sejak
merencanakan sebuah pementasan hingga teater dipentaskan.7
Begitu pun halnya dengan negara kita, Indonesia. Dalam penggarapan
sebuah drama tradisional, kurang lebih dua abad yang lalu, belum ada
sutradara. Berkaitan hal tersebut, dalam drama tradisional di Indonesia,
masing-masing aktor bermain secara improvisasi. Jadi, pada saat itu yang
ada hanyalah manajer dan produser.8
2. Sutradara Pada Mulanya
Sebagaimana dalam seni lukis, seni tari, seni musik, seni sastra, atau
cabang seni yang lain, tentu harus ada penciptanya atau kreatornya. Tak
ada lukisan tanpa ada pelukisanya sebagai pencipta. Tak ada tari tanpa ada
koreografer sebagai penciptanya. Tak ada musik tanpa ada musisinya
sebagai penciptanya. Begitu juga tak ada karya sastra tanpa sastrawan.
Pelukis, koreografer, musisi, dan sastrawan harus ada dahulu sebelum
tercipta karya seni. Maka tak ada karya teater tanpa ada seseorang yang
menciptakan, mengreasikan, dan mewujudkannya ke depan penonton.
Namun demikian, sutradara bukanlah sosok sendirian yang berdiri
sendiri. Sutradara harus memiliki tim kreator yang lain, yang disebut
dengan Tim Proses Kreatif Teater, seperti: aktor, penata cahaya, penata
panggung, penata busana dan rias, penata musik, penata artistik, dan
sebagainya. Keberadaan mereka juga sangat penting dalam keberhasilan
sebuah pertunjukan teater. Di bawah kepemimpinan sutradara, mereka
diintegrasikan ke dalam suatu kolektivitas kreatif. Sutradara adalah seorang
pemimpin dalam kerja teater. 9
Menurut Riantiarno yang dikutip oleh Suhariyadi10, menyebutkan jika
sebagai pemimpin, seorang sutradara bertanggung jawab menyatukan

7
Dina Gasong, Apresiasi Sastra…, hal 198-199.
8
Tato Nuryanto, Apresiasi…, hal 180
9
Suhariyadi, Dramaturgi, (Lamongan; Pustaka Ilalang Group, 2014 cet 1), hal 152-153.
10
Ibid, hal 152.
6

seluruh kekuatan dan berbagai elemen teater. Seorang sutradara harus


memiliki argumen/alasan yang kuat dan jelas mengapa memilih tema
tertentu. Selain itu, dia juga harus bisa mewujudkan tujuan yang hendak
dicapai melalui pementasan teater yang dilakukan.
Sebagai pribadi, sutradara juga memiliki karakter sebagai manusia,
yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinannya. Riantiarno yang
dikutip oleh Suhariyadi11, menyebutkan ada empat macam gaya sutradara
sebagai pengaruh karakter pribadinya, yaitu: pemarah, pendiam, cerewet,
dan romantis. Namun demikian, apapun karakternya, seorang sutradara
memiliki berbagai tanggung jawab yang tak ringan. Di samping itu, dia
juga mesti memiliki bekal dalam dirinya dalam hal kompetensi dan
keterampilannya sebagai sutradara.
Seorang sutradara bukanlah seorang pemimpin sebagai mana dalam
suatu organisasi pada umumnya. Seorang sutradara di samping sebagai
pemimpin, dia juga seorang kreator, pendesain pementasan, koordinator,
pelatih, manajer, guru, yang melekat menjadi satu di dalam proses
kerjanya.12

B. Bekal Awal Sutradara


Menurut Suhariyadi seorang sutradara harus mempunyai bekal awal atau
pegangan awal untuk melaksanakan profesinya sebagai seorang sutradara. Hal
tersebut dikarenakan tugas yang sangat besar diemban oleh seorang sutradara.
Beberapa bekal awal yang harus dimiliki oleh seorang sutradara adalah sebagai
berikut. 13
1. Seorang sutradara haruslah memiliki pengetahuan teater. Pengetahuan itu
dapat diperoleh dari pengalaman menjadi seorang pekerja teater
sebelumnya, pendidikan, dan membaca. Bisa saja seorang sutradara ketika

11
Ibid,
12
Ibid, hal 153.
13
Ibid, hal 154-156.
7

masih menjadi seorang aktor, bukanlah aktor yang baik. Tetapi karena
pengalamannya tersebut, memiliki pengetahuan bagaimana berteater yang
baik atau mungkin ia seorang alumni pendidikan teater lantas menjadi
seorang sutradara.
2. Seorang sutradara haruslah memiliki kemampuan bersastra. Naskah drama
yang akan diproses dalam pertunjukan teater merupakan genre sastra.
Seorang sutradara mesti menganalisis dan menginterpretasi naskah drama
yang akan digarapnya. Penafsiran dan analisis naskah drama merupakan
kerja awal sebelum proses penyutradaraan berlangsung lebih lanjut.
3. Seorang sutradara haruslah mempunyai konsep. Konsep dalam konteks ini
adalah pandangan, keyakinan, dan sikap tentang profesi itu. Konsep itulah
yang kemudian menuntun seorang sutradara untuk menentukan,
memikirkan dan memutuskan apa yang terbaik bagi proses kerja
penyutradaraannya. Konsep seorang sutradara adalah sebuah pilihan yang
diyakini dan dipandang sebagai sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi
semua pihak; khususnya bagi dirinya sendiri dalam setiap prosesnya.
4. Seorang sutradara haruslah memiliki kemampuan manajerial. Sebagai
seorang pemimpin, sutradara pada dasarnya adalah seorang manajer.
Dialah yang merencanakan, mengkoordinasi, mengevaluasi, mensolusi
semua problema, dan mengontrol proses penggarapan pertunjukan teater.
Tanpa manajemen yang baik, akan banyak hambatan dan persoalan yang
muncul.
5. Seorang sutradara haruslah memiliki pengetahuan sosiopsikologi.
Pertunjukan teater di atas panggung merupakan refleksi dari sosial dan
psikologis manusia. Akting, karakterisasi, dan sarana panggung
merupakan simbol-simbol bermakna kontekstual.

Pendapat lain yang disebutkan oleh Prasetyo, jika dalam sebuah produksi
sutradara harus benar-benar menjadi sentral, semua departemen memiliki
kewajiban mengkoordinir kehendak sutradara ketika menginterpretasikan
8

sebuah skenario. Maka dari itu, menjadi seorang sutradara mempunyai


keharusan untuk benar-benar menguasai beberapa hal:14
1. Sutradara menjiwai skenario, artinya seorang sutradara harus sudah benar-
benar memahami cerita sedetail-detailnya.
2. Sutradara harus memiliki inisiatif, kreatifitas dan inovatif, hal ini sangat
diperlukan untuk dapat menghasilkan hasil yang sempurna, hingga nantinya
dapat ikut membantu mengangkat sebuah naskah drama.
3. Sutradara harus paham benar karakter tim kerjanya, kondisi tubuh tim perlu
diperhatikan karena jika terlalu lelah membuat hasil kerja kurang maksimal.
4. Sutradara harus mampu membangun struktur dramatisasi cerita yang sangat
berguna untuk mengolah emosi penonton.
5. Sutradara minimal menguasai konsep 5C yaitu:
a. Close Up, yaitu pengambilan gambar jarak dekat yang dilakukan
kameramen digunakan sutradara untuk mempertegas efek mimik dan
emosi pemain.
b. Camera Angel, yaitu unsur ini biasanya digunakan untuk mempercantik
gambar atau memberikan sentuhan-sentuhan arttistik dalam gambar
tanpa mengurangi maksud dan tanggung jawab gambar,
c. Composisi, yaitu unsur visualisasi yang membantu memberikan
keseimbangan gambar hingga point of view tercapai.
d. Cutting, yaitu unsur imajinasi yang harus dimiliki oleh seorang
sutradara yang berarti pada saat produksi berjalan sutradara sudah
memiliki bayangan cut to cut gambar atau bagaimana gambar yang
sedang diambil akan diedit lagi.
e. Countinity, yaitu seorang sutradara harus mampu memproyeksikan
adegan demi adegan sehingga sutradara tidak kebingungan untuk
menyambung adegan yang terlewat.

14
Andy Prasetyo, Bikin Film itu Gampang, (Jawa Tengah: Bengkel Sinema, 2011), hal. 25-26.
9

C. Tipe-Tipe Sutradara
Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang
pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul. Menurut Harymawan
yang dikutip oleh Karyadi dan Ramadhani15, menyebutkan ada beberapa tipe
sutradara dalam menjalankan penyutradaraanya, yaitu.
1. Sutradara Konseptor, yaitu sutradara yang menentukan pokok penafsiran,
menyarankan konsep penafsirannya kepada pemain dan pekerja artistik
yang lain. Pemain dan pekerja artistic dibiarkan mengembangkan konsep
itu secara kreatif. Tetapi tetap terikat kepada pokok penafsiran tersebut. Ia
akan mengarahkan atau mengontrol jalannya proses latihan agar tidak
melenceng dari konsep awal yang telah ditentukan.
2. Sutradara Dictator, yaitu sutradara yang mengharapkan pemain dicetak
seperti dirinya sendiri, tidak ada konsep penafsiran dua arah. Ia
mendambakan seni sebagai dirinya. Sutradara tipe ini biasanya sangat detil
dan selalu mencari kesempurnaan. Ia tidak akan mentolerir satu kesalahan
kecil sekalipun. Semua yang ada di atas panggung harus benar-benar
sesuai yang ia inginkan. Karya teater yang dihasilkan kemudian memang
adalah karyanya sehingga pendukung pementasan yang lain baik itu
pemain atau pekerja artistik hanyalah pembantu usahanya semata.
3. Sutradara Koordinator, yaitu sutradara yang menempatkan diri sebagai
pengarah atau yang mengkoordinasikan segenap pemain dengan konsep
pokok penafsirannya. Bahkan ia juga mengkoordinasikan semua unsur
yang terlibat. Peran utamanya lebih sebagai pengawas proses yang
memastikan proses kerja itu memang benar-benar berlangsung dan semua
bekerja sesuai tugasnya. Meskipun sutradara semacam ini membuka
kemungkinan untuk perubahan konsep namun ia tetap tegas dalam meraih
target yang akan dicapai.

15
Agung Cahya Karyadi dan Sulistyani Putri Ramadhani, Pengembangan Keterampilan Sendratasik
untuk Guru Sekolah Dasar, (Jakarta: Universitas Trilogi, 2020 cet 1), hal 96-99
10

4. Sutradara Paternalis, yaitu sutradara yang bertindak sebagai guru yang


mengamalkan ilmu bersamaan dengan mengasuh batin para anggotanya.
Teater disamakan dengan padepokan, sehingga pemain adalah cantrik
yang harus setia kepada sutradara. Sejak awal lahirnya, sutradara tipe
patrenalis inilah yang banyak bermunculan. Karena pengalaman
artistiknya dalam berbagai bidang di teater, dia memahami seluk beluk
proses penciptaan teater. Oleh karena itu tidak hanya persoalan
keproduksian yang dapat di tangani tetapi juga hal-hal yang terkait dengan
kejiwaan pendukung. Sosok sutradara patrenalis semacam ini banyak
berkembang di Indonesia baik dalam khasanah teater daerah ataupun teater
modern.
Kemudian selanjutnya, selain tipe-tipe yang disebutkan diatas, ada juga
tipe-tipe sutradara yang disebutkan oleh Nuryanto, yaitu tipe sutradara
berdasarkan caranya, yaitu sebagai berikut. 16
1. Berdasarkan cara memengaruhi jiwa pemain, ada dua macam sutradara:
a. Sutradara Teknikus, yaitu Sutradara yang hanya mementingkan segi
luar yang bergemerlapan.
b. Sutradara Psikolog Dramatik, yaitu Seorang sutradara yang lebih
mementingkan penggambaran watak secara psikologis dan tidak
menghiraukan faktor-faktor teknis atau luar. Tipe ini sekarang banyak
dianut. Konflik-konflik kejiwaan lebih ditonjolkan daripada hal-hal
fisik dan artistik.
2. Berdasarkan cara melatih pemain, ada tiga tipe sutradara.
a. Sutradara interpretator yang hanya berpegang pada tafsirannya
terhadap naskah secara kaku.
b. Sutradara kreator yang secara kreatif menciptakan variasi baru.
c. Gabungan interpretator dan kreator. Tipe ini dipandang yang terbaik.

16
Tato Nuryanto, Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati, (Cirebon:Syariah Nurjati Press, 2014),
hal 51-52.
11

3. Berdasarkan cara penyutradaraan ada dua macam cara.


a. Cara Diktator atau cara Gordon Craig: Seluruh langkah pemain
ditentukan oleh sutradara.
b. Cara Laissez Faire: aktor-aktris merupakan pencipta permainan dan
peranan, sutradara hanya sebagai supervisor yang membiarkan pemain
melakukan proses kreatif.

D. Tugas-Tugas Sutradara dan Mekanisme Penyutradaraan


1. Tugas-Tugas Sutradara
Dalam drama tradisional dan wayang, sutradara disebut ‘dalang’.
Peranan sutradara dalam teater tradisional tidak dianggap penting
dibandingkan sutradara dalam pentas teater modern. Seluruh pementasan
teater modern adalah tanggung jawab sutradara. Dialog, acting, dan segala
kelengkapan pentas diatur oleh sutradara. Sedangkan, dalam teater
tradisional, sutradara hanya memberikan instruksi secara garis besar.
Sutradara sebagai pemimpin dalam pementasan drama bertanggung jawab
terhadap kesuksesan pementasan drama, ia harus membuat perencanaan
dan melaksanakannya, tugas sutradara juga sangat banyak dan cukup
berat.17 Berikut dikemukakan beberapa tugas pokok sutradara, menurut
Suhariyadi.18
1. Memilih Naskah
Dalam teater modern kehadiran naskah sangat penting, berbeda
dengan teater tradisional yang tanpa naskah itu. Itulah salah satu tugas
sutradara yang mesti dilakukan jauh sebelum dia menentukan siapa
yang bakal dilibatkan dan sebagai apa dalam tim prosesnya. Di dalam
memilih naskah ini seorang sutradara harus memiliki pertimbangan,
sebagai berikut.

17
Egitama, Mari Mengenal Drama, (Surakarta:CV Teguh Karya, 2017), hal 16.
18
Suhariyadi, Dramaturgi…, hal 157.
12

a. mengapa dia memilih naskah ini, bukan yang lain;


b. apa yang hendak disampaikan melalui naskah tersebut;
c. dengan cara pengucapan dan gaya yang bagaimana naskah tersebut
akan disuguhkan kepada penonton;
2. Menganalisis Naskah
Analisis naskah yang dilakukan sutradara meliputi: Analisis Dasar,
Interpretasi, dan Konsep Pementasan.
a. Analisis Dasar
Analisis dasar adalah telaah struktur naskah drama. Analisis
ini berkisar pada pertanyaan: apakah unsur-unsur utama yang
membangun lakon atau drama. Proses analisisnya, naskah drama
dipelajari untuk mengetahui gambaran isi naskah drama itu serta
mengetahui kehendak pengarang di dalam naskah drama itu.
Unsur-unsur pokok yang harus dianalisis oleh sutradara adalah
sebagai berikut.
1) Pesan Lakon.
Berhasil tidaknya sebuah pertunjukkan teater diukur dari
sampai tidaknya pesan lakon kepada penonton. Oleh karena
itu, sutradara harus menemukan pesan utama dari lakon yang
telah ditentukan.19
2) Konflik dan Penyelesaian
Sutradara harus menemukan pada bagian-bagian mana
konflik dalam lakon, karena hal tersebut memberi sudut
pandang pada sutradara untuk melihat, menilai, dan
memahami konflik lakon.20

19
Tato Nuryanto, Apresiasi…, hal 193
20
Ibid,
13

3) Karakter Tokoh.
Analisis karakter tokoh, harus dilakukan dengan
mendetail oleh sutradara, agar mendapatkan gambaran watak
sejelas-jelasnya.21
4) Latar Cerita.
Analisis latar harus di ungkap sejelas-jelasnya, karena hal
ini berkaitan dengan tata artistic pada saat pementasan.22
b. Interpretasi
Setelah menganalisis naskah drama di atas dan mendapatkan
gambaran lengkap mengenai isinya, maka sutradara melakukan
interpretasi. Dalam proses interpretasi ini hasil analisis dasar
mengalami penyesuaian artistik yang digagas oleh sutradara.
Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi (perpaduan) antara
gagasan kreatif sutradara dan pengarang dalam karyanya. Seorang
sutradara tentu memiliki konsep astistik tertentu yang akan
diwujudkan dalam pementasan. Pengarang juga memiliki gagasan,
pesan, dan amanat dalam naskah dramanya.
Proses interpretasi ini biasanya menyangkut unsur latar, pesan,
dan karakterisasi, yang dijelaskan sebagai berikut.
1) Latar, yaitu Adaptasi terhadap tempat kejadian peristiwa
dalam naskah sesuai dengan situasi, kondisi, dan gagasan
sutradara.
2) Pesan. Sutradara memberi penekanan pesan naskah drama
dengan tata artistik yang digagasnya. Bisa melalui laku aksi
aktor di atas pentas, atau mungkin melalui unsur-unsur pentas
yang lain, sehingga diperlukan visualisasi secara detil terhadap
unsur-unsur yang dipilih untuk penonjolan pesan tersebut.

21
Ibid,
22
Ibid,
14

3) Karakterisasi. sering kali terjadi adaptasi nama dan tokoh dan


karakternya sesuai dengan situasi yang sedang terjadi di
masyarakat. Tafsir ulang terhadap tokoh sering dilakukan oleh
sutradara dalam proses penggarapan naskah drama menuju
pentas.
c. Konsep Pementasan
Hasil akhir dari analisis dasar dan interpretasi di atas adalah
konsep pementasan. Dalam konsep ini sutradara menjelaskan
secara lengkap mengenai cara menyampaikan pesan yang
berkaitan dengan pendekatan gaya pementasan dan pendekatan
pemeranan, serta bagaimana gambaran tata artistiknya.23
1) Pendekatan gaya pementasan.
Istilah pendekatan disini digunakan dalam arti sutradara
melaksanakan gaya secara wantah atau utuh tetapi ada
pengembangan atau penyesuaian di dalamnya. Untuk itu
sutradara harus memahami gaya-gaya pementasan, agar
pendekatan yang dilakukan tidak salah sasaran.
2) Pendekatan pemeranan.
Setelah menetapkan pendekatan gaya, maka metode
pemeranan yang dilakukan perlu dibuat. Hal ini sangat
berguna bagi aktor. Metode akting berkaitan dengan
pencapaian aktor sesuai dengan pendekatan gaya
pementasannya.
3) Gambaran tata artistik.
Secara umum, sutradara harus menuliskan gambaran tata
artistiknya. Meski Tidak secara mendetil, tetapi gambaran tata
artisitik berguna bagi para desainer untuk mewujudkannya
dalam desain. Jika sutradara mampu, maka bisa memberikan

23
Ibid, hal 196-197.
15

gambaran tata artistik melalui sketsa. Jika tidak, maka cukup


menuliskannya.
3. Memilih Pemain (Casting)
Casting adalah pemilihan peran (pemain), merupakan salah satu
tugas sutradara yang juga mesti dilakukan dengan berbagai
pertimbangan. Akan tetapi, dalam teater modern, memilih pemain
biasanya berdasarkan kecakapan sebagai berikut.24
a. Fisik
b. Ciri Wajah
c. Ukuran Tubuh
d. Tinggi Tubuh
e. Ciri Fisik Tertentu
f. Kecakapan
g. Kesiapan Tubuh
h. Wicara
i. Penghayatan
j. Serta, kecakapan yang lain.
Waluyo yang dikutip oleh Endraswara, kemudian di kutip oleh
Suhariyadi mengemukakan ada beberapa teknik casting, sebagai
berikut.25
a. Casting by ability; pemilihan pemeran berdasarkan kecakapan atau
kemahiran yang sama atau mendekati peran yang dibawakan.
b. Casting by type; pemilihan pemeran berdasarkan kecocokan fisik.
c. Anti type casting; pemilihan pemeran bertentangan dengan watak
dan ciri fisik yang dibawakan.
d. Casting to emotional temperament; pemilihan pemeran
berdasarkan observasi kehidupan pribadi calon pemeran. Mereka

24
Ibid,
25
Suhariyadi, Dramaturgi…, hal 163-164.
16

yang mempunyai banyak kecocokan dengan peran yang dibawakan


dalam hal emosi dan temperamennya akan terpilih membawakan
tokoh itu.
e. Therapeutic casting; pemilihan pemeran dengan maksud untuk
penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri
seseorang.
4. Melatih Pemain
Tugas sutradara yang tak kalah penting adalah melatih pemain.
Ada beberapa tahap proses pelatihan pemain yang harus dilakukan,
sebagai berikut.
a. Reading: latihan pembacaan teks drama
b. Reading dengan casting: latihan dengan pembagian peran
c. Bloking: latihan bloking (pengelompokkan)
d. Akting: latihan akting atau latihan kerja teater
e. Pengulangan dan pelancaran: latihan menghidupkan peran, irama
permainan, dan latihan dengan seting.
f. Geladi Kotor
g. Geladi Bersih
Latihan untuk aktor ini, berhubungan dengan pembinaan akting,
bloking, crossing pemain, penyesuaian dengan teknis pentas,
pemyesuaian dengan teknis pentas, dengan musik, sound system.
Pembinaan aktor juga menyangkut teknik muncul, teknik menekankan
isi, teknik progresi dan teknik membina puncak.
Beberapa sutradara dan tokoh teater terkemuka memiliki teknik
dan teori berlatihan sendiri-sendiri. Hal itu disesuaikan dengan gagasan,
pengalaman, dan pandangan mereka terhadap teater. Salah satu teknik
pelatihan teater yang sering dijadikan panduan oleh komunitas-
komunitas teater di Indonesia adalah teori Rendra dalam bukunya yang
berjudul Tentang Bermain Drama dan Seni Drama untuk Remaja.
17

Di Indonesia sendiri penanggung jawab proses transformasi naskah


lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan
pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya
pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun
unsur–unsur lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah
kewenangan sutradara.
Sebagai pimpinan, sutradara selain bertanggung jawab terhadap
kelangsungan proses terciptanya pementasan juga harus bertanggung
jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam tugasnya
seorang sutradara dibantu oleh stafnya dalam menyelesaikan tugas–
tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab utama.
2. Mekanisme Penyutradaraan
Dalam sebuah pementasan drama sangat diperlukan sebuah organisasi
dan mekanisme yang sangat baik dari kepiawaian seorang sutradara agar
pelaksanaan pementasan berjalan dengan lancar dan sukses. Adapun
organisasi dan mekanisme pementasan yang dibutuhkan tersebut yakni
mencakup hal-hal berikut.26
a. Produser, yaitu orang yang membiayai suatu produksi pementasan
drama.
b. Sutradara, yaitu pimpinan artistic yang tertinggi dalam suatu
pementasan atau grub teater.
c. Penata rias, seorang penata rias sebelum menjalankan tugasnya harus
mengetahui dan membaca naskah lakon, agar mengetahui watak peran
dan kemudian mempelajari pula wajah para pemain yang
diberi/diserahi peran.
d. Penata lampu, yaitu orang yang bertugas menerangi dan menyinari
pentas dengan maksud untuk mencapai efek yang mendukung
pementasan atau disebut juga dengan efek dramatik.

26
Tato Nuryanto, Apresiasi…, hal 214-218.
18

e. Penata music, yaitu orang yang bertugas memberi iringan ilustrasi


pada setiap adegan. Nada dan irama hendaknya serasi dan mendukung
adegan. Oleh karena itu, seorang penata music harus mengerti music
dan menguasai adegan-adegan.
f. Penata publikasi, yaitu orang yang bertugas untuk mempublikasikan
apa yang akan dipentaskan agar masyarakat mengetahui dan berminat
untuk menonton.
g. Stagemanager atau pimpinan panggung yang bertugas di saat
pertunjukkan berlangsung dan bertanggung jawab atas kelancaran
pertunjukkann.
h. Pengarang, yaitu penulis naskah yang merupakan crew ketiga dalam
pementasan sebuah drama/teater. Tugas pengarang adalah menulis
naskah cerita untuk dimainkan di atas pentas.
i. Pemain atau pemeran, yaitu orang yang bermain dalam drama yang
sering disebut pelaku atau pemeran.
j. Penata busana, yaitu unsur pendukung yang tidak kalah penting dalam
pementasan drama. Penata busana bertugas menata dan menyiapkan
segala perlengkapan busana bagi para pemain teater.
k. Penata pentas dan dekorasi, yang bertugas menyiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pentas atau tempat di mana drama dipentaskan.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Pada sejarahnya, sutradara lahir dari proses peremajaan pemain yang
dilakukan oleh para aktor yang sudah memiliki banyak pengalaman. Serta
adanya sutradara pertama kali digunakan oleh rombongan teater yang
didirikan di Berlin.
2. Pementasan sebuah drama atau teater tidak lepas dari adanya penciptanya
di balik sebuah pementasan. Yaitu sosok sutradaralah yang merupakan
pencipta dari sebuah pementasan yang dilakukan bersama tim kreatifnya.
3. Sebelum menjadi seorang sutradara yang berperan di balik sebuah
pementasan, seseorang haruslah mempunyai bekal untuk melaksanakan
tugas-tugas seorang sutradara yang sangatlah tidak mudah, tetapi tanggung
jawabnya sangat berat.
4. Seorang sutradara pastinya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
hal tersebut juga berpengaruh pada proses bekerjanya, sehingga
menjadikan adanya tipe-tipe sutradara.
5. Sutradara sebagai pemimpin dalam pementasan drama bertanggung jawab
terhadap kesuksesan pementasan drama, ia harus membuat perencanaan
dan melaksanakannya, tugas sutradara juga sangat banyak dan cukup berat.
6. Dalam sebuah pementasan drama sangat diperlukan sebuah organisasi dan
mekanisme yang sangat baik dari kepiawaian seorang sutradara agar
pelaksanaan pementasan berjalan dengan lancar dan sukses. Mekanisme
penyutradaraan ini mulai dari produser, sutradara, hingga penata dekorasai
mempunyai tuga-tugas yang sangat berpengaruh dalam sebuah pementasan
drama.

19
20

B. Saran
1. Sebelum menampilkan suatu pementasan drama, seorang sutradara harus
menganalisis berbagai hal yang menyangkut sebuah pementasan, mulai
dari memilih tim kreatifnya hingga memilih pemeran yang akan menjadi
lakon dalam sebuah pementasan
2. Seorang sutradara haruslah mampu menjadi pemimpin dalam sebuah
pementasan drama. Pemimpin ini maksutnya mulai dari memimpin,
memilih, melatih, menjadi teman, dll. Dalam sebuah pementasan drama.
DAFTAR PUSTAKA

Suroso. 2015. Drama; Teori dan Praktik Pementasan. Yogyakarta: Elmatera


Publisher.
Nuryanto, Tato. 2017. Apresiasi Drama. Depok: Rajawali Press.
Gasong, Dina. 2019. Apresiasi Sastra Indonesia. Yogyakarta; Deepublish.
Suhariyadi. 2014. Dramaturgi. Lamongan; Pustaka Ilalang Group.
Cahya Karyadi, Agung dan Putri Ramadhani, Sulistyani. 2020. Pengembangan
Keterampilan Sendratasik untuk Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas
Trilogi.
Prasetyo, Andy. 2011. Bikin Film itu Gampang. Jawa Tengah: Bengkel Sinema.
Nuryanto, Tato. 2014. Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati. Cirebon: Syariah
Nurjati Press.
Egitama. 2017. Mari Mengenal Drama. Surakarta: CV Teguh Karya.
LAMPIRAN
1. Link Video Presesntasi via Youtube
https://youtu.be/tv94tMYYZ1I
2. Power Point

Anda mungkin juga menyukai