Anda di halaman 1dari 19

PENYUTRADARAAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Drama
yang dibina oleh
(Albaburrahim, M.Pd.)

Oleh :
Santi Oktaviani

Oleh : Kelompok 4

Ainul Jadid (19381071142)


Khairul Anam (20381071130)
Novia Awalia Romadhon (20381072083)
Nur Dina Holidiya Amini (20381072085)
Santi Oktaviani (20381072091)
Silfiyanti (20381072094)

PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kesempatan bagi kelompok kami
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah apresiasi drama yang
berjudul “PENYUTRADARAAN”.
Selawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kejahiliyahan
menuju alam yang terang menderang seperti saat ini dengan cahaya kedamaian
Islam.
Saya ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah apresiasi
drama, yakni Bapak Albaburrahim, M.Pd. yang telah membimbing kelompok
kami sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar. Kritik dan
saran sangat diperlukan bagi kelompok kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca untuk
saat ini dan masa yang akan datang.

Pamekasan, 10 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4
A. Sejarah Timbulnya Sutradara...................................................................... 4
B. Teori Penyutradaraan ................................................................................. 5
C. Tugas Sutradara.......................................................................................... 7
D. Teknik Penyutradaraan dalam Teater .......................................................... 9
E. Tipe Sutradara ............................................................................................ 10
F. Mekanisme Penyutradaraan ........................................................................ 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap saat manusia adalah pelaku atau tokoh utama yang memerankan
sikap dan perilaku tertentu. Keterampilan berperan dan memerankan tokoh
tetentu dalam kehidupan akan sangat menentukan keberhasilan seseorang di
tengah-tengah masyarakat. Kesempatan bermain peran dan memahami peran
yang dimainkan dalam drama akan mendapatkan cerminan konflik-konflik
yang bisa membentuk jati diri seseorang. 1 Salah satu yang paling sakral dalam
drama adalah permasalahan dalam kehidupannya yang memberikan banyak
sekali pembelajaran. Oleh karenanya, seseorang bisa mengambil hikmah atau
amanat dari permasalahan tersebut untuk lebih mengevaluasi diri menjadi
pribadi yang jauh lebih baik.
Jika seseorang dapat memahami dan menghayati karya sastra dengan
sungguh-sungguh maka seorang tersebut berhasil dalam mengapresiasi suatu
karya termasuk drama. Kegiatan apresiasi yang dilakukan akan memberikan
banyak manfaat dan memperkaya pengalaman. Karena dengan hal tersebut
maka seseorang nantinya akan mengetahui pengalaman-pengalaman orang lain
dan juga mendapatkan nilai-nilai kehidupan antara lain nilai moral, pendidikan,
sosial, maupun religi.
Apresiasi dan analisis kerap di salah kaprahkan oleh seseorang. Kedua
istilah tersebut kerap disamakan akan tetapi, kedua istilah tersebut jauhlah
berbeda. Apresiasi lebih mengarah kepada memberikan penghargaan terhadap
karya sastra termasuk drama sedangkan analisis lebih mengarah pada
memberikan penjelasan tentang struktur naskah drama.
Pembelajaran bahasa menjadi perhatian khusus dalam dunia pendidikan
karena akan melahirkan literasi unggul yang berjiwa adaptif. Akan tetapi,
pembelajaran bahasa membuat siswa menjadi jenuh dan membosankan. Salah
satu cara yang bisa menggairahkan semangat siswa dalam belajar antara lain
melalui sastra, yakni drama. Hal yang terkait dengan apresiasi pembelajaran

1
Toto Nuryanto, Apresiasi Drama (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), 103.

1
sastra secara umum di lembaga pendidikan seperti sekolah dapat digambarkan
sebagai usaha guna mendorong pelaksanaan pembelajaran sastra menjadi lebih
komprehensif. 2
Drama adalah karya sastra yang memiliki dua dimensi yakni dimensi
sastra dan dimensi seni pertunjukan. Pemahaman terhadap masing-masing
dimensi tersebut wajar jika berbeda karena unsur-unsur yang membangun dan
membentuk drama pada masing-masing jelas berbeda. Pengertian drama yang
dikenal selama ini, hanya diarahkan kepada dimensi seni pertunjukan atau seni
lakon. Padahal drama sebagai karya sastra juga tidak kalah pentingnya.
Dalam sebuah pertunjukan drama, sukses tidaknya dalam pertunjukan
yang akan dijalani dari awal hingga akhir membutuhkan kerja sama crew yang
kompak dan solid. Selain itu, untuk menyatukan kekompakan tersebut
dibutuhkan kepiawaian sutradara dalam merangkul seluruh crew yang terlibat.
Dengan demikian, sutradara menjadi salah satu jantung pokok dari sebuah
program dan menjadi elemen pokok dalam sebuah drama. Oleh karena
kedudukannya tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-
hal yang berhubungan dengan pementasan.
Dalam pementasan drama dibutuhkan progres yang cepat, kerja sama yang
baik, kedisiplinan yang tinggi, dan juga tanggung jawab yang besar antar
sesama crew dalam drama tersebut. Oleh karenanya, peranan sutradara di sini
menjadi seseorang yang diarahkan dan mampu mengelola hal tersebut menjadi
sempurna dan terorganisasi dengan baik.
Dengan demikian, sebuah pementasan drama yang akan ditampilkan akan
terorganisir dengan baik dan memberikan hal positif kepada penonton yang
menyaksikan. Hal tersebutlah yang menjadi tujuan dari pertunjukan sebuah
drama, bagaimana bisa memberikan pesan dalam drama tersebut sehingga
pesan yang terkandung dapat berguna bagi penonton dalam kehidupannya.

2
M. Muhammad. (2018). Pembelajaran Drama di Sekolah Teater SMA Negeri 10 Fajar Harapan
Banda Aceh. Magister Bahasa, 6(1), 38.

2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu
sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah timbulnya sutradara?
2. Apa saja teori penyutradaraan?
3. Apa saja tugas dari seorang sutradara?
4. Apa saja teknik penyutradaraan dalam teater?
5. Apa saja tipe dari seorang sutradara?
6. Bagaimana mekanisme penyutradaraan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah timbulnya sutradara.
2. Untuk mengetahui teori penyutradaraan.
3. Untuk mengetahui tugas dari seorang sutradara.
4. Untuk mengetahui teknik penyutradaraan dalam teater.
5. Untuk mengetahui tipe dari seorang sutradara.
6. Untuk mengetahui mekanisme penyutradaraan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Sutradara


Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan
teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk
mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkannya di
hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang
semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para
aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya
kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya
“sutradara”. Dalam terminologi Yunani sutradara (director) disebut didaskalos
yang berarti guru dan pada abad pertengahan di seluruh Eropa istilah yang
digunakan untuk seorang sutradara dapat diartikan sebagai master.
Pada saat Maxe Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin, pada
tahun 1874—1890. Saat itu dipentaskan 2591 drama di seluruh Jerman.
Kemudian mengadakan tour ke seluruh Eropa. Dengan banyaknya jumlah
pentas yang harus dilakukan, maka kehadiran seorang sutradara yang mampu
mengatur dan mengharmonisasikan keseluruhan unsur artistik pementasan
sangat dibutuhkan untuk mengoordinasikan pementasan-pementasan. Prinsip
penyutradaraan yang digunakan adalah: disiplin yang diteliti, periode
latihannya panjang, dengan latihan yang bersungguh-sungguh. Tidak ada
bintang yang ditonjolkan. Semua bagian pentas dipandang penting,
pemandangan panggung penuh dengan orang banyak, sampai membiarkan
belas kasihan golongan atas, menjadi objek karya yang efektif. Sceneri,
lighting, customes, make up, dan properties direncanakan secara cermat dan
diarahkan untuk mengekspresikan karakter dan situasi. Konsentrasi
penyutradaraan lebih bertumpu pada keseluruhan (whole) dari pada fungsi
bagian-bagian.
Istilah sutradara seperti yang dipahami dewasa ini baru muncul pada
Zaman Geroge II, seorang bangsawan (duke) dari Saxe-Meiningen yang
memimpin sebuah grup teater tersebut. Meskipun demikian, produksi

4
pementasan teater Saxe-Meiningen masih mengutamakan kerja bersama antar
pemain yang dengan giat berlatih untuk meningkatkan kemampuan berakting
mereka (Robert Cohen, 1994).
Model penyutradaraan seperti yang dilakukan oleh George II diteruskan
pada masa lahir dan berkembangnya gaya realisme. Andre Antoine di Tokohcis
dengan Teater Libre serta Stansilavsky di Rusia adalah dua sutradara berbakat
yang mulai menekankan idealisme dalam setiap produksinya. Max Reinhart
mengembangkan penyutradaraan dengan mengorganisasi proses latihan para
aktor dalam waktu yang panjang. Gordon Craig merupakan seorang sutradara
yang menanamkan gagasannya untuk para aktor sehingga ia menjadikan
sutradara sebagai pemegang kendali penuh sebuah pertunjukan teater (Herman
J. Waluyo, 2001).
Berhasil tidaknya sebuah pertunjukan teater mencapai takaran artistik yang
diinginkan sangat tergantung kepiawaian sutradara. Dengan demikian,
sutradara menjadi salah satu elemen pokok dalam teater modern. Oleh karena
kedudukannya tinggi, maka seorang sutradara harus mengerti dengan baik hal-
hal yang berhubungan dengan pementasan. Oleh karena itu, kerja sutradara
dimulai sejak merencanakan sebuah pementasan, yaitu menentukan lakon.
Setelah itu, tugas berikutnya adalah menganalisis lakon, menentukan pemain,
menentukan bentuk dan gaya pementasan, memahami dan mengatur blocking
serta melakukan serangkaian latihan dengan para pemain dan seluruh pekerja
artistik hingga karya teater benar-benar siap untuk dipentaskan.
Begitu pun halnya dengan negara kita tercinta, yakni Indonesia dalam
penggarapan sebuah drama tradisional, kurang lebih dua abad yang lalu belum
ada sutradara. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam drama tradisional di
Indonesia masing-masing aktor bermain secara improvisasi. Jadi, kala itu yang
ada hanyalah manajer dan produser.3

B. Teori Penyutradaraan
Ada 2 teori yang berkenaan dengan penyutradaraan. Teori yang pertama
diambil dari Gardon Craig, beliau mengajarkan bahwa sutradara itu

3
Toto Nuryanto, Apresiasi Drama (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), 179—180.

5
menjelmakan idenya lewat aktor dan aktrisnya. Jadi, artis sebagai alat saja.
Teori ini menjadikan sebutan teater sutradara. Kelebihan dari teori ini, hasilnya
sempurna, teratur, dan teliti, serta ada kesatuan ide. Adapun kelemahannya,
sutradara cenderung sebagai orang mutlak, diktator pentas, dan para artis hanya
meniru gaya sutradara.
Teori yang kedua bisa meniru gaya Laiseez Faire, antara lain sang
sutradara membantu para aktor dan aktris untuk lebih mengekspresikan dirinya
dalam berperan, dan membiarkan para artis bebas mengembangkan konsep
individunya untuk memerankan perannya sebaik mungkin. Sutradara hanya
sekadar membimbing. Kelebihan teori ini, sutradara tidak bertindak mutlak,
tetapi mebimbing, membantu timbulnya kreativitas artis. Adapun
kelemahannya, kurang teliti. Tidak menutup kemungkinan akan ada pemain
yang mendominasi para pemain yang lain.
Dari teori-teori di atas akhirnya bisa disimpulkan adanya dua tipe
sutradara, yang pertama sutradara yang hanya bertindak sebagai interpretator
dan yang kedua sebagai kreator dan juga interpretator. Cara penyutradaraan
pertama ia bertindak sebagai diktator sedangkan yang kedua mengatur tapi juga
memberikan kebebasan pada para pemeran untuk mengembangkan
kreativitasnya.
Tipe sutradara yang baik sebetulnya adalah ia seharusnya sanggup
memperpadukan kedua teori di atas. Sutradara harus sekaligus sebagai
interpretator dan kreator. Sedangkan cara penyutradaraan yang baik dengan
cara menyatukan kedua teori tersebut, diktator tapi juga memberikan
kesempatan bagi para pemeran untuk mengembangkan kreasinya. 4
Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sama sejak perencanaan
pementasan sampai pementasan berakhir. Haryawan menyatakan bahwa
sutradara adalah karyawan teater yang bertugas mengoordinasikan segala
anasir teater, dengan paham, kecakapan serta daya imajinasi inteligen guna
menghasilkan pertunjukan yang berhasil. Sutradara berhubungan dengan
produser (yang membiayai pementasan), manajer (pimpinan tata laksana), dan
stage manager (yang mengatur panggung dan seluruh perlengkapannya).

4
Adhy Asmara DR, Apresiasi Drama untuk S.L. A (Yogyakarta: C.V. Nur Cahaya, 1979), 142.

6
Sutradara adalah pimpinan artistik yang tertinggi dalam suatu pementasan
atau grup teater. Dialah orang yang menafsirkan naskah untuk diterjemahkan
menjadi suatu pergelaran atau pementasan. Bobot artistik pementasan
ditentukan oleh kekuatan dan daya kreativitas sutradara, termasuk di dalamnya
mengoordinir segala unsur teater dengan paham, serta memiliki kecakapan
daya khayal yang baik.
Sutradara disebut sebagai pencipta karena ia menciptakan ide dalam
bentuk tulisan menjadi bentuk gambar atau visual. 5 Selain itu, sutradara
mempunyai tugas, fungsi, dan tanggung jawab yang tidak ringan. Dia harus
dapat menjadi pendidik, kawan, bapak, dan juga sekali-kali memberi contoh
untuk merangsang para pemain. Bahkan, sutradara harus dapat menggerakkan
seluruh potensi yang mendukung kegiatannya, baik yang berkenaan dengan
penataan panggung, musik, penataan cahaya, kostum atau busana, dan lain
sebagainya.

C. Tugas Sutradara
Tugas utama sutradara, yaitu mengoordinasikan hal ihwal pementasan,
sejak latihan dimuali sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai
tugas pokok yang berat dalam pementasan. Tidak hanya akting para pemain
yang harus diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik
dan teknis.
Sutradara juga harus mengarahkan tentang bagaimana musik yang
dibutuhkan, pentas seperti apa yang harus diatur, penyinaran, tata rias, ataupun
kostum. Semuanya diatur atas persetujuan sutradara. Oleh karena itu, sutradara
harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan segi artistik dan segi teknis
pentas. Sutradara harus mengerti hal-hal yang berhubungan dengan
pementasannya, misalnya berkaitan dengan hal-hal berikut:6
a. Memahami betul tentang arti pementasan dan mengapa konstruksi
pementasan harus disusun demikian.

5
Fitryan G. Dennis, Bekerja Sebagai Sutradara (t.t: PT Penerbit Erlangga Mahameru, 2008), 3.
6
Toto Nuryanto, Apresiasi Drama (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), 185—186.

7
b. Mengerti sikap karakter dan juga peranannya di dalam pementasan,
maka seorang sutradara harus menentukan karakter fisik, kualitas yang
dominan, tingkat emosi dan tingkat kualifikasi vokal yang dibutuhkan,
kostum dan peralatan lampu yang sesuai.
c. Mengerti bagaimana scene yang dibutuhkan, kostum, dan peralatan
lampu yang sesuai.
d. Mengerti latar belakang pengarang naskah, periode pementasan,
gambaran lingkungan dan juga gambaran audience yang akan
menyaksikan.
e. Mampu menyadur kata dan ungkapan yang using, sehingga dipahami
penonton.
f. Mampu menghadirkan lakon sesuai dengan waktu dan tempat
pementasan, sehingga suasana hakiki dapat dihayati.
g. Mampu menghadirkan image visual atau image kunci dengan dekorasi
yang menggambarkan suasana yang sesuai.
h. Untuk menjadi sutradara, seseorang harus mempersiapkan diri melalui
latihan yang cukup serius, memahami segala aspek pentas, memahami
akting dan memahami cara melatih akting dan memahami seluk beluk
perwatakan sebagai dimensi dalam seorang peran.
Lebih dari itu, seorang sutradara harus memiliki wawasan yang luas
tentang dunia pentas dan tentang para pengarang berikut alirannya. Untuk
kepentingan latihan kelak, sutradara harus membuat catatan, baik secara
khusus, maupun pada naskah tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Karakter dan diagram konflik, di mana konflik mulai menanjak,
klimaks dan menurun.
b. Perencanaan teknis, misal adegan “x” dengan dekor “p”, dengan warna
“z”, dengan musik “y”, dengan efek suara “w”, dan sebagainya.
c. Rencana action dari para aktor, pada dialog tertentu harus berdiri,
duduk, crossing, meloncat, tertawa, menangis, dan sebagainya. Semua
ini harus sudah direncanakan oleh sutradara sebelum latihan dimulai.

8
Tugas dan fungsi seorang sutradara, yaitu:
a. Memilih cerita
b. Menguasai dan mengerti apa yang diinginkan penulis naskah lakon
c. Menguasai prosedur penyutradaraan
Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang
sutradara, yaitu: merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor
dan aktris, dan mengorganisasi produksi. Selain itu menurut N. Riantiarno
tugas sutradara dalam penciptaan pementasan antara lain: memilih naskah
lakon, memilih pemain dan pekerja artistik, bekerja sama dengan staf artistik
dan non artistik, menafsir naskah lakon dan menginformasikannya kepada
seluruh pekerja (artistik dan non artistik), menafsir karakter peranan dan
menginformasikannya kepada seluruh pemain, melatih pemain agar bisa
memainkan peranan berdasarkan tafsir yang sudah dipilih, mempersatukan
seluruh kekuatan dari berbagai elemen teater sehingga menjadi sebuah
pegelaran yang bagus, menarik, dan bermakna.
Selain itu, ada beberapa hal pokok dari seorang sutradara antara lain: 7
a. Menemukan dan menentukan nada dasar
b. Menentukan casting
c. Tata dan teknik pentas
d. Menyusun Mise en scene
e. Menguatkan atau melemahkan scene
f. Menciptakan aspek-aspek laku
g. Mempengaruhi jiwa pemain

D. Teknik Penyutradaraan dalam Teater


Teknik penyutradaraan dalam teater antara lain, yakni sebagai berikut: 8
1. Pemilihan naskah
2. Naskah jadi
3. Membuat naskah sendiri

7
Adhy Asmara DR, Apresiasi Drama untuk S.L. A (Yogyakarta: C.V. Nur Cahaya, 1979), 142—
147.
8
Toto Nuryanto, Apresiasi Drama (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), 189—213.

9
4. Analisis lakon
5. Interpretasi
6. Konsep pementasan
7. Memilih pemain
8. Menentukan bentuk dan gaya pementasan

E. Tipe Sutradara
Sutradara bisa dikenali dengan adanya beberapa tipe, antara lain tipe
sebagai berikut:9
1. Berdasarkan cara memengaruhi jiwa pemain, ada 2 macam sutradara:
a) Sutradara Teknikus
Sutradara yang hanya mementingkan segi luar yang
bergemerlapan.
b) Sutradara Psikolog Dramatik
Seorang sutradara yang lebih mementingkan penggambaran
watak secara psikologis dan tidak menghiraukan faktor-faktor
teknis atau luar. Tipe ini sekarang banyak dianut. Konflik-konflik
kejiwaan lebih ditonjolkan dari pada hal-hal fisik dan artistik.
2. Berdasarkan cara melatih pemain, ada 3 tipe sutradara, yaitu:
a) Sutradara interpretator yang hanya berpegang pada tafsirannya
terhadap naskah secara kaku.
b) Sutradara kreator yang secara kreatif menciptakan variasi baru.
c) Gabungan interpretator dan kreator. Tipe ini kerap dipandang yang
terbaik.
3. Berdasarkan cara penyutradaraan, ada 2 macam cara:
a) Cara Diktator atau cara Gordon Craig: seluruh langkah pemain
ditentukan oleh sutradara.
b) Cara Laissez Faire: aktor dan artis aktris merupakan pencipta
permainan dan peranan, sutradara hanya sebagai supervisor yang
membiarkan pemain melakukan proses kreatif.

9
Tato Nuryanto, Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati (Panduan Praktis Untuk Menjadi
Aktor & Aktris) (Cirebon: Syariah Nurjati Press Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon,
2016), 51—52.

10
F. Mekanisme Penyutradaraan
Dalam sebuah pementasan drama sangat diperlukan sebuah organisasi dan
mekanisme yang sangat baik dari kepiawaian seorang sutradara agar
pelaksanaan pementasan berjalan dengan lancar dan sukses. Adapun organisasi
dan mekanisme pementasan yang dibutuhkan tersebut, yakni mencakup hal-hal
berikut:10
1. Produser
Produser adalah orang yang membiayai suatu produksi pementasan
drama. Produser tidak selamanya oleh perorangan, namun dapat juga oleh
sebuah yayasan, perkumpulan, sekolah, maupun oleh sanggar.
2. Sutradara
Sutradara adalah pimpinan artistik yang tertinggi dalam suatu
pementasan atau grup teater. Dia juga mengoordinasikan hal ihwal
pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai.
3. Penata rias
Penata rias adalah orang yang bertugas menata penampilan sebuah
tokoh dalam suatu drama. Namun sebelum menangani tugasnya, seorang
penata rias harus mengetahui dan membaca naskah lakon (drama), sehingga
ia mengetahui watak peran dan kemudian mempelajari pula wajah para
pemain yang diberi atau diserahi peran.
4. Penata lampu
Tujuan penata lampu ialah untuk menerangi dan menyinari pentas
dengan maksud untuk mencapai efek yang mendukung pementasan (efek
dramatik). Tata lampu dapat pula digunakan untuk melukiskan waktu,
musim atau cuaca dan mendukung tata warna pada dekorasi sehingga bisa
merangsang nilai artistik pada penonton.
5. Penata musik
Penata musik tugasnya, yakni memberi iringan ilustrasi pada setiap
adegan. Nada dan irama hendaknya serasi dan mendukung adegan. Oleh

10
Toto Nuryanto, Apresiasi Drama. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), 214—218.

11
karena itu, seorang penata musik harus mengerti musik dan meguasai
adegan-adegan.
6. Penata publikasi
Penata publikasi memiliki tugas untuk mempublikasikan apa yang
akan dipentaskan agar masyarakat mengetahui dan berminat untuk
menonton. Ia harus mengetahui unsur-unsur apa yang menarik dari
pertunjukan untuk dipublikasikan agar masyarakat berbondong-bondong
datang ke tempat pertunjukan. Di samping juga harus mengetahui unsur
media apa yang harus digunakan.
7. Stagemanager
Stagemanager (pimpinan panggung) bertugas di saat pertunjukan
berlangsung dan bertanggung jawab atas kelancaran pertunjukan. Dia
mengoordinir crew teknik dan pada waktu-waktu tertentu membantu
sutradara. Dalam pelaksanaan pertunjukan, semua petugas harus bekerja
sama dan tidak dapat berdiri sendiri. Penata lampu erat hubungannya
dengan penata dekorasi (penata panggung), tata ras, penata musik atau tata
busana, dan lain-lain. Inilah yang dimaksud dengan kerja sama kolektif.
8. Pengarang
Pengarang atau penulis naskah merupakan crew yang ketiga dalam
pementasan sebuah drama atau teater. Tugas pengarang adalah menulis
naskah cerita untuk dimainkan di atas pentas. Naskah yang lengkap dalam
penulisannya disebut reportiore. Dalam naskah tersebut ditulis petunjuk-
petunjuk tentang judul, nama peran, dialog, keterangan akting, dekorasi,
peralatan, pentas dan lain-lain. Hendaknya dalam naskah dituntut harus
terdapat tema, ide cerita, kerangka (plot), klimaks dan antiklimaks, dan
lain-lain.
9. Pemain atau pemeran
Pemain merupakan orang yang bermain dalam drama yang sering
disebut pelaku atau pemeran. Pemain putra disebut aktor, sedangkan
pemain putri disebut aktris. Tugasnya bermain, berakting di atas pentas
dalam arti luas. Berdasarkan pembagian peran, ada yang disebut pemeran

12
utama, pemeran pembantu (figuran). Untu menjadi pemeran yang baik
haruslah menguasai seni berakting.
10. Penata busana
Penata busana, yaitu seseorang yang menata dan menyiapkan
segala perlengkapan busana bagi para pemain teater. Tujuan dari penataan
busana ialah untuk mendukung cerminan watak dan karakter berikut serta
ciri-ciri khusus pemeran. Seorang penata busana harus mengetahui situasi
dan waktu masa kejadian, atau sejarah agar ia dapat secara tepat
melukiskan busana yang dipakai sang pemeran.
11. Penata pentas dan dekorasi
Tugas penata pentas atau dekorasi, yaitu menyiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pentas dan tempat di mana drama (lakon)
dipentaskan, mereka bekerja atas bimbingan dan petunjuk sang sutradara.
Jenis atau gaya penataan pentas dan dekorasi, antara lain:
 Gaya naturalisme dan realisme
 Gaya realisme
 Gaya impresionisme
 Gaya ekspresionisme

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada mulanya pementasan teater tidak mengenal sutradara. Pementasan
teater muncul dari sekumpulan pemain yang memiliki gagasan untuk
mementaskan sebuah cerita. Kemudian mereka berlatih dan memainkannya di
hadapan penonton. Sejalan dengan kebutuhan akan pementasan teater yang
semakin meningkat, maka para aktor memerlukan peremajaan pemain. Para
aktor yang telah memiliki banyak pengalaman mengajarkan pengetahuannya
kepada aktor muda. Proses mengajar dijadikan tonggak awal lahirnya
“sutradara”.
Ada 2 teori yang berkenaan dengan penyutradaraan. Teori yang pertama
diambil dari Gardon Craig, beliau mengajarkan bahwa sutradara itu
menjelmakan idenya lewat aktor dan aktrisnya. Teori yang kedua bisa meniru
gaya Laiseez Faire, antara lain sang sutradara membantu para aktor dan aktris
untuk lebih mengekspresikan dirinya dalam berperan, dan membiarkan para
artis bebas mengembangkan konsep individunya untuk memerankan perannya
sebaik mungkin.
Tugas utama sutradara, yaitu mengoordinasikan hal ihwal pementasan,
sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai
tugas pokok yang berat dalam pementasan. Tidak hanya akting para pemain
yang harus diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik
dan teknis. Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang
sutradara, yaitu: merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor
dan aktris, dan mengorganisasi produksi.
Teknik penyutradaraan dalam teater antara lain, yakni sebagai berikut: (1)
Pemilihan naskah, (2) Naskah jadi, (3) Membuat naskah sendiri, (4) Analisis
lakon, (5) Interpretasi, (6) Konsep pementasan, (7) Memilih pemain, dan (8)
Menentukan bentuk dan gaya pementasan.

14
Sutradara bisa dikenali dengan adanya beberapa tipe, antara lain tipe
sebagai berikut: Berdasarkan cara memengaruhi jiwa pemain, ada 2 macam
sutradara, yaitu (Sutradara Teknikus dan Sutradara Psikolog Dramatik),
Berdasarkan cara melatih pemain, ada 3 tipe sutradara, yaitu (Sutradara
interpretator, Sutradara kreator, dan Gabungan interpretator dan kreator),
Berdasarkan cara penyutradaraan, ada 2 macam cara, yaitu (Cara Gordon Craig
dan Cara Laissez Faire).
Dalam sebuah pementasan drama sangat diperlukan sebuah organisasi dan
mekanisme yang sangat baik dari kepiawaian seorang sutradara agar
pelaksanaan pementasan berjalan dengan lancar dan sukses. Adapun organisasi
dan mekanisme pementasan yang dibutuhkan tersebut, yakni mencakup hal-hal
berikut: produser, sutradara, penata rias, penata lampu, penata musik, penata
publikasi, stagemanager, pengarang, pemain atau pemeran, penata busana, dan
penata pentas atau dekorasi.

B. Saran
Menjadi seorang sutaradara merupakan tugas yang berat karena beban
yang diberikan kepadanya sangatlah banyak. Akan tetapi, menjadi sutradara
yang sukses dalam sebuah pertunjukan atau program serta karyanya diapresiasi
bagi khalayak umum karena kualitasnya itu adalah jerih payahnya di balik
layar yang kita sebagai penonton tidak tahu akan hal tersebutt. Bagaimana
seorang sutradara bisa mengkompakkan crew yang ada sehingga kualitas
dalam bekerja menjadi suatu yang menyenangkan. Teruslah menjadi sutradara
yang baik dan memberikan panutan kepada crew yang lain sehingga drama
atau program tersebut bernilai tinggi.
Pada makalah ini terdapat kelebihan dan kekurangan. Maka dari itu
kelompok kami mengaharapkan kritik dan saran dari para pembaca terkait isi
makalah ini untuk menunjang perbaikan makalah kelompok kami kedepannya
dan semoga makalah ini dapat memberikan kebermanfaatan bagi kelompok
kami dan para pembaca untuk menggali ilmu pengetahuan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dennis, Fitryan G. Bekerja Sebagai Sutradara. t.t: PT Penerbit Erlangga


Mahameru, 2008.
DR, Adhy Asmara. Apresiasi Drama untuk S.L. A. Yogyakarta: C.V. Nur Cahaya,
1979.
Muhammad, M. (2018). Pembelajaran Drama di Sekolah Teater SMA Negeri 10
Fajar Harapan Banda Aceh. Magister Bahasa, 6(1), 37—49.
Nuryanto, Tato. Mari Bermain Drama Kebahagiaan Sejati (Panduan Praktis
Untuk Menjadi Aktor & Aktris). Cirebon: Syariah Nurjati Press Fakultas
Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 2016.
Nuryanto, Toto. Apresiasi Drama. Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017.
Ridho, M. (2018). Nilai-nilai Sosial dalam Naskah Drama”Balada Sumarah”
Karya Tentrem Lestari.
Setiyaningsih, Ika. Drama Pengetahuan dan Apresiasi. Klaten: PT Intan
Pariwara, 2015.
Setiyaningsih, Ika. Ensiklopedia Bahasa dan Sastra Indonesia Apresiasi Drama.
Klaten: PT Intan Pariwara, 2014.

16

Anda mungkin juga menyukai