Anda di halaman 1dari 34

RUMEN SEBAGAI FERMENTOR IDEAL

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Nutrisi Ternak Ruminansia

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
KELAS NUTRISI A

REYNALDI SETIASA S 200110150244


RAYNA AULIA Z 200110160064
SITI NUR LAELASARI 200110160097
MALKAN ANUGRAH 200110160165
DEKA RUSLINASIH 200110160188
MUHAMAD SIDIQ 200110160212

LABORATORIUM NUTRISI TERNAK RUMINANSIA DAN KIMIA


PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,

hidayah dan karuania-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penulisan

makalah ini . Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada

junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,

hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, aamiin.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata

kuliah Nutrisi Ternak Ruminansia. Dalam pembuatan makalah ini penulis telah

berusaha semaksimal mungkin, namun penulis sadari penulisan makalah ini jauh

dari kata sempurna, terdapat banyak kekurangan baik dalam aspek kualitas

maupun kuantitas dari materi makalah yang disajikan. Oleh karena itu, penulis

membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penulis

di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat

untuk kita semua di masa yang akan datang.

Jatinangor, Maret 2019

Penulis
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ternak ruminansia memiliki ciri khas yang menjadikannya berbeda

dengan ternak lainnya, perbedaan ini terjadi pada salah satu alat cerna yaitu

lambung, lambung pada ternak ruminansia terbagi menjadi 4 kompartemen yakni

abomasum, omasum, retikulum dan rumen. Perbedaan dalam saluran percernaan

ini berpengaruh besar terhadap tingkah laku alamiah ternak ruminansia yang

berbeda dengan ternak lainnya, diantaranya yaitu adanya proses ruminasi yang

didalamnya terdapat remastikasi (pengunyahan kembali) dan reglugitasi

(penelanan kembali). Selain berpengaruh pada tingkah laku juga berpengaruh

pada jenis pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak ruminansia.

Peran rumen dalam ternak ruminansia terkenal mampu memanfaatkan

pakan bernutrisi rendah menjadi bernutrisi tinggi, hal ini jelas dapat terjadi karena

adanya proses fermentasi pra penyerapan dalam saluran pencernaan ternak

ruminansia, tepatnya fermentasi ini terjadi dalam rumen dengan tokoh utama dari

mikroba rumen, sehingga pakan serat kasar tinggi pun mampu di serap oleh ternak
ruminansia, hal ini menjadikan rumen dipercaya sebagai media fermentasi paling

ideal, namun untuk mempertahankan rumen sebagai fermentor yang ideal perlu

adanya upaya untuk mempertahankan kondisi internal rumen.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana perkembangan dan anatomi rumen ?

2) Bagaimana lingkungan dalam rumen ?

3) Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan rumen ?

4) Bagaimana jenis gerakan dan frekuensi gerakan digesta dalam rumen ?

5) Apa saja produk metabolit hasil digesta dalam rumen ?


1.3 Tujuan

1) Bagaimana perkembangan dan anatomi rumen ?

2) Bagaimana lingkungan dalam rumen ?

3) Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan rumen ?

4) Bagaimana jenis gerakan dan frekuensi gerakan digesta dalam rumen ?

5) Apa saja produk metabolit hasil digesta dalam rumen ?


II

PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan dan Anatomi Rumen

2.1.1 Perkembangan Rumen

Foetus ternak ruminansia sama halnya dengan foetus ternak non

ruminansia, dimana hanya memiliki perut tunggal dan menggunakan karbohidrat

sebagai sumber energi utama. Selama dalam kandungan, glukosa, fruktosa, dan

asam-asam amino dipergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan foetus.

Ekspresi gen pada periode ini selanjutnya terkait dengan perkembangan sistem

endokrin (hormon) foetus itu sendiri. Sistem endokrin tersebut mengekskresikan

hormon-hormon yang diperlukan untuk perkembangan normal berbagai jaringan

sehingga ternak ruminansia memiliki empat lambung, namun belum berkembang

secara optimal. Ketika lahir, pedet memiliki instink untuk menyusui dan mulai

menghisap cairan amniotik. Cairan amniotik bergerak melalui reticular groove

dari esophagus dan saluran omasal menuju omasum (Arora, 1995) dan melewati

rumen. Volume abomasum pada saat pedet baru lahir kira-kira 70 % dari
keseluruhan volume lambung. Pertumbuhan pappilae, perkembangan otot-otot

rumen dan permukaan rumen belum terlihat jelas, dinding rumen tipis, tampak

trasparan, dan volume rumen masih sedikit ketika pedet baru lahir. Ternak

ruminansia membutuhkan perkembangan rumen secara fisik dan fungsional untuk

dapat mengkonsumsi pakan berserat guna memenuhi kebutuhannya. Sehingga

pertumbuhan dan perkembangan rumen sangat penting bagi ternak ruminansia,

rumen tidak akan berkembang dengan baik jika kebutuhan pakan untuk

perkembangannya tidak tersedia.

Sesudah lahir, rumen, retikulum, dan omasum terus berkembang sampai

benar-benar berfungsi. Pada anak domba, tahap transisi dimulai pada umur 3
minggu dan berakhir sekitar umur 9 minggu (Edwards, 1970 dalam Arora, 1995).

Pada anak sapi, fase ini mulai pada umur 5 minggu dan berakhir pada umur 12

minggu. Perkembangan rumen tidak terlepas dari perubahan ukuran dan jumlah

sel epitel pada rumen yang mengakibatkan peningkatan panjang pappilae, lebar

pappilae, dan ketebalan dinding dalam rumen. Pada gambar 2 ditampilkan

perbedaan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel epitel yang terjadi selama

minggu pertama pada perut depan (rumen) pedet.

Gambar 7. Perkembangan dan Pertumbuhan Sel-sel Epitel pada Minggu Pertama

Sebelum perubahan atau transisi dari pre-rumen ke rumen, perkembangan

dan pertumbuhan luas permukaan penyerapan rumen (pappilae) diperlukan dalam

menyerap dan memanfaatkan hasil pecernaan fermentasi oleh mikroba rumen

(Volatile Fatty Acid). Adanya penyerapan VFA didalam rumen diidikasikan untuk

merangsang metabolisme epitel rumen dan mungkin menjadi kunci awal

perkembangan epitel rumen (Baldwin and Mcleod, 2000). Mencerna pakan kering

dan hasil produk fermentasi mikroba cukup merangsang perkembangan epitel

rumen (Greenwood et al., 1997; Nocek et al., 984). Namun, pengaruh asam lemak

terbang yang dihasilkan dari fermentasi tidaklah sama, butirat lebih berpengaruh
terhadap perkembangan epitel rumen, selanjutnya propionat. Metabolisme butirat

oleh epitel rumen tampak mengalami peningkatan seiring dengan penurunan pH

rumen dan meningkatnya kosentrasi butirat (Baldwin dan McLeod, 2000).

Selanjutnya kehadiran VFA dapat mempertahankan pertumbuhan pappilae,

ukuran dan fungsinya (Warner et al., 1956). Oleh karena itu, kemungkinan pakan

yang terdiri dari susu, konsentrat atau hijauan mempengaruhi tingkat perbedaan

pertumbuhan epitel rumen. Beberapa peneliti telah melakukan evaluasi terhadap

pengaruh berbagai materi terhadap perkembangan jaringan epitel rumen, yang

berhubungan dengan ukuran dan jumlah papillae, serta kemampuan untuk

menyerap VFA dan metabolisme VFA. Hasilnya menunjukan bahwa, rangsangan

utama untuk perkembangan jaringan epitel rumen adalah VFA, terutama

propionat dan butirat (Jim Quigley, 2001). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

Warner et al., 1956. Sehingga untuk mempercepat pertumbuhan dan

perkembangan rumen, pedet sebaiknya diberikan pakan dimana ketika didegradasi

oleh mikroba rumen lebih banyak menghasilkan butirat ataupun propionat.

Butirat dan propionat merupakan hasil akhir fermentasi pakan yang berupa biji-

bijian (konsentrat) oleh mikroba rumen dan bukan merupakan hasil akhir dari
pencernaan hijauan pakan ternak seperti jerami ataupun hijauan kering (hay) yang

biasanya diberikan kepada pedet. Pemberian jerami atau hay dianggap dapat

merangsang perkembangan rumen pedet, sehingga hal tersebut merupakan suatu

kekeliruan. Pada gambar dibawah ini dapat dilihat perbedaan perkembangan

rumen pedet yang diberikan pakan yang berbeda saat umur 4 minggu, 6 minggu, 8

minggu dan 12 minggu. Gambar 8. Perkembangan rumen pada pedet umur 4

minggu
Gambar 8. Perkembangan rumen pada pedet umur 4 minggu

Pakan : susu, bebijian dan hay

Pakan : susu dan hay

Gambar diatas menunjukan pedet yang diberi pakan konsentrat atau pakan

dari biji-bijian sebagai pakan tambahan terhadap rumput kering dan susu dimana
rumen tampak besar dan perkembangan rumen lebih baik serta terdapat papilae

yang cukup banyak pada rumen dibandingkan dengan pedet yang diberikan pakan

hay dan susu saja. Gambar 9. Perkembangan rumen pada pedet umur 6 minggu

Gambar 9. Perkembangan rumen pada pedet umur 6 minggu

Pakan : susu, bebijian dan hay


Pakan : susu dan hay

Rumen pedet yang diberi pakan susu saja terlihat lebih kecil dibanding

pedet yang diberikan susu dan konsentrat (biji-bijian). Sebagai tambahan, pakan

konsentrat memberikan dampak terhadap rumen menjadi lebih gelap dan papilae

berkembang dengan baik dibandingkan pedet yang hanya memperoleh susu.

Sehingga pemberian konsentrat sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan

rumen. Perkembangan rumen yang sehat merupakan suatu hal yang penting bagi

transisi atau perubahan dari sebelum pemamah biak (pre-ruminant) hingga

menjadi hewan pemamah biak (ruminant).

Gambar 10. Epolusi dinding rumen sesuai dengan pakan

Pakan: susu saja Pakan: susu dan hay Pakan :susu dan bebijian

Gambar diatas menunjukan perkembangan rumen dari waktu ke waktu ketika

pedet diberi pakan berbagai campuran antara susu, konsentrat, dan rumput kering.

Rumen yang sehat mempunyai warna yang gelap, yang disebabkan oleh jumlah

jaringan yang meningkat dan pembuluh darah yang besar (vascularisasi) serta
papilae dalam jumlah yang banyak dan terlihat jelas. Gambar 11. Perkembangan

rumen pada pedet umur 8 minggu

Gambar 11. Perkembangan rumen pada pedet umur 8 minggu

Pakan :susu dan bebijian

Pakan : bebijian dan hay

Kedua gambar tersebut menampilkan rumen dan retikulum dengan warna yang

gelap, tetapi jika diperhatikan rumen pada pedet yang diberi pakan hay (hijauan

kering) mempunyai sedikit papillae, papillaenya pendek dan jarang serta dinding

rumennya tipis. Walaupun pedet diberikan konsentrat, namun perkembangan

rumennya tidak baik sebab pemberian hay dapat memenuhi ruang (bulky) rumen

pedet yang ukurannya masih relatif kecil pada umur 8 minggu sehingga

konsentrat yang dapat diberikan terbatas. Gambar 12. Perkembangan rumen pada

pedet umur 12 minggu


Gambar 12. Perkembangan rumen pada pedet umur 12 minggu

Pakan susu, hay, bebijian

Pakan susu Dan hay

Kedua gambar rumen diatas memiliki ukuran yang sama besar, tetapi

perkembangan rumen tidak hanya terbatas pada ukurannya saja. Perhatikan

perbedaan yang jelas pada banyaknya papillae dan panjang papillae diantara
kedua rumen tersebut. Perbedaan juga terlihat pada warna rumen, rumen yang

sehat memiliki warna yang gelap. Sehingga pedet yang diberi susu dan rumput

kering perkembangan rumen yang kurang baik, dengan warna yang terang dan

pertumbuhan papillae sangat kecil Pentingnya pemberian konsentrat didalam

perkembangan rumen akan terlihat nyata pada gambar di bawah ini. Rumen

terlihat lebih berkembang pada pedet berumur 4 minggu dibandingkan pedet

berumur 12 minggu tanpa diberikan konsentrat.


Gambar 13. Perbandingan rumen umur 4 dengan 6 minggu tanpa konsentrat

Umur 4 minggu pakan susu dan bebijian Umur 12 minggu pakan susu dan hay

Umur 6 minggu pakan susu dan bebijian Umur 8 minggu pakan susu dan bebijian

Jika pemberian dilanjutkan sampai 6 atau 8 minggu, maka pertumbuhan

dan perkembangan papillae akan lebih baik. Karena pemberian konsentrat erat

kaitannya dengan perkembangan rumen dan karena secara normal bagian dalam

rumen pedet tidak bisa dilihat, maka pemberian konsentrat dapat digunakan untuk

memperkirakan perkembangan rumen dan sebagai tolak ukur untuk menyapih

pedet. Rumen dikatakan sudah berfungsi, jika pedet sudah mampu dan efisien

memanfaatkan pakan berupa biji-bijian ataupun hijauan untuk memperoleh

protein dan energi yang cukup untuk pertumbuhannya. Pedet tanpa fungsi rumen

yang cukup, pertumbuhannya akan terhambat selama sebulan atau lebih setelah

disapih. Panampang melintang rumen terdiri dari tiga lapisan utama: 1. Lapisan
mucosal, adalah lapisan bagian dalam rumen, perhatikan gambar penampang

rumen. 2. Lapisan otot, berfungsi untuk kontraksi rumen sehingga pakan dapat

bercampur (dikocok). Hal tersebut penting dilakukan untuk menjaga partikel-

partikel makanan dalam suspensi, membuang gas yang dihasilkan selama

pencernaan dan untuk memindahkan bahan pakan yang telah dicerna ke dalam

abomasum. 3. Lapisan bagian luar yang berserat, berfungsi untuk melindungi

keseluruhan organ/ bagian. Dalam ternak ruminansia, perkembangan saluran

pencernaan dibagi menjadi empat tahap (Swenson & Reece, ed. 1993), 1) the new

born phase ( 0 – 24 jam), 2) the preruminat phase (1 hari – 3 minggu), 3) the

transitional phase (3 – 8 minggu), dan 4) preweaning and post weaning phase ( 8

minggu sampai dewasa). Gambar 14. Grafik perubahan proporsi dari lambung

ruminansia (Wardrop dan Combe, 1960).

2.1.2

Anatomi Rumen

Keunggulan ternak ruminansia dari non ruminansia adalah dengan adanya

tempat pencernaan yang komptek pada ternak ruminansia yang disebut rumen.

Rumen adalah suatu ekosistim yang komplek yang dihuni oeh beraneka ragam
mikroba yang anaerob yang keberadaannya sangat banyak tergantung pada pakan

(Preston dan Leng, 1987). Rumen mempunyai empat ruangan, yaitu Rumen,

Retikulum, Omasum dan Abomasum.Rumen dan retikulum dihubungkan dengan

lapisan dari jaringan yang disebut reticulo-rumen fold yang memungkinkan

ingesta dapat berpindah dengan leluasa dari rumen (perut besar) ke retikulum

(perut jala) ataupun sebaliknya.

2.1.2.1 Rumen

a. Letak : rumen terletak di sebelah kiri rongga perut

b. Anatomi : permukaannya dilapisi oleh papilai untuk memperluas

permukaan sehingga dapat meningkatkan penyerapan (Absorpsi)

c. Terdiri dari 4 kantong (saccus)

d. Terbagi menjadi 4 zona.


e. Kondisi : - Kandungan Bahan Kering Isi Rumen 10-15%,

- pH 6.0 – 7,0

- Suhu 38 – 42 oC

- Berat Jenis/BJ 1,022 – 1,055.

- Gas CO2, H2, CH4, N2, O2 , H2S.

- Mikroba (Bakteri, Protozoa, Fungi)

- Anaerob.

f. Fungsi Rumen : - Tempat fermentasi oleh mikroba rumen

- Tempat Absorbsi VFA dan Amonia

- Tempat pencampuran

Gambar 2. Penampang Ruman

Bagian dalam dari reticulo-rumen dibagi dalam bentuk kantong-kantong

(sacs) oleh reticulo-ruminal fold (sekat) dan oleh pillars (tonjolan) yang dibagi

menjadi 5 sacs (kantong), yaitu :

1. Dorsal sac (terbesar)

2. Ventral sac

3. Eramil ventral sac


4. Ventral caudal blind sac

/ 5. Dorsal caudal blind sac

Pillar adalah jaringan otot yang dapat berkontraksi, yang dapat

menyebabkan perpindahan isi reticulo-rumen dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Selain jaringan otot, juga dalam pillar terdapat pembuluh darah dan jaringan

pengikat. Permukaan dalam rumen sendiri tidak halus, tetapi strukturnya ada

tonjolan halus, yang lazim disebut papillae, yang telah banyak dibahas pada bab

sebelumnya. Disepanjang pillar makin jarang terdapat papillae, karena fungsinya

berkontraksi sehingga jika banyak papillae, maka pillar sulit untuk berkontraksi.

Selain itu, isi rumen dibagi dalam 4 zone/phase yaitu :

1. Gas zone : CO2, CH4, bila lebih besar dari gas akan terjadi bloat, tetapi

tergantung rumen ekologi dan keseimbangan fermentasi, umumnya CO2 : 2 – 3 x

CH4.

2. Pad zone : daerah dimana ingesta mengandung kurang cairan, disebut

juga floating fiber.

3. Fluid phase : sangat penting, papillae panjang/banyak, bakteria

mengandung cellulase yang menimbulkan gas.


4. High density phase : daerah dimana umumnya terkumpul bendabenda

yang berat seperti metal (paku), rock (batu-batuan), kawat dan lain-lain.

Terkadang daerah ini bertambah luas tergantung jenis pakan yang diberikan.

2.1.2.2 Retikulum

a. Secara fisik tidak terpisahkan dari rumen

b.Terdapat lipatan-lipatan oesofagus yang merupakan lipatan jaringan yang

langsung dari oesophagus ke omasum.

c. Permukaan dalam : terdaoat papilai menyerupai bentuk sarang lebah (honey

comb) atau jala sehingga disebut perut jala.


d. Fungsi:

-. Tempat fermentasi.

-. Membantu proses fermentasi.

-. Menyebarluaskan pakan ke rumen untuk dicerna (hijauan dan konsentrat ) ke

omasum (cairan dan pakan yang telah dicerna)

-. Absorbsi hasil-hasil fermentasi ( VFA, Amonia, Air dan lainnya).

-. Tempat berkumpilnya benda-benda asing.

-. Membantu proses ruminasi (regurgitasi)

Gambar 3 Penampang Retikulum

2.1.2.3. Omasum

a. Dinding terdiri dari laminae berbentuk lipatan-lipatan longitudinal, seperti

lembaran buku sehinggadisebut perur buku.

b. Fungsinya:

- Lokasi fermentasi

- Mengatur arus ingesta ke abomasum lewat omasal-abomasal orifice.


- Filtering: terutama menyaring partikel yang besar.
-.Grinding/digerus dengan laminaenya.

Gambar 4. Penampang Omasum

2.1.2.4 Abomasum

a. Letak : terletak di dasar perut kanan bawah

b. Bentuknya memanjang

c. Terdapat tonjolan/fold pada bagian dalam.

d. Terbagi menjadi 3 bagian :

- Kardia : sekresi mukus.

- Fundika: sekresi pepsinogen, renin, dan mukus.

- Filorika: sekresi mukus.


e. Fungsi:

- Tempat permulaan pencernaan enzymatis (perut sejati) yaitu pencernaan

protein.
- Mengatur arus digesta dari abomasum ke duodenum

Gambar 5. Penampang Abomasum

Gambar 6. Rumen dan Bagian-bagiannya

2.2 Lingkungan Rumen

Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong

yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba.


Kapasitas rumen pada ternak ruminansia dewasa mencapai 80% dari total

kapasitas perut ruminansia, sedangkan pada ternak ruminansia baru lahir

perkembangan rumen belum sempurna kapasitasnya sekitar 30%. Kondisi dalam

rumen adalah anaerobic. Tekanan osmos pada rumen mirip dengan tekanan

aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38–42 oC, pH dipertahankan

dengan adanya absorbsi asam lemak dan Mekanisme pencernaan memiliki

hubungan erat dengan kontraksi retikulo rumen (rumen) karena berperan dalam

proses pencampuran ingesta serta inokulasi ingesta dengan mikroba (Waghorn

dan Reid 1977). Menurut Bost (1970), kontraksi rumen juga berperan dalam

mendorong partikel partikel pakan serta mikroba memasuki omasum. amonia.

Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH)

rumen yaitu antara 6,0 sampai 6,8. Nilai pH merupakan salah satu faktor

lingkungan yang berperan penting dalam aktivitas mikroorganisme dalam proses

anaerobik. Saliva yang masuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan

membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh

tingginya kadar ion HCO3 dan PO4 (Arora, 1995)

Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna bahan


pakan berserat tinggi serta mengubah nutrien pakan secara fermentatif menjadi

senyawa lain. Kondisi rumen yang anaerob sangat penting artinya dalam proses

fermentasi di rumen dan pada keadaan tersebut mikroba dapat melakukan

berbagai reaksi dan interaksi dengan makanan yang dikonsumsi ternak, untuk

menghasilkan nutrien yang dapat diserap dan selanjutnya dimanfaatkan oleh

ternak. Untuk mencapai pertumbuhan maksimal, kondisi rumen harus memiliki

pH berkisar 5,5 – 7,2 dan suhu antara 38oC – 41oC (Owen dan Goetsch, 1988).

2.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ekosistem Rumen


Ekosistem dalam rumen terdiri dari berbagai mikroorganisme

diantaranya bakteri, protozoa dan fungi. Jumlah bakteri rumen mencapai 1010-
11
. Jumlah protozoa mencapai 105-6. Fungi berjumlah 102-3. Bakteri merupakan

penghuni terbesar didalam rumen. Bakteri tersebut secara garis besar

dikelompokkan menjadi tiga: (1) bakteri hidup bebas dalam cairan rumen yang

jumlahnya lebih kurang 30% dari total bakteri. (2) bakteri yang menempel pada

partikel makanan yang jumlahnya kurang lebih 70% dari total bakteri dan (3)

sebagian kecil kelompok bakteri melekat pada dinding ephitel rumen dan ada juga

dalam jumlah kecil bakteri melekat pada protozoa yaitu yang bersifat

methanogenik (Preston dan Leng, 1987).

Sebagian protozoa memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen

dan mengubah bakteri menjadi protein protozoa (Arora, 1995). Populasi protozoa

dalam rumen sapi yang memakan makanan berserat dan mengandung gula terlarut

yang rendah adalah sangat rendah berkisar 105 /ml, sedangkan pada ternak yang

makanannya mengandung gula atau tepung, populasi protozoa meningkat

mencapai 40 x 105 /ml cairan rumen. Protozoa sangat peka terhadap situasi asam,

bila pH diturunkan maka jumlahnya dalam rumen akan menurun.


Beberapa faktor telah diketahui sebagai kendala terhadap populasi

mikroba rumen. Faktor-faktor tersebut antara lain: suhu, komposisi gas, pengaruh

osmotik dan ionik, keasaman, tersedianya nutrisi dan keluarnya cairan atau

masuknya aliran ke rumen. Lambung ruminansia secara umum dapat dipandang

sebagai wahana yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme karena adanya

faktor:

 ukuran lambung besar

 tersedianya substrat secara kontinyu

 percampuran makanan selalu terjadi


 kontrol terhadap keasaman (pH) lambung dapat dilakukan dengan

melalui buffering action dari saliva serta dinding rumen

 terjadinya pembuangan zat-zat terlarut yang dapat menghambat

proses metabolisme dan adanya pembuangan bahan padat ke bagian saluran

pencernaan lainnya.

Keberdaan mikroorganisme seperti bakteri, protozoa dan fungi di dalam

tidak memiliki jumlah yang statis melainkan mengalami kenaikan dan penurunan

jumlahnya, dalam perkembangan populasinya tersebut mikroorganisme rumen di

pengaruhi oleh beberapa faktor, diantarannya adalah :

 Suhu

Cairan rumen yang baik untuk pertumbuhan, perkembangbiakan, dan

aktivitas bakteri rumen terutama pencerna serat kasar dengan suhu 38° - 41°C

(Fathul,2009) . Pada saat ternak setelah makan , suhu rumen meningkat sampai

dengan 410c terutama selama proses fermentasi terjadi didalam rumen. Sebaliknya

temperatur akan menurun sampai dibawah suhu normal bila ternak minum air

dingin yang akan mempengaruhi populasi mikroba rumen terutama pada spesies

spesies tertentu yang sangat peka yang tidak dapat bertahan hidup pada suhu
diatas 400 C. pH

 Keasaman (pH)

Mikroba rumen dapat dibedakan menjadi 3 kelompok besar, yaitu bakteri,

protozoa, dan fungi. Pergeseran imbangan populasi bakteri dan protozoa

dipengaruhi oleh perubahan pH rumen yang dinamis dan berlangsung secara

terus-menerus (Haryanto,2009).

Nilai pH rumen memegang peranan penting dalam mengatur beberapa

proses dalam rumen, baik mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun

menghasilkan produk berupa VFA dan NH3. Nilai rataan pH rumen yang normal
berada pad kisaran lingkungan antara 6-7, sedangkan kisaran pH yang ideal untuk

pencernaan selulosa antara 6,4-6,8 (Uhi,2005).

Keasaman rumen tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti macam pakan serta waktu setelah makan. Untuk menjaga agar pH rumen

tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya hijauan didalam

ransum dalam proporsi yang memadai (± 40 persen dari total ransum atau dengan

kadar serat kasar sekitar 20 persen) dimana 70 persen dar iserat kasar ini harus

dalam bentuk polisakarida berstruktur untuk dapat merangsang produksi saliva

selama prosesruminasi.

Protozoa rumen sangat sensitif terhadap perubahan pH dan akan mati pada

pH rumen dibawah 5,5. Jamur rumen perkembangbiakannya (zoosporogenesis)

jugaterlambat apabila pH rumen kurang atau diatas 6,5.

 Komposisi Gas dalam Rumen

Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 persen

CO2;26,76-27 persen CH4; 7 persen N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Oksigen

yang masuk kedalam rumen melalui proses menelan akan segera digunakan oleh

bakteri-bakteri fakultatif anaerobic seperti Sterptococcus bovis. Salah satu akibat


dari proses ini adalah redox potensial (EH) didalam rumen akan selalu konstan

dan rendah yaitu berkisar antara -250 mV sampai dengan -450 mV.

Peranan hidrogen dalam proses produksi methana adalah sebagai sumber

elektron, sehingga rendahnya kadar H2didalam rumen merupakan petunjuk

adanya aktivitas menggunakan H2 untuk mengurangi CO2menjadi CH.

Dan meskipun kadar nitrogen didalam rumen sangat rendah, beberapa

jenis bakteri memerlukan unsur N untuk pertumbuhannya. sumber utama nitrogen

untuk bakteri adalah amonia (NH3), peptida dan asam amino dari makanan.
 Komposisi Pakan

Macam hijauan berpengaruh terhadap jumlah dan macam bakteri maupun

protozoa dalam rumen (Rahmadi,2003). Jika ransum basal mengandung serat

kasar tinggi maka bakteri selulolitik akan dominan karena kehadirannya

menentukan terjadinya proses fermentasi selulosa. Sebaliknya protozoa akan

berkurang jumlahnya. Jamur karena sifatnya adalah selulolitik akan meningkat

jumlahnya pada kondisi ini. Keadaan yang sebaliknya akan terjadi jika proporsi

konsentrat meningkat dalam pakan.

 Frekuensi Pemberian Pakan

Dengan meningkatnya frekuensi makan (karena bertambahnya frekuensi

suplai makan) fluktuasi pH rumen akan berkurang. Hal ini akan meningkatkan

populasi mikroba. Peningkatan populasi protozoa dari 1,15 x 106 menjadi 3,14 x

106 telah dilaporkan jika frekuensi pemberian pakan ditingkatkan dari satu kali

menjadi empat kali sehari.

 Antibiotik

Apabila ternak ruminansia diberi obat-obatan seperti antibiotik atau sulfur,

populasi mikroba rumen akan menurun secara drastis. Meskipun penurunan itu
biasanya terbatas pada mikroba yang bersifat patogen, tetapi secara umum obat-

obatan antibiotika mempengaruhi setiap tipe mikroba, terutama apabila antibiotika

tersebut yang mempengaruhi spektrum luas (Rahmadi, 2003).

2.4 Aliran Udara Rumen

Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 % CO2;

26,76-2% CH4; 7% N2 dan sedikit H2S, H2 dan O2. Karena kondisi anaerob

didalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO2 pada

proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi anaerob. Kemudian

tekanan permukaan cairan rumen biasanya diantara 45-59 dynes/cm. Belum


banyak informasi yang diperoleh tentang pengaruh tekanan permukaan terhadap

perubahan populasi mikroba rumen. Namun demikian kasus terjadinya kembung

(bloat) adalah erat kaitannya dengan perubahan tekanan permukaan. Pada

umumnya tekanan osmotik isi rumen adalah hipotonik terhadap tekanan osmosis

darah, akan tetapi akan terjadi fluktuasi sebagai akibat mengkonsumsi pakan.

Osmolalitas isi rumen akan cenderung menjadi hipertonik pada saat beberapa jam

setelah makan, sebaliknya akan menjadi hipotonik setelah minum.

2.5 Jenis Gerakan dan Frekuensi Gerakan Digesta dalam Rumen

Rumen merupakan suatu kantung muskular yang besar terbentang dari

diafragma menuju ke pelvis. Rumen dibagi-bagi lagi menjadi kantong-kantong

oleh pilar-pilar muskular yang dapat dikenali bila dipandang dari luar rumen.

Terdapat 2 macam kontraksi dasar bagi rumen, yaitu kontraksi tipe A da

kontraksi tipe B. kontraksi tipe A dimulai dari kontraksi double reticulum (1),

kemudian disusul oleh kontradiksi dorsal rumen (2) yang dimulai dari muka ke

belakang, kemudian kontraksi saccus ventralis (3). Sementara itu, bagian dorsal

rumen mengalami relaksasi dan akhirnya disusul dengan kontraksi saccus


caudalis (4) sehingga dari kontraksi-kontraksi ini rumen menjadi teraduk.

Frekuensi kontraksi tipe A pada waktu ternak dipuasakan sebanyak 0,9 kali per

menit, pada waktu ruminasi 1,1 kali per menit dan 1,4 kali per menit pada waktu

ternak sedang makan.

Gambar 4. Kontraksi Tipe A dan Tipe B pada Rumen

Tujuan kontraksi tipe A adalah:

1. Mengaduk pakan di dalam rumen

2. Inokulasi oleh mikrobia sehingga aktivitas mikrobia rumen bertambah

3. Laju arus ingesta bertambah

4. Penyerapan oleh mukosa rumen

Kontraksi tipe B dimulai secara sporadis. Arahnya berlawanan dengan

kontraksi tipe A, tetapi retikulum tidak ikut berkontraksi. Kontraksi tipe B ini

dimulai dari posterior ventral blind sacs (1), kemudian disusul dengan kontraksi

posterior dorsal sacs (2) ke anterior sehingga lapisan gas berpindah dari cranial

dorsal yang diakhiri atau diteruskan oleh kontraksi saccus ventralis (3). Dengan

demikian, tujuan dari kontraksi B ini adalah untuk mengeluarkan gas (eruktasi).
Gerak kontraksi rumen-retikulum ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Distensi (derajat ketegangan) sekitar Retieulo-Ruminal Fold (RRF) dan

ventro cranial sacs. Derajat ketegangan antara 4-20 mmHg merangsang

kontraksi, sedang di luar kisaran tersebut dapat menghambat kontraksi.

2. Derajat keasaman (pH), jika pH abomasum kurang dari 2 maka kontraksi

rumen akan bertambah frekuensinya.

3. Kadar glukosa darah. Peristiwa hipoglisemia dapat merangsang kontraksi

rumen

Beberapa hal penting yang erat hubungannya dengan aktivitas rumen adalah:

1. Prehensi
2. Mastikasi

3. Ensalivasi

4. Deglutisi

5. Eruktasi

6. Ruminasi

7. Aktivitas lambung

Prehensi adalah Gerakan pengambilan pakan dari luar masuk ke rongga

mulut untuk dikunyah. Rongga mulut merupakan bagian saluran pencernaan yang

paling kranial, dilengkapi dengan bibir (labia), gigi-geligi (dentes), lidah (lingua),

dan kelenjar air liur (glandula salivales). Labia pada sapi agak kurang

fleksibilitasnya sehingga kurang berfungsi dalam proses pengambilan pakan dan

pemasukan pakan ke dalam mulut (prehensi). Peran pokok bibir sapi hanyalah

untuk menutup mulut. Pertama-tama bahan pakan diambil oleh ternak dengan

bantuan lidah (lingua) dan dimasukkan ke dalam rongga mulut (cavum oris).

Mastikasi adalah makanan dikunyah di dalam rongga mulut (digesti

secara mekanis dan hidrolitis), digesti mekanis dengan cara memotong-motong

dan mengunyah pakan dengan menggunakan gigi-geligi (dentes), digesti hidrolitis


sudah dimulai dalam rongga mulut. Bahan pakan di dalam rongga mulut tersebut

juga dibolak-balik oleh lidah (lingua) dan dicampur dengan air liur (saliva).

Pencampuran pakan dengan saliva ini disebut Ensalivasi.

Setelah mengalami mastikasi dan ensalivasi sehingga menjadi agak lemas,

makanan tersebut ditelan dan masuk ke dalam rumen dan sebagian ke dalam

reticulo-rumen. Peristiwa penelanan pakan ini disebut Deglutasi. Masuknya

pakan ke dalam rumen, tejadi gerakan pengeluaran gas CO2 dan CH4 dari rumen

terdorong keluar lewat esofagus yang biasa disebut eruktasi.

Di dalam rumen, pakan yang sudah agak lemas tersebut akan mengalami

fermentasi oleh mikroba rumen. Hasil fermentasi adalah pemecahan selulosa oleh
dinding sel-sel tanaman, sehingga zat-zat makanan yang tertutup oleh dinding

selulosa akan dapat dicerna oleh ensim-ensim berikutnya, dan makanan itu sendiri

menjadi lebih lunak dan halus (disebut ingesta). Isi retikulo-rumen dicampur aduk

oleh gerakan kontraksi otot. Karena gerakan otot ini pula maka pakan yang agak

padat dan kasar tersebut akan dikembalikan ke rongga mulut. Peristiwa

pengembalian ke dalam rongga mulut ini dinamakan regurgitasi.

Pengunyahan kembali ingesta (Remastikasi), gerakan biasanya lebih lama

daripada mastikasi. Pencampuran ulang dengan saliva (Reinsalivasi). Pada proses

ini, saliva yang dikeluarkan lebih banyak daripada salivasi. Penelanan kembali

pakan langsung ke dalam omasum dan melanjut ke abomasum (Redeglutasi). Di

dalam abomasum, ingesta selanjutnya dicampur dan dihancurkan oleh getah

lambung yang mengandung HCl. Selama di dalam abomasum, ingesta bereaksi

asam dan akan berubah menjadi alkalis ketika berada di dalam intestinum. Di

dalam intestinum, ingesta berturut-turut mengalami perubahan-perubahan lagi

oleh aktivitas enzim-enzim dari pankreas dan dinding usus yang berasal dari

hepar. Zat-zat makanan yang terbentuk mempunyai susunan yang sederhana

sehingga mudah digunakan oleh tubuh hewan. Sebagian besar zat-zat makanan ini
diabsorbsi oleh darah melalui dinding usus kecil dan diedarkan ke seluruh bagian

tubuh, dan sisa pakan berupa feses dikeluarkan melalui anus. Selulose yang

dihasilkan bacteri dan protozoa akan merombak selulosa menjadi asam lemak,

tapi bakteri tidak dapat hidup pada abomasum karena pH-nya sangat rendah, maka

bakteri dicerna untuk mendapatkan protein. Enzim selulose juga berfungsi

menghasilkan gas CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
2.6 Produk Metabolit Hasil Degradasi Digesta dalam Rumen

2.6.1 Fermentasi Karbohidrat

Fermentasi Karbohidrat khususnya selulosa dan pati menyusun sebagian

besar pakan sapi. Baik selulosa maupun pati keduanya tersusun atas rantai glukosa

(gula — 6 karbon), tetapi unit glukosa terikat secara berbeda pada dua komponen

tersebut. Semua ternak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisa

unit glukosa dari pati, dan mereka dapat menggunakan hasil glukosa tersebut

sebagai sumber energi. Ternak tidak menghasilkan enzim yang dapat

menghidrolisa ikatan glukosa dalam selulosa, tetapi ikatan ini dapat dihidrolisa

oleh enzim selulase, suatu enzim yang dihasilkan oleh bakteri rumen dan

mikroflora coecum. Karena itu ruminansia dapat memanfaatkan selulosa dan

sejenisnya sebagai sumber energi setelah difermentasi oleh mikroorganisme

rumen, dimana hal ini tidak terjadi pada ternak monogastrik seperti babi misalnya

(Blakely,1982).

Hampir semua karbohidrat pakan difermentasi oleh mikroorganisme

rumen menjadi volatile fatty acids (VFA) atau asam-asam lemak terbang yang

mempunyai atom C 2, 3, dan 4 mereka adalah asam asetat (C-2), asam propionat
(C-3), dan asam butirat (C-4). Asam-asam ini ditemukan dalam bentuk terionisasi

dalam rumen, sehingga dikenal sebagai asetat, propionat, dan butirat. Asam-asam

yang lain seperti asam formiat (C-1) dan asam valerat (C-5) diproduksi dalam

jumlah yang sedikit. Ransum sapi yang mengandung hijauan dalam proporsi

tinggi dan pakan serat lainnya banyak menghasilkan asetat dalam rumen.

Imbangan antara tiga asam lemak utama apabila sapi diberi pakan utama hijauan :

50 — 65 % acetat : 18 — 25 % propionat : 12 — 20 % butirat. Banyak faktor

dapat mengubah perbandingan ini. Pemberian pakan yang tinggi konsentratnya,

pakan yang digiling, hijauan yang dijadikan pelet, dan pakan yang mengandung

lemak jenuh tinggi cenderung menurunkan produksi asetat dan meningkatkan


propionat. Sering juga terjadi perubahan persentase butirat. Bila terjadi

peningkatan relatif persentase propionat, akan terjadi menurunan kadar lemak

susu, dengan diimbangi peningkatan berat badan sebagai hasil penimbunan lemak

tubuh. Hal ini penting pada proses fattening sapi pada feedlot. Pengaruh ini

menguntungkan untuk penggemukan sapi tetapi merugikan peternak sapi perah

pada kondisi pemasaran seperti saat ini, karena nilai harga susu masih ditekankan

juga pada kadar lemak susu.

2.6.2 Fermentasi Protein

Protein yang masuk kedalam rumen dicerna melalui berbagai variasi cara.

Beberapa protein lepas dari proses fermentasi seluruhnya dan melaju ke

abomasum dan intestinum dimana protein tersebut dicerna menjadi peptida dan

asam amino seperti pada ternak monogastrik. Sebagian besar protein pakan akan

dipecah bakteri rumen menjadi peptida, asam amino dan amonia. Berbagai tipe

mikro-organisme menggunakan komponen ini untuk sintesis sel-sel proteinnya

sendiri. Beberapa mikro-organisme dapat menggunakan hanya peptida atau asam

amino, yang lainnya hanya amonia. Proporsi berbagai tipe mikro-organisme yang

terdapat dalam rumen bervariasi tergantung dari pakan yang dikonsumsi sapi.
Untuk alasan ini, maka apabila mengganti ransum sapi harus dilakukan secara

bertahap untuk memberikan kesempatan perkembangan mikro-organisme yang

sesuai dengan jenis pakan yang diberikan ( Blakely,1982). Adaptasi ini sangat

penting terutama untuk efisiensi penggunaan urea atau NPN. Adaptasi ini

diperkirakan paling lama 3 minggu sebelum pemakaian NPN dikatakan menjadi

efisien.

Rantai karbon dari protein yang di-deaminasi dapat digunakan sebagai

sumber energi melalui fermentasi menjadi VFA oleh mikro-organisme. Amonia

dari deaminasi digunakan oleh mikro-organisme untuk sintesis protein, dan

sebagian amonia diubah menjadi urea di hati. Sejumlah urea mengalami resiklus
ke rumen lewat saliva dan kelebihannya dikeluarkan melalui urine (Rasyid,1996).

Protein yang diproteksi (dengan melapisi formalin) melewati rumen tanpa

mengalami pemecahan oleh mikrobia rumen. Protein yang diproteksi tersebut

akan meningkatkan jumlah protein pakan by pass (melewati rumen) dan langsung

masuk kedalam abomasum sebagai intact protein. Protein by pass ini hanya

penting dan perlu dilakukan apabila dibutuhkan jumlah protein yang sangat tinggi

untuk sapi perah dengan produksi tinggi pada awal laktasi.

2.6.3 Fermentasi Lipida

Banyak lipida (lemak) yang masuk kedalam rumen dihidrogenasi oleh

mikro-organisme rumen. Beberapa lemak dimetabolisme dan digunakan untuk

keperluan mikro-organisme sendiri. Hidrolisis triglycerida menjadi asam-asam

lemak dan glycerol juga terjadi dalam rumen. Pada prinsipnya glycerol

difermentasi menjadi propionat tetapi asam lemak rantai panjang dapat melaju ke

intestinum untuk dicerna.

Walaupun lemak hanya dibutuhkan dalam proporsi kecil dalam ransum

sapi, kelebihan lemak ada hubungannya dengan fungsi normal rumen. Kadar

lemak yang tinggi khususnya lemak jenuh, diketahui menurunkan kadar lemak
susu dan menurunkan apetite (nafsu makan) sapi (Rasyid,1996). Dua persen dari

total bahan kering ransum sapi dalam bentuk lemak kasar cukup untuk sapi perah,

dan ini sudah secara otomatis tercukupi dalam ransum normal sapi perah.

2.5.4 Produk Lain Mikroba Rumen

Selain tersebut diatas mikrobia rumen mampu juga mensintesis semua

vitamin B-kompleks yang dikenal dan vitamin K untuk digunakan oleh sapi

(Rasyid,1996). Vitamin C dibuat dalam jaringan tubuh sapi, sehingga dalam

menyusun ransum sapi tidak perlu memperhitungkan sumber vitamin-vitamin

tersebut.
Seperti telah diuraikan diatas bahwa setelah mikro-organisme rumen

makan dari pakan sapi selama tinggal dalam reticulo-rumen sapi dan mengalami

perkembang-biakan, akhirnya sebagian mikrobia tersebut terbawa bersama aliran

digesta menuju abomasum dan intestinum untuk dicerna sebagai bahan pakan

sapi. Tanpa adanya symbiose-mutualistik tersebut, sapi tidak akan mampu hidup

dari pakan hijauan yang berserat kasar tinggi.


III

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan materi di atas, maka dapat disimpulkan:

1. Saat fase non ruminansia, makanan yang dimakan oleh pedet atau cempe

berupa susu langsung masuk ke abomasum. Peristiwa ini terjadi sampai

ternak mencapai fase transisi (0-3 minggu), seiring perkembangan rumen

dari fase non ruminansia ke fase transisi, mikroorganisme yang ada di

dalam rumen ikut tumbuh dan berkembang.

2. Secara umum lingkungan dan kondisi dalam rumen adalah anaerobik,

temperatur dalam rumen adalah 38-42oC, dan pH pada 6,0 – 7,0.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi ekosistem rumen adalah suhu,

keasaman, komposisi gas dalam rumen, komposisi pakan, frekuensi

pemberian pakan, antibiotik dan aliran udara rumen.

4. Terdapat 2 macam kontraksi dasar bagi rumen, yaitu kontraksi tipe A da

kontraksi tipe B. Gerak kontraksi rumen-retikulum ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu distensi (derajat ketegangan), derajat keasaman


(pH), dan kadar glukosa darah.

5. Produk metabolik rumen adalah hasil dari fermentasi karbohidrat,

fermentasi protein, fermentasi lipida dan fermentasi protein.


DAFTAR PUSTAKA

Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Cetakan Kedua.


Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press.
Baldwin, R. L., VI, and K. R. McLeod. 2000. Glucose oxidation by isolated steer
duodenal enterocytes in vitro. Pages 217–220 in Energy Metabolism of
Farm Animals; Proceedings of the 15th Symposium on Energy Metabolism.
A. Chwalibog and K. Jakobsen, eds. Snekkersten, Denmark.
Blakely, J and D.H.Bade. 1991. Ilmu peternakan(terjemahan). Edisi ke -4. Gadjah
Mada University Press; Yogyakarta.
Blakely dan Bade. 1982. Microbiology of The Rumen and Instetine. Prentice Hall:
New Jersey.
Bost, J. 1970. Omasal physiology. In: Physiology of digestion and metabolism in
the ruminant, Phillipson, A. T. ed., Newcastle-upon-Tyne, Oriel Press.
52-65.
Fathul, Farida Dan Sitt Wajizah. 2010.Penambahan Mikromineral Mn Dan Cu
Dalam Ransum Terhadap Aktivitas Biofermentasi Rumen Domba Secara In
Vitro. JITV. 15(1): 9-15
Haryanto, Budi. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalamsistem Integrasi
Tanaman-Ternak Bebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi
Daging.Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(3) : 163-176
Owen, F. N., Goetsch, A. L. 1988. Ruminal Fermentation. Dalam: The Ruminant
Animal: Digestive Physiology and Nutrition. Church. New Jersey: Prentice
Hall
Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with
Available Resources in The Tropics. Penambul Books. Armidale.
Quigley, J. 1997. Rumen Bacteria in Calves. http://www.calfnotes.com
Quigley, J. 1997. Development of the Rumen Epithelium.
htttp://www.calfnotes.com
Rahmadi,Didik,Dkk., 2003. Ruminologi Dasar Jurusan Nutrisi Dan Makanan
Ternak. Semarang : Universitas Diponegoro
Rasyid, G., A. B. Sudarmadji, dan Sriyana. 1996. Pencernaan Hewan Pemamah
Biak. Karangploso. Malang.
Uhi, H.T., A. Parakkasi Dan B. Haryanto. 2005. Pengaruh Suplemen Katalitik
Terhadap Karakteristik Dan Populasi Mikroba Rumen Domba. Media
Peternakan. 29(1): 20-26
Waghorn, G. C., and Reid, C. S. W. 1977. Rumen motility in sheep and cattle as
affected by feeds and feeding. Proceedings on the New Zealand Society of
Animal Production, 37, 176-181.

Anda mungkin juga menyukai