Prosiding2018 Full
Prosiding2018 Full
Prosiding
Seminar Nasional Banda Naira 2018
“Rempah dan Jaringan Perdagangan Global”
Editor
ii
Prosiding Seminar Nasional Banda Naira 2018: Rempah dan Jaringan
Perdagangan Global
Editor:
Muhammad Farid & Usman Thalib
Penyunting:
Najirah Amsi, S.Pd., M.Si
Penerbit:
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT
STKIP HATTA-SJAHRIR BANDA NAIRA
ISBN
978-602-52083-0-0
Redaksi:
Jl. Said Tjong Baadilla, No.1 Banda Naira, 2011
Tel./fax: 0910-21026. Email: stkiphs@yahoo.com, lppm.hattasjahrir@yahoo.com
Distributor Tunggal:
STKIP HATTA-SJAHRIR BANDA NAIRA
iii
Kata Pengantar
Prosiding ini merupakan kumpulan makalah yang telah dipresentasikan dalam
Seminar Nasional Banda Naira (Semnas-BN) yang berlangsung pada tanggal 2 sampai
3 Mei 2018. Seminar Nasional bertema REMPAH DAN JARINGAN
PERDAGANGAN GLOBAL adalah inisiasi dari STKIP Hatta-Sjahrir Banda Naira,
yang dicanangkan sebagai kegiatan akademik nasional setiap tahun, dengan
memfokuskan pada tema yang berbeda-beda.
Makalah dalam Prosiding ini adalah merupakan tulisan dari para pemateri yang
berasal dari berbagai perguruan tinggi dengan disiplin keilmuan yang beragam.
Diskursus rempah dan jaringan perdagangan global menjadi focus telaah, dan juga
menjangkau berbagai factor lain yang mengitarinya, yang kemudian dijadikan sub-sub
bahasan, antara lain; rempah dan persebaran komunitas Islam, rempah dan jaringan
perdagangan laut, rempah dan tradisi, rempah dan penaklukan (kolonialisme), dan
rempah dan integrasi nasional.
Semoga Prosiding SEMNAS-BN 2018 ini bermanfaat sebagaimana misi
kegiatan seminar nasional 2018, yaitu; Pertama, mengungkap berbagai peristiwa
global sebagai akibat dari penemuan jalur rempah dunia. Kedua, memicu gairah
historiografi kolonialisme di Indonesia Timur secara maksimal, dan Ketiga, menjadi
sebuah aras dari kerja-kerja konkret bagi masyarakat peduli sejarah dan budaya di
tanah air, khususnya di banda naira.
iv
Sambutan
Ketua STKIP Hatta-Sjahrir
Assalamu‘alaikum Wr.Wb.
Saya merasa sangat bangga dengan kegiatan Seminar
Nasional Banda Naira yang untuk pertama kali
dilaksanakan ini. Dalam dunia pendidikan yang
semakin kompetitif saat ini, kegiatan seperti ini harus
terus dilakukan, sebagai bukti konsistensi perguruan
tinggi dalam mewujudkan pengabdiannya bagi
masyarakat.
Sekalipun untuk pertama kali, kegiatan SEMNAS-BN 2018 ini tampak sangat berhasil
menghadirkan para pembicara dari banyak perguruan tinggi di Indonesia dengan
disiplin keilmuan yang berbeda-beda. Ini suatu pencapaian yang membanggakan. Saya
berharap kegiatan ini dapat menjadi agenda rutin akademik setiap tahunnya, dan saya
cukup optimis untuk itu.
Disiplin ilmu sejarah sepatutnya memang bukan monopoli sejarawan. Sejarah bahkan
menjadi milik kita bersama. Maka pengembangan keilmuan sejarah menjadi
tanggungjawab kita semua. Terlebih masyarakat Banda Naira yang kaya sejarah dan
budaya.
Semoga kegiatan SEMNAS-BN 2018 ini bermanfaat bagi peserta yang hadir, dan bagi
masyarakat pada umumnya.
v
Sambutan
Ketua Panitia SEMNAS-BN 2018
Assalamu‘alaikum Wr.Wb.
vi
Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii
SAMBUTAN KETUA STKIP HATTA-SJAHRIR iv
SAMBUTAN KETUA PANITIA SEMNAS-BN 2018 v
DAFTAR ISI vi
KEYNOTE 1
Kontestasi, Dekonstruksi, dan Revitalisasi: Analisis Peran Orang Banda
Sebagai Aktor
Abdul Latif Bustami 1-21
KEYNOTE 2
Pala dan Islam dalam Jaringan Perdagangan Rempah di Banda Naira
Usman Thalib 23-36
KEYNOTE 3
Rempah dan Perkembangan Jaringan Laut Banda
Abd.Rahman Hamid 37-47
vii
REMPAH DAN BUDAYA
viii
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Kepulauan Banda memiliki lingkungan alam yang spesifik membentuk
kebudayaan orang Banda secara resprokal dan dinamis. Keberadaan orang Banda
sejak masa nirleka sampai dengan sekarang menunjukkan adanya kontestasi,
dekonstruksi, dan revitalisasi. Temuan arkeologis, sumber sejarah dari asing,
cerita tutur, dan mite menunjukkan pentingnya orang Banda sebagai aktor dalam
kebudayaan Banda. Nilai budaya Banda dijadikan pedoman praktikal dalam
interkasi dengan lingkungan luar sehingga terjadi Bandanisasi dalam setiap
perjumpaaan dengan budaya luar, berseteru dalam pilihan rasional yang fluktuatif,
perjuangan melawan penjajah yang destruktif dengan pengekalan melalui ritus
rofaer. Revitalisasi budaya Banda dilakukan untuk memajukan kebudayaan.
Obyek budaya Banda yang direvitalisasi meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat
istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, bahasa, seni,
permainan rakyat, dan olahraga tradisional serta cagar budaya yang memiliki
fungsi sejarah dan identitas budaya Banda. Strategi reviltalisasi adalah
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya Banda, yang kemudian
telah menjelma Banda menjadi kawasan warisan budaya dunia yang sebenarnya.
PENDAHULUAN
Kepulauan Banda memiliki potensi lingkungan alam yang mendukung
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kepulauan Banda dengan lingkungan
alam yang spesifik itu menghasilkan pala (myristica fragrans) terdiri dari fuli
(myristicae arillus ) dan daging buah pala (myristicae fructus cortex). Kawasan itu
selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi permukiman masyarakat penghasil
Pala. Relasi lingkungan alam dan masyarakat bersifat resiprokal, simbiosis
mutualis, dan dinamis sehingga menghasilkan kebudayaan Kepulauan Banda,
yang menjadi identitas orang Banda sebagai rujukan budaya dalam interaksi
sosial.
1
Dr. Abdul Latif Bustami, M.Si., adalah Keyote Speaker pada Seminar Nasional
Banda Naira 2018. Berpofesi sebagai Dosen Tetap Fakultas Ilmu Sosial (FIS) di
Universitas Negeri Malang. Dan sebagai Tim Ahli Penetapan warisan Budaya Takbenda
Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
1
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
2
Hanna, Willard A. 1983. Kepulauan Banda Kolonialisme dan Akibatnya di
Kepulauan Pala. Jakarta: Gramedia, hlm.3
3
J. C.van Leur. 1955. Indonesian Trade and Society. Essay in Asian Social Economic
History. Bandung: W.van Hoeve The Hague Ltd, hlm. 90.; D.G.E.Hal. 1981. A History of
South East Asia. London: Macmillan Asian History Series, hlm.301.D.H.Burger dan
Prajudi Atmosudirdjo. 1984. Sejarah Ekonomi Indonesia Ditinjau Dari Segi Sosiologi
Sampai Akhir Abad ke XII. Jakarta: Pradnya Paramita, hlm. 23
2
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
diintegrasikan sebagai bagian dari Maluku atau Maluku Tengah4; serta (5)
revitalisasi nilai budaya Banda selama fase dekonstruksi telah dilakukan melalui
perjungan dan pergerakan nasional, peran dalam kemerdekaan, dan peran dalam
pembangunan nasional. Orang Banda melakukan revitalisasi strategi perjuangan
untuk menegakkan otonomi diri dan kemerdekaan melalui ritual dan eskapisme
budaya. Ritual berfungsi untuk menguatkan memori dan memori kolektif Banda
tentang perjuangan dan mengintegrasikan masyarakat. Terjadilah eskapisme
budaya ke beberapa kawasan sehingga membentuk diaspora Banda. Masa
kemerdekaan, orang Banda berperan aktif sebagai aktor dalam penyebarluasan
proklamasi, revolusi nasional, kembali ke Negara kesatuan dengan mosi integral
Natsir, demokrasi parlementer, demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, orde baru,
orde reformasi sampai dengan sekarang.
Tulisan ini menjelaskan tentang peran orang Banda sebagi aktor budaya
dalam kontestasi, dekonstruksi, dan revitalisasi budaya Kepulauan Banda. Aktor
budaya yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pemajuan kebudayaan,
dan peningkatan kesejehteraan masyarakat yang menjadi momentum sejarah.
Orang Banda yang berperan sebagai aktor budaya tidak bersifat elitis melainkan
berasal dari berbagai latarbelakang5. Kebudayaan Banda dipengaruhi oleh factor
internal dan eksternal dalam beberapa aspek. Proses pembentukan kebudayaan
merupakan proses yang tak pernah sudah karena bersifat dinamis.
Kebudayaan orang Banda pengertian pertama merujuk pada representasi
budaya Kepulauan Banda dan rekognisi atau pengakuan identitas orang Banda
4
Kritik terhadap tulisan yang mengabaikan identitas local periksa Abdul Latif
Bustami.’Konflik Maluku Jang PisahKatong’. Lapran Penelitian. Jakarta: Departmen
Kebudayaan dan Pariwisata; Abdul Latif Bustami. 2013. Sasi Kearifan Lokal Masyarakat
Maluku Tengah Mengelola Lingkungan. Jakarta;Direktorat Internalisasi Nilai dan
Diplomasi Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
5
Abdul Latif Bustami. 2014. Rofaer War (Ritual Purifikasi Sumur/Parigi) Di Desa
Lontor Banda Naira. Laporan Verifikasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Provinsi
Maluku. Jakarta: Direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya Kemneterian Pendidikan
dan Kebudayaan. Rofaer War ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
Tahun 2014. Abdul Latif Bustami, 2014. Tarian Cakalele Siamale Banda Naira. Laporan
Verifikasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Provinsi Maluku. Jakarta: Direktorat
Internalisasi dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tarian
Cakalele Siamale banda Naira ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
tahun 2014 bersama Cakalele Maluku
3
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
yang mudah dikenal oleh orang lain dalam interaksi social. Representasi terkait
dengan relasi kuasa yang diperjuangkan, dan pengekalan melalui media
kebudayaan. Kebudayaan pengertian kedua, semua unsur budaya yang ada di
wilayah Kepulauan Banda. Pengertian pertama sebagai contoh adalah rofaer war
(ritual purifikasi sumur/parigi di Lonthor)6, orang kaya dalam organisasi social
dan tari cakalele siamale Banda Naira7 sedangkan pengertian kedua semua
ekspresi orang Banda terdiri atas ritual daur hidup, ritus memperingati peristiwa
alam, cerita rakyat, ungkapan tradisional, arsitektur, sistem pengobatan,
permainan rakyat, kuliner, senjata dan peralatan hidup, bahan pakaian dan
pakaian, seni, bahasa, organisasi sosial dan pengetahuan dan teknologi tradisional.
Khusus, diaspora Banda dalam konteks ini berada dalam pilhan rasional
yang eklektif berkiatan dengan rekognisi (pengakuan). Di daerah tujuan ekspresi
budaya Banda dengan identitas. Masyarakat setempat menyesuikan dengan
kebudayaan orang Bandan di Kampung Bandan. Orang Banda di kawasan itu
dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya menyesuaikan dengan kebudayaan
masyarakat lainnya.
Kebudayaan orang Banda menjelaskan sejarah orang Banda yang dinamis,
pasang surut, kadang tak seindah apa yang dibayangkan, apalagi direka bayang
kualitas pembangunan antara pulau yang sejaman dengan Pulau Rhun seperti
Manhattan yang dulu sebagai warga kelas dunia sesungguhnya bertolak belakang.
Kebudayaan pengertian kedua itu menunjukkan bahwa kebudayaan itu melewati
lintas jaman, menembus ruang dan waktu, bertahan sampai dengan sekarang
sebagai identitas. Kendati, dalam alam bawah sadar sebagian orang Banda mereka
bayang kehidupan masa lalu dalam romantika sejarah tak tersentuh.
6
Abdul Latif Bustami. 2014. Rofaer War (Ritual Purifikasi Sumur/Parigi) Di Desa
Lontor Banda Naira.Laporan Verifikasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Provinsi
Maluku. Jakarta: Direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya Kemneterian Pendidikan
dan Kebudayaan.
7
Abdul Latif Bustami, 2014. Tarian Cakalele Siamale Banda Naira. Laporan
Verifikasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Provinsi Maluku. Jakarta: Direktorat
Internalisasi dan Diplomasi Budaya Kemneterian Pendidikan dan Kebudayaan. Tarian
Cakalele Siamale banda Naira ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia
tahun 2014 bersama Cakalele Maluku
4
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Kontestasi
Masa kontestasi, terjadi sejak terbentuknya masyarakat di Kepulauan Banda
berdasarkan hasil ekskavasi arkeologi di Pulau Ay yang dilakukan oleh Peter
V.Lape dan Daud A.Tanudirdjo, dkk,tahun 2007 yang menghasilan temuan: (l)
adanya permukiman masa neolitik awal dengan indicator gerabah dengan poles
warna merah sebagai salah satu ciri gerabah awal di Kepulauan Asia Tenggara
dan Pasifik Barat dihasilkan sejak lebih dari 3.500 tahun yang lalu,(2) pola hias
lingkaran kecil dengan paduan tera kerang pada pecahan gerabah itu merupakan
ciri khas dari gerabah Lapita yang berkembang di Melanesia dan Polinesia sekitar
3.300 hingga 2.500 tahun yang lalu yang diperkirakan benda ini berfungsi sebagai
pertukaran barang bermartabat; (3) temuan serpihan obsidian, alat batu lain, sisa
flora dan fauna tulang babi dan anjing menjadi petunjukkan orang banda telah
aktif dalam jaringan pertukaran di Indo-Pasifik dalam budaya lapita. Keterkaitan
komunitas budaya Orang Banda diperkirakan terjadi sejak tahun 4000 hingga
2500 tahun dengan budaya luas yang berkembang di Kepulauan Indo-Pasifik
(Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya dan bermatapencaharian bercocok tanam
dan beternak)8.
Kemudian, terbentuk masyarakat yang lebih teratur yang dikenal dengan
alifuru dengan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berpusat pada
arwah leluhur. Awal masa Organisasi sosial ini adalah siwalima (pengelompokan
masyarakat berdasarkan jumlah soa, yaitu 9 (sembilan) dan 5 (lima).
Pengelompokan sembilan disebut Patasiwa, sedangkan pengelompokan lima
disebut Patalima. Nilai budaya masyarakat yang terbentuk masa nirleka ini
dijadikan pedoman praktikal. Selanjutnya, pengelompokan ini mengalami
dinamika sesuai dengan wilayah dibawah rentang kendali kuasa Kasultanan
8
Des Alwi, 2010, Sejarah Banda Naira Edisi Revisi. Malang: Pustaka Bayan. hlm
374-381
5
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Ternate dan Tidore. Pada masa ini, Islam berkembang di Banda. Tome Pires
mengadakan lawatan antara tahun 1512-1515 di Banda, Hitu, Haruku, Bacan
dinyatakan sudah ada Muslim. Berita ini diperkuat oleh Antonio Galvao yang
menyatakan Islam telah ada sejak lima puluh tahun silam (sekitar 1465)9.
Islamisasi di Banda terjadi melalui beberapa jalur yaitu; jalur dakwah lewat para
penyebar Islam, seperti Sunan Giri, juga pendakwah dari Arab, dan India; jalur
perdagangan dari para saudagar Islam; dan jalur perkawinan. Prose Islamisasi
berlangsung dalam suasana dakwah yang mengajak bukan menghalau serta
mengapresiasi nilai budaya. Strategi dakwah itu memberi ruang untuk terjadinya
Bandanisasi Islam, artinya Islam sebagai isinyanya sedangkan bentuk disesuaikan
dengan nilai budaya Banda.
Pengelompokan Sembilan bertahan dengan sebutan Orang Sembilan atau
Orsiang, Ulisiwa. Pengelompokan lima juga bertahan dengan sebutan berbeda,
yaitu Orang Lima atau Orlim, Ulilima. Valentijn menginformasikan bahwa
kekuasan Ternate mengidentifikasikan dirinya menjadi Ulilima sedangkan
wilayah kekuasaan Tidore sebagai Ulisiwa (Alwi 2010: 8). Uli berasal dari ali,
ari, wari artinya saudara dan berulang-ulang. Pengertian berulang-ulang karena
Ulisiwa dan Ulilima memperhitungkan denda, harta mas kawin selalu berkali
sesuai dengan jumlah pengelompokan. Pada Ulilima selalu diulang-
ulang/diperhitungkan berkali 5 (lima) sedangkan Ulisiwa berkali 9 (sembilan).
Tiap-tiap desa di Banda Naira diketuai oleh Kepala Desa yang disebut
Orang Kaya atau Regent. Saat ini terdapat 7 desa yang meyakini pengelompokan
lima (lima) yang disebut Orang Lima (Orlima), Ulilima atau Patalima, sementara
Desa Lonthor meyakini sebagai kelompok sembilan atau Orsiang,Orsia. Ulisiwa10
(Alwi 2010:7). Kepala Adat disebut Orang Lima, Orang Lima Adat dan Orang
Lima Kora-Kora.Seluruh kampung adat mempunyai satu ketua Kepala Adat yang
disebut Orang Lima Besar.
9
Armando Cortesâo,The Suma Oriental of Tomê Pires,I, hl 312; Hubert
Th.M.Jacobs S.J. A Treatise on the Moluccas (c 1544) Probably the preliminary version of
Antonius Galvao last historia and Moluccas (Source and Studies for the History of the
Jesuits, III, edited from Portuguese manuscript in the Archivo General de Indie Sevilla,
Italy, 1970-1971, hl.83 dikutip Sutjipto, 1983: 61
10
Des Alwi. 2010. Sejarah Banda Naira Edisi Revisi. Malang: Pustaka Bayan, hlm.7
6
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Pengelompokan ini menentukan pranata sosial, yaitu ketua adat dibantu oleh
9 orang pada masyarakat Orsiang/Ulisiwa, dan 5 orang pada masyarakat
Orlim/Ulilima. Kedua masyarakat itu memiliki perangkat Kapitan
(bertanggungjawab terhadap masalah keamanan negeri dan ketertiban sosial) dan
Malesi (pembantu Kapitan).Tome Pires menyebutkan organisasi social dalam
sebuah kampong di Banda hanya ada kepala suku yang disebut cabiles dengan
pemerintahan dibantu oleh beberapa tua-tua kampung11.
Organisasi social yang teratur itu ditentukan oleh pembelajaran sebagai
dampak dari terintegrasinya banda ke dalam rute pelayaran dan perdagangan
lokal, regional, dan internasional. Pelayaran untuk memperdagangkan pala
menyebabkan tersedianya pelabuhan (port) yang selanjutnya dibentuk organisasi
social yang teratur (polity) oleh Wells dan Villers)12. Khusus, Banda dengan
menggunakan pemikiran Leong Saung-Heng berfungsi sebagai collecting centre,
feeder points, dan entrepôt13. Collecting centres adalah pelabuhan Banda
merupakan pelabuhan alam yang baik, tempat persinggahan yang dilengkapi
ketersediaan bahan pangan dan pasar lokal, tempat yang baik dengan memiliki
wilayah pedalaman penyuplai komoditi yang kaya, tempat perakitan barang-
barang yang berasal dari feeder poin serta berada dekat jalur pelayaran
internasional. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pusat pengumpul, penerima
pasokan barang-barang dari feeder point, penampungan komoditi yang akan
diperdagangkan ke berbagai wilayah dan transitnya perdagangan dunia. Feeder
points adalah pelabuhan Banda berfungsi penyuplai komoditi yang akan
diperdagangkan dan tempat pemberi untuk menyiapkan bekal makanan selama
pelayaran. Entrepôt adalah pelabuhan Banda sebagai pelabuhan utama dan pintu
11
Armando Cortesâo,The Suma Oriental of Tomê Pires,I, hl 312; Hubert
Th.M.Jacobs S.J. A Treatise on the Moluccas (c 1544) Probably the preliminary version of
Antonius Galvao last historia and Moluccas (Source and Studies for the History of the
Jesuits, III, edited from Portuguese manuscript in the Archivo General de Indie Sevilla,
Italy, 1970-1971, hl.83 dikutip Uka Tjandrasasmita op cit hlm. 298
12
Kathirithimby-Wells dan John Villiers (eds.) 1990. The Southeast Asian Port and
Polity Rise and Denise.Singapore: National University of Singapore Press, hlm.xiv-xx
13
Leong Sau-Heng ‘Collecting centers, Feeder Points, and Entrepôt in The Malay
Peninsula c.1000 BC-1400 AD ‘ dalam Kathirithimby-Wells dan John Villiers (eds.) 1990.
The Southeast Asian Port and Polity Rise and Denise.Singapore: National University of
Singapore Press, hlm.17-38
7
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
14
Muridan Widjodjo. 2013. Pemberontakan Sultan Nuku Persekutuan Lintas
Budaya di Maluku – Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu hl.23
15
Pembelian produksi setempat menyuruh anak buahnya untuk tetap tinggal di
Banda atau salah satu Bandar terdekat. Admiral Van der Hagen dari Oude Compagnie
tiba di Banda tanggal 9 Mei 1600 dengan kapal de Maen dan de Morgenatehre
menyebutkan bahwa Pangeran Tallo, seorang co-regent di Gowa mewakilkan kuasa
daganga di Banda dengan maskud memudahkan mendapat barang dagangan rempah-
rempag.sdangan sering
16
Bahar dari bahasa Sansekerta bahãra, beban, bobot, 1 bahar: 3 pikul=550 pon.
Bahar sebagai kesatuan berat untuk pala, bunga pala dan cengkeh yang akan ditukarkan
dengan kain dan barang dagangan lain. Menurut catatan tahun 1605 di Pulau Banda dua
ton beras dapat ditukarkan dengan empat sampai lima bahar pala. Berat bahar tidak
sama di beberapa kawasan.conntoh di Maluku 1 bahar=600 pon, bahar bantan-495
pon,bahar Malaka=530 pon-540 pon.J.A van der Chijs’ Devestiging van het Nederlandsch
gezag over Banda eilanden (1599-1521) hl.10n.2 dijelaskan bahwa kain Mori India
berwarna kunig muda, merah atau strip biru telah dipotong-potong masing-masing
panjang 4 vadem ( 1 vadem= 1 ½tel atau hasta =1,7 meter). Di Banda dapat ditukarkan
dengan pala sebanyaj menurut kualitas kain mori tersebut. Mori kualitas halus dengan
harga pembelian 7,8,9 atau 10 real (real=2,50 gulden atau rupiah Belanda) setiap corge
(kodi)= 20 potong di Banda dtiap 6 atau 8 potong dapat ditukarkan dengan 1 bahar pala.
Kain berkualitas sedang dengan harga pembelian 6/7 real setiap kodi, tiap 10-11 potong
dapat ditukarkan dengan 1 bahar paala, sedangkan kualitas kasar dengan harga
pembelian 5 real tiap kodi, tiap potong dapat ditukarkan dengan 30-35 atau 40 kati pala.
Kain sutra berwarna putih, hitam atau biru dengan harga pembelian 20 atau 25 real tiap
kodi, tiap 5 potong dapat ditukarkan dengan pala sebanyak 1 bahar.Tiap potong kain
sutra itu panjangnya 7-8 vadem (F.A.Sutjipto Tjiptoatmodjo. 1983. ‘Kota-Kota Pantai di
Sekitar Selat Madura Abad XVII Sampai Medio Abad XIX)’. Disertasi tidak
Dipublikasikan.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, hlm,55-56
8
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
cenderawasih yang dikeringkan. Bahkan, orang Banda bukan tipe pedagang yang
menunggu komoditi di Banda melainkan aktif dalam perdagangan di luar Banda.
Di Maluku terdapat syahbandar yang khusus melayani kepentingan orang
Banda17.
Orang Banda memiliki cerita tutur mengenai ramalan bahwa suatu ketika
Banda akan dikuasai oleh pasukan asing berambut pirang, berkulit terang, berbaju
perang lengkap yang akan menaklukkan Banda. Orang Banda memilki mite
tentang makna tanda-tanda alam dengan peristiwa yang terjadi. Letusan gunung
berapi dan abu panas dri gunung merupakan pesan yang tidak baik. Pada tahun
1609, sebagian besar masyarakat menyadari tentang kebenaran cerita dan tanda-
tanda alam berupa abu panas dari Gunung berapi yang dijadikan pembenaran
penaklukan oleh Belanda. Legitimasi kultural itu menjadi tuna makna karena
menginjak marwah orang Banda dengan menjadikan mereka pekerja kasar
membangun benteng yang berujung pembunuhan seorang komandan Belanda.
Nilai budaya Banda itu menjadi otonomi diri sebagai marwah dalam
beriteraksi dengan orang luar dalam perdagangan pala. Nilai budaya itu
berdampak pada akulturasi budaya. Orang Banda menikmati hasil perdagangan
pala secara otonom18, tegaknya marwah19, dan sejahtera20.
17
Berita pada masa itu dinyatakan bahwa sauh kapalnya hanya dibuat dari kayu
dan sebagian besar dari awak kapal terdiri dari budak-budak sehingga tidak bisa
bertahan lama terhadap saingan pelayaran orang-orang dari luar Banda.Periksa Meilink-
Roelofsz M.A.P. 1962 Asian Trade and European Influence in the Indonesian Archipelago
between 1500-and about1630. The Hgue: Martinus Nijhoff, hlm96,352 catatan 60
18
Bulan Maret 1599 harga 1 bahar pala adalah 6 real, 1 bahar bunga pala= 60
real, 1 bahar cengkeh=45 real, tetapi 3 ½ bulan kemudian pada bulan Juli 15999 harga
naik 1 bahar pala= 9 real, 1 bahar bunga pala=85 real; 1 bahar cengkeh=55 real.
Perbandingan harga pala, bunga pala dan cengkih= 6;60;45 (2;20;15), maka dalam bulan
Juli perbandingan telah berubah 9:95:55; Harga bunga pala menanjak sedangkan
cengkeh menurun( F.A.Sutjipto Tjiptoatmodjo. 1983. ‘Kota-Kota Pantai di Sekitar Selat
Madura Abad XVII Sampai Medio Abad XIX)’. Disertasi Tidak Dipublikasikan.Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada, hlm,56-57
19
Berita dari Duarte Borbosa. Orang Banda lebih suka membuang palanya
daripada menjualnya dengan harga rendah.Mereka pernah membkar pala untuk
mempertahankan nilai yang lebih dari yang ditetapkan. Kompeni melakukan ekspedisi
ekstirpasi (hongi) membatasi pohn rempah-rempah supaya tidak lolos dari
pengawasannya dan dijual keluar sehingga menurunkan harga.Ekspedisi hongi
dihapuskan tahun 1824 oleh Van der Capellen
20
Pedagang Jawa membawa beras ke Banda sebanyak 12x 120.000
pon=1.440.000 atau 720 ton.Sensus penduduk Pulau Banda tahun 1628 berjumlah
9
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Dekonstruksi
Pala, fuli, dan rempah-rempah lainnya itu menentukan sejarah dunia. Aroma
rempah-rempah sebagai komoditi dunia menentukan perkembangan masyarakat
Banda dengan istilah madu dan racun, antara berkah dan bencana. Hasil interaksi
dengan pedagang dari berbagai latarbelakang itu menimbulkan proses belajar
budaya (akulturasi budaya), masuk dan berkembangnya agama, ilmu dan ilmu
pengetahuan (kartografi,transportasi laut, kelautan dengan discovery dan
invention), dan penguasaan kawasan dengan akumulasi modal (imperialisme,
kolonialisme/ kapitalisme). Raja Spanyol, Portugis, dan Inggris berlomba
mengembangkan ilmu dan ilmu pengetahuan untuk memudahkan menguasai
kawasan produsen rempah-rempah.
Masa dekonstruksi terjadi sejak penguasaan pala yang berdampak pada
tragedi kemanusiaan. Semua kekuatan politik dunia bersaing untuk mendapatkan
kuasa mengontrol semua aktifitas pelayaran dan perdagangan rempah-rempah.
Penaklukan yang diawali dengan perjanjian damai dan saling menguntungkan
sampai dengan yang tersirat untuk menyerahkan kekuasaan secara sepihak,
penaklukan dengan strategi membangun aliansi, sekutu dan seteru yang fluktuatif
sesuai dengan situasi dan kondisi. Kemudian, Sang penguasa melakukan
pembunuhan terhadaporang Banda yang tidak sejalan dengan kepentingan pemilik
modal, pengusiran orang Banda, semua didominasi oleh penjajah, nilai budaya
Banda menjadi terjajah sehingga semua berorientasi pada Eropa, dan hilangnya
otonomi diri orang Banda, kontrol perdagangan dengan penebangan pohon pala
atau pembumihangusan, tukar guling sampai dengan tukar pulau, dan pecah belah
15.000 jiwa.dengan asumsi 2/3 penduduk makan nasi selebihnya makan sagu dan setiap
orang membutuhkan 12 pon maka tiap bulan membutuhkan 120.000 pon.Jika tahun
1600 penduduk Banda sebanyak 13 ribu maka setiap tahun dibutuhkan 624 ton
beras.Beras itu ditukar dengan rempah-rempah. Di Banda tahun 1603, 2 ton beras dapat
ditukarkan dengan 4 atau 5 bahar pala. G.P Rouffaer De Batikkunst,I, lamp.iii,hl,xii.
Menurut J.C van Leur Indonesian Trade and Society, hlm305 no55), 624 ton beras itu
harus ditukar dengan (624;2)X 4 atau 5 bahar ppala=1248 atau 1560 bahar pala ( 1 bahar
Banda=525 pon).Pedaganga Jawa membangun perkampungan di ujung selatan Pulau
Neira di dekat empat yang kemudian didiirkan banteng Nassau oleh Kompeni. Jumlah
penduduk Jawa di Banda tahun 1609 sebanyak 1500 jiwa ( der Chijs hl. 38; van Leur
hl.108) dikutip Sutjipto 1983 ibid hlm 60.Tome Pires dikutip Muridan Widjodjo op cit
hlm. 23
10
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
21
galai berasal dari bahasa Inggris untuk menyatakan kapal yang digerakkan oleh
pendayung dalam jumlah besar
22
Jacobs,1970 A Treatise on the Moluccos, hl.201, 203 dikutip oleh
Tjandrasasmita eds. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid III. Jakarta:Balai Pustaka hl. 39;
Muridan Widjodjo. 2013. Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya di Maluku
Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu, hl. 22-27.
11
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
dan Irian mengusir Portugis23. Kapten Garcia tahun 1529 berdagang di Banda
berencana membangun benteng di Neira tetapi tidak berhasil karena ditentang
orang Banda.Portugis mengandalkan pedagang regional yang membawa rempah-
rempah ke Ternate dan Tidore.
Kemudian, Antonio Galvao berusaha menaklukkan Maluku tahun tanggal
27 Oktober 1556 dengan perjuangan rakyat mengalami kendala. Portugis dan
Spanyol bersatu dibawah Raja Felipe II, tanggal 15 Nopember 1582 mengalami
kegagalan. Kegagalan itu dipicu oleh kehadiran Belanda yang dipimpin oleh
Jacob van Heemskerk, dengan kapal Geldria membawa 200 pedagang, prajurit
dan pelaut tiba tanggal 15 Maret 1599. Kapal itu bagian dari armada Belanda
dibawah komando Laksamana Jacob van Neck. Heemskerk berhasil mendapat
kepercayaan orang Banda sehigga berhasil mendirikan permukiman, gudang
menyimpan rempah-rempah, serta menempatkan 22 orang Belanda yang
ditinggalkan di banda untuk mengumpulkan rempah-rempah. Belanda terlibat
perselisihan di Banda disebabkan masalah wanita, agama, dan senjata24.
Kehadiran Inggris dengan tujuh kapal di bawah komandan Kapten James
Lancaster tahun 1601 dan mendirikan pos perdagangan serta menetap di Pulau
Run, Pada tahun 1602. Laksamana Belanda Wolfert Hermansz menekan orang
Banda agar memberikan hak ekslusif pala dan bunga pala hanya kepada Belanda.
Dalam sebuah kontrak yang tidak dapat dibatalkan, tanggal 2 Mei 1602 yang
selanjutnya hanya 10 orang Belanda tinggal di Banda sehingga dalam jangka
waktu tiga tahun senyap25.
Kemudian, Steven van der Haghen tanggal 23 Februari 1605 dengan armada
berkekuatan 13 kapal, 1500 personil berhasil merebut benteng Portugis di
Amboina dan berlayar ke Banda. Cornelis Bastians merebut benteng Tidore yang
kemudian jatuh kembali ke Tidore atas bantuan Spanyol tahun 1606 dipimpin
oleh Acuna. Dampak dari penaklukan Maluku antara Portugis, Spanyol, dan
Belan,da adalah dekonstruksi kekuasaan raja dan permasalahan larangan pindah
23
Seluruh Maluku berjuang untuk mengusir Portugis. Sebuah kapal besar
(brizantine)Portugis dirampas dan Balthasar Vogado dan anak buahnya dibunuh serta
meebut beberapa kalulues (semacam sampan)
24
Hanna dikutip Muridan Widjodjo op cit hlm. 24
25
Van der Chijs De vestiging het Nederlandsche gezag, hl.18-20 Valentijn Oud en
Nieuw Oost-Indië, I hl.91 dikutip Muridan Widjodjo loc cit hl.24
12
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
agama ke Kristen dan semua orang Kristen yang pindah agama harus dilaporkan
kepada Spanyol26 .
Pada April tahun 1609, Laksamana Pieter Willems Verhoeff berlayar ke
Banda dengan 15 kapal, mengangkut 1000 pelaut dan prajurit dan sejumlah
tentara bayaran Jepang. Belanda memaksa orangkaya Lonthor untuk menjual pala
kepada Belanda dengan harga rendah dari yang ditawarkan ke Inggris. Belanda
memanfaatkan mite tentang ramalan dalam cerita tutur yang dipercaya masyarakat
dan kepercayaan tentang Gunung Api yang mengeuarkan abu panas sebagai
legitimasi kultural penaklukan Banda dengan mendirikan benteng Nassau di Pulau
Neira. Belanda gagal menyulut amarah orang Banda karena dipaksa menjadi kuli
untuk membangun benteng itu. Akibatnya adalah Laksamana Verhoeff bersama
33 orang rekannya dibunuh orang Banda.
Laksamana Simon Jansz Hoen mengirimkan ekspedisi balas dendam
memblokade Banda yang berhasil memaksa orangkaya menandatangani kontrak
tanggal 13 Agustus 1609 untuk mensahkan monopoli rempah-rempah oleh
Belanda. Orang Banda melakukan strategi politik dengan menjual rempah-rempah
ke Inggris di Pulau Ai dan Run selanjutnya diperdagangkan dengan sebuah
armada pinnace27 dan kapal carter ke Makassar atau Banten. Kapten Inggris
William Keeling tiba bulan Februari 1609 dengan kapalnya Hector mengawasi
orang Belanda secara diam-diam di beberapa pelabuhan.
Inggris dan Belanda kemudian mengakhiri persaiangan melalalui traktat
London tanggal 17 Juli 1969. Namun traktat ini dilanggar oleh Belanda yaitu saat
Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, tanggal 1 Januari 1621. Pada tanggal 21
Februari 1621, JP Coen tiba di Benteng Nassau dengan sebuah armada
berkekuatan 13 kapal besar, tiga yacht, 36 kapal kecil, 1655 orang Eropa (150
meninggal karena sakit dalam pelayaran), tambahan 250 garnisun Banda, 286
orang hukuman Jawa bertugas sebagai pendayung dan 100 tentara bayaran Jepang
dengan tujuan menginvasi Banda dan menghukum penduduknya. Hasilnya, Orang
Lonthor dibantai, desa dibumihanguskan sehingga 883 penduduk (287 pria dan
26
Uka Tjandrasasmita, eds. 1984 op cit hl, 62
27
pinnace dari bahasa Perancis, kapal kecil, ringan, bergeladak dua, memuat 20
ton, bertiang layar dua dan menggunakan tali temali kapal seperti schooner, sering
digunakan sebagai kapal komunikasi, pengintai. Muridan Widjodjo op cit hlm. xxxi
13
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
156 wanita, 240 anak-anak yang 176 di antaranya meninggal di atas kapal)
dikiirm ke Batavia untuk dijual sebagai budak.Sebagian lari ke Seram, Kei, Aru
dan lari ke atas gunung (meninggal karena cuaca, kelaparan, dan penyakit).
Penduduk yang selamat diperkirakan hanya 1000 orang dari 15000 jiwa. Para
pemimpin terkemuka Banda yaitu 44 orangkaya ditahan, dirantai dan di penjara di
atas kapal komando Coen untuk menunggu eksekusi. Prajurit Jepang
diperintahkan untuk memenggal kepala orangkaya tanggal 13 Mei 1621
sebagaimana yang diberitakan oleh letnan angkatan laut Belanda, Nicolas van
Waert. Mereka semua mati tanpa sempat mengatakan apapun kecuali satu orang
yang berkata: Myn Heeren, en isser dan geen genade‘ (Apakah tuan-tuan tidak
punya rasa kasihan?)28. Coen mendapatkan teguran dari Heren Seventien tetapi
mendapatkan ucapan terima kasih sebesar 3000 gulden karena berhasil
menaklukkan Banda. Jumlah penduduk pasca tragedi itu hanya tingggal 560 jiwa
jika dibandingkan dengan 539 orang Belanda dan 834 orang asing bebas. Wilayah
Banda kemudian dibagi menjadi 68 perken (kebun atau taman) diperuntukkan
bagi 34 sampai 68 perkenier. Setiap perk mempekerjakan 25 budak sehingga
secara total ada 1900 budak. Banda pasca tragedi sepenuhnya berada dalam
kontrol VOC.
Hubungan antarsukubangsa anatar Banda dan Kei sangat bermanfaat saat
JP. Coen memusnahkan banda tahun 1621 dan mengisinya dengan penduduk
kompeni. Maka penduduk banda kemudian mencari tempat suaka ke pulau-pulau
Kei sampai dengan sekarang dengan mempertahankan budaya Banda.
Di samping itu, orang Banda yang tersisa melakukan ritual Rofaer War29
yang dilakukan secara berulang-ulang setiap 7 (tujuh) tahun sekali. Pelaksanaan 7
(tujuh) tahun berkaitan dengan pengangkatan jenazah pejuang Banda sebanyak 33
orang yang dibantai oleh JP Coen dan mayatnya dibuang ke dalam sumur/parigi
itu dan baru 7 (tujuh) tahun kemudian, tahun 1628 jenazahnya diangkat dan
dikebumikan sebagaimana layaknya penghormatan terhadap orang yang
28
Lucas Kiers’Coen op Banda de qonqueste getoetst ssm hrt recht van den tijd hl.
236 dikuti Muridan Widjodjo ibid hlm. 39
29
Dalam bahasa setempat secara etimologis rofaer adalah pembersihan,
penyucian dan war adalah sumur/parigi. Rofaer War adalah ritual penyucian
sumur/parigi yang dilakukan dalam interval waktu tertentu.
14
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
meninggal. Jenazah itu harus diambil dengan menggunakan kain kafan sepanjang
99 meter sekaligus untuk mencuci sumur30. Musibah meninggalnya 33 orang
penggali sumur itu berhubungan dengan pembantaian 33 orang dan ribuan orang
Banda oleh JP.Coen pada tahun 1621. Mayat ke-33 orang itu dibuang ke sumur
sehingga sumur itu dikenal dengan De Poet Van Coen. Masyarakat Banda Naira
mengabadikan dengan Peristiwa Parigi Pantai.
Ritual ini dilakukan prosesi yang dilanjutkan dengan mencuci kain gajah
yang telah dipakai untuk mencuci sumur di laut lepas. Nalar budaya itu
menjelaskan bahwa segala kotoran, musibah, kejelekan telah dibuang dan
dihanyutkan ke laut. Pertimbangan biaya yang relatif besar maka saat ini rofaer
war saat ini dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Rofaer war dilakukan dengan
ritual buka negeri yang dipusatkan di kawasan sumur. Sumur ini berbentuk
sebuah bejana berhubungan yang bersifat alami, dengan sumber air (mata air)
yang terdapat pada salah satu bejana tadi dan yang disebut keeleliang. Sumur itu
terdiri atas 2 (dua) buah yang berdampingan namun dasar kedua sumur itu
dipercaya saling berhubungan. Kondisi kedua sumur itu berbeda, sumur yang satu
airnya untuk pemenuhan kebutuhan air minum sedangkan sumur yang kedua
untuk nyuci pakaian karena airnya payau. Letak sumur itu di atas 300 dpl (di atas
permukaan laut) tetapi kedalamnnya sumur hanya 4 meter. Realitas itu
menyebabkan tumbuh dan berkembangnya keyakinan di luar nalar budaya
masyarakat sehingga dinyatakan sakral. Di samping itu, letak sumur itu di sebuah
lereng gunung dianggap memiliki kekuatan-kekuatan gaib yang bersifat sacral
magis.
Ritual ini dihadiri oleh semua warga di sekitar parigi/sumur yang diakhiri
dengan pembacaan kapata oleh keturunan Kaki yai dan doa yang dipimpin oleh
tokoh agama Islam. Kemudian, ritual dilanjutkan dengan makan bersama dan
tarian adat cakalele.
Pelaksanaan upacara ini dilakukan dalam lima tahap yaitu pertama
ramtedadat (membuka kampong adat), tahap kedua roantar kain gajah (iringan
kain tanpa sambungan selebar 1 meter dengan panjanga 99 depa (+ 100 meter)
yang disebut kain gajah), tahap ketiga Jiudatak keeleliang (membersihkan sumur),
30
Des Alwi, 2010 op cit hlm 16
15
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
tahap keempat Jiudatak Kain Gajah (membersihkan kain gajah), tahap kelima
Rakota Kain Adat (akhiri kegiatan adat). Setelah itu baru dilakukan cuci perigi
dengan sebuah upacara adat.
Proses pembersihan diawali dengan purifikasi diri, membersihkan secara
nyata dan simbolis kotoran di sekitar sumur. Purifikasi diri dan lingkungan
merupakan penyebaran aura suci ke lingkungan. Penyucian diri dari perbuatan
menyimpang baik dilakukan secara nyata maupun kasat mata merupakan syarat
peserta ritual rofaer war.
Kepercayaan masyarakat desa bahwa jika upacara ini tidak dilaksanakan
maka desa akan mendapat kesialan atau musibah yang akan menghancurkan
bahkan memakan korban nyawa. Bagi masyarakat Banda upacara ini dilakukan
juga untuk melakukan silaturahmi terhadap keluarga maupun garis keturunan
yang ketika terjadi peperangan dengan Belanda mereka melarikan diri dan
menetap di pulau lain. Fungsi ritual ini adalah sebagai penguatan identitas budaya
Banda, pusat solidaritas dan integrasi social, penguatan memori kolektif
perjuangan orang Banda,kearifan ekologis, mitigasi bencana31.
Perkembangan selanjutnya adalah pentingnya Residen Banda. Surat pejabat
Gubernur bertanggal 8 september 1849 No.525, kepada Residen Banda mengenai
12 orang asal Asilulu yang mendapat ijin berdagang selama satu bulan di Wahay,
tetapi kemudian melanjutkan perjalanan ke pelbagai tempat fi wilyah Residen
Banda32. Administrasi pemerintah di Maluku dibagi tiga. Pertama, Gouvernement
der Molukken dengan pusat di Ternate. Masa VOC Molukken mencakup hanya
Maluku Utara. Kedua, Gouvernement van Amboina yang berpusat di Ambon
dengan jangkauan seluruh Maluku Tengah. Ketiga, Gouvernement van Banda
yang berpusat di Banda Neira yang mencakup Maluku Tenggara dan Maluku
Barat Daya. Ketiga pembagian itu bertahan sampai dengan 1817 karena disatukan
menjadi Gouvernement der Molukken termasuk Sulawesi dan Irian yang berpusat
di Ambon. Sistem ini berkembang antara tahun 1864-1865 terjadi reorgaisasi,
yaitu Residensi Manado tahun 1864 (Sulawesi Utara) dan Residensi Ternate tahun
31
Proses ritual ini periksa Abdul Latif Bustami op cit hlm 1-3
32
Leirissa, R.Z,dkk. 1982. Maluku Tengah di Masa Lampau Gambaran Sekilas
Lewat Arsip Abad Semiblan Belas, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No,13. Jakarta:
Arsip Nasional Republik Indonesia,hlm.161
16
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
1865 (Maluku Utara), dan Residensi Amboina yang menyatukan Maluku Tengah,
Maluku Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat Barat Daya dengan
pusatnya di Ambon33.
Orang Banda memperjuangkan kemerdekaan dalam pemenuhan kebutuhan
melawan penaklukan dengan nilai budaya Banda. Perjuangan itu berdampak pada
kehidupan Banda, di antaranya adalah diaspora Banda. Fase revitalisasi dilakukan
mulai masa perjuangan dan pergerakan nasional, serta kemerdekaan sebagai
perbaikan proses dan hasil menuju kehidupan yang lebih baik.
Revitalisasi
Revitalisasi telah diterapkan oleh orang Banda sepanjang sejarahnya dengan
proses belajar dari interkasi sosial. Nilai budaya Banda dijadikan rujukan dalam
revitalisasi. Kemerdekaan Indonesia memberikan legitimasi ideologis,
konstitusonal dan operasional. Revitalisi merujuk pada Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaaan.
Khusus, warisan budaya takbenda mengacu pada Konvensi UNESCO 2003
mengenai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) menyebutkan bahwa warisan
budaya takbenda mengandung arti berbagai praktik, representasi, ekspresi,
pengetahuan, ketrampilan yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok, dan
dalam beberapa hal tertentu, perorangan sebagai warisan budaya mereka. WBTB
yang dimaksud itu telah diklasifikasikan menjadi 5 (lima), yaitu (l) tradisi dan
ekspresi lisan termasuk bahasa sebagai wahana warisan budayatakbenda, cerita
rakyat, naskah kuno, permainan tradisional; (2) seni pertunjukan termasuk seni
visual, seni teater, seni suara, seni tari, musik, film; (3) adat istiadat masyarakat,
ritus dan perayaan-perayaan, sistem ekonomi tradisional, sistem organisasi sosial,
upacara tradisional; (4) pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan
semesta termasuk pengetahuan tradisional, kearifan lokal, pengobatan tradisional,
dan (5) kemahiran kerajinan tradisional termasuk seni lukis, seni pahat/ukir,
arsitektur tradisional, pakaian tradisional, asesoris tradisional, makanan/minuman
tradisional, moda transportasi tradisional
33
Leirissa ,R.Z, dkk, ibid hlm. x-xi
17
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Substansi WBTB adalah: (l) merupakan identitas budaya dari satu atau lebih
Komunitas Budaya; (2) memiliki nilai-nilai budaya yang dapat meningkatkan
kesadaran akan jatidiri dan persatuan bangsa; (3) Memiliki kekhasan/
keunikan/kelangkaan dari suatu suku bangsa yang memperkuat jatidiri bangsa
Indonesia dan merupakan bagian dari komunitas; (4) Merupakan living tradition
dan memory collective yang berkaitan dengan pelestarian alam, lingkungan, dan
berguna bagi manusia dan kehidupan; (5) WBTB yang memberikan dampak
sosial ekonomi, dan budaya (multiplier effect); Mendesak untuk dilestarikan
(unsur/karya budaya dan pelaku) karena perisitwa alam, bencana alam, krisis
sosial, krisis politik, dan krisis ekonomi; (7) Menjadi sarana untuk pembangunan
yang berkelanjutan; menjadi penjamin untuk sustainable development; (8) Yang
keberadaannya terancam punah; (9) WBTB diprioritaskan di wilayah perbatasan
dengan negara lain atau rentan terhadap klaim WBTB oleh Negara lain.; (10)
Sudah diwariskan dari lebih dari satu generasi, Dimiliki seluas komunitas tertentu,
(11) Tidak bertentangan dengan HAM dan konvensi-konvensi yang ada di dunia,
dan Mendukung keberagaman budaya dan lingkungan alam.
Oleh karena, WBTB itu cenderung didominasi oleh budaya lisan sehingga
proses pewarisannya dilakukan secara bertutur. Dengan sendirinya keberadaan
WBTB cenderung mengalami distorsi, amnesia yang berujung pada memudarnya
WBTB. Sementara intensitas interaksi antarmanusia yang semakin intensif
melalui mekanisme, integrasi dan ekspansi pasar dalam jejaring kapitalisme
mondial menyebabkan terjadinya hibridisasi yang cenderung mengabaikan
orisinalitas WBTB. Walupun proses hibridisasi itu sebenarnya menimbulkan
varian WBTB, di sisi lain, perisitiwa alam dan bencana alam yang terjadi
berdampak pada banyaknya maestro pendukung WBTB yang menjadi korban
sehingga proses pewarisan itu menjadi terputus. Ujung dari realitas itu adalah
terancamnya eksistensi WBTB dan terputusnya regenerasi budaya. Realitas itu
terjadi di seluruh dunia yang secara evolutif tidak memberikan ruang
berkebudayaan bagi WBTB.
Realitas itu menjadi keperihatinan kolektif yang terjadi di seluruh dunia
sehingga secara berkelanjutan menjadi gerakan internasional. Salah satu gerakan
18
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
KESIMPULAN
Kepulauan Banda memiliki lingkungan alam yang spesifik membentuk
kebudayaan orang Banda secara resprokal dan dinamis. Keberadaan orang Banda
sejak masa nirleka sampai dengan sekarang menunjukkan adanya kontetasi,
dekonstruksi, dan revitalisasi. Temuan arkeologis, sumber sejarah dari asing,
cerita tutur, dan mite menunjukkan pentingnya orang Banda sebagai aktor dalam
kebudayaan Banda. Nilai budaya Banda dijaidkan pedoman praktikal dalam
interkasi dengan lingkungan luar sehingga terjadi dalam setiap perjumpaaan
dengan biudaya luar yang terjadi adalah Bandanisasi, Sekutu dan seteru yang
fluktuatif berada dalam pilihan rasional, perjuangan melawan penjajah yang
34
Negara yang yang telah meratifikasi Konvensi Warisan Budaya Takbenda
sebanyak 116 negara termasuk Indonesia34 telah berkomitmen untuk melindungi
dengan melakukan upaya pelindungan,pengembangan dan pemanfaatan. Salah satu
upaya praktis adalah mengidentifikasi dan menentukan berbagai elemen warisan
budaya yang berada di wilayahnya dalam satu atau lebih inventori
35
Masa kerajaan di Nusantara telah melakukan pencatatan sebagaimana yang
dinyatakan dalam beberapa naskah babad, hikayat, kabanti, pantun,gurindam, suluk,
syair, kidung, seni pertunjukan, petuah, pamali, ritual, ungkapan yang sarat nilai budaya
adiluhung. Pencatatan itu berlanjut pada masa kolonial dengan tujuan utama
pengekalan kepentingan kolonial. Pada masa kemerdekaan pencatatan dilanjutkan
dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pada tahun 1976, pencatatan WBTB
dilaksanakan melalui proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (IDKD).
Selanjutnya, kegiatam itu berganti nama tetapi substansinya sama yaitu Sistem
Informasi Kebudayaan Terpadu (SIKT) dan Peta Budaya.
36
Proses penetapan itu melalui tahapan-tahapan sebagaimana yang telah
ditentukan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 106 Tahun
2013 tentang Penetapan Warisan Budayatakbenda dan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.238 Tahun 2013 tentang Warisan Budayatakbenda Indonesia
19
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
destruktif dengan pengekalan melalui ritus roafer. Pala dan fuli menjadi rhamt,
berkah sekaligus menimbulkan tragedy kemanusiaan. Revitalisasi budaya Banda
dilakukan untuk memajukan kebudayaan. Obyek budaya Banda yang direvitalisasi
meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional,
teknologi tradisional, bahasa, seni, permainan rakyat, dan olahraga tradisional
serta cagar budaya yang memiliki fungsi sejarah dan identitas budaya Banda.
Strategi reviltalisasi adalah melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan
budaya Banda, untuk menjadi kawasan revitalisasi warisan budaya dunia yang
sebenarnya.Upaya kongkrit ini menunjukkan Negara hadir dan berperan positif,
sekalipun dinamika masyarakat masih terus mempertanyakan, ‗Dimanakah peran
Negara?!‘
20
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Des. 2010. Sejarah Banda Naira Edisi Revisi. Malang: Pustaka Bayan
Bustami, Abdul L.. 2014. Tarian Cakalele Siamale Banda Naira. Laporan
Verifikasi Penetapan Warisan Budaya Takbenda Provinsi Maluku. Jakarta:
Direktorat Internalisasi dan Diplomasi Budaya Kemneterian Pendidikan dan
Kebudayaan. Tarian Cakalele Siamale banda Naira ditetapkan sebagai
Warisan Budaya Takbenda Indonesia tahun 2014 bersama Cakalele Maluku
_____________. 2014. Rofaer War (Ritual Purifikasi Sumur/Parigi) Di Desa
Lontor Banda Naira.Laporan Verifikasi Penetapan Warisan Budaya
Takbenda Provinsi Maluku. Jakarta: Direktorat Internalisasi dan Diplomasi
Budaya Kemneterian Pendidikan dan Kebudayaan
_____________. 2013. ‘Konflik Maluku Jang PisahKatong‘. Lapran Penelitian.
Jakarta: Departmen Kebudayaan dan Pariwisata; Abdul Latif Bustami. Sasi
Kearifan Lokal Masyarakat Maluku Tengah Mengelola Lingkungan.
Jakarta;Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Burger, D.H. dan Prajudi Atmosudirdjo. 1984. Sejarah Ekonomi Indonesia
Ditinjau Dari Segi Sosiologi Sampai Akhir Abad ke XII. Jakarta: Pradnya
Paramita
Cortesâo, Armando. T.th. The Suma Oriental of Tomê Pires,I, hl 312; Hubert
Th.M.Jacobs S.J. A Treatise on the Moluccas (c 1544) Probably the
preliminary version of Antonius Galvao last historia and Moluccas (Source
and Studies for the History of the Jesuits, III, edited from Portuguese
manuscript in the Archivo General de Indie Sevilla
Hal, D.G.E. 1981. A History of South East Asia. London: Macmillan Asian
History Series
Hanna, Willard A. 1983. Kepulauan Banda Kolonialisme dan Akibatnya di
Kepulauan Pala. Jakarta: Gramedia
Jacobs. 1970. A Treatise on the Moluccos, dikutip oleh Tjandrasasmita eds.
Sejarah Nasional Indonesia, Jilid III. Jakarta:Balai Pustaka hl. 39; Muridan
Widjodjo. 2013. Pemberontakan Nuku Persekutuan Lintas Budaya di
Maluku Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu
Kiers, Lucas. Coen op Banda de qonqueste getoetst ssm hrt recht van den tijd hl.
236 dikutip Muridan Widjodjo
Leirissa, R.Z,dkk. 1982. Maluku Tengah di Masa Lampau Gambaran Sekilas
Lewat Arsip Abad Semiblan Belas, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah
No,13. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia,hlm.161
Meilink-Roelofsz M.A.P. 1962 Asian Trade and European Influence in the
Indonesian Archipelago between 1500-and about1630. The Hgue: Martinus
Nijhoff
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 106 Tahun 2013 tentang
Penetapan Warisan Budayatakbenda dan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No.238 Tahun 2013 tentang Warisan Budayatakbenda
Indonesia
Sau-Heng, Leong. 1990. Collecting centers, Feeder Points, and Entrepôt in The
Malay Peninsula c.1000 BC-1400 AD dalam Kathirithimby-Wells dan John
21
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Villiers (eds.) 1990. The Southeast Asian Port and Polity Rise and
Denise.Singapore: National University of Singapore Press
Tjiptoatmodjo, Sutjipto F.A. 1983. ‗Kota-Kota Pantai di Sekitar Selat Madura
Abad XVII Sampai Medio Abad XIX)‘. Disertasi Tidak
Dipublikasikan.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Van der Chijs De vestiging het Nederlandsche gezag, hl.18-20 Valentijn Oud en
Nieuw Oost-Indië, I hl.91 dikutip Muridan Widjodjo
van Leur, J. C.. 1955. Indonesian Trade and Society. Essay in Asian Social
Economic History. Bandung: W.van Hoeve The Hague Ltd
Widjodjo, Muridan. 2013. Pemberontakan Sultan Nuku Persekutuan Lintas
Budaya di Maluku – Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu
Wells, Kathirithimby dan Villiers, John (eds.) 1990. The Southeast Asian Port and
Polity Rise and Denise.Singapore: National University of Singapore Press
22
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
USMAN THALIB1
ABSTRAK
Sejarah masuknya Islam menjadi peristiwa paling penting sekaligus paling tidak
jelas dalam diskursus sejarah Indonesia. Penulis mencatat dua problem mendasar
perihal ―Islam Awal‖ ini; Pertama problem terminologis, dan kedua problem
geografis. Dengan menggunakan pendekatan strukturis, lewat tahapan prosedur;
Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi dan Historiografi, penelitian ini
menemukan; Pertama, Islam hadir di kepulauan Banda-Maluku sejak kurun
pertama tahun hijriah, atau abad ke-7 dan ke-8 M, dipraktikkan para musafir
muslim yang nomaden di sejumlah bandar penting, Banda dan Ternate. Kedua,
adalah Pala dan Cengkeh sebagai kommoditi utama perdagangan yang telah
memikat para saudagar Muslim di periode awal menuju pulau Banda, dan
menjadikan kawasan itu sebagai pintu masuk Islam di Nusantara dari jalur Utara.
Ketiga, Proses pelembagaan Islam di kota-kota pelabuhan seperti Banda, Ternate,
dan Hitu, mencapai puncaknya pada abad ke-13 dan abad ke-14. Dibuktikan
dengan perubahan bentuk Kolano menjadi Kesultanan, berdirinya pemerintahan
konfederasi Islam di Hitu dan Banda, dan terbentuknya ―organisasi‖ Orang Kaya
(OK) yang mengatur masalah perdagangan. Temuan ini sekaligus memposisikan
Banda Naira (Maluku) sebagai ―penantang baru‖ dalam diskursus Islam pertama
di Nusantara.
LATAR BELAKANG
Dalam diskursus sejarah Islam di Nusantara, dikenal beragam versi yang
perihal Islam Awal; Pertama, penemuan Kuburan tua di Sumatera Utara berangka
676 H (1297 M) dan tertulis nama Sultan Malik as-Saleh (Raja di Kerajaan
Samudera Pasai) pada abad ke-13. Kedua, pendapat seorang Belanda bernama
Snouck Hurgronje, yang menyebutkan masuknya Islam ke Indonesia pada abad
ke-17, melalui jalur pedagang Islam-India. Dua pendapat ini kemudian ditantang
oleh Hamka yang lebih meyakini bahwa Islam justru telah ada di Indonesia sejak
tahun 650 M, atau 7 tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Apalagi
1
Dr. Usman Thalib, M.Hum. adalah Dosen Pendidikan Sejarah Universitas
Pattimura. Saat ini menjabat sebagai Ketua STKIP Hatta-Sjahrir Banda Naira. Emai:
usmanth55@gmail.com
23
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
asumsi Hamka ini seperti mendapat dukungan kuat oleh temuan T.B. Arnold yang
mengutip sumber Cina, perihal kehadiran Islam sejak perempatan abad ke-7 yang
dibuktikan dengan kepemimpinan seorang Arab dalam sebuah komunitas Muslim
di pesisir Barat Sumatera2.
Tampaknya, persoalan awal masuknya Islam di Nusantara jauh lebih kabur
ketimbang bukti-bukti peninggalan Islam itu sendiri yang lebih kuat terwariskan
melalui sejumlah saluran; (1) Perdagangan, (2) Perkawinan, (3) Pendidikan, (4)
Tasawuf, (5) Kesenian, dan (6) Dakwah. Berbagai jenis saluran ini telah
meninggalkan jejaknya sampai hari ini. Saluran perdagangan meninggalkan
bentuk pemukiman yang disebut ―Pekojan‖; Saluran perkawinan meninggalkan
percampuran aneka ras dalam sebuah komunitas; Saluran Pendidikan menciptakan
pesantren-pesantren; Saluran Tasawuf meninggalkan jejak dalam cerita-cerita
Babad dan Hikayat, memunculkan tokoh-tokoh popular seperti; Hamzah Fansuri,
Syamsuddin, Syekh Abdul Shamad, Nuruddin Ar-Raniry. Saluran Kesenian
meninggalkan karya arsitektur pada masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon,
Banten, dan Aceh. Adapun saluran Dakwah mewariskan ajaran-ajaran para wali
yang masih menjadi tradisi hari ini.
Perdebatan akademis seputar Islam awal diduga disebabkan dua problem
mendasar, yaitu; problem terminologis, dan problem geografis. Problem
terminologis berkaitan dengan arti ―Islam‖ yang oleh beberapa sarjana
didefenisikan secara sederhana; sebagai symbol formal yang tampak pada tulisan-
tulisan kaligrafi arab di sejumlah artefak, atau juga dapat berbentuk eksistensi
seorang tokoh Islam di wilayah itu. Adapun ahli lain mendefinisikan Islam lebih
sebagai prinsip-prinsip, nilai-nilai, yang dipraktikkan dalam kehidupan sosial,
budaya dan politik suatu masyarakat3.
Defenisi pertama memberi konsekwensi arti, bahwa suatu wilayah telah
terintroduksi Islam adalah yang didalamnya terdapat symbol-simbol Islam yang
tertuang dalam tulisan arab di sejumlah bangunan tua atau pada kuburan yang
bernisankan kalimat syahadat, dan/atau keberadaan tokoh Islam yang berperan
2
T.W. Arnold; The Preaching of Islam : A History of the Propagation of the Muslim
Faith, London, Constable, h. 364 – 365.
3
Azyumardi Azra, Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal, Mizan, Jakarta,
2002, h.17.
24
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
4
Azyumardi Azra, Ibid
5
Clifford Geertz, The Religion of Java, The Free Press, New York, 1960.
25
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturis, yang mengasumsikan
bahwa kenyataan sejarah secara ontologis adalah struktur sosial yang longgar
(loosely structured), yang memungkinkan munculnya individu-individu atau
kelompok sosial tertentu memiliki wawasan dan keinginan yang berbeda dengan
masyarakat pada umumnya, dan berusaha mengubahnya 6. Dalam konteks metode
strukturis ini, Islam dilihat sebagai unsur baru yang mempengaruhi sistem sosial
budaya masyarakat di Kepulauan Banda sehingga menciptakan perubahan social
dalam sistem kepercayaan maupun system pemerintahan, sebagai bukti eksistensi
kehadirannya.
Telaah dilakukan terhadap sumber-sumber primer dan monumen (artefak).
Terhadap sumber primer dilakukan dengan cara mengumpul dukumen (arsip).
Adapun untuk monumen dilakukan kajian mendalam terhadap sejumlah artefak
bangunan Islam (masjid, kuburan, prasasti), maupun manuskrip seperti al-Qur‘an
bertulisan tangan, dan karya-karya tulis Islam masa lampau. Kajian juga
diarahkan kepada sejumlah mitos yang hidup di masyarakat tentang Islam di
Kepulauan Banda.
Data-data yang terkumpul kemudian diseleksi melalui pengujian validitas
dan reabilitas dengan menggunakan teknik kritik sumber (kritik ekternal dan
internal). Setelah data-data lolos seleksi dilanjutkan dengan interpretasi data
menggunakan sejumlah paradigma umum. Pada tahap terakhir dilakukan
pendeskripsian data secara logis dan sistematis dalam bentuk historiografi7.
6
Lloyd Cristhopher ; The Structures of History, Blackwell Publishers, Cambridge-
Massachussetts, USA, 1993 H. 89 - 100.
7
Untuk ini lihat ; Garraghan J.G ; A Guide to Historical Method, Fordan University
Press, New York, 1957, Lihat juga Gottschalk Louis, 1986; Understanding History: A
Primer of Historical Method (edisi Indonesia), UI Press, Jakarta, 1986.
26
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
8
K.N. Chaudhuri, Trade and Civilization in the Indian Ocean; An Economic History
from the Rise of Islam to 1750, Cambridge University Press, 1989, h. 28.
9
T.W. Arnold; The Preaching of Islam : A History of the Propagation of the Muslim
Faith, London, Constable, h. 364 – 365.
10
J.M. Roberts, History of the World, Penguin Books, 1995, h.22-32.
11
D.H. Burger; Sejarah Ekonomi Sosiologis Indonesia, (Disadur oleh Prajudi
Atmosudirdjo), Jilid I, J.W. Wolters, Djakarta, 1965, h. 15 – 16.
27
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
12
Emporium adalah kota pelabuhan tempat berlangsungnya aktivitas
perdagangan internasional yang menyediakan aneka fasilitas pendukung seperti
pergudangan, fasilitas kredit, pasar, penginapan, dok untuk memperbaiki kapal-kapal
yang rusak dan sebagainya. Biasanya dari Emporium itulah penguasa dan atau penjajah
melakukan ekspansi politik dan ekonomi untuk kemudian membentuk sebuah
Imperium. Untuk ini lihat ; K.N. Chaudhuri, 1985 : Trade And Civilisation In The Indian
Ocean : An Economic History from the Rise of Islam to 1750.
13
K.N. Chaudhuri, 1989, Op Cit, h. 115-116.
14
Anthony Reid, , Southeast Asia in the Age Commerce 1450 – 1680, Vol II,
Chiangmai Silkworn Books, Bangkok, 1993, h.4.
15
A.B. Lapian ; Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia, Yayasan Pusat Studi
Pelayaran Niaga Indonesia (Puspindo), Jakarta, 1990, h. 43
28
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
para budak, menghasilkan jarak dan waktu tempuh kapal yang menghabiskan
waktu, bahkan tidak sedikit rusak dan tenggelam16.
Rute pelayaran dari Malaka ke Banda Naira biasanya melewati pantai Timur
Sumatera dan menyusur pantai Utara Banten, Jepara dan Gresik, lalu kemudian
menuju Bali, Lombok dan Nusa Tenggara sampai ke Maluku. Faktual, jalur
Malaka-Banda telah berkontribusi penting bagi kemajuan pelabuhan pelabuhan
Banten, Jepara dan Gresik. Juga berdampak signifikan bagi tumbuh pesatnya
pelabuhan Makassar sebagai sebuah emporium17 di Timur Indonesia di masa
Portugis.
Banda Naira berperan penting dalam perniagaan internasional oleh karena
hasil cengkih dan pala yang sangat dibutuhkan pasar-pasar dunia, seperti India,
Cina, Timur-Tengah dan Eropa18. Tome Pires mencatat bahwa Kepulauan Banda
dapat menjamin muatan 500 bahar fulli (bunga pala) dan 6000 – 7000 pala dalam
setahun. Walaupun angka-angka ini dianggap tinggi, namun tidak ada data lain
yang dapat menjadi pembanding.
Namun peranan Banda sebagai bandar di jalur sutera berakhir sejak awal
abad ke-17, bersamaan dengan hadirnya orang-orang Barat VOC-Belanda dan
EIC-Inggris. J.C. van Leur mengakui perubahan besar dalam struktur perdagangan
di Asia Tenggara (termasuk Banda) akibat kedatangan VOC ini. Meski menurut
Meilink Roelofsz, perubahan itu sudah terjadi ketika Portugis menaklukkan kota
Malaka pada 1511, dan Banda-Ternate pada 1512. Namun menurut A.B. Lapian,
terbukanya jalan laut yang menghubungkan Asia Tenggara dengan Eropa yang
dirintis oleh Portugis tidak lantas memutus jalur perdagangan rempah-rempah.
Kemerosotan baru terjadi ketika Inggris (EIC) dan Belanda (VOC) pada awal
abad ke17 berhasil menguasai jalur laut yang memotong jaringan Teluk Persia dan
Laut Merah. Kenyataan ini sekaligus mengubur jalur perdagangan kafilah
(caravan trade) dari Nusantara ke Timur Tengah dan Eropa.
16
Tome Pires Dalam A.B. Lapian, Ibid, h.44.
17
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 : Dari
Emporium Sampai Imperium. Lihat juga R.Z. Lairissa, 1995 ; Emporium Banten : Suatu
Kajian Historiografi (Makalah) dalam simposium Internasional tentang Kedudukan dan
Peranan Bandar Banten Dalam Perdagangan Internasional.
18
D.H. Burger; Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, (Disadur oleh Prajudi
Atmosudirdjo), Jilid I, J.B. Wolters, Djakarta, 1957 ; h. 59.
29
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
19
T.W. Arnold; The Preaching of Islam : A History of the Propagation of the Muslim
Faith, London, Constable, h. 364 – 365.
20
Untuk ini lihat, A. Hasyimi (ed) Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di
Indonesia, Edisi ke-2, Bandung, Al-Ma’arif, 1989, khususnya halaman 7.
30
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
21
R.Z. Leirissa, Sejarah Kebudayaan Maluku, Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, h. 16,
20-21.
31
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
debatable, yang oleh Bung Hatta diragukan keaslian bahasanya, namun oleh
sejumlah ilmuan sejarah tetap diakui sebagai varian sumber sejarah. Des Alwi
bahkan tetap mencantumkan Hikayat Lonthor dalam karya sejarahnya, berjudul
Sejarah Banda Naira. Meskipun versi yang dimiliki penulis memiliki sedikit
perbedaan.
Dalam hikayat juga terungkap sistem pemerintahan Lebe Tel Rat At atau
Pemerintahan ―Tiga Imam Empat Raja‖ yaitu sebuah pemerintahan berbentuk
kolegial yang membedakan status keagamaan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman keagamaan. Raja Lonthor Kakyai merangkap Imam untuk negeri
Lonthor, Raja Lautaka Kelelay merangkap Imam untuk pulau Naira, Raja
Selamon Leleway merangkap Imam untuk negeri Selamon dan negeri Waer,
sedangkan Raja negeri Waer Keleliang tidak merangkap sebagai Imam.
Pengalaman tiga bersaudara tentang Islam dimitoskan dengan perjalan laut ke
tempat yang tidak diketahui, menghasilkan status keagamaan yang berbeda
diantara keempat saudara tersebut. Itulah mengapa Keleliang yang tidak
mengikuti perjalanan agama itu hanya mendapat status sebagai Raja di negeri
32
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Waer, namun masalah keagamaan menjadi tanggung jawab Leleway yang adalah
Imam dan Raja di negeri Selamon. Sedangkan Putri bungsu Cilubintang mendapat
kedudukan sebagai pemimpin di sebuah pemukiman baru di pulau Naira, yang
dikenal sebagai negeri Ratu. Negeri Ratu adalah Negeri yang garis
kepemimpinannya menurut faham matrilineal. Dalam hal keagamaan (syariat
Islam), rakyat negeri Ratu tunduk kepada Raja sekaligus Imam Negeri Lautaka.
Des Alwi dalam bukunya Sejarah Banda Naira menjelaskan bahwa putri
Cilubintang menikah dengan bangsawan (Raden) dari Jawa dan setelah
berkeluarga tak lama kemudian mereka pergi ke Jawa22. Namun tidak
menjelaskan latar belakang dan bagaimana proses perkawinan itu bisa
berlangsung. Penjelasan ini menjadi penting, karena dalam sejarah klasik di
Nusantara perkawinan seperti itu sering terjadi dengan motif politik dan ekonomi.
Upaya kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam membangun kerjasama sekaligus
saling pengaruh menuntut adanya perkawinan antar bangsawan (perkawinan
politik) demi kekuasaan dan pengaruh ekonomi masing-masing.
Hubungan antara Jawa (Majapahit) dengan Banda Naira ini menjadi begitu
penting, bukan saja karena Banda adalah salah satu wilayah pengaruh Majapahit
di kawasan Timur Nusantara, sebagaimana diceritakan dalam kitab
Negarakertagama (1365) karya Mpu Prapanca, tetapi juga untuk jangka panjang
hubungan itu terkait dengan masalah perdagangan rempah-rempah dan kekuatan
membendung pengaruh Portugis (Katolik) di Maluku pada masa-masa yang akan
datang. Oleh karena itu perkawinan antara Cilubintang dengan bangsawan
Majapahit yang terdapat dalam Babad Tanah Jawi pupuh ketujuh dan kedelapan23
dapat dipahami sebagai bentuk perkawinan politik. Dimana model perkawinan
politik serupa umum terjadi dalam sejarah hubungan antar kerajaan di Nusantara.
22
Des Alwi, Sejarah Banda Naira, Pustaka Bayan, Malang, 2006.
23
Untuk ini, lihat Babad Tanah Jawi, dalam Hoesein Djajadiningrat; Tinjauan Kritis
Sejarah Banten, Jembatan, KITLV, Jakarta, 1983. Hlm 20-21.
33
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
KESIMPULAN
Terdapat tiga argumen tentang Islam pertama di Nusantara yang jejaknya
ditemukan di Kepulauan Banda Naira sebagai pintu masuk perdagangan rempah
dunia, yaitu;
Pertama, Islam hadir di kepulauan Maluku terutama di kepulauan Banda
terjadi sejak kurun pertama tahun hijriah atau abad ke-7 dan ke-8 M, dimana
eksistensi Islam pada periode ini berbentuk ―agama personal‖, yang dianut para
musafir muslim yang nomaden di sejumlah bandar-bandar penting yaitu Banda
dan Ternate. Dalam rentang masa itu, besar kemungkinan telah terjadi perkawinan
silang antar pedagang muslim Arab dengan puteri-puteri lokal yang membentuk
suatu kesatuan masyarakat muslim. Dakwah dilakukan para musafir seiring
dengan aktivitas perdagangan yang mereka lakukan.
34
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Des. 2005. Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon,
Gramedia. Jakarta.
Alwi, Des. 2007. Sejarah Banda Naira. Pustaka Bayan. Malang
Ankersmit. F.R 1987. Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat Modern
tentang Filsafat Sejarah, disadur oleh Dick Hartoko. Jakarta. Gramedia.
Arnold T.W. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim
Faith. Constable. London
Armando Cortesao (ed). 1944. The Suma Oriental of Tome Pires. London Printed
for the Hakluyt Society.
Azyumardi Azra. 2002. Islam Nusantara Jaringan Global dan Lokal. Mizan.
Jakarta
Chaudhuri K.N. 1983. Trade and Civilisatian in the Indian Ocean : An Economic
History From the Rise of Islam to 1750. Cambridge University Press.
London & New York.
-------------------. 1989. Asia Before Eropa: Econonomy and Civilisation of the
Indian From the Rise of Islam 1750. Cambridge University Press. London
& New York.
35
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
36
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Konsep archipelago state sering diterjemahkan dengan ―negara kepulauan.
Padahal arti sesungguhnya adalah ―negara laut utama‖. Dengan demikian,
Indonesia hendaknya dilihat sebagai negara laut yang mempunyai ribuan pulau,
bukan pulau-pulau yang dikitari oleh laut. Sejak diberlakukannya Territoriale Zee
en Maritieme Kringen Ordonantie (1939), setiap pulau di Indonesia mempunyai
wilayah laut sejauh 3 mil laut dari tepi pantai. Perkembangan jaringan maritim
Laut Banda sangat penting dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya dari segi
geografis, sebagai unit bahari yang terhubung dengan unit bahari lain sehingga
terbentuk ―laut inti‖ Nusantara, tetapi juga karena komoditasnya (rempah-rempah)
yang banyak memberikan ―arah‖ sejarah penduduk dan kekuatan politik di
kawasan ini. Dinamika kehidupan yang dihasilkan dari jaringan ini melampaui
radius geografisnya. Dengan demikian, pengkajian lebih lanjut mengenai sistem
laut ini dapat membuka peluang berbagai interpretasi yang akan semakin
memperkaya pengetahuan kita. Keberadaan orang Buton di berbagai wilayah di
Maluku, adalah ―warisan‖ sejarah Laut Banda, perlu dikaji dalam sebuah tema
―Diaspora Buton‖. Tentunya, aspek yang disorot bukan hanya sebatas pengalaman
mereka (sejarah), tetapi juga (bila mungkin) bagaimana mereka (akan) membuat
sejarahnya.
PENDAHULUAN
―Pentingnya pelayaran antarpulau bagi Indonesia hampir tidak
membutuhkan penegasan‖, kata H. W. Dick (1989) dalam studinya mengenai
industri pelayaran Indonesia. Itu merupakan konsekuensi geografis dari negara
kita sebagai negara maritim yang ditaburi dengan pulau-pulau. Konsep
“archipelagic state”, untuk menggambarkan wilayah Indonesia, sering
diterjemahkan dengan ―negara kepulauan‖, padahal arti sesungguhnya adalah
―negara laut utama‖ (dari kata archipelago; bahasa Latin arch=utama dan
pelagos=laut). Dengan demikian, Indonesia hendaknya dilihat sebagai negara laut
1
Abd.Rahman Hamid, M.Si. Penulis Buku Sejarah Maritim Indonesia. Kandidat
Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. Email: abdul_pasca@yahoo.com
37
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
yang mempunyai ribuan pulau, bukan pulau-pulau yang dikitari oleh laut (Lapian,
1996).
Sejak diberlakukannya Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie
(1939), setiap pulau di Indonesia mempunyai wilayah laut sejauh 3 mil laut dari
tepi pantai. Kalau merujuk konsep itu, maka Laut Banda menjadi pemisah antara
pulau-pulau dalam kawasannya, atau pulau yang pantainya dibasahi Laut Banda.
Ditinjau dari segi latar sejarah, sudut pandang tersebut adalah untuk memberikan
kebebasan terhadap kapal-kapal asing berlayar di Indonesia. Para pendiri bangsa
menyadari bahwa untuk menjaga keutuhan negara, laut hendaknya ditempatkan
sebagai perekat pulau-pulau. Maka lahir Deklarasi Djuanda (13 Desember 1957),
ditetapkan dengan UU No. 4 tahun 1960 dan diatur dalam PP No.8 tahun 1962,
sebagai embrio Wawasan Nusantara. Laut, dalam konsep itu, adalah unsur yang
menyatukan ribuan pulau di Indonesia. Batas laut territorial ditambah sampai 12
mil (Djalal, 1979). Dengan demikian, sejumlah laut, termasuk Laut Banda, yang
sebelumnya merupakan pemisah, menjadi penyatu pulau-pulau dalam wilayah
Indonesia.
38
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
39
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
40
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PERDAGANGAN REMPAH
Laut Banda merupakan satu unit bahari yang luas dan terhubungan dengan
unit-unit bahari lain di Nusantara, sehingga memungkinkan terbentuknya jaringan
maritim yang luas pula. Ciri khas jaringan ini adalah komoditasnya, yakni pala,
fuli, dan cengkih, atau dikenal dengan rempah-rempah. Sejak masa Kedatuan
Sriwijaya, komoditas ini diperdagangkan ke Sumatera oleh Kerajaan Bacan lewat
jalur utara melintasi Laut Sulawesi, Laut Sulu, dan Laut Cina Selatan (Lapian
1994: 16-17). Rempah merupakan daya tarik khusus bagi pedagang asing datang
ke pelabuhan Sriwijaya abad ke-7 (Wolters, 2011: 301).
Sejumlah sumber Cina dari abad ke-13 dan 14 menyebutkan Maluku dan
Banda, dengan kata “Wunugu/Wenlugu” dan “Pantan/Wendan”, sebagai negeri
rempah. Penduduknya mengonsumsi sagu. Salah satu pulau yang sering
dikunjungi kapal-kapal Cina ialah Pulau Tidore. Untuk mendapatkan rempah,
pedagang Cina menukarnya dengan keramik dan kain sutra (Ptak 1992: 29; Hamid
2013: 181). Dalam sumber Cina, cengkih disebut dupa (kemenyan). Jika turun
hujan, dupa-dupa berjatuhan menutupi tanah. Jumlahnya begitu banyak sehingga
penduduk tidak dapat mengumpulnya semua. Pemimpin mereka selalu
menyimpan banyak dupa dan menjualnya kepada kapal dagang yang datang.
Banyak pedagang Cina yang mengunjungi pulau itu untuk berdagang
(Groeneveldt, 2009: 165-166). Antonio Galvao, pelaut Portugis yang mengabdi
kepada Raja Portugis, yang pernah menjadi kapitan di Ternate (1536-1539)
menulis bahwa “ship and jungs coming to the Moluccas by the Bornoe route were
the first to be seen in these islands, and they always came from that direction”
(Ptak 1992: 32). Sumber yang terakhir menambah keterangan mengenai jalur
utara dan perdagangan rempah oleh kapal dan pedagang dari Cina ke Maluku.
Jalur perdagangan rempah di utara, seperti disebutkan di atas, mengalami
kemunduran pada bagian kedua abad ke-14. Pada akhir abad itu, penguasa Ming
berkali-kali mengeluarkan larangan terhadap perdagangan luar negeri (Reid 1993:
12), sehingga permintaan Cina terhadap rempah berkurang atau bahkan berhenti.
Pada periode yang sama, berkembang pelabuhan-pelabuhan di kawasan Laut
Jawa, terutama pantai utara Jawa, dibawah kontrol Majapahit. Perdagangan di
Brunei (Kalimantan utara) dibawah Majapahit sampai akhir abad ke-14.
41
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Dampaknya, jalur kapal dagang Cina berubah, dari jalur utara (Laut Cina Selatan,
Laut Sulu, Laut Sulawesi, dan Laut Maluku) ke jalur selatan (Laut Jawa) (Ptak
1992: 33-35; Hamid, 2013: 182).
Ramainya perdagangan di jalur selatan sangat menguntungkan Kerajaan
Majapahit. Para pedagang Jawa hilir mudik ke Maluku mengimbangi aktivitas
pedagang Cina. Mereka mambawa beras dan barang-barang lain dari Jawa untuk
ditukar dengan rempah di Maluku. Rempah dibawa ke Jawa, selanjutnya dibeli
oleh para pedagang Melayu dan kemudian diperdagangkan ke Malaka (Rahardjo,
2011: 359).
Awal abad ke-15, bandar-bandar niaga di pantai utara Jawa berkembang
pesat. Awalnya berfungsi sebagai pangkalan bagi pelaut mengambil perbekalan
(beras dan air) pelayaran. Melimpahnya beras membuat bandar niaga itu menarik
perhatian pelaut. Selain menyediakan beras, bandar-bandar tersebut menjadi
tempat penimbunan rempah. Pengusaha dan pemilik kapal di bandar itu juga
menyediakan kapal untuk perdagangan di seberang lautan (Graaf & Pegeud, 2001:
26-27). Perdagangan dengan Maluku berkembang. Dari sejumlah pelabuhan di
Maluku, yakni Ternate, Tidore, Hitu, dan Banda, diperoleh rempah yang ditukar
dengan pakaian, beras, bahan-bahan makanan, dan alat-alat pertanian. Menurut
Uka Tjandrasasmita, kegiatan tersebut berlangsung sampai pada masa
perkembangan agama Islam di Maluku, sekitar abad ke-15 sampai ke-17 (Hamid,
2013: 188).
Perkembangan perdagangan maritim jalur selatan secara langsung
mengintegrasikan tiga laut inti: Laut Jawa, Laut Flores, dan Laut Banda. Selain
pedagang Cina dan Jawa, pedagang lain yang terlibat dalam perdagangan rempah
ialah orang-orang Makassar (Bugis, Makassar, Mandar). Keterlibatan pedagang
Makassar terutama setelah perkembangan pelabuhan Makassar pada awal abad
ke-16. Pelabuhan itu menyediakan rempah, yang kadang lebih murah daripada di
Maluku sendiri, untuk pedagang asing dari dalam maupun luar Nusantara. Selain
rempah, Makassar juga menyediakan beras yang sangat putih (Pires, 2014: 314).
Berhubung produksi lokal tidak mencukupi, demikian pula impor dari Jawa,
maka Makassar menguasai kawasan lumbung beras, Bima (Schriere, 2016: 93-
94). Produksi beras yang semula dipasarkan langsung oleh jung-jung ke Banda
42
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
43
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Palakka, juga terhadap Sultan Buton. Raja terakhir dipandang mempunyai peran
penting dalam mengamankan jalur rempah di kawasan Laut Banda, terutama
barata-nya di Kepulauan Tukang Besi. Ketiganya menantang Makassar dalam
perang yang berakhir dengan kekalahan Makassar. Sejak saat itu, perdagangan
rempah dan jalurnya dikuasai oleh Belanda. Jaringan maritim Laut Banda yang
semula dikuasai kekuatan maritim pribumi, sekarang beralih kepada kekuatan
maritim asing (VOC).
44
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
45
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
KESIMPULAN
Perkembangan jaringan maritim Laut Banda sangat penting dalam sejarah
Indonesia. Tidak hanya dari segi geografis, sebagai unit bahari yang terhubung
dengan unit bahari lain sehingga terbentuk ―laut inti‖ Nusantara, tetapi juga
karena komoditasnya (rempah-rempah) yang banyak memberikan ―arah‖ sejarah
penduduk dan kekuatan politik di kawasan ini. Dinamika kehidupan yang
dihasilkan dari jaringan ini melampaui radius geografisnya. Dengan demikian,
pengkajian lebih lanjut mengenai sistem laut ini dapat membuka peluang berbagai
interpretasi yang akan semakin memperkaya pengetahuan kita. Keberadaan orang
Buton di berbagai wilayah di Maluku, adalah ―warisan‖ sejarah Laut Banda, perlu
dikaji dalam sebuah tema ―Diaspora Buton‖. Tentunya, aspek yang disorot bukan
hanya sebatas pengalaman mereka (sejarah), tetapi juga (bila mungkin) bagaimana
mereka (akan) membuat sejarahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Andaya, L.Y. 2004. Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi Selatan abad ke-
17 (Terj. Nurhady Sirimorok). Makassar: Ininnawa.
Hamid, A.R. 2013. Sejarah Maritim Indonesia. Yogyakarta: Ombak.
______. 2016a. ―Binongko People‘s life in Coral Island‖, Wacana: Journal of the
Humanities of Indonesia. Vol. 17 No.1. Depok: Faculty of Humanity,
University of Indonesia. (h. 19-37).
______. 2016b. ―Binongko, Pulau Sejarah‖, Pabitara (Majalah Sastra dan
Budaya). Edisi XI 2016. Kendari: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara. (h.
18-23).
Djalal, H. 1979. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut. Bandung:
Binacipta.
Dick, H.W. 1998. Industri Pelayaran Indonesia: Kompetisi dan Regulasi.
(Terj.Burhanuddin A. & Maman H). Jakarta: LP3ES.
Lapian, A.B. 1997. ―Laut, Pasar dan Komunikasi Budaya‖, Kongres Nasional
Sejarah 1966. Jakarta: Depdikbud RI. (h.141-145).
_______. 2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara abad ke-16 dan 17. Depok:
Komunitas Bambu.
46
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
______. 2009. Orang Laut – Bajak Laut – Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut
Sulawesi abad XIX. Depok: Komunitas Bambu.
______. 2011. ―Sejarah Nusantara Sejarah Bahari‖, Riris K. Toha-Sarumpaet (ed),
Ilmu Pengetahuan Budaya dan Tanggung Jawabnya. Jakarta: UI Press.
(h.24-39).
van Leur, J.C. 1974. ―Mahan di Meja Baca Hindia‖, J.C. van Leur & F.R.J.
Verhoeven. Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia. Jakarta:
Bhratara (h.13-27).
Pelras, Ch. 1983. ―Sulawesi Selatan sebelum Datangnya Islam berdasarkan
Kesaksian Bangsa Asing‖, Citra Masyarakat Indonesia. Jakarta: Sinar
Harapan. (h. 56-82)
Pires, T., 2014. Suma Oriental. (Terj. Adrian Perkasa & Anggita Pramesti).
Yogyakarta: Ombak.
Poelinggomang, Edward L. 1997. ―Perdagangan Maritim: Sumber Daya Ekonomi
dan Manusia Kawasan Timur Indonesia‖, Kongres Nasional Sejarah 1966.
Jakarta: Depdikbud RI. (h.147-153).
______, dkk, 2004. Sejarah Sulawesi Selatan Jilid 1. Makassar: Balitbangda
Propinsi Sulawesi Selatan.
Poesponegoro, M. D. & N. Notosusanto, 1993. Sejarah Nasional Indonesia III.
Jakarta: Depdikbud – Balai Pustaka.
Scrieke, B.J.O, 2016. Kajian Historis Sosiologis Masyarakat Indonesia Jilid 1.
(Terj. Aditya Pratama). Yogyakarta: Ombak.
Reid, A., 1993. Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680. Thailand:
Silkworm Books.
Zuhdi, S., 1998. ―Perairan Buton abad ke-19‖, Christian Pelras (peny.), Dialog
Prancis-Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (h.186-190).
______. 2010. Sejarah Buton yang Terabaikan: Labu Rope Labu Wana. Jakarta:
Rajawali Pers
47
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
48
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
SYAHYUNAN PORA1
ABSTRAK
Rempah rempah Maluku sejak awal sejarah perdagangan Timur-Barat telah
menjadi ajang persaingan sengit antara bangsa Asia dan Eropa dalam
memperebutkan cengkeh dan pala. Para pedagang Portugis, Spanyol, Inggris dan
Belanda mencari kemasyhuran, keuntungan dan kekuasaan jauh dari tempat asal
mereka lalu terlibat dalam persaingan sengit dengan pedagang Arab, India, Cina,
Jawa dan Makasar, termasuk orang Maluku. Rempah rempah telah menjadi
legenda di Eropa Abad Pertengahan sebagai sumber terbesar kekayaan timur,
cengkeh dan pala adalah produknya. Rempah rempah eksotis yang datang dari
dunia timur itu dibawa oleh para pedagang Arab melalui Konstantinopel dan
Alexandria untuk kemudian menuju ke sejumlah kota di Yunani dan kota-kota
lainnya di Eropa. Kerajaan koloni Portugis, Inggris dan Belanda di Asia dibangun
atas dasar pencarian kayu manis, cengkeh, lada dan pala. Demi rempah-rempah,
kekayaan datang dan pergi, kekuasaan dibangun untuk kemudian dihancurkan dan
bahkan sebuah dunia baru ditemukan.
PENDAHULUAN
Ribuan tahun lalu, rempah-rempah memiliki banyak implikasi yang
membuatnya dicintai juga dibenci. Rempah adalah katalis penemuan yang secara
tidak langsung sering digunakan oleh kalangan sejarawan untuk mengkonstruksi
ulang dunia. Kerajaan koloni Portugis, Inggris dan Belanda di Asia dibangun atas
dasar pencarian kayu manis, cengkeh, lada dan pala. Nafsu akan rempah
memunculkan energi yang tercurah secara luar biasa dan tidak ada bandingannya,
baik pada saat kelahiran dunia modern maupun dalam beberapa abad atau bahkan
ribuan tahun sebelumnya. Rempah rempah sudah menjadi legenda di Eropa
sebagai sumber terbesar kekayaan dunia timur, cengkeh dan pala adalah
produknya.
1
Syahyunan Pora, M.Hum., Dosen Filsafat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Khairun Ternate. Kandidat Doktor bidang Sejarah UGM. Email:
yunansyahpora@gmail.com
49
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Cengkeh, kuncup bunga yang dikeringkan dari pohon cengkeh, pertama kali
dicatat dalam literatur barat dalam sebuah laporan Yunani dari Abad ketujuh
Masehi. (Vlekke, 2008 :100). Bandar-bandar besar Tyre di Yunani dan Venesia di
Italia menjadi pelabuhan utama rempah-rempah Maluku yang masuk dalam
kehidupan dan peradaban Eropa. Rempah Maluku selain dijadikan sebagai
bumbu masakan, obat, dan ramuan wewangian, cengkeh dan pala juga menjadi
bahan utama pengawet pangan selama bermusim-musim. (Topatimasang (ed),
Putut EA, dkk, 2013 : 1). Herodotus Sejarawan Yunani lahir di Halicarnassus,
Caria, hidup di Abad ke- V SM (484 SM – 425 SM) menyebut tiga bahan dasar
mumifikasi yang paling mahal adalah menggunakan bahan rempah-rempah,
termasuk legenda heroik perang troya pada masa Yunani Kuno juga melibatkan
rempah rempah (Heraty, 2013 : 59).
Hipokrates (460-377 SM), Filsuf Yunani kuno dan juga dikenal sebagai
"Bapak Kedokteran" serta pencetus kode etik kedokteran yang melalui sumpah
medis namanya selalu disertakan sebagai sumpah Hipokrates, merinci kurang
lebih 400 sampel tanaman obat berbahan rempah dan herbal yang setengahnya
masih digunakan hingga saat ini. Filsuf dan Ilmuwan Yunani kuno lainnya
Theopharastus (372-287 SM), dalam beberapa literatur namanya diacu sebagai
"Bapak Botani moderen, " menulis dua buku On Odors dan An Enquiry into
Plants, merangkum berbagai risalah tumbuh-tumbuhan yang berhubungan
dengan aroma, kelelahan, pingsan, kelumpuhan, cuaca, dan theriaca (semacam
ramuan penangkal terhadap gigitan hewan berbisa yang terdiri dari berbagai
bahan-bahan ―aneh‖ seperti opium, dan rempah-rempah).
Theopharastus menunjukkan bahwa sebagian besar tanaman rempah-
rempah wangi tersebut berasal dari daerah-daerah panas di Asia yang berlimpah
sinar matahari ( Rosengarten, 1969 : 23–96). Melalui catatan yang ditulis oleh
para penulis Romawi dan Yunani kuno dari zaman Perunggu sekitar abad ke 13
dan ke 14 SM, bahwa di Kota kota kuno Yunani seperti Knossos di Pulau Kreta,
Kota Mycenae dan Pylos di Peloponnese banyak memberikan informasi tentang
rempah-rempah dan tanaman herbal aromatik yang telah digunakan oleh bangsa
Romawi dan Yunani sejak awal peradaban kuno. Abad ke-4 SM, Hipokrates
menggunakan rempah sebagai obat-obatan dalam berbagai terapi penyembuhan.
50
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Begitu juga Theopharastus dari Lesbos, yang pernah belajar bersama dengan Plato
dan Aristoteles (sebagai penerus Sekolah Lyceum) satu langkah lebih maju
mengkhususkan minatnya di bidang Botani dengan mengklasifikasi berbagai
tanaman rempah, termasuk khasiat dari pemanfaatan rempah untuk kepentingan
ilmu Gastronomi atau Tata Boga. (Mundigler, 2004 : 1).
Hadirnya rempah Maluku dalam dunia Eropa menandai epik pelayaran
ummat manusia di era ―abad penemuan‖ dalam menyeberangi berbagai benua
dan lautan luas yang pertama kali tercatat dalam kehidupan sejarah manusia.
(Burnet, 2008 :14). Ajaran Kopernikus dan Galileo yang menyatakan bahwa
―bumi ini bulat‖ juga banyak mempengaruhi dan mendorong para pelaut Spanyol
dan Portugis serta negara Eropa lainnya untuk berlayar mengarungi samudra
mencari daerah ―koloni‖ baru. Kisah perjalanan Marco Polo, saudagar dari
Venesia, ke negeri Cina (1271-1292) telah banyak menginspirasi semangat para
pelaut Eropa Barat untuk pergi berlayar jauh mencari negeri-negeri baru. Kisah
perjalanan Marco Polo yang dituliskan dalam kitab Imago Mundi (Citra Dunia)
banyak dibaca dan dicari orang saat itu (Djafaar, 2006 :11).
Cengkeh telah diperdagangkan jauh sebelum era ekspansi pelaut Eropa
dalam mencari rempah rempah ke dunia timur, tercatat ada sebuah perubahan
penting terjadi di akhir Abad XIV, di zaman itulah Kota kota pesisir timur laut
Pulau Jawa dengan para pimpinan elit Cina, Arab dan Jawa, menjadi titik terdepan
dalam jalur perdagangan aktif antar pulau (Internasional) yang menghubungkan
Kepulauan Rempah dengan dunia lainnya. Malaka (1400-1511) menjadi
pelabuhan utama pengumpulan dan distribusi Cengkeh dan rempah rempah Asia
Tenggara, termasuk yang berkontribusi besar buat kemakmuran Maluku sebelum
kedatangan Bangsa Eropa (Cortesao, 2015: 182-189).
PEMBAHASAN
Kata ―Spice‖ yang terkenal di dunia barat atau rempah di dunia Timur,
membangkitkan sesuatu yang lebih dari sekadar bumbu penyedap, melainkan
sebuah sensasi yang penuh gaung masa lalu, termasuk sarat dengan kekayaan cita
rasa dan konsekuensi di luar nalar. Secara umum, rempah rempah bukanlah
herbal, yang umum ditafsirkan sebagai bagian yang hijau dan aromatis dari
51
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
tanaman. Herbal berasal dari daun, sementara rempah dihasilkan dari bagian lain
tanaman: kulit, akar, pucuk bunga, getah dan damar, termasuk buah atau sari
bunga. Herbal cenderung tumbuh di iklim bersuhu dingin, sementara rempah di
udara tropis. (Turner, 2005: xxiv). Pengertian Rempah rempah menurut Kamus
Bahasa Indonesia (KBI) adalah: ―Zat yg digunakan untuk memberi bau dan rasa
khusus pada makanan; bermacam-macam bumbu, obat dan sebagainya‖. (Pusat
Bahasa Depdiknas, 2008:1193). Sementara menurut Kamus Bahasa Inggris
Oxford, yang dikutip oleh Turner (2005), rempah- rempah adalah :
― One or other of various strongly flavored or aromatic substances of
vegetable origin obtained from tropical plants, commonly used as
condiments as employment for other purposes an account of their fragrance
and their preservative qualities‖ (Turner, 2005: xxxiii).
52
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
muatan kasat mata yang penuh dengan keterkaitan mitos dan fantasi yang
menjijikan bagi sebagian orang namun juga memikat bagi sebagian lainnya.
(Turner, 2005: xviii). Rempah Maluku tidak semata mengakumulasi penyebab
kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dan berimplikasi pada lahirnya sejarah
kolonialisme dan imperalisme yang panjang di Indonesia. Namun pengaruh dan
implikasi rempah-rempah di Eropa juga melahirkan berbagai perisitiwa yang
berhubungan dengan pola pikir masyarakat Eropa.
Cengkeh dan Pala Maluku pernah memetakan geografi dunia yang kental
dimensi politik melalui perjanjian Tordesilas yang ditandatangani antara Spanyol
dan Portugis pada 7 Juni 1494 atas prakarsa Paus Alexander VI, dilanjutkan pada
Traktat Zaragosa pada 22 April 1529, hingga Traktat Breda antara Inggris dan
Belanda yang menggadaikan Pulau Run di sekitar kepulauan Banda dan New
Amsterdam atau New York kini (Ruray, 2010; 14). Pedagang Arab yang lebih
dulu mengenal rempah-rempah berupaya dengan berbagai cara melindungi
monopoli rempah serta menyimpan sumber pengetahuan mengenai dari mana
rempah-rempah timur yang eksostis itu berasal. Berbagai kisah mitos dan mistik
Bangsa Arab yang menyertai suplai rempah-rempah timur ke dunia Eropa
terutama pada awal-awal era peradaban Romawi dan Yunani Kuno, dianggap
oleh para sejarawan modern sebagai rahasia ―terbaik‖ yang pernah bertahan
hingga berabad-abad lamanya (Turner, 2005: 55).
Ketika wabah pes melanda Eropa abad ke 14, dan menyerang hampir semua
wilayah Eropa yang dikenal dengan Black Death atau wabah ―maut‖ hitam.
Bencana itu termasuk bencana terburuk yang pernah dialami oleh umat manusia
yang memakan korban hingga 25 juta orang. Kaum terpelajar di Paris, Prancis,
meyakini bahwa Wabah ―maut‖ Hitam (Black Death) terjadi pada tanggal 20
Maret 1345. Kaum terpelajar Prancis mengklaim bahwa konjungsi rangkap tiga
dari planet Saturnus, Jupiter, dan Mars berada bertepatan atau sejajar dengan satu
sama lain pada bulan Maret 1345 sehingga menghasilkan "udara jahat" yang
secara langsung menyebabkan epidemi. (Kuk dalam De la Haye, 1888: xvi-xvii).
Untuk menghentikan bencana ini, Raja Philippe VI dari Prancis memerintahkan
Fakultas Kedokteran Paris untuk mencari penyebab dan pengobatan untuk wabah
tersebut. Hasil rekomendasi dari Fakultas Kedokteran tersebut antara lain :
53
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
54
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
2014 : 322). Ajaran tentang anasir yang empat itu besar pengaruhnya kemudian
dalam Ilmu Alam hingga abad ke-17. (Hatta, 1986 : 36)
Teori humors yang mengacu pada Empat unsur anasir diatas memberi
tempat kepada sejumlah rempah-rempah Asia yang cenderung bersifat kering
sebagai alternatif pengobatan bagi kesehatan manusia. Korelasi antara Rempah
rempah sebagai pengobatan dan ditunjang oleh suhu/iklim tempat manusia
tinggal (Humors) mendapat jastifikasi melalui sebuah buku yang berjudul ―Circa
instans‖ ditulis oleh seorang dokter terkenal Matthaeus Platearius asal Italia.
Buku yang kemudian bisa disetarakan dengan Ensiklopedia Famakologi Abad
Pertengahan yang mengacu pada buku dari Dioscorides, Galen, Oribasius, dan
Constantine dari Afrika. Sepanjang abad ke-13, buku ini diterjemahkan dalam
bahasa Prancis, Inggris, dan Jerman. Dalam buku ini menjelaskan secara rinci,
efek serta kegunaan rempah-rempah seperti : Merica, Jahe, Kayu Manis, Cengkeh,
Pala, dan Fuli. Keenam rempah-rempah Asia utama inilah yang paling dicari oleh
Orang-orang Eropa abad pertengahan. (Kuk, 2014 : 326).
KESIMPULAN
Pentingnya rempah rempah Nusantara (Indonesia) termasuk pohon cengkeh
dan buah pala dari Maluku saat itu, menyiratkan bahwa rempah rempah, terutama
cengkeh dan pala mempunyai peran sentral dalam peradaban Dunia. Dilandasi
oleh fajar budi era Renaisans serta semangat penaklukan dunia di era medio akhir
abad pertengahan hingga permulaan awal abad moderen bangsa Eropa berlomba-
lomba memapankan status sosial dan identitas diri sebagai bangsa yang
―bermartabat‖ dan berkuasa.
Bangsa Eropa saat itu ingin memperadabkan bangsa-bangsa lain melalui
Ilmu pengetahuan dan agama, disamping meraup keuntungan dari hasil rempah-
rempah yang diperoleh dari dunia timur. Kedatangan orang-orang Eropa pertama
di Maluku pada abad ke XV dipandang sebagai masa yang paling penting dalam
kawasan ini. Eropa melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa
lainnya, secara politis maupun ekonomis memberikan asumsi mengenai tiga teori
yang berhubungan dengan ekspansi bangsa Eropa tersebut. Pertama, bahwa
ekspansi terjadi atau dilakukan berdasar pada semangat idealisme abad
55
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
pertengahan untuk menyebarkan ajaran Tuhan dalam hal ini menyebarkan agama
Katolik maupun Kristen, agar terciptanya tatanan dunia yang lebih baik. Kedua,
untuk merepresentasikan semangat kekuasaan dan penaklukan atas nama pribadi
maupun kebesaran masyarakat dan negaranya. Ketiga, obesesi untuk menguasai
sumber sumber ekonomi atau menambah kekayaan pundi-pundi negaranya
(Djafaar, 2007 ; 4). Rentang abad ke-14 hingga abad ke-17, pelayaran melintasi
lautan menimbulkan tuntutan baru pada ilmu astronomi, pengetahuan geografi
hingga tekhnik-tekhnik baru yang terukur secara matematis mengenai dunia
kemaritiman (Ravertz, 2007 : 31 ).
Kemajuan di bidang seni, tekhnologi maupun kebudayaan di era renaisans
yang terjadi sekitar periode 1400 sampai dengan 1600 (Hamersma, 1984: 3), turut
memberi khazanah perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan bagi alam
pikiran Eropa yang sebelumnya didominasi oleh alam mitis dan dogma gereja.
Saat yang bersamaan rempah-rempah dari timur, (Nusantara, Maluku dan India)
memainkan peranan penting bagi kemakmuran di beberapa negara kota Italia,
Florence, Roma dan Venesia sebagai kota perdagangan yang mempertemukan
para sudagar dari berbagai bangsa yang berinteraksi secara intensif. (Hardiman,
2004 : 10). Mengutip pendapat Jack Turner dalam ―Spice, The History of A
Temptation‖, (2005), sejarah rempah diibaratkan seperti ribuan gulungan benang
kusut dan tidak teratur yang tidak bisa dibentuk menjadi jalinan benang yang rapi
dan jelas dalam beberapa tahun saja, sebagaimana yang sering dilakukan oleh para
sejarawan. (Turner, 2005: xxii).
Rempah pada sebagian kalangan masyarakat Eropa dianggap sebagai
makanan terlarang, cita rasanya penuh ambiguitas dan paradoks. Efeknya bagi
kesehatan dan daya picu seksualnya ditafsirkan sebagai rangkaian dosa yang
meliputi keangkuhan, kemewahan, keserakahan dan hawa nafsu. Hal tersebut jelas
jauh dari kata suci yang terkandung dan bersumber dari daya tarik rempah. Dalam
konteks ini rempah rempah mengisi tempat yang istimewa, dengan
mengesampingkan fakta bahwa rempah dalam konteks nutrisi tidaklah penting,
yang terpenting adalah bagaimana rempah menurut Jared Diamond dan Gunter
Grass, bahwa makanan telah memainkan peranan penting dalam membentuk nasib
manusia.
56
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Des. 2005. Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate, Tidore Dan Ambon.
Dian Rakyat. Jakarta
Andaya, Leonard. Y. 1993. The World Of Maluku : Eastern Indonesian In Early
Modern Period (Terj. 2015. Dunia Maluku Indonesia Timur Pada Zaman
Modern Awal). Yogyakarta. Penerbit Ombak
Burnet, Ian. 2011. Spice Isands. Australia. Rosenberg Publishing.
Cortesao, Armando. 1944. The Suma Oriental Of Tom Pires An Account of The
East From The Sea To China And The Book of Francisco Rodrigues.
(Terjemahan 2014. Suma Oriental. Tome Pires: Perjalanan dari Laut
Merah Ke China Dan Buku Francisco Rodrigues). Yogyakarta. Penerbit
Ombak.
Djafaar, Irza Arnyta. 2007. Jejak Portugis Di Maluku Utara. Yogyakarta. Penerbit
Ombak.
Hammersma, Harry. 1983. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta. P.T
Gramedia.
Heraty Toeti Noerhadi-Roosseno. 2013. Spices History and Tragedy. Paper On
International Spices Conference 19-21 August 2013. Ambon.
Ismail, Taufik, dalam Des Alwi. 2005. Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate,
Tidore Dan Ambon. Dian Rakyat. Jakarta
Mundigler, Chris. 2004. The Ancient Spice Trade, Part IV: Rome and the Early.
Journal Labyrinth Issue Vol-84. Canada. Department of Classical Studies
University of Waterloo.
Nam, Jong Kuk. 2009. Spices in Europe in the Later Middle Ages. Journal of
Western Medieval History Vol-24. Department of History. Ewha Womans
University Korea.
Ravertz, Jerome, R. 1982. The Philosophy Of Sciene. University Press.Oxford.
Alih Bahasa Saut Pasaribu. 2007. Filsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup
Bahasan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Rosengarten, Jr. F. 1969. The Book Of Spices. New York. Jove Publication Inc.
Ruray, Syaiful Bahri. 2010. Makalah Simposium mengenai Rediscovery The
Spices Islands, The Legal and Socio-Political in North Moluccas.
Kerjasama pemda provinsi Maluku Utara, bersama University of Le
Havre- Perancis, Yayasan Saloi, Universitas Khairun Ternate (Unkhair),
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (Ummu), dan Universitas
Halmahera (Uniera).
Topatimasang-ed, Putut EA, dkk. 2013. Ekspedisi Cengkeh. Makasar. Ininnawa &
Layar Nusa.
Turner, Jack. 2005. Spice, The History of A Temptation (terjemahan: 2011 Sejarah
Rempah) Komunitas Bambu. Depok.
57
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
58
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Indonesia sebagai negara maritim berada diantara antara banua Asia dan benua
Australia, juga antara samudra Hindia dan samudra Pasifik, terdiri dari kurang-
lebih 13.000 pulau, dengan perbandingan wilayah laut (78%) dan darat (22%).
Juga memiliki tiga laut utama diantaranya: Laut Jawa, Laut Flores dan Laut
Banda. Ketiga lautan ini merupakan kawasan jalur perdagangan laut kepulauan
Indonesia, dan menjadi jalur pelayaran dan perdagangan antar pulau sebelum
datangnya bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Kondisi geografis
wilayah secara umum sangat berdampak pada pengembangan dan pembangunan
yang cenderung dipengaruhi oleh karakteristik perbedaan potensi sumber daya
dan ketersediaan infrastruktur yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Kondisi
ini akan memberikan gambaran pendekatan pembangunan yang berbeda untuk
masing-masing wilayah pulau namun infrastruktur transportasi laut sebagai
pendukung utama pembangunan wilayah harus dikembangkan secara sinerjik
sehingga dapat memberikan layanan yang optimal. Maka diperlukan sistem
transportasi yang efektif-efisien sehingga dapat berfungsi melayani perpindahan
orang dan barang antar simpul atau kota di wilayah kepulauan guna menjadikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta didukung dengan Tol Laut.
Pembangunan trasportasi wilayah kepulauan menjadi penting, namun jika tidak
direncanakan dengan baik maka dengan demikian akan menjadi beban
pembangunan itu sendiri karenah akan menciptakan ekonomi biaya tinggi yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi wilayah olehnya itu penentuan dimensi
transportasi berkorelasi positip terhadap potensi ekonomi wilayah khususnya
infrastruktur yang ―bergerak‖ baik pada moda darat, laut dan udara dalam
meningkatkan konektivitas antar pulau.
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara maritim berada diantara antara dua benua, yaitu
benua Asia dan benua Australia, juga antara dua samudra yaitu samudra Hindia
dan samudra Pasifik, terdiri dari kurang-lebih 13.000 pulau, dengan perbandingan
wilayah laut (78%) dan darat (22%) (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1989: 74-
75). memiliki tiga laut utama diantaranya: Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda.
1
Prof.Dr. Ir. Marcus Tukan, BSE., MT., adalah Guru Besar pada Fakultas Teknik
Universitas Pattimura Ambon. Email: marcustukan@gmail.com
2
Prof.Dr. Khalid Latuconsina, M.Ag., adalah Guru Besar pada IAIN Ambon.
59
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Ketiga lautan ini merupakan kawasan jalur perdagangan laut kepulauan Indonesia,
dan menjadi jalur pelayaran dan perdagangan antar pulau sebelum datangnya
bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.
Houben, Maier, dan Molen, (1992) mengatakan bahwa laut Jawa bukan
hanya merupakan laut utama bagi Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi
kawasan Asia Tenggara. Meilink-Roelofzs (1962), dalam tulisannya juga
mengatakan bahwa sebelum kedatangan para pedagang Portugis dan Belanda
sudah ada perdagangan antar-pulau di wilayah Indonesia dengan skala
perdagangan yang cukup besar seperti: beras dan rempah-rempah, dangan
menggunakan kapal-kapal pribumi yang cukup besar pula. Kemaritiman Indonesia
dalam sejarah tidak dapat dipisakan dari kondisi geografis wilayah, sebagai negara
kepulauan yang terbentang sejauh 6.400 km dari timur ke barat dan sejauh 2.500
km dari utara ke selatan, sedangkan garis terluar yang mengelilingi wilayah itu
sekitar 81.000 km (Wertheim, 1969: 16-37; Walcott, 1914: 1; KPM, 1938: 37; dan
Ali, 1966: 27). Sumber lain menyebutkan bahwa Indonesia memiliki wilayah
seluas kurang-lebih 587.000 km², dengan demikian berangkat dari sejarah
perdagangan rempah dan pembangunan transporasi hingga saat ini masi
merupakan tantangan tersendiri khusunya pembangunan transportasi di kepulauan
Banda - Maluku.
PERMASALAHAN
Pembangunan Ekonomi suatu wilayah tidak dapat dipisahkan dari
pembangunan Transportasi, sekaligus merupakan kunci percepatan suksesnya
pembangunan berbagai bidang, olehnya itu penataan infrastruktur transportasi
perlu dilakukan secara cermat dan tepat. Yang menjadi problem mendasar
pembangunaan Indonesia sebagai Negara Kepulauan adalah penataan infrastruktur
transportasi yang optimal dan efisien (Tukan, 2015).
Sebagai provinsi kepuluan Maluku memiliki peran penting sebagai jalur
perdagangan internasional pada masa lampau karenah terkenal sebagai penghasil
rempah-rempah seperti cengkeh, pala dan cokelat hal ini yang mendorong banyak
pegadang dan pelaut dari berbagai penjuru dunia datang mencarinya. Puncak
keramaian perdagangan di Asia Tenggara berlangsung sekitar tahun 1450-1680,
60
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
61
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
sumber daya alam (SDA) maupun sumberdaya manusia (SDM) yang mampu
mensejajarkan Banda dengan wilayah lainnya pada tingkat regional maupun
internasional guna membangun konektivitas Tol Laut untuk menjadikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
PENUTUP
Pembangunan trasportasi wilayah kepulauan menjadi penting, namun jika
tidak direncanakan dengan baik maka dengan demikian akan menjadi beban
pembangunan itu sendiri karenah akan menciptakan ekonomi biaya tinggi yang
berdampak pada pertumbuhan ekonomi wilayah olehnya itu penentuan dimensi
transportasi berkorelasi positip terhadap potensi ekonomi wilayah khususnya
62
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
infrastruktur yang ―bergerak” baik pada moda darat, laut dan udara dalam
meningkatkan konektivitas antar pulau.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1989, Cipta Adi Pustaka, Jakarta Indonesia.
Houben, H.M.J. Maier and W . van der Molen, 2992, (eds.), 'Java and Nusantara',
The Java Sea, Leiden: SEMAIAN 5
Marcus Tukan, 2015, Pelabuhan Berbasis Model Ekonomi Kepulauan, Unesa
University Press, ISBN : 978-979-028-806-5.
Marcus Tukan, 2017, Transportasi Kepulauan dalam mendukung Tol Laut,
Polimedia Publishing, ISBN : 978-602-6372-11-6.
63
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
64
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
BONY FASIUS1
ABSTRAK
Masyarakat yang berpusat pada orientasi ke laut serta hidupnya terpusat pada
perdagangan melalui laut, telah ada di Indonesia sejak periode zaman pra-sejarah.
Letak Indonesia di jalur perdagangan internasional sejak zaman kuno, yaitu antara
Cina dan India yang berpengaruh pada perkembangan sejarah maritim di
Nusantara. Kerajaan berbasis maritim, seperti Sriwijaya pernah merajai kawasan
jalur perdagangan bahari, karena kebijakan penguasanya, tempat yang strategis,
serta sebagai pelabuhan enterport, sehingga membawa keharuman dan kemegahan
kerajaan maritim saat itu. Metode yang digunakan ialah metode yang berorientasi
sejarah, seperti mencari, menilai, menafsir sumber sejarah, dan menulis hasilnya.
Sumber yang digunakan terdiri dari sumber tertulis berupa buku, jurnal, dan
sumber lain. Adapun temuan yang dimunculkan oleh penulis ialah pertama,
memperkuat pemahaman masyarakat bahwa terdapat 2 (dua) Kerajaan Besar,
yaitu Sriwijaya dan Majapahit yang menguasai lautan Nusantara sebelum
datangnya bangsa Belanda. Kedua, meyakini bukti nyata bahwa bangsa Indonesia
ialah bangsa bahari yang berdaulat sesuai Amanna Gappa, yaitu Hukum Laut
yang terdiri dari 21 pasal yang mengatur tentang pelayaran yang wajib ditaati para
penguasa di Laut Sulawesi. Dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia memiliki
kekuatan laut sebagai sumber daya yang prima di sektor maritim.
PENDAHULUAN
Seperti halnya ungkapan lirik lagu Pelaut sungguh membuktikan bahwa
nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut handal, namun masa kegemilangan
tersebut tampaknya telah usai. Terbukti dari lirik lagu di paragraf keduanya
berupa himbauan untuk kembali ke laut sekarang tidak lagi dilakukan. Adapun
secara lengkap lirik lagu itu, sebagai berikut:
“Nenek moyangku orang pelaut… Gemar mengarung luas samudera…
Menerjang ombak tiada takut… Menempuh badai sudah biasa…
Angin bertiup layar terkembang… Ombak berdebur di tepi pantai…
Pemuda berani bangkit sekarang… Ke laut kita beramai-ramai…”
1
Bony Fasius, S.Sos., M.AP. adalah dosen Administrasi Negara, Universitas Panca
Marga, Probolinggo. E-mail: upm.mrbony@gmail.com
65
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Hal ini menjadi bukti bahwa kecenderungannya laut telah ditinggalkan oleh
penduduk negeri yang banyak memiliki pulau, yaitu Nusantara. Selain lirik lagu
di atas, Indonesia yang memiliki luas wilayah lautan lebih luas daripada daratan,
justru tidak memfokuskan laut sebagai perhatian. Setidaknya, ini merupakan hasil
dari pengamatan sekilas tentang arah atau kebijakan yang diambil pemerintah
dalam mengelola negeri ini (Dault, 2004). Oleh karena itu, munculnya ungkapan
―negara kelautan, tapi berorientasi daratan‖ menjadi hal yang terbantahkan.
Pudarnya tradisi bahari masyarakat Indonesia menjadi perhatian serius bagi
Presiden terpilih Indonesia, Joko Widodo. Dalam pidato pertamanya seusai
dilantik sebagai Presiden dalam Sidang Paripurna MPR pada hari Senin 20
Oktober 2014, Presiden yang akrab dipanggil Jokowi ini menekankan arah
pembangunan kabinetnya adalah menggagas kembalinya kejayaan Indonesia
sebagai negara maritim, dan hal ini menjadi Program Unggulan Kabinet Kerja
Joko Widodo - Jusuf Kalla, di samping menumbuhkan jiwa Cakrabakti Samudra
(Kompas, 2014 : 3), yaitu jiwa pelaut yang tak gentar mengarungi samudra dan
menghadang gelombang yang menjulang.
Visi kemaritiman di dalam upaya pengelolaan negara seharusnya sudah
dilakukan oleh pemerintah sejak lama, karena secara geohistori kedudukan
Indonesia sangat strategis berada di persimpangan jalur maritim atau pertemuan
berbagai jalur pelayaran internasional yang telah berlangsung sejak berabad-abad
silam. Pentingnya maritim sebagai pusat perhatian juga belum tampak dalam
berbagai kajian akademis, misalnya di bidang ekonomi, sosial politik, antropologi
dan sejarah. Institusi-institusi ilmiah atau riset di Indonesia lebih banyak
memusatkan diri pada daratan daripada lautan sebagai obyek penelitiannya.
Di bidang sejarah misalnya, kajian kemaritiman dan para ahli yang
berkecimpung di dalamnya dapat dihitung jumlahnya, dan itupun hanya di
beberapa tempat. Belum lagi, jika berbicara mengenai suatu pusat yang
mengintegrasikan keahlian atau disiplin ilmiah untuk melihat laut sebagai fokus.
Harapannya, pusat kajian tersebut memberi kontribusi nyata dalam studi
kemaritiman dari sisi akademis di mana menghasilkan buku pemetaan sejarah
peradaban maritim.
66
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PEMBAHASAN
Pemikiran Kemaritiman
Fokus historiografi Indonesia lebih banyak membahas tentang persoalan
yang menyangkut daratan, baik masyarakat maupun institusi sosial politiknya.
Karya dari Adrian B. Lapian (2008) merupakan salah satu sumbangan penting
dalam historiografi maritim di Indonesia. Banyak informasi dalam buku ini yang
sekaligus menjadi pancingan untuk studi lanjut tentang kemaritiman meliputi
aspek teknologi, pusat-pusat pelayaran, pola pelayaran dan perdagangan, serta
pelabuhan. Buku ini juga menguraikan tentang hal apa saja yang diatur dalam
hukum laut Amanna Gappa.
Karya sejarawan maritim ini mencerminkan suatu sudut pandang
kemaritiman dalam memahami sejarah Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh
Lapian, bahwa pendekatan sejarah maritim Indonesia hendaknya melihat seluruh
wilayah perairannya sebagai pemersatu yang mengintegrasikan ribuan pulau yang
terpisah-pisah. Lapian melihat wilayah-wilayah itu sebagai suatu kesatuan sistem
dari berbagai satuan bahari. Oleh karena itu, proses integrasi dapat dipahami atas
dasar sejarah satuan-satuan sistem yang kemudian menjadi satuan yang lebih
besar, misalnya Laut Jawa, Laut Banda, Laut Sawu, Laut Cina Selatan, dan Selat
Malaka. Implikasi dari pandangan bahwa laut menjadi strategis dan sangat penting
kedudukannya, maka konsep hinterland semestinya diganti oleh hintersea dalam
memahami sejarah Indonesia. Laut sebagai dunia kehidupan, sekaligus dunia
pandangnya sendiri. Esensinya, laut menciptakan hubungan antar manusia melalui
usaha perdagangan hingga pertukaran budaya yang menghasilkan warisan budaya
nasional. Lebih lanjut terkait warisan budaya, Bab I, Pasal 4, huruf (i), Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, menyatakan bahwa
67
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
68
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini
istimewa, karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang
otonom.
J.C van Leur membawa teori Mahan ke dalam uraiannya tentang kepulauan
Indonesia. Van Leur membawa wawasan maritim Mahan dalam kaitan dengan
sejarah VOC di Indonesia. Ia menunjuk peranan VOC sebagai kekuatan maritim
yang besar, sedangkan Verhoeven menguraikan bahwa peranan VOC pada masa
awalnya sebagai alat perang yang bergerak di laut dan yang berhasil mengalahkan
berbagai musuh dari negara induknya, khususnya Spanyol dan Portugis, dan juga
mematahkan persaingan dari Inggris di perairan Indonesia. Pada masa sebelum
VOC didirikan, para penguasa Belanda telah memikirkan pembentukan kekuatan
perang untuk mematahkan kekuatan Spanyol dan Portugis di seberang lautan.
Verhoeven berpendapat bahwa VOC didirikan semata-mata hanya untuk berniaga
merupakan pendapat yang tidak tepat.
Perbincangan teori Mahan ini memunculkan dua istilah penting dalam
sejarah maritime, yaitu sea power dan naval power. Sea power mengacu pada
kontrol menyeluruh atas lautan, sedang yang kedua mengacu kepada angkatan
bersenjata yang terorganisasi di lautan. Naval power tidak hanya digunakan untuk
penyebutan sebuah negara, namun juga dapat untuk menyebut sebuah
Badan/Kompeni dengan sejumlah konsensi yang memiliki kapal-kapal yang
dikirim untuk bertempur melawan musuh atau yang digunakan untuk melindungi
pernigaan. Pemakaian istilah naval power berarti merujuk kembali seluruh
hubungan sejarah yang mengutamakan pengaruh laut. VOC lahir dari perang dan
selama hidupnya merupakan badan perdagangan dan alat perang sekaligus. Dalam
dasawarsa-dasawarsa pertama, VOC dapat dikatakan lebih banyak berperang dari
pada berdagang karena pada dasarnya, VOC merupakan sebuah institusi yang
bertujuan ganda, yaitu untuk keperluan berdagang dan berperang.
Naval power bukan hanya istilah sederhana bagi suatu negara yang
menyediakan armada perang untuk merugikan musuhnya, namun ungkapan yang
dapat dicapai oleh suatu organisasi politik dan maritim dalam pengaruh timbal
balik dengan struktur sosial ekonomi zaman itu yang digunakan untuk
melaksanakan tujuan-tujuan perang. Dengan makna ini, naval power dapat terjalin
69
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Budaya Kemaritiman
Di dalam masyarakat maritim, fluktuasi jumlah penduduk terjadi dengan
cepat, pertambahan terjadi dengan cepat, namun penyusutannya cepat pula
tergantung kepada situasi perdagangan yang dapat berpindah karena penaklukan
atau sebab ketidak stabilan (Reid, 1983 : 145). Selain itu ciri yang utama dari
masyarakat maritim sebelum Indonesia modern adalah strukturnya yang heterogen
dan penduduk yang tersebar.
Struktur penduduk yang heterogen ini dijumpai di Sriwijaya pada awal abad
ke-10 dan pertengahan abad ke-12, yang memiliki utusan ke Cina memakai nama
Arab. Peranan bangsa Arab pada periode Sriwijaya selain sebagai utusan negara ,
mereka juga sebagai pedagang (Ricklefs, 2005 : 27-28). Hal ini diperkuat lagi
dengan laporan Ibnu Batuta yang memberi kesan tentang keadaan Samudera Pasai
di Sumatera Utara abad ke-14, yang menemukan pegawai-pegawai dan ahli
hukum dari seluruh dunia Islam. Sifat penduduk yang heterogen dijumpai oleh
Ma-huan yang pernah singgah di pelabuhan-pelabuhan dagang Pulau Jawa, seperti
Gresik, Tuban, dan Surabaya. Di Tuban didiami lebih ratusan keluarga, di bawah
seorang ketua, dan di antaranya terdapat beberapa orang Cina dari Kanton dan
Chang-Chou (Mc Kay, 1976 : 67).
Mobilitas sosial dan politik dalam masyarakat maritim lebih terbuka bagi
semua masyarakat dari berbagai profesi, status sosial, agama, dan suku bangsa.
Hal ini memungkinkan seseorang mencapai kekuasaan dan status. Di sini dapat
dijumpai masyarakat yang sangat berubah-ubah dan tidak menunjukkan pengaruh
tempat. Masyarakat maritim sebelum kedatangan bangsa Eropa tidak hanya
memiliki mobilitas yang lebih besar dibandingkan dengan kerajaan agraris, namun
pada umumnya mereka juga memiliki potensi politik yang lebih terbuka. Keadaan
ini berlainan dengan keadaan masyarakat Hindu Jawa agraris yang memiliki
hubungan sosial yang kaku dan ikatan budaya yang terpusat ke istana yang
memiliki keloyalan kepada penguasa dan mendukung sistem hierarki sosial.
70
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
71
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
jabatan ini menjadi penting. Di saat itu, seorang Tumenggung secara resmi
bertugas sebagai Menteri Peperangan dan Pengadilan, di samping hak-haknya atas
orang asing, Bea Cukai, Petugas Upacara, dan Jabatan Syah Bandar.
Mencermati usaha perniagaan di Jawa, diketahui bahwa mata rantai
perniagaan antara hulu dan hilir cenderung dipegang oleh pedagang kecil yang
berkeliling dengan perahu-perahunya. Mereka terbiasa membawa hasil-hasil
pertanian dari wilayah hulu ke pedagang perantara yang siap menampung barang
dagangannya. Alurnya, dari pedagang perantara, barang dagangan kemudian
dibawa ke kota pelabuhan sebelum diangkut menuju kapal-kapal dengan mesin
besar. Lebih lanjut, perjalanan komoditas dagang dari hulu ke hilir tidak dikuasai
oleh pedagang keliling kecil saja, tetapi juga melibatkan pedagang besar dengan
jaringan niaga yang luas dan modal yang besar dimilikinya. Di sinilah, mereka
memiliki kapal-kapal sendiri yang disewakan kepada para saudagar yang bersedia
membayar berapapun harga yang layak baginya.
Nah, perdagangan dalam skala besar antar kota-kota pelabuhan di Nusantara
itu melibatkan pedagang-pedagang besar dengan kemampuan modal yang besar,
jaringan perdagangan, dan kedekatannya dengan kekuasaan (kerajaan atau
kesultanan). Di beberapa kota-kota pelabuhan di Nusantara, seperti tipe saudagar
dengan kemampuan modal dan jaringan yang besar tumbuh seiring
berkembangnya perniagaan di wilayah Nusantara. Mereka juga mampu berbisnis
dalam aneka usaha, tetapi tetap mempertahankan bisnis mereka, yaitu di bidang
transportasi, sebagai distributor rempah dan berbagai hasil pertanian. Kemunculan
jenis pedagang grosir inilah yang tumbuh di kawasan pantai utara Jawa seiring
dengan ramainya dunia pelayaran dan perniagaan di sepanjang pantai utara Jawa
hingga saat ini.
72
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Nusantara, seperti bangsa Arab, India, Persia, dan Cina. Dari sinilah, hubungan
antarbangsa itu setidaknya berpengaruh terhadap banyak aspek kehidupan dan
saling memperkaya kehidupan sosial-budaya mereka masing-masing. Secara
esensial, dunia pelayaran dan perniagaan Nusantara tak hanya menghubungkan
Nusantara dengan negeri-negeri lain secara ekonomi, tetapi juga menghubungkan
masyarakat dan kebudayaan di berbagai kota pelabuhan di Nusantara.
Dilihat dari sudut kebudayaan, perdagangan zaman kuno yang merintis
masuk dan berkembangnya agama Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia ini
penting perannya di mana aktivitas perdagangan maritim bisa mengikuti arus
angin musim. Menurut van Leur, aktivitas ini sepuluh kali lebih penting dari pada
dilihat dari arti ekonominya, karena perdagangan ini telah mempertemukan
adanya berbagai macam kebudayaan, ibaratnya seperti benang emas halus di
sepanjang pantai (Burger, 1962 : 20).
Perdagangan India pada awal-awal abad Masehi lebih diarahkan ke Barat,
yakni ke Laut Tengah dengan Kerajaan Romawi, mencapai puncak keseimbangan
di bawah Kaisar Augustus hingga Vespisianus (30 SM - 79 M), dengan komoditi
yang diangkut dengan kapal non India. Dampak hubungan India dan Laut Tengah
ini cenderung bermunculan pelabuhan transito, seperti di Srilanka. Kebutuhan
barang-barang import dari Asia Tenggara ke Laut Tengah seperti rempah, karet,
dan kayu wangi yang menyebabkan munculnya pedagang-pedagang India dan
Asia Tenggara untuk mencari barang-barang tersebut di Semenanjung Melayu dan
Indonesia. Akan tetapi, ketika hubungan India dan Romawi mulai menurun
setelah Vespisianus khawatir persediaan emas Romawi mengalir keluar negeri
sebagai alat transaksi perdagangan, maka India mulai berpaling ke Semenanjung
Melayu sebagai sumber emas.
Hubungan dagang langsung dengan India nampaknya sudah ada di sekitar
tahun 50-150 M. Hal ini berdasar keterangan dari seorang kapten kapal Yunani
yang menulis The Periplus of the Erythraean Sea, yang mewartakan bahwa ia
telah melihat kapal Indonesia di Teluk Benggala antara tahun 50-150 M. Van Leur
dan Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia
lebih dulu berkembang daripada hubungan dagang dengan Cina (Poesponegoro,
2005 : 8).
73
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Di abad ke-3, keberadaan kontak dagang antara Indonesia dan India berada di
Sumatera, tepatnya di pelabuhan Sumatera sebelah tenggara mula-mula kontak dagang
dengan Cina berawal yang melewati Laut Cina Selatan. Keistimewaan pantai Sumatera
dan Riau ini membuat Wolters menyebutnya sebagai pantai istimewa jaman perdagangan
awal di Indonesia. Menurut sumber Cina, pusat perdagangan itu adalah Ko-Ying yang
dipercaya sebagai tempat terakhir bagi orang-orang India untuk mengambil barang
dagangan dari para perantara lokal.
Perdagangan antara Cina dan India melalui selat Malaka memiliki arti penting bagi
sejarah Indonesia. Penyerbuan bangsa Mongol dan Tibet ke Cina Utara pada abad ke-4
dan awal abad ke-5, diperburuk lagi dengan rusaknya jalan darat membuat Cina mulai
mencari jalan alternatif ke selatan, yaitu melalui laut. Ketertinggalan Cina tersebut ikut
meramaikan perdagangan maritime di Asia Tenggara akibat dari gagalnya negeri ini
untuk menumpas para lanun yang merajalela disekitar Pantai Fukien dan Kwantung, jadi
faktor keamanan menjadi alasan utama dari Cina. Barulah pada zaman Dinasti Tang abad
ke-7, pengaruh Cina ke Negara Asia Tenggara bertambah besar dan pesat.\
Keterlibatan secara langsung pedagang Indonesia dengan Cina ada 2 (dua)
pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa pedagang-pedagang Indonesia membawa
barang dagangan ke Cina dengan kapal Persia, Arab maupun India. Pendapat kedua
mengatakan, bahwa kapal Indonesia membawa beberapa pedagang dari Asia Barat yang
akan ke Cina. Ada bukti-bukti yang meyakinkan tentang keterlibatan orang Indonesia
dalam pelayaran jarak jauh, antara lain dari Fa-Shien yang kembali ke Cina dari India
pada awal abad ke-5.
74
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
75
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
76
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Sriwijaya berdiri sejak abad ke-7 hingga abad ke-14 ketika kekuasaan
Majapahit menggantikan kekuasaannya. Sebelum Majapahit benar-benar runtuh,
kehidupan perniagaan telah berpindah ke pelabuhan di Pantai Jawa, Teluk Siam,
Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Filipina. Chau
JuKua menyebut beberapa pelabuhan Indonesia yang dikunjungi oleh kapal-kapal
Cina dan Arab dalam abad ke-12 dan ke-13, tidak hanya Palembang di Sumatera
Selatan, namun juga di Sunda, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan, dan
beberapa kota pelabuhan di pantai utara Jawa.
Jaringan pelayaran dan perniagaan Nusantara dan juga internasional secara
konsisten tidak bisa melepaskan pantai utara Jawa yang esensial kedudukannya
dalam jejaring perniagaan di wilayah perairan Nusantara. Kota-kota di pantai
utara Jawa ini penting, karena menghubungkan dunia agraris dengan maritim.
Kota-kota itu tidak hanya menjadi tempat penjualan rempah-rempah yang tak
jarang dibawa dari Kepulauan Maluku dan Banda, tetapi juga mempertukarkan
komoditas tersebut dengan lada, beras, tekstil, emas, keramik, dan komoditas
barang lain yang dibawa oleh kapal-kapal niaga dari berbagai wilayah. Rempah
menjadi salah satu komoditas penting dalam perniagaan dan sekaligus menjadi
77
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
pemikat bangsa-bangsa asing yang berasal dari Asia Timur, Asia Barat, Asia
Tengah dan Eropa untuk datang ke Nusantara.
Setelah Sriwijaya terpaksa mundur, penguasaan Selat Malaka pada abad ke-
14 jatuh ke tangan Malaka. Pada waktu orang-orang Eropa datang, Indonesia tidak
lagi mendominasi perdagangan, seperti masa Sriwijaya. Meskipun demikian,
mereka masih juga terlibat dalam perdagangan yang berada di sisi wilayah timur
Selat Malaka.
KESIMPULAN
Jika dilihat dari ribuan pulau yang dimiliki oleh Indonesia, negara ini secara
geografis termasuk negara maritim. Nenek moyang kita-pun adalah pelaut ulung,
dengan teknologi yang sederhana, mereka telah berlayar sampai di Madagaskar,
Afrika Selatan. Dari sinilah, jiwa bahari dimiliki oleh kerajaan-kerajaan besar
yang pernah menguasai lautan, misalnya Sriwijaya dan Majapahit. Akan tetapi,
sejak datangnya bangsa Eropa, terutama bangsa Belanda sebagai penguasa bumi
Nusantara, para penguasa diikat melalui sejumlah perjanjian yang tendensinya
menghilangkan daerah pantai, agar menjadi milik bangsa Belanda, dampak yang
timbul adalah secara bertahap jiwa bahari yang dimiliki bangsa Indonesia mulai
hilang.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikelilingi lautan, namun bukan
bangsa yang memiliki laut, karena laut telah menjadi milik bangsa Belanda saat
itu. Bukti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa bahari adalah diciptakan
Amanna Gappa, yaitu Hukum Laut yang terdiri dari 21 pasal. Pasal-pasal tersebut
secara keseluruhan mengatur tentang pelayaran yang harus ditaati oleh para
penguasa di Laut Sulawesi.
Jika mencermati Teori yang dibangun oleh Alfred Thayer Mahan, terdapat 6
(enam) unsur yang dapat dikategorikan sebuah negara menjadi kekuatan laut,
yaitu adanya kedudukan geografi, bentuk tanah dan pantai, luas wilayah, jumlah
penduduk, karakter penduduk, jumlah serta sifat pemerintahan termasuk lembaga-
lembaga nasionalnya. Setidaknya, Nusantara telah memenuhi beberapa kriteria
tersebut, dan hal ini nampaknya menjadi perhatian Kabinet Joko Widodo - Jusuf
Kalla. Sebagai anak bangsa yang memiliki negara yang terdiri dari ribuan pulau,
78
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
sudah sepatutnya Program Kabinet Kerja ini dapat didukung dengan kegigihan
yang optimal, seperti halnya nenek moyang kita dahulu.
Besar harapan Program Kabinet Kerja saat ini banyak menyediakan
lapangan kerja di sektor maritim bagi warga yang hidup di sekitar lautan, baik itu
di sektor formal maupun di sektor informal. Paling tidak, masyarakat memperoleh
keterampilan yang proposional setelah belajar di sekolah dan pendidikan tinggi
ataupun setelah mengikuti berbagai pelatihan dan kursus singkat yang bertujuan
dapat hidup mandiri di daerah pesisir lautan yang mereka tinggali. Hal ini penting,
agar penduduk di sekitar sana perlu membekali diri dengan berbagai keterampilan,
supaya dapat memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan
ekonomi Indonesia di sektor maritim dan tidak pergi dari asal domisili mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Burger, D.H. 1962. Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia. Jakarta.
Pradnyaparamitha.
Dault, Adyaksa. 2008. Pemuda dan Kelautan. Jakarta. Penerbit Pustaka
Cidesindo.
Gottschalk, L. 1975. Mengerti Sejarah Terjadi. Jakarta. Penerbit Universitas
Indonesia Press.
Lapian, A. B. 2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17.
Jakarta. Komunitas Bambu.
Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto. 2005. Sejarah
Nasional Indonesia II, Edisi Pemutakhiran. Jakarta. Penerbit Balai Pusaka.
Mc Kay, Elaine. 1976. Studies in Indonesia History. Australia. Pitman Publishing
Pty.
Ricklefs, M. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta. Serambi Ilmu
Semesta.
Sievers, Allen. 1974. The Mystical World of Indonesia: Culture and Economic
Development in Conflict. London. John Hopkins University Press.
Van Leur, J.C dan F.R.J Verhoven. 1974. Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan
Indonesia. Jakarta. Penerbit Bhratara.
Vlekke, Bernard. H.M. 1967. Nusantara: Sejarah Indonesia. Kuala Lumpur.
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Wikipedia. 2018. Vereenigde Oostindische Compagnie.
https://id.wikipedia.org/wiki/Vereenigde_Oostindische_Compagnie
79
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
80
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
MUSTAFA MANSUR1
ABSTRAK
Studi mengenai pengaruh komoditi cengkeh pada abad X hingga abad XVI adalah
studi untuk mengetahui hubungan antara kota-kota pelabuhan niaga dengan
kepulauan penghasil tanaman cengkeh dan hubungannya dengan motivasi
eksploarsi samudera yang melahirkan sistem imprelisme dan kolonialisme bangsa
Eropa di Indonesia. Berkaitan dengan statemen tersebut, permasalahan yang
diangkat dalam studi ini adalah bagaimana asal-muasal tanaman cengkeh,
bagaimana eksistensi dan pengaruhn cengkeh terhadap interaksi perdagangan
dunia pada abad kesepeuluh hingga abad ke enambelas, bagaimana pengaruhnya
terhadap proses eksplorasi samudera dan kolonialisme di Indonesia, dan
bagaimana keutamaan dan keuntungan dari komoditi cengkeh. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yakni proses menguju dan
analisis secara kritis agar rekaman dan peristiwa masa lampau dapat
direkonstruksi secara imajinatif. Hasil studi menunjukkan bahwa tanaman
cengkeh pada awalnya tumbuh di Kamarsepan dan Kepulauan Maluku. Dari
Maluku, interaksi perdagangan dunia terjadi melalui jalur sutera di China sebelum
abad kesepuluh, dan jalur laut melalui selat Malaka terjadi setelah runtuhnya
Khalifah Abasiyah pada abad kesepuluh. Jalur perdagangan tersebut mendorong
bangsa Eropa melakukan eksplorasi samudera sampai menerapkan sistem
kolonialisme di Indonesia. Keutamaannya sebagai bahan penyedap dan pengawet
makanan dan juga obat-obatan terhadap berbagai penyakit, menjadikan komoditi
cengkeh menjadi daya tarik untuk diperebutkan walaupun dengan berbagai resiko
yang dihadapinya.
PENDAHULUAN
Cengkeh merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang pernah
memegang peranan penting dalam pasar internasional pada zamannya.
Berdasarkan catatan sejarah, komoditi Cengkeh yang diperdagangkan dalam
pasaran internasional pada mulanya adalah Cengkeh yang berasal dari Kepulauan
Maluku. Begitu pentingnya kawasan Maluku yang ditumbuhi tanaman Cengkeh,
sehingga kawasan ini dikenal sebagai Kepulauan Rempah-Rempah. atau ―Spice
Island”. Orang Cina menyebutnya ―Mi-li-ku‖ yang menunjukkan Kepulauan
1
Mustafa Mansur, SS., M.Hum., adalah dosen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Khairun Ternate. Email: Email: almansuriyah16@yahoo.co.id
81
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PEMBAHASAN
Asal-Muasal Tanaman Cengkeh
Eksistensi tanaman Cengkeh pada awalnya dapat ditelususri dari temuan
arkeologis pada tahun 1700 SM di tempat peninggalan purbakala di Terqa,
Mesopotamia (Syiria), di mana di tempat ini terdapat pohon-pohon Cengkeh
82
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
83
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
84
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
85
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
86
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Sjah, memperdalam pengetahuan Islam kepada Sunan Giri dan selalu berkunjung
ke Prabu Satmala. Raja Zainal Abidin kemudian dijuluki sebagai ―Raja Bualawa‖
yang berarti ―Raja Cengkeh‖ dalam bahasa Jawa, karena negerinya dikenal
sebagai negerinya rempah-rempah terutama Cengkeh (Tjandrasasmita, 2001: 19;
Djafaar, 2006: 45). Sementara hubungan Ternate dengan Demak dan Ace terjalin
pada abad ke-16 M. Hal ini bisa dilihat dari adanya pakta kerajasama tiga negara
atau yang dikenal sebagai aliansi tiga negara yakni : Ace, Demak, dan Ternate
(Nachrawy, 2001: 169). Menurut sejarawan Abdul Jalil, pakta kerjasama tiga
negara tersebut sebagai upaya untuk membendung akses perang Salib yang mulai
meluas ke timur, sekaligus membebaskan buta huruf masyarakat di Indonesia dan
Malaisya (Baca Djoko Suryo. et al. Agama dan Perubahan Sosia. Bab III).
Namun, terlepas dari semangat membendung akses Perang Salib dan
membebaskan buta huruf masyarakat Indonesia dan Malaisya tersebut, pakta
kerjasama itu dapat juga dikatakan mempertegas adanya hubungan dagang ketiga
kesultanan tersebut yang telah ada sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit.
87
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
dasarnya ―membagi dunia‖ ke dalam dua kekuasaan, yaitu belahan barat dan
sekitarnya dinyatakan sebagai kawasan di bawah kekuasaan Kerajaan Spanyol,
dan belahan timur dinyatakan sebagai kekuasaan Kerajaan Portogis (Amal, 2007:
236).
Atas dasar Trakat Tordesillas, pada tahun 1486, Bartholomeus Diaz dari
Portugis berlayar ke timur dan berhasil mencapai ujung Afrika Selatan yaitu
Tanjung Topan, yang kemudian disebut Tanjung Harapan. Sementara pada tahun
1492, seorang Portugis yang menetap di Spanyol ―Christophorus Columbus‖
mngajukan permohonan kepada Raja Spanyol untuk berlayar mencari Kepulauan
Rempah-rempah melalui arah barat. Ia pun berlayar ke arah barat mengarungi
Samudera Atlantik, yang akhirnya sampai di benua baru yang disebut Benua
Amerika. Sejak itu dimulailah era baru dalam sejarah penjelajahan Samudera dan
penemuan-penemuan negeri baru (Djafaar, 2006: 12).
Kisah perjalanan Marco Polo, Bartholomeus Diaz dan Christoporus
Columbus di atas menjadi pedoman bagi pelaut-pelaut selanjutnya untuk mencari
Kepulauan Rempah-Rempah. Pada tahun 1498, Vasco Dagama dari Portugis
melakukan perjalanan ke Timur melalui Tanjung Pengharapan dan mencapai
pantai barat India pada yang sama. Ekspedidi Vasco da Gama ini tidak lain untuk
mencari dan menemukan Kepulaan Rempah-Rempah (Amal, 2007: 236; Juana,
2009: 27; Djafaar, 2006: 15-17). Ekspedisi Vasco da Gama ini berhasil
membangun kantor dagang di Calicuta (Goa) yang kemudian menjadi Kota
Portogis pertama di India. Sejak ekspedidi Vasco da Gama pada tahun 1498,
kapal-kapal Portugis mulai berdatangan ke India untuk memborong barang-barang
dari dunia timur (Djafaar, 2006: 17). Barang-barag dari timur dibawah oleh
pedagang-pedagang dari Cina, Gujarat dan Arab. Dengan demikan, maka barang-
barang tersebut dapat dikatakan adalah rempah-rempah dari Maluku terutama
Cengkeh.
Sementara pada 10 Agustus 1519, Ferdinan Magelan dengan ekspedisi
kapal sebanyak lima buah melakukan pelayaran dengan jalur berbeda. Ia berlayar
ke barat melalui Amerika Latin dengan tujuan yang sama yaitu mencari
Kepulauan Rempah-Rempah. Dari Amerika Latin, ia mengarungi Samudera
Pasifik dengan penuh penderitaan. Ekspedisi mereka banyak terserat memasuki
88
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
89
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
90
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
pada tahun 1523 datang juga armada niaga Portogis. Armada ini dipimpin oleh
Kapten Antonio de Miranda de Azevedo. Armada ini, membuka sebuah pos
perdagangan kecil di Ternate dan Bacan dengan menjalin hubungan komersial
secara berkesinambungan (Djafaar, 2006: 65). Mereka disambut oleh Sultan
Ternate dan menjadikan sebagai sekutunya (Amal, 2007: 237; Djafaar, 2006; 65).
Jalur Pelayaran Portugis dari Lisabon lewat Tanjung pengharapan ke Goa-
Malaka kemudian menuju Kepulauann Rempah-rempah dirahasiakan dengan
dekrit Raja Portugis, Manuel I, dalam tahun 1505. Sementara itu, Spanyol baru
tiba di Maluku pada tahun 1521 melalui jalur Benua Amerika Selatan sampai ke
ujung selatannya, kemudian melintasi melalui Samudera Pasifik. Mereka
disambut oleh Sultan Al-Mansur dari Tidore dan mengadakan perundingan di
mana berhasil mencapai kesepakatan untuk transaksi Cengkeh dengan harga
mengikuti pasaran lokal yang relatif tinggi (Amal, 2007: 248). Mereka juga
diizinkan untuk membangun benteng (Djafaar, 2006: 65)
Untuk mengimbangi kekuatan Spanyol di Tidore, Sultan Ternate
mengizinkan Portugis membangun benteng di Ternate pada tahun 1522. Benteng
ini memberikan jaminan kekuatan politik dan militer sehingga Ternate menjadi
pusat perdagangan Cengkeh bagi seluruh Maluku. Jailolo dan Bacan kemudian
mencari hubungan dengan Portugis (Djafaar, 2006: 65).
Kehadiran bangsa Portugis dan Spanyol di Maluku membuat kedua bangsa
ini senantiasa berkompetisi untuk menegakkan monopoli perdagangan rempah-
rempah khususnya Cengkeh. Begitu juga dengan Kesultanan Ternate dan Tidore
yang ingin menegakan supremasi politik di kawasan Maluku.
Kompetisi Portugis dan Spanyol mengacu pada Trakat Tordesillas yang
telah membagi belahan dunia menjadi dua, yakni belahan barat di kuasai oleh
Spanyol dan belahan Timur dikuasai oleh Portugis. Bagi Portugis, kehadiran
Spanyol di Maluku merupakan bentuk pengingkaran terhadap Trakat Toerdisilas.
Namun di pihak Spanyol, melihat bahwa keberadaan mereka di Maluku
merupakan sebuah upaya dari proses penjelajahan Samudera berdasarkan arah
angin. Perbedaan pendapat antara kedua bangsa tersebut, mengantarkan kedua
bangsa ini pada suatu perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Saragosa pada
91
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
tahun 1529 (Amal, 2007: 249). Dalam perjanjian itu, Spanyol dibawah Raja
Charles II harus melepaskan klaim atau haknya atas Maluku. (Amal, 2007: 249).
Otoritas Portugis paling berkuasa di Maluku disebut ―Captain of Moluccas‖
(Gubernur Maluku), yang diangkat oleh Raja Portugis untuk jangka waktu tiga
tahun. Apabila Raja Portugis tidak memberikan nominasinya, maka Raja Muda di
Goa (vice roy) dapat mengangkat seorang untuk jabatan gubernur. Orang kedua
dalam otoritas Portugis di Maluku adalah komandan benteng Gamlamo (Amal,
2007: 239). Sasaran utama Portugis di Maluku adalah mengamankan monopoli
perdagangan rempah-rempah (Amal, 2007: 239).
Salah satu tugas Raja Muda Portugis di Goa dan Gubernur di Hindia
(Maluku) adalah mengirim nau careira atau kapal (galleon) Cengkih kerajaan ke
Maluku dalam bulan April setiap tahun. Mula-mula kapal ini dikirim ke Ternate,
namun setelah tahun 1578, kapal tersebut juga dikirim ke Tidore, dan dalam bulan
September ke Banda untuk mengangkut Cengkeh dan Pala (Amal, 2007: 240).
Peranan Portugis terhadap monopoli perdagangan Cengkeh di Maluku
berakhir ketika masuknya bangssa Belanda melalui perusahan dagangnya,
Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada abad ke-17, dan Inggris melalui
East Indische Companie (EIC) pada abad ke-18.
92
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
kaisar untuk menerima titah, supaya mereka dapat lancar berbicara dengan suara
yang bagus dan lancar (Djafaar, 2006: 42).
Sebelum bangsa Eropa menemukan Kepulauan Rempah-Rempah, Cengkeh
menjadi tanaman misterius. Hal ini bisa dilihat sampai pada abad ke-13 M,
Cengkeh masih menjadi barang mewah dan belum diketahui dari mana asalnya.
Rupanya orang Cina yang telah mengetahui tanaman Cengkeh ini, merahasiakan
keberadaan negeri penghasil Cengkeh. Ini menunjukkan bahwa Cengkeh menjadi
barang dagang yang sangat penting untuk dicari oleh para pedagang dari Eropa
dan Timur-Tengah. Orang Cina merahasiakan tempat negeri penghasil Cengkeh
kepada orang Eropa dan Timur-Tengah agar orang Eropa dan Arab tidak berperan
sebagai perantara utama dalam perdagangan Cengkeh, sehingga harga Cengkeh
yang dipasarkan oleh orang Cina jauh lebih tinggi ketimbang diperoleh langsung
oleh orang Eropa dan orang Arab.
Namun dalam perkembangan kemudian, peran pedagang dari Cina sebagai
agen utama mengalami degradasi dengan munculnya pedagang-pedagang dari
Jawa dan Melayu. Sebuah laporan terperinci mengkonfirmasi adanya pergeseran,
yaitu dari pembelian Cengkeh oleh orang Cina melalui perantara pedagang
Melayu dan Jawa (Antoni Reid dalam Djafaar, 2006: 42-43).
Sebagaimana telah dikemukakan juga bahwa pedagang-pedagang Melayu
dan Jawa memperoleh Cengkeh dari orang-orang Hitu dan Banda, di mana orang
Hitu dan Banda ini mendapatkan Cengkeh dari tempat asalnya di Maluku (Hitu
dan Banda pada masa itu belum dikategorikan Maluku). Peran pedagang-
pedagang Jawa ini tidak terlepas dari emporium Majapahit yang menghubungkan
kawasan Asia Tenggara dengan India. Ini menunjukkan bahwa Cengkeh pada
masa itu telah menjadi barang ekspor yang diperdagangkan oleh pedagang Jawa
dan Melayu ke India. India sebagai pelabuhan niaga menjadi tempat pertemuan
antara pedagang dari Cina dan pedagang Eropa dan Arab.
Ekspor rempah-rempah Maluku ke Cina dan Eropa tiba-tiba melonjak
sekitar tahun 1400 dan dengan pelan meluas sampai abad ke-16 M (Djafaar, 2006:
43). Hal ini bisa dilihat dari perbandingan harga Cengkeh di pasaran lokal dan
internasional, sebagai berikut: Cengkeh 1 bahar (456 Ib) di pasaran lokal seharga
1 sampai 2 ducat. Di Malaka 1 bahar bisa berharga 10 sampai 14 ducat.
93
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Sementara di Calcutta sekitar 500 hingga 600 fanam (1 fanam = 1 real), dan untuk
Cengkeh kualitas utama seharga 700 fanam. Pada 1600, 10 pon Cengkeh di
Maluku seharga setengah penny per-pon – bila dijual di Eropa, akan
menghasilkan keuntungan sebesar 32.000 persen (Amal, 2007: 234).
Dari presentasi harga Cengkeh pada abad ke-16 di atas, menunjukkan
bahwa komoditi Cengkeh merupakan barang dagang yang memiliki daya tarik
para pedagang untuk memperoleh keuntungan yang luar biasa. Seorang pedagang
Arab pernah mengatakan bahwa jika ia membawa enam perahu bermuatan
Cengkeh dan kehilangan lima perahu lainnya di tengah jalan, maka keuntungan
yang diraihnya dari satu perahu yang tinggal itu masih lumayan (Amal, 2007:
133). Dapatlah dibayangkan, jika jumlah perahu sebanyak enam yang bermuatan
Cengkeh itu dijual, keuntungan yang diperoleh orang Arab tersebut sangatlah
menggiurkan beberapa kali lipat.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal yang penting yang
berkaitan dengan komoditi Cengkeh, yakni:
Cengkeh merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki nilai ekonomis
dan politik pada abad ke-10 M hingga abad ke-16 M. Bahkan sebelum abad ke-10
M, keberadaan Cengkeh di pasaran Eropa waktu itu dibawakan oleh pedagang-
pedagang Cina melalui Asia Tengah yang ditempuh melalui jalur darat. Para
pedagang tersebut memperoleh cengkeh maupun rempah lainnya secara langsung
dari Kepulauan Maluku.
Keberadaan Cengkeh sangat mempengaruhi terjadinya hubungan dagang
antar negara di mana pelabuhan Malaka menjadi titik temu para pedagang dari
berbagai negara, seperti India, Arab, dan Cina. Di samping menciptakan
hubungan dagang, Cengkeh juga secara tidak langsung mereduksi peran para
pedagang Cina, yang sebelumnya bertindak sebagai perantara langsung dengan
produsen, setelah turutnya pedagang-pedagang Jawa dan Melayu yang membeli
cengkeh langsung dari kepulauan Hitu dan Banda.
Cengkeh juga secara tidak langsung berpengaruh pada terbentuknya
imperialisme dan kolonialisme di Indonesia pada abad ke-15 M, setelah ikutnya
dua bangsa besar dari Eropa yakni Spanyol dan Portugis yang turut mencari
94
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Amal, M. Adnan. 2007. Kepulauan Rempah-rempah ; Perjalanan Sejarah
Maluku Utara 1250-1950. Makassar: Nala Cipta Litera.
Djafaar, Irza Arnyta. 2005. ―Pengaruh Kebudayaan Cina Terhadap Masyarakat
Moloku Kie Raha‖ dalam Mudaffar Sjah, et. al. Moloku Kie Raha dalam
Perspektif Budaya dan Sejarah Masuknya Islam. Ternate: HPMT Press.
………. 2009. Jejak Portogis di Maluku Utara. Yokyakarta: Ombak.
Djuana, FX. W. Atma. 2011. Genta Nostra Senhora Del Rorasio. Jakarta:
Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945.
Suryo, Djoko. et al. Agama dan Perubahan Sosial. Yokyakarta. UGM.
Leirissa, R.Z. 2001. ―Jalur Sutera: Integrasi Laut-Darat dan Ternate sebagai
Bandar Jalur Sutera‖ dalam Yusuf Abdurrahman, et.al. Ternate Bandar
Jalur Sutera. Ternate: Lintas.
………. 1996. Halmahera Timur dan Raja Jailolo; Pergolakan Sekitar Laut
Seram Awal Abad ke-19. Jakarta: Balai Pustaka.
Nachrawy, Herry RD. 2001. ―Ternate Membentuk Wawasan Kebangsaan
Terpadu‖ dalam Yusuf Abdulrahman, et. al. Ternate Bandar Jalur Sutera>
Ternate: Lintas.
Tjandrasasmita, Uka. 2001. ―Struktur Masyarakat Kota Pelabuhan Ternate (Abad
ke-14 – Abad ke-17)‖ dalam Yusuf Abdulrahman, et. al. Ternate Bandar
Jalur Sutera. Ternate: Lintas.
95
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
96
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Kepulauan Banda yang lebih dari 500 tahun sangat besar peranannya dalam
perdagangan dunia sehingga mendorong bangsa-bangsa Eropa datang untuk
menemukan hasil rempah-rempah diantaranya pala dan fuli. Penulisan ini
bertujuan untuk Mendeskripsikan proses penaklukan VOC terhadap Banda Besar
pada Abad ke-XVII (1601-1700). Jenis penulisan ini adalah deskriptif kualitatif
dengan menggunakan strategi pendekatan penelitian historis diantaranya:
Pengumpulan Sumber (Heuristik) yaitu mengumpulkan atau menemukan sumber,
kritik sumber (sumber dokumenter, sumber korporal, dan Sumber lisan),
Interpretasi (penafsiran) dan Historiografi (penyajian data). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Awal 1621 J.P Coen bertolak dari Batavia menuju Ambon
dan terus melanjutkan pelayaran ke Banda. Penaklukan atas pulau-pulau
Rosengain, Rhun dan sebagian Pulau Banda Besar telah mengorbankan banyak
jiwa manusia serta biaya. Pada akhir april sekitar 1.200-1.300 orang Banda di
Slamma (Selamon) terbunuh. Pada 1635 diperkirakn bahwa jumlah penduduk
Kepulauan Banda sebelum kedatangan ekspedisi Coen berjumlah sekitar 1.5000
jiwa yang tersisa hanyalah tidak lebih dari 3.000 orang. Pada 4-6 Maret 1621
Coen mengutus Yacht-nya het Hert dengan beberapa perahu layar untuk
mengintai pesisir Lonthoir dan Banda Besar. pada 12 Maret Coen sudah dapat
menguasai Lonthoir. Setelah memperoleh kekuasaan atas pulau-pulau yang
sebenarnya sudah hampir tak berpenghuni dan tidak produktif lagi, maka Coen
mulai melancarkan tahap kedua rencananya Lahan-lahan yang produktif dibagi
atas 68 persil atau yang disebut ―perken‖ (perkebunan) berukuran kira-kira 625
roeden persegi atau dari 12 sampai 30 hektar per perk. Seluruhnya ada 34 di
Lontor, 31 di Pulai Ay dan 3 di Pulai Naira dan diberikan hak kelolah kepada 34-
68 orang ―perkenier‖ (petani pala berlisensi yang dapat mengelolah lebih dari satu
perk). Kepada setiap perk akan disediakan 25 orang budak. Untuk keperluan
pembukuan maka setiap perk disasi 625 rijksdalders.
PENDAHULUAN
Kepulauan Banda merupakan rangkaian pulau-pulau yang membentuk suatu
kepulauan di kawasan Indonesia bagian Timur, dalam hal ini Kabupaten Maluku
Tengah. Pulau terbesar dalam gugusan ini adalah Pulau Banda Besar yang
1
Najirah Amsi, S.Pd., M.Si., adalah dosen Program Studi Pendidikan Sejarah,
STKIP Hatta-Sjahrir, Banda Naira. Email: naj_ira@yahoo.com
2
Deliya Aher, S.Pd., adalah alumnus Program Studi Pendidikan Sejarah, STKIP
Hatta-Sjahrir, Banda Naira
97
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
bentuknya mirip bulan sabit dengan luas darat 34 km persegi. Di pulau ini
terdapat batu karang yang menjulang dengan ketinggian 20 meter, yang dari jauh
tampak seperti kapal kandas. Selain itu Kepulauan Banda yang terpencil ini lebih
dari 500 tahun sangat besar peranannya dalam perdagangan dunia sehingga
mendorong bangsa-bangsa Eropa datang untuk menemukan hasil rempah-rempah
diantaranya pala dan fuli. Bangsa bangsa Eropa yang berhasil menemukan
Nusantara adalah Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda.
Kedatangan bangsa Eropa ke wilayah Indonesia memiliki tujuan salah
satunya untuk mendapatkan rempah-rempah dari asalnya. Diantara pedagang-
pedagang Eropa yang datang ke wilayah Nusantara, pedagang-pedagang dari
Belanda juga termasuk salah satunya yang berusaha menjalin hubungan dagang
dengan wilayah Nusantara. Semakin banyaknya pedagang Belanda yang datang
ke Nusantara ternyata menciptakan persaingan diantara mereka. Persaingan ini
berdampak pada penentuan harga rempah yang akhirnya menyebabkan penurunan
keuntungan dari penjualan rempah. Hal ini mendorong dibentukannya sebuah
perusahaan yang menghimpun perusahan-perusahan dagang asal Belanda untuk
menghindari persaingan yang berakibat pada kerugian. Maka pada tanggal 20
Maret 1602 Staten Generaal mengeluarkan sebuah surat izin pada perusahaan
yang dinamakan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) sebagai serikat
perusahaan Belanda di Asia. Selain memiliki fungsi memperkuat perdagangan
Belanda, VOC juga berfungsi sebagai wakil pemerintahan Belanda di Hindia
Belanda.
Kehadiran VOC di Kepulauan Banda adalah untuk melakukan monopoli
perdaganagan pala. Olehnya itu, untuk memhami bagaimana proses penaklukan
VOC di Banda maka lahirlah tema penulisan ini dengan judul ―Penaklukan Banda
Besar oleh VOC Abad ke XVII (1601-1700)‖.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan strategi
pendekatan penelitian historis. Terkait dengan itu menurut Nugroho Notosusanto,
bahwa ―metode sejarah adalah sekumpulan prinsip dan antara yang sitematis yang
98
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PEMBAHASAN
Teori Penaklukan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penaklukan merupakan proses atau
cara perbuatan dan menaklukan. Kata perbuatan dan menaklukan bersinonim
dengan Kolonial. Kata ―koloni‖ berasal dari bahasa Latin yaitu ―Colonia‖ yang
artinya tanah, tanah pemukiman atau jajahan. Kolonialisme adalah pengembangan
kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya.
Sering kali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumberdaya tenaga kerja dan
pasar wilayah tersebut. Pendukung dari kolonialisme berpendapat bahwah hukum
kolonial menguntungkan negara yang dikolonialkan dengan mengembankan
infrastruktur ekonomi dan politik yang dibutuhkan untuk pemoderenisa dan
demokrasi. Andre Gunder Frank, berpendapat bahwa kolonialisme sebenarnya
menuju kepada pemindahan kekayaan di daerah yang kolonialisasi ke daerah
pengkolonialisasi yang menghambat kekuasaan penghambat ekonomi.
Dalam sejarah perkembangan kolonialisme, politik kolonial modern mulai
tumbuh semarak sejak abat ke 16. Awal mula politik kolonialisme modern adalah
berbagai penemuan besar yang dilakukan oleh para pedagang bangsa barat
(Eropa) mereka haus dengan nama besar, kejayaan dan kekayaan bangsa yang
disebut kolonisato adalah bangsa Inggris, Prancis, dan Belanda yang menguasai
sebagian Amerika utara Hindia barat dan Hindia timur. Sejak awal kemunculan
politik kolonialisme bertujuan untuk menguras sumber-sumber daerah kolonial
demi perkembangan industri dan memenuhi kejayaan dari negara yang
melaksanakan politik kolonial tersebut serta tidak pernah memperhatikan
kesejahteraan dan pendidikan rakyat di daerah kolonial sehingga kehidupan rakyat
di daerah kolonial tetap miskin dan penuh penderitaan.
99
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
100
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
barangkali kedua kapal itu hanyut ke laut lepas. Tetapi yang sebenarnya terjadi
tidaklah demikian, bahkan lebih parah lagi. Karena ketika 6 Maret pagi hari orang
Banda melihat kapal ‗Het Hert, sudah berlabuh di Lakui, mereka lalu menyiapkan
sebuah meriam pada posisi yang amat membahayakan posisi kapal ‗Het Hert lalu
mulai menembaknya. Tembakan-tembakan meriam itu menewaskan Adelborst M.
Segers van Nurenberg, melukai 10 orang antara lain seorang pemuda yang terluka
pada kakinya, lalu mereka berusah sekuat tenaga untuk membakar atau
menembaknya sampai tenggelam. Belanda berusaha membalas tembakan, tetapi
tanpa hasil karena posisi musuh berada pada suatu ketinggian yang terjal. Tak
lama kemudian Galei tiba karena tanpa bantuan Galei itu, tidak mungkin kapal
‗Het Hert dapat diselamatkan (Des Alwi, 2006).
Pasukan Belanda cukup terguncang dengan kegagalan ini, karena kapal-
kapal dan pasukan-pasukan mengalami trauma yang cukup kuat. Dilain sisi Coen
menegaskan untuk kembali menyerang Banda besar, tapi anehnya Coen
mengulang kembali penyerangannya ke Lonthoir, ada apa dengan Lonthoir?
Kenapa Coen beranggapan dengan menaklukan Lonthoir maka dapat dengan
mudah menguasai Banda Besar. Padahal Banda Besar terdiri dari kampung-
kampung dengan sistem pemerintahan yang berbeda serta pertahanan rakyat yang
baik pula. mungkinkah secara pemerintahan Lonthoir yang menguasai Banda
Besar seluruhnya?
Menurut bapak Ajit Djuma (Narasumber) menyatakan bahwa Lonthoir
memiliki kekuasaan sangat besar, awalnya kekuasaan Lonthoir meliputi
keseluruhan Banda Besar dan para pimpinan yang berada di Lonthoir sangat tegas
dan keras.
101
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
102
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
103
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
104
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
GENOSIDA 1621:
JEJAK BERDARAH J.P. COEN DI BANDA NAIRA
MUHAMMAD FARID1
ABSTRAK
PENDAHULUAN
―Dispereert niet, onziet uw vijanden niet, want god is met ons‖, bisa jadi
adalah moto hidup paling berpengaruh dan bengis sepanjang sejarah kemanusiaan,
1
Dr. Muhammad Farid, M.Sos. adalah Editor Buku Sejarah Banda Naira (2007).
Aktif sebagai dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, STKIP Hatta-Sjahrir Banda Naira..
Email: mfarid01@yahoo.com
105
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
jauh sebelum Her Fuhrer Hitler bangkit dan memporak-pondakan Eropa, atau Pol
Pot yang bersuka-cita di atas ladang pembantaian warga sipil Kamboja. Adalah
Jan Pieterszoon Coen (1587-1629) seorang pegawai karir pada kantor administrasi
VOC untuk kawasan Hindia Belanda tahun 1609. Coen mengawali karirnya
sebagai juru tulis atasannya Pieter Verhoeven di Banda Naira. Dia seorang yang
cakap, disiplin, sekaligus berani menjalankan tugas-tugas VOC. Coen menguasai
berbagai macam bahasa di usia yang masih sangat muda. Tidak heran jika ia
selalu menjadi negosiator andalan dalam urusan dagang, dan sekaligus pembuat
laporan dagang yang sangat detail. Meksipun sebagai juru tulis, Coen juga berani
terlibat dalam situasi-situasi genting, salah satu yang fenomenal adalah peristiwa
negosiasi dagang antara Laksamana Verhoeven dengan warga pribumi Banda
Naira yang berjalan buntu sehingga berakhir chaos. Dalam peristiwa itu, Coen
menjadi saksi hidup terbunuhnya pimpinannya itu bersama 40 serdadu VOC oleh
penyerangan warga Banda Naira di sebuah hutan kecil di kawasan yang saat ini
dikenal dengan kampong ―perhopen‖. Berita yang sangat memukul moral
penjajah, yang tersebar hampir di seluruh ibukota pelabuhan koloni VOC, dari
Tuban, Gresik, Palembang, Teluk Benggala, Malaka, Kalkuta, dan Kolombo
(Srilanka).
METODE PENELITIAN
Tulisan menggunakan metode sejarah yaitu proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan agar peristiwa masa lampau
dapat direkonstruksi secara imajinatif (Gottschalk, 1950). Tahapan dalam metode
sejarah meliputi, pertama, heuristic yakni mencari dan mengumpulkan sumber.
Kedua, kritik yakni menyeleksi sumber, baik dari segi otensitasnya maupun
kredibilitasnya. Ketiga, interpretasi yaitu menafsirkan dan memberi makna
terhadap sumber yang terseleksi. Keempat, historiografi yakni penulisan sejarah
sebagai kisah yang logis dan sistematis.
PEMBAHASAN
Arti Genosida
Genosida (Bahasa Inggris: genocide) adalah sebuah pembantaian besar-
besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau sekelompok suku bangsa
106
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
dengan maksud memusnahkan atau (membuat punah) bangsa tersebut. Kata ini
pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada
tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di
Amerika Serikat. Kata ini diambil dari bahasa Yunani γένος genos ('ras', 'bangsa'
atau 'rakyat') dan bahasa Latin caedere atau 'pembunuhan' (Lemkin, 1944)
Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada
dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat lainnya
ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan Agresi.
Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, genosida ialah;
Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota
kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang menciptakan
kemusnahan secara fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan
mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan secara paksa anak-
anak dalam kelompok ke kelompok lain.(lihat
http://www.preventgenocide.org/ab/1998/).
107
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
108
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Komandan Het Hert juga melihat pasukan gabungan antara rakyat Banda dengan
beberapa tentara Inggris yang sedang berlatih dalam kamp-kamp militer
sederhana.
Coen melancarkan serangan kedua pada 11 Maret 1621. Kali ini dia lebih
strategis, menerjunkan tentaranya pada 6 titik sekaligus untuk mengelabui rakyat
Banda. Dalam waktu singkat, pasukannya telah menduduki pos-pos penting di
sebelah utara dekat Ortatang dan sebelah selatan dekat Lakoy. Meskipun
mendapat perlawanan sengit rakyat Banda, semua menjadi percuma akibat
pengkhianatan oknum warga Lakoy dan Ortatang yang berkhianat menunjuk jalan
ke kantong-kantong tentara rakyat hanya demi 30 real. Matahari belum terbenam,
namun hampir seluruh wilayah Banda Besar nyaris ditaklukkan.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan rakyat, salah satu tokoh
masyarakat (Orang Kaya/OK) bernama Kalabaka Maniasa yang adalah peranakan
belanda-banda dan fasih berbahasa Belanda mencoba berdiplomasi dengan Coen
di atas kapalnya. Yongheer Dirk Callenbacker, begitu sapaan Kalabaka, lalu
terlibat adu mulut dengan Jan Pieterszoon Coen. Coen menuduh warga Banda
melanggar janji-janji dan membunuh pedagang Belanda, sebaliknya Kalabaka
menyalahkan Belanda yang terlalu kejam dan serakah. Perdebatan alot sampai
membawa-bawa peristiwa kematian Verhoeven tahun 1609. Tampak jelas Coen
begitu memendam peristiwa kematian pimpinannya itu. Dan dia merasa perlu
membalasnya kini. Diplomasi Kalabaka buntu. Ia kembali ke perkampungan tanpa
hasil.
Tidak selang beberapa hari, para Orang Kaya (OK) atau pemuka adat dan
agama masing-masing kelompok warga mendatangi Coen di atas kapalnya
sebagai tanda menyerah total. Mereka membawa serta upeti dari hasil panen pala,
sebagian membawa ceret dari tembaga, dan sebuah rantai dari emas, dan
menyerahkan senjata-senjata. Akhirnya Banda mengakui kekuasaan Belanda, dan
berjanji memulangkan sebagian warga yang masih bersembunyi di hutan dan
pegunungan, juga akan menaati semua kesepakatan dagang yang diberlakukan.
Hanya saja, mereka memohon 4 syarat; menghormati hak milik mereka, keluarga,
agama, dan menghargai tokoh-tokoh masyarakatnya.
109
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
110
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
111
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
OK terbunuh tanpa satu kata pun terucap, kecuali salah seorang diantara mereka
bertanya lirih; ―apakah tuan-tuan tidak merasa berdosa?‖ (Des, 2010)
Gemuruh langit Banda terus menggelegar seakan murka dan menghujat.
Hujan turun deras sampai 3 bulan seakan menangisi kepergian para pejuang
‗tanah barakat‘. Meski teriakan sanak saudara memekik langit-langit suci, namun
terdengar sepi oleh Coen yang hatinya tertutup mati. Dari balik-balik bambu yang
membisu, peristiwa ini tak kan lekang oleh hati sanubari anak cucu Banda yang
mengharu-biru.
Coen yang mati rasa, tak tampak sedikitpun penyesalan dirinya. Pada 15
Mei, Coen membuat jamuan makan bersama sebagai moment perpisahannya
dengan pasukan tentara di benteng Nassau. Bagi Coen, ini hanyalah tugas Negara,
dan dia telah menuntaskannya dengan sempurna. Benarlah Coen, karena setiba
Coen di Jakarta pada 12 Juli, dia disambut bak pahlawan besar dengan iring-
iringan tembakan meriam dari darat dan laut. Atas prestasinya di Banda Naira,
Coen diberi hadiah 3000 guilders, dengan sedikit hukuman ringan. Selama dalam
penaklukan di Banda Naira, VOC telah meraup keuntungan yang fantastis bagi
Nederland; membangun kota Amsterdam, Hoorn, dan sejumlah benteng kokoh di
Batavia.
PENUTUP
Apa yang tersisa bagi Banda Naira? Dari sekitar 15000 jiwa penduduk
Banda kala itu, Coen berhasil menghilangkan 70 persen penduduknya, yang
sebagian besar mati dibunuh (Loth, 1995: 13-35). Di periode pasca-Coen, Banda
hanya dihuni oleh mayoritas para ibu dan anak-anak perempuan. Menyisakan
perkampungan-perkampungan yang kosong layaknya kota mati. Di sejumlah
perbukitan di Selamon (Banda Besar), tempat dimana persembunyian rakyat
selama pengejaran VOC, ditemukan sekitar 1800 gubuk, dan lebih dari 700
kuburan, dan 9 mayat yang belum sempat dikuburkan. Di Gunung Wayer juga
ditemukan 1000 gubuk dan beberapa kuburan. Pasca-Coen, tentara VOC masih
berpatroli mencari sisa-sisa warga Banda yang bersembunyi di hutan-hutan (Des,
2010).
Jan Pieterszoon Coen kembali dipercaya sebagai gubernur jendral untuk
kedua kalinya, setelah kepulangannya ke Belanda pasca peristiwa Banda. Namun
112
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Des. 2005. Sejarah Maluku: Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon,
Gramedia. Jakarta.
________. 2010. Sejarah Banda Naira Edisi Revisi. Malang: Pustaka Bayan
Gottschalk Louis. 1986. Understanding History: A Primer of Historical Method
(edisi Indonesia). UI Press. Jakarta.
_________. 1950. Understanding History ; A Primer of Historical Method. Pp.
xix, 290, vii. New York
Hanna, Willard A. 1983. Kepulauan Banda Kolonialisme dan Akibatnya di
Kepulauan Pala. Jakarta: Gramedia
Kiers, Lucas. Coen op Banda de qonqueste getoetst ssm hrt recht van den tijd hl.
236 dikutip Muridan Widjodjo
Lemkin, Raphael. 1944. Axis Rule in Occupied Europe, Carnegie Endowment for
International Peace, 700 Jackson Place, N.W. Washington
Loth, Vincent, C. 1995. Pioneers and Perkeniers: The Banda Islands in the 17th
Century, Cakalele Journal Vol.6.
Van der Chijs De vestiging het Nederlandsche gezag, hl.18-20 Valentijn Oud en
Nieuw Oost-Indië, I hl.91 dikutip Muridan Widjodjo
113
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
114
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Masyarakat di Kepulauan Banda dewasa ini merupakan kelompok masyarakat
baru yang tercipta melalui integrasi ragam etnis, agama, ras, dan bangsa. Proses
integrasi tingkat tinggi dari berbagai etnis dan kelas masyarakat dan telah
membentuk komunitas baru yaitu komunitas Banda dewasa ini yang merupakan
komposisi penduduk yang terseleksi oleh sistem kekuasaan dan lingkungan alam.
Masyarakat Banda dewasa ini termasuk dalam kelompok masyarakat metropolis
yang benar-benar memiliki pijakan yang kuat dalam status masyarakat baru
setelah terjadinya perubahan politik dan kekuasaan di Nusantara. Sebagai etnik
baru yang lahir dari percampuran unik dari berbagai etnik, menjadikan orang
Banda sebagai manusia-manusia baru yang tahan uji dalam penderitaan, suka
bekerja keras dan memiliki sikap toleran dan kepasrahan yang luar biasa. Itulah
sebabnya Bung Hatta menyebut Orang Banda bagaikan miniaturnya bangsa
Indonesia. Jika Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa sedang berproses
menjadi sebuah bangsa baru, maka sesungguhnya orang Banda telah final menjadi
sebuah suku bangsa baru dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia baru yang
dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.
PENGANTAR
Kepulauan Banda merupakan salah satu pulau pusat penghasil rempah di
kawasan timur Nusantara. Gugusan Kepulauan Banda di Provinsi Maluku yang
sekarang tersebut terbentang di Laut Banda, di Tenggara Pulau Ambon dan di
Selatan Pulau Seram. Pulau terbesar dalam gugusan pulau ini adalah Pulau Banda
Besar yang bentuknya mirip bulan sabit dengan luas daratan 34 km persegi. Di
pulau ini terdapat batu karang menjulang dengan ketinggian 20 meter, yang dari
jauh tampak seperti kapal kandas.
Perkembangan kepulauan Banda dalam perjalanannya mengalami pasang
surut. Pada masa sebelum munculnya perkebunan pala kolonial, pulau ini berada
1
Bimasyah Sihite, dan Lestari Dara Cinta Utami Ginting adalah Dosen pada
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Email
bimasyah90@gmail.com, dan rossifumiluphs90@gmail.com.
115
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
116
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
unsur-unsur budaya, tidak hanya ragam budaya etnik-etnik Indonesia, tetapi juga
unsur-unsur budaya yang telah dibawa oleh para buruh-buruh perkebunan Jawa,
Tionghoa, Buton, Sunda, Aceh dan juga para pengusaha perkebunan Eropa.
Secara fisik wajah kepulauan Banda pada era kolonial mencerminkan perpaduan
antara natural kepulauan nusantara timur dengan arsitektur Eropa dan Asia.
117
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
2
Vlekke, Nusantara; Sejarah Indonesia (terj. Samsudin Berlian), Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2008, hlm. 100-102.
3
Tentang adanya persaingan yang terjadi antar bangsa Eropa baik Portugis,
Spanyol, Belanda dan Inggris dalam memperebutkan daerah sentra produksi rempah di
Ternate, Ambon, dan Banda, lihat penjelasan Fernand Braudel, Civilization and
Capitalism, 15th-18th Century: The perspective of the world, California: University of
California Press, 1992, hlm. 207-232.
118
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Cengkih, pala, fuli dan kayu cendana semuanya muncul dan hanya muncul dari
ujung timur Indonesia. Para pedagang Melayu menyatakan bahwa Tuhan
menciptakan Timor bagi kayu cendana dan Banda bagi fuli serta Maluku bagi
cengkih, dan barang-barang dagangan ini tidak dikenal di manapun di dunia
kecuali di tempat-tempat ini.
Orang-orang Portugis baru merebut Malaka pada tahun 1511 ketika mereka
mengirimkan suatu armada kecil untuk menemukan kepulauan rempah. Ketika
mencapai Banda tahun 1512, kontrak dengan Timor dan kawasan Maluku lainnya
segera menyusul. Karena itu untuk pertama kalinya cengkih, pala dan kayu
cendana mencapai Eropa melalui kapal-kapal Eropa-jalur pelayaran laut
terpanjang di bumi. Bagi mereka yang menyelesaikan pelayaran ini,
keuntungannya menjadi sangat tinggi. Apa yang sebelumnya dibagi di antara para
pedagang kini terpusat hanya pada segelintir orang. Magellan membawa cengkih,
pala dan fuli (sebagaimana Colombus membawa mutiara) untuk menunjukkan
kepada penduduk setempat bagi apa yang dia cari Vittoria kembali dengan 533
kuintal (53 ribu pon), imbalan besar dari pelayaran keliling dunia tetapi hasil yang
cukup dengan keuntungan 2500 persen untuk menutup biaya ekspedisi. Sebastian
del Cano, yang memimpin armada itu setelah kematian Magellan pada tanggal 27
April 1521, dianugerahi gelar ksatria oleh Raja Charles I (kaisar Charles V) ketika
kembali ke Spanyol. Kenang-kenangan Del Cano menunjukkan tongkat silang
kayu manis yang ditancapkan di atas tanah dengan dihiasi pala dan cengkih di
bawah sebuah bola dunia dengan tulisan : Primus Circumdedisti Me”.4
Berdasarkan konteks dari teks penjelasan R.A. Donkin dan dikaitkan dengan
perspektif re-orient, sesungguhnya tujuan akhir dari petualangan dan penjelajahan
samudera yang dilakukan orang-orang Eropa pada abad ke XVI adalah
menemukan sumber rempah untuk memenuhi permintaan dari pelosok manapun.
Penemuan sentra produksi rempah yang menjadi keinginan para nahkoda
merupakan upaya pengabaian terhadap entry barriers (hambatan untuk memasuki
pasar) yakni adanya penguasaan pasar internasional yang terbatas dan meliputi
4
R. A., Donkin,. Between east and west : the Mollucas and the Traffic in
Spices up to the Arrival of Europeans, Philadelphia: American Philosophical Society,
2003, hlm. 18-19.
119
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
hanya pada Venesia dan Konstantinopel, Lisboa dan Sevilla tetapi melayani
seluruh Eropa dan Asia Barat serta Asia Barat Tengah.
Kedatangan orang-orang Eropa ke Nusantara yang dilandasi oleh
kepentingan ekonomi terjadi dalam suatu proses yang cukup panjang. 5 Dengan
pemikiran imajiner tentang kekayaan dan rempah, kemudian mereka berpetualang
untuk menemukan daerah penghasil rempah terutama cengkeh dan pala. Diantara
tempat yang mereka hendak temukan adalah pulau penghasil pala dan fuli yakni
kepulauan Banda. Orang-orang Portugis setelah penaklukkan Malaka dibawah
Alfonso d'Albuquerque kemudian melakukan sejumlah pelayaran ke Nusantara
termasuk untuk menemukan Kepulauan Banda yang menjadi pulau utama
penghasil pala dan fuli.6 Upaya orang-orang Portugis ini kemudian di ikuti oleh
pelaut-pelaut Belanda dan Inggris yang juga sukses mengunjungi kepulauan
Banda.
Eksploitasi kekayaan alam di luar Jawa, khususnya di kawasan Kepulauan
Banda gencar dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda setelah mereka merasa
khawatir dengan semakin meluasnya pengaruh aktivitas perdagangan yang
dilakukan oleh Inggris sekaligus dalam rangka ingin mengalahkan dominasi
kolonial Inggris terutama dalam aspek memperebutkan monopoli perdagangan
pala di Kepulauan Banda.7 Berdasarkan pertimbangan ini maka kemudian
pemerintah Kolonial Belanda melakukan ekspansi ke daerah tersebut.
Sementara itu, pada abad ke-XVII, Kepulauan Banda berstatus sebagai
ibukota Provinsi. Oleh karena itu, Gubernur Jenderal berkedudukan di Banda.
Beberapa Gubernur Jenderal yang pernah bertugas di Banda antara lain seperti :
Yacob De Biter sebagai gubernur pertama, Gubernur Hendrik Van Bergel sebagai
gubernur kedua, dan Gubernur Jendral Yan Pieterszoon Coen. Penaklukan
wilayah itu kemudian disusul dengan munculnya industri perkebunan dengan
5
Ibid., hlm. 112
6
Mengenai petualangan orang-orang Portugis hingga ke Asia, lihat penjelasan P.A.
Tiele, Affonso d'Albuquerque in het Oosten. 1507-1515, De Gids, tahun 1873, hlm. 378-
408. Selain itu lihat penjelasan R.Z. Leirissa (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta:
Balai Pustaka, 2008, hlm. 344-345. Lihat juga M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di
Maluku, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.10-19.
7
Des Alwi, Banda Naira, Sejarah Banda Naira, Jakarta: Penerbit Bayan, 2006, hlm.
38-40.
120
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
8
Des Alwi, Op. Cit., hlm. 60.
9
Jan Pieterszoon Coen (lahir di Hoorn, Belanda, 8 Januari 1587 – meninggal di
Batavia, 21 September 1629 pada umur 42 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia
Belanda yang keempat dan keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada
tahun 1619-1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung pada tahun 1627-
1629.
121
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
untuk itu sejumlah benteng pun didirikan seperti Fort Nassau Belgica, Holandia,
Revengie, dan beberapa Loji.
Akan tetapi proses merampungkan kekuasaan terhadap Banda tidak
semudah yang dibayangkan oleh orang-orang Belanda yang ketika itu telah berada
dibawah otoritas VOC. Sejumlah perlawanan sengit diberikan oleh penduduk
Banda terhadap orang-orang Belanda. Diantaranya adalah penyerangan yang
dilakukan terhadap Laksamana Verhoeven dan pasukannya di salah satu tempat di
bagian Timur dari pulau Naira dan dalam penyerangan ini Verhoeven terbunuh.
Selanjutnya penduduk Banda melakukan penyerangan yang bersifat sporadic.
Strategi penyerangan yang besifat sporadis itu menyebabkan Opperkoopman
Jacob Groenewegen dan 28 orang Eropa lainnya menjadi korban.10
Terjadinya aksi-aksi perlawanan terhadap orang-orang Belanda,
menyebabkan penguasa VOC mengambil langkah-langkah yang lebih agresif
terhadap penduduk Banda. Hoen yang menggantikan Verhoeven menyatakan
perang terhadap seluruh penduduk kepulauan Banda dan langkah nyata
dilakukannya dengan menaklukkan Labetakka (Lautaka), ia juga melakukan
tindakan kejam terhadap mereka dengan memerintahkan pembakaran perahu-
perahu mereka. Walaupun Labetakka memberikan perlawanan yang cukup heroik,
namun karena teknologi persenjataan tidak seimbang mengakibatkan kekalahan
berada dipihak Lebetakka.
Tindakan ekspansif terhadap penduduk Banda yang dilakukan oleh Hoen
mendapat dukungan penuh dari gubernur pertama Banda Jakob de Bitter, kapten
kapal Hollandia. Demi mengejar keuntungan yang diperoleh, gubernur baru ini
melancarkan serangan terhadap Celamme (Selamun) bagian timur dari pulau
Banda Besar, tetapi gagal bahkan dia sendiri terluka serta harus mundur dengan
mendapat kerugian besar.
Orang-orang Banda tidak mampu bertahan lama menghadapi orang
Belanda, dan karena itu pada awal bulan Agustus 1609 mereka menyodorkan
perjanjian perdamaian. Setelah itu pada tanggal 13 Agustus kontrak dibuat yang
terutama berisi tentang pelepasan pulau Neira seperti yang sudah ditaklukkan oleh
10
W.R. van Hoevell, De Moluksche Eilanden, Zalt-bommel: Joh. Noman en Zoon,
1856, hlm. 111.
122
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
11
W.R. van Hoevell, Op. Cit., hlm. 114.
12
W.R. van Hoevell, Op. Cit., hlm. 120.
123
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
13
Des Alwi, Op. Cit., hlm. 117.
14
Perang ekonomi yang terjadi antara Inggris dan Belanda berupa larangan
Inggris atas eksport tekstil kasar, termasuk ke Belanda, dengan maksud melumpuhkan
industri tekstil Belanda yang mengolah tekstil kasar dengan celupan warna bermutu
tinggi (oleh Inggris disebut proyek Cockayne) di satu pihak, dan larangan Belanda atas
import semua tekstil celupan (dengan alasan mutu rendah, berarti tekstil Inggris) di
pihak lain.
124
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
sehingga Coen diharuskan memulihkan kondisi ini melalui tindakan militer demi
tegaknya kekuasaan VOC di Banda.15
Semakin nyata bahwa tindakan Coen terhadap penduduk Banda
merupakan pembantaian etnis atau genocide terbatas. Hal ini jelas karena perintah
pengosongan pulau merupakan rencana pemilahan penduduk dan atau genotype.
Penduduk asli Banda sekalipun masih ada karena mengungsi ke Banda Eli dan
juga Seram tetapi kenyataannya penduduk Banda yang merupakan pemilahan
penduduk sesuai rencana Coen terbukti telah menempati kepulauan Banda dan
menjadi sub etnis yang baru. Penduduk Banda yang baru yang merupakan
pemilahan penduduk oleh Coen secara struktural adalah percampuran dari
berbagai etnis di Nusantara dan bagian terbesarnya dari praktek perbudakan pada
lahan-lahan perkebunan pala.16
Pada akhirnya suatu konsklusi yang dapat dikemukakan terhadap aksi
pembantaian penduduk oleh Coen secara teoritis hal ini merupakan bagian dari
politik dan ekonomi kapitalis yang menjadi trend di kepulauan Banda. Tolok
ukurnya adalah adanya eksploitasi terhadap penduduk untuk mengurangi biaya
produksi guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam
perdagangan Pala dan Fuli. Eksploitasi dilakukan di bawah mekanisme kekuasaan
kolonial yang diciptakan melalui perang dan perjanjian politik dengan penguasa
bumiputera atau disebut dengan beaurocratic and armed trade (berdagang yang
didasari birokrasi dan tentara). Wujudnya adalah benteng-benteng dengan
pegawai dan tentaranya serta suatu hubungan surat menyurat yang aktif dan
laporan-laporan yang panjang dan lengkap antara berbagai pejabat di daerah
dengan pusat di Batavia. Wilayah-wilayah yang dikuasai VOC untuk kepentingan
dagangnya dikoordinasi oleh seorang goeverneur, sedangkan di wilayah-wilayah
lain yang tidak memiliki ikatan politik ditempatkan seorang opperhoofd (kepala)
atau seorang gezaghebber (penguasa).17
15
Wawancara dengan Bapak Dr. Usman Thalib, pada pukul 14.15 wit pada tanggal
11 Oktober 2017.
16
Des Alwi, Op. Cit., hlm. 131.
17
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional
Indonesia IV, (Edisi Pemutakhiran), Jakarta: Balai Pustaka, 2008, hlm. 30.
125
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
18
Yang dijadikan budak oleh VOC adalah pribumi Banda yang tidak mau menjadi
penganut agama Kristen. Jika VOC membagi kepulauan Banda dalam 68 Persil lahan
perkebunan, dan setiap persil memperoleh 25 orang budak, maka diperkirakan
sekurang-kurangnya ada 1700 orang Banda yang masih menetap di Kepulauan Banda
walaupun berstatus sebagai budak. (Wawancara dengan Bapak Dr. Usman Thalib, pada
pukul 16.35 wit pada tanggal 14 Oktober 2017.)
126
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Berdasarkan perspektif kesejarahan, adalah hal yang sangat sulit jika timbul
pertanyaan yang mengarah kepada siapakah penduduk pribumi yang mendiami
pulau-pulau di wilayah kepulauan Banda pertanyaan ini tentu sulit untuk dijawab
terutama jika dihubungkan dengan realitas penduduk kepulauan Banda di masa
kini yang telah menjadi heterogen. Akan tetapi karena adanya sejumlah catatan
sejarah yang menjelaskan tentang penduduk kepulauan Banda terutama yang
dibuat oleh orang-orang Belanda, maka jawaban mengenai penduduk pribumi
yang mendiami kepulauan Banda sedikit dimudahkan terutama dalam
rekonstruksi historisnya.
Merujuk pada beberapa penjelasan yang berhasil dihimpun, penduduk
Kepulauan Banda sesungguhnya terbagi kedalam tiga komunitas.19 Komunitas
yang pertama adalah penduduk heterogen yang mendiami kepulauan Banda jauh
sebelum orang-orang Eropa menjejakkan kaki di kepulauan ini. Komunitas yang
kedua merupakan penduduk kolonis yang heterogen yang terdiri dari orang-orang
Eropa, mardijker, mestizo, orang buangan, dan budak. Dan komunitas yang ketiga
merupakan penduduk Banda yang terintegrasi dari berbagai ras, etnis, dan kuli
kontrak yang telah mengalami transisi cukup lama untuk kemudian membentuk
satu komunitas baru yakni komunitas Banda dewasa ini.
Penduduk Banda yang termasuk dalam komunitas pertama merupakan
masyarakat yang terbentuk menurut struktur adat dengan ikatan persekutuan
ulisiwa dan ulisima.20 Laporan orientalis mengenai penduduk Banda yang
termasuk struktur pertama ditafsirkan sebanyak 15 ribu jiwa, termasuk 4 ribu jiwa
pria yang berperawakan tegap, bersenjatakan perisai dan pedang. Menurut Tome
Pires, etnis Banda awal memiliki rambut panjang lurus, yang menunjukkan bahwa
19
Wawancara dengan Bapak Dr. Usman Thalib, pada pukul 15.00 wit pada tanggal
11 Oktober 2017.
20
Umumnya masyarakat di wilayah kepulauan Maluk u (konteks kesejarahan)
terbagi dalam dua kelompok persekutuan, yakni Ulisiwa dan Ulilima (Maluku Utara),
Patasiwa dan Patalima (Maluku Tengah), Ursiuw dan lorlim (Maluku Tenggara), dan
Ulisiwa dan Ulilima (Banda). Seluruh ikatan masyaraat mengacu pada satuan lima dan
satuan sembilan. Pembagian kelompok masyarakat ke dalam satuan lima dan sembilan
merupakan persektuan yang telah terbentuk sejak lama. Persekutuan ini terbentuk
sebagai dampak dari pengaruh kekuasaan Ternate dan Tidore atau kondisi sosial dan
tradisi tertentu yang mengharuskan setiap kelompok masyarakat harus membentuk
identitas sendiri. Untuk lebih jelas mengenai persekutuan masyarakat di Maluku.
127
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
21
M.Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah: Perjalanan Sejarah Maluku utara
150-1950, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 169.
22
P.A. Leupe, De Verovering der Banda Eilanden, 1854. hlm. 79.
128
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
23
Wawancara dengan Bapak Dr. Usman Thalib, pada pukul 16.47 wit pada tanggal
15 Oktober 2017.
24
Wawancara dengan Bapak Dr. Usman Thalib, pada pukul 17.00 wit pada tanggal
15 Oktober 2017.
129
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
pula dari segala penjuru budak dikirim ke Banda, seperti dari India Depan, Pantai
Coromandel, Kei dan Aru.
Gelombangan pengiriman penduduk ke Banda masih terus dilakukan oleh
VOC. Selaku kongsi dagang yang lebih mengedepankan aspek keuntungan dari
perniagaan, kompeni tidak begitu peduli dalam memilih penduduk baru; mereka
lebih memperhatikan jumlah dari pada kualitas. Beragam etnis dan perilaku yang
berbeda telah dikirim ke Banda sebagai penduduk koloni. Orang buangan, budak
pria dan wanita dari kualitas terendah yakni, orang-orang Tionghoa, Arab yang
tergabung dalam kelompok orang-orang Timur Asing lainnya menjadi bagian dari
penduduk koloni. Pengiriman penduduk baru ke Banda yang berasal dari berbagai
ras dan etnis, akhirnya telah membentuk struktur budaya dan kelompok etnik yang
baru di wilayah itu.
PENUTUP
Masyarakat di Kepulauan Banda dewasa ini merupakan kelompok
masyarakat baru yang tercipta melalui integrasi ragam etnis, agama, ras, dan
bangsa. Kelompok masyarakat ini tercipta melalui proses sejarah yang panjang
selama periode perbudakan di era VOC hingga pemerintah kolonial. Proses
integrasi tingkat tinggi dari berbagai etnis dan kelas masyarakat dan telah
membentuk komunitas baru yaitu komunitas Banda dewasa ini yang merupakan
komposisi penduduk yang terseleksi oleh sistem kekuasaan dan lingkungan alam.
Dari sisi fisik, masyarakat Kepulauan Banda dewasa ini mengalami banyak
perubahan fisik, sikap dan perilaku dengan sedikit mempertahankan bentuk
aslinya. Masyarakat Banda dewasa ini termasuk dalam kelompok masyarakat
metropolis yang benar-benar memiliki pijakan yang kuat dalam status masyarakat
baru setelah terjadinya perubahan politik dan kekuasaan di Nusantara. Sebagian
besar dari mereka hanya mengenal lingkungan tempat tinggalnya di Banda,
sedangkan asal usul mereka telah menjadi bayang-bayang masa lalu yang kabur.
Identitas berubah dengan menempatkan dirinya sebagai orang pulau dan atau
orang desa.
Seperti orang pulau Ai, orang pulau Run, orang pulau Hatta, orang Gunung
Api, orang Naira. orang Lonthor, orang Selamon, orang pantesero, orang Tanah
130
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Rata, orang Rajawali, orang Waer, orang Lautang, orang kampong Baru, dan lain
sebagainya, yang secara keseluruhan itu disebut orang Banda. Penduduk Banda
yang termasuk dalam kategori masyarakat transisi meraih supremasi dalam
pemukiman dan status sosial setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.
Proses-proses asimilasi dan akulturasi terjadi sehingga etnik Banda dewasa ini
dengan adat istiadatnya memiliki ciri tersendiri bila dibandingkan dengan etnik
Maluku lainnya.
Orang Banda dewasa ini adalah keturunan campuran dari berbagai etnik
yang pernah lama bermukim di Banda Neira misalnya, seperti Portugis, Belanda,
Inggris, Cina, Malayu, Arab Jawa, Bali, Melayu, Makassar, Bugis, Buton,
Ambon, Seram, Kei dan lain sebagainya. Proses inilah yang menjadikan etnik
Banda Naira sebagai etnik unik dengan penampilan-penampilan yang enak
dipandang, serta memiliki perangai sebagai ―etnik periang‖, ramah, penuh
persahabatan dengan prioritas proses assosiatif dalam kontak-kontak sosialnya.
Sebagai etnik baru yang lahir dari percampuran unik dari berbagai etnik,
menjadikan orang Banda sebagai manusia-manusia baru yang tahan uji dalam
penderitaan, suka bekerja keras dan memiliki sikap toleran dan kepasrahan yang
luar biasa. Itulah sebabnya Bung Hatta yang pernah dibuang dan bermukim
selama lima tahun di Banda Neira menyatakan Orang Banda bagaikan
miniaturnya bangsa Indonesia. Jika Indonesia yang terdiri dari berbagai suku
bangsa sedang berproses menjadi sebuah bangsa baru, maka sesungguhnya orang
Banda telah final menjadi sebuah suku bangsa baru dalam tatanan sosial
masyarakat Indonesia baru yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Des. 2006. Sejarah Banda Naira. Jakarta: Penerbit Bayan.
Adnan, Amal. 2010. M, Kepulauan Rempah-rempah: Perjalanan Sejarah Maluku
utara 150-1950. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
_________.2009. Portugis dan Spanyol di Maluku. Jakarta: Komunitas Bambu.
Braudel, Fernand. 1992. Civilization and Capitalism, 15th-18th Century: The
perspective of the world. California: University of California Press.
Donkin, R. A. 2003. Between east and west : the Mollucas and the Traffic in
Spices up to the Arrival of Europeans. Philadelphia: American
Philosophical Society.
Djoened, Poesponegoro Marwati, Notosusanto, Nugroho. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka.
131
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Leirissa, R.Z. (Ed.). 2008. Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka.
Leupe, P.A. 1854. De Verovering der Banda Eilanden.
Vlekke. 2008. Nusantara; Sejarah Indonesia (terj. Samsudin Berlian), Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Van Hoevell, R. 1856. De Moluksche Eilanden. Zalt-bommel: Joh. Noman en
Zoon.
132
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
MELA MAULANI1
ABSTRAK
Pela terjalin karena adanya perang Alakape (perang Tuhaha), terdiri dari lima
negeri yang bersatu melawan Belanda yang ingin menghancurkan kerajaan Islam
dan memperebutkan rempah di tanah Maluku. Upacara Adat Panas Pela diadakan
tiga tahun sekali antara negeri yang berpela dengan latar belakang tersebut untuk
memperkuat persaudaraan yang terjalin dengan tujuan memperkenalkan tradisi
leluhur kepada generasi muda negeri tersebut. Tujuannya untuk mengetahui
persaudaraan yang terjalin antar negeri Rohomoni dan Tuhaha. Metode
penelitiannya adalah wawancara mendalam kepada bapak Raja dan Kapitang
negeri Rohomoni serta studi kepustakaan. Hasilnya berupa persaudaraan tidak
memandang agama dan perbedaan, justru karena masyarakatnya pluralisme ikatan
Pela ini semakin kuat. Persaudaraan yang terjalin antara negeri Rohomoni
(muslim) dan Tuhaha (nasrani) berawal dari upacara adat panas Pela,
mengandung unsur pendidikan (mengajari generasi muda tentang Pela),
pluralisme (menghargai keragaman dan perbedaan) dan identitas ke-Indonesiaan
(identitas dan jati diri orang Maluku), terutama erat kaitannya dengan jalur
rempah. Kesimpulannya upacara panas Pela sebagai pemersatu dua negeri yang
berpela dengan latar belakang perang Alaka untuk memperebutkan rempah yang
melimpah, walaupun berbeda ideologi tetapi tetap menjunjung tinggi
persaudaraan.
PENDAHULUAN
Kebudayaan lokal di Indonesia merupakan warisan budaya Indonesia yang
tidak ternilai harganya. Baik tangible maupun intangible suatu kebudayaan itu
merupakan ciri khas dari suatu wilayah atau daerah. Nilai yang terkandung dalam
sebuah budaya memiliki daya tarik tesendiri dan dipegang teguh oleh masyarakat
yang mempercayainya. Salah satu kebudayaan lokal di Indonesia yang berada di
provinsi Maluku adalah budaya Pela. Pela merupakan salah satu tradisi budaya
yang berkembang dalam masyarakat di Provinsi Maluku, khususnya dalam tataran
kesatuan masyarakat adat yang lebih dikenal dengan sebutan Negeri. Tradisi
Budaya Pela adalah salah satu dari beberapa tradisi budaya lokal masyarakat
1
Mela Maulani S.Hum., adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Potilik,
Program Studi Antropologi, Universitas Padjadjaran. Email: mellamaulani18@gmail.com
133
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Maluku seperti sasi, larvul ngabal, masohi dan sebagainya.2 Di dalamnya terdapat
persaudaraan yang terjalin antara negeri muslim dan negeri kristen.
Terdapat pula nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan selalu berada pada
wilayah nilai yang paling tinggi dan menjadi tujuan akhir kehidupan. Nilai yang
dimaksudkan dalam tradisi Pela masyarakat Maluku, khusunya kepulauan
Maluku adalah sesuatu yang dipegang seseorang secara pribadi dan juga
merupakan tuntunan yang terinternalisasi dalam perilaku. Kehidupan bersama
dibangun di atas kejujuran, cinta kasih di antara sesama manusia (hidup basudara)
tanpa memandang suku, ras, budaya, dan agama yang mencirikan perbedaan.
Tradisi Pela memandang matra persaudaraan yang dalam kearifan lokal (local
genius) disebut ―orang basudara‖ sebagai sebuah pandangan yang bersifat
filosofis karena melaluinya dibangun rasa persatuan, rasa memiliki harmonisasi
dan tenggang rasa (Thomas, 2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Frans (Thomas, 2015) berjudul Pendidikan
Nilai dalam Tradisi Pela (Kajian Etnografis Masyarakat Ambon) mendapatkan
satu kesimpulan bahwa nilai-nilai dalam tradisi Pela meliputi (1) nilai agama yang
mengatur dimensi tuhan dalam kehidupan manusia, (2) nilai filosofi yang
memiliki universal dan akan terpengaruh berakhir nilai dan subjektif, dan (3) nilai
etika yang memiliki konsekuensi tanggung jawab individu dalam mencapai
kewajiban moral. Melihat realita kekinian dan penuturan dari informan, bahwa
tradisi Pela ini kuat sekali mengandung nilai pendidikan. Pendidikan nilai disini
berupa dapat membentuk persepsi, sikap, keyakinan perilaku dan tindakan-
tindakan penduduk sebuah negeri. Bagaimana tradisi Pela ini mengajarkan untuk
selalu membantu dan menghargai satu sama lain. Fungsi yang lain pula untuk
mengajarkan kepada generasi penerus negeri yang berpela bahwa tradisi ini sangat
penting untuk tetap mengikat tali persaudaraan dan melestarikannya.
Ada pula penelitian lain yang berjudul Pela dan Gandong, Sebuah Model
untuk Kehidupan Bersama dalam Konteks Pluralisme Agama di Maluku
(Hehanussa, 2009) mendapatkan kesimpulan bahwa kita harus bersikap adil antara
adat dan agama. Kedua hal tersebut bukan sesuatu hal yang dapat dibandingkan
2
Samsul Ode. (Oktober 2015). Budaya Lokal sebagai Media Resolusi dan
Pengendalian Konflik di Provinsi Maluku (Kajian, Tantangan dan Revitalisasi Budaya Pela.
POLITIKA, 93-99.
134
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
dan dipilih mana yang lebih baik. Terlepas dari itu, Pela Gandong ini
menjembatani antara sisi agama dan sisi adat yang dimana masyarakat
mempercayainya, terutama masyarakat Maluku yang beragam. Persaudaraan ini
tidak memandang perbedaan dan agama, bahkan telah menjadi identitas lokal
orang Maluku.
Dari kedua contoh penelitian sebelumnya yang dibahas di atas dan beberapa
penelitian lain mengemukakan bahwa betapa pentingnya nilai yang terkandung
dalam tradisi Pela Gandong, bahkan dikaitkan dengan multikulturalnya
masyarakat Ambon, konteks pluralisme agamanya dan sebagai media resolusi dan
pengendalian konflik. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang
penulis teliti adalah bagaimana persaudaraan di persimpangan jalur rempah ini
terbentuk.
Penelitian ini dilakukan untuk menelusuri tentang persaudaraan di
persimpangan jalur rempah yang ada di Maluku, terutama negeri-negeri di Pulau
Haruku. Salah satu negeri yang mempunyai ikatan Pela dengan negeri lainnya
yaitu Rohomoni. Penelitian ini akan melihat bagaimana persaudaraan terjalin
dengan peristiwa perang Alaka yang terjadi di gunung Alaka, pulau Haruku
(Nnegeri Rohomoni). Peristiwa perang yang melibatkan lima negeri melawan
Belanda kala itu terjadi karena Belanda ingin menghancurkan kerajaan islam dan
merebut rempah yang ada di sana. Persaudaraan yang terjalin di pesimpangan
jalur rempah ini menjadi saksi perjalanan Pela terbentuk. Dari mulai mengikat
sumpah antar kedua negeri (Pela tumpah darah) dan sampai sekarang ikatan
persaudaraan tersebut tetap terjalin dengan baik. Salah satunya diadakan upacara
Panas Pela setiap tiga tahun sekali untuk memperkenalkan kembali, memberikan
nilai pendidikan, menghargai perbedaan dan keragaman antar sesama negeri yang
berpela. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana
persaudaraan yang terjalin di persimpangan jalur rempah yang berada di
kepulauan Maluku Tengah.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
perspektif antropologi untuk memahami fenomena sosial budaya yang ada dalam
135
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
3
Eliza Kissya., & Annas Radin Syarif. (2016). Kewang, Kisah Laut dan Ikan Lompa.
In R. Mathari, Jalan Panjang Masyarakat untuk Konservasi dan Ruang Hidup, 15 Cerita
Konservasi Masyarakat Adat di Indonesia (p. 31). Bogor: ICCAs Indonesia.
136
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
cengkeh, pala dan koprakan. Belanda menginginkan rempah itu dengan jalan
menghancurkan kerajaan islam yang ada pada saat itu.
“Perang ini terjadi di gunung Alaka, sebab pada saat itu pusat
pemerintahan Kerajaan Hatuhaha berada di gunung Alaka. Perang Alaka
terjadi sebab penjajah ingin menghancurkan persatuan dan kesatuan
masyarakat di Uli Hatuhaha. Selain untuk menghancurkan persatuan,
penjajah juga ingin menguasai rempah-rempah yang berada di Uli
Hatuhaha. Ketika perang terjadi dan penjajah telah berhasil menduduki
benteng di Hatuhaha. Patti (Raja) Hatuhaha mundur dan meminta bantuan
pada Kapitan Huhule (Huhule adalah nama negeri Tuhaha pada zaman
kolonialisme) yang menjabat sebagai panglima perang dari Negeri
Tuhaha.”4
4
Keterangan Bapak Irahu Sangadji, Kapitan Adat Negeri Rohomoni. (Wawancara,
Oktober 2017).
137
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
masyarakat adat yang disebut dengan negeri dimana Pela ini merupakan sebuah
tradisi turun-temurun yang bertujuan untuk mempersatukan masyarakat antar
negeri. Pasca konflik Maluku tahun 1999, budaya Pela diharapkan mampu
menjadi modal sosial dan juga modal politik bagi masyarakat dan juga
pemerintahan untuk membangun kembali pola-pola kehidupan masyararakat
pasca konflik yang berkepanjangan. Selain itu pemaknaan kembali budaya lokal
Pela bertujuan untuk meggerakkan kebersamaan masyarakat, membangun rasa
saling percaya serta mencapai keuntungan secara bersama (Ode, Oktober 2015).
Dalam kajian ilmu antropologi, identitas bergantung pada hubungan diri dengan
orang lain. Berdasarkan sejarah masa lampau, konflik yang telah terjadi di
Maluku, membuat Pela ini menjadi identitas orang Maluku. Di dalamnya terdapat
sejarah hidup orang Maluku, terkandung penghayatan akan nilai-nilai relasi antar
manusia, baik yang diawali atau tanpa ketegangan seperti persaudaraan di
persimpangan jalur rempah ini.
138
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
yang telah dicampurkan antar pemimpin negeri kala itu. Sesuai perkembangan
zaman, darah digantikan dengan garam karena orang Rohomoni yang beragama
islam tidak diperbolehkan meminum darah lagi. Sifat garam, akan larut dan hilang
ketika masuk air, akan binasa yang hanya meninggalkan jejak rasa asin dalam air
tersebut. Bak garam, sumpah tersebut diangkat oleh kedua negeri, barang siapa
yang langgar, akan melebur seperti garam di dalam air, barang siapa ingkar, akan
hilang seperti garam di dalam air, hanya tersisa sakit akibat sumpah yang
dilanggar.
“Ikatkan dua negeri. Itu negeri tidak boleh terlepaskan dua negeri , pada
zaman dahulu kala kan kita tidak tahu panas Pela dimana tapi di Rohomoni
sama Tuhaha itu masyarakat Tuhaha ini panas Pela tumpah darah, karena
30 anak bangsa meraka itu gugur di medan perang , mereka punya kuburan
masih ada sampai sekarang, tadi di puncak gunung Alaka”.
Tradisi Panas Pela biasanya di lakukan 3 tahun sekali, dan harus ada raja
dari kedua negeri. Jika ada salah satu negeri yang tidak memiliki Raja atau dalam
arti masih terjadi kekosongan kekuasaan maka Panas Pela tidak dapat
dilaksanakan. Panas Pela biasanya dilakukan pada bulan-bulan yang memiliki
curah hujan yang rendah seperti bulan September, Oktober, hingga Februari.
Tempat atau lokasi diadakannya bergilir. Semisal pada prosesi tahun ini
dilaksanakan di Negeri Rohomoni maka pada prosesi selanjutnya diadakan di
Negeri Tuhaha.
Bapak kapitan Irahu Sangadji berkata demikian, bahwa dahulu adanya
pertumpahan darah 30 anak bangsa dalam peperangan. Betapa dasyatnya perang
dahulu sehingga terciptalah tradisi panas Pela tersebut. Begitulah upacara adat
panas Pela dilaksanakan, ramai dikunjungi negeri yang ingin hadir dan tahu,
sakral dengan sumpah yang diangkat diatas dulang air, terjaga dengan adat yang
dipegang teguh oleh masyarakat.
Sei lesi sou (siapa langgar sumpah), sou lesi ei (sumpah akan hukum dia).
Kembalilah terucap sumpah tersebut. Ternyata ada sebuah kisah nyata yang baru
terceritakan. Entah pastinya kapan, bapak menjelaskan bahwa ada suatu kejadian
dimana suatu malapetaka terjadi akibat sebuah negeri tidak memperhatikan
persaudaraan ini. Katanya, terjadi pada orang Tuhaha yang tidak memperhatikan
kaum saudaranya yang dipenjara di Saparua, mereka membiarkan dengan
139
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
sekedarnya tidak membantu sama sekali. Alhasil, seketika itu juga rumah adat
mereka roboh, tanpa diterpa angin, tanpa lapuk dimakan usia, semua terjadi begitu
tiba-tiba setelah mereka berbuat seperti itu.
Orang Rohomoni sendiri percaya, bahwasannya, jika mereka tidak
memegang teguh aturan adat sampai saat ini, tidak akan ada yang namanya
Rohomoni, tidak akan ada namanya rempah, tidak akan ada lagi namanya
persaudaraan, tidak akan ada lagi jalur rempah yang membawa kebajikan negeri
Rohomoni. Malah akan tercipta kesengsaraan, rezeki tidak akan cukup, akan
adanya banyak teguran yang datang langsung dari Allah. Karena Rohomoni
sekarang merupakan pusat dari persaudaraan antar Pela, pusat dari disimpannya
semua catatan sejarah penyebaran islam dan jalur rempah di rumah pusaka dan
tidak sembarang orang bisa memasukinya, seperti sebuah ruangan rahasia yang
menarik diteliti namun sulit tuk dimasuki.
140
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
5
Turner menyatakan bahwa kekaguman terhadap daya magis rempah dalam
kehidupan masyarakat dunia pada zaman dahulu memang diakui oleh banyak orang,
namun yang lebih mengagumkan lagi adalah bahwa banyak hal telah dikorbankan
(harta, nyawa, kehormatan, kekuasaan, dan sebagainya) hanya untuk memperebutkan
rempah. Dengan demikian, rempah bukan hanya memiliki kekuatan magisbagi para
penggunanya tetapi juga memiliki kekuatan magis dalam menentukan sejarah dunia.
Lihat Jack Turner, Sejarah Rempah: Dari Erotisme sampai Imperialisme (Penerjemah Julia
Absari) (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), hlm. xvi.
6
Dalam buku Rempah, Jalur Rempah, dan Dinamika Masyarakat Nusantara
(Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia). hlm. xxiv.
141
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa poin penting bahwa rempah
menjadi salah satu alasan utama terciptanya persaudaraan yang menjadi identitas
orang Maluku. Pela yang merupakan sebuah tradisi yang tetap dijaga sampai
sekarang menjadi saksi dan cerita bagaimana rempah yang dipandang sebagai
sebuah surga menghasilkan adanya imperialisme dan kolonialisme yang justru
seringkali menjadi sumber siksaan neraka bagi penduduk kepulauan nusantara
yang menghasilkannya. Oleh karena itu terciptalah pela yang melatarbelakangi
persaudaraan di persimpangan jalur rempah ini.
Namun demikian, rempah juga menjadi kekuatan penggerak sejarah dimana
telah terjadinya komunikasi lintas budaya, berbagai macam etnik dan kelompok
sosial masuk ke Maluku dengan jalur perdagangan rempah. Sehingga
keberagaman tercipta di negeri yang bersaudara ini. Siapapun itu mereka dan
berasal dari manapun, ketika sudah menjadi orang Maluku, mereka tetap
menjunjung tinggi nilai persaudaraan. Jalur rempah, persimpangan jalur rempah
dan persaudaraan di persimpangan jalur rempah ini, membuktikan adanya sebuah
142
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
nilai yang ingin disampaikan sedari orang-orang terdahulu bahwa rempah ini
dapat memisahkan dan menyatukan.
Persaudaraan yang terjalin antara negeri Rohomoni dan Tuhaha ini, sebuah
catatan perjalanan tentang rempah yang mempersatukan dua negeri akibat dari
rempah yang bersifat memisahkan. Perang yang terjadi melawan Protugis dan
Belanda dulu kala membuat kenangan bahwa dimana kita bersatu di sana
kemenangan akan terwujud. Kemenangan persaudaraan, kemenangan
mempertahankan rempah dan kemenangan yang menjadi identitas diri mereka.
Walaupun kedua negeri ini berbeda ideologi dan kepercayaan, tetapi mereka tetap
bersatu untuk mempertahankan negeri dan tanah mereka. Dengan adanya upacara
panas pela dan adanya tradisi pela samai sekarang, itu menjadi tanda bahwa
ikatan persaudaraan tetap kuat dan lestari walaupun sudah bertahun-tahun
lamanya.
DAFTAR PUSTAKA
143
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
144
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
HALIMATUSSA‘DIAH SIMANGUNSONG1
ABSTRAK
Aceh Timur merupakan daerah yang terletak di pesisir timur Provinsi Aceh, saat
ini wilayahnya meliputi Kabupaten Tamiang, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh
Timur. Sebelumnya wilayah ini tidak memiliki peranan yang berarti hingga
pertengahan abad ke-19, Aceh Timur muncul sebagai daerah pusat penanaman
lada yang penting di Aceh yang diusahakan oleh pendatang dari Pasai, Pidie dan
Aceh Besar. Seuneubok Lada adalah komplek perkebunan lada yang merupakan
gabungan dari 10 sampai dengan 20 atau lebih kebun lada. Keberhasilan
penanaman lada di Aceh Timur menyebabkan munculnya kenegerian-kenegerian
baru yang diawali oleh pembentukan Julok Rayeuk, Julok Cut, Bugeng, Bagok,
Idi Cut, Idi Rayeuk, Meureubo, Peudawa Rayeuk, Sungai Iyu, Simpang Ulim, dan
Tanjung Seumantok. Hal ini lebih lanjut berdampak pada aspek ekonominya
yakni memungkinkan perolehan pendapatan yang lebih besar. Dari aspek politik,
dilihat dari perkembangan seuneubok lada menyebabkan tumbuhnya kenegerian-
kenegerian yang memberi kesempatan kepada kepala dalam penanaman lada
untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi (uleebalang) dibandingkan
dengan daerah asalnya. Sedangkan pada aspek sosialnya pertumbuhan seuneubok
lada yang diusahakan oleh para pendatang menyebabkan terjadinya pertambahan
penduduk dan berdampak pada komposisi penduduk.
PENDAHULUAN
Lada atau pepper (piper nigrum) termasuk kedalam golongan rempah-
rempah. Namun lebih akrab dengan nama merica merupakan rempah-rempah
yang paling diminati sehingga nilai tukar dan nilai jualnya pun tinggi
dibandingkan rempah-rempah lainnya seperti cengkeh, pala dan lain sebagainya.
lada juga memiliki julukan ―The king of spice‖ yang artinya raja rempah-rempah,
karena sejak dari zaman dulu sampai saat ini lada menjadi komoditas unggulan
dari perdaganganrempah-rempah, dan Indonesia merupaakn pengekspor lada
terbesar di dunia. Bahkan rempah ini telah menjadi primadona sejak abad ke-14
1
Halimatussa’diah Simangunsong, S.Hum adalah mahasiswa Departemen Ilmu
Sejarah Universitas Sumatera Utara. Email: hadiah724@gmail.com
145
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
oleh para pedagang dari India (terutama Malabar) dibeberapa tempat dibagian
utara Pulau Sumatera, hal ini sejalan dengan penyebaran agama Islam.2
Aceh Timur merupakan wilayah yang letaknya berada paling ujung di pantai
timur Aceh. daerahnya terletak di muara Sungai Jambu Ayer di sebelah utara
sampai muara Sungai Ayer Masen di selatan. Daerah pantai Aceh Timur langsung
berhadapan dengan Selat Malaka, hal ini menyebabkan Aceh Timur telah
memainkan peran penting dalam perdagangan dunia sejak abad ke-12.
Wilayah Aceh Timur memiliki iklim tropis dengan curah hujan 1.750-2.000
mm pertahun, itu artinya wilayah ini termasuk daerah dengan intensitas hujan
yang rendah. Selain itu, daerah Aceh Timur sama sekali tidak memiliki gunung
berapi sehingga tingkat kesuburan tanah di daerah ini kurang. Namun, wilayah
Aceh Timur dialiri oleh banyak sungai3, sungai-sungai ini memiliki arti ekonomi
karena semua sungainya dapat dialiri sebagai sarana tranportasi komoditas yang
dihasilkan di pedalaman terutama lada.
Walaupun komponen tanah di daerah Aceh Timur tidak terlalu subur dengan
ciritanah liat yang berpasir, namun tanaman lada masih dapat tumbuh dengan baik
karena akar tumbuhan ini sangat mudah menembus lapisan tanah. Selain lada,
daerah Aceh Timur banyak ditanami tanaman lain salah satunya padi. Faktor
kurang suburnya tanah di daerah Aceh Timur dapat diatasi dengan pemeliharaan
tanaman lada secara lebih intensif termasuk pemberian pupuk. Terdapat tiga
faktor mengapa saat itu padi sangat jarang ditanam dibandingkan tanaman lada
yakni keadaan kesuburan tanah, curah hujan yang rendah serta harga lada yang
2
Denys Lombard, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), 2006,
Jakarta: Sepustakaan PopulerGramedia, Forum Jakarta Paris, Ecole francaise d’Extreme-
Orient. hlm. 59; lihat juga Edy Soedewo, “Lada si Emas Panas: Dampaknya Bagi
Kesultanan Aceh Dan Kesultanan Banten”, 2007, Jurnal Historisme, edisi No. 23/ Tahun
XI., hlm. 18
3
Sungai-sungai besar bersumber di pedalaman Pegunungan Bukit Barisan yang
bermuara di Selat Malaka. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Jambu Ayer (panjang
200 km), Sungai Tamiang (panjang 180 km), Sungai Peureulak (panjang 140 km) dan
sungai Bayeun (panjang 80 km), sedangkan sungai-sungai yang lebih pendek diantaranya
adalah Sungai Langsa, Sungai Bayeun, Sungai Ranto Panjang, Sungai Alue Nireh, Sungai
Idi, dan Sungai Arakundo. M. Gade Ismail, seuneubok lada, uleebalang, dan kumpeni
perkembangan sosial ekonomi di daerah batas Aceh timur, 1840-1942, 1991, Leiden:
Academish Proefschrift de Rijksuniversiteit te Leiden, hlm. 20.
146
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
tinggi dibandingkan menanam tanaman padi, inilah yang menjadi daya tarik untuk
menanam tanaman lada.
Sejak awal abad ke-19 Aceh Timur mulai muncul sebagai pusat penanaman
lada yang dibuka oleh para pendatang. Perkembangan daerah ini sangat
berpengaruh pada saat itu sangat dipengaruhi oleh penanaman lada. Dibukanya
seuneubok lada di daerah Aceh Timur menyebabkan pertumbuhan kenegerian-
kenegerian baru dan terus berlanjut sampai dengan pecahnya Perang Belanda di
Aceh pada tahun1873.4
Dalam tulisan singkat ini penulis akan memaparkan bagaimana tanaman
lada menjadi primadona sehingga menarik perhatian penduduk daerah lain untuk
melakukan migrasi ke daerah Aceh Timur dengan tujuan membuka seuneubok
lada atau kebun-kebun lada sekaligus menjadi alasan munculnya kenegrian-
kenegrian baru yang menjadi periode baru dalam pengembangan daerah ini.
4
Ibid., hlm. 37
5
Sesuatu negri secara resmi terbentuk, setelah pengausa di daera baru
memperoleh pengesahan dengan mempoleh nobat. Meskipun demikian, negeri yang
baru terbentuk itu tidak dianggap sebagai daerah bawahan dari negeri asal. J.R. Logan.
Traces of the origin of the Malay Kingdom of Borneo Proper”, JIAEA 2 (1848) 11, hal.
513-514; lihat juga, M.C Sheppard, “The Nobat”, Malaya in History. Jilid. IV. No.1, 1958.
Hal. 22 lihat juga, J.M gullick, Sistem Politik Bumiputera Tanah Melayu Barat, Kuala
Lumpur: dewan Bahasa Pustaka, 1970, hal. 73; lihat juga J.M Gulick, Malay Society in the
Late Nineteenth Century, Singapura: Oxford University Press, 1987, hal. 28-29; ; lihat
juga M. Gade Ismail, ibid., hlm 51.
6
“Alam Melayu” yang dimaksudkan disini untuk menunjukkan kepada daerah-
daerah di semenanjung Melayu, Kepulauan Indonesia dan Filiphina yang berkebudayaan
Melayu. Ac. Milner, 1971, Kerajaan: Political Culture on the eve of colonial rule. Tucson
Arizona: Unversity of Arizona Press, hal.2; lihat juga M.Gade Ismail, Ibid.,
147
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
lada dengan membuka kebun lada disebut dengan istilah buka seuneubok atau
membuka kebun lada.7
Daerah penanaman lada di Aceh telah berkembang di pantai selatan.
Namun, pada awal abad ke-19 pusat penanaman lada di Aceh kembali mengalami
pergeseran ke daerah pantai barat dan timur Aceh dan menjadikan daerah pantai
selatan tidak lagi memiliki peranan penting.
Munculnya daerah-daerah penanaman lada pada permulaan abad ke-19 tidak
dapat dipisahkan dari meningkatnya harga lada di pasar internasional. Pada tahun
1822-1823 lada mancapai harga tertinggi hingga tahun 1871.8
Di pantai barat sejak tahun 1830 muncul pusat penanaman lada baru antara
Meulaboh dan daerah-daerah disebelah baratnya seperti Pati, Rigaih, dan
Teunom.9 Sedangkan di pantai timur Aceh tepatnya di daerah Kuala Krueng
Jambu Aye sampai dengan daerah Tamiang sejak tahun 1840 sebagai pusat
tanaman lada yang baru.
7
Seuneubok adalah kompleks perkebunan lada yang merupakan gabungan dari 10
sampai dengan 20 atau lebih kebun lada. Masing-masing kebun dikerjakan oleh 5 orang
atau lebih. “Aanteekeningen Gehouden Gedurende Mijn Verblijf te Edi”, dalam
Westersche Handscriften van het KITLV Leiden: H. 997. No. 109.
8
Harga lada yang pada tahun 1806 berkisar sekitar 8 Ringgit Spanyol perpikul,
mengalami kenaikan terutama sebagai akibat dari persaingan antara pedagang-
pedagang Isnggris dan Amerika, dalam perdagangan lada di Sumatera. Pada tahun 1822
harga lada mencapai 10 Ringgit Spanyol perpikul. John Bastin, The british in West
Sumatra, 1685-1825. Kuala Lumpur: University of Malaya press, 1965, halaman. 133.
Lihat juga, J.W. Gould, “Sumatra-America’s Pepperpot, 1784-1873”, Essex Institute
Hostisal Series, 92, 1956, halaman 217. Lihat Juga M. Gade Ismail. op.cit. hlm. 63
9
Ibid., hlm. 41. Sampai tahun 1825 di daerah ini belum lagi ditanam lada. Kelapa
tumbuh baim disana. William Milburn, 1825, Oriental Commerce. London, hal.361. W.L
Ritter anggota utusan yang dikirim Gubernur Blenda di Padangkepada Sultan Aceh. pada
tahun 1837. Dalam perjalanan ituia menyinggahi pelabuhan-pelabuhan di pantai barat
Aceh. laporannya menyebutkan bahwa tanaman lada sudah cukup mulai berkembang
dipantai barat aceh. lihat W. L Ritter, “Korte Aanteekeningen over het Rijk van Atjin,
voor zoo verre het zich uitstrekt van den Hoek van Singkel tot aan Zoogenaamd Groot-
Atjin : Opgemaakt op eene Reis langsde Kust in het Begin van 1837”, TNI 1 (1838), 1,
halaman 471. Produksi lada pantai barat Aceh ini tidak ada yang dijual kepada
padagang-pedangan Belanda. Pedagang-pedagang Amerika, Inggris, Italia, Jerman dan
Denmark mengangkut langsung lada-lada ini ke Eropa atau Amerika. Pedagang-
pedagang Cinadari pulau Penang juga ikut ambil bagian dalam perdagangan lada di
daerah ini. P.G.J Senn, “Atjineesche Peperhavens”. ARA: NHM: No. 9468: Reisverslagen
No. 45. 1853.
148
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Pertumbuhan Seunebok lada di Aceh Timur tidak dapat terlepas dari proses
migrasi penduduk dari berbagai daerah ke wilayah Aceh Timuryang pada saat
iniAceh Timur hanya berupa daerah kosong yang dipenuhi semak belakar hanya 4
kenegrian saja yang menjadi pemkiman bagi penduduk setempat, yakni Peureulak,
Langsa, Karang dan Kejuruan Muda.
Migrasi yang dilakukan penduduk dari Pasai, Pidie dan Aceh Besar ke
Aceh Timur pada awal abad ke-19 menjadi modal perkembangan Aceh Timur.
Perpindahan penduduk dapat terjadi atas beberapa faktor yang dilihat pada faktor
pendorong dan faktor penarik.
Faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadi migrasi biasanya
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk sehingga berakibat pada kurangnya
sumberdaya alam dan akhirnya akan terjadi persaingan ekonomi antar penduduk.
Selain faktor ekonomi masih banyak lagi faktor pendorong yang menyebabkan
terjadinya migrasi. Dilihat dari 3 daerah asal penduduk yang melakukan migrasi,
ketiganya memiliki kesamaan jika dilihat dari kesuburan tanah, pemukinan
penduduk dan keberadaan kerajaan. Aceh Besar yang terletak di lembah Aceh
Besar serta daerah Pidie dan Pasei adalah daerah yang cukup subur, selain itu,
ketiga daerah ini telah menjadi pusat pemukinan penduduk yang lebih awal
berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Aceh.10 ketiga daerah
yang menjadi daerah asal juga terdapat kerajaan-kerajaan pantai yang telah lahir
sejak sebelum abad ke-16.11
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan wahba penduduk
bermigrasi dari daerah asalnya menuju Aceh Timur pada abad ke-19 bukan lah
10
Ibid., hlm. 61-62. Daerah Pidie yaitu lembah yang terletak antara Ndjong sampai
dengan Pidie (Peukan Pidie), dank e arah pedalaman sampai dengan Tangse, di
dalamnya termasuk Kenegrian Gigieng dan Ie Leubue, adalah lembah yang padat
penduduk. Daerah Pasei yang terbentang antara Sungai Jambu Ayer sampai Lhok
Seumawe, juga daerahyang sejak abad ke-16banyak penduduk, walaupun demikian
kedua daerah ini merupakan daerah penghasil beras di Aceh. Sedangkan Aceh Besar pad
abad ke-17 mulai melakukan penanaman padi didaerah pedalaman Aceh Besar.
11
Ibid.,Samudra Pasai yang terletak di Pasei. Di daerah pidie terdapat kerajaan
Pidie yang sampai awal abad ke-16, masih merupakan kekuasaan yang dibawahi
kerajaan Aceh Besar dan Daya. Sedangkan Aceh besar terdapat kerajaan kecil yaitu
Darul Kamal dan Darul Alam, kemudian pada tahun 1520 kedua kerajaan ini digabung
menjadi kerajaan Aceh. Teuku iskandar.”De Hikajat Atjeh”, VKI 26 (1958), hal. 32; lihat
juga Arun K. Dasgupta, Acheh in Indonesian Tradedan politics: 1600-1641. Ph.D thesis,
Cornell Universit, 1962. Ann ArborMIchingan: University Micro Films, 1962, hal. 26-27.
149
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
karena faktor pendorong hal ini jelas terlihat bahwa daerah asal para pendatang
memiliki tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi, kepadatan penduduk yang
tidaklah terlalu padat, serta daerah-daerah tersebut merupakan pusat kerajaan-
kerajaan dibandingkan daerah tujuan migrasi dibandingkan daerah tujuan migrasi.
Motif migrasi penduduk ini bukanlah faktor pendorong yang berakar pada kondisi
ekonomi daerah asal, melainkan faktor penarik yang ditawarkan daerah baru.
Daerah Aceh Timur yang kosong namun memiliki nilai ekonomi dijadikan
sebagai kesempatan bagi kelompok pendatang untuk memperoleh pendapatan
yang lebih tinggi. tingginya harga lada di pasar internasional pada tahun 1820-an
menjadi motivasi penduduk untuk mencari daerah baru yang cocok untuk
ditanami tanaman lada.
Perpindahan penduduk di ceh tergolong baru namun kegiatan ini telah
dilakukan oleh para penduduk dengan beberapa gelombang yakni pada abad ke-18
ketika penduduk daerah Aceh Besar pindah ke daerah Sumatera Barat tepatnya
Trumon dan Susoh sebagai pusat penanaman lada dan membangun negeri-negeri
baru.
Gelombang kedua terjadi pada abad ke-19, saat pusat penanaman lada
bergeser kearah utara disekitar Meulaboh. Penduduk Aceh Besar dan Pidie
melakukan migrasi ke daerah itu untuk alasan yang sama seperti sebelumnya.
Sedangkan gelombang ketiga yakni migrasi penduduk Aceh Timur dengan alasan
yang sama untuk menanam lada terjadi pada abad ke-19. Migrasi ini dilakukan
oleh para penduduk dari Pasei, Pidie, dan Aceh Besar.
Gelombang perpindahan penduduk ke Aceh Timur bukan dipimpin oleh
seorang uleebalang daerah asal, melainkan anggota keluarga uleebalang,
panglima perang uleebalang ataupun anggota dari tuha puet. Sebelum melakukan
perpindahan kedaerah baru, biasanya terlebih dahulu dikirim seseorang yang
12
disebut peutua jaga untuk mencari tanah yang cocok untuk ditanami tanaman
lada berupa semak belukar. Setiap kelompok yang melakukan perpindahan terdiri
12
Ibid.,“Rechtsverhoudingen bij de pepercultuur”. Adatrechtbundel X, 1915, hal.
53; lihat juga Ibid.
150
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
dari 10 sampai dengan 20 orang dan dipimpin dipimpin seorang kepala yang
disebut peutua seuneubok (kepala kebun-kebun lada).13
Kelompok yang melakukan migrasi ke daerah Aceh Timur terbagi atas dua
golongan. Golongan pertama adalah penduduk yang bekerja untuk menanam dan
menelihara tanaman lada, namun di daerah asal biasa mereka adalah seorang
petani. Golongan kedua adalah para pemimpin14 dalam usaha penanaman lada
baik dengan modal sendiri maupun hasil pinjaman dari orang lain.15
Dari kenegrian-kenegrian yang muncul di Aceh Timur pada sekitar
pertengahan abad ke-19, kenegrian Julok Rayeuk merupakan kenegrian yang
paling awal terbentuk pada tahun 1840 oleh para migran yang berasal dari Pasai.
Kemudian meneruskan pembentukan kenegerian-kenegerian baru sebagai
pengembangan dari Kenegerian Julok Rayeuk, yaitu Julok Cut, Bugeng, Bagok,
Idi Cut, Idi Rayeuk dan Mereubo.16
Para pendatang dari Pidie datang dengan membuka kenegerian di Tamiang
yakni Sungai Iyu yang dikepalai oleh Teungku Chik merupakan bawahan dari
Raja Bendaraha.17 Sebagian pendatang dari Pidie langsung menanam lada pada
daerah yang telah dibentuk sebelumnya terutama di daerah Idi Rayeuk, Peudawa
Rayeuk, dan Peureulak. Pada saat itu Kenegerian Idi Rayeuk merupakan
kenegerian terkaya kedua di Aceh Timur setelah Simpang Ulim.18
Pendatang dari Aceh Besar yang datang terakhir membuka kenegerian
Simpang Ulim dan Tanjong Seumeunok. Kenegerian Simpang Ulim antara tahun
13
R.A. Hoesein Djajadiningrat. Atjeh-Netherlandsch Woordenboek, jilid 2, Batavia:
Landsdrukkerij, 1934, halaman 745.
14
Di daerah asal para pemimpin ini termasuk ke dalam kelompok pengusaha
tingkat kenegrian atau anggota keluarga para uleebalang, bisa juga kelompok kedua ini
merupakan orang-orang yang memiliki khusus dengan para penguasa seperti seorang
pedagang.
15
Ibid., hlm. 63
16
Ibid., hlm. 65
17
P.J veth.hlm 237; lihat juga Mawardi Umar, MENGADU NASIB DI KEBUN KARET
Kehidupan Buruh Onderneming Karet Di Aceh Timur, 1970-1939 2015, Aceh. Balai
Pelestarian Nilai Budaya Aceh, hlm.35
18
Ibid., P.J veth, op. cit. hlm. 243
151
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Sejarah pertama tanaman lada di Aceh merupakan sesuatu yang unik. Ada
banyak mitos tentang tanaman ini. Seperti tanaman ini sering disangkut-pautkan
dengan salah seorang Ulama terkenal yakni, Teungku Lam Peuneu Euen (Keueneu
Euen) di bagian IX mukim Aceh Besar.21 Sejak awal abad ke-19, ketika Aceh
timur dibuka untuk penanaman lada, tanaman ini ditanam pada tanah dataran
rendahyang dekat dengan sungai seperti disebutkan terdahulu jelas bahwa tanman
itu ditanam pada tanah yang kandungan humusnya kurang.22
Perkembangan seuneubok lada yang diusahakan oleh para pendatang tidak
hanya memberikan kesempatan kepada para anggota keluarga uleebalang untuk
mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kesempatan untuk memperoleh kedudukan
sebagai uleebalang di daerah yang baru. Terlebih-lebih pada abad ke-19.
Penanaman lada yang berhasil menyebabkan sejumlah kepala dalam penanaman
lada, yang kedudukannya didasarkan kepada hubungan ekonomi semata-mata,
berhasil meningkatkan statusnya menjadi Uleebalang.23 Kekayaan yang terus
19
M. Gade Ismail.op.cit. hlm.56
20
Umar Mawardi.op.cit. hlm.36
21
H.M Zainuddin, Tarikh Aceh dan Nusantara, 1961, Medan: Pustaka Iskandar
Muda, hlm. 263; lihat juga Muhammaddar, Kedudukan Ulama Dan Uleebalang Sebagai
Elit Sosial Politik Aceh (1900-1946). 2014. Skripsi S1 tidak diterbitkan, Medan: Institut
Agama Islam Negeri Sumatera Utara. hlm. 56
22
M. Gade Ismail. op.cit., hlm. 30.
23
Ibid.,hlm. 5.
152
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
153
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Pada saat terjadi masa panen lada, daerah-daerah seunebok lada dipadati
oleh para pendatang, yang datang untuk membantu keluarganya memanen lada.
Fenomena ini terjadi selama masa panen lada, pada saat ini penduduk Aceh Timur
bisa meningkat lebih dari 50% dari penduduk yang menetap di Aceh Timur. Ini
menjadi fenomena yang menarik ketika pendatang hanya tinggal sementara di
Aceh Timur menyebabkan daerah Aceh Timur padat penduduknya khususnya
daerah-daerah penanaman lada.24
Pembukaan seuneubok-seuneubok baru membuat hubungan antara orang-
orang yang terlibat dalam organisasi penanaman lada menjadi lebih kompleks.
Peutua Seuneubok pertama yang mengembangkan kebun-kebun lada menjadi
kepala dari seluruh seuneubok. Apabila pada masa sebelumnya, ia adalah kepala
dari satu seuneubok saja maka setelah perluasan ia menjadi kepala dari seluruh
seuneubok. Dalam keadaan seperti itu ia tidak lagi dipanggil peutua seuneubok,
tetapi memperoleh gelar baru yaitu Peutua Rayeuk (Ketua besar). Masing-masing
petua seuneubok, yaitu kepala seuneubok yang berada di bawah kekuasaan petua
rayeuk disebut Petua Cut. (ketua kecil).25
Ketika tahap ketua besar berhasil memperluas tanaman lada, berarti ia juga
berhasil menambahkan pemasukannya. Penambahan jumlah seuneubok juga
berarti daerah yang dikuasainya semakin luas. Keadaan inu sekaligus membuat ia
memiliki pengikut yang bertambah banyak.26
Ketika ketua besar merasa kedudukannya semakin kuat, mareka berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan uleebalang. Uleebalang yang memperoleh
sebagian besar pendapatnya dari usaha penanaman lada berusaha sepebuhnya agar
kekuasaannya tetap berlaku atas daerah-daerah penanaman lada. Perang antara
uleebalang dengan petua rayeuk adalah gejala yang umum terjadi di kenegerian-
kenegerian lada.27
Pertubuhan kenegrian-kenegerian di Aceh Timur berbanding lurus dengan
pertambahan penduduk. Kenegrian yang pertama terbentuk pada tahun 1876 yakni
24
Ibid., hlm.70., ARA: Min, can Kol. Vb. 7 Desember 1874. H. 34.
25
Ibid., hlm. 80, ARA: Memories van Overgave KIT. No. 102 (Beschrijiving van het
Zelfbesturend Landszhap Peureulak der Onderafdeeling Langsa, Afdeeling Oostkust van
Atjeh).
26
Ibid.,
27
Ibid.,
154
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Kenegerian Julok Rayeuk.Menurut data yang ada kenegerian ini pada tahun 1876
berpenduduk 6.000 jiwa dan mampu menghasilkan 8.000 pikul lada pertahun.
Selanjutnya pembentukan kenegerian-kenegerian baru yang merupakan
pengembangan dari Kenegrian Julok Rayeuk, yaitu Julok Cut, Bugeng, Bagok, Idi
Cut, Idi Rayeuk dan Mereubo.28
Kenegerian Idi Rayeuk muncul sebagai kenegerian terkaya setelah Simpang
Ulim pada tahu 1875 berjumlah sekitar 8.000 jiwa, dan menghasilkan 15.000
pikul lada pertahun, hal ini menjadi prestasi yang mengagumkan dari daerah ini,
walaupun daerah ini merupakan pengembangan dari daerah intinya Kenegerian
Julok Reyeuk, namun kenegerian ini mampu menghasilkan lada yang lebih
banyak. Sedangkan Kenegerian Idi Cut yang merupakan tetangga dari Kenegerian
Idi Rayeuk mampu menghasilkan 1.800 pikul lada pertahun serta didaerah ini
hanya berpenduduk sekitar 1.200 jiwa yang tinggal didaerah tersebut.29
Kenegerian Sungai Iyu yang termasuk kenegerian yang kecil berada di
daerah Tamiang30 hanya mampu menghasilkan 1.200 pikul lada, namun mengenai
jumlah penduduk yang bermukim di tempat ini tidak diketahui. Kenegerian lain
yang dibangun oleh pendatang dari Aceh Besar, walaupun kedatangannya sedikit
terlambat dibandingkan dengan Pasai namun kenegrian yang dibangun oleh para
pendatang dari Aceh Besar mampu menjadi kenegerian dengan penduduknya
memiliki pendapatan tertinggi hasil dari penanaman ladanya. Kenegerian yang
menjadi kenegerian terkaya di Aceh Timur ini mampu menghasilkan 35.000
pikul lada pertahun, dan jumlah penduduk sekitar 9.000 jiwapada tahun 1876.31
Daerah Kenegrian Peudawa Rayeuk yang dibangun oleh pendatang
keturunan Arab yakni Sayid Yusuf pernah menjadi rebutan antara Peureulak dan
Idi Rayeuk. Kenegerian Peudawa Rayeuk mampu menghasilkan lada 6.000 pikul
pertahun pada tahun 1875 berjumlah 1.500 jiwa.32
Dilihat dari aspek ekonomi faktor penting yang menarik penanam lada ke
Aceh Timur ialah kemungkinan untuk meningkatkan penghasilan. Dari aspek
28
Ibid., hlm 65.
29
P.J veth, op. cit. hlm. 243; lihat juga Mawardi Umar. op.cit., hlm. 35
30
M. Gade Ismail. op.cit., hlm. 55
31
Ibid., hlm. 56
32
P.J veth. hlm. 241; lihat juga Mawardi Umar. op.cit., hlm. 36
155
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
politik pun, terutama bila dilihat pada mobilitas politik, daerah baru juga
memberikan kemungkinan besar kepada sejumlah orang, terutama para kepala
dalam penanaman lada untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi dalam
bidang politik, yang didaerah asalnya kemungkinan untuk itu sudah tertutup.
Terlebih lagi pada aspek sosial dengan adanya migrasi ini barang tentu daerah
Aceh Timur menjadi ramai oleh para pendatang uang datang untuk membuka
kebun-kebun lada.
KESIMPULAN
Lada adalah komoditas yang paling dicari oleh para pedagnag di
mancaranegra hal ini menyebabkan harga remah ini melambung tinggi di pasaran
internasional. Oleh sebab itu, para petani di Nusantara berusaha untuk menanam
tanaman rempah yang dijuluki sebagai ―The king of spice‖ (raja rempah-rempah).
Dengan cara mencari daerah baru yang memilki tanah yang lebih luas untuk dapat
ditanami tanaman lada. Melihat daerah Aceh Timur dengan penduduk yang masih
jarang hanya terdapat empat kenegerian sedangkan tanah kosong masih tergolong
luas menjadi daya tarik untuk dijadikan daerah tujuan migrasi penduduk Pasei,
Pidie dan Aceh Besar.
Migrasi dilakukan penduduk untuk membuka kebun-kebun lada yang oleh
masyarakat Aceh disebut seuneubok lada. Pertumbuhan seuneubok lada menjadi
cikal bakal terbentuknya sebuah kenegerian. Kenegerian-kenegrian terus tumbuh
yang dibangun oleh para pendatang, menyebabkan daerah Aceh Timur mengalami
perkembangan memasuki periode baru dikarenakan perluasan seuneubok lada di
daerah ini.
Pertumbuhan seuneubok lada menyebabkan munculnya kenegerian-
kenegerian baru yang diawali oleh pembentukan Julok Rayeuk, Julok Cut,
Bugeng, Bagok, Idi Cut, Idi Rayeuk, Meureubo, Peudawa Rayeuk, Sungai Iyu,
Simpang Ulim, dan Tanjung Seumantok. Kenegrian-kenerian ini memberi
dampak pada perkembangan Aceh Timur, hal ini dapat dilihat dari aspek
ekonominya yakni dengan penanaman lada di Aceh Timur memungkinkan untuk
memperoleh pemasukan atau pendapatan yang lebih besar. Dari aspek politik,
156
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ismail, Muhammad Gade. 1991. Seuneubok Lada, Uleebalang, Dan Kumpeni
Perkembangan Social Ekonomi Di Daerah Batas Aceh Timur, 1840-1942.
Leiden. Academish Proefschrift de Rijksuniversiteit te Leiden.
Umar, Mawardi. 2015. MENGADU NASIB DI KEBUN KARET Kehidupan Buruh
Onderneming Karet Di Aceh Timur, 1970-1939. Aceh. Balai Pelestarian
Nilai Budaya Aceh.
Artikel Jurnal
Hardiman. 2015. Perkebunan Lada di Banten tahun 1805-1816. Jurnal,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Soedewo, Ery. 2007. Lada Si Emas Panas: Dampaknya Bagi Kesultanan Aceh
Dan Kesultanan Banten. Historisme, Edisi No. 23/Tahun XI.
157
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
158
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
NAJIB JAUHARI1
ABSTRAK
Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal masyarakat global sebagai negara
kepulauan terbesar, terletak diantara Benua Asia dan Australia, serta diantara
Samudra Hindia dan Pasifik. Proses pertama usaha untuk persatuannya yaitu
kesadaran penduduknya yang ingin membentuk suatu komunitas, diwujudkan
dalam Kongres Pemuda Indonesia II yang melahirkan Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928. Masyarakat yang berasal dari berbagai suku, membentuk bangsa
yang satu, yaitu Bangsa Indonesia. Proses kedua dalam integrasi nasional adalah
secara politik, diwujudkan dalam pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945. Proses ketiga dalam integrasi nasional adalah secara geografis,
wilayah teritorial, diwujudkan dalam Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember
1957. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah
termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI. Berdasar Keputusan Presiden No.126 tahun 2001,
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember dijadikan sebagai Hari Nusantara. Hal ini
yang dirayakan tidak hanya upacara seremonial, tetapi berbagai program nyata
secara berkelanjutan, adalah juga sebagai upaya dalam menjalin integritas
nasional yang makin erat melalui budaya bahari. Segenap elemen bangsa,
pemerintah pusat, daerah dan sektor swasta, dilibatkan dalam kegiatan Hari
Nusantara, yang tiap tahunnya pelaksanaannya diberbagai kota maritim, pesisir di
Nusantara.
PENDAHULUAN
1
Najib Jauhari, S.Pd., M.Hum., Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Malang. Email: najib.jauhari.fis@um.ac.id
159
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
laut (air), sehingga muncul istilah tanah-air, ataupun dikenal juga dengan nama
Nusantara. Jika ditelusur ke masa sebelumnya, yaitu Kongres Pemuda Indonesia
II, tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, menghasilkan pernyataan Saumpah
Pemuda. Isi yang pertama adalah ―Kami putra dan putri Indonesia, mengaku,
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia‖. Dari pernayataan tersebut, wilayah
Indonesia hanyalah daratan pulau-pulaunya saja, yang dipisahkan oleh lautan
diantaranya.
Pernyatan kemerdekaan Proklamasi 17 Agustus 1945, wilayah negara
Republik Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu
Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).
Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di
sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh (mencari
ikan dan lain-lain) dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau
tersebut.
Integrasi nasional secara geografis, wilayah teritorial, diwujudkan dalam
Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Djuanda
Kartawidjaja. Deklarasi ini menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah
termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI. Konsekuensinya adalah status kapal asing yang
sebelumnya mencari (ikan dan lain-lain), berubah menjadi mencuri. Berdasar
Deklarasi Djuanda tersebut, tanggal 13 Desember ditetapkan pemerintah sebagai
Hari Nusantara, yang tiap tahun dirayakan dengan berbagai acara yang
menunjukkan budaya maritim bangsa Indonesia.
DEKLARASI DJUANDA
Deklarasi Djuanda yang dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957 oleh
Perdana Menteri Indonesia pada saat itu, Djuanda Kartawidjaja, adalah deklarasi
yang menyatakan kepada dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar,
di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Sebelum deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada
Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen
160
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini,
pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap
pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti
kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau
tersebut.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip
negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan
besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah
Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya
diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya
luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km²
menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Papua yang walaupun wilayah
Indonesia tetapi waktu itu belum diakui secara internasional (masih dikuasai
Belanda sampai tahun 1963).
Berdasarkan perhitungan 196 garis batas lurus (straight baselines) dari titik
pulau terluar (kecuali Papua), terciptalah garis maya batas mengelilingi RI
sepanjang 8.069,8 mil laut. Setelah melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini
pada tahun 1982 akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum
laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The
Sea/UNCLOS 1982). Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU
Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia
adalah negara kepulauan.
Isi dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957, menyatakan:
1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai
corak tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu
kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah
keutuhan wilayah Indonesia, dari deklarasi tersebut mengandung suatu
tujuan:
a. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia
yang utuh dan bulat.
161
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
HARI NUSANTARA
Hari Nusantara merupakan perwujudan dari Deklarasi Djuanda yang
dianggap sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia kedua. Melalui deklarasi
tersebut, Indonesia merajut dan mempersatukan kembali wilayah daratan dan
lautannya yang luas, menyatu menjadi kesatuan yang utuh dan berdaulat. Hari
Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember merupakan penegasan dan
pengingatan bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia.
Sayangnya, potensi sumberdaya kelautan Indonesia sebesar kurang lebih 3000
triliun rupiah/tahun belum tergarap secara maksimal. Laut belum dilihat sebagai
162
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
163
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Integrasi ekonomi yang kokoh tidak akan pernah didapatkan jika tidak
menyatukan dan memberdayakan seluruh wilayah perairan Indonesia.
Momentum Hari Nusantara harus terus dipelihara dan lanjutkan. Semua
elemen bangsa menggelorakan Budaya Bahari. Mengoptimalkan perairan laut
sebagai penyatu ekonomi. Kelestarian laut harus dijaga sehingga anak-cucu
generasi penerus, juga dapat menikmati dan memanfaatkannya secara berlanjut.
Potensi sumberdaya alam laut sungguh luar biasa. Dari perikanan, rumput laut,
maupun berbagai bahan hayati laut yang bisa menjadi bahan baku industri farmasi
seperti ubur-ubur, karang lunak, hingga berbagai jenis ganggang mikro. Ini semua
bisa menjadi sumber penghidupan yang layak bagi seluruh penduduk di kawasan
pesisir.
Yang tak kalah penting, harus menjaga baik-baik wilayah laut. Kepemilikan
yurisdiksi resmi atas pulau-pulau terluar harus diikuti oleh upaya kontrol efektif
atas wilayah tersebut. Kerjasama antara aparat TNI dan pemerintah daerah harus
terus berjalan baik untuk menjaga keutuhan wilayah dan keamanan perbatasan.
Kuncinya adalah bersama-sama, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, TNI,
dunia usaha, untuk memberikan perhatian yang lebih besar dan dengan koordinasi
yang lebih baik untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan.
Semua kekayaan alam ini harus dedikasikan sebesar-besarnya demi kemakmuran
rakyat.
164
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
165
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Pada 13 Desember 2007, Pantai Ancol, Jakarta Utara, Jakarta. Tema ―Tahun
Emas Deklarasi Djoeanda, Dengan Semangat dan Kepeloporan Deklarasi
Djoeanda, Kita Berdayakan Potensi Laut Untuk Kesejahteraan Bangsa. Wakil
Presiden Jusuf Kalla membacakan ―Deklarasi Laut‖ (wikipedia.2007). 13
Desember 2008, Gresik, Jawa Timur. Menteri Perhubungan Jusman Safei Djamal
―Potensi laut kita begitu besar. Ini merupakan kekuatan untuk mengembangkan
industri perkapalan, pelayaran, kelautan, perikanan, dan pariwisata bahari‖
(Kompas.Com. 2008). 13 Desember 2009, Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi
Selatan. Menteri DKP Fadel Muhammad, pemberangkatan Tim Ekspedisi Pulau
Terluar Nusantara, Menko Perekonomian Hatta Rajasa pembuka acara
(Okezone.news.2009).
Tanggal 13 Desember 2010, Pantai Melawai, Kota Balikpapan, Kalimantan
Timur. Wakil Presiden Boediono, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel
Muhammad ―Laut bukanlah pemisah, justru menjadi pemersatu bangsa Indonesia
yang terdiri dari berbagai suku yang mendiami lebih dari 17.000 pulau, baik yang
besar maupun kecil di seantero Nusantara, dari Sabang sampai Merauke
(Kompas.com.2010). 13 Desember 2011, Kota Dumai, Riau. Tema ―Pengamanan
Nusantara: upaya meningkatkan kemampuan pertahanan dan kesejahteraan
masyarakat dalam rangka menuju negara maritim‖. Wakil Presiden Budiono dan
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, mengupayakan Industri Pertahanan
dan Kekuatan Pertahanan (Kompasiana. com.2011). Jika merujuk dari buku AB
Lapian (2009:205-220) ―Adi-Raja Laut ; Senjata Api, Kapal Api, Pemberantasan
Bajak Laut‖ pengembangan industri teknologi pertahanan laut, adalah sangat
penting untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan bajak laut modern. 13
Desember 2012, Labuhan Haji, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Wakil
Presiden Budiono didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhamad
Nuh. Peringatan Hari Nusantara harus menjadi spirit untuk mencegah disintegrasi
bangsa dan menjaga serta membangun NKRI menjadi lebih baik
(Mataram.antaranews.com.2012)
13 Desember 2013, Anjungan Pantai Talise, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Tema ―Setinggi Langit Sedalam Samudera, Potensi Pariwisata dan Kreativitas
Nusantara yang Tak Terhingga‖. Wakil Presiden RI Boediono dan Menteri
166
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mar‘i Elka Pangestu ―Potensi Bahari Nusantara
harus terus digali sedalam mungkin, karena tahun ini fokus pada pariwisata dan
ekonomi kreatif, jadi dikedepankan bagaimana samudera menjadi sumber
pariwisata sekaligus pemersatu NKRI‖ (m.detik.com.2013). 13 Desember 2014,
Pantai Saring laut, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Peringatan Hari Nusantara
sangat penting dan sejalan dengan program Presiden Jokowi yang akan
menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (Kompas.com.2014). 13
Desember 2015, Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh, DI Aceh. Tema ―Kekayaan
Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Pembangunan Indonesia sebagai Poros
Maritim Dunia untuk Mewujudkan Kejayaan dan Kemakmuran Bangsa‖. Wakil
Presiden Jusuf Kalla dalam sambutannya menggambarkan kekuatan maritim perlu
didukung oleh tekad dan ilmu pengetahuan yang maju (Setkab.go.id:2015).
13 Desember 2016, Pelabuhan Lemoleba, Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Menko Maritim Luhut Panjaitan mewakili Presiden Joko Widodo
menganugerahkan tanda kehormatan RI berupa Satya Lencana Wira Nusa dan
Wira Dharma, kepada sejumlah orang dan Kapal Perang (Kompas.com:2016). 13
Desember 2017, Dermaga Muarajati, Cirebon, Jawa Barat. Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo mewakili Presiden Joko Widodo. Tema ― Gotong-royong dalam
Kebhinnekaan Nusantara Guna Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim
Dunia‖. Dengan semangat Deklarasi Djuanda yang merupakan tonggak penyatuan
wilayah Indonesia, maka sebagai negara kepulauan, laut bukanlah pemisah, tetapi
justru sebagai pemersatu bangsa (Kompas.com: 2017).
Peta Indonesia
(Garis maya teritorial NKRI dan Kota-kota Hari Nusantara)
167
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PENUTUP
Wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kini
(2018) mencapai lebih dari 5 juta km persegi, melalui beberapa tahapan. Jika
hanya mengacu pada hasil Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, wilayah Indonesia
hanyalah daratannya saja, adapun menurut Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu
Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939), batas
laut teritorial hanya 3 mil laut. Hal itu menjadikan wilayah Indonesia terpisah-
pisah, tidak bersatu. Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri
Djuanda Kartawidjaja menjadikan wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan.
Upaya secara hukum dan politik tentang wilayah kedaulatan Indonesia diakui
Internasional melalui perjuangan yang penjang, deklarasi ini pada tahun 1982
akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III
Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).
Selanjutnya deklarasi ini dipertegas kembali dengan UU Nomor 17 Tahun 1985
tentang pengesahan UNCLOS 1982.
Salah satu upaya menjaga keutuhan NKRI adalah penetapan hari Nusantara
13 Desember, dan upaya dalam berbagai acara perayaan pelestariannya.
Optimalisasi potensi kelautan, budaya bahari masyarakat digaungkan dan
diapresiasi pemerintah secara nasional. Tiap tanggal 13 Desember, berbagai acara
sebelum dan setelah seremonial, diselenggarakan demi kejayaan bangsa Indonesia
sebagai bangsa maritim. Dengan semakin luasnya wilayah kedaulatan NKRI yang
penuh dengan potensi sumber daya alam, diikuti pula semakin besarnya
tanggungjawab yang diemban oleh manusianya, maka bidang pendidikan
168
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
A.B. Lapian. 2009. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut
Sulawesi Abad XIX. Jakarta: Komunitas Bambu, KITLV, ANRI, UGM dan
UNPAD.
Bernard Kent Sondakh. Sejarah Maritim Indonesia: Meretas Sejarah,
Menegakkan Martabat Bangsa. www.academia.edu>sejarah-maritim-
Indonesia
Denpasarkota.go.id. 2005. Peringatan Hari Nusantara Tahun 2005. 13 Desember
2005.
Ibu Sud. Beramai-ramai Ke Laut.1940.
Kompas.Com. 2014. Hadiri Hari Nusantara, Jokowi Terbang ke Kotabaru. Senin,
15 Desember 2014.
Kompas.Com. 2008. Hari Nusantara Sadarkan Potensi Bahari. Selasa, 23
Desember 2008.
Kompas.Com. 2017. Peringatan Hari Nusantara 2017, Mendagri Sebut Laut
Sebagai Pemersatu Bangsa. Rabu, 13 Desember 2017.
Kompas.Com. 2016. Hujan, Hari Nusantara 2016 di Lembata Tetap Meriah.
Selasa, 13 Desember 2016.
Kompasiana.com. 2011. Hari Nusantara 2011, Bangun Kekuatan Pertahana dan
Industri Pertahanan. 11 Desember 2011.
Kompas.Com. 2010. Jabar Juara Umum Hari Nusantara 2010. Selasa, 14
Desember 2010.
Liputan6.com. 2002. Presiden: Proses Peradilan Kapal Asing Belum Maksimal.
14 Desember 2002.
Majalah Tokoh Indonesia. 2003. Hari Nusantara 2003.Edisi 07.
Mataram.antaranews.com. 2012. Wapres Hadiri Peringatan Hari Nusantara 2012
di Lombok. Senin, 17 Desember 2012.
m.detik.com. 2013. Puncak Acara Hari Nusantara 2013 Resmi Digelar. Minggu,
15 Desember 2013.
Microsoft Encarta 2009. Map. Indonesia.
Okezone news. 2009. SBY Batal Buka Peringatan Hari Nusantara di Makassar.
Selasa, 8 Desember 2009.
R.Soehardjo. Dari Sabang Sampai Merauke.
Setkab.go.id. 2015. Hari Nusantara 2015, Wapres: Poros Maritim Gambarkan
Kekuatan Besar bangsa Indonesia. 14 Desember 2015.
Susanto Zuhdi. 2014. Nasionalisme, Laut, dan Sejarah: Laut Sebagai Pusat
Peradaban dan Pemersatu Bangsa; Masaalah dan Prospeknya. Jakarta:
Komunitas Bambu.
169
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
170
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
ABSTRAK
Indonesia secara geografis merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia.
Kawasan yang dihuni oleh berbagai macam etnis dan tersebar di berbagai wilayah
ini telah menggunakan laut sebagai wahana untuk saling berkomunikasi. Selama
ini terdapat anggapan bahwa laut merupakan pemisah antara daratan yang satu
dengan daratan yang lainnya. Namun pendapat tersebut terbantah oleh teori
Adrian B. Lapian (1992) yang menyebutkan bahwa perairan Indonesia adalah
pemersatu yang mengintegrasikan ribuan pulau yang terpisah-pisah.Teori tersebut
dapat ditunjukan melalui keberadaan Pulau-Pulau Lease (Nusa Laut, Saparua,
Haruku) yang saling membentuk integrasi antara satu dengan yang lainnya. Pada
masa tata niaga rempah berlangsung ketiga pulau ini memiliki peran cukup
penting. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai peran pulau-
pulau lease dalam tata niaga rempah-rempah pada masa kolonial di Maluku. Serta
memberikan pemahaman bahwa laut bukan halangan untuk melakukan kerjasama
antar pulau. Studi kapustakaan dan arsip mengenai perdagangan rempah-rempah
menjadi metode penelitian yang kami gunakan. Untuk metode penulisan, kajian
ini menggunakan metodologi penulisan sejarah. Hasil dari kajian ini untuk
menanamkan pemahaman bahwa sejarah maritim mampu dijadikan pembangkit
kesadaran mengenai proses-proses historis yang telah mengantarkan terbentuknya
nasion Indonesia dan memacu integrasi antar suku bangsa.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas
17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah Indonesia adalah
7,81 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan
2,55 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). (bphn.go.id) Konsep Negara
Kesatuan Repbulik Indonesia dicetuskan pada Deklarasi Djuanda 13 Desember
1957. Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan kepada dunia bahwa laut
1
Nur Lailiya Hartanti & Dina Stevany Emayasari adalah mahasiswa Ilmu Sejarah,
Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Airlangga. Email: nurlailiya.hartanti@gmail.com,
dan dinastevanye02@gmail.com.
171
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
172
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
utama di Kepulauan Maluku, Kepulauan Lease mempunyai peran penting dalam arus
perdagangan rempah di Nusantara. Untuk itu keberadaan Kepulauan Lease perlu untuk
diketahui dan dapat menjadi representasi dalam proses integrasi akibat adanya
perdagangan rempah-rempah di wilayah Kepulauan Maluku. Berdasarkan latar
belakang tersebut terangkum rumusan masalah berikut ini. bagaimana peran
pulau-pulau Lease dalam perdagangan rempah-rempah? Dan bagaimana proses
integrase akibat perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Lease Maluku, untuk
memperoleh gambaran mengenai peran kepulauan Lease dan proses integrasi
dalam perdagangan rempah di Kepulauan Lease.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan untuk meneliti sebuah realitas
masyarakat tertentu, dimana informasi tentang hal tersebut sudah ada walaupun
tidak terperinci dan lengkap. Secara umum, penelitian ini memiliki kerangka
pemikiran yang tersusun mulai dari realitas di lapangan yang diangkat menjadi
hipotesis sementara. Hipotesis yang dihasilkan adalah bahwa sejarah maritim
dengan mengambil subjek pulau-pulau lease dapat menjadi solusi integrasi
bangsa. Sehingga konsep utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kebenaran
hipotesis tersebut, merumuskan metode apakah yang dapat digunakan oleh
wilayah lain dengan berkaca pada sejarah maritim di pulau Lease.
Teknik pengumpulan data yang dipilih merupakan kolaborasi antara
observasi lapangan, wawancara mendalam, dan juga studi dokumentasi. Cara-
cara tersebut dilakukan secara bertahap, pertama peneliti terjun ke lapangan untuk
melakukan observasi, lalu mengimbanginya dengan wawancara di lapangan, dan
bagian terakhir adalah studi dokumentasi yang dimiliki oleh institusi setempat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan bantuan subjek-subjek yang menjadi
narasumber wawancara, subjek tersebut disebut sebagai bahan utama penelitian.
Selain narasumber, data-data yang didapatkan di lapangan juga menjadi bahan
utama. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti berperan penting sebagai salah
satu alat utama penelitian dan ditunjang dengan alat-alat teknis yang membantu
173
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
selama penelitian seperti alat rekam, kamera untuk dokumentasi, alat tulis, dan
lain-lain
Berkaca pula pada Metodelogi Sejarah, Kuntowijoyo menjelaskan beberapa
jenis pendekatan penelitan sejarah. Posisi kajian ini dalam klasifikasi penelitan
sejarah yang dibuat Kuntowijoyo, masuk dalam sejarah maritim. Permasalahan
yang menjadi bidang kajian sejarah maritim sesungguhnya luas sekali, seluas
sejarah sosial sendiri, sehingga kadang orang menjadi heran apa saja yang tidak
termasuk sejarah maritim jika kita ketahui bersama bahwa sejarah sungai
merupakan bagian dari sejarah maritim. Keluasan itu mendorong penulisan
sejarah maritim dapat dimasukkan ke dalam sejarah lokal; dan dari segi lain dapat
dimsukkan ke dalam sejarah lainnya, seperti sejarah ekonomi, politik, demografi,
dan sebagainya. Bidang garapan sejarah maritim juga dapat mencakup
perkembangan ekologi maupun sejarah kebudayaan maritim. Ekologi ialah
interaksi antara manuia dan alam sekitarnya, dan perubahan ekologi terjadi jika
suatu komponen mengalami perubahan. (Kuntowijoyo, 2003:64)
Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah yang pertama kali
dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan penggunaan data atau sumber tersebut.
Secara pasti sebelum data atau dokumen tersebut digunakan, terlebih dulu harus
dilakukan verifikasi sumber baik ekstern maupun intern. Sumber-sumber primer
terkait pokok bahasan penulis tentang sejarah kebudayaan maritim memang cukup
banyak, namun demikian hal tersebut disertai harus jelinya penulis dalam
memilah sumber-sumber mana saja yang layak digunakan. Proporsi penggunaan
sumber primer dalam jumlah besar memungkinkan studi ini memperoleh tingkat
objektifitas yang dapat dipertanggung jawabkan. Sumber-sumber primer yang
menjadi landasan adalah beberapa koran lama dan juga beberapa arsip tentang
mengenai pulau-pulau lease. Arsip tentang pulau-pulau Lease penulis dapatkan
dengan jumlah yang besar di situs milik pemerintah Belanda Delpher, KITLV
maupun Jstore, namun hal tersebut tidak demikian mudahnya. Wilayah pulau-
pulau Lease yang tumbuh dari utara ke selatan menyebabkan mayoritas sumber
yang tersedia adalah sumber-sumber wilayah yang lebih tua. Sedangkan wilayah
barat hanya sedikit dan baru berkembang.
174
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Selain sumber berbasis tulisan, penulis juga menggunakan sumber lisan dan
arkeologis. Masih banyaknya bangunan-bangunan berupa benteng yang berdiri di
pulau Lease merupakan sebuah sumber arkeologis yang menarik. Orientasi
sejarawan hari ini yang hanya menghabiskan waktu di kantor arsip saja tanpa
penelitian lapangan terjawab dan menjadi satu poin lebih dari kajian ini.
Beberapa kajian tentang kemaritiman menjadi tolak ukur penulis dalam
menganalisa sumber-sumber yang digunakan. Beberapa kajian sebelumnya
dengan status sumber sekunder yang jumlahnya melimpah ruah memberikan
banyak informasi bagi penulis namun juga menjadikan tuntutan studi ini berbeda
dengan kajian-kajian sebelumnya yang melimpah ruah tadi. Susah-susah gampang
mungkin adalah satu kalimat yang dapat menjelaskan secara gamblang tentang
metode penggunaan sumber tertulis dalam studi ini.
Kembali pada rohnya, penulisan sejarah tidak hanya harus dilandaskan pada
sumber-sumber tertulis saja namun, juga sumber-sumber lisan. Penggunaan
sumber lisan memberikan suatu sumbangsih besar bagi penulis untuk membentuk
perasaannya dalam proses intrepetasi dan penulisan sejarah. Sebanyak-banyaknya
jenis sumber yang dimanfaatkan maka semakin kuat perbandingan yang
terbentuk. Perbandingan ini berfungsi mengalisa sedalam-dalamnya peristiwa apa
yang sesungguhnya terjadi, karena bagi beberapa sejarawan, sejarah ditulis bukan
untuk masanya tapi untuk masa kini. E.Carr misalnya, mengutarakan bahwa
history is unending dialog between the past and the present.
Mengenai sumber lisan, tokoh-tokoh tua di wilayah-wilayah pulau lease
menjadi narasumber sekunder bagi penelitian kami. Setidaknya mereka dapat
menceritakan jiwa zaman yang mereka rasakan. Meskipun terkadang sumber lisan
sangatlah riskan, namun itu bukan menjadi alasan untuk enggan menggunakan
sumber ini. Penulisan sebagai tahap akhir dari prosedur penelitian sejarah ini
diusahakan dengan selalu memperhatikan aspek kronologis, sedangkan
penyajiannya berdasarkan tema-tema penting dari setiap perkembangan objek
penelitian.
175
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
PEMBAHASAN
Pulau Lease dalam Perniagaan Rempah-Rempah
Kemaritiman sebagai salah satu aktifitas budaya secara lebih luas dapat
dimaknai sebagai perwujudan dari wujud gagasan interaksi manusia dengan
perairan dalam beragam bentuk mulai dari kaitannya dengan memenuhi
kebutuhan hidup, misalnya mencari ikan, sampai dengan mata pencaharian seperti
pelayaran dan perdagangan. Keberadaan wilayah perairan inilah yang direspon
oleh manusia dengan melakukan aktivitas kemaritiman yang kemudian
melahirkan budaya kebaharian. Adanya gagasan bahwa di perairan baik sungai,
danau, rawa dan lautan mengandung sumberdaya alam yang dapat mereka
manfaatkan untuk menunjang kehidupan, manusia pun menciptakan ragam bentuk
artefak budaya yang menjadi refleksi gagasan kemaritiman tersebut. (Mulyadi,
2016:3)
Aktifitas kemaritiman dapat berupa pelayaran dan perdagangan. Ketika
kepulauan nusantara menjadi suatu bagian yang integral dalam perdagangan Asia,
dengan rute perdagangan yang merentangdari Asia Barat Daya dan Asia Selatan
ke Tiongkok, dan ketika abad ke-4 dan ke-5 rempah-rempah dari kepulauan
Indonesia —seperti merica, cengkeh, dan pala— menjadi komoditi dalam
ekonomi dunia kuno, keterlibatan dalam perdagangan rempah-rempah
meningkatkan mobilitas antar pulau di kalangan penduduk nusantara. Mereka
yang tinggal pada daerah-daerah strategis dalam jaringan perdagangan antarpulau,
seperti Sulawesi Selatan, pantai timur dan barat Pulau Jawa, Sumatera Selatan,
Malaka, dan Aceh kemudian tampaknya menjadi negara-negara atau kerajaan-
kerajaan dagang kecil (Koentjaraningrat,1993).
Hal itu menguatkan teori dari Adrian B. Lapian bahwa perairan Indonesia
adalah pemersatu yang mengintegrasikan ribuan pulau yang terpisah-pisah.
Sebagaimana dikatakan oleh Lapian bahwa pendekatan sejarah maritim Indonesia
hendaknya melihat seluruh wilayah perairannya sebagai pemersatu yang
mengintegrasikan ribuan pulau yang terpisah-pisah. Lapian melihat wilayah-
wilayah tersebut sebagai suatu kesatuan sistem dari berbagai satuan bahari. Oleh
karena itu, proses integrasi dapat dipahami atas dasar sejarah satuan-satuan sistem
yang kemudian menjadi satuan yang lebih besar, misalnya Laut Jawa, Laut Banda,
176
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Laut Sawu, Laut Cina Selatan,Selat Malaka. Implikasi dari pandangan bahwa laut
menjadi strategis dan sangat penting kedudukannya, maka konsep hinterland
semestinya diganti oleh hintersea dalam memahami sejarah Indonesia. Laut
sebagai dunia kehidupan, sekaligus dunia pandangnya sendiri. (Yuliati, 2014:130)
Pentingnya laut sebagai suatu kajian maritim juga dapat dibaca dari
pengantar Lapian tentang teori Mahan (Alfred Thayer Mahan). Bercermin pada
Mahan dan menimbang posisi Indonesia sendiri, Lapian berpendapat bahwa riset
sejarah maritim tidak boleh diabaikan. Wawasan bahari bukan saja pengaruh
kekuatan laut terhadap jalannya sejarah, dan hanya dibutuhkan untuk jaman yang
lampau, namun sangat penting bagi keberadaan dan keberlangsungan hidup suatu
negara kepulauan seperti Indonesia juga terhadap sejarah Indonesia adalah suatu
dunia kenyataan yang tidak dapat disangkal hingga kini (Leur, 1974).
Sebagaimana dikatakan oleh Mahan dalam bukunya The Influence of Sea ower
Upon History 1660-1783, yang dikutip Lapian dalam mengantar pemikiran
Mahan, bahwa ―para sejarawan pada umumnya tidak mengenal laut, karena
mereka tidak menaruh perhatian khusus terhadapnya, lagi pula mereka tidak
memiliki pengetahuan yang khusus tentang laut, dan mereka tidak mengindahkan
pengaruh kekuatan laut yang sangat mempengaruhi jalannya sejarah suatu bangsa.
Keberadaan pulau Lease2 seperti menjadi salah satu jawaban dari sejarah
kemaritiman Indonesia bahwa dia memiliki integrasi sejak jaman kolonial. Pulau
Lease terdiri dari 3 pulau yang bersebrangan dengan pulau Ambon, yakni pulau
Haruku, Saparua dan Nusa Laut.
Gambar 1:
Peta Pulau Lease
2
Lease : sebutan dari 3 pulau yaitu Haruku, Saparua dan Nusalaut
177
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
178
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
179
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Tabel 1:
Sebaran Benteng di Kepulauan Lease
180
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Soekarno mengatakan jika ingin merusak sebuah negara buatlah rakyat lupa
akan sejarah bangsanya. Maka untuk mempertahankan negara, sejarah harus
kembali diingatkan dan dibangun. Termasuk sejarah maritim. Sejarawan AB
Lapian mengemukakan bahwa apabila kita berbicara tentang Sejarah Nusantara
maka dengan sendirinya aspek maritim akan selalu menonjol. Tanpa aspek ini
maka sejarawan hanya berkisar kepada pulau yang terpisah-pisah.
Proses integrasi dapat terlihat di Desa Pelauw, Pulau Haruku Provinsi
Maluku. Terdapat sebuah aturan adat dimana jika laki-laki yang berasal dari Desa
Pelauw menikah dengan perempuan yang berasal dari luar desa tersebut, pada saat
181
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
182
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
Secara umum, aspek sosial yang dipengaruhi oleh masuknya agama Kristen adalah
koordinasi pihak gereja untuk berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat
negeri tertentu. Kegiatan gotong royong misalnya dilakukan untuk pembangunan maupun
renovasi sarana umum. Kegiatan seperti ini umum dilakukan khususnya pada saat
pembangunan maupun renovasi gedung gereja di mana seluruh masyarakat bahkan
masyarakat Negeri lain pun ikut terlibat (masyarakat di Maluku menyebutnya dengan
Negeri Pela).
Ada konsep utama dari berbagai macam tatanan adat dan sosial yang
mendasari hubungan persaudaraan di Ambon, Konsep itu dikenal dengan pela
gandong. Pela gandong merupakan suatu relasi hubungan darah dan perjanjian
antara satu negeri dengan negeri lain baik yang terjalin antara negeri-negeri
sedaratan dan berlainan pulau, juga antara etnis dan agama yang berbeda .
Hubungan pela gandong ini mempunyai efek yang sangat penting dimana semua
masyarakat turut serta menjunjung kebersamaan dan menjaga hubungan tersebut.
Pela gandong mengandung arti hubungan kekerabatan meski berbeda agama.
Dapat pula diartikan hidup berdampingan dengan penuh tenggang rasa dalam
perbedaan agama, tetapi tidak saling mempengaruhi untuk masuk dan memeluk
suatu agama tertentu. Mempelajari sejarah maritim memiliki maksud bahwa setiap
permasalahan yang saat ini terjadi hanya terulang dan solusi dari permasalahan
tersebut sudah berhasil dicontohkan oleh masyarakat pada masa dahulu.
KESIMPULAN
183
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
DAFTAR PUSTAKA
184
PROSIDING - Seminar Nasional Banda Naira (SEMNAS-BN), 2-3 Mei 2018
185