Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KRITERIA PEMILIHAN BAHAN PENGAJARAN APRESIASI DRAMA ANAK DAN

TEKNIK-TEKNIK MENGAJARKAN APRESIASI PROSA ANAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia SD Kelas Tinggi
Dosen Pengampu: Dr. Dine Trio Ratnasari M. Pd

Disusun Oleh : Kelompok 7


Risnawati (F4322321062)
Mulia Hikni (f4322321040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,

rahmat, hidayah serta inayahnya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Kriteria Pemilihan Bahan Pengajaran Apresiasi Drama Anak dan Teknik Teknik

Mengajarkan Apresiasi Prosa Anak” yang disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia SD Kelas Tinggi pada semester lima yang diampu

oleh Ibu Dr. Dine Trio Ratnasari M.Pd

Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Karena kesempurnaan

hanyalah milik-Nya. Oleh karena itu kami membutuhkan kritik maupun saran yang

membangun demi perbaikan ke depanya. Selain itu kami juga berharap bahwa makalah ini

dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membaca.

Rangkasbitung, 01 Oktober 2023

penyusun

1
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................................1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3 Tujuan penulisan................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Kriteria Pemilihan Bahan Pengajaran Apresiasi Drama Anak……………….. 6

B. Kriteria Pemilihan Bahan Pengajaran Apresiasi Drama Anak……………….. 6

C. Teknik-Teknik Pembelajaran Apresiasi Drama………………………………. 8

D. Langkah - Langkah Apresiasi Drama………………………………………… 8

E. Tujuan Dan Manfaat Apresiasi Drama Anak………………………………… 8

F. Metode Apresiasi Sastra (Drama Anak)……………………………………… 9

G. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Prosa………………………………………… 9

H. Teknik-Teknik Mengajarkan Apresiasi Prosa……………………………….. 11

BAB III PEMBAHASAN

2.1 KESIMPULAN………………………………………………………………. 13

2.2 SARAN……………………………………………………………................. 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, drama merupakan jenis seni yang sangat terkenal dalam kehidupan

umat manusia. Dengan bantuan alat informasi dan hiburan yang canggih seperti televisi

dan siaran radio, drama semakin terkenal dan telah menjadi suatu keharusan dalam acara-

acara televisi. Tayangan dan film yang beraneka ragam telah menjadi alat hiburan yang

sangat diminati oleh banyak orang dan para pemirsa. Karena drama begitu terkenal maka

sangat baik bila drama digunakan sebagai alat untuk menyampaikan nilai-nilai fisik dan

ajaran tentang moral.

Berkaitan dengan semakin pesatnya perkembangan drama sebagai seni

pertunjukan, diperlukan suatu pembelajaran seni drama di sekolah, termasuk sekolah

dasar. Pembelajaran seni drama di sekolah dasar, baik sebagai mata pelajaran tersendiri

sebagai muatan lokal maupun sebagai bagian dari mata pelajaran bahasa Indonesia perlu

mendapatkan penanganan yang lebih serius. Penanganan tersebut selain berkaitan dengan

metodologis juga pembekalan keterampilan bagi guru, dan pemanfaatan model-model

serta teknik-teknik tertentu yang relevan dengan pembelajaran seni drama.

Dari beberapa pengamatan di sekolah dasar-sekolah dasar yang ada di wilayah

Kabupaten Magetan, diketahui bahwa pembelajaran seni drama sebagai bagian dari

pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia belum dilaksanakan secara memadai.

Pembelajaran apresiasi drama yang telah dilaksanakan oleh beberapa sekolah dasar

selama ini masih dapat dikatakan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Rendahnya

kualitas pembelajaran tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyajian yang

tidak mengenai sasaran, saran belajar yang kurang menunjang dalam proses

pembelajaran, atau guru yang kurang menguasai materi sastra. Selain itu, juga dapat

3
diketahui bahwa kebanyakan sekolah belum mengupayakan suatu pembelajaran tentang

drama secara maksimal.

Hal ini perlu mendapat perhatian serius karena selain berkaitan dengan materi,

pengajaran drama di sekolah ternyata lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi siswa.

Selain melatih mental, jika dikelola dengan baik, pemain drama yang berbakat

dikemudian hari diharapkan dapat menjadi pekerja seni, khususnya pemain drama atau

pemain film (aktor/aktris) profesional.

Menurut Imam Syafe’i (2005: 16), tujuan pengajaran drama adalah untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama. Ini berarti bahwa setelah

selesai mengikuti kegiatan belajar mengajar drama diharapkan siswa dapat meningkatkan

kemampuannya dalam mengapresiasi drama, yaitu mampu mengenal, menghayati, dan

menghargai drama sebagai karya sastra secara kreatif. Selain itu, diharapkan pula mereka

mampu mengomunikasikan hasil kegiatan mengapresiasi bentuk sastra itu kepada orang

lain, baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan mengapresiasi drama secara kreatif itu

diharapkan pula dapat mendorong siswa untuk berani menuangkan pengalaman, gagasan,

dan perasaannya dalam bentuk drama.

Selain dari pertimbangan adanya keuntungan dalam pengajaran drama di sekolah

dasar, dalam kurikulum sekolah pun juga telah dinyatakan bahwa dalam pembelajaran

bahasa Indonesia salah satunya terdapat pengajaran drama. Untuk itu, sudah bukan hal

yang istimewa jika di sekolah dasar-sekolah dasar perlu disampaikan pengajaran tentang

drama.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, pada kesempatan ini

akan disampaikan suatu penulisan makalah tentang pengajaran drama di sekolah,

khususnya sekolah dasar. Dalam hal ini, akan dilakukan pembahasan mengenai materi

4
tentang drama dan konsep pengajaran drama di sekolah yang relevan dengan kondisi

siswa serta sesuai dengan materi kurikulum

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Apakah yang dimasksud dengan apresiasi drama?

b. Apa saja kriteria pemilihan bahan pengajaran apresiasi drama?

c. Bagaimana proses mengapresiasi sebuah karya sastra (drama)?

d. Apa saja Teknik – Teknik apresiasi sebuah prosa anak?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuannya
adalah:
a. Mampu mengetahui dan mendeskripsikan Teknik – Teknik apresiasi prosa anak
b. Mampu mengetahui dan mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran apresiasi drama
c. Memahami kriteria pemilihan bahan pengajaran apresiasi drama

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Apresiasi Drama

Apresiasi drama adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan drama sehingga

membuat orang tersebut mampu memahami drama secara mendalam dan mampu

memahami nilai-nilai yang terkandung dalam drama tersebut.

Apresiasi drama adalah kegiatan upaya mengkaji drama untuk memahami,

menghargai, dan menumbuhkan kepekaan pikiran kritis dan perasaan baik. Sementara itu,

yang dimaksud dengan apresiasi sastra anak adalah kegiatan menggali, menghayati karya

sastra yang sesuai dengan anak-anak, sehingga tumbuh kecintaan, kesenangan, dan

penghargaan terhadap karya sastra.

2.1 Apresiasi Drama


Apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap
karya sastra (Effendi, 2002). Kata menggauli atau mengakrabi biasanya berkaitan
dengan
hubungan sosial, misalnya kita berusaha mempererat hubungan dengan teman atau
tetangga
baru. Oleh sebab itu, apresiasi sastra pun seyogianyalah dipahami sebagai usaha
mempererat
hubungan antara kita sebagai pembaca karya sastra dan karya sastra itu sendiri sehingga
terjalin
hubungan yang bersifat emosional, imajinatif, dan intelektual.
Apresiasi memiliki tingkatan-tingkatan, mulai dari yang terendah hingga yang
tertinggi.
Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila kita mengalami pengalaman yang tertuang di
dalam
karya sastra. Kita terlibat secara imajinatif, emosional, dan intelektual dengan
karya sastra.
Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual kita bekerja lebih giat, misalnya
dengan
mencermati karya satra sebagai sebuah bangunan utuh yang di dalamnya terdiri atas
paduan
unsur-unsur. Apabila kita menyadari pula bahwa ada kaitan antara karya sastra dengan
aspek-

6
aspek di luarnya, misalnya dengan mengaitkannya pada aspek kehidupan, maka kita telah
sampai
pada tingkat tertinggi (Rusyana, 1980).
Berdasarkan penjelasan mengenai apresiasi, dapat simpulkan bahwa kegiatan
apresiasi
menitikberatkan pada daya intelektual. Apabila kita dapat mengkaji dan mengkritik sastra,
maka
hal itu menunjukkan bahwa kita telah memiliki kompetensi sastra khususnya
kemampuan
kognitif. Apabila setelah mengkaji dan mengkritik sastra itu terjadi perubahan sikap dalam
diri
kita, misalnya kita menjadi orang yang peka terhadap perasaan orang lain, maka
kita telah
sampai pada kompetensi afektif sastra. Dengan demikian, titik berat dari apresiasi terletak
pada
pengembangan sikap dan nilai kita terhadap karya sastra.
Apresiasi drama dapat disimpulkan sebagai upaya mengkaji drama untuk
memahami,
menghargai, dan menumbuhkan kepekaan pikiran kritis dan perasaan yang baik
2.1 Apresiasi Drama
Apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap
karya sastra (Effendi, 2002). Kata menggauli atau mengakrabi biasanya berkaitan
dengan
hubungan sosial, misalnya kita berusaha mempererat hubungan dengan teman atau
tetangga
baru. Oleh sebab itu, apresiasi sastra pun seyogianyalah dipahami sebagai usaha
mempererat
hubungan antara kita sebagai pembaca karya sastra dan karya sastra itu sendiri sehingga
terjalin
hubungan yang bersifat emosional, imajinatif, dan intelektual.
Apresiasi memiliki tingkatan-tingkatan, mulai dari yang terendah hingga yang
tertinggi.
Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila kita mengalami pengalaman yang tertuang di
dalam
karya sastra. Kita terlibat secara imajinatif, emosional, dan intelektual dengan
karya sastra.
Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual kita bekerja lebih giat, misalnya
dengan
mencermati karya satra sebagai sebuah bangunan utuh yang di dalamnya terdiri atas
paduan
unsur-unsur. Apabila kita menyadari pula bahwa ada kaitan antara karya sastra dengan
aspek-
aspek di luarnya, misalnya dengan mengaitkannya pada aspek kehidupan, maka kita telah
sampai
pada tingkat tertinggi (Rusyana, 1980).
Berdasarkan penjelasan mengenai apresiasi, dapat simpulkan bahwa kegiatan
apresiasi

7
menitikberatkan pada daya intelektual. Apabila kita dapat mengkaji dan mengkritik sastra,
maka
hal itu menunjukkan bahwa kita telah memiliki kompetensi sastra khususnya
kemampuan
kognitif. Apabila setelah mengkaji dan mengkritik sastra itu terjadi perubahan sikap dalam
diri
kita, misalnya kita menjadi orang yang peka terhadap perasaan orang lain, maka
kita telah
sampai pada kompetensi afektif sastra. Dengan demikian, titik berat dari apresiasi terletak
pada
pengembangan sikap dan nilai kita terhadap karya sastra.
Apresiasi drama dapat disimpulkan sebagai upaya mengkaji drama untuk
memahami,
menghargai, dan menumbuhkan kepekaan pikiran kritis dan perasaan yang baik
Apresiasi Drama
Apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap
karya sastra (Effendi, 2002). Kata menggauli atau mengakrabi biasanya berkaitan
dengan
hubungan sosial, misalnya kita berusaha mempererat hubungan dengan teman atau
tetangga
baru. Oleh sebab itu, apresiasi sastra pun seyogianyalah dipahami sebagai usaha
mempererat
hubungan antara kita sebagai pembaca karya sastra dan karya sastra itu sendiri sehingga
terjalin
hubungan yang bersifat emosional, imajinatif, dan intelektual.
Apresiasi memiliki tingkatan-tingkatan, mulai dari yang terendah hingga yang
tertinggi.
Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila kita mengalami pengalaman yang tertuang di
dalam
karya sastra. Kita terlibat secara imajinatif, emosional, dan intelektual dengan
karya sastra.
Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual kita bekerja lebih giat, misalnya
dengan
mencermati karya satra sebagai sebuah bangunan utuh yang di dalamnya terdiri atas
paduan
unsur-unsur. Apabila kita menyadari pula bahwa ada kaitan antara karya sastra dengan
aspek-
aspek di luarnya, misalnya dengan mengaitkannya pada aspek kehidupan, maka kita telah
sampai
pada tingkat tertinggi (Rusyana, 1980).
Berdasarkan penjelasan mengenai apresiasi, dapat simpulkan bahwa kegiatan
apresiasi
menitikberatkan pada daya intelektual. Apabila kita dapat mengkaji dan mengkritik sastra,
maka
hal itu menunjukkan bahwa kita telah memiliki kompetensi sastra khususnya
kemampuan

8
kognitif. Apabila setelah mengkaji dan mengkritik sastra itu terjadi perubahan sikap dalam
diri
kita, misalnya kita menjadi orang yang peka terhadap perasaan orang lain, maka
kita telah
sampai pada kompetensi afektif sastra. Dengan demikian, titik berat dari apresiasi terletak
pada
pengembangan sikap dan nilai kita terhadap karya sastra
Apresiasi Drama
Apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga
tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap
karya sastra (Effendi, 2002). Kata menggauli atau mengakrabi biasanya berkaitan
dengan
hubungan sosial, misalnya kita berusaha mempererat hubungan dengan teman atau
tetangga
baru. Oleh sebab itu, apresiasi sastra pun seyogianyalah dipahami sebagai usaha
mempererat
hubungan antara kita sebagai pembaca karya sastra dan karya sastra itu sendiri sehingga
terjalin
hubungan yang bersifat emosional, imajinatif, dan intelektual.
Apresiasi memiliki tingkatan-tingkatan, mulai dari yang terendah hingga yang
tertinggi.
Apresiasi tingkat pertama terjadi apabila kita mengalami pengalaman yang tertuang di
dalam
karya sastra. Kita terlibat secara imajinatif, emosional, dan intelektual dengan
karya sastra.
Apresiasi tingkat kedua terjadi apabila daya intelektual kita bekerja lebih giat, misalnya
dengan
mencermati karya satra sebagai sebuah bangunan utuh yang di dalamnya terdiri atas
paduan
unsur-unsur. Apabila kita menyadari pula bahwa ada kaitan antara karya sastra dengan
aspek-
aspek di luarnya, misalnya dengan mengaitkannya pada aspek kehidupan, maka kita telah
sampai
pada tingkat tertinggi (Rusyana, 1980).
Berdasarkan penjelasan mengenai apresiasi, dapat simpulkan bahwa kegiatan
apresiasi
menitikberatkan pada daya intelektual. Apabila kita dapat mengkaji dan mengkritik sastra,
maka
hal itu menunjukkan bahwa kita telah memiliki kompetensi sastra khususnya
kemampuan
kognitif. Apabila setelah mengkaji dan mengkritik sastra itu terjadi perubahan sikap dalam
diri
kita, misalnya kita menjadi orang yang peka terhadap perasaan orang lain, maka
kita telah
sampai pada kompetensi afektif sastra. Dengan demikian, titik berat dari apresiasi terletak
pada
pengembangan sikap dan nilai kita terhadap karya sastra
B. Kriteria Pemilihan Bahan Pengajaran Apresiasi Drama Anak

9
Pembelajaran Apresiasi Drama Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Apresiasi Drama

meliputi:

1. Kriteria Keterbacaan

Keterbacaan artinya naskah drama tersebut mudah dicerna siswa, sehingga mereka dapat

menemukan tema dan peran yang terdapat di dalam naskah drama tersebut. Kriteria

keterbacaan materi ajar drama:

a) kejelasan bahasa (dialog)

Kejelasan Bahasa Maksudnya adalah istilah atau kata-kata yang digunakan dalam

dialog dalam naskah tersebut merupakan kata lugas dan dibangu dengan kalimat-

kalimat pendek serta dialog itu tidak terlalu panjang. Dengan demikian anak-anak akan

mudah mengingat dialog tersebut sewaktu mereka mengekspresikan (menampilkan)

drama itu.

b) kejelasan tema dan pesan,

Kejelasan Tema dan Pesan Naskah drama untuk pembelajaran di SD hendaknya

menyajikan tema secara lugas. Dengan demikian mereka dapat langsung mengenali

tema drama tersebut dan dapat langsung pula menemukan pesan-pesan yang terdapat di

dalam naskah drama tersebut.

c) kesederhanaan alur (babak dan adegan)

Kesederhanaan Alur (babak dan adegan) Naskah drama bahan ajar, hendaknya beralur

maju. Usahakan jangan memilih naskah drama yang mempunyai lonjakan flash back

yang terlalu rumit. Hal ini aka mengakibatkan sukarnya menangkap keutuhan lakon

drama tersebut. Pilihlah lakon yang tidak terlalu panjang, sehingga tidak terlalu sering

berganti babak.

d) kejelasan dan ketajaman watak

10
Kejelasan Watak Naskah drama yang dijadikan bahan ajar hendaknya menyajikan

watak masingmasing tokoh secara jelas. Maksudnya dapat dibedakan antara tokoh yang

satu dengan tokoh yang lainnya. Kejelasan watak ini dapat memudahkan Anda dan juga

siswa dalam mengarahkan laku histrionis yang akan diperankan.

2. Kriteria kesesuaian

artinya naskah drama tersebut sejalan dengan perkembangan psikologis anakanak dalam

fase usia siswa SD kelas tinggi. Dengan demikian naskah tersebut cocok untuk dijadikan

bahan ajar. Bukankah bahan ajar apresiasi drama itu harus juga menunjang usaha

pembinaan manusia seutuhnya dan harus mampu menyentuh kepekaan histrionis anak?

(Kepekaan histrionis adalah kepekaan yang memungkinkan seseorang mampu

menempatkan diri dalam kedudukan orang lain, lalu menirukan tingkah laku orang lain

itu).

Kriteria Kesesuaian Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang baik, diperlukan

bahan yang sesuai dengan fase perkembangan psikologis siswa. Naskah drama yang

dipilih hendaknya memenuhi persyaratan tersebut. "Kegiatan drama bagi anak-anak harus

merupakan langkah rekreasi. Senilai dengan kegiatan bermain kelereng, layang-layang,

sekolah-sekolahan, rumah rumahan, bermain boneka....... Harus menjadi sesuatu yang

tidak merupakan beban, tidak membosankan anak-anak" Begitulah yang semestinya! Jadi

walaupun Anda hendak menanamkan moral tertentu, hendaknya pesan itu tidak terasa

membebani dan anak-anak (siswa) tetap menikmati.

Jika demikian, jelaslah bahwa kedua kriteria tersebut merupakan hal yang harus

dipenuhi dalam memilih bahan ajar drama.

C. Teknik-teknik Pembelajaran Apresiasi Drama

1) siswa mendengarkan drama

2) siswa membaca nyaring

11
3) siswa menonton drama

4) siwa meniru

5) siswa membaca karakter tokoh-tokoh

6) siswa bermain peran.

D. Langkah - Langkah Apresiasi Drama

Langkah - langkah apresiasi pementasan drama yaitu mengamati, menghayati, memahami,

menanggapi, menilai, dan menerapkan. Apresiator dapat menghayati pementasan drama,

memahami pesan-pesan drama, kemudian memberi penilaian dan mencoba membuat

dramanya sendiri.

E. Tujuan dan Manfaat Apresiasi Drama Anak

Memberikan apresiasi drama pada anak tentu saja akan memberikan tujuan dan manfaat

yang baik pada anak. Berikut ini adalah tujuan dan manfaat apresiasi drama anak:

a. Nilai personal

Memberi kesenangan, mengembangkan imajinasi, memberi pengalaman pada anakyang

dapat terhayati, mengembangkan pandangan ke arah persoalan kemanusiaan, menyajikan

pengalaman yang bersifat emosional pada anak.

b. Nilai Pendidikan

Membantu perkembangan Bahasa, meningkatkan kelancaran/kemahiran membaca,

meningkatkan keterampilan menulis, mengembangkan kepekaan terhadap sastra (drama),

dan secara kreatif dapat merancang (aspek naskah) dan memainkan lakon (aspek

pementasan).

F.Metode Apresiasi Sastra (Drama Anak)

1. Kegiatan apresiasi secara langsung

Kegiatan langsung yang terwujud dalam kegiatan mengapresiasi sastra (drama) pada

performansi, misalnya saat anda melihat, mengenal, memahami, menggali ataupun

12
memberikan penilain pada drama yang ditampilkan anak. Bentuk kegiatan ini perlu

dilaksanakan secara sungguh sungguhberulang kali, sehingga dapat melatih dan

mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan anak dalam rangka mengapresiasi drama.

Baik yang dipaparkan dalam aspek naskah maupun pementasan.

2. Kegiatan apresiasi secara tidak langsung

Kegiatan ini dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra (drama), membaca

artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di buku drama maupun koran.

mempelajari buku – buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian

terhadap suatu karya sastra serta mempelajari Sejarah sastra. Kegiatan itu disebut kegiatan

apresiasi secara tidak langsung karena kegiatan tersebut nilai akhirnya bukan hanya

mengembangkan pengetahuan saja, melainkan juga akan meninkatkan kemampuan dalam

rangka mengapresiasikan suatu drama anak – anak.

G. Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Prosa

Kriteria pemilihan bahan ajar prosa:

1. Kriteria tingkat keterbacaan.

Tingkat keterbacaan ialah mudah tidaknya suatu prosa untuk dicerna, dihayati,

dipahami, dan dinikmati oleh siswa. Untuk dapat memenuhi kriteria keterbacaan prosa

yang akan dijadikan materi pembelajaran apresiasi hendaknya memenuhi persyaratan sbb:

a). Kejelasan Bahasa

Prosa atau cerita rekaan yang akan dijadikan materi pembelajaran hendaknya

menggunakan bahasa yang sederhana. Kalimat-kalimatnya tidak panjang dan tidak

rumit, sehingga memudahkan siswa memahami isinya.

b) Kejelasan Tema

Tema cerita sebaiknya terbuka sehingga bisa langsung ditemukan oleh siswa.

c) Kesederhanaan Plot.

13
Cerita anak yang akan disajikan sebaiknya berplot maju, artinya rangkaian cerita

berjalan kronologi dari awal hingga akhir. Sebaiknya tidak dipilih plot sorot balik (flash

back) yang rumit, sehingga adanya kemungkinan siswa mengalami kesulitan dalam

mengikuti jalan cerita secara utuh.

d) Kejelasan Perwatakan

Dipilih cerita-cerita yang disajikan secara sederhana sehingga anak-anak dapat dengan

mudah menangkap sosok tokoh-tokoh cerita tersebut. Demikian pula pesan-pesan yang

terdapat dalam cerita tersebut dengan mudah dapat ditangkap oleh anak.

e) Kesederhanaan Latar

Latar dalam cerita sebaiknya tidak berbeda jauh dengan lingkungan tempat tinggal dan

lingkungan sosial anak, sehingga mereka merasa akrab dengan suasana dalam cerita

tersebut. Hal ini dapat membantu mempermudah pemahaman anak terhadap cerita.

f) Kejelasan Pusat Pengisahan (point of view) atau sudut pandang

Pilihlah cerita anak yang pusat Pengisahan konsisten. Artinya tidak banyak berganti

fokus. Jika terlalu banyak berganti fokus akan menyulitkan anak-anak mengikuti jalan

cerita. Sudut pandang orang pertama (aku) sebagai tokoh pertama ada kecenderungan

anak menyukainya. Mereka merasa sedang mengikuti pengalaman teman sebayanya.

2. Tingkat Kesesuaian

Yang dimaksud tingkat kesesuaian adalah cocok tidaknya materi prosa sebagai bahan

ajar yang sesuai dengan usia siswa. Kesesuaian tersebut berkaitan dengan:

a). Perkembangan psikologis siswa, dan

b). Kandungan moral cerita.

Perkembangan psikologis siswa sebaiknya menjadi bahan pertimbangan dalam

pemilihan bahan ajar prosa, karena anak-anak akan lebih tertarik oleh cerita dengan fase-

fase tertentu. Fase-fase perkembangan psikologis siswa sesuai dengan kelompok usia.

14
Usia 6-9 Tahun Pada usia 6-9 tahun, anak-anak menyukai cerita sederhana dari

kehidupan seharihari sampai dengan dongeng-dongeng hewan. Mereka juga menyukai

cerita-cerita lucu, seperti Kebai Malang, Si Kebayan, dan sebagainya. Usia 9-12 Tahun

Pada usia ini, anak-anak hampir sama sekali tidak menyukai "Fairy tales" lagi,

sebaliknya perhatian mereka lebih tertarik pada cerita-cerita yang menggambarkan pahit

manisnya hidup kekeluargaan yang dilukiskan dengan cara yang lebih realistis. Di

samping itu mereka juga menyukai cerita-cerita fantastis (science-fiction), dan cerita

petualangan Selain memenuhi syarat perkembangan psikologis siswa, bahan ajar

pembelajaran apresiasi prosa juga harus mempunyai kandungan moral yang baik.

Kandungan moral ini dapat dipelajari dari tema dan amanat cerita. Lewat cerita yang

diajarkan anak-anak mengenal nilai-nilai estetik dan nilai-nilai kehidupan.

Karena itu dipilih cerita-cerita yang mengandung tersebut. Dengan demikian, selain

mengajarkan sastra juga sekaligus membimbing moral dan budi pekerti siswa.

H. Teknik-teknik Mengajarkan Apresiasi Prosa

1. Mendengarkan cerita

a. Mendengarkan cerita dari rekaman

b. Mendengarkan cerita yang dibacakan guru

2. Siswa membaca cerita

3. Mengikhtisarkan cerita (meringkas cerita, membuat sinopsis)

4. Siswa bertukar pengalaman, kegiatan ini dilakukan setelah siswa membaca atau

mendengarkan cerita.

5. Siswa menganalisis cerita

Teknik menganalisis cerita merupakan teknik lanjutan, teknik ini pun dilakukan setelah

mendengarkan atau membaca cerita. Yang dianalisis yaitu unsurunsur intrinsik dan

ekstrinsik. Dituntut peran guru untuk membantu siswa dapy menemukan unsur-unsur

15
intrinsik dan ekstrinsik dari cerita anak yang dibacanya. Guru harus mampu menampilkan

teknik pembelajaran apresiasi yg menarik dengan menggabungkan beberapa teknik

pembelajaran di atas.

BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Apresiasi drama dapat disimpulkan sebagai Upaya mengkaji drama untuk memahami,

menghargai, dan menumbuhkan kepekaan pikiran kritis dan perasaan baik. Sementara itu,

yang dimaksud dengan apresiasi sastra anak adalah kegiatan menggali, menghayati karya

sastra yang sesuai dengan anak-anak, sehingga tumbuh kecintaan, kesenangan, dan

penghargaan terhadap karya sastra.

Pemilihan kriteria bahan pengajaran apresiasi drama anak terdiri dari:

A. Kriteria keterbacaan

B. Kriteria kesesuaian

Pemilihan kriteria pemilihan bahan ajar prosa:

16
A. Kriteria Tingkat Keterbacaan

B. Kriteria Kesesuaian

Teknik – Teknik mengajarkan apresiasi prosa anak:

A. Mendengarkan cerita

B. Siswa membaca cerita

C. Mengikhtisarkan cerita (meringkas cerita, membuat sinopsis)

D. Siswa bertukar pengalaman

E. Siswa menganalisis cerita

2.2 Saran

Dalam makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi

bentuk maupun dari segi isi. Semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam

meningkatkan pengetahuan tentang pemilihan kriteria bahan pengajaran apresiasi drama anak

dan teknik teknik mengajarkan apresiasi prosa anak.

DAFTAR PSUTAKA

Rusyana, Yus. 1982. Metode Pangajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.


Tarigan, Dr. Henry Guntur. 1982. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
University Press
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra Drama. Bandung: Sinar Baru.
Haryadi, dkk. (1996/1997). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Depdikbud.
Kusmayadi, Ismail, dkk. (2007). Terampil dan Cerdas Berbahasa Indonesia untuk Kelas VI
Sekolah Dasar.

17

Anda mungkin juga menyukai