Anda di halaman 1dari 22

PENERAPAN PELAYANAN ISLAM SEBAGAI

TENAGA KEPERAWATAN

Di Susun Oleh : Kelompok 11


Nama Kelompok :

1. Winda Claudya Novayanti (21117133)


2. Windah Anisyah (21117134)
3. Windy Puspita Utami (21117135)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah subhanahu wata’ala karena berkat
Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penerapan Pelayanan Islam
Sebagai Tenaga Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Palembang dapat diselesaikan dengan baik.
Tim penyusun dalam hal ini telah berupaya untuk menyelesaikan makalah
Penerapan Pelayanan Islam Sebagai Tenaga Keperawatan pada Program Ilmu Keperawatan
yang penugasannya sesuai dengan perencanaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapankan
demi sempurnanya makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua mengenai Penerapan Pelayanan
Islam Sebagai Tenaga Keperawatan.

Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan, islam pun


memberikan penjelasan-penjelasan lewat Al-Quran maupun hadits yang berkaitan tentang
pentingnya kesehatan. Firman Allah berkaitan tentang menjaga kesehatan: Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang memberikan pelayanan kesehatan.


Berkaitan dengan hal tersebut kami membuat sebuah makalah yang berjudul “Paradigma
Keperawatan Dalam Islam”.

Keperawatan Islami, bertujuan memberikan pelayanan keperawatan melebihi harapan


klien dengan menggunakan kaidah Islam berdasar Al-Qur’an dan Hadis dalam menerapkan
ahlak pribadi muslim, landasan kerja dan perilaku muslim serta penampilan dan ciri khas
seorang perawat muslim (Martono,2007).

Hasil penelitian Maulana Pandu, (2010) Mayoritas perawat Rumah Sakit Islam
Surakarta mengalami kepuasan dalam bekerja. Namun demikian kepuasan kerja yang
terjadi pada perawat yang menerapkan keperawatan islami belum dapat dijelaskan. Hal
ini bisa berakibat pelayanan keperawatan banyak berdasar pada aliran pemikiran
positivism dan pragmatism yang disadari semakin menjauhkan manusia dari nilai etika
universal sehingga tugas keperawatan tidak melahirkan suatu rasa cinta dan kasih sayang
terhadap sesama makhluk Allah karena hanya lahir dari motivasi untuk tujuan jangka
pendek seperti sekedar melaksanakan kewajiban, motif mencari upah(Ridwan, 2010).
Kondisi tersebut mengakibatkan kepuasan kerja perawat masih kurang,
sedangkan kepuasan kerja yang dirasakan perawat, diharapkan berdampak terhadap
kualitas kinerja pelayanan keperawatan. Ketidakpuasan kerja perawat tersebut berkaitan
dengan faktor kebijakan dan imbalan (Dewi Basmala,2004). Perusahaan jasa seperti
rumah sakit peran sumber daya manusia sangat diperlukan karena ia berhubungan
langsung dengan kepuasan yang akan dirasakan pasien rumah sakit tersebut
(Novadilastri, 2004) dan (Fatati, 2005).
Kepuasan kerja perawat sangat menentukan kepuasan pasien karena perawat
yang mengalami kepuasan dalam pekerjaan akan menunjukkan perilaku dan aktivitas
yang citizenship seperti menolong sesama pekerja, menolong pasien dan lebih kooperatif
(Moorman (1993) dalam Luthans (1995). Pendapat ini didukung oleh Syptak, Masrland
dan Ulmer (1999) yang menyatakan terdapat korelasi langsung antara kepuasan perawat
dengan kepuasan pasien.
Menurut Robbins (2003) sikap karyawan yang positif dapat ditunjukkan karena
karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja, sedangkan karyawan yang tidak puas dengan
pekerjaan akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan. Dampak Perbuatan
Ikhsan dalam asuhan keperawatan akan melahirkan : Niat yang Ikhlas, bahwa segala
sesuatu diniatkan hanyalah kepada Allah semata, sehingga dengan keikhlasan yang
bersih hanya kepada Allah akan memberikan barier (benteng) bagi pekerjaan kita agar
tetap konsisten dalam garis yang ditetapkan agama dan profesi. Pekerjaan yang rapi,
senantiasa berorientasi kepada kualitas yang tinggi karena merasakan segala sesuatu
berada dalam pengawasan Allah SWT. Penyelesaian hasil yang baik, artinya setelah
berbuat maksimal atas segala aktivitas, maka secara sunatullah melahirkan pekerjaan
yang baik atau memiliki kualitas yang tinggi. Ikhsan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan bisa menimbulkan komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien yang
bisa meningkatkan kualitas mutu pelayanan keperawatan yang berdampak pada kepuasan
pasien dan kepuasan perawat.
Asuhan Keperawatan Islami yang diberikan secara profesional oleh perawat
dengan kaidah Islam memberi kesempatan Umat Islam di negeri ini mendapatkan
pelayanan atau asuhan keperawatan berkualitas sesuai dengan keimanannya sebagai
seorang muslim. Bagi perawat muslim pemahaman dan pengamalan terhadap rukun iman
dan Islam belumlah cukup dikategorikan dalam insan yang sempurna dalam pengamalan
agamanya, jika belum diikuti oleh perbuatan yang ikhsan. Hal ini yang mendasari
implementasi asuhan keperawatan Islami selain berlandaskan pada keilmuan, karena
Islam mementingkan professionalisme, pengetahuan dan keterampilan. Perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan sebagai sebuah sistem, profesi perawat dengan
segala penguasaan ilmu pengetehuan, nilai iman dan islam yang dimiliki perawat
merupakan input. Pelaksanaan proses yang diiringi dengan rasa syukur atas nikmat
karunia Allah dan dimanifestasikan dalam sifat Ikhsan, yaitu rasa ikhlas dalam bekerja
sebagai ibadah dalam bentuk perilaku caring, profesional, ahlakul karimah dan kerjasama
yang baik, berdampak pada pelayanan keperawatan yang diberikan mampu menyentuh
esensi fitrah manusia. Kondisi demikian ini akan melahirkan rasa empati, pandai
bersyukur sehingga menghasilkan output kepuasan kerja perawat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelayanan secara umum?

2. Bagaimanakah pelayanan Islami yang bersifat darurat?

3. Bagaimanakah pelayanan islami terhadap pasien sejenis dan lain jenis?

4. Bagaimanakah pelayanan islami yang berkenaan dengan pelaksanaan operasi?

5. Bagaimanakah pelayanan islami yang berkenaan dengan keperawatan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pelayanan secara umum?

2. Untuk mengetahui pelayanan Islami yang bersifat darurat?

3. Untuk mengetahui pelayanan islami terhadap pasien sejenis dan lain jenis?

4. Untuk mengetahui pelayanan islami yang berkenaan dengan pelaksanaan operasi?

5. Untuk mengetahui pelayanan islami yang berkenaan dengan keperawatan?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelayanan secara umum

Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktifitas seseorang,


sekelompok, dan atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk
memenuhi kebutuhan. Monir mengatakan bahwa pelayanan adalah proses pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung (Pasolong, 2011:
128).
Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (1993), mengemukakan
bahwa pelayanan adalah segala bentuk kegiatan pelayanan dalam bentuk barang atau
jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pelayanan publik
menurut Sinembela adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya
tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Pasolong, 2011: 128)
Definisi pelayanan publik menurut Kepmen PAN Nomor 25 tahun 2004
adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang undangan. Sedangkan Kepmen PAN
Nomor 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah
serta BUMN atau BUMD. Pengelompokkan jenis pelayanan tersebut didasarkan pada
ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan
Tidak mudah untuk memberikan definisi pelayanan kesehatan yang Islami di rumah
sakit Islam. Pengertian sederhana tentang pelayanan kesehatan yang Islami adalah
segala bentuk kegiatan asuhan medik dan asuhan keperawatan yang dibingkai dengan
kaidah-kaidah Islam. Melaksanakan pelayanan kesehatan profesional yang Islami
dengan berpedoman kepada kaidah-kaidah Islam, medik dan keperawatan yang
mencakup:
1. Menerapkan konsep, teori, dan prinsip dalam keilmuan yang terkait dengan
asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan mengutamakan pedoman pada
alquran dan hadis
2. Melaksanakan asuhan medik dan asuhan keperawatan dengan menggunakan
pendekatan Islami melalui kegiatan-kegiatan pengkajian yang berdasarkan bukti
(evidence-based healthcare)
3. mempertanggungjawabkan atas segala tindakan dan perbuatan yang berdasarkan
bukti (evidencebased healthcare)
4. berlaku jujur, ikhlas dalam memberikan pertolongan kepada pasien baik secara
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat dan semata-mata
mengharapkan ridho Allah
5. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dan menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada asuhan medik dan asuhan keperawatan yang berdasarkan bukti
(evidence-based healthcare).
B. Pelayanan Islami yang bersifat darurat
Pelayaanan islami adalah suatu sistem pelayanan yang menyeluruh (holistik), yang
meliputi fisik, mental dan spiritual berlandaskan kaidah-kaidah ilmupengetahuan dan
teknologi moderen yang terus berkembang denganselalu merujuk pada prinsip islam
baik dari sisi aqidah, ibadah dan akhlak (rumah sakit haji jakarta, 2002).
Rumah sakit yang berpredikatislam pda pokoknya pelaksanaanya harus ditujukan
dalam 2 hal, yaitu (paraktiknya, 1986)
1. Pelayanan, perawatan dan pengobatan (medik)
2. Pelayanan dan santunan agama (spiritual
Kedua pokok pelayanan tersebut harus dikerjakan secara terpadu agar dapat
diperoleh hasil yang cukup baik, yaitu menolngdan membina manusia seutuhnya.
Seriap Rumah Sakit Islam harus memiliki bagian satunan spiritual karena bagian
inilah yang membawa keselamatan di dunia dan akhirat. Rumah Sakit Islam tanpa
Bagian santunan spiritual, tidak berbeda dengan rumah sakit lainnya. Tentu saja
santunan spiritualini ditangani oleh tenaga tenaga ahli (praktiknya, 1986).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan
segera, yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan.
Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (time saving
is life saving) bahwa waktu adalah nyawa. Salah satu indikator mutu pelayanan
berupa respon time (waktu tanggap), di mana merupakan indikator proses untuk
mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Pelayanan tersebut diberikan
kepada pasien yang mempunyai keterbatasan fisik dan mental, pengetahuan serta
kurangnya kemajuan menuju kepada kemampuan untuk melaksanakan kegiatan
sehari-sehari.(Depkes RI, 2004)
C. Pelayanan Islam terhadap pasien sejenis dan lain jenis

A. Perintah islam untuk menjaga diri dan hijabnya terhadap non


muhrim

Dienul Islam adalah sebuah agama yang mengatur segala seluk beluk yang ada di
kehidupan manusia dan semua ciptaan Allah. Adapun yang termasuk yang dibahas
adalah mengenai hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Di
dalam agama ini diatur bagaimana hubungan antar seorang wanita dan laki-laki
selayaknya menurut pandangan Islam.

Adapun perintah Allah swt. yang berkaitan dengan etika hubungan antara lelaki dan
wanita pada (QS. Al-Ahzab : 53). Kalau ada sebuah keperluan terhadap lawan jenis,
harus disampaikan dari balik tabir pembatas

Banyak pendapat dari berbagai ulama mengenai hubungan antara laki-laki dan wanita
ini, antara lain:

Asy Syaikh berkata, Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan
itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah.
Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan
taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya; penj.) maka
KEHARAMAN berjabat tangan tidak diragukan lagi. Bahkan seandainya kedua
syarat ini tidak terpenuhi - YAITU TIADANYA SYAHWAT DAN AMAN DARI
FITNAH – meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti
bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka
berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.Bahkan berjabat tangan dengan
anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi.
Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang
disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang
terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan TIDAK BAIK hal ini
diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat,
mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. - tidak ada riwayat kuat yang
menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat
atau tidak mempunyai hubungan yang erat). Dan yang lebih utama bagi seorang
muslim atau muslimah – yang komitmen pada agamanya – IALAH TIDAK
MEMULAI BERJABAT TANGAN DENGAN LAIN JENIS. Tetapi, apabila diajak
berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya.

Dari Ma'qil bin Yasar Radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Andaikan ditusukkan ke kepala salah seorang
diantara kalian dengan jarum besi, yang demikian itu lebih baik daripada dia harus
menyentuh wanita yang tidak diperbolehkan baginya". [Thabrani dalam KitabAl-
Kabir, Bab XX No. 211 dengan isnad hasan].

Dari ‘Aisyah ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membai’at para


perempuan dengan perkataan. Tidak pernah tangan Rasulullah SAW memegang
tangan para perempuan, kecuali tangan perempuan yang telah menjadi miliknya
(artinya perempuan yang telah dinikahinya = istri Nabi). [Bukhari]

Tidak hanya itu, dalam islam juga melarang agar kaum muslimin tidak berdua-duan
(LARANGAN BERKHALWAT) seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berpidato: “Janganlah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan
seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya. Dan janganlah seorang wanita
bepergian kecuali bersama mahramnya”. Tiba-tiba seorang lelaki bangkit berdiri dan
berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteriku pergi untuk menunaikan ibadah
haji, sedangkan aku terkena kewajiban mengikuti peperangan ini dan itu. Beliau
bersabda: “Berangkatlah untuk berhaji bersama isterimu”. [Bukhari, Muslim, Ibnu
Majah dan Ahmad]

Hendaklah para muslimah tidak duduk-duduk dengan lelaki lain, hanya untuk sekedar
ngobrol tanpa ada maksud dan tujuan tertentu. Duduk-duduk yang diperbolehkan
hanya bila ada kebutuhan yang bersifat syar’I (dibolehkan agama).

b. Fenomena yang ada di tempat pelayanan kesehatan saat ini

Dalam ilmu keperawatan / kesehatan untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit,


perawat perlu melaksanakan pemeriksaan pada pasien seluruh tubuhnya, baik diluar,
maupun dari dalam, sehingga pada umumnya pasien harus bersedia menanggalkan
pakaiannya. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter di ruang pemeriksaan, di mana dokter
dapat memeriksa pasien dengan leluasa tanpa dapat dilihat dan didengar oleh orang
lain. Dokter dan tenaga para medis diwajibkan secara etis memelihara kehormatan
manusia, baik dalam ruang pemeriksaan, maupun dalam ruang perawatan
Dalam prakteknya di tempat pelayanan itu sendiri banyak sekali kondisi yang
membuat interaksi antara tenaga medis dengan pasiennya yang kadang membuat kita
bertanya mengenai hal tersebut dalam pandangan Islam seperti yang telah kita bahas
pada bagian A sebelumnya. Adapun prosedur-prosedur yang sering dilaksanakan
dalam tahap pemeriksaan di Rumah Sakit atau tempat pelayanan kesehatan lain
tersebut antara lain:

a. Mengambil anamnesa (riwayat penyakit)

Pasien diharapkan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dokter secara jujur


dan jelas, karena kadang –kadang pasien tidak ingin menceritakan riwayat
penyakitnya karena merasa malu.

b. Melakukan inspeksi

Inspeksi ini sudah dilakukan sejak pasien memasuki kamar kerja dokter, cara dia
berjalan, normal atau dipapah, napas sesak, kemudian bentuk
badan,emosionalnya,dan lain-lain

c. Melakukan palpasi

Yaitu meraba tubuh dengan telapak tangan. Untuk ini perlulah pasien diminta untuk
membuka pakaiannya terutama bagian atas, kalau nanti ternyata diperlukan
pemeriksaan yang lebih lengkap barulah si pasien diminta untuk membuka celana,
gune pemeriksaan dalam, baik melalui vagina maupun anus (dubur).

d. Melakukan perkusi

Yaitu dengan memukulkan jari tengah kanan diatas jari tengah tangan kiri yang
diletakkan dibagian atas tubuh yang diperiksa. Pada perkusi akan menimbulkan suara
sehingga dapat ditentukan batas konfigurasi jantung, paru-paru dan sebagainya.
Apakah ada cairan di rongga dada atau pada rongga perut.

e. Melakukan aukultasi
Dengan alat pendengar stetoskop dokter dapat mendengar bunyi-bunyi udara di dalam
paru-paru, baik yang normal maupun yang tidak normal, bunyi jantung yang normal
dan yang tidak normal, bunyi bising, bunyi gerakan usus dan sebagainya.

f. Pemeriksaan Pelengkap

Dilakukan dengan alat-alat seperti Reflek hamer dan Elektro Cardiograf, alat yang
untuk mencatataktivitas jantung yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa abnormal
yang tidak diketahui dengan cara-cara diatas.

g. Pemeriksaan Laboratorium

Permeriksaan darah untuk mengetahui sel-sel darah, berbagai macam zat-zat dalam
darah seperti gula, empedu , kolesterol, asam urat, dan sebagainya.

Pendek kata dengan berbagai cara pemeriksaan ini dokter mendapat bahan-bahan
dalam menegakkan suatu diagnosa penyakit.

Yang jelas ialah bahwa dalam pemeriksaan ini:

i. Dokter dan pasien berada berduaan di dalam suatu ruangan.

ii. Dokter melihat dan meraba sebagian atau seluruh badan penderita, termasuk bagian
auratnya.

iii. Dokter yang memeriksa dapat sejenis dengan penderita yaitu dokter laki-laki
memeriksa penderita laki-laki atau tidak sejenis yaitu dokter wanita memeriksa
penderita laki-laki dan sebaliknya.

Tidak hanya itu, dalam pelayanan kesehatan masih banyak sekali tindakan medis yang
membuat antara tenaga medis dan petugas kesehatan terjadi interaksi yang
“melanggar” aturan agama yang telah kita bahas sebelumnya pada bagian A.
Contohnya seperti tindakan operasi. Tidak jarang para dokter atau pun perawatnya
yang berlawanan jenis dengan pasien. Belum lagi jika yang dilakukan operasi adalah
bagian vital dari pasien. Seperti operasi pengangkatan rahim ataupun operasi kanker
payudara. Atau tindakan pemasangan kateter( pemasangan suatu alat ke bagian alat
pengeluaran urin untuk mempermudah pasien buang air kecil). Dan disini lah terlihat
sekali peran tenaga medis yang membuat mereka harus melihat bahkan memegang
alat kelamin pasiennya, dan tidak jarang pula yang melakukan itu adalah tenaga medis
yang bukan muhrim dengan pasiennya.

Belum lagi pada kasus dokter kandungan yang dokternya adalah seorang laki-laki.
Dalam pemeriksaannya maupun proses kelahiran itu dokter tersebut akan sering
berinteraksi dengan kliennya,yaitu para wanita. Dan mungkin masih banyak
fenomena lain di tempat pelayanan kesehatan yang melibatkan interaksi antara tenaga
medis atau para medis dengan pasiennya yang bukan muhrim.

c. Pandangan islam terhadap fenomena dalam dunia kesehatan

Islam menentukan bahwa setiap manusia harus menghormati manusia yang lainnya,
karena Allah sebagai khalik sendiri menghormati manusia, sebagai mana di jelaskan
Allah dalam surat Al Isra’ :70.

Maka dokter maupun paramedis haruslah tidak memaksakan sesuatu kepada pasien,
segala tindakan yang harus mereka kerjakan haruslah dengan suka rela dan atas
keyakinan.

Untuk pemeriksaan dokter dalam menegakkan diagnosa penyakit, maka dokter


berkhalwat, melihat aurat, malah memeriksa luar dalam pasien dibolehkan hanya
didasarkan pada keadaan darurat, sebagai yang dijelaskan oleh qaidah ushul fiqh yang
berbunyi : yang darurat dapat membolehkan yang dilarang.

Islam memang mengenal darurat yang akan meringankan suatu hukum. Ada kaidah
Idzaa dhoogal amr ittasi’ (jika kondisi sulit, maka Islam memberikan kemudahan dan
kelonggaran). Bahkan Kaedah lain menyebutkan: ‘Kondisi darurat menjadikan
sesuatu yang haram menjadi mubah’.

Berbicara mengenai kaidah fiqhiyyah tentang darurat maka terdapat dua kaidah yaitu
kaidah pokok dan kaidah cabang. Kaidah pokok disini menjelaskan bahwa
kemudharatan harus dilenyapkan yang bersumber dari Q.S Al- Qashash : 77),
contohnya meminum khamar dan zat adiktif lainnya yang dapat merusak akal,
menghancurkan potensi sosio ekonomi, bagi peminumnya kan menurunkan
produktivitasnya. Demikian pula menghisap rokok, disamping merusak diri
penghisapnya juga mengganggu orang lain disekitarnya. Para ulama menganggap
keadaan darurat sebagai suatu kesempitan, dan jika kesempitan itu datang agama
justru memberikan keluasan.

Namun darurat itu bukan sesuatu yang bersifat rutin dan gampang dilakukan.
Umumnya darurat baru dijadikan pilihan manakala memang kondisinya akan menjadi
kritis dan tidak ada alternatif lain. Itu pun masih diiringi dengan resiko fitnah dan
sebagainya.

Akan tetapi, untuk mencegah fitnah dan godaan syaitan maka sebaiknya sewaktu
dokter memeriksa pasien dihadiri orang ketiga baik dari keluarga maupun dari tenaga
medis itu sendiri.

Akan lebih baik lagi jika pasien diperiksa oleh dokter sejenis, pasien perempuan
diperiksa oleh dokter perempuan dan pasien laki-laki diperiksa oleh dokter laki-laki.
Karena dalam dunia kedokteran sendiri banyak cerita-cerita bertebaran di seluruh
dunia, di mana terjadi praktek asusila baik yang tak sejenis hetero seksual, maupun
yang sejenis homoseksual antara dokter dan pasien.

Dalam batas-batas tertentu, mayoritas ulama memperbolehakan berobat kepada lawan


jenis jika sekiranya yang sejenis tidak ada, dengan syarat ditunggui oleh mahram atau
orang yang sejenis. Alasannya, karena berobat hukumnya hanya sunnah dan bersikap
pasrah (tawakkal) dinilai sebagai suatu keutamaan (fadlilah). Ulama sepakat bahawa
pembolehan yang diharamkan dalam keadaan darurat, termasuk pembolehan melihat
aurat orang lain,ada batasnya yang secara umum ditegaskan dalam al-qur’an ( Q.S Al-
baqarah : 173; Al-an’am :145 ;An-nahl : 115) dengan menjauhi kezaliman dan lewat
batas.

Dalam pengobatan, kebolehan hanya pada bagian tubuh yang sangat


diperlukan,karena itu, bagian tubuh yang lain yang tidak terkait langsung tetap
berlaku ketentuan umum tidak boleh melihatnya. Namun, untuk meminimalisir
batasan darurat dalam pemeriksaan oleh lawan jenis sebagai upaya sadd al-Dzari’at
(menutup jalan untuk terlaksananya kejahatan), disarankan disertai mahram dan
prioritas diobati oleh yang sejenis.
Pembolehan dan batasan kebolehanya dalam keadaan darurat juga banyak
disampaikan oleh tokoh madzhab. Ahmad ibn Hanbal, tokoh utama mazhab hanbali
menyatakan boleh bagi dokter/ tabib laki-laki melihat aurat pasien lain jenis yang
bukan mahram khusus pada bagian tubuh yang menuntut untuk itu termasuk aurat
vitalnya, demikian pula sebaliknya, dokter wanita boleh melihat aurat pasien laki-laki
yang bukan mahramnya dengan alasan tuntutan.

Di Indonesia, dalam fatwa MPKS disebutkan, tidak dilarang melihat aurat perempuan
sakit oleh seorang dokter laki-laki untuk keperluan memeriksa dan mengobati
penyakitnya. Seluruh tubuhnya boleh diperiksa oleh dokter laki-laki, bahkan
hinggagenetalianya, tetapi jika pemeriksaan dan pengobatan itu telah mengenai
genitalian dan sekiatarnya maka perlu ditemani oleh seorang anggota keluarga laki-
laki yang terdekat atau suaminya. Jadi, kebolehan berobat kepada lain jenis
dopersyaratkan jika yang sejenis tidak ada. Dalam hal demikian, dianjurakan bagi
pasien untuk menutup bagian tubuh yang tidak diobati. Demikian pula dokter atau
yang sejenisnya harus membatasi diri tidak melihat organ pasien yang tidak berkaitan
langsung

D. Pelayanan islam yang berkenaan dengan pelaksanaan operasi


Dalam sub bagian ini akan dibahas empat aspek bagian yaitu: (1)
Permasalahan-permasalahan pada pasien operas, (2) Urgensi untuk mengurangi
kecemasan, (3) Urgensi untuk risiko-risiko operasi dan (4) Urgensi untuk
mengetahui perawatan pasca operasi. Banyak kendala-kendala yang terjadi pada pasien yang
melakukan operasi salah satunya mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi pada
pasien operasi. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi
hampir semua pasien, berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan
membahayakan bagi pasien, maka tidak heran jika seringkali pasien dan keluarganya
menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan
yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam prosedur yang harus dijalani pasien
dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan
tindakan pembiusan. Masalah psikososial (hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan
kesehatan mental/emosinal) khususnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang
dalam menghadapi pembedahan.
Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan
yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter
bedah dan dokter anastesi), tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan perawat di samping peranan pasien yang kooperatif (bersifat
kerja sama) selama proses perioperatif (periode waktu prosedur bedah pasien).
Menurut Pooter dan Perry sebagaimana dikutip oleh Moh Alimansur dan
Agung Setiawan mengemukakan:
Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan atau kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain adalah takut nyeri setelah
pembedahan, takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak
berfungsi normal body image (citra tubuh/persepsi seseorang terhadap
bentuk fisik dirinya sendiri), takut mempunyai kondisi yang sama dengan
orang lain yang mempunyai penyakit yang sama, takut/ngeri menghadapi ruang operasi,
peralatan pembedahan dan petugas, takut mati pada saat
dibius atau tidak akan sadar lagi, takut operasi akan gagal. Ketakutan dan kecemasan yang
mungkin dialami pasien dapat dideteksi(menentukan keberadaan) dengan adanya perubahan-
perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan
yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang
sama berulang kali, sulit tidur dan sering berkemih (buang air kecil).
Menurut Lillis dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Wahyu Purwaningsih
untuk mencapai tujuan diatas, maka dokter operasi/perawat melakukan sebagai
berikut:
1. Menegakkan data dasar dan rencana keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan klien.
2. Mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan pembelajaran pada klien dan
keluarga
3. Mengidentifikasi resiko fisik dan psikososial.
4. Melakukan tindakan untuk memaksimalkan keamanan dan kenyamanan
secara fisik maupun emosional.

Menurut Chitty sebagaimana dikutip oleh Wahyu Purbaningsih bahwa:


Implementasi (tindakan) keperawatan yang diselenggarakan dapat berupa
melakukan tindakan, mendelegasikan tindakan, melakukan pengajaran,
memberikan konseling, melakukan pencatatan dan pelaporan serta tetap
menjalankan pengkajian berkelanjutan. Seorang klien yang mendapatkan
tindakan pembedahan akan menjalani masa-masa operasi, Pada masa ini klien
akan mendapatkan tindakan keperawatan.49
Adapun tindakan keperawatan yang diselenggarakan oleh perawat selama
masa sebelum operasi disebut sebagai perawatan preoperasi (preoperative
nursing) dimana pada masa ini perawat melakukan persiapan-persiapan yang
berhubungan dengan rencana operasi yang akan dijalankan nantinya.
Menurut Lilis dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Wahyu Purbaningsih
bahwa:
Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengindentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji
kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan
psikologis selama masa pra pembedahan. Pengkajian terhadap kondisi fisik,
psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena
pembedahan merupakan stres utama psikologis, mempengaruhi pola koping,
support sistem dan kebutuhan sosiokultural.50

Menurut Lilis dan Taylor sebagaimana oleh Wahyu Purbaningsih adapun


tindakan perawat antara lain:51
a. Tindakan Umum
1) Membina hubungan teraupetik, memberi kesempatan pada klien
untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana
operasi.
2) Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati
Metode Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam
Bimbingan rohani Islam memiliki metode dan teknik, dimana metode diartikan sebagai cara
untuk mendekati masalah sehingga diperoleh hasil yang memuaskan sedangkan teknik
merupakan penerapan metode dalam praktek. Menurut Ema Hidayanti metode bimbingan
rohani kepada pasien dirumah sakit adalah:
a. Metode Langsung.
Bimbingan langsung dalam pelayanan bimbingan rohani Islam adalah
pelayanan yang dilakukan secara tatap muka oleh rohaniawan kepada pasien.
Adapun metode ini meliputi:
1) Metode Individual.
Metode individual yang dimaksud adalah pembimbing atau rohaniwan
melakukan komunikasi langsung dengan pasien, hal ini dilakukan dengan
mempergunakan teknik:
a) Percakapan pribadi yakni pembimbing melakukan dialog
langsung/ tatap muka dengan pasien.
b) Kunjungan ke rumah (home visit) yakni pembimbing
mengadakan dialog dengan pesiennya tetapi dilaksanakan di
rumah pasien pasca perawatan di rumah sakit.
c) Kunjungan dan observasi kerja yakni pembimbing melakukan
percakapan individu sekaligus mengamati aktivitas pasien di lingkungan kerjanya.

E. Pelayanan islam yang berkenaan dengan keperawatan


Kepuasan pasien dapat tercipta tentunya berasal dari kualitas layanan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Kualitas layanan ini pada akhirnya dapat
memberikan beberapa manfaat, di antaranya terjalinnya hubungan yang harmonis
antara penyedia barang dan jasa dengan pelanggan, memberikan dasar yang baik bagi
terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke
mulut (word of mounth) yang menguntungkan bagi penyedia jasa tersebut (Nursalam,
2015).
Indikator dari tingkat kepuasan antara lain, kondisi fisik, Kurangnya perhatian
terhadap keluhan, dan tanggap memprioritaskan kebutuhan pasien (Kholipah, Susilo,
& Purwaningsih, 2013). Perkembangan rumah sakit Islam di Indonesia semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang islami, dan ini merupakan indikator akan
tingginya kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
keberkahan (Sunawi, 2012). Rumah sakit Islam memberikan jaminan akan adanya
pelayanan sesuai syariah, penyelamatan akidah Islam dan penerapan manajemen
berbasis syariah (MUI & MUKISI, 2017).
Pelayanan keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan kesehatan dimana
keperawatan berperan penting dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sesuai standar asuhan
keperawatan secara professional (Syakuro, 2010 ; Wulandari, 2015). Masalah utama
dalam lembaga jasa pelayanan kesehatan dengan prinsip syariah adalah akankah
sesuai dengan harapan para pelanggan atau pasien. Hal itu membuat penyedia
pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit akan selalu dituntut dalam peningkatan
kualitas pelayanan agar tingkat kepuasan pasien dapat tercapai (Sulistiadi & Rahayu,
2016). Dengan prinsip-prinsip yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan, yang
telah diatur dalam pedoman pelaksanaan standar pelayanan minimal dan indikator
mutu wajib dalam bidang keperawatan rumah sakit syariah (MUKISI, 2017).
pendapat Nurhidaya (2014) dan Hidayati, Suryawati & Sriyatmi, (2014),
dimana sebagian besar responden menyatakan puas terhadap suatu pelayanan
keperawatan. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh faktor pencetus yaitu pelayanan
keperawatan yang baik (Easter, Wowor, & Pondaag, 2017).
Faktor tersebut atau dalam penelitian ini adalah pelayanan syariah dalam
bidang keperawatan, penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa responden sebagian
besar menyatakan puas dengan pelayanan syariah dalambidang keperawatan, hal ini
senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakar & Kurniawati, (2013) bahwa
pasien merasa puas dengan pelayanan spiritual yang diberikan oleh perawat.
Kepuasan merupakan penilaian seseorang setelah menerima jasa atau
pelayanan, pasien akan merasa puas jika jasa/pelayanan yang diterima sesuai dengan
harapan (Supranto, 2006), pelayanan syariah dalam bidang keperawatan merupakan
pelayanan keperawatan yang terdiri dari standar pelayanan minimal rumah sakit
syariah berupa hijab untuk pasien, pemasangan EKG sesuai gender, pemakaian hijab
bagi ibu menyusui dan indikator mutu wajib syariah yaitu pemasangan kateter sesuai
gender, dimana pelayanan syariah tersebut merupakan pelayanan yang diharapkan
pasien atau bahkan melebihi harapan pasien, sehingga pasien sebagian besar
menyatakan puas terhadap pelayanan yang yang diberikan oleh perawat (MUKISI,
2017).
Pasien yang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit
menjadikannya loyal terhadap rumah sakit tersebut, hal ini dibuktikan dengan pasien
akan menggunakan kembali apabila mengalami sakit yang sama atau karena sakit
yang lain dan akan merekomendasikan kepada orang lain untuk menggunakan rumah
sakit tersebut (Fajar & Hasibuan, 2016), loyalitas pasien salah satunya dipengaruhi
oleh pelayanan keperawatan yang baik (Chahal, 2008) . Penelitian ini menunjukkan
hasil adanya hubungan yang signifikan antara Pelayanan Syariah dalam Bidang
Keperawatan dengan Tingkat Kepuasan Pasien dengan nilai Correlation Coefficient
sebesar 0,416, hal ini menunjukkan bahwa pelayanan syariah dalam bidang
keperawatan dengan tingkat kepuasan pasien memiliki keeratan hubungan sedang.
Hubungan keeratan pada penelitian ini adalah positif, sehingga bermakna searah yaitu
jika pelayanan syariah dalam bidang keperawatan baik maka tingkat kepuasan juga
akan semakin meningkat, hal tersebut berlaku juga untuk sebaliknya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Keperawatan Islami adalah: pelayanan keperawatan sebagai bentuk ibadah


berdasar Al-Quran dan Hadis untuk mencari Ridho Allah SWT, dengan karakteristik
dan akhlak seorang perawat menurut agama Islam itu harus : Profesional, ramah,
amanah, istiqomah, sabar, ikhlas dan penampilan yang menyenangkan dan menutupi
aurat.
Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan,
keterampilan keperawatan professional serta memiliki sikap profesional sesuai kode
etik profesi dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Peran perawat itu sangat penting
dalam keadaan apapun juga kita sebagai seorang perawat harus siap menolong dengan
ikhlas walaupun dalam keadaan sakaratul maut sekalipun dan janganlah kita takut.
Sebagai seorang perawat yang profeional kita harus mengikuti delapan etos kerja

B. Saran
Demikianlah penulisan makalah ini semoga ini bermanfaat bagi para pembaca
maupun penulis. Besar harapan semoga didalam makalah dengan materi kerakteristi
keperawatan Islami ini dapat menjadi refrensi bagi pembaca atau mahasiswa sebgai
calon perawat kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Pribadi, Ulung, 2012. Nilai-Nilai Agama dan Pelayanan Publik Studi Kasus di RS

Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian Strategis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Depkes RI. 2004. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat. Jakarta. Dirjen yanmed Depkes RI.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Anda mungkin juga menyukai