Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fadhela Hania S.

NIM : D1A022147

TASK : FINAL EXAMINATION

LECTURER :

REVIEWING JOURNAL (PERAN HUKUM ADAT DALAM PENYELESAIAN KASUS-


KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KUPANG, ATAMBUA, DAN
WAINGAPU)

Indonesia is known as a state that has so many islands and so many cultures in it. This
affects the strong existence of customary law itself, making customary law in Indonesia
one of the laws that must coexist with Indonesian Law. Customary law is a written or
unwritten law and lives side by side, or you could say lives directly in the social
environment of the community that applies it, but of course each region has a different
application of customary law, depending on the region or village respectively.

Seperti yang kita semua ketahui, dapat dikatakan adat sudah ada sebelum hukum itu
sendiri tercipta, yang mana dapat ditarik bahwa hukum dibuat dengan mengikuti adat
yang ada dikalangan masyarakat.

Adat semestinya selalu membawa dampak positif terlebih Adat dan hukum adalah 2
elemen yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, namun apa yang bisa terjadi ketika
suatu adat dapat membuat sikap masyarakatnya menjadi bertentangan dengan hukum
nasional? Seperti yang terjadi pada maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak di Kupang, Atambua, dan Waingapu pada jurnal yang telah saya baca yang tentu
saja bertentangan dengan hukum nasional kita terutama HAM dan perlindungan anak.

1.1 ISSUES

In East Nusa Tenggara, theres an adat called ‘Belis’ that was meaning like mahar in
indonesia, adat belis adalah adat dimana saat dua orang ingin menikah maka, sang calon
pria harus membayar mahar yang akan ditentukan oleh pihak perempuan, Belis dinilaikan
dengan mata uang logam (dapat terbuat dari tembaga, emas ataupun perak.), ternak (ada
hewan babi, atau kerbau), kain tenun.

Mungkin untuk kita tentu hal seperti ini termasuk hal yang lumrah, ketika sebelum
menikah sang calon pria akan meminang si calon wanita kepada keluarga nya, namun
dengan seeiring perkembangannya zaman sekarang, ada orang-orang yang menganggap
hal ini sama saja dengan menganggap wanita sebagai alat dagang dari keluarga nya,
dengan si pria harus membayar harga untuk menikahi si wanita. Hal inilah yang mulai
dipikirkan oleh masyarakat disana, dimana hal ini dapat membuat pasangan yang ingin
menikah, namun dimana keadaan sang calon pria tidak dapat membayar, membuat
beberapa pasangan akhirnya memilih jalur kawin lari, dimana mereka meninggalkan desa
mereka untuk menikah.

Hal tersebut terkadang dapat membuat si lelaki berpikir, karna mereka sudah bebas
dari desa, maka si lelaki pun dapat bertindak seenaknya terhadap wanita nya. Adapun
mereka yang menetap di desa dan melangsungkan pernikahan, setelah pernikahan ada
juga lelaki yang berpikir karena dia sudah melunasi Belis dari keluarga perempuan, jadi
dia menganggap bahwa sang istri adalah miliknya sepenuhnya, dan dapat melakukan
apapun, bahkan hingga kekerasan sekali pun.

Adapun beberapa masalah yang dihadapi perihal adat ini, yaitu si kepala adat bahkan
beberapa masyarakatnya sendiri juga malah melestarikan adat ketika lelaki melakukan
tindakan kekerasan seksual terhadap wanita, maka sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku
adalah korban akan dinikahkan dengan pelaku. Bahkan ketika hal tersebut terjadi pada
korban yang dibawah umur.

2.2 RELATED REGULATIONS

Anda mungkin juga menyukai