Anda di halaman 1dari 23

PRAKTIKUM FITOKIMIA LANJUTAN

FRAKSINASI DAN KROMATOGRAFI KOLOM

KELOMPOK III :

ADE AULIA ABDILLAH (22018020)


EVY DWI FEBRIYANTI (22018041)
HUZNUL FAHIMA FAHARUDDIN (22018036)
NUR OKTAVIANA (22018005)
NIKEN INDRIANINGSI ARIFIANTO (22018021)
NI NYOMAN TRISNA WILLANTARI (22018022)

DOSEN PENANGGUNG JAWAB :


apt. MUH AZWAR AR, S.Si., M.Si.

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
2023
Fraksinasi
Fraksinasi berasal dari kata “fraction” atau “bagian” yang secara harfiah dapat
diartikan sebagai mekanisme untuk membagi suatu kelompok/satuan menjadi
beberapa bagian (fraction/part) atau proses membagi suatu kelompok. Ekstrak
tumbuhan dapat mengandung banyak senyawa, yang dapat dipisahkan atau dibagi
menjadi beberapa kelompok secara berturut-turut melalui proses fraksinasi. Tujuan
fraksinasi adalah untuk mendapatkan fraksi (bagian) dari ekstrak, bagian ini
merupakan fraksi aktif, kemudian dipisahkan dari fraksi lain yang kurang aktif.
Tujuan lain dari fraksinasi adalah untuk mendapatkan ekstrak yang lebih murni,
bebas dari kontaminasi dan zat pengganggu. Selain itu, fraksinasi juga diperlukan
untuk memisahkan satu senyawa metabolit sekunder (Nugroho, 2017).
Metode fraksinasi berdasarkan pada sifat kepolaran eluen yang digunakan
sebagai fase gerak dimana akan menarik senyawa yang memiliki sifat kepolaran
yang sama dan akan melalui silika yang berfungsi sebagai fase diam sehingga dapat
memisahkan senyawa-senyawa yang ada menjadi beberapa fraksi (Amaliah et al.,
2020).
Fraksinasi adalah metode penyulingan cairan campuran sehingga hanya
terbentuk satu lapisan. Metode ini dilakukan dengan menggunakan uap air dan
terdapat tiga jenis metode fraksinasi yaitu kohobasi, rektifikasi dan destilasi
fraksional (Ningrum, 2023).
1. Kohobasi
Sistem Kohobasi adalah proses destilasi berulang di mana air umpan yang
tersisa dikirim kembali ke boiler untuk diuapkan kembali dan uap kemudian
dikirim ke penyuling. Pada tabung destilasi, kontak dengan bahan baku
menghasilkan uap air dan minyak atsiri, yang kemudian dipisahkan oleh
separator, menghasilkan minyak atsiri dan air limbah (residu). Jika minyak
mawar diperoleh dengan penyulingan air, alkohol feniletil yang dikandungnya
larut dalam air. Komposisi ini tidak mengandung minyak atsiri. Jika bau minyak
atsiri berubah disebut minyak tidak sempurna. Untuk memperoleh minyak atsiri
yang sempurna, fenil etil alkohol dipisahkan dari airnya dengan cara distilasi
lalu ditambahkan. Minyak yang tidak sempurna dengan rasio yang tepat.
Minyak mawar yang sempurna ini disebut Rose Otto.
2. Rektifikasi
Jika minyak atsiri hasil penyulingan mengandung pengotor, dapat dimurnikan
dengan penyulingan ulang dengan uap atau vakum. Pembersihan seperti itu
disebut perbaikan. Contoh minyak kayu putih dijual dengan sulingan ganda.
3. Destilasi fraksinasi
Minyak atsiri dikumpulkan menurut fraksi-fraksinya.
Karakteristik umum proses fraksinasi menurut Al-Haj Ibrahim (2019)
meliputi:
a. Proses fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan campuran zat berupa
padatan, cair atau gas menjadi komponen-komponennya.
b. Pemisahan fraksinasi didasarkan pada perbedaan sifat spesifik dari masing-
masing komponen
c. Proses fraksinasi merupakan proses fisik yang melibatkan transisi fase
d. Proses fraksinasi dilakukan dalam satu tahap.
Ekstraksi ialah proses perpindahan suatu zat ke dalam suatu pelarut. Ekstraksi
adalah proses pemisahan suatu senyawa yang berdasarkan kemampuan suatu
senyawa melarut ke dalam suatu campuran. Ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua
yaitu ekstraksi padat-cair atau leaching dan ekstraksi cair-cair (Aji et al., 2017).
Prinsip ekstraksi diawali dengan proses pembukaan jaringan atau dinding sel
melewati proses panas dan pelarut organik, setelah itu pelarut menembus dan
melarutkan senyawa karena adanya kesamaan tingkat polaritas dan kemudian
senyawa diangkut bersama-sama dengan pelarut. Pelarut yang digunakan pada
proses ekstraksi sangat berperan penting dalam mendukung keberhasilan proses
ekstraksi. Adapun beberapa jenis pelarut yang dapat digunakan dalam ekstraksi
diantaranya aquades, etanol, metanol, aseton, etil asetat, kloroform, butanol dan
hexane (Nugroho, 2017).
Tiap jenis pelarut memiliki sifat yang berbeda menurut Nugroho (2017) sebagai
berikut:
1) Nilai polaritas
2) Titik didih
3) Kekentalan (viskositas)
4) Tingkat kelarutan di air
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi menurut (Achmad and
Sugiarto, 2020) sebagai berikut:
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi dengan cara yang berbeda.
Makin kecil ukuran partikel, maka semakin besar luas permukaan antara padat
dan cair sehingga kecepatan perpindahan zat lebih besar.
b. Pelarut
Pelarut yang harus digunakan pada proses ekstraksi sebagai zat pelarut harus
berupa pelarut pilihan terbaik dan kekentalannya itu harus cukup rendah untuk
bekerja sehingga siklusnya lebih mudah. Pada tahap awal ekstraksi biasanya
digunakan pelarut murni namun setelah ekstraksi berakhir, konsentrasi zat
terlarut tersebut akan meningkat dan laju ekstraksinya menurun. Hal ini
disebabkan oleh dua faktor, dimana yang pertama karena gradien konsentrasi
tereduksi dan yang kedua zat terlarut menjadi lebih kental (peningkatan
viskositas).
c. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi proses ekstraksi, dimana pada saat terjadi
peningkatan suhu maka kelarutan zat terlarut atau partikel yang diekstraksi akan
meningkat.
d. Perbandingan pelarut terhadap bahan baku
Perbandingan pelarut dapat berpengaruh dalam proses ekstraksi. Semakin
banyak pelarut maka kecepatan ekstraksi akan semakin meningkat. Sehingga
akan memperbesar jumlah senyawa yang terlarut.
e. Waktu proses ekstraksi
Waktu dapat berpengaruh dalam proses ekstraksi. Apabila waktu ekstraksi
semakin lama maka ekstrak yang akan diperoleh akan semakin banyak.
Fraksinasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik menurut Nugroho (2017)
yaitu:
1. Fraksinasi dengan liquid-liquid extraction
Fraksinasi dengan liquid-liquid extraction merupakan teknik pemisahan
sekelompok senyawa dari senyawa yang lain dalam suatu ekstrak yang telah
dilarutkan pada suatu pelarut dengan cara menambahkan pelarut yang lain yang
memiliki polaritas yang berbeda dan tidak dapat bercampur keduanya (immiscible).
Teknik ini pada umumnya dilakukan dengan menggunakan corong pemisah. Alat
ini memiliki penyumbat bagian atas dan kran pada bagian bawahnya.

Gambar 1. Proses fraksinasi (Nugroho, 2017)


Adanya dua pelarut (pelarut awal dan pelarut tambahan) yang berbeda
kepolaran dalam corong pemisah menyebabkan terbentuknya dua fase/fraksi yang
terpisah pada bagian atas dan bawah. Kedua fase terbentuk ketika kedua pelarut
beserta ekstrak didalamnya dicampur dengan cara dikocok dan kemudian
didiamkan beberapa menit. Fase bagian atas ditempati oleh pelarut dengan massa
jenis lebih rendah, sedangkan fase bagian bawah ditempati oleh pelarut dengan
massa jenis yang lebih tinggi. Senyawa dari ekstrak tersebut akan bergerak dan
terpisah mengikuti kedekatan sifat dari senyawa dan pelarutnya. Beberapa senyawa
akan bergabung dengan fase bagian atas dan senyawa yang lain bergabung dengan
fase bagian bawah.
Tujuan penggunaan corong pemisah yaitu untuk memudahkan kedua
fase/fraksi tersebut terpisah sehingga diperoleh dua fraksi yang memiliki senyawa
yang berbeda jenisnya. Dengan demikian proses fraksinasi telah dilakukan. Setelah
hasil dari masing-masing fraksinasi tersebut dipisahkan maka tahap selanjutnya
yaitu proses pengentalan atau pengeringan fraksi dengan cara evaporasi
menggunakan alat evaporator. Dimana tujuan dari pengentalan atau pengeringan
fraksi yaitu untuk memisahkan pelarut dari fraksi ekstraknya. Hasil proses
evaporasi biasanya menggunakan alat rotary vaccum evaporator untuk pengentalan
sampai berbentuk pasta atau cairan kental. Sedangkan untuk mengeringkan dapat
menggunakan alat freeze dryer sehingga didapatkan fraksi ekstrak berbentuk
padatan (solid).

Gambar 2. Proses evaporasi dengan rotary vaccum evaporator (Nugroho, 2017)


Langkah-langkah yang dilakukan pada ekstraksi cair-cair adalah sebagai
berikut :
a. Corong pisah dikondisikan terlebih dahulu, dimana corong pisah dipasang
terlebih dahulu pada statif menggunakan klem. Selanjutnya, kran bagian bawah
dipastikan tertutup dan tidak
b. Sampel dimasukkan ke dalam corong pisah sesuai dengan jumlah yang
ditentukan
c. Pelarut dimasukkan ke dalam corong pisah dan kemudian corong pisah ditutup
dengan penutupnya
d. Dilakukan pengocokan pada corong pisah secara konstan dimana pengocokan
dilakukan searah dengan jarum jam. Selama proses pengocokan berlangsung,
sesekali dilakukan pembukaan kran sehingga gas CO, di dalamnya keluar dan
kemudian dilakukan pengocokan kembali. Proses tersebut dilakukan sampai
tidak ada gas CO yang keluar.
e. Sampel di dalam corong pisah didiamkan hingga membentuk dua fase, dimana
corong pisah diletakkan tegak-lurus dengan menggunakan statif dan klem.
f. Fase ekstrak dimasukkan ke dalam erlenmeyer (wadah penampung hasil
ekstraksi dengan cara membuka kran corong pisah bagian bawah
g. Dilakukan penyaringan sehingga diperoleh senyawa yang diinginkan dan
dilakukan pengeringan Ketika melakukan ekstraksi cair-cair yang baik, harus
dilakukan pemilihan pelarut dimana kriteria pelarut yang digunakan
Teknik ekstraksi cair-cair bertujuan untuk mengekstraksi senyawa
berdasarkan tingkat kepolaran sehingga dapat memaksimalkan proses ekstraksi.
Ekstraksi ini pertama kali dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar
seperti: n-heksana untuk mengekstraksi senyawa non-polar. Kemudian diambil
fraksi n-heksana kemudian ditambahkan pelarut yang bersifat semi polar seperti:
etil asetat yang cenderung non polar untuk mengekstraksi senyawa semi polar dari
fase air, lalu digunakan senyawa yang bersifat semi polar kembali seperti: n-
butanol, yang cenderung polar, untuk mengekstraksi senyawa semi-polar dari fase
air. Adapun teknik ini dilakukan agar terjadi proses fraksinasi dari pelarut yang
bersifat non polar ke pelarut yang bersifat polar (Herdiana dan Aji, 2020).
Penambahan pelarut yang sama berulang kali dilakukan pada setiap langkah
penggantian pelarut. Proses ekstraksi dihentikan bila pelarut sudah jernih (tidak
berwarna) kemudian diganti dengan pelarut berikutnya. Adanya warna pada ekstrak
menunjukkan bahwa bahan yang diekstraksi mengandung senyawa. Jika warnanya
berubah, dapat disimpulkan bahwa tautan yang ditransfer atau diekstraksi tidak lagi
tersedia. Proses ini terjadi karena senyawa-senyawa dalam pelarut tidak saling
campur. Campuran bergerak atau tetap berada di pelarut pertama (air). Perpindahan
senyawa dapat disebabkan oleh tingkat kepolaran dari senyawa tersebut. Senyawa
non polar berada dalam pelarut non-polar, dan sebaliknya, senyawa polar berada
dalam pelarut polar (Herdiana dan Aji, 2020).
2. Fraksinasi dengan solid liquid extraction
Fraksinasi dengan solid liquid extraction adalah suatu proses transfer secara
difusi analit dimana menggunakan sampel yang berbentuk padat ke dalam
pelarutnya (Marjoni, 2022). Pada ekstraksi padat cair, dimana bahan berbentuk
padat dikontakkan dengan cairan pelarut (solvent) yang bisa melarutkan zat-zat
yang akan diambil (solute), sehingga dapat diperoleh larutan solute dalam solven
(ekstrak).
Perpindahan massa zat terlarut dari padatan ke cairan dapat melalui dua
tahapan pokok, yaitu perpindahan dari bagian dalam padatan ke permukaan padatan
dan perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan (Margono, dkk., 2019).
Prinsip dari ekstraksi padat cair ini yaitu berdasarkan kemampuan daya larut suatu
analit dengan menggunakan pelarut tertentu. Dengan kata lain pelarut yang
digunakan harus maksimal dalam menarik komponen analit dari suatu sampel
(Marjoni, 2022).
Ekstraksi padat-cair adalah suatu proses dimana suatu zat terlarut dipisahkan
dari suatu campuran dengan zat padat yang bersifat inert dengan menggunakan
pelarut cair. Proses yang terjadi pada ekstraksi ini disebut sebagai proses difusi.
Prinsipnya yaitu pelarut akan bergerak menuju ke permukaan, menyebabkan
sebagian besar pelarut pada permukaan padatan inert menembus atau berdifusi ke
dalam pori-pori padatan (Difusi Intrapartikel). Zat terlarut (solute) dalam padatan
larut dalam pelarut karena terjadi perbedaan konsentrasi. Campuran zat terlarut
dalam pelarut berdifusi menjauh dari permukaan padatan yang bersifat inert. Selain
itu, zat terlarut (solute) meninggalkan pori-pori padatan dan bercampur dengan
pelarut di luar padatan (Prayudo et al., 2015).
Solid-Liquid Extraction adalah proses pemisahan zat terlarut dari zat padat
yang tidak dapat larut disebut inert. Dalam proses ekstraksi padat-cair kontak
antara padatan dan pelarut dan pemisahan larutan dari padatan inert merupakan hal
penting. Syarat utama pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah dapat
melarutkan zat terlarut yang terkandung dalam padatan inert. Mekanisme yang
terjadi selama proses ekstraksi padat-cair adalah pelarut bercampur dengan padatan
inert sehingga permukaan padatan tertutup oleh pelarut. Massa pelarut pada
permukaan padatan inert berdifusi ke dalam pori-pori padatan inert. Laju difusi
terjadi secara lambat karena pelarut harus menembus dinding sel dan zat terlarut
dalam padatan larut dalam pelarut. Campuran pelarut berdifusi menjauh dari
permukaan padatan inert dan bercampur dengan pelarut yang tersisa (Aji et al,,
2017).
Beberapa faktor yang dapat berpengaruh dalam proses difusi ekstraksi padat
cair (leaching) menurut (Prayudo et al., 2015) antara lain :
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel yang semakin kecil akan dapat memperluas kontak antara
permukaan padatan inert dengan pelarut dan semakin pendek jarak difusi antara
solut dengan solvent sehingga kecepatan ekstraksi akan semakin tinggi.
2. Kecepatan pengadukan
Semakin cepat laju pengadukan yang digunakan dalam proses ekstraksi, maka
partikel yang terdistribusi dalam luas permukaan kontak akan lebih luas
terhadap pelarut. Kecepatan pengadukan juga dapat berpengaruh terhadap
suspensi partikel yang dapat mencegah terjadinya pengendapan bahan-bahan
yang akan di ekstrak.
3. Waktu ekstraksi
Merupakan salah satu faktor penentu kecepatan difusi dari sebuah proses
ekstraksi padat-cair (leaching). Tetapi, penambahan waktu yang terlalu banyak
tidak sebanding dengan perolehan yield yang diperoleh. Oleh karena itu, dalam
ekstraksi diperlukan optimasi waktu agar proses ekstraksi berjalan secara
optimal.
4. Kelarutan
Sebuah zat aktif dalam padatan inert akan meningkat seiring dengan kenaikan
suhu pelarut. Koefisien difusi akan bertambah tinggi seiring dengan kenaikan
suhu sehingga meningkatkan laju ekstraksi.
5. Jumlah Pelarut
Semakin banyak pelarut yang digunakan maka kecepatan difusi suatu zat
meningkat dan menyebabkan hasil perolehan yield semakin besar. Tetapi tidak
ekonomis jika kuantitas pelarut yang digunakan terlalu banyak. Dalam
pemilihan jenis pelarut perlu menjadi beberapa faktor seperti selektivitas
pelarut, perbedaan titik didih antara pelarut dengan zat akan diekstrak dan
reaktivitas.
Analisis Hasil Fraksinasi
Menurut Sudarwati dan Fernanda, (2017) fraksi-fraksi yang diperoleh dari
hasil kolom dilakukan analisis dengan menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT). Apabila larutan masih encer dilakukan proses penguapan dengan
menggunakan alat rotary evaporator. Fraksi yang memiliki nilai Rf sama digabung
menjadi satu.
KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah pemisahan yang dilakukan dalam suatu tabung
panjang yang diisi dengan material padatan. Dalam metode ini, pemisahan
dilakukan dalam tabung kaca dengan campuran dimasukkan ke bagian atas kolom
yang diisi dengan fase diam dan fase gerak lalu dibiarkan melewati kolom.
Komponen campuran yang dipisahkan memiliki tingkat afinitas yang berbeda-beda
dengan demikian akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda pula melalui
kolom (Shinde et al., 2023).
Kromatografi kolom ditemukan oleh ahli kimia Amerika D. T. Day pada
tahun 1900. Pada tahun 1906, ahli botani Polandia M. S. Tsweet menggunakan
kolom adsorpsi dalam produksi pigmen tanaman, sehingga kromatografi kolom
juga dikenal sebagai kromatografi adsorpsi. Tabung kaca dengan diameter 40-50
mm digunakan sebagai kolom kromatografi dalam kromatografi kolom. Tabung
gelas diisi dengan fase diam dengan diameter partikel 150-200 µm. Ukuran kolom
tidak menjadi permasalahan. Ukurannya bervariasi dari milimeter (mm) sampai
sentimeter (cm) hingga meter (m). Kolom yang panjang dan sempit lebih efisiensi
dibandingkan dengan kolom pendek dan tebal, tetapi jika kolom terlalu panjang laju
alir akan sangat rendah (Shinde et al., 2023).
Senyawa yang dipisahkan oleh kromatografi kolom memiliki mekanisme
yang sama dengan jenis kromatografi lainnya, yang terkait dengan perbedaan gaya
antar molekul dalam sampel dengan fase gerak dan antara komponen dan fase diam.
Karena tekniknya bergantung pada kombinasi fase diam dan fase gerak yang
dipilih, interaksi yang dihasilkan juga sama. Kromatografi kolom adalah salah satu
contoh kromatografi adsorpsi. Karakteristik kromatografi kolom terdiri dari fase
diam dan fase gerak. Fase diam (padat) misalnya, silika gel, alumina, karbon aktif,
dan lain-lainnya sedangkan fase gerak (cair) misalnya, etanol, aseton dan lain-
lainnya (Rubiyanto, 2017).
Kromatografi kolom merupakan metode pemisahan senyawa yang cukup baik
dan dapat digunakan untuk sampel dengan berat lebih dari 1 gram. Sampel
ditempatkan sebagai lapisan terpisah pada fase diam. Sampel yang akan digunakan
biasanya dihomogenkan dengan fase diam sehingga menjadi bubuk kering. Pasir
dapat ditempatkan di atas lapisan ini untuk mencegah kerusakan saat fase gerak
ditempatkan pada lapisan sampel. Fase diam dan sampel berada dalam kolom,
biasanya terbuat dari kaca, logam atau plastik. Pada proses elusi, fase gerak
mengalir dari atas, mengalir karena gravitasi atau tekanan. Komponen sampel
dipisahkan selama pergerakan fase gerak dalam kolom (fase diam). Komponen
yang paling tidak stabil keluar terlebih dahulu, diikuti oleh komponen lainnya
(Sudarwati dan Fernanda, 2017).
Kromatografi kolom adalah kromatografi dimana fase padat dipisahkan
dalam tabung kolom, kemudian komponen yang akan dipisahkan bergerak melalui
kolom dengan fase gerak. Fase gerak memungkinkan setiap komponen
meninggalkan kolom pada waktu yang berbeda dan kemudian memasuki detektor
untuk pengamatan dan analisis lebih lanjut (Bohari, 2021).
Peralatan terdiri dari tabung kromatografi dan batang pemampat, yang
diperlukan bila perlu untuk menutup glass wool atau kapas di bagian bawah tabung
dan memadatkan adsorben atau campuran adsorben dan air secara merata di dalam
tabung. Cakram kaca berpori yang menempel di bagian bawah tabung terkadang
digunakan untuk menopang isinya. Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi, tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca. Keran yang berdiameter
lebih kecil menyatu ke dalam pipa di bagian bawah pipa utama atau dihubungkan
dengan sambungan anti bocor. Setiap ukuran kolom bervariasi; Kolom yang biasa
digunakan dalam analisis farmasi memiliki diameter dalam 10 hingga 30 mm dan
panjang 150 hingga 400 mm, kecuali keran. Diameter keran biasanya 3-6 mm.
Batang pemampat adalah batang silindris yang terpasang erat pada tangkai yang
dibuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau alumunium kecuali dinyatakan lain
dalam setiap monografi. Tangkai batang pemampat biasanya berdiameter sekitar 1
mm lebih kecil dari diameter dalam kolom dan panjang minimal 5 cm di atas
panjang efektif kolom (Depkes RI, 2014).
Prinsip Kerja Kromatografi Kolom
Prinsip dasar kromatografi kolom yaitu adsorpsi, dimana campuran dari
komponen senyawa akan terlarut dalam cairan (fase gerak) dimasukkan ke dalam
kolom dan komponen bergerak sesuai dengan afinitas terhadap fase diam.
Kromatografi kolom dibagi menjadi kromatografi kolom terbuka (konvensional)
dan kromatografi kolom tertutup. Dari segi mekanisme, kromatografi kolom adalah
kromatografi serapan atau adsorptif. Kromatografi adsorpsi sering digunakan untuk
memisahkan senyawa organik, senyawa non polar dan zat yang susah menguap
(Ningrum, 2023).
Pada kromatografi kolom proses pemisahan dapat terjadi karena senyawa atau
komponen memiliki afinitas yang berbeda dari kedua fase sehingga memiliki
kecepatan yang berbeda. Senyawa atau komponen pada fase gerak yang memiliki
afinitas tinggi akan bergerak lebih cepat melalui sistem kromatografi dan
komponen pada fase diam yang memiliki afinitas tinggi akan bergerak lebih lambat.
Metode kromatografi ini merupakan metode tertua dimana pemisahan dapat terjadi
karena perbedaan daya serap pada setiap komponen campuran. Fase diam pada
kromatografi ini merupakan padatan yang bersifat adsorptif. Ketika kolom fase
diam digunakan, teknik ini disebut kromatografi kolom atau adsorpsi (Willian and
Pardi, 2022)
Fase gerak yang berupa zat cair akan mengangkut sampel senyawa yang
dialirkan melalui fase diam menghasilkan interaksi berupa adsorpsi senyawa-
senyawa ini dengan padatan dalam kolom. Laju pergerakan komponen dalam
sampel bergantung pada seberapa banyak atau seberapa lama padatan penyerap
menahan komponen di dalam kolom. Hasil yang diperoleh berupa fraksi-fraksi
(eluat) yang diletakkan di bagian bawah kolom. Untuk memperoleh pemisahan
yang sempurna harus dilakukan pemilihan fase diam dan fase gerak yang sesuai,
seperti polaritas dan kelarutan yang merupakan faktor dalam pemilihan kedua fase
(Rubiyanto, 2017).
Gambar 3. Kromatografi Kolom (Shinde et al., 2023).
Prinsip melakukan pemisahan dalam kromatografi kolom atau adsropsi yaitu
(Willian and Pardi, 2022) :
1. Teknik kromatografi ini berdasarkan pada prinsip adsorpsi diferensial, di mana
molekul yang berbeda dalam campuran memiliki afinitas yang berbeda terhadap
adsorben dalam fase padat.
2. Molekul dengan afinitas lebih tinggi akan tetap terserap lebih lama, sehingga
ddapat mengurangi laju pergerakan melalui kolom. Namun, molekul dengan
afinitas rendah akan bergerak lebih cepat, sehingga molekul dapat dipisahkan
menjadi fraksi yang berbeda.
3. Dalam kromatografi kolom, fase diam juga disebut dengan adsorben, yang
padat (terutama silika) dan fase gerak adalah cairan yang memungkinkan
molekul bergerak melalui kolom. Sifat interaksi antara fase padat (adsorben)
dan zat terlarut bersifat reversibel.
Kolom Kromatografi
Bentuk kolom pada kromatografi biasanya berbentuk seperti buret yang
digunakan pada proses titrasi dengan ukurannya yang bervariasi. Rasio panjang dari
kolom setidaknya 10 kali diameter, Rasio ini tergantung pada seberapa mudah
komponen dapat dipisahkan. Perbandingan berat sampel dan fase gerak yaitu (1:30)
biasanya cukup untuk memfasilitasi pemisahan, rasio dapat ditingkatkan menjadi
(1:50) untuk komponen yang sulit dipisahkan (Sudarwati dan Fernanda, 2017).
Kolom gel silika digunakan dalam kromatografi fase normal karena fase diam
bersifat polar. Fase silika asli bersifat non-polar dan berbentuk padat/butir/bubuk,
tetapi ketika diisikan ke dalam kolom dengan eluen, sifatnya akan berubah dan
menjadi gel. Pada fase diam silika gel, gunakan eluen dalam bentuk larutan dengan
persentase kloroform (CHCl3), metanol dan air yang berbeda, rasio kloroform
terhadap metanol harus mencapai 100%, dan kelebihan air harus 100 %Misalnya
untuk kloroform:metanol:air (C:M:W) = 60 :40:10 atau 70:30:10 dan seterusnya.
Kloroform dan metanol merupakan pelarut yang paling penting, karena keduanya
saling bercampur dan indeks polaritasnya hampir tidak berbeda. Sementara
penambahan air tidak hanya sedikit mempengaruhi polaritas, tetapi juga berfungsi
sebagai penutup untuk campuran kedua pelarut, agar dapat mencegah pelarut
menguap dengan bebas (Nugroho, 2017).
Fase Diam
Ukuran partikel fase diam biasanya lebih besar dari fase diam untuk Thin
Layer Chromatography (TLC), ukuran yang digunakan adalah dari 63 sampai 250
µm. Partikel yang berukuran lebih kecil dari 63µm akan mengalir lebih lambat,
sehingga perlu ditekan dengan kuat atau dihubungkan dengan tabung vakum. Silica
gel (SiOi) adalah fase diam yang serbaguna dan sering digunakan. Selama produksi,
silika gel harus dipanaskan hingga 150-160°C selama 3-4 jam. Selain Silica gel
(SiOi), alumina juga dapat digunakan sebagai fase diam (Sudarwati dan Fernanda,
2017).
Tujuan penggunaan silika gel sebagai fase diam karena memiliki ukuran
partikel yang kecil sehingga dapat memiliki kerapatan yang tinggi di dalam kolom
kaca (Amaliah et al., 2020).
Adsorben yang umum yaitu silika, alumina, kalsium karbonat, magnesium,
pati, sukrosa, magnesium silikat aktif, selulosa, dan lain-lainnya. Adsorben harus
memiliki karakteristik sebagai berikut (Shinde et al., 2023):
1. Adsorben tidak boleh bereaksi secara kimiawi dengan fase gerak atau dengan
komponen sampel
2. Partikel adsorben harus berbentuk bulat dan memiliki ukuran yang seragam
3. Mengandung sejumlah kecil bahan terlarut
4. Inert
5. Adsorben harus stabil secara mekanis untuk menghindari pembentukan debu
halus yang dapat mengendap.
Adsorben dalam kromatografi kolom menurut Rubiyanto (2017):
No Jenis Adsobren Kegunaan dalam proses pemisahan
1. Gula Xantofil, klorofil
2. Amilum Enzim
3. Aluminium silikat Sterol
4. Kalsium fosfat Protein, polinukleotida, enzim
5. Kalsium karbonat Karotenoid, xantofil
6. Kalsium hidroksida Karotenoid
7. Magnesium karbonat Porphirin
8. Magnesium silikat Alkaloid, ester, gliserida, sterol
9. Karbon aktif Karbohidrat, peptida
10. Silika Gel Asam amino dan sterol
11. Alumina dan magnesium Zat warna, vitamin, alkaloid, ester, sterol,
senyawa anorganik
Fase Gerak
Fase gerak berupa pelarut yang digunakan dalam pemisahan kromatografi
kolom. Pemilihan fase gerak sangat penting untuk menentukan pemisahan berjalan
baik atau tidak. Penentuan fase gerak dapat digunakan dengan menggunakan
beberapa metode yang dapat diambil pada literatur atau dapat dilakukan
menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) terlebih dahulu. Cara kedua lebih
umum dipilih karena dapat memprediksi pelarut secara akurat kromatografi kolom
yang digunakan. Cara ini dilakukan dengan memilih fase diam dari KLT yang mirip
dengan fase diam pada kolom yang digunakan. Secara umum, dilakukan dengan
menggunakan fase gerak yang bersifat non polar terlebih dahulu lalu diikuti dengan
fase gerak yang bersifat lebih polar (Sudarwati dan Fernanda, 2017).
Jenis-jenis fase gerak pada kromatografi kolom menurut Rubiyanto (2017):
a. Deret Trappe
Deret trappe menunjukkan kekuatan elusi dari pelarut-pelarut yang
menggunakan adsorben silica gel. Contoh deret pelarutnya yaitu:
“Air murni < metanol < etanol < propanol < aseton < etil asetat < dietil eter <
kloroform < metilen klorida < benzena < toluena < trikloroetilen < karbon
tetraklorida < sikloheksana < heksana”
Berdasarkan deret diatas dapat dikatakan bahwa semakin rendah kepolaran
maka kekuatan pelarut untuk mengelusi suatu senyawa semakin kuat.
b. Deret Williams
Deret williams menunjukkan kekuatan elusi yang berbeda dari deret Trappe
dimana menggunakan adsorben karbon aktif untuk memisahkan asam-asam
amino dan jenis sakarida yaitu:
Etil asetat < dietil eter < propanol < aseton < etanol < metanol < air murni
Berdasarkan deret diatas dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kepolaran maka
kekuatan pelarut untuk mengelusi suatu senyawa semakin kuat.
Menurut Rubiyanto (2017), jalur penyerapan yang ideal pada kromatografi
kolom adalah:
a. Komponen yang dipisahkan dari campuran dapat diamati di kolom sebagai
warna dalam reaksi dengan menggunakan indikator/reagen kimia yang disinari
pada lampu UV
b. Komponen dapat dilarutkan atau dielusi dengan melewatkan pelarut lain untuk
menghilangkannya dari kolom
Langkah-langkah Teknik Kromatografi Kolom
Langkah-langkah teknik kromatografi kolom meliputi: Pengemasan kolom,
penyiapan ekstrak sampel, penyiapan pelarut/eluen, pemuatan sampel, elusi dan
pengumpulan fraksi terelusi. Setiap jenis kolom memiliki teknik yang sedikit
berbeda, tetapi prinsip dasarnya sama (Nugroho, 2017).
a. Pengemasan Kolom
Sebelum dilakukan pengemasan kolom, pelarut/eluen harus disiapkan terlebih
dahulu. Serbuk gel silika terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut untuk
membentuk gel. Gel ini kemudian dituangkan ke dalam kolom. Proses ini disebut
kompresi. Kolom yang baik dapat dikatakan jika fasa diam dalam keadaan rapat
dalam artian tidak memiliki pori-pori udara (gelembung) atau strukturnya tidak
rapuh. Oleh karena itu, sebelum menerapkan atau memuat ekstrak sampel, perlu
dipastikan kolom dalam kondisi baik dengan mengelusi pelarut dahulu selama
beberapa jam (Nugroho, 2017).
Menurut (Sudarwati dan Fernanda, 2017), pengemasan kolom dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah ataupun cara kering.
1. Cara Basah
Wol Kaca diletakkan di atas keran secara perlahan-lahan tanpa tekanan yang
kuat. Lalu ditaburkan pasir diatasnya, dengan ketebalan ± 1 cm. Dilakukan
pengecekkan kecepatan menetes fase gerak dengan menggunakan petroleum eter
sambil diputar keran. Dibuat bubur adsorben dengan petroleum eter. Bubur
adsorben dimasukkan ke dalam kolom yang diisi dengan petroleum eter lalu
diketuk-ketuk hingga fase diam turun ke dalam kolom. Untuk melindungi kolom,
lapisan pasir ditempatkan pada packing kolom. Karena kolom terlindung dari
kekeringan, harus selalu ada lapisan fase gerak di atas lapisan pasir. Dalam proses
pengepakan ini, dinding luar kolom kaca disemprot dengan aseton. Tujuan
penyemprotan adalah untuk mendinginkan kolom agar tidak terbentuk gelembung
udara. Dengan kolom berdiameter kecil, fase diam kering dapat disemprotkan
perlahan ke dalam kolom petroleum eter. Kemudian kolom disimpan semalam dan
siap digunakan.
2. Cara Kering
Lapisan pasir ditempatkan di bagian bawah kolom. Fase gerak kemudian
ditambahkan lapis demi lapis lalu dikompresi dengan karet atau peralatan tekanan
lainnya. Selain dikompresi, dapat juga dilakukan dengan cara dihisap yang
menghasilkan packing-an yang mampat. Kertas saring ditempatkan di atas fase
diam dan pasir di atasnya. Fase gerak dituangkan dan dibiarkan hingga mengalir.
b. Penyiapan Sampel
Ditimbang terlebih dahulu sampel yang akan digunakan kemudian dilarutkan
ke dalam pelarut yang sesuai. Dimasukkan sampel yang telah dilarutkan ke dalam
packing kolom secara perlahan-lahan. Diatur kecepatan menetesnya fase gerak dan
kolom dijaga agar tetap terendam dengan cara menambahkan fase gerak secara hati-
hati agar tidak merusak packing kolom. Hasil fase gerak yang keluar dari kolom
ditampung dalam wadah sebagai fraksi. Adapun cara yang lebih baik untuk
memasukkan sampel ke dalam kolom yaitu dengan mencampurkannya dengan fase
diam. Sampel yang telah dilartukan dengan pelarut dikeringkan dengan
menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh serbuk kering yang kemudian
diletakkan diatas packing kolom dan menutupnya dengan pasir ataupun kertas
saring. Sampel setelah itu siap dielusi (Sudarwati dan Fernanda, 2017).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengeluarkan atau
menuangkan sampel ke kolom, antara lain (Nugroho, 2017):
1. Volume elusi di atas fase diam dijaga seminimal mungkin sehingga semua
sampel dapat terendam. Hal ini penting karena merupakan faktor untuk
memperoleh tingkat isolasi yang akurat.
2. Jangan biarkan sampel larut dalam eluen yang posisinya paling atas, tetapi
pastikan senyawa dalam sampel terelusi tepat sesuai dengan arah aliran eluen
dalam kolom. Jika ini terjadi, isolasi tidak akan berjalan dengan baik.
3. Pertahankan aliran elusi pada laju alir yang rendah untuk memungkinkan
sampel mengalir dengan flow rate yang rendah dan mencegah sampel larut oleh
eluen/pelarut di atas.
4. Pengaplikasian sampel mirip dengan penaburan gula pada minuman kopi,
namun harus dilakukan secara perlahan dan merata, agar sampel diletakkan
merata dan dengan struktur yang baik pada permukaan atas fase diam.
c. Proses Elusi
Secara umum elusi dalam ilmu pengetahuan khususnya kimia analitik dan
kimia organik dapat diartikan sebagai proses ekstraksi suatu zat dari zat lain dengan
cara mencucinya dengan suatu pelarut. Misalnya, dalam percobaan kromatografi,
analit biasanya diadsorpsi atau "terikat" ke fase diam dalam kolom kromatografi.
Selama elusi, analit dihilangkan dari adsorben dengan mengalirkannya melalui
pelarut yang disebut pelarut. Eluen ini melewati kompleks adsorben-analit. Selama
"elusi" atau pergerakan molekul pelarut sepanjang eluen dengan kromatografi
kolom, pelarut atau eluen melewati kompleks adsorben-analit dan kemudian
menggantikan analit dengan mengikat adsorben. Setelah terjadi proses penggantian
analit dengan molekul pelarut, analit akan keluar dari kolom (Bohari, 2017).
Ada dua jenis metode elusi yaitu elusi isokratik dan elusi gradien. Elusi
isokratik adalah proses elusi yang dimana menggunakan fase gerak dengan
kepolaran yang sama sedangkan elusi gradien adalah proses elusi yang dimana
menggunakan fase gerak dengan kepolaran yang berbeda dengan cara mengubah
komppadaosisi fase gerak. Kepolaran fase gerak pada umumnya dilakukan dari non
polar hingga ke polar yang dilakukan sesusai dengan kebutuhan. Proses elusi dapat
dihentikan jika sampel yang dibawah oleh fase gerak sudah tidak ada sedangkan
pada proses elusi gradien elsui dapat dihentikan jika sudah pada fase gerak yang
bersifat paling polar (Sudarwati dan Fernanda, 2017).
Menurut Rubiyanto (2017), teknik kromatografi yaitu:
1. Dilakukan pembuatan bubur adsorben dari padatan yang telah dipilih.
2. Bubur adsorben dituangkan ke dalam kolom dengan panjang ± 40 cm dan
diameter ± 2 cm (dimensi kolom dapat diatur sesuai kebutuhan), dengan hati-
hati diketuk di bagian bawah. Bagian bawah dipasang dengan wol kaca atau
sejenisnya, sehingga adsorben tidak dapat keluar dari kolom.
3. Pastikan tidak ada gelembung udara di kolom. Hasil akhir penuangan bubur
adsorben adalah berbentuk padatan tidak berlubang atau retak. Apabila terjadi
hal tersebut dalam hal ini kolom dianggap rusak dan tidak dapat digunakan.
4. Padatan yang terbentuk dalam kolom dijaga tetap basah dengan pelarut dengan
menuangkan pelarut secara hati-hati dan menghindari pengeringan pada
permukaan. Umumnya langkah ini dilakukan sehari semalam sebelum kolom
dapat digunakan.
5. Jika digunakan pelarut lain sebagai fase gerak (eluen), kolom harus dicuci
terlebih dahulu dengan pelarut tersebut dengan cara menuangkan pelarut ke
dalam kolom secara berulang-ulang dan membiarkannya beberapa saat sebagai
langkah dari aktivasi kolom.
6. Sampel dimasukkan secara perlahan-lahan melalui tepi tabung kolom dan tidak
langsung ke permukaan padatan, karena dapat merusak permukaan padatan.
7. Laju aliran fase gerak diatur dengan menentukan tetesan cairan per satuan
waktu. Diharapkan volume fraksi (eluat) yang terkumpul tetap sama dalam
selang waktu tertentu.
Keuntungan dan Kekurangan
Menurut Luxminarayan et al., (2017), keuntungan dan kekurangan
kromatografi kolom yaitu:
1. Keuntungan
- Semua jenis sampel dapat dilakukan pemisahan dengan menggunakan
kromatografi kolom
- Jumlah sampel dari (μg sampai mg zat) dapat dipisahkan dengan
kromatografi kolom
- Pemilihan fase gerak yang lebih luas
- Sampel dapat dipisahkan dan dipergunakan kembali
2. Kekurangan
- Membutuhkan waktu yang lama
- Dibutuhkan lenih banyak pelarut
Jenis-Jenis Kromatografi Kolom
Menurut Shinde et al., (2023), berdasarkan pada jenis fase diam yang
digunakan dalam pemisahan, kromatografi kolom diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu:
a. Kromatografi kolom adsorpsi
Dalam kromatografi kolom adsorpsi, pemisahan dilakukan dengan melewatkan
campuran melalui fase diam dan fase gerak dimana fase diam adalah padatan
dan fase gerak adalah cairan pelarut. Dalam metode ini, campuran diinduksi
untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben dan fase gerak dibiarkan mengalir
melewatinya.
b. Kromatografi kolom partisi
Dalam kromatografi kolom partisi, campuran/senyawa yang akan dipisahkan
didistribusikan antara fase diam dan fase gerak beurpa cair. Pemisahan
campuran antara dua fase cair bergantung pada afinitas senyawa pada fase cair,
lalu senyawa dipisahkan pada kolom. Cairan diletakkan pada penyangga yang
kokoh untuk mencegahnya bergerak.
Dalam kromatografi partisi, zat-zat yang akan dipisahkan terbagi menjadi dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Salah satu bagian campuran dari fase diam
disalutkan pada penyangga yang bersifat padat, sehingga memiliki luas
permukaan yang sangat besar yang akan berkontak dengan fase gerak. Kontak
antara cairan dengan cairan yang terus menerus dan berulang menyebabkan
efisiensi pemisahan yang tak tertandingi yang diperoleh dengan metode
ekstraksi cair-cair konvensional.
Penyangga padat umumnya polar dan fase diam teradsorpsi lebih polar daripada
fase bergerak. Penyangga padat yang paling umum digunakan adalah tanah
silika memiliki ukuran partikel yang sesuai untuk fase gerak dapat mengalir
dengan baik. Pada kromatografi partisi fase terbalik, adsorpsi fase diam kurang
polar dari fase gerak dan zat adsorben didepolarisasi dengan metode perlakuan
yang sesuai menggunakan reagen silanisasi, misalnya dichlorodimethylsilane
untuk menghasilkan tanah yang mengandung silika silanisasi untuk
kromatografi.
Aplikasi Kromatografi Kolom
Aplikasi kromatografi kolom menurut Luxminarayan et al., (2017):
a. Kromatografi kolom dapat digunakan untuk memisahkan beberapa bahan aktif
dan komponennya, seperti glikosida alkaloid. asam amino dan lain-lainnya.
b. Pemurnian dan penghilangan kotoran.
c. Prosedur: kotoran yang terkandung dalam komposisi dapat dihilangkan dengan
fase diam dan fase gerak yang sesuai.
d. Isolasi zat aktif seperti ekstrak tumbuhan, formulasi lain atau minyak mentah
ekstrak, bahan aktif.
e. Isolasi Metabolit dari Cairan Biologis: misalnya kortisol 17-ketosteroid dalam
urin, obat lain, dll. dari biologis cairan seperti darah, plasma atau serum dan
lain-lainnya.
f. Evaluasi obat dalam formulasi atau ekstrak kasar.
g. Penentuan persentase styquin dalam sirup besi fosfat yang mengandung kina
dan strychnine.
h. Penentuan utama dan glikosida sekunder pada daun digitalis.
i. Pemisahan diastereomer.
j. Pemisahan ion anorganik seperti tembaga, kobalt, nikel, dan lain-lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, N. (2017) Buku Ajar: Teknologi Bahan Alam, Lambung Mangkurat
University Press. https://www.researchgate.net/profile/Agung-Nugroho-
13/publication/337316223_Teknologi_Bahan_Alam/links/5dd15ece92851c3
82f469a10/Teknologi-Bahan-Alam.pdf
Achmad, Z. and Sugiarto, B. (2020) ‘Ekstraksi Antosianin dari Biji Alpukat sebagai
Pewarnaan ALami’, Jurnal Teknologi Technoscientia, 12(2), pp. 134–143.
https://ejournal.akprind.ac.id/index.php/technoscientia/article/view/2471/19
01
Aji, A., Bahri, S. and Tantalia (2017) ‘Pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi
hcl untuk pembuatan pektin kulit jeruk bali’, Jurnal Teknologi Kimia unimal,
6(1), pp. 33–44. https://ojs.unimal.ac.id/jtk/article/view/467
Amaliah, N., Salempa, P. and Muharram, M. (2020) ‘Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Metabolit Sekunder Fraksi Metanol Batang Belajang Susu
(Scindapsus pictus Hassk.)’, Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia dan Pendidikan
Kimia, 21(1), p. 78. https://doi.org/10.35580/chemica.v21i1.14841.

BOHARI. (2021) Kimia Pemisahan. Bogor: Penerbit PT. IPB Press. Available at:
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/6688/20210816_
Kimia%20Pemisahan.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Departemen Kesehatan RI. (2014) Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.
Herdiana, I. and Aji, N. (2020) ‘Fraksinasi Ekstrak Daun Sirih dan Ekstrak Gambir
serta Uji Antibakteri Streptococcus mutans Irvan.’, Jurnal Kesehatan Ilmiah,
21(1), pp.14–19. Availablet At: https://doi.org/10.33221/jikes.v19i03.580

Luxminarayan, L., Neha, S., Amit, V., dan M.P.K. (2017) ‘Asian Journal of
Pharmaceutical Research and Development A REVIEW ON
CHROMATOGRAPHY TECHNIQUES’, Asian Journal of Pharmaceutical
Research and Development, 5(2), pp. 1–08. Available at:
https://ajprd.com/index.php/journal/article/view/294
Ningrum, D.M. (2023) BUKU AJAR KIMIA FARMASI.1st ed. Yogyakarta:
Penerbit Samudra Biru.
https://books.google.co.id/books?id=8_G_EAAAQBAJ&pg=PA205&dq=m
etode+fraksinasi&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_s
earch&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwi0sM6Q0Pb_AhXCSWwGHQFbB
Nk4ChDrAXoECAsQBQ#v=onepage&q&f=false

Marjoni, Mhd.R. (2022) Monografi: Potensi Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Sukun
(Artocarpus altlitis). Sleman: CV. Resitasi Pustaka.
https://books.google.co.id/books?id=7kdtEAAAQBAJ&pg=PA23&dq=pros
es+ekstraksi+cair+padat&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_
mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjyzajT9PH_AhXGamwG
HXahBjw4ChDrAXoECAsQBQ#v=onepage&q=proses%20ekstraksi%20ca
ir%20padat&f=false

Margono, I., Paryanto, I., Ramadhani, A.N. and Rosyida, A. (2022) ANEKA
SUMBER PEWARNA ALAMI: Proses Produksi dan Aplikasinya untuk
Pewarnaan Batik. Jawa Tengah: Lakeisha.
https://books.google.co.id/books?id=p5SjEAAAQBAJ&pg=PR6&dq=aneka
+sumber+pewarna+alami&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_
mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwi-
no_s9_H_AhU83DgGHXpyDScQ6wF6BAgDEAU#v=onepage&q=aneka%
20sumber%20pewarna%20alami&f=false

Shinde, V. T., Garad, R.S., Jain, S., Manoj, K., Badal, B. (2023) ‘Column
Chromatography.’, International Journal of Creative Research Thoughts
(IJCRT), 11(5), pp. 591-605. https://ijcrt.org/papers/IJCRT23A5487.pdf

Prayudo, A.N., Novian, O., Setyadi., Antaresti. (2015) ‘Koefisien transfer massa
kurkumin dari temulawak’, Andalas University Press, 14(1), pp. 26–31.
http://journal.wima.ac.id/index.php/teknik/article/download/1739/pdf

Sudarwati, T.P.L. dan Fernanda, M.A.H.F. (2017) ‘Aplikasi Pemanfaatan Daun


Pepaya (Carica papaya) Sebagai Biolarvasida Terhadap Larva Aedes
aegypti.’ Gresik: Penerbit Graniti.
https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/1789/3/buku_c26_ms.pdf

Rubiyanto, D. (2017) Metode Kromatografi: Prinsip Dasar, Praktikum &


Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish. Available at:
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=7RInDwAAQBAJ&oi=fnd
&pg=PR6&dq=Dwiarso+R.+2017.+Metode+Kromatografi:+Prinsip+Dasar

Willian, N. and Pardi, H. (2022). Buku Ajar: Pemisahan Kimia Sebuah Pengantar
Pada Aspek Kemaritiman. Kepulauan Riau: Umrah Press. Availablet at:
http://repositori.umrah.ac.id/4194/1/Buku%20Ajar%20Pemisahan%20Kimia
%20Sebuah%20Pengantar%20Pada%20Aspek%20Kemaritiman_Ebook_.pd
f

Anda mungkin juga menyukai