2022 - Karbohidrat Pakan Ruminansia - J Achmadi Dan Surono
2022 - Karbohidrat Pakan Ruminansia - J Achmadi Dan Surono
Pakan Ruminansia
Joelal Achmadi
dan
Surono
KARBOHIDRAT
PaKaN Ruminansia
Karbohidrat
Pakan Ruminansia
Joelal Achmadi
dan
Surono
Karbohidrat Pakan Ruminansia
Sumber:
Joelal Achmadi dan Surono
Tata Letak:
Joelal Achmadi
Proofreader:
Surono
Ukuran:
6 halaman judul, 268 halaman isi naskah, Uk: 15,5 x 23
ISBN:
9-789790-97901
Cetakan Pertama:
November 2022
Penulis
Halaman
Kata Pengantar vi
Daftar Isi | ii
Kandungan Serat dalam Pakan 219
Rekomendasi penggunaan serat untuk formulasi 221
ransum
Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan
serat dalam formulasi ransum 224
Kecernaan serat dalam rumen 230
Kontribusi sumber serat bukan hijauan terhadap 238
NDF dalam bahan kering ransum
Penggunaan kriteria serat hijauan dan bukan 240
hijauan untuk formulasi ransum
Daftar Pustaka 243
Makna Penting Fisik Serat Pakan 251
Aktivitas mengunyah 255
Kondisi keasaman rumen 260
Rasio asetat:propionat 262
Persentase lemak susu 263
Daftar Pustaka 266
𝑃𝐾𝑗 : kadar protein kasar pakan ke-j (g/kg BK); 𝐿𝐾𝑗 : kadar lemak
kasar pakan ke-j (g/kg BK); 𝐴𝑏𝑢𝑗 : kadar abu pakan ke-j (g/kg BK)
𝑁𝐷𝐹𝑗 : NDF hasil dianalisis dan tanpa kadar sodium sulfit (aNDR)
pada pakan ke-j (g/kg BK); 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛𝑗 : kadar lignin pakan ke-j (g/kg
NDF)
𝑁𝐷𝐹𝑗 : kadar aNDR pakan ke-j (g/kg BK); 𝑁𝐷𝐼𝐶𝑃𝑗 : kadar PK tidak
larut ND pada pakan ke-j (g/kg PK); 𝑃𝐾𝑗 : kadar protein kasar pakan
ke-j (g/kg BK); 𝐶𝐶𝑗 : kadar karbohidrat tidak larut pada pakan ke-j
(g/kg BK)
𝐶𝐴𝑗 : kadar senyawa gula pakan ke-j (g/kg BK); 𝐶𝐵1𝑗 : kadar
bahan pati dan serat pakan ke -j (g/kg BK); 𝐶𝐵1𝑁𝐹𝐶𝑗 : kadar
bahan pati dan serat larut pada pakan ke-j (g/kg NFC);
𝑁𝐹𝐶𝑗 : kadar karbohidrat bukan serat pada pakan ke-j (g/kg
BK)
Asam organik selain laktat dan VFA hampir tidak terdeteksi da-
lam silase (McDonald et al., 1991); tetapi dalam hijauan segar, asam
sitrat, malat, dan akonitat dapat terkandung lebih dari 100 g/kg
hijauan DM (Dijkshoorn, 1973). Asetat merupakan produk fermen-
tasi utama dari asam organik (Russell dan Van Soest, 1984). Sesuai
hasil pengukuran produksi gas, tingkat degradasi rumen untuk
asam organik ditetapkan menjadi 0,05 per jam (Molina, 2002),
lebih sedikit ATP per mol daripada CHO dan asam laktat. Bagi fraksi
CA3, nilai Yg diatur untuk 3,5 g sel untuk 100 g asam organik sesuai
hasil rerata untuk asam malat (Dimroth dan Schink, 1998) dan asam
sitrat (Gottschalk, 1986).
Fraksi CA4 termasuk monosakarida, disakarida, dan oligosakari-
da (12)
𝐶𝐴4𝑗 (g/kg BK) = 𝑆𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑔𝑢𝑙𝑎𝑗 [12]
8
Fraksi-fraksia (g/kg BK) Laju degradasi (h−1 )
CA1b CA2c CA3d
Bungkil kedele
Abu 298 73 30,1 Normal (73, 22)
PK 681 510 6,2 372 569 Logistic (510, 17)
NDICP 124 54 62,4 Normal (54, 34)
LK 322 36 104,4 3 220 PearsonV (1.9, 33)
aNDF 306 123 30,4 70 333 Loglogistic (15, 100, 6.3)
Lignin(sa) 253 14 64,3 Normal (14, 9)
Bahan pati 186 19 60,0 Normal (19, 11)
Senyawa gula 158 135 19,2 Normal (135, 26)
Biji kapok utuh
Abu 99 43 11,9 32 60 Normal (43, 5)
PK 320 241 18,1 114 375 Loglogistic (? 163, 401, 16.4)
NDICP 63 24 25,3 17 58 Loglogistic (14, 9, 3.6)
LK 184 225 22,5 122 361 Loglogistic (92, 124, 4.5)
aNDF 311 508 19,8 247 803 Logistic (508, 57)
Lignin(sa) 95 154 24,0 52 250 Normal (154, 37)
Bahan pati 36 11 52,7 1 23 Loglogistic (? 1, 11, 2.7)
Senyawa gula 39 59 29,0 34 105 Normal (59, 17)
a
Parameter-parameter penting yang untuk mencirikan distribusi ditunjukkan diantara dalam kurung: parameter
a menunjukkan bentuk distribusi, parameter ß menunjukkan skala (p.e. s bagi distribusi normal), parameter
menunjukkan lokasi (p.e. bagi distribusi normal). Distribusi-distribusi adalah beta umum , ), exponential
logistic (a, ß), loglogistic , a, ß), lognormal s ), normal s ), PearsonV (a, ß), and Weibull (a, ß).
Apabila nilai-nilai maksimum dan minimum tidak ditunjukkN, tidak tersedia basis data untuk mencocokkan
distribusi. Diasumsikan distribusi normal atau exponential (bagi asam-asam lemak volatil).
Sumber: Lanzas et al. (2007).
16
menunjukkan korelasi tidak nyata (P>0.05)]
Abu PK NDICP LK aNDF Lignin(sa) Bhn pati Seny. gula Asetat Propionat Butirat Isobutirat Laktat
17
Abu PK NDICP LK aNDF Lignin(sa) Bhn pati Senyawa gula
Biji jagung basah
Abu 1 0,35 0,24 0,31 0,27 −0,10 −0,57
PK 1 0,24 0,52 0,10 −0,21 −0,32
1 0,27 0,30 0,33 −0,13
NDICP
1 0,16 −0,29 −0,44
PK
0,21 −0,46
aNDF 1
Lignin(sa) 1
Bahan pati 1
Senyawa gula 1
Bebijian distilasi
Abu 1 0,30 0,23
PK 1 0,26 −0,43 −0,16
NDICP 1
LK 1 0,13 −0,14
aNDF 1 −0,14
Lignin(sa) 1
Bahan pati 1
Senyawa gula 1
Bungkil kedele
Ash 1
PK 1 0,53 0,52
NDICP 1
LK 1 0,44
aNDF 1
Lignin(sa) 1
Bahan pati 1
Senyawa gula 1
gula merupakan pool yang sangat labil, yang terakumulasi dan akan
habis sepanjang hari (Pollock, 1986). Dalam silase, fraksi senyawa
gula bervariasi sesuai proses ensilase (Tabel 6). Variabilitas analitik
dapat terjadi karena perbedaan kondisi ekstraksi dan metode yang
digunakan untuk menganalisis senyawa gula (Hall, 2003). Meskipun
NFC dihitung sesuai angka-angka selisih (Persamaan (8)), variasi
Tabel 8. Pengaruh penggantian biji jagung basah (HMCG) dengan bubur bit (BP) pada komposisi
karbohidrat pakan terhadap prediksi CNCPS dengan pegambangan skema karbohidrat
100 HMCG 75 HMCG 50 HMCG : 25 HMCG : 0 HMCG :
: 0 BPa,b : 25 BPb 50 BPb 75 BPb 100 BPb
Komposisi pakan (g/kg)
Senyawa gula 38 49 59 70 80
Bahan pati 333 273 213 153 93
Serat larut 71 95 119 143 167
NDF 237 264 290 317 344
Prediksi CNCPS
Prediksi konsumsi BK (kg/kg)c 23,2 23,2 23,2 23,2 23,2
Prediksi konsumsi BK (kg/kg)d 25,5 25,5 25,5 25,5 25,5
ME sesusi untuk produksi susu (kg/hari) 44,7 42,4 40,1 37,9 35,6
MP sesusi untuk produksi susu (kg/hari) 44,6 44,1 43,3 42,0 40,7
MP mikroba (g/hari) 1491 1492 1478 1441 1361
N feses (g/hari) 244 253 261 267 273
N urin (g/kg) 406 399 394 390 386
a
Pakan diformulasikan untuk seekor sapi perah laktasi dengan BB 650 kg, mengonsumsi 24,8 kg BK. Komposisi pakan
(g/kg): 360 HMCG, 200 silase jagung, 200 silase alfalfa, 150 bungkil kedele, 40 biji limbah distilasi, 10 tepung daginh, dan
40 campuran mineral-vitamin.
b
Bubur beet disubstitusikan untuk HMCG sebesar 0, 25, 50, dan 75 g/kg ransumm HMCG. Seluruh pakan adalah 188 g
PK/kg BK.
c
Fox et al. (2004).
d
NRC (2001).
Sumber Lanzas et al. (2007).
Daftar Pustaka
(http://afmb.cnrs-mrs.fr/CAZY). Ini menyediakan basis data laman berbasis hirarki, yang secara
sederhana untuk mendukung dentifikasi organisme atau enzim.
Sumber: Krause et al. (2003).
Endoglukanase
Eksoglukanase Eksoglukanase
Selobiohidrolase
Rantai-rantai D-Glukosa
Eksoglukanase Eksoglukanase
β -Glukosidase
(Selobiosa)
Gambar 3. Sistem enzim selulase terdiri atas tiga komponen utama: endo-β-
glukanase (EC 3.2.1.4), ekso-β-glukanase (EC 3.2.1.91), dan β-glukosidase
(EC 3.2.1.21). Cara aksi ketiga komponen: (1) endo-p-glukanase, 1,4-β-D-
glukan glukanohidrolase, karboksimetil selulase: pengguntingan rantai-rantai
selulosa secara acak menghasilkan glukosa dan selo-oligosakarida. (2) ekso-
p-glukanase, 1,4-β-D-glukan selobiohidrolase: penyerangan ekso terhadap
ujung bukan mereduksi dari selulase dengan selobiosa sebagai struktur
primer. (3) β-Glukosidase, selobiosa: hidrolisis selobiosa menjadi glukosa
Sumber: Bhat et al. (2000)
Daftar Pustaka
Dinding sel, bahan pati dan karbohidrat larut: besaran dan laju
pencernaan rumen
Beberapa jenis karbohidrat pakan termasuk: karbohidrat tidak
larut atau larut dinding sel (cell wall, CW), bahan pati dan karbohid-
rat larut air (water soluble carbohydrates, WSC). Karbohidrat tidak
larut CW secara klasik dicirikan sebagai fraksi yang tidak larut da-
lam larutan deterjen netral, yang disebut neutral detergent fiber
(NDF); terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, sejumlah kecil
bahan yang mengandung N dan residu bahan pati untuk bebijianl
jika tidak ada perlakuan amilase yang diterapkan sebelumnya. NDF
tidak ter-masuk bahan larut CW seperti pektin. Di samping NDF,
bahan pati dan senyawa gula larut merupakan fraksi karbohidrat
yang signifikan (umumnya lebih dari 10%) masih belum diperhi-
tungkan dalam analisis pakan yang standar. Ini diduga terdiri dari
xilan, glukan dan asam organik.
Penyerapan glukosa
Bahan pati yang dihidrolisis menjadi glukosa dapat mencapai 5
gram per hari per kg BB (Stock et al., 1987), tetapi sebagian besar
nilai yang dilaporkan jarang melebihi 3 g/hari per kg BB. Glukosa
diduga difermentasikan di usus kecil (Nicoletti et al., 1984), di lain
pihak sebagian besar glukosa yang dilepaskan di lumen usus kecil
diduga mengalami proses penyerapan dan transit. Dua jalur utama
transfer glukosa dari lumen ke aliran darah yaitu transpor aktif
dan difusi paraseluler dengan absorpsi air (Huntington, 1997).
Pengangkut glukosa telah dicirikan pada usus kecil ruminansia
(Shirazi-Beechey et al., 1995; Zhao et al., 1998; Guimaraes et al.,
2007). SGLT1 terdiri dari transporter glukosa yang bergantung pa-
da Na+ yang terletak di membran brush border enterosit, dan di-
dorong oleh gradien elektrokimia yang dipertahankan oleh Na+/K+
ATPase yang terletak di membran basolateral. Transporter beraf-
initas tinggi ini menyajikan homologi yang besar (>80%) antara
spesies vertebrata. SGTL1 mengangkut 1 mol glukosa melawan 2
mol Na+ di setiap siklusnya, dengan Km berkisar antara 0,1 dan 0,5
mmol per liter, dan estimasi kapasitas 50 hingga 200 siklus per
detik (Ferraris et al., 1989; Hediger dan Rhoads, 1994). GLUT2 ber-
fungsi sebagai transporter berafinitas rendah yang terlokalisasi
pada membran apikal dan basolateral enterosit (Kellett et al., 2008).
Pada sapi jantan, kapasitas penyerapan glukosa (Krehbiel et al.,
1996; Harmon dan McLeod, 2001), aktivitas penyerapan transporter
glukosa (Bauer et al., 2001), serta ekspresi basal mRNA SGLT1 dan
GLUT2 (Liao et al., 2009), sangat bervariasi di sepanjang sumbu
usus, yang tertinggi di jejunum dan terendah di ileum. Terdapat
bukti eksperimental pada ternak ruminansia bahwa perfusi aboma-
Gambar 3. Pengaruh konsumsi bahan organik yang terfermentasi di rumen terhadap produksi
VFA total ruminal () dan penampakan portal netto VFA total (): disesuaikan dengan model-
model eksperimental [masing-masing Tabel 1, persamaan (1) dan (7)]. Sumber: Noziere et al.
(2010); Loncke et al. (2009b).
Estimasi produksi ruminal asetat Estimasi produksi ruminal propionat Estimasi produksi ruminal butirat
(mmol/hari per kg BB) (mmol/hari per kg BB) (mmol/hari per kg BB)
Gambar 4. Hubungan antara estimasi produksi VFA di rumen [Tabel 1, persamaan (1) – (4)], dan
hasil pengukuran penampakan portal netto-nya. Fluks portal asetat dikoreksi untuk penyerapan
Evaluasi kuantitatif
Pengukuran-pengukuran kuantitatif metabolisme hati terutama
didasarkan pada metode arterio-vena. Dengan mempertimbangkan
perbedaan arteri-vena yang kecil, risiko ketidaktepatan hasil
diduga lebih besar daripada pengukuran net portal appearance yang
ber-gantung pada metabolit. Pendekatan 'kotak hitam' ini
digabungkan dengan infus molekul berlabel untuk mengevaluasi
jalur metabolisme nutrien dengan lebih baik. Selain itu, sejumlah
model mekanistik metabolisme hati telah dielaborasi untuk
merekonsiliasi informasi kuantitatif dengan pengetahuan biokimia
tentang jalur metabolisme yang berbeda dan pengaturannya di
hati. Semua model yang ada berlaku untuk sapi laktasi, dan sebagi-
an besar berkaitan dengan metabolisme nitrogen. Namun
demikian, beberapa model mewakili VFA atau metabolisme glukosa
sebagai subkomponen dari seluruh model hewan (Waghorn, 1982;
Baldwin et al., 1987a; Danfaer, 1990; Martin dan Sauvant, 2007) atau
dengan komponen pelacak isotop (Freetly et al. , 1993) serta dikem-
bangkannya model ketosis (Guo et al., 2008). Selain itu, meskipun
menjanjikan untuk pengembangan model lebih lanjut, pengaruh
hormonal terhadap metabolisme karbohidrat jarang dimasukkan
dalam model hati (Danfaer, 1990). Evaluasi kuantitatif masih
terbatas dan perbandingan model-model ini telah dipublikasikan.
Daftar Pustaka
Aiello, R.J., L.E. Armentano, S.J. Bertics and A.T. Murphy. 1989. Volatile
fatty acid uptake and propionate metabolism in ruminant hepato-
cytes. Journal of Dairy Science 72, 942–949.
Argyle , J.L. and R.L. Baldwin. 1988. Modeling of rumen water kinetics and
effects of rumen pH changes. Journal of Dairy Science 71, 1178–1188.
Baldwin, R.L. 1995. Modelling ruminant digestion and metabolism. Chap-
man & Hall, London.
Baldwin, R.L. and H.C. Freetly. 1995. Dynamic models of liver and
viscera metabolism. In: R.L. Baldwin (Ed.). Modeling ruminant diges-
tion and metabolism. Chapman and Hall, London. p. 413–440.
Baldwin, R.L. and B . W . Jesse. 1996. Propionate modulation of ru-
minal ketogenesis. J. Anim. Sci. 74: 1694–1700.
Baldwin, R.L. and K.R. McLeod. 2000. Effects of diet forage: concentrate
ratio and metabolizable energy intake on isolated rumen epithelial
cell metabolism in vitro. J. Anim. Sci. 78: 771–783.
Baldwin , R.L., J. France and M. Gill. 1987a. Metabolism of the lactating
cow. 1. Animal elements of a mechanistic model. J. Dairy Res. 54: 77–
105.
Metabolisme glukosa
Kebutuhan atau manfaat metabolik untuk glukosa mencakup
fungsi tertentu dari sistem saraf, pembangkitan ATP melalui
glikolisis dan siklus asam trikarboksilat, dan pembangkitan senya-
wa pereduksi (NADPH) melalui jalur heksosa monofosfat. Peru-
bahan status nutrisional atau fisiologis (puasa, pertumbuhan cepat,
kebuntingan, laktasi) memengaruhi besaran dan laju pemanfaatan
glukosa. Metabolisme glukosa berhubungan erat dengan metabo-
lisme asam amino dan lipida melalui kinerja endokrin insulin dan
glukagon. Konsentrasi glukosa, urea, asam amino, non-esterified fat-
ty acids (NEFA), keton, dan VFA dalam darah biasanya menurun
sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi insulin (Bell et
al., 1987; Debras et al., 1988; Faulkner dan Pollock, 1990; Petterson
et al. , 1993; Eisemann dan Huntington, 1994). Peningkatan konsen-
trasi insulin plasma terkait dengan penurunan glukoneogenesis
hati dan peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer
kecuali kelenjar susu (Sano et al., 1992; Eisemann dan Huntington,
1994; McGuire et al., 1995). Penghilangan propionat (prekursor glu-
kosa utama) oleh hati pada sapi yang kenyang tidak terlalu di-
pengaruhi oleh insulin (Eisemann dan Huntington, 1994). Oleh ka-
rena itu, penurunan konsentrasi glukosa darah disebabkan oleh
efek gabungan dari penurunan produksi dan peningkatan
penggunaan, seperti halnya perubahan konsentrasi insulin atau
glukagon diduga disebabkan oleh perubahan produksi hormon-
hormon tersebut oleh pankreas dan (atau) pembuangan oleh jarin-
gan target (Guerino et al., 1991). Glukagon umumnya me-miliki
pengaruh penyeimbang dengan insulin, tetapi konsentrasi keduan-
Daftar Pustaka
Mastikasi
Mastikasi merupakan proses penting secara nutrisional karena
berkaitan dengan keterbatasan fisik konsumsi dan pemeliharaan/
penstabilan fermentasi normal dalam rumen. Secara umum disepa-
kati bahwa pakan tinggi serat yang menghasilkan waktu ruminasi
yang lebih lama dapat membatasi konsumsi pakan volunter. Selain
itu juga dipahami bahwa saliva sebagai hasil pengunyahan dapat
memengaruhi produksi asetat, yang merupakan prekursor lemak
susu.
Pengurangan ukuran partikel melalui mastikasi dan ruminasi
merupakan bagian penting dari pencernaan hijauan pada kambing.
Pengunyahan selama mengonsumsi pakan dan ruminasi mengurangi
ukuran partikel, meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk
mikroba dan enzim pencernaan rumen, serta meningkatkan peng-
aliran digesta. Salivasi selama pengunyahan memengaruhi laju pen-
genceran dan kapasitas penyanggaan (buffering) cairan rumen. Apa-
Fermentasi rumen
Asam-asam lemak volatil merupakan produk akhir dari fermenta-
si mikroba dalam rumen. Produk-produk ini diserap melintasi dind-
Kinetika pencernaan
Pada ruminansia perah laktasi, konsumsi bahan kering (DMI) di-
batasi oleh regulasi fisiologis selama pemberian pakan konsentrat
yang tinggi dan oleh faktor fisik selama pemberian pakan hijauan
yang tinggi. Seperti yang diamati pada spesies ruminansia lainnya,
peningkatan kandungan serat pakan mengurangi DMI pada kambing.
Apabila rasio hijauan terhadap konsentrat meningkat dari 45:55
menjadi 55:45, DMI total harian menurun dari 84,3 menjadi 59,8
gram per kg BW0,75 (Kawas et al., 1991). Nampaknya DMI diatur oleh
peng-isian fisik pada penelitian itu. Satu contoh yang khas dapat
digunakan untuk menunjukkan regulasi DMI baik secara fisik
(distensi rumen) maupun metabolik/fisiologis (densitas energi pa-
Pada kambing Alpine serta Nubia yang sedang tumbuh dan diberi
pakan komplit dengan kandungan 2,46; 2,77 atau 3,05 Mkal per kg
ME, terjadi penurunan DMI mengikuti pola kurva linier seiring
dengan meningkatnya kepadatan energi pakan (Lu dan Potchoiba,
1990). Kajian yang relatif besar dengan menggunakan 90 ekor ternak
ini menunjukkan bahwa isi fisik pada kambing yang sedang tumbuh
lebih tinggi dari 26% ADF, dan titik kritis untuk kontrol fisiologis
konsumsi mendekati atau lebih rendah dari 2,46 Mkal per kg ME.
Secara umum dikenali bahwa peningkatan konsumsi serat
menekan daya cerna komponen pakan lain kecuali serat, yang biasa-
nya meningkatkan daya cerna. Konsumsi serat yang lebih rendah
menggeser populasi mikroba ke arah peningkatan produksi laktat
dalam rumen, menekan pH rumen, dan mengurangi aktivitas selulo-
litik. Pada kambing perah laktasi yang diberi pakan dengan rasio
hijauan terhadap konsentrat yang berkisar antara 45:55 sampai
75:25, terjadi penurunan kecernaan DM dari 74,5 menjadi 61,0%
(Kawas et al., 1991). Sebaliknya, kecernaan semu NDF meningkat dari
43,4 menjadi 55,0%. Pada kambing perah laktasi yang diberi pakan
dengan kandungan ADF dari 14 menjadi 26%, kecernaan semu DM
dan energi hanya sedikit berkurang, sedangkan kecernaan ADF tid-
ak berbeda pada seluruh perlakuan (Santini et al., 1992).
Pengukuran kinetika pencernaan dapat berguna untuk menjelas-
kan pengaruh serat pakan terhadap konsumsi dan kecernaan nutri-
en. Sementara masih terdapat keterbatasan data pada kambing, San-
tini et al. (1992) melakukan penelitian untuk mengukur laju per-
gantian pada rumen, laju pergantian pada usus bagian belakang, dan
Daftar Pustaka
Allen, M.S., 1996. Physical constraints on voluntary intake of forages by
ruminants. J. Anim. Sci. 74: 3063-3075.
Gambar 3. Hubungan antara konsumsi NDF dan berat badan (BB). Persamaan yang menjelaskan
regresi: konsumsi NDF (kg per hari): 0,637 + 0,013x; r2 = 0,35. Sumber: Varga et al. (1998).
Tabel 4. Laju dan besaran degradasi NDF secara in situ dan kandungan
NDF beberapa bahan pakan*
Besaran
Bahan pakan Laju pencernaan
NDF
degradasi
NDF**
per jam ----------- (%) -----------
Daftar Pustaka
Penyanggaan
hakiki
Protein
terlarut
Karbohidrat
terlarut
Gambar 2. Ilustrasi hubungan antara NDF, fisik NDF yang efektif (peNDF),
dan NDF yang efektif (eNDF) (Sumber: Merten, 2000).
Aktivitas mengunyah
Laju sekresi saliva dan besaran saliva yang dihasilkan ditentukan
oleh aktivitas mengunyah, yang selanjutnya dipengaruhi oleh sum-
ber hijauan, rasio hijauan terhadap konsentrat, konsumsi hijauan
dan status fisiologis sapi. Dalam hal faktor-faktor yang berkaitan
dengan pakan, karakteristik pakan yang membatasi tingkat konsum-
si seperti densitas keambaan (bulk density), kecernaan, laju pen-
cernaan, waktu ruminasi, total waktu pengunyahan dan pengeluaran
digesta dari retikulo-rumen terkait dengan kandungan serat pakan
dan rasio hijauan: konsentrat (Okine et al., 1997).
pH rendah
+
- Laju pencernaan serat
+
pH tinggi
Penjebakan
- Laju pengaliran serat
Porsi hijauan yang tinggi atau ukuran partikel yang besar
Porsi serat bukan hijauan yang rendah
Gambar 3. Potensi interaksi-interaksi diantara tingkat dan ukuran partikel serta besaran serat bukan hijauan pada
pencernaan dan pengaliran serat pakan ruminal. Model menjelaskan bahwa apabila serat bukan hijauan diberikan
selain hijauan, maka besaran serat pakan yang dibutuhkan menjadi rendah; karenanya ukuran partikel hijauan
harus mencukupi untuk menstimulasikan ruminani dan menjebak partikel-partikel pakan dengan ukuran yang
kecil (Sumber: Grant, 1997).
um standar untuk mengukur physical effectiveness facor (pef) pakan
dengan menggunakan teknik pengayakan kering. Yansari et al. (2004)
menunjukkan bahwa aktivitas mengunyah per unit konsumsi peNDF
dapat konsisten pada seluruh pakan yang bervariasi dalam panjang
partikel, apabila diestimasikan dengan menggunakan sistem yang
tergabungkan pada saringan 1,18 mm. Rasio aktivitas mengunyah
yang konsisten terhadap peNDF dikehendaki untuk memprediksikan
waktu pengunyahan berdasarkan konsumsi peNDF. Proporsi partikel
>19mm diduga menjadi faktor utama yang memengaruhi aktivitas
me-ngunyah Yansari et al. (2004). Namun, aktivitas mengunyah
merupakan salah satu tersedianya indikator kesehatan dan fungsi
rumen dan efektivitas serat. Mertens (1997) mengaitkan aktivitas
mengunyah baik dengan konsentrasi NDF dan ukuran partikel dan
mengusulkan konsep NDF yang efektif secara fisik (peNDF) untuk
menggabungkan sifat-sifat ini dalam satu pengukuran. Basis data
informasi aktivitas mengunyah dikembangkan untuk mem-
perkirakan faktor NDF yang efektif secara fisik dari berbagai hijauan
dan bentuk fisik. Mertens (1997) melaporkan berdasarkan rangsan-
gan mengunyah per unit asupan NDF, bahwa efektivitas fisik silase
jagung dengan cacahan kasar, sedang dan halus masing-masing
berkisar antara 0,90 sampai 1,00; 0,85 sampai 0,95; dan 0,80 sampai
0,90. Variasi efektivitas fisik di dalam dan di antara panjang pencaca-
han menunjukkan bahwa metode kuantitatif untuk mengukur peNDF
silase jagung secara langsung akan berdayaguna (Mertens, 1997).
Beauchemin dan Yang (2005) menunjukkan bahwa peningkatan pan-
jang partikel hijauan akan meningkatkan konsumsi peNDF, tetapi
tidak memengaruhi konsumsi DM dan NDF. Jumlah kunyah
(kunyahan per hari) dan waktu kunyah (konsumsi + waktu rumi-
nansi) meningkat secara linier dengan meningkatnya peNDF pakan
(Holt et al., 2010). Gencoglu dan Turkmen (2006) menyimpulkan bah-
wa sumber hijauan diduga berpengaruh terhadap aktivitas mengu-
nyah dan pH rumen terkait dengan peNDF dan struktur serat. Na-
70 -
60 -
Flora
50 - selulolitik
Flora Asam laktat
amilolitik
aktif
40 - aktif
Asam propionat
30 -
Asam asetat
20 -
10 -
7 6 5 pH Rumen
Gambar 4. Adaptasi fermentasi ruminal terhadap perubahan pH (Sumber:
Kaufman et al., 1980)
Daftar Pustaka
Undip Press
Semarang
Anggota APPTI