Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Berbasis Syariah

1. Asuhan Keperawatan Berbasis Syariah

Keperawatan islami merupakan rangkaian praktik keperawatan

bagi pasien tanpa menghilangkan aspek islami. Pembekalan keperawatan

dari sudut pandang Islam dapat diberikan pada 5 (lima) bagian (fisik,

moral, etika, spiritual dan intelektual). Pada saat memberi tindakan,

perawat juga harus memiliki rasa kepedulian untuk dapat menerapkan dan

memelihara 5 (lima) aspek tersebut. Perhatian dapat ditunjukkan dengan

keinginan, ikut merasakan, menyayangi, bukti nyata, kehadiran dan

berbicara (Ismail, Hattahakit & Chinawong, 2015).

Keperawatan didalam konteks perawatan islam menganggap

manusia sebagai mahluk yang komperhensif serta caring didefinisikan

kedalam kerangka yang holistik dan peduli dinyatakan oleh tiga tingkatan

yaitu, niat, pikiran dan tindakan. Niat dan pikiran merupakan pemahaman

tentang apa, kapan, siapa yang harus merawat dan mengapa. Tindakan

merupakan pemahaman bagaimana dan apa yang berkaitan dengan

pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang tertanam dengan proses

dan hasil peduli. Dalam islam kepedulian merupakan hasil alami dari

memiliki cinta allah dan nabi. Merawat dalam islam berarti berkinginan

untuk bertanggung jawab, sensitive, berkaitan dengan motivasi, dan

komitmen untuk bertindak secara benar (Rassol, 2000).

13
14

Asuhan keperawatan yang islami merupakan suatu kegiatan

pemberian asuhan keperawatan berdasarkan atas kaidah-kaidah

Islam.Islam menganjurkan untuk membangun hubungan sosial yang baik

dan kepedulian terhadap sesama dengan memperhatikan akhlak yang

mengandung unsur aqidah dan syariah agama Islam (Lamsudin, 2002).

Umat Islam meyakini keperawatan sebagai sebuah profesi yang

mempunyai nilai ibadah dan humanistik, yang memprioritaskan

kepentingan umum dengan pendekatan secara holistik yang mencakup bio,

psiko, sosio, cultural dan spiritual. Sehingga dalam pandangan asuhan

keperawatan yang Islami memiliki 5 unsur utama: manusia-kemanusiaan,

lingkungan, sehat-kesehatan, dan keperawatan (Sukowati,2014).

Menurut penelitian Ridwansyah (2008) asuhan keperawatan yang

Islami dapat berwujud:

a. Niat Ikhlas, segala tindakan yang dikerjakan dengan hanya mengharap

ridho Allah tanpa mengharapkan balasan. Niat ikhlas tersebut dapat

dijadikan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang Islami

sesuai dengan syariat islam dan pengawasan dari Allah SWT. Perawat

yang Islami harus memahami bahwa mengobati orang sakit karena

Allah merupakan amalan yang sangat mulia. Oleh karena itu, secara

tidak langsung perawat telah berdakwah di jalan Allah SWT.

b. Penyelesaian hasil yang baik, segala tindakan yang dilakukan secara

maksimal akan berdampak terhadap mutu kualitas dari pelayanan

asuhan keperawatan yang Islami.


15

Pemberian asuhan keperawatan yang Islami berpedoman kepada

Al-Qur’an dan Hadist sehingga tindakan asuhan keperawatan dapat

terlaksana sesuai dengan syariat Islam. Dalam memberikan asuhan

keperawatan yang Islami perawat juga harus melaksanakan asuhan

keperawatan sesuai dengan evidence based health-care.

2. Tindakan Perawatan Islami

Dalam melakukan perawatan Islami, perawat harus

memperhatikan kebutuhan spiritual pasien tidak hanya memperhatikan

kondisi fisiknya saja. Dalam keadaan sakit, maka seseorang akan lebih

mendekatkan diri kepada sang penciptaanya. Terdapat beberapa tujuan

pemberian asuhan keperawatan Islami (Ismail, Hatthakit & Chinawong,

2015):

a. Menilai aspek spiritual maksudnya adalah melakukan penilaian yang

akurat dan memberikan pelayanan keperawatan yang kompeten,

sehingga perawat harus memasukan keyakinan religius dan spiritual

pasien serta kebiasaan budaya (Hyder 2003 dalam Ismail dkk 2015).

Perawat harus bisa menghargai keyakinan pasien dengan

mengucapkan salam saat bertemu dengan pasien dan mampu

memenuhi kebutuhan beribadah pasien dengan memfasilitasi

perlengkapan untuk pasien beribadah selama dirawat di rumah sakit

sehingga pasien dapat memahami makna dari hidupnya dan hubungan

kedekatannya dengan keluarga yang selalu mendampingi pasien

(Marzband, Hamzeh, Hamzehgardeshi, 2016).


16

b. Membantu pasien untuk berdzikir yang dimaksud dengan membantu

pasien meyakini keyakinannya terhadap Allah dan mengajarkan

pasien dengan kata-kata sederhana dalam Islam seperti Bismillah

(dengan nama Allah), Alhamdulillah, Astagfirullah (mohon maaf dari

Allah) yang selalu diucapkan oleh pasien muslim karena menghadiri

Tuhan di dalam jiwa mereka (Lovering, 2008 dalam Ismail dkk,

2015). Perawat mampu menuntun pasien agar selalu mengucapkan

kata-kata sederhana dalam Islam sehingga pasien selalu merasa dekat

dengan Allah dan sebagai perawat yang islami juga dituntut untuk

selalu mengucapkan kata-kata sederhana dalam Islam di setiap akan

memulai kegiatan (Marzband, Hamzeh, Hamzehgardeshi, 2016).

c. Mengajarkan pasien untuk sholat saat pasien berada dalam posisi

duduk atau bahkan dalam posisi berbaring seperti mengajarkan sholat

5 waktu sehari, jika pasien tidak sadarkan diri sebaiknya wajah pasien

menghadap ke Mekkah (kiblat/arah do’a umat muslim) kira-kira barat

daya laut (Hyder, 2003 dalam Ismail dkk, 2015). Perawat harus

mampu untuk membimbing pasien beribadah dan membantu

mengajarkan cara beribadah dalam setiap posisi pasien disesuaikan

dengan kondisinya, sehingga perawat juga mampu meningkatkan

waktu sholat pasien pada saat kondisi sakitnya (Marzband, Hamzeh,

Hamzehradeshi, 2016).

d. Melakukan komunikasi yang dimaksud dengan berkomunikasi

dengan pasien dan keluarga secara konstan (Halligan, 2006 dalam

Ismail dkk, 2015). Perawat juga harus memiliki rasa yang tulus dan
17

rasa persahabatan sehingga mampu membangun hubungan baik dan

melakukan pendekatan komunikasi dengan pasien bahkan keluarga

dari pasien, dengan cara perawat selalu berpenampilan rapi dapat

memudahkan untuk perawat menenangkan hati pasien sehingga

pasien dan keluarga merasakan perhatian dan mendapatkan pelayanan

yang baik dari perawat (Marzband, Hamzeh, Hamzehgardeshi, 2016).

e. Mengajarkan untuk berdoa seperti membaca ayat-ayat dari Quran dan

hadist untuk mengurangi rasa sakit (Lovering 2008 dalam Ismail dkk

2015). Perawat bisa membimbing pasien dan keluarganya untuk

berdoa dan mampu menjelaskan bahwa sakit yang diderita semata-

mata ujian dari Allah, sehingga perawat selalu membantu

membimbing dan mengingatkan pasien serta keluarganya untuk selalu

berdoa demi kesembuhan pasien (Marzband, Hamzeh,

Hamzehgardeshi, 2016).

f. Melaksanakan tindakan keperawatan kepada pasien sebaiknya

dilaksanakan oleh perawat dengan jenis kelamin yang sama seperti

pasien perempuan di rawat oleh perawat perempuan dan sebaliknya

jika memungkinkan (Hyder 2003 dalam Ismail dkk 2015). Perawat

ketika merawat pasien harus memberikan dukungan rasa kepercayaan

agar mampu menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyaman

pasien sehingga memberikan kemudahan juga untuk perawat saat

melakukan tindakan keperawatan pada pasien, maka dari itu perawat

dalam melakukan tindakan keperawatan harus disesuaikan dengan

jenis kelamin agar tidak menyebabkan sesuatu yang bertentangan


18

dengan moralitas agama Islam (Marzband, Hamzeh, Hamzehgardeshi,

2016)

g. Mengajarkan untuk membaca Al-Quran tetapi jika pasien dalam

keadaan koma, sebaiknya pasien segera menghadap ke Mekah

sehingga perawat dan pihak ketiga harus menglafalkan Al-Quran atau

sholat di depan pasien atau di ruangan dekat pasien (Hyder 2003

dalam Ismail 2015). Perawat harus memperhatikan kegiatan

keagamaan pasien selama proses perawatan di rumah sakit sehingga

perawat juga harus mampu membimbing dan mengajarkan pasien

agar selalu membaca Al-Quran serta mampu mengajak keluarga

pasien untuk membacakan kitab suci Al-Quran di dekat pasien untuk

kesembuhannya (Marzband, Hamzeh, Hamzehgardeshi, 2016).

Asuhan keperawatan islami penting karena Pemberian asuhan

keperawatan yang islami berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadist

sehingga tindakan asuhan keperawatan dapat terlaksana sesuai dengan

syariat islam (Ridwansyah, 2008). Suryadi & Nasrullah (2008) juga

mengatakan didalam islam diyakini bahwa segala penyakit diturunkan

Allah dan kita harus berusaha untuk berobat. Dalam memberikan asuhan

keperawatan yang islami perawat juga harus melaksanakan secara holistik

mencakup aspek bio, psiko, sosial dan spiritual (Barbara 2008). hal ini

dapat berdampak terhadap mutu kualitas dari pelayanan kesehatan menjadi

lebih baik. Untuk mencapai perawatan yang islami maka perpawat harus

memberikan dan membantu pasien dalam melaksanakan asuhan

keperawatan yang islami berdasarkan aspek aspek diatas.


19

3. Karakter Dasar Perawat Syariah

a. Aqidah yang bersih (salimul aqidah)

1) Beriman pada Allah dan RasulNya

2) Ridho kepada qodho dan qodar

3) Beriman bahwa kesembuhan hanya dari Allah, disertai upaya

untuk menyembuhkan pasien

4) Tidak mempercayai berbagai bentuk jimat dan perdukunan

5) Menjaga aqidah pasien dari perbuatan syirik terutama bagi pasien

fase terminal

b. Ibadah yang benar (shahihul ibadah)

1) Wajib melakukan sholat 5 waktu

2) Bekerja ikhlas sebagai ibadah

3) Bekerja diawali dengan basmallah, diakhiri dengan hamdallah

4) Bekerja dengan tidak terpaksa

5) Bekerja dengan tenang

6) Sabar walau pasien dan keluaga rewel

7) Membantu pelaksanaan ibadah bagi klien di Rumah Sakit.

c. Akhlak yang kokoh (matinul khuluq)

1) Mengucapkan salam dengan klien

2) Bekerja dengan senyum, ramah, lemah lembut

3) Bekerja dengan muka cerah

4) Sikap yang menyejukkan

5) Omunkasi yang baik

6) Khusnuzon pada orang lain

7) Tdakta’jub ada pendapat sendiri


20

d. Intelek dalam berpikir (mutsaqoful fikri)

1) Bekerja dilandasi ilmu

2) Bekerja dengan cerdas

3) Menggunakan evidence Based Pratice

4) Rajin membaca

5) Meningkatkan pengetahuan melalui Continueing Nurse

Education

6) Menerima kritik dan saran

7) Memenuhi janji

8) Memahami fiqih orang sakit

e. Kekuatan jasmani (Qowiyul jismi)

1) Senantiasa berdoa agar diberikan kesehatan

2) Menjaga kesehatan diri dan mengamalkan pola hidup sehat

3) Mengetahui prinsip P3K

4) Bekerja dengan cepat dan tepat

f. Mandiri dalam segi ekonomi (qodirun alal kasbi)

1) Bekerja secara professional

2) Melakukan tindakan keperawatan sesuai kompetensi

3) Meraih keahlian lebih tinggi alam spesialisasinya

4) Mengembangkan hartanya pada proyek yang manfaat

g. Teratur dalam segala urusan (munazhzhamun fii syu’unihi)

1) Bekerja secara sistematis

2) Membuat perencanaan

3) Merapikan semua tugas


21

h. Melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi)

1) Mengontrol emosi

2) Menguasai nafsu saat marah

3) Melakukan zikir harian

4) Bekerja menggunakan empati

5) Bersabar atas sikap tidak baik orang lain

i. Pandai menjaga waktu (haritsun ‘ala waqtihi)

1) Bekerja tepat waktu

2) Perawat di Rumah Sakit Syariah dalam memberikan

asuhankeperawatan menghargai waktu dalam semua fase

hubungan dengan pasien dimulai dari fase pra interaksi, orientasi,

fase interaksi dan terminasi.

j. Bermanfaat bagi orang lain (nafiun Lighoirihi)

1) Menjadi individu yang bermanfaat bagi orang banyak.

2) Menjalankan peran Perawat sebagai pemberi asuhan,

Comunicator, advocate, educator, counselor, collaborator,

coordinator, researcher yang dapat membantu klien dalam

mencapai tujuannya untuk hidup sehat yang optimal

4. Siklus Pelayanan Keperawatan Syariah

a. Sebelum Masuk

Informasi pelayanan keperawatan syariah

b. Penerimaan Pasien

1) Penerimaan pasien masuk IRJ

a) Aturan syariah pelayanan keperawatan pasien IRJ

b) Pemberian informasi pasien di IRJ


22

c) Terkait pengobatan

d) Terkait aktivitas syariah dirumah yang menyangkut

kesehatan

2) Penerimaan pasien masuk ke IGD

a) Aturan penerimaan pasien IGD menurut Syariah

b) Aturan pelayanan keperawatan syariah di IGD

c) Pemberian pelayanan keperawatan di IGD

(1) Oksigenisasi

(2) Cairan

(3) Nutrisi

(4) Eliminasi BAB

(5) Eliminasi BAK

(6) Aman & nyaman

(7) Spiritual pasien

d) Pelayanan syariah ruang tindakan/observasi

e) Pelayanan syariah di ruang resusitasi

f) Pelayanan death ocured accident

g) Perawat syariah pasien meninggal di IGD

3) Pengelolaan pasien masuk rawat inap

4) Pelayanan syariah di ruang ICU

c. Pelayanan Pulang

Pasien dipersiapkan pulang untuk dapat melaksanakan

aktifitas kehidupan dan aktifitas ibadahnya melalui beberapa petunjuk

dan motivasi dari perawat syariah.


23

5. Bimbingan Shalat Bagi Pasien

Selama sakit klien masih bisa menjalankan ibadah. Terutama

ibadah sholat yang wajib bagi setiap orang yang beriman dalam kondisi

fisik apapun yang masih sadar penuh.

Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya: “Dan tidaklah

mereka disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan

ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya

mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian

itulah yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).

Syariat Islam dibangun di atas ajaran yang ringan dan mudah.

Allah Ta’ala memberikan keringanan bagi hamba yang memiliki

udzur/kesulitan dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan udzur yang ada

agar mereka dapat melaksanakan ibadah tanpa mengalami kesulitan.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Maka apabila kamu telah

menyelesaikan sholat (mu), ingatlah alloh diwaktu berdiri, diwaktu duduk

dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka

dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah

fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (Q.S

An-Nisa: 103).

Ketika rukuk dan sujud tidak memungkinkan, dapat dilakukan

dengan membungkukkan badan dengan gerakan rukuk yang lebih rendah

dari rukuk. Jika Anda bisa membungkuk tetapi tidak bisa, saat

membungkuk, selalu membungkuk dan membungkuk. Jika membungkuk

tidak memungkinkan, gerakkan kepala setiap kali pasien mampu


24

melakukan shalat sesuai dengan keterbatasan internalnya, baik berdiri,

duduk, sujud, atau gerak tubuh, kemudian pindah ke posisi untuk izin dan

tetap harus berdoa sesuai dengan itu. dengan kondisi.

Jika seseorang tertidur atau lupa sholat, maka dia wajib sholat

segera setelah dia bangun atau ketika dia ingat. Ia tidak boleh

meninggalkan shalat berjamaah sampai masuk waktu shalat yang

ditinggalkan, kemudian shalat pada waktunya. Dasarnya adalah firman

Allah Ta'ala yang artinya "Dan dirikanlah shalat untuk mengingatku"

(Thaha:14).

Dibawah ini merupakan langkah-langkah shalat untuk orang yang

sedang sakit dan dirawat:

a. Langkah-langkah shalat dengan posisi berdiri

Orang yang tidak bisa untuk berdiri, maka shalatnya

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1) Hal penting adalah dengan posisi duduk seperti dalam shalat

(iftirasy atau tawaruk). Tapi apabila tidak memungkinkan, maka

bisa mrnggunakan posisi duduk apa saja yang bisa dilakukan.

2) Bila memungkinkan duduklah menghadap ke kiblat.

3) Bertakbir dan bersedekap tidak berbeda dengan shalat seperti

biasa, mengangkat tangan sampai sejajar dengan telinga lalu

tangan kiri diletakkan di bawah tangan kanan.

4) Gerakan rukuk dengan membungkukan badan sedikit, sampai

membentuk imaa’ seperti dalam hadits Jabir. Kedua telapak

tangan diletakan dilutut.


25

5) Gerakan sujud sama dengan sujud biasa, jika ada kesulitan maka

bisa melakukan gerakan membungkuk lebih dari gerakan rukuk.

6) Duduk tasyahud dilakukan dengan meletakan tangan dilutut

seperti sholat biasa.

b. Langkah-langkah jika tidak bisa duduk

Orang yang tak bisa berdiri dan tak bisa duduk, shalat bisa

dilaksanakan dengan posisi tidur. Shalat dengan posisi tidur ada 2 cara

yaitu:

1) ‘Ala janbin (tidur miring)

Melakukan sholat berbaring menyamping lebih baik dan

utama. Berikut langkah-langkahnya:

a) Diutamakan posisi menghadap kiblat dan miring ke sebalah

kanan, bila tidak memungkinkan bisa miring ke arah kiri.

b) Bertakbir dan bersedekap tidak berbeda dengan shalat seperti

biasa, mengangkat tangan sampai sejajar dengan telinga lalu

tangan kiri diletakkan di bawah tangan kanan.

c) Gerakan rukuk dengan menundukan kepala sedikit.

d) Gerakan sujud dengan menundukan kepala melebihi gerakan

rukuk.

e) Tasyahud dengan cara meluruskan tangan ke arah lutut dan

mengarahkan jari telunjuk ke arah kiblat.

2) Mustalqiyan (terlentang)

Bila tak bisa untuk tidur miring bisa dilakukan dengan

posisi terlentang dengan langkah sebagai berikut:


26

a) Berbaring terlentang dengan kedua kaki menghadap ke arah

kiblat. Kepala sedikit diangkat dengan diganjal oleh bantal

hingga wajah melihat ke arah kiblat. Jika tidak

memungkinkan tidak harus melihat ke arah kiblat.

b) Bertakbir dan bersedekap tidak berbeda dengan sholat seperti

biasa, mengangkat tangan hingga sejajar telinga lalu tangan

kanan diletakan diatas tangan kiri didepan dada.

c) Gerakan rukuk dengan menundukan kepala sedikit, kedua

tangan dilutut.

d) Gerakan sujud dengan membungkukan kepala lebih dari

gerakan rukuk, kedua tangan diletakan dilutut.

e) Gerakan tasyahud dengan meluruskan tangan dengan jari

menunjuk kiblat.

c. Langkah-langkah shalat untuk seseorang yang lumpuh total tapi masih

sadar

Apabila seseorang dalam keadaan lumpuh total maka bisa

menggunakan isyarat mata dalam melaksanakan gerakan sholat

dengan tetap membaca bacaan sholat, bila tidak mampu bisa didalam

hati. Apabila sudah tidak bisa dengan isyarat bisa melaksanakan

sholat dengan hatinya. Sholat dengan cara membayangkan gerakan

sholat dan untuk bacaan sholat bisa dilafalkan didalam hati.

6. Wudhu/Tayamum

Apabila hendak melakukan sholat, seorang muslim diwajibkan

untuk bersuci terlebih dahulu dari hadats kecil maupun hadats besar.
27

Hadats besar dapat hilang dengan mandi jinabat, sedangkan hadats kecil

akan hilang dengan melakukan wudhu.

Pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan bantuan perawat

dalam bersuci, wudhu ataupun tayamum. Pasien yang sedang dirawat ada

keringanan (rukhshah) dalam tatacara melakukan ibadah.

Bersuci bagi pasien yang senantiasa berhadats dengan

terpasangnya kateter atau adanya colostomy bag:

a. Pastikan telah masuk waktu shalat

b. Buka ujung catheter

c. Bersihkan ujung catheter

d. Jika terpasang colostomy bag, bersihkan tempat keluar najis (stoma

bag) atau ganti dengan bag yang bersih.

e. Berwudhu seperti biasa atau bantu berwudhu menggunakan botol

spray

f. Sholat dengan segera.

g. Jika najis keluar sewaktu sholat, boleh diteruskan dan dimaafkan

karena kesukaran (masyaqqah).

h. Sah sholat dan tidak perlu diulang apabila sembuh.

7. Cara berwudhu Jika ada balutan

Hendaklah mengambil wudhu seperti biasa dengan membasuh

anggota wudhu yang tidak ada balutan (jabirah).

a. Anggota wudhu yang ada balutan hendaklah (wajib) diusap dengan

air di atas balutannya. Jika mudharat, gugur kewajibannya. Tidak


28

disyaratkan disucikan dahulu sebelum dibalut atau balutan melebihi

keperluannya.

b. Sah sholat dan tidak perlu diulangi apabila sembuh (Ulama Maliki dan

Hanafi).

c. Jika tidak boleh terkena air, hendaklah bertayammum, Sholat adalah

sah dan tidak perlu diulang.

d. Tidak boleh menggunakan air dan debu hendaklah sholat

menghormati waktu (dalam keadaan berhadas), wajiblah di

qada’/ulang selepas sembuh.

8. Tayamum

a. Tayammun ialah mengusap ke muka dan dua tangan sampai ke siku,

menggunakan debu suci dengan beberapa syarat.

b. Tayammum adalah sebagai ganti dari wudhu’ dan mandi janabah.

c. Satu tayamum untuk satu sholat fardu

d. Cara Tayamum:

1) Ambil debu tanah yang suci dan tepuk ke atas debu dengan niat

2) Usap ke bagian muka yang tidak ada balutan

3) Tepuk kedua tapak tangan sekali lagi ke atas debu ditempat lain.

Kemudian usap kedua belah tangan yang tidak berbalut


29

B. Pengetahuan

1. Pengetian

Pengetahuan merupakan hasil rasa ingin tahu melalui proses

perseptual terutama mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

penting dalam membentuk perilaku berpikiran terbuka atau open behavior

(Donsu, 2017).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai bimbingan yang diberikan

seseorang kepada perkembangan orang lain menuju impian atau

cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan

mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan dibutuhkan untuk mendapatkan informasi berupa hal-

hal yang mendukung pada kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan bisa mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan.

Pada umumnya makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin mudah dalam menerima informasi.


30

2) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan yang harus

dilakukan demi menopang kelangsungan hidupannya dan

kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber

kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan.

Sedangkan bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.

3) Umur

Usia adalah umur individu yang mulai dihitung saat

dilahirkan sampai meninggal. Semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum cukup

kedewasaannya.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah semua kondisi yang ada disekitar

manusia dan pengaruhnya bisa mempengaruhi perkembangan

sereta perilaku individu atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya di masyarakat bisa memberikan

pengaruh dari sikap dalam menerima informasi.


31

3. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat

diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

a. Pengetahuan Baik: 76 % - 100 %

b. Pengetahuan Cukup: 56 % - 75 %

c. Pengetahuan Kurang: < 56 %

C. Sikap

1. Pengertian Sikap

Seorang manusia berkaitan erat dengan sikap masing-masing

sebagai ciri khas pribadinya. Sikap pada umumnya sering didefinisikan

sebagai suatu tindakan yang dilakukan individu dalam merespon terhadap

suatu hal. Pengertian sikap yang dipaparkan oleh Saifudin Azwar (2010)

adalah suatu reaksi atau respon yang muncul dari seorang manusia

terhadap objek yang kemudian menampilkan perilaku individu terhadap

objek tersebut dengan metode-metode tertentu.

Definisi sikap atau attitude sebagai suatu respon pandangan atau

perasaan seorang individu terhadap objek tertentu. Meskipun objek tidak

berbeda, namun tidak semua individu mempunyai sikap yang sama, hal

tersebut bisa dipengaruhi oleh kondisi individu, pengalaman, informasi,

dan kebutuhan setiap individu yang berbeda-beda.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai sikap, maka

disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang

merupakan penilaian yang timbul dari seorang individu terhadap suatu


32

objek. Proses awal terbentuknya sikap adalah adanya objek disekitar

individu yang memberikan stimulus. Penilaian yang ada, positif atau

negatif dipengaruhi oleh informasi sebelumnya, atau pengalaman pribadi

individu.

2. Faktor-faktor pembentuk sikap

Sikap seorang individu tidak terbentuk saat dilahirkan. Sikap

akan terbentul melalui interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupannya

yang mendapatkan informasi dan pengalaman. Interakasi bisa terjadi di

lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Saat interaksi sosial

akan berlangsung hubungan timbal balik antara individu dan lingkungan

sekitar.

Adanya interaksi dan hubungan tersebut kemudian menciptakan

pola sikap individu dan sekitarnya. Faktor pembentuk sikap terdiri dari

pengalaman yang kuat, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama, pengaruh faktor emosional (Saifudin. A, 2010). Menurut Sarlito

dan Eko (2009) mengutarakan bahwan beberapa faktor pembentuk sikap

adalah sebagai berikut:

a. Pengkondisian klasik, faktor ini terjadi ketika suatu rangsangan selalu

diikuti oleh rangsangan yang lain.

b. Pengkondisian instrumental, bila proses yang dilalui mendapatkan

kesenangan maka akan diulang kembali, begitupun sebaliknya bila

proses yang dilalui mendapatkan hasil yang buruk maka akan

dihindari.
33

c. Belajar melalui pengamatan atau observasi. Proses ini berlangsung

dengan cara mengamati orang lain, kemudian melakukan kegiatan

yang sama.

d. Perbandingan sosial, adalah dengan membandingkan oranag lain

untuk mengecek pendapat kita terhadap orang tersebut baik benar atau

salah.

3. Cara Mengukur Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna mempelajari sikap dan

perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau

pengukuran (measurement) sikap. Berbagai teknik dan metode telah

dikembangkan oleh para ahli guna mengungkap Sikap manusia dan

memberikan interprestasi yang valid. Menurut Azwar (2010:87-104)

terdapat beberapa metode pengungkapan (mengukur) Sikap, diantaranya:

a. Observasi perilaku

Untuk mengetahui Sikap seseorang terhadap sesuatu dapat

diperhatikan melalui perilakunya, sebab perilaku merupakan salah

satu indikator Sikap individu.

b. Pertanyaan langsung

Ada dua asumsi yang mendasari penggunaan metode

pertanyaan langsung guna mengungkapkan Sikap. Pertama, asumsi

bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya

sendiri. Kedua, asumsi keterusterangan bahwa manusia akan

mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena

itu dalam metode ini, jawaban yang diberikan oleh mereka yang
34

ditanyai dijadikan indikator Sikap mereka. Akan tetapi, metode ini

akan menghasilkan ukuran yang valid hanya apabila situasi dan

kondisinya memungkinkan kabebasan berpendapat tanpa tekanan

psikologis maupun fisik.

c. Pengungkapan langsung

Pengungkapan langsung (directh assessment) secara tertulis

dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan

menggunakan item ganda.

d. Skala Sikap

Skala Sikap (attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-

pernyataan mengenai suatu objek Sikap. Salah satu sifat

skala Sikap adalah isi pernyataannya yang dapat berupa pernyataan

langsung yang jelas tujuan pengukurannya akan tetapi dapat pula

berupa pernyataan tidak langsung yang tampak kurang jelas tujuan

pengukurannya bagi responden.

e. Pengukuran terselubung

Dalam metode pengukuran terselubung (covert measures),

objek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak didasari atau

sengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis

yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan.

Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan Skala Likert

dengan menjumlahkan semua item untuk mengetahui nilai mean T (MT).

Dikatakan sikap positif bila T responden > T mean, dan sikap negatif bila

T responden < T mean (Azwar, 2010). Pengukuran sikap dapat dilakukan


35

secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis

kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner

(Notoatmodjo, 2010).

D. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak

sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak

dirasakan (Okviana, 2015).

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi

seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari

dalam dirinya (Notoatmojo, 2010). Sedangkan menurut Wawan (2011)

Perilaku merupakan suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai

frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku

adalah kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa

perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Pengertian ini dikenal dengan teori „S-O‟R” atau

“Stimulus-Organisme-Respon”. Respon dibedakan menjadi dua yaitu:


36

a. Respon respondent atau reflektif

Adalah respon yang dihasilkan oleh rangsangan-rangsangan

tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat relatif tetap disebut

juga eliciting stimuli. Perilaku emosional yang menetap misalnya

orang akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu, sedih

jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal serta minum jika

terasa haus.

b. Operan Respon

Respon operant atau instrumental respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa

penguatan. Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli yang

berfungsi memperkuat respon. Misalnya, petugas kesehatan

melakukan tugasnya dengan baik dikarenakan gaji yang diterima

cukup, kerjanya yang baik menjadi stimulus untuk memperoleh

promosi jabatan.

2. Bentuk-bentuk perilaku

Menurut Notoatmodjo (2011), dilihat dari bentuk respons

terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

a. Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran

dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
37

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat

orang lain.

3. Cara Pengukuran Perilaku

Pengukuran perilaku yang berisi pernyataan-pernyataan

terpilih dan telah diuji reabilitas dan validitasnya maka dapat digunakan

untuk mengungkapkan perilaku kelompok responden (Azwar, 2010).

Kriteria pengukuran perilaku yaitu:

a. Perilaku positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari

kuesioner > T mean

b. Perilaku negative jika nila T skot yang diperoleh responden dari

kuesioner ≤ T mean

E. Kepuasan

1. Pengertian Kepuasan

Menurut Kotler kepuasan merupakan ungkapan perasaan

seseorang atas hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari

seseorang sebagai hasil dari membandingkan suatu product perceive

performance (atau outcome) dengan yang diharapkannya (Djohan, 2015).

Kepuasan merupakan bentuk kesenjangan antara harapan dan kenyataan

(Nursalam, 2016). Kepuasan merupakan perbandingan antara kinerja dan

hasil kerja yang dirasakan dengan harapan (Simamora, 2012).


38

2. Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien merupakan bentuk penilaian subyektif maupun

obyektif terhadap mutu pelayanan yang diberikan. Hal – hal yang

mendasari kepuasan seseorang adalah pengalaman masa lalu, tingkat

pendidikan, situasi psikologi dan pengaruh lingkungan (Sabarguna, B.S

dan Rubaya, 2011). Salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita

berikan adalah kepuasan pasien, dengan memberikan kepuasan pasien

diharapkan pasien loyal terhadap pelayanan yang kita berikan, karena

pasien loyal akan membawa dampak yang baik bagi masyarakat yang

nantinya akan mengajak orang lain untuk menggunakan fasilitas yang

sama (Nursalam, 2014).

Kepuasan pasien merupakan hasil tindakan dan sikap dari staf

dalam memberikan pelayanan kepada pasien, hal tersebut akan dianggap

baik jika pasien merasa puas baik secara jasmani maupun rohani.

Kepuasan pasien dapat tercapai apabila pelayanan keperawatan yang

diberikan baik. Kepuasan yang didapatkan oleh pasien akan dapat tersebar

luas ke masyarakat, sehingga menimbulkan sesuatu pandangan yang

positif terhadap suatu instansi penyedia layanan tersebut.

3. Dimensi Kepuasan

Dimensi kepuasan terdiri dari: 1) hubungan interpersonal antara

dokter dengan pasien, 2) mutu pelayanan yang diberikan, 3)

kesinambungan pelayanan yang diberikan, 4) kenyamanan dalam

pelayanan, 5) kepuasan secara umum (Aday, et al.,1980 dalam Djohan,

2015). Beberapa kriteria dalam mengukur kepuasan diantaranya adalah


39

kebebasan pasien dalam melakukan pilihan untuk menentukan pelayanan

kesehatan, pengetahuan dan kompetensi teknis pemberi pelayanan, serta

efektifitas pelayanan perlu dijadikan kriteria dalam mengukur kepuasan

pasien (Azwar, 1996 dalam Djohan, 2015).

4. Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu

harapan pelanggan terhadap mutu suatu produk atau layanan jasa, faktor

emosional, biaya, fasilitas dan mutu dari pelayanan itu sendiri (Sitorus,

2011).

5. Indikator Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien merupakan suatu tolok ukur keberhasilan suatu

pelayanan. Lima dimensi penilaian kepuasan pasien menurut Parasuraman

(2001 dalam Nursalam, 2016) adalah:

a. Ketanggapan (Responsiveness)

Dalam memberikan pelayanan petugas mengutamakan aspek

yang dapat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan,

sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari petugas tersebut

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

tingkat pemahaman, pengertian. Untuk mendapatkan respon yang

baik dalam pelayanan maka suatu organisasi harus menerapkan

mekanisme kerja yang baik.

b. Jaminan (Assurance)

Untuk meyakinkan penerima layanan terhadap pelayanan

yang diberikan oleh suatu instansi dibutuhkan jaminan pelayanan,


40

sehingga penerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa semua

bentuk pelayanan yang dilakukan sesuai dengan kecepatan, ketepatan,

kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan.

Penampilan kerja yang diberikan oleh staf sangatlah menentukan

jaminan atas pelayanan yang diberikan, sehingga bisa dikatakan

bahwa staf dapat memberikan pelayanan yang professional secara

mandiri bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada pasien.

c. Bukti Fisik (Tangibles)

Bentuk layanan yang secara fisik dapat terlihat dan dirasakan

oleh pengguna layanan, kondisi fisik bangunan gedung, fasilitas

peralatan, penggunaan tehnologi yang canggih, kebersihan ruangan,

sarana dan prasarana yang lengkap yang dapat dilihat dan digunakan

oleh staf sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya sehingga

pelayanan dapat diterima oleh masyarakat yang memerlukan

pelayanan, serta dapat memberikan kepuasan, yang sekaligus

menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.

d. Empati (Empathy)

Merupakan bentuk perhatian, keseriusan, rasa simpati,

pengertian yang diberikan oleh pemberi layanan serta bagian – bagian

yang terkait dengan pelayanan. Ada lima hal bentuk empaty, a)

Pelayanan diberikan dengan perhatian dalam berbagai bentuk

sehingga dapat memberikan kesan penghargaan bagi penerima

pelayanan. b) Pemberian pelayanan secara serius, sehingga memberi

kesan pelayanan yang diberikan adalah sesuai dengan pelayanan yang


41

dikehendaki, c) Pelayanan diberikan dengan penuh rasa simpatik

sehingga pemberi pelayanan merasa lebih percaya diri dan

berwibawa. d) Pemberian pelayanan yang mendalam sehingga yang

dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan

yang dirasakan, e) Pelayanan ditunjukkan dengan keterlibatan

pemberi pelayanan terhadap hal – hal yang dilayani.

e. Keandalan (Reliability)

Dalam memberikan pelayanan dimensi kehandalan

merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan

dengan melakukan sesuai prosedur dan standart yang sudah

ditetapkan.

F. Karakteristik Responden

Karakteristik adalah ciri khas seseorang dalam meyakini, bertindak

ataupun merasakan. Berbagai teori pemikiran dari karakteristik tumbuh untuk

menjelaskan berbagai kunci karakteristik manusia (Boeree, 2009).

Karakteristik berdasar data demografi meliputi: umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, penjaminan, penghasilan dan kriteria penyakit.


42

G. Penelitian Terkait

No Penulis Tahun Judul Metode Hasil


1 Murtiningsih, 2020 Gambaran Metode yang Diperoleh
Nedra Wati Zaly Praktek Ibadah digunakan hampir
Sholat Pasien adalah studi sebagian besar
Yang Dirawat deskriptif. pasien (41.5%)
Di Rumah Sakit Sampel dalam selama dirawat
X penelitian ini di Rumah Sakit
sebanyak 65 tidak pernah
responden melaksanakan
yang sholat.
ditentukan
dengan
purposive
sampling
2 Dyah Wiji 2020 Correlation Jenis Terdapat
Puspitasari, between penelitian ini hubungan
Muhammad Reward and adalah survey antara reward
Abdurrouf, Maya Supervision analitik (p-value 0,05)
Dwi Yustini, with The dengan dan supervisi
Retno Implementation pendekatan (p-value 0,01)
Issroviatiningrum, of Sharia cross dengan
Bayu Anggileo Nursing sectional, pelaksanaan
Pramesona Services populasinya pelayanan
adalah semua keperawatan
perawat syariah
pelaksana
yang ada di
Ruang Rawat
Inap Rumah
Sakit Islam
Sultan Agung
Semarang
3 Muh Agung 2021 Gambaran Menggunakan Asuhan
Prayoga, Basirun tingkat metode keperawatan
Al Ummah, kepuasan pasien deskriptif dengan prinsip
Kusumastuti terhadap asuhan kuantitatif syariah
keperawatan dengan menggunakan
berbasis syariah pendekatan dimensi
di ruang raudoh cros sectional. Rabbaniyyah,
rumah sakit Sampel Akhlaqiyyah,
PKU berjumlah 80 Waqi’iyah dan
Muhammadiyah orang dipilih Insaniyyah
Yogyakarta dengan dapat
random memberikan
sampling kepuasan
terhadap pasien
dengan
persentase
100%.
43

H. Kerangka Teori

Asuhan Keperawatan Syariah Kepuasan Pasien


Asuhan keperawatan yang
Nilai subjektif terhadap kualitas
islami adalah rangkaian dari
pelayanan, nilai objektifnya dan
pelayanan keperawatan kepada
dilandasi pada pengalaman
pasien tanpa meninggalkan
masa lalu, pendidikan, situasi
aspek-aspek islami didalamnya
psikologi, dan pengaruh
(Do’a sehari-hari, Menutup
lingkungan (Sabarguna dan
Aurat, Sholat dan Bersuci,
Rubaya, 2011).
Kesesuaian gender, Edukasi
Islami)
(Ismail,Hatthakit & Chinawong, Pengetahuan, Sikap dan
2015). Perilaku

Elemen Kepuasan Pasien


Karakteristik Pasien
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Status pembiayaan
6. Penghasilan
7. Kriteria penyakit

: Diteliti
: Tidak Diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai