Anda di halaman 1dari 88

88

BAB 3

ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI SIKLUS KONVERSI

PT. MULIA KNITTING FACTORY

(STUDI KASUS PERENCANAAN PRODUKSI ) YANG BERJALAN

3.1. Gambaran Umum

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

Sejarah awal berdirinya PT. Mulia Knitting Factory adalah merupakan

perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan dengan akte notaris Mr. Rd.

Soedja No. 230, tanggal 30 Juli 1955 dan ditetapkan melalui Menteri Kehakiman

No.3A5/118/22 pada tanggal 28 Desember 1955. Kemudian diberitakan dalam Berita

Negara No.27 Tahun 1956, yang berkali-kali diubah, ditambah dan terakhir dengan Akte

Notaris Henk Limanov No 16 Tanggal 11 Januari 1984.

PT Mulia Knitting Factory pada awalnya didirikan pada tanggal 30 September

1955, perusahaan ini didirikan Bapak Phan Wan Shit dan Raden Udjer. Lokasi awal

berdirinya perusahaan ini hingga tahun 1981, berlokasi di Jalan Aipda K.K. Tubun No.6

Jakarta Barat. Sejalan dengan waktu dan perkembangan perusahaan, kemudian pada

tahun 1982 lokasi perusahaan dan plant pabrik dan juga kantor berpindah lokasi ke Jalan

Daan Mogot KM 16, Jakarta Barat dengan luas ± 8300m² hingga saat ini dengan

perluasan bangunan terus menerus.

PT Mulia Knitting Factory merupakan sebuah perusahaan keluarga yang

bergerak didalam bidang insdustri tekstil perajutan di Indonesia dan merupakan yang

tertua di Indonesia. Pada awalnya bidang inti usaha perusahaan adalah knitting factory,
89

tetapi sejalan dengan perkembangannya, perusahaan dalam proses produksinya

menjangkau tingkat terintegrasi mulai dari proses perajutan (knitting), pemutihan

(bleaching), pencelupan dan penyempurnaan (finishing) hingga finishing di pakaian jadi

(garment).

Tahun 1967 bisnis perusahaan dijabat oleh putranya, yaitu Bapak Max Mulyadi

Supangkat dengan istrinya Ibu Surya Sutedja, lalu kemudian pada tahun 1979 dijabat

hingga saat ini putra sulungnya, Bapak Henry S Supangkat yang melanjutkan dengan

mengembangkan bisnis perusahaan. Saat ini Bapak Henry S Supangkat menjabat

sebagai direktur utama (CEO) PT Mulia Knitting Factory, dimana Bapak Henry S

Supangkat merupakan generasi ketiga yang mengelola bisnis keluarga ini. Digenerasi

keempat, saat ini perusahaan dikelola oleh kedua anaknya Hanan Supangkat yang

membenahi sistem distribusi dan operasi perusahaan dan Yvonne Supangkat yang

membantu bidang keuangan finansial dan juga merancang infrastruktur teknologi

informasi perusahaan

Pada tahun 1979, perusahaan mendapat bantuan modal untuk mengadakan

perluasan dalam bidang produksi dan pemasarannya. Bantuan ini tidak lepas daripada

bantuan pemerintah yang berupa bantuan kredit dari Bank Negara Indonesia 1946

(BNI’46). Dan dalam tahun itu pulalah, dengan peningkatan mutu produk yang dapat

bersaing sejajar dengan produk garmen dari Hongkong, Taiwan dan Korea, perusahaan

mencoba untuk memasuki pasar luar negeri yaitu Swedia, Perancis, Jerman dan juga

Rumania dengan mencoba menerapkan ISO 9001 dibagian garmen ekspor sebagai

langkah awal untuk menembus pasar dunia. Alhasil usaha-usaha yang telah dilakukan

memberikan hasil yang tidak mengecewakan serta memberikan gambaran


90

perkembangan masa depan yang lebih cerah bagi pengembangan PT Mulia Knitting

Factory.

Pada tahun 1977-1998, PT Mulia Knitting Factory mengalami kesulitan

membangun pasar dalam negeri (lokal) sebagai akibat dari merosotnya nilai mata uang

rupiah. Yang akhirnya pada saat itu PT Mulai Knitting Factory mulai mencoba untuk

mengalihkan perhatian ke pasar ekspor, seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat.

Maka mulainya diekspor produk celana dalam pria dan produk garmen jadi ke Amerika

Serikat seperti Jessy Benny, Boss, Tommy Hilfiger, Polo Ralph Lauren, Osh Kosh, Brue

33, Lee dan Calvin Klein. Pasar ekspor ini didapatkan melalui buying house di

Hongkong dan Taiwan.

Pada awal mulanya perusahaan hanya memperkerjakan 183 orang karyawan

tetapi kini sudah tercatat 1200 orang karyawan tetap dan subkontrak yang bekerja baik

itu di plant pabrik maupun kantor, sehingga tampak, PT. Mulia Knitting Factory dengan

padatnya modal namun juga padat karya yang secara otomatis menjadi asset nasional

dan juga membuka lapangan kerja luas bagi masyarakat sekitar dan Indonesia.

3.1.2 Perkembangan Perusahaan

Pada awal mula berdirinya, fokus awal perusahaan adalah bergerak dalam usaha

pemintalan kapas hingga menjadi benang (spinning) dan juga merajut benang menjadi

kain grey (knitting). Tetapi dengan sejalan perkembangan jaman dan dorongan untuk

mengembangkan usaha, maka perusahaan mulai melebarkan ruang lingkup produksinya

dengan membagi perusahaan menjadi tiga divisi dimana terdiri dari perajutan (knitting),
91

pencelupan (dyeing), dan garmen. Kemudian perusahaan semakin berkembang dengan

melakukan ekspansi bisnis dengan membangun proses manufaktur tekstil terpadu.

Dalam masa ekspansif ini, bisnis Mulia Knitting Factory berkembang pesat dan dapat

dikatakan PT Mulia Knitting Factory merupakan salah satu produsen pakaian dalam pria

terbesar di tanah air dengan menguasai pasar sekitar 35 %.

PT Mulia Knitting Factory mempunyai suatu misi yaitu untuk menyediakan

produk-produk dengan kualitas terbaik kepada pelangggannya. PT Mulia Knitting

Factory mempunyai beberapa pasar untuk memasarkan produknya yaitu pasar domestik

(untuk produksi pakaian dalam khususnya merek “Rider” dan “Swan”), pesanan

pemerintah dan pasar ekspor ke Amerika dan Kanada (Osh Kosh, Lee, Antigua, Tommy

Hilfiger, Phillip Van Heusen, Boss, Polo Kids dan lainnya), Eropa (Celio) dan Asia

(Decade).

3.1.3 Misi Perusahaan

“Menyediakan produk berkualitas kepada konsumen”

3.1.4. Distributor Utama PT Mulia Knitting Factory

Dibawah ini merupakan distributor-distributor area utama dari PT Mulia Knitting

disertai dengan wilayah-wilayah yang dibawahinya.

‐ PT Trans Nusantara Sejati

Kalimantan Barat, Jabotabek


92

‐ PT Mulia Harapan Sentosa

Jawa Timur, Bali, Lombok, Kalimantan kecuali Kalimantan Barat, Papua,

Sulawesi

‐ PT Mulia Prima Sentosa

Sumatera Utara (Padang, Pekanbaru, Batam), Aceh

‐ PT Mulia Megah Sentosa

Sumatera Selatan (Bengkulu, Palembang, Lampung)

‐ PT Inti Jaya

Jawa Tengah

3.1.5. Struktur Organisasi

PT Mulia Knitting Factory merupakan Perseroan Terbatas, karena kepemilikan

sahamnya hanya diperuntukan bagi orang-orang dekat (keluarga) pendiri perusahaan

saja dan tertutup bagi pengusaha luar maupun sekitarnya. Kedudukan tertinggi

perusahaan berada ditangan dewan komisaris dan perusahaan di bagi menjadi lima

fungsional atau departemen yang masing-masing dipimpin oleh seorang manajer.


93

DEWAN KOMISARIS

DIREKSI

SEKRETARIS
HUMAS
PERUSAHAAN

MANAJER MANAJER MANAJER MANAJER


MANAJER HRD
PERSONALIA KEUANGAN PEMASARAN PRODUKSI

BAGIAN BAGIAN BAGIAN


PPIC
PERSONALIA PEMBUKUAN PEMBELIAN

BAGIAN BAGIAN
BAGIAN UMUM BAGIAN KNITTING
PEMBENDAHARAAN PENJUALAN

BAGIAN BAGIAN GUDANG


KALKULASI DAN BAGIAN BDF
ANGGARAN TRANSPORTASI

BAGIAN
GARMENT

BAGIAN
PEMERIKSAAN
DAN PERBAIKAN

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT Mulia Knitting Factory


Sumber : PT Mulia Knitting Factory
94

Berikut adalah tugas dan wewenang masing-masing bagian dalam struktur

organisasi yaitu sebagai berikut :

1. Dewan Komisaris

Merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dijabat oleh Dewan Komisaris akan

memiliki kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan direksi serta

mengawasi direksi dalam mengelola perusahaan

2. Direksi (Direktur Utama)

Merupakan bagian yang melakukan perumusan kebijakan-kebijakan dan

rencana-rencana usaha (strategis) yang akan diambil perusahaan. Selain itu

direksi juga berwenang untuk menjalankan roda perusahaan, memutuskan

persoalan penting dan mengawasi bagian-bagian dalam perusahaan. Dalam

menjalankan seluruh tugasnya sehari-hari, Direktur Utama dibantu oleh seorang

sekretaris, yang bertugas untuk membantu dalam mengawasi bagian-bagian yang

berada dibawah tanggung jawabnya.

Tugas dan tanggung jawab serta wewenang seorang direksi adalah

• Menjalankan roda perusahaan

• Memutuskan persoalan penting

• Mengawasi masing-masing bagian dalam perusahaan

3. Humas (Hubungan Masyarakat)

Merupakan bagian yang menjadi juru bicara direksi dalam hubungannya dengan

pihak luar perusahaan seperti masyarakat sekitar ataupun instansi-instansi baik


95

swasta ataupun pemerintah. Bagian ini juga menjalin hubungan baik dnegan

perusahaan-perusahaan lain baik lokal maupun internasional

4. Manajer Personalia dan Umum

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian personalia dan umum.

Membawahi kepala bagian personalia dan kepala bagian umum. Bertugas

melakukan pengaturan dan pengawasan tugas para karyawan dan memberikan

laporan baik bulanan ataupun tahunan yang diminta oleh direksi.

5. Manajer Pemasaran

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian pemasaran. Membawahi

kepala bagian gudang dan transportasi, kepala bagian penjualan dan kepala

bagian pembelian. Bertugas menyusun strategi pemasaran dan mengkoordinir

seluruh program kegiatan penjualan dan pembelian, serta memberikan laporan

bulanan ataupun tahunan yang diminta oleh direksi

6. Manajer Keuangan

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian keuangan. Membawahi

kepala bagian kalkulasi anggaran, kepala bagian bendahara, dan kepala bagian

pembukuan. Bertanggung jawab atas pengawasan serta analisa keadaan

keuangan perusahaan dan memberikan laporan baik bulanan ataupun tahunan

yang diminta oleh direksi berkaitan dengan bagiannya.


96

7. Manajer Produksi dan Teknik

Merupakan orang yang bertanggung jawab atas bagian produksi dan teknik.

Membawahi kepala bagian perencanaan produksi, kepala bagian perajutan,

kepala bagian Bleaching, Dyeing dan Finishing, kepala bagian garmen, kepala

bagian pemeriksaan dan perbaikan. Bertugas melakukan pengawasan terhadap

proses produksi secara keseluruhan mulai dari perajutan sampai pada packaging

produk dan memastikan proses produksi telah berjalan sesuai dengan rencana

produksi serta memberikan laporan yang diminta oleh direksi berkaitan dengan

bagiannya.

8. Kepala Bagian Personalia

Suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani masalah personalia

(tenaga kerja). Bagian ini berwenang untuk mengatur pelaksanaan masalah tata

usaha atau kepegawaian dan pembayaran gaji atau upah, mencari tenaga kerja

baru apabila dibutuhkan, dan bertanggungjawab atas penerimaan dan

penempatan pegawai. Mencakup administrasi karyawan (pengurusan cuti, dan

lainnya), pembinaan karyawan baru dan rekrutmen karyawan.

9. Kepala Bagian Umum

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani

masalah umum. Bagian ini berwenang untuk mengatur administrasi dan

pekerjaan umum seperti masalah keamanan, kebersihan, sopir, poliklinik dan

perawatan bangunan
97

10. Kepala bagian Pembelian

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani

pembelian bahan baku untuk produksi. Bertanggung jawab atas pembelian dan

pengadaan bahan-bahan baku, bahan pembantu dan bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan produksi maupun nonproduksi serta berkewajiban membuat

laporan pembelian bulanan untuk dilaporkan kepada direksi.

11. Kepala bagian penjualan

Merupakan suatu bagian yang membantu tugas direksi dalam menangani

masalah pemasaran produk. Bertanggung jawab atas penjualan atau pemasaran

dari hasil produksi serta pembuatan laporan penjualan untuk dilaporkan kepada

direksi.

12. Kepala Bagian Gudang dan Transportasi

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

pemasaran produk jadi. Bertanggung jawab atas penerimaan, penyimpanan

barang digudang sampai pada pengiriman barang jadi kepada pelanggan.

13. Kepala Bagian Kalkulasi Anggaran

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk menyusun kalkulasi harga

pokok produksi dan menyusun anggaran pembelian barang untuk keperluan

produksi dan lainnya.


98

14. Kepala Bagian Bendahara

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk menyediakan dana untuk

semua anggaran dan bertanggung jawab atas pembayaran hutang kepada kreditur

dan penerimaan pembayaran piutang maupun sumber kas lainnya.

15. Kepala Bagian Pembukuan (Accounting)

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

keuangan perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan pembukuan arus

kas masuk dan keluar (laporan keuangan) perusahaan

16. Kepala bagian perencanaan produksi (PPIC)

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan

perencanaan tahapan-tahapan produksi suatu produk

17. Kepala Bagian Perajutan

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab produksi hasil

rajutan (knitting) benang menjadi sebuah kain hasil rajutan yang siap untuk

tahapan produksi selanjutnya.


99

18. Kepala Bagian BDF

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

teknis proses produksi dalam perusahan. Bertanggung jawab akan tahap

penyelesaian akan suatu produk kain yang meliputi proses bleaching

(pembersihan kain hasil rajutan dari kotoran seperti lilin), dyeing (pewarnaan

kain hasil rajutan sesuai pesanan), dan finishing (proses untuk membuat kain

hingga siap diolah termasuk stenter atau pembelahan kain hasil rajutan)

19. Kepala Bagian Garmen

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk

memproduksi kain hasil rajutan hingga menjadi produk jadi seperti celana dalam,

kaus oblong dan kaus singlet.

20. Kepala Bagian Pemeriksaan dan Perawatan

Merupakan suatu bagian yang membantu manajer dalam menangani masalah

teknis proses produksi dalam perusahaan. Bertanggung jawab untuk melakukan

pemeriksaan dan perbaikan dari mesin-mesin produksi yang digunakan.


100

3.2. Proses Produksi dan Prosedur yang Sedang Berjalan

3.2.1 Proses Produksi

PT Mulia Knitting Factory merupakan sebuah perusahaan garmen yang sekaligus

merangkap sebagai perusahaan tekstil. Perusahaan ini mengelola benang menjadi kain

jadi yang dapat langsung di jual ke buyer ataupun juga mengelolanya lagi menjadi

produk jadi berupa pakaian dalam dan baju. Jenis kain yang dihasilkan berupa single

knit, interlock, lacoster, Rib 1x1, rib 2 x1, rib 2x2, rib 5x2

Jenis-jenis pakaian dalam yang dihasilkan berupa singlet pria dan celana dalam

pria dengan berbagai macam ukuran, model dan warna. Merek yang digunakan oleh

perusahaan untuk memasarkan produksinya adalah Rider dan Swan. Sedangkan baju

yang dihasilkan sebagian besar untuk permintaan pelanggan luar negeri (untuk

kebutuhan ekspor)

3.2.1.1. Bagian Garmen

Bagian garmen merupakan bagian lantai produksi yang melakukan kegiatan

produksi akhir dari kain menjadi pakaian. Produk yang dihasilkan berupa baju, baju

dalam, dan celana dalam. Target pasar penjualan produk ini berasal dari segala usia,

mulai dari anak-anak sampai dewasa. Pada bagian garmen terdapat 2 subbagian yaitu :

1. Garmen Lokal

Pada subbagian garmen lokal melakukan kegiatan yang khusus memproduksi

pakaian yang didistribusikan hanya untuk melayani permintaan dalam negeri.

Produk-produk yang dihasilkan umumnya merupakan pakaian dalam, singlet


101

maupun celana dalam. Barang-barang hasil produksi tersebut dijual dengan

nama produk “RIDER”.

Untuk produksi pakaian dalam “RIDER” sendiri, sampai saat ini telah terdapat

67 jenis pakaian dalam yang diperuntukkan bagi mereka yang berumur 5-8

tahun, 20-35 tahun dan 35 tahun ke atas. Sebagian dari produk-produk tersebut

sudah menggunakan anti bacteria yakni suatu terobosan terbaru yang

ditambahkan pada pakaian saat pencucian kain yang membuat produk tersebut

tahan terhadap pertumbuhan jamur selama pemakaian, melindungi dari polusi

udara dan iritasi kulit

Beberapa produk yang dihasilkan untuk pasar lokal

a. R 123 B (singlet Rider)

b. R 125 B (celana dalam Rider)

c. R 224 B (kaos dalam Rider)

d. R 232 B (kaos dalam Rider)

e. S 123 B (singlet Swan)

f. S 125 B (celana dalam Swan)

b. Garmen ekspor

Merupakan bagian yang proses produksinya menghasilkan baju atau kaos untuk

memenuhi permintaan dari pasar luar negeri (ekspor) dan hanya sebagian kecil

untuk pasar lokal.


102

Proses produksi pada garmen lokal dan garmen ekspor pada umumnya adalah

sama. Proses produksi dilakukan mulai dari pemotongan kain, penjahitan dan terakhir

adalah packing, secara umum diuraikan sebagai berikut :

a. Cutting

Pada bagian cutting terdapat beberapa proses yang dilakukan pada kain

sebelum di lakukan penjahitan. Pertama- tama, kain akan digelar untuk

dilakukan penggambaran pola. Tujuan penggelaran kain dengan maksud

untuk merapikan kain dan menyusun kain dalam bentuk tumpukan sehingga

memudahkan dalam pemotongan. Pergelaran kain dilakukan di meja panjang

yang telah tersedia dan menggelarkan kira-kira sebanyak 6 roll kain. Setelah

itu dilakukan pengukuran terhadap kain agar dengan panjang kain tersebut

dapat dibagi lagi. Setelah kain digelar, maka dilakukan penggambaran pola

berdasarkan bentuk pola yang disediakan. Setelah itu, kain akan dipotong-

potong per pola, yang selanjutnya dikirim ke work station pemotongan. Pada

work station pemotongan, pemotongan kain dilakukan menggunakan mesin

potong ataupun mesin potong manual (menggunakan tangan), operator yang

menjalankan mesin tersebut harus menggunakan pengamanan pada tangan

berupa sarung besi. Setelah dilakukan pemotongan, kain hasil pemotongan

akan diikat per satu kartu premi

b. Sewing

Pada bagian sewing terdapat beberapa proses yang dibedakan berdasarkan

mesinnya. Mesin-mesin yang digunakan terbagi dalam beberapa kelompok


103

mesin dan dapat digunakan untuk penjahitan semua produk pakaian dengan

urutan proses yang berbeda pada masing-masing produk. Masing-masing

mesin di operasikan oleh satu orang operator. Oleh karena itu, pada bagian

sewing memerlukan banyak operator untuk masing-masing mesin. Barang

jadi hasil penjahitan akan dilakukan pengecekan di bagian quality control

dan diikat per satuan premi sebelum dikirim ke bagian packing.

c. Packing

Pada bagian packing, barang jadi akan disetrika sebelum dilipat dan dikemas.

Mesin setrika digunakan untuk menyetrika singlet dalam ukuran kecil.

Selain itu untuk ukuran besar digunakan setrika tangan. Setrika tersebut

menggunakan uap, dengan tujuan untuk merapikan dan menghilangkan debu

dan kotoran serta mematikan kuman pada pakaian. Setelah itu pakaian

dilipat dan dimasukkan ke dalam kemasan yang telah ditempel dengan

barcode dan size. Kemasan yang digunakan berupa kemasan plastik dan

kardus. Produk dengan kemasan plastik akan dipacking per satuan kardus

per lusin. Sedangkan untuk produk dengan kemasan kardus akan dipacking

per satuan plastik per lusin. Dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kardus

besar dan setelah itu siap untuk didistribusikan. Pada bagian ini juga terdapat

quality control untuk menginspeksi sebelum dilakukan packing.


104

Untuk mendukung proses produksi di bagian garmen digunakan mesin-mesin

sebagai berikut :

• Mesin cutting

• Mesin merk

• Mesin obras

• Mesin som

• Mesin bis

• Mesin bartek

• Mesin haso

• Mesin cuci

• Setrika

3.2.1.2. Quality Control

Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi dan

penjagaan/perawatan dari suatu tingkatan/derajat kualitas produk/proses yang

dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai,

inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif jika diperlukan. PT Mulia Knittting

Factory merupakan salah satu perusahaan yang melakukan quality control pada setiap

proses produksinya mulai dari perajutan di bagian knitting sampai pada packing di

bagian garmen. Pada bagian garmen, quality control dilakukan pada subbagian. Pada
105

subbagian cutting, quality control dilakukan pada saat kain digelar di meja panjang.

Penggelaran kain dilakukan sambil mencari defect pada potongan kain yang dijahit.

Apabila ditemukannya defect maka akan dipisahkan untuk dilakukan proses perbaikan.

Selain itu juga akan dilakukan proses pengecekan size dari produk, dalam ukuran S,M,

dan L. Setelah proses sewing, selanjutnya dilakukan proses quality control pada bagian

sewing akan dilakukan pengecekan seperti memotong kelebihan benang/kain, mengecek

ulang ukuran dan pengecekan noda. Selanjutnya untuk finishing, akan dilakukan

pengecekan secara total, dan apabila tidak ada defect, produk siap dipacking. Defect

yang terjadi pada garmen ada yang dapat di rework dan ada yang tidak, tergantung pada

jenis defect yang terjadi. Jenis defect secara garis besar dikategorikan sebagai berikut:

• Defect akibat bolong, produk cacat tidak dapat do rework, namun dapat

dijual sebagai produk BS dengan harga yang lebih murah

• Defect akibat kotor atau bernoda, produk cacat dapat dibersihkan dengan

menggunakan mesin pada bagian tersendiri di dalam lantai produksi di

garmen.

• Defect akibat salah jahit, produk cacat dapat dirework. Produk cacat

tersebut akan dibongkar jahitannya dan akan dijahit kembali.


106

3.2.2. Prosedur yang Sedang Berjalan

3.2.2.1. Prosedur Memulai Produksi

Berdasarkan data penjualan tiga tahun terakhir dari bagian marketing akan di

sesuaikan kembali oleh PPIC dan ditambahkan dengan perkiraan promosi yang akan di

lakukan tahun depan, PPIC membuat grand planning yang kemudian akan di cek dan di

setujui oleh COO. Grand Planning yang telah disetujui akan diberikan kepada bagian

garmen. Bagian garmen akan membuat production planning berdasarkan grand

planning yang telah diberikan PPIC. Production Planning berisi detail jumlah produk

yang akan di produksi per ukurannya.

Setelah membuat production planning, bagian garmen akan menginformasikan

kebutuhan bahan selama sebulan kepada PPIC untuk menentukan kapasitas mesin di

bagian knitting dan berapa jumlah benang yang dibutuhkan. Jika kebutuhan kain di

bagian knitting tidak mencukupi, maka bagian garmen akan mengeluarkan Order Sheet

sebagai permohonan pembuatan kain ke bagian knitting. Setelah selesai dirajut, bagian

knitting akan mengirimkan bahan ke bagian Bleaching dan Finishing beserta surat jalan.

Bagian garmen akan mengeluarkan Order Sheet ke bagian Bleaching dan Finishing

untuk meminta pengerjaan pencelupan sesuai dengan nomor Order Sheet yang telah

dikerjakan oleh bagian knitting.

Kain yang telah selesai dicelup dan finishing langsung diantar ke bagian garmen

beserta surat jalan. Di bagian garmen, kain yang telah di antar akan di cek terlebih

dahulu sebelum di gelar di mesin gelar. Bila terdapat defect, maka akan diberi tanda

oleh bagian quality control. Setelah itu kain digelar di mesin gelar dan digambar pola.
107

Kain yang sudah digambar pola segera dipotong per kotak sebelum di potong sesuai

bentuk pola singlet. Selesai di potong, kain dan kartu premi di kirim ke bagian sewing.

Selesai di jahit, barang akan dikirim ke bagian finishing dengan kartu premi. Pada

bagian finishing, barang akan dicek kembali. Jika ada defect yang berhubungan dengan

jahitan dan dapat dirework maka akan di kembalikan ke bagian sewing. Defect akibat

noda akan di cuci sedangkan defect yang tidak dapat dirework akan dipisahkan san

dijual dengan harga yang lebih murah.

Bagian finishing akan meminta aksesoris ke bagian gudang apabila stok

aksesoris dibagian finishing mencapai limit. Bagian finishing akan mengirimkan orang

untuk mengambil aksesoris di gudang aksesoris. Bagian gudang akan mengeluarkan

aksesoris dan surat jalan. Setelah selesai di packing, barang di kirim ke gudang barang

jadi beserta surat jalan.

Setiap kepala bagian akan melaporkan hasil produksi dan pemakaian bahan

kepada bagian garmen lokal. Dari laporan-laporan tersebut akan dibuatkan laporan hasil

produksi dan pemakaian bahan secara keseluruhan kemudian diserahkan pada bagian

akuntansi untuk perhitungan biaya produksi.

3.2.2.2. Prosedur Pengadaan Bahan

Bagian gudang aksesoris setiap minggunya akan memberikan laporan stok

aksesoris ke bagian garmen. Bagian garmen akan mengecek stok apakah stok yang ada

cukup untuk produksi saat itu. Bila tidak mencukupi, maka bagian garmen akan

membuat permohonan pembelian kepada bagian purchasing. Dari permohonan


108

pembelian tersebut akan dibuat purchase order rangkap empat. yang kemudian

diberikan ke bagian garmen untuk di cek dan ditandatangani. Purchase order yang

sudah ditandatangani oleh bagian garmen akan diserahkan ke direksi untuk di setujui.

Persetujuan yang diperlukan tergantung jumlah purchasing yang dilakukan. Setelah di

setujui direksi, bagian purchasing akan mengirimkan purchase order ke supplier melalui

fax.

Barang yang datang dari supplier akan dicek oleh gudang bersama dengan

purchase order yang diberikan oleh purchasing. Barang yang masuk kemudian dicatat

dalam laporan penerimaan barang dan diberikan kepada bagian purchasing dan

accounting.

3.2.2.3. Prosedur Perhitungan Biaya Produksi

Laporan biaya produksi akan dibuat oleh bagian accounting berdasarkan laporan

produksi dan pemakaian bahan bagian garmen lokal, laporan pemakaian bahan dan

laporan biaya tenaga kerja bulanan yang diperoleh dari bagian bendahara.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada flowchart diagram dan rich picture

prosedur penjualan kredit, retur barang dan penagihan yang berjalan berikut ini
109

PPIC

Mulai

Membuat
Grand
Planning

2
Grand Planning 1

Memberikan
Grand
Planning ke
COO untuk
disetujui

2
Grand Planning 1

Gambar 3.2. Flowchart Diagram PPIC


110

Bagian Garmen
111
112

Laporan Stok
Aksesoris Per
Minggu

Mengecek
Stok Aksesoris
dengan Plan
Production

Membuat
Stok
TIDAK Permohonan
Mencukupi?
Pembelian

YA

2
selesai Permohonan 1
Pembelian

9
N

Gambar 3.3 Flowchart Bagian Garmen


113

Bagian Knitting

OS 2

Melakukan
Produksi

Membuat
Surat Jalan

Bersama Barang

2
Surat Jalan 1

Gudang Buffer

Gambar 3.4 Flowchart Bagian Knitting


114

Bagian Bleaching dan Finishing

OS 3

Mengambil
barang
digudang
buffer

Melakukan
Proses
Produksi

Membuat
Surat Jalan

2
Surat Jalan 1

Gambar 3.5 Flowchart Bagian Bleaching dan Finishing


115

Gudang Aksesoris

6 7

Nota Pengeluaran 2
Barang
Daftar aksesoris

Mencatat
stok

Menyiapkan
barang

Membuat
Laporan Stok
Membuat Aksesoris
Nota Mingguan
Pengeluaran
Barang

Bersama barang
Laporan stok
aksesoris
mingguan
4
3
2
Nota Pengeluaran 1
Barang
8

kurir

7
Garment
116

Gudang Aksesoris

Gambar 3.6 Flowchart Bagian Gudang Aksesoris


117

Bagian Purchasing

Gambar 3.7 Flowchart Bagian Purchasing


118

Bagian Payroll

Gambar 3.8 Flowchart Bagian Payroll


119

Bagian Accounting

5 11

Laporan Biaya
Laporan
Pemakaian Tenaga
Produksi
Bahan Kerja

Laporan Harga
Pokok Produksi

Melaporkan
kepada COO
dan CFO

Selesai

Gambar 3.9 Flowchart Bagian Accounting


120

Gambar 3.10 Rich Picture Proses Bisnis Berjalan-Overview


121

Gambar 3.11 Rich Picture Proses Produksi Singlet Rider R123B


122

$
$
Gambar 3.12 Rich Picture Prosedur Pengadaan Bahan
123

Gambar 3.13 Rich Picture Prosedur Pelaporan Biaya Produksi


124

3.2.3. Fungsi-Fungsi Terkait

Fungsi-fungsi yang terkait dengan sistem perhitungan harga pokok produksi

adalah sebagai berikut :

1. Bagian Garmen, merupakan fungsi yang mengawali terjadinya produksi

suatu barang, bagian produksi bertugas menentukan berapa banyak bahan-

bahan yang diperlukan untuk suatu produk dan menentukan berapa banyak

unit produksi yang akan diproduksi dalam periode tertentu .

2. COO, merupakan fungsi yang mengotorisasi grand planning serta mengecek

laporan biaya produksi suatu produk

3. Bagian purchasing merupakan fungsi yang memberikan informasi harga-

harga bahan yang akan digunakan dalam perhitungan harga pokok produksi.

4. Bagian Payroll, merupakan fungsi yang memberikan laporan biaya tenaga

kerja yang digunakan untuk perhitungan harga pokok produksi

5. Bagian Finance, merupakan fungsi yang melakukan pembayaran-

pembayaran biaya nonproduksi yang digunakan untuk menghitung biaya

overhead pabrik pada perhitungan harga pokok produksi.

6. Bagian Accounting, merupakan fungsi yang melakukan perhitungan harga

pokok produksi dan mencatat jurnal-jurnal dari transaksi yang dilakukan oleh

perusahaan
125

3.2.4. Formulir dan Laporan Pada Sistem yang Berjalan

1. Grand Planning

Grand planning dikeluarkan oleh PPIC berdasarkan data penjualan tiga tahun

terakhir dan perkiraan promosi tahun mendatang. Grand Planning terdiri

dari rencana produksi perbulan dalam setahun, hari kerja, jenis produk dan

total produksi dalam setahun.

2. Plan Production

Setelah menerima Grand Planning dari PPIC, bagian garmen akan membuat

Production planning. Total produksi pada grand planning akan dipecah

menjadi total produksi untuk setiap ukuran setiap jenis produk. Production

planning juga digunakan untuk mengecek kecukupan stok aksesoris untuk

produksi yang telah ditentukan

3. Order Sheet

Order Sheet merupakan surat permohonan pengerjaan bahan yang

dikeluarkan oleh bagian garmen. Order sheet akan dibuat 3 rangkap dan

didistribusikan kepada bagian knitting dan Bleaching Finishing. Oleh bagian

knitting digunakan untuk menghitung benang yang diperlukan. Bagian

Bleaching Finishing menggunakan Order Sheet untuk menentukan jumlah

obat pewarna dan meminta barang dari knitting untuk dikerjakan.


126

4. Permintaan Pembelian

Formulir yang digunakan bagian Garmen ketika stok bahan di gudang tidak

mencukupi untuk produksi yang direncanakan.

5. Purchase Order

Formulir yang dikeluarkan oleh bagian Purchasing ketika menerima

permintaan pembelian dari bagian Garmen. Formulir ini akan dikirim ke

supplier untuk pemesanan bahan dan di distribusikan ke gudang untuk

mengecek penerimaan bahan dari supplier, bagian finance untuk pembayaran

dan bagian accounting untuk mencatat pembayaran kepada supplier

6. Nota Penerimaan Bahan

Formulir ini digunakan oleh bagian gudang untuk mencatat setiap pengiriman

bahan dari supplier setelah bahan dicek dengan purchase order

7. Nota Pengeluaran Bahan

Formulir ini dikeluarkan oleh bagian gudang setiap ada pengambilan dari

bagian garmen. Formulir ini diberikan kepada karyawan garmen yang datang

mengambil bahan dan kepada bagian garmen untuk mengecek bahan yang

diterima.
127

8. Laporan Pemakaian Bahan

Laporan pemakaian bahan mencatat jenis dan jumlah bahan-bahan yang

digunakan untuk memproduksi satu jenis produk. Perhitungan dan

pencatatan pemakaian bahan dilakukan setiap hari.

9. Laporan Biaya Tenaga Kerja

Data absensi yang diperoleh personalia kemudian dicek dengan laporan dari

setiap kepala bagian. Daftar kehadiran tersebut akan menjadi dasar

perhitungan gaji tenaga kerja oleh bagian bendahara. Setiap bulannya bagian

bendahara akan menyusun laporan biaya tenaga kerja dan didistribusikan ke

bagian akuntansi.

3.3 Perhitungan Harga Pokok Produksi

3.3.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan

PT Mulia Knitting Factory memiliki divisi tekstil dan garmen. Divisi garmen

sendiri terbagi menjadi dua yaitu garmen lokal dan garmen ekspor. Divisi garmen lokal

memproduksi enam jenis produk yang dipasarkan ke seluruh daerah di Indonesia.

Penulis mengambil produk singlet Rider R123B karena produk ini adalah produk yang

memiliki tingkat produksi paling tinggi di perusahaan dan memiliki pangsa pasar

terbesar diantara produk-produk lainnya.


128

Berikut ini adalah laporan harga pokok produksi PT Mulia Knitting Factory Ltd

yang penulis peroleh dari perusahaan tersebut :

Tabel 3.1. Tabel Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B
Menurut Perusahaan
Jumlah Biaya Per Lusin Total Per Lusin
Keterangan
Pemakaian (Rp) (Rp)
Bahan baku 0.9 kg 62.010 55.809
Aksesoris 4.528
Upah 4.182
Biaya Overhead Pabrik :
Listrik 907
Solar/Gas 1.262
Pemeliharaan 237
Limbah 24
Gaji dan Kesejahteraan 284
Penyusutan 947
Biaya Lain-Lain 47

Total Overhead Pabrik 3.708


Total Biaya 68.227
Biaya Kantor
(6% dari total) 4.094
Harga Pokok Produksi 72.321
Sumber : PT Mulia Knitting Factory

Penulis mendapatkan data harga pokok produksi dimana setiap komponen biaya

sudah dialokasikan untuk setiap lusin. PT Mulia Knitting Factory memproduksi

beberapa jenis produk pakaian dalam pria, dan dalam penelitian ini penulis mengambil

produk singlet Rider R123B karena memiliki pangsa pasar terbesar dan jumlah produksi

tertinggi diantara produk lainnya.

Perhitungan biaya bahan baku pada PT Mulia Knitting langsung menggunakan

standar penggunaan bahan untuk produksi satu lusin singlet. Pada perhitungan biaya
129

tenaga kerja, PT Mulia Knitting Factory menjumlahkan gaji tenaga kerja dengan

tunjangan hari raya dan dialokasikan langsung per satu lusin produk. PT Mulia Knitting

tidak menggunakan tarif overhead dimuka. Alokasi biaya overhead pabrik PT Mulia

Knitting Factory berdasarkan total biaya overhead dibagi dengan persentase jumlah

produksi singlet Rider dengan produk yang lain. PT Mulia Knitting Factory juga

membebankan biaya operasi kantor dalam perhitungan harga pokok produksi sebesar

6%. Biaya- biaya tersebut antara lain : overhead kantor, listrik kantor, PBB, asuransi,

staf bulanan, PAM, telepon dan alat tulis kantor.

3.3.2 Analisis Temuan Survey

Perhitungan harga pokok produksi pada PT Mulia Knitting tidak menggunakan

metode process costing walaupun proses produksi dilakukan secara terus menerus.

Perusahaan tidak melakukan perhitungan unit ekuivalen dan berasumsi barang dalam

proses serta persediaan sama dengan nol karena merupakan bagian dari perencanaan

produksi, memasuki masa libur natal dan tahun baru sehingga tenaga kerja diliburkan

oleh pihak perusahaan, dan perusahaan memasuki masa tutup buku. Dengan kondisi-

kondisi tersebut, PT Mulia Knitting tidak melakukan produksi sehingga tidak ada

persediaan awal dan persediaan akhir. Persediaan pada PT Mulia Knitting Factory

adalah kain sehingga persediaan bukan persediaan yang mudah rusak atau usang.

Dengan tidak adanya persediaan awal dan persediaan akhir menyebabkan tidak adanya

unit ekuivalen. Berdasarkan data harga pokok produksi yang diperoleh, penulis tidak

dapat mengetahui secara tepat pengalokasian biaya yang dilakukan oleh PT Mulia

Knitting Factory. PT Mulia Knitting Factory juga tidak menentukan tarif overhead
130

dimuka. Menurut penulis, divisi garmen lokal terdiri dari tiga departemen produksi yaitu

departemen pemotongan, departemen jahit dan departemen pengepakan serta

departemen pendukung seperti polybag, pemeliharaan dan administrasi produksi.

Pada PT Mulia Knitting Factory penulis menemukan beberapa pengklasifikasian

dan perhitungan biaya yang kurang tepat seperti :

1. Pembebanan biaya aksesoris tidak diklasifikasikan sebagai biaya overhead

pabrik

2. Biaya kantor dimasukkan dalam perhitungan harga pokok produksi yang

seharusnya biaya operasi dan nonmanufaktur

Dalam mengklasifikasikan biaya dan menghitung biaya produksi, harus

berdasarkan pusat biaya dan harus memiliki kriteria yang jelas sehingga informasi biaya

yang dihasilkan adalah informasi akurat. Apabila klasifikasi biaya dan perhitungan

biaya produksi tidak dilaksanakan dengan tepat dan benar maka akan mengakibatkan

hasil produksi menjadi kurang akurat. Selain itu dengan tidak memperhitungkan adanya

departemen pendukung, perusahaan terdapat kemungkinan memperlakukan jasa ini

seakan-akan gratis. Dengan adanya pengalokasian biaya yang tepat terutama yang

berhubungan dengan departemen pendukung, perusahaan juga dapat menilai kinerja

departemen pendukung.

Disarankan oleh penulis, PT Mulia Knitting Factory perlu melakukan

penelusuran atas klasifikasi dan perhitungan biaya produksi. Kemudian dilakukan

penilaian dan perbaikan atas klasifikasi dan perhitungan biaya produksi yang telah
131

dilaksanakan perusahaan tersebut, dengan melihat apakah klasifikasi tersebut telah

dilaksanakan dengan benar berdasarkan pusat biaya dan apakah cara perhitungan telah

dilaksanakan dengan tepat dan benar.

3.3.3 Evaluasi Atas Klasifikasi Biaya Produksi

Klasifikasi dan perhitungan harga pokok produksi memiliki peranan yang sangat

penting dalam pengikhtisaran data biaya. Timbulnya informasi biaya kurang akurat

biasanya disebabkan oleh klasifikasi biaya yang tidak tepat dan tidak berdasarkan pusat

biaya. Metode perhitungan biaya produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan juga

dapat mengakibatkan perhitungan biaya menjadi tidak akurat, jika perusahaan salah

dalam menerapkan metode perhitungan tersebut.

PT Mulia Knitting Factory mengklasifikasikan biaya produksi menjadi beberapa

unsur yaitu :

1. Biaya Bahan Baku

Pada perhitungan harga pokok produksi PT Mulia Knitting, bahan baku yang

dihitung adalah kain rib 2 x1. Perusahaan menggunakan jumlah bahan baku

yang sudah ditetapkan awal untuk memproduksi satu lusin singlet yaitu 0.9 kg.

Kemudian mengalikan berat bahan dengan biaya bahan per kg.


132

Menurut penulis, bahan baku untuk singlet Rider R123B terbagi menjadi :

a. Bahan baku langsung

Bahan baku langsung yang terdapat pada proses produksi singlet Rider

R123B adalah kain rib 2 x 1 dan kain bis. Kain rib 2 x 1 adalah bahan baku

yang terdapat pada departemen pemotongan. Sedangkan kain bis digunakan

pada departemen jahit untuk menyambung bagian lengan singlet.

b. Bahan baku penolong

Pada departemen jahit, bahan baku penolong berupa merek dan benang.

Benang yang digunakan ada beberapa jenis yaitu benang putih, benang nilon

dan benang sutra.

2. Aksesoris

PT Mulia Knitting Factory mengakui aksesoris sebagai biaya yang terpisah dari

bahan baku maupun biaya overhead pabrik. Menurut penulis, aksesoris

termasuk dalam biaya overhead karena merupakan bahan penolong yang

digunakan dalam departemen jahit dan pengepakan. Aksesoris yang dimaksud

adalah benang, merek, layer, polybag, lakban Rider, bawahan, dan tutupan.

3. Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja pada PT Mulia Knitting Factory adalah biaya tenaga kerja

langsung beserta tunjangan hari raya. PT Mulia Knitting Factory menggunakan


133

tarif Upah Minimal Regional sesuai dengan ketentuan pemerintah yaitu Rp

1.170.000.

Menurut penulis pengklasifikasian biaya tenaga kerja PT Mulia Knitting Factory

sudah tepat karena biaya yang dibayar oleh perusahaan adalah gaji tenaga kerja

yang terlibat langsung dengan produksi.

4. Biaya Overhead Pabrik

PT Mulia Knitting Factory tidak menghitung tarif overhead dimuka. Perusahaan

menghitung biaya overhead pabrik dengan cara menjumlahkan biaya overhead

pabrik yang diakui kemudian mengalikan persentase produksi singlet terhadap

produksi produk lainnya. Tidak adanya tarif overhead dimuka dapat

mengakibatkan ketidakakuratan dalam alokasi biaya overhead pabrik. Hal

tersebut menjadi lebih sulit karena perusahaan tidak mendapatkan informasi

biaya yang tepat.

Berikut ini akan dibahas perhitungan biaya produksi PT Mulia Knitting Factory :
134

Tabel 3.2 Biaya Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Sebelum dan Sesudah
Direklasifikasi
Keterangan Jumlah Biaya Reklasifikasi Selisih
Menurut Menurut (Rp)
Perusahaan Penulis (Rp/Per
(Rp/Per Lusin) Lusin)
Bahan Baku 55.809 55.809 0
Aksesoris 4.528 0 4.528
(dipindahkan ke
biaya overhead
pabrik)
Upah 4.182 4.182 0
Overhead Pabrik :
Aksesoris 0 4.528 4.528
Listrik 907 907 0
Solar/Gas 1.262 0 1.262
Pemeliharaan 237 237 0
Limbah 24 0 24
Gaji dan Kesejahteraan 284 284 0
Penyusutan 947 947 0
Biaya Lain-Lain 47 47 0
Total Biaya Overhead Pabrik 3.708 6.950 3.242
Biaya Kantor 4.094 0 4.094
(tidak termasuk
dalam biaya
produksi)
Total Biaya Produksi/Lusin Rp 72.321 Rp 66.941 Rp 5.380
Diolah oleh : Penulis

Dari data di atas terdapat biaya dari divisi tekstil yaitu biaya solar/gas sebesar Rp

1.262 per lusin dan biaya limbah sebesar Rp 24 per lusin. Menurut penulis biaya-biaya

tersebut seharusnya tidak termasuk biaya produksi singlet atau tidak menjadi biaya

produksi di divisi garmen. Biaya kantor seharusnya menjadi biaya produksi tetapi biaya

operasi. Dengan demikian selisih ini dapat menekan harga lebih rendah.
135

3.3.4 Evaluasi Perhitungan Harga Pokok Produksi

Proses produksi pada divisi garmen lokal PT Mulia Knitting Factory adalah

process costing namun pencatatan dan perhitungan harga pokok produksinya tidak

menurut metode process costing. Perusahaan tidak mencatat data barang dalam proses

dan persediaan sehingga tidak terdapat perhitungan unit ekuivalen. Metode penentuan

harga pokok produksi yang diterapkan oleh PT Mulia Knitting Factory adalah metode

penentuan harga pokok produksi penuh (full costing), karena dalam menghitung harga

pokok produksi, perusahaan harus memasukkan semua unsur biaya produksi yang terdiri

dari bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Untuk lebih memperjelas perbedaan biaya produksi menurut perusahaan dan

menurut analisis penulis mengenai reklasifikasi biaya dapat dilihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Reklasifikasi Biaya Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B
Keterangan Perusahaan Reklasifikasi
(menurut penulis)
Bahan baku Biaya Bahan Baku
Langsung
Aksesoris Biaya Bahan Biaya Overhead Pabrik
Upah Tenaga Kerja Langsung
Listrik Biaya Overhead Pabrik
Solar/Gas Biaya Overhead Pabrik Tidak termasuk biaya
produksi singlet
Pemeliharaan Biaya Overhead Pabrik
Limbah Biaya Overhead Pabrik Tidak termasuk biaya
produksi singlet
Gaji dan Kesejahteraan Biaya Overhead Pabrik
Penyusutan Biaya Overhead Pabrik
Biaya Lain-Lain Biaya Overhead Pabrik
Biaya Kantor Biaya Kantor Biaya Operasi
Diolah oleh : Penulis
136

Berikut ini adalah perhitungan harga pokok produksi setelah dianalisa oleh

penulis dengan laporan harga pokok produksi singlet Rider R123B yang telah

ditampilkan sebelumnya :

Tabel 3.4 Laporan Harga Pokok Produksi Singlet Rider R123B Menurut Penulis
Jumlah Biaya Per
Total Per Lusin
Keterangan Pemakaian Per Lusin
(Rp)
Lusin (Rp)
Bahan Baku 0.9 kg 62.010 55.809
Upah 4.182
Biaya Overhead Pabrik :
Aksesoris 4.528
Listrik 907
Pemeliharaan 237
Gaji dan Kesejahteraan 284
Penyusutan 947
Biaya Lain-Lain 47

Total Biaya Overhead Pabrik 6.950


Harga Pokok Produksi 66.941
Diolah oleh : Penulis

Dari data di atas, pembebanan biaya bahan baku dan tenaga kerja menurut

penulis sudah tepat, sedangkan pada biaya overhead terdapat pembebanan yang kurang

tepat. Hal ini dapat penulis jelaskan sebagai berikut :

a. Biaya Listrik

Biaya listrik sebesar Rp 907 per lusin dibebankan ke biaya overhead pabrik.

Biaya ini adalah biaya yang digunakan untuk keperluan pabrik.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena biaya listrik

yang terjadi untuk menunjang proses produksi dan bukan merupakan

keperluan kantor.
137

b. Biaya Solar/Gas

Perusahaan membebankan biaya solar/gas sebesar Rp 1262 per lusin ke biaya

overhead pabrik. Biaya solar/gas ini dikeluarkan oleh pabrik untuk divisi

tekstil.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena solar/gas

digunakan pada proses produksi yang lain, bukan pada proses produksi pada

divisi garmen. Biaya ini harus dipindahkan dari divisi garmen lokal ke divisi

tekstil. Berikut jurnal untuk perpindahan biaya :

Divisi Tekstil Rp 1.262

Divisi Garmen Lokal Rp 1.262

c. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan sebesar Rp 237 per lusin dibebankan pada biaya

overhead pabrik. Biaya ini adalah biaya pemeliharaan mesin dan pabrik.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena pemeliharaan

yang dilakukan untuk keperluan pabrik.

d. Biaya Limbah

Biaya limbah sebesar Rp 24 per lusin dibebankan pada biaya overhead

pabrik. Limbah yang dimaksud disini adalah penanganan air limbah

produksi tekstil.
138

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena produksi

singlet tidak berkaitan dengan air limbah produksi tekstil. Biaya ini harus

dipindahkan dari divisi garmen lokal ke divisi tekstil. Berikut jurnal

perpindahan biaya :

Divisi Tekstil Rp 24

Divisi Garmen Lokal Rp 24

e. Biaya Gaji dan Kesejahteraan

Perusahaan membebankan biaya gaji dan kesejahteraan sebesar Rp 284 per

lusin pada biaya overhead pabrik. Biaya ini berkaitan dengan tenaga kerja

tidak langsung seperti mandor dan staf bulanan sertajaminan sosial tenaga

kerja pada PT Mulia Knitting Factory.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena jaminan

sosial tenaga kerja juga berkaitan dengan tenaga kerja di pabrik.

f. Biaya Penyusutan

Perusahaan membebankan biaya penyusutan sebesar Rp 947 per lusin ke

biaya overhead. Biaya penyusutan yang dimaksud disini adalah penyusutan

mesin yang digunakan dalam proses produksi.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini sudah tepat karena biaya

penyusutan mesin yang terjadi untuk menunjang proses produksi


139

g. Biaya Lain-lain

Perusahaan membebankan biaya lain-lain sebesar Rp 47 per lusin pada biaya

overhead pabrik. Biaya lain-lain yang dimaksud adalah pengeluaran yang

dilakukan oleh pabrik dalam jumlah kecil.

Menurut penulis klasifikasi biaya ini sudah tepat karena merupakan

pengeluaran yang berkaitan dengan proses produksi.

h. Biaya Kantor

Perusahaan membebankan biaya kantor sebesar 6 % dari total biaya produksi

ke dalam biaya produk. Biaya kantor tersebut antara lain overhead kantor,

listrik kantor, Pajak Bumi dan Bangunan, asuransi, air, gaji staf bulanan,

telepon dan alat tulis kantor.

Menurut penulis, pengklasifikasian biaya ini tidak tepat karena biaya ini

termasuk biaya operasi bukan biaya produksi.

Dari perhitungan harga pokok produksi dan penjelasan diatas dapat dilihat

adanya perbedaan perhitungan harga pokok produksi sebelum dan sesudah reklasifikasi

menurut perusahaan dan penulis. Dibawah ini adalah tabel yang menunjukkan adanya

perbedaan antara harga pokok produksi sebelum dan sesudah reklasifikasi.


140

Tabel 3.5 Perhitungan Harga Pokok Produksi Per Lusin Singlet Rider R123B Sebelum
dan Sesudah Reklasifikasi
Keterangan Perusahaan Reklasifikasi Selisih
(Rp) (Menurut Penulis)
(Rp)
Bahan Baku 55.809 55.809
Aksesoris 4.528 0 4.528
Upah 4.182 4.182

Biaya Overhead 3.708 6.950 3.242


Pabrik
Total 68.227 66.941 1.286
Biaya Non 4.094 0 4.094
Manufaktur
(6% dari total)
Harga Pokok Rp 72.321 Rp 66.941 Rp 5.380
Produksi Per Lusin
Diolah oleh : Penulis

Dari data biaya produksi diatas menunjukkan bahwa pengklasifikasian biaya

produksi yang kurang tepat mengakibatkan perhitungan harga pokok produksi menjadi

tidak akurat. Hal ini dapat dilihat dari total biaya produksi yang dihitung perusahaan

adalah sebesar Rp 72.321 per lusin. Setelah dilakukan reklasifikasi, total biaya produksi

menjadi Rp 66.941 per lusin dengan selisih sebesar Rp 5.380. Selisih ini terjadi karena

perusahaan tidak membebankan aksesoris ke overhead dan membebankan biaya

solar/gas pada biaya overhead pabrik. Perusahaan juga membebankan biaya operasi

pada biaya produksi. Harga pokok produksi juga mempengaruhi harga jual, semakin

tinggi harga pokok produksi maka semakin tinggi juga harga jual.
141

3.4 Harga Jual

3.4.1 Penetapan Harga Jual

Penetapan harga jual PT Mulia Knitting Factory ditetapkan pada awal produksi.

Berdasarkan estimasi harga pokok produksi tahun sebelumnya dengan menggunakan

pendekatan metode absorting costing. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis

dari pihak perusahaan, mark up adalah sebesar 22 % dan belum termasuk 10 % pajak

pertambahan nilai. Penentuan jumlah persentase ini karena produk singlet Rider R123B

ini adalah untuk dapat menutupi biaya operasi dan mendapatkan laba bagi perusahaan.

Disamping itu produk ini adalah barang yang bersifat tahan lama dan diminati para

pelanggan khususnya kaum lelaki, dengan jumlah penduduk Republik Indonesia yang

semakin meningkat.

Perhitungan penetapan harga jual dihitung dari harga pokok produksi menurut

penulis ditambah biaya operasi.

Bahan baku Rp 55.809


Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 4.182
Biaya Overhead Pabrik Rp 6.950 +
Harga Pokok Produksi per lusin Rp 66.941
Biaya Operasi 4.094 +
Total biaya Rp 71.035 per lusin

Berdasarkan informasi perusahaan mark up sebesar 22% dari biaya produksi,

maka harga jual singlet Rider R123B adalah (22 % x Rp 71.035) + Rp 71.035 = Rp
142

86.663 ditambah pajak 10 % menjadi Rp 95.350 per lusin. Jika dihitung per unit maka

harga jualnya adalah Rp 95.350/12 = Rp 7.950 per buah.

Jumlah besaran uang diterima perusahaan relatif kecil tetapi di PT Mulia

Knitting Factory dalam setahunnya dapat memproduksi sebesar 431.000 lusin atau

5.172.000 buah dengan nilai sebesar Rp 30.616.085.000

3.4.2 Evaluasi Penetapan Harga Jual

Salah satu fungsi dari penetapan harga pokok produksi adalah sebagai dasar

penilaian atas penetapan harga jual. Penilaian atas penetapan ini berguna bagi

manajemen dalam pengambilan keputusan rutin maupun keputusan strategik.

Salah satu ukuran yang digunakan dalam menilai penetapan harga jual adalah

dengan melihat presentase margin perusahaan. Hal ini bertujuan sebagai dasar analisa

dan pertimbangan bagi pihak manajemen.

Perusahaan menentukan harga jual produk sebesar Rp 97.000 per lusin. Menurut

penulis, harga tersebut terlalu tinggi karena setelah dilakukan reklasifikasi terjadi

penurunan biaya produksi. Penulis menyarankan agar harga jual tersebut diturunkan

sebesar 4% untuk berjaga-jaga dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu,

mengantisipasi kenaikan ataupun penurunan harga bahan dan dapat bersaing dalam

industri sejenis dengan merk-merk seperti Hings, GT Man, Swan, Crocodile dan lainnya.

Perhitungan kenaikan harga jual tersebut adalah seperti dibawah ini :


143

Tabel 3.6 Reklasifikasi Harga Jual Produk Singlet Rider R123B


Harga Jual Per Harga Jual Per Selisih
Lusin Menurut Lusin Menurut (Rp)
Perusahaan Penulis Dengan
Dengan Mark Up Penurunan 4 %
22 % (Rp)
(Rp)
Harga Jual Per Lusin Rp 97.000 Rp 92.200 Rp 4.800
Unit 431.000 lusin 431.000 lusin
Penjualan Rp 41.807.000.000 Rp 39.738.200.000 Rp 2.068.800.000
Diolah oleh : Penulis

Dari tabel di atas terlihat penulis melakukan penurunan harga jual sebesar Rp

4.800 atau sebesar 4%. Hal ini disarankan oleh penulis karena perusahaan

membebankan biaya produksi lebih tinggi dari seharusnya. Biaya produksi yang terlalu

tinggi disebabkan oleh pembebanan biaya overhead yang terlalu tinggi dari seharusnya.

Biaya overhead yang terlalu tinggi disebabkan biaya yang seharusnya tidak dibebankan

ke overhead pabrik tetapi oleh perusahaan dibebankan ke overhead pabrik, seperti biaya

solar/gas, biaya limbah dan biaya operasi.

3.5 Perhitungan dan Analisis Titik Impas

Keberhasilan atau kegagalan perusahaan untuk mencapai target penjualan akan

berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan perusahaan didalam mencapai tujuan

akhir perusahaan yaitu memperoleh laba optimal, bahkan kegagalan mencapai target

penjualan dapat mengakibatkan kerugian perusahaan. Oleh karena itu, perlu sekali bagi

perusahaan untuk mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dicapai agar

perusahaan agar tidak mengalami kerugian.


144

Biaya overhead pabrik dapat diklasifikasikan menurut tingkah laku biaya yaitu

biaya tetap dan biaya variabel. Penulis sudah mengklasifikasikan informasi biaya

produksi dari kunjungan survey. Berikut adalah pengklasifikasian biaya tetap dan biaya

variabel pabrik yang dapat dilihat pada tabel 3.7 :

Tabel 3.7 Pengklasifikasian Sifat Biaya Pada Laporan Harga Pokok Produksi Per Lusin
Singlet Rider R123B
Keterangan Total Per Lusin (Rp) Sifat Biaya
Bahan Baku 55.809 Biaya Variabel
Upah 4.182 Biaya Variabel
Biaya Overhead Pabrik :
Aksesoris 4.528 Biaya Variabel
Biaya Listrik Tetap 2 Biaya Tetap
Biaya Listrik Variabel 905 Biaya Variabel
Pemeliharaan 237 Biaya Tetap
Gaji dan Kesejahteraan 284 Biaya Tetap
Penyusutan 947 Biaya Tetap
Biaya Lain-Lain 47 Biaya Tetap
Diolah oleh : Penulis

Tabel 3.8 Perhitungan Biaya Variabel Per Lusin Singlet Rider R123B
Keterangan Total Per Lusin Total Per Lusin (Rp)
(Rp)
Bahan Baku 55.809 55.809
Upah 4.182 4.182
Biaya Overhead Pabrik Variabel :
Aksesoris 4.528
Biaya Listrik Variabel 905
Total Biaya Overhead Pabrik Variabel 5.433
Total Biaya Variabel Per Lusin 65.424
Diolah oleh : Penulis

Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis dari PT Mulia Knitting Factory,

biaya tetap dalam setahun untuk memproduksi singlet Rider R123B sebesar Rp

2.841.316.944 dan biaya variabel per lusin adalah Rp 65.424.


145

Berikut adalah perhitungan titik impas singlet Rider R123B harga jual menurut

perusahaan:

1. Total Produksi Dalam Setahun 431.000 lusin

2. Total Biaya Tetap Rp 2.841.316.944

3. Biaya Variabel per unit Rp 65.424

4. Harga Produk/Lusin Rp 97.000

Titik Impas dalam unit = Total Biaya Tetap


(Harga Jual – Biaya Variabel Per unit)
= 2.841.316.944
(97.000 – 65.424)
= 2.841.316.944
31.576

= 89.984 lusin (pembulatan oleh penulis)

Titik impas dalam Rupiah = Total Biaya Tetap


1 – Biaya Variabel Per Unit
Harga Per unit
= 2.841.316.944
1 – 65.424/97.000
= 2.841.316.944
1 – 0,67
= Rp 8.728.393.196
146

Berikut adalah perhitungan titik impas singlet Rider R123B dengan harga jual

menurut penulis:

1. Total Produksi Dalam Setahun 431.000 lusin

2. Total Biaya Tetap Rp 2.841.316.944

3. Biaya Variabel per unit Rp 65.424

4. Harga Produk/Lusin Rp 92.200

Titik Impas dalam unit = Total Biaya Tetap


(Harga Jual – Biaya Variabel Per unit)
= 2.841.316.944
(92.200 – 65.424)
= 2.841.316.944
26.776

= 106.115 lusin (pembulatan oleh penulis)

Titik impas dalam Rupiah = Total Biaya Tetap


1 – Biaya Variabel Per Unit
Harga Per unit
= 2.841.316.944
1 – 65.424/92.200
= 2.841.316.944
1 – 0,71
= Rp 9.797.644.634
147

Berikut adalah perhitungan laba menurut perusahaan :


Laba = Pendapatan – Total Biaya

Laba = (Total Produksi dalam setahun x harga jual menurut perusahaan) – {Biaya tetap

+ (Biaya variabel/per lusin x total produksi)}

Laba = (431.000 x 97.000) – {2.841.316.944 + (65.424 x 431.000)}

Laba = 41.807.000.000 – {2.841.316.944 + 28.197.744.000}

Laba = 41.807.000.000 – 31.039.060.944

Laba menurut perusahaan = Rp 10.767.939.056

Berikut adalah perhitungan laba menurut penulis :


Laba = Pendapatan – Total Biaya

Laba = (Total Produksi dalam setahun x harga jual menurut penulis) – {Biaya tetap +

(Biaya variabel/per lusin x total produksi)}

Laba = (431.000 x 92.200) – {2.841.316.944 + (65.424 x 431.000)}

Laba = 39.738.200.000 – {2.841.316.944 + 28.197.744.000}

Laba = 39.738.200.000 – 31.039.060.944

Laba menurut penulis = Rp 8.699.139.056


148

Pendapatan/Biaya (dalam Rupiah) TR1

BEP Menurut Penulis TR2 *A *B


BEP Menurut Perusahaan TC

9.797.644.634

8.728.393.196 VC

2.841.316.944

FC
Q (dalam lusin)
89.984 106.115
Gambar 3.14 Grafik Break Even Point

Keterangan :

*A = Profit Area Menurut Penulis

*B = Profit Area Menurut Perusahaan


149

Dengan penurunan harga jual sebesar 4 %, perusahaan tetap memperoleh laba

sebesar Rp 8.699.139.056. Menurut penulis, pencapaian laba dengan nominal Rp

8.699.139.056 sangat baik karena pada masa perekonomian sekarang, tidak mudah

untuk bisa mencapai titik impas apalagi memperoleh laba Penurunan harga akan

mendorong daya beli masyarakat terhadap Singlet Rider R123B semakin tinggi dan

semakin bersaing dengan produk sejenis karena dengan harga yang lebih murah akan

menarik minat konsumen untuk membeli produk Singlet Rider R123B daripada produk

sejenis dengan harga yang lebih murah.

3.6. Analisis Lingkungan Internal -Eksternal

3.6.1 Analisis Lingkungan Internal

Dalam melakukan evaluasi faktor internal, data diperoleh dari hasil wawancara

dengan direktur PT. Mulia Knitting Factory dan studi pustaka dari berbagai literatur

serta melalui perkuliahan yang telah diikuti. Oleh karena adanya keterbatasan akses

terhadap data-data internal perusahaan yang bersifat rahasia, maka data yang disajikan

bersifat deskriptif yang dianggap mampu menggambarkan secara umum dan terbatas

dari kondisi internal perusahaan. Dilakukan pengkategorian faktor-faktor internal

perusahaan menjadi kekuatan dan kelemahan secara fungsional. Analisis faktor internal

dapat dilihat pada tabel 3.9 dan tabel 3.10

Tabel 3.9 Faktor-Faktor Kekuatan (Strength) PT. Mulia Knitting Factory


No. Faktor Kekuatan Perusahaan
1. Merk produk yang sudah di kenal masyarakat
2. Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir
3. Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan
pasar
4. Jangkauan distribusi yang luas
150

a. Evaluasi Kekuatan (Strength)

Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kekuatan

perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Merk produk yang dikenal oleh masyarakat

Salah satu kekuatan dari PT Mulia Knitting Factory adalah merk produk yang

dikenal oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan

oleh kiprah PT Mulia Knitting yang sudah lebih dari tiga puluh tahun.

Dengan adanya iklan yang dibintangi artis Tora Sudiro, merk Rider menjadi

top of mind dengan slogannya ”Seger bener” dan mendapat perhatian dari

masyarakat Indonesia.

2. Bisnis yang terintegrasi dari hulu – hilir

Pada awalnya PT Mulia Knitting bergerak dibidang tekstil dan merambah ke

bidang garmen sehingga bisa semakin bersaing. Untuk menghemat biaya

produksi, perusahaan memproduksi bahan baku sendiri hingga kemasan

plastik yang digunakan. Dengan bisnis terintegrasi seperti ini, perusahaan

bisa mandiri tanpa harus mengandalkan para supplier untuk bahan baku

utamanya.

3. Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Produk-produk yang diproduksi oleh PT Mulia Knitting adalah produk

pakaian dalam dimana semua orang pasti membutuhkannya. Jenis produk

yang diproduksi juga bermacam-macam untuk memberikan banyak pilihan


151

pada pasar sehingga masyarakat dapat menyesuaikan kebutuhan dengan

seleranya.

4. Jangkauan distribusi yang luas

Perombakan jalur distribusi dilakukan PT Mulia Knitting Factory untuk

menambah kekuatan produk. Lini distribusi di Surabaya untuk menangani

Indonesia Timur, Medan dan Palembang untuk Indonesia Barat, sedangkan

jakarta fokus untuk wilayah jakarta, Jawa Barat dan sekitarnya. Kemudian

ada rencana untuk membuka cabang distribusi baru untuk daerah Bali. PT

Mulia Knitting Factory telah merangkul semua pangsa pasar dari Indonesia

Barat hingga Indonesia Timur.

Tabel 3.10 Faktor-Faktor Kelemahan (Weakness) PT. Mulia Knitting Factory


No. Faktor Kelemahan Perusahaan
1. Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas
2. Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam
work in process
3. Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur
4. Tingkat produksi belum mencukupi permintaan pasar

b. Evaluasi Kelemahan (Weakness)

Adapun faktor-faktor internal yang teridentifikasi sebagai kelemahan

perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas

Kualitas merupakan hal yang penting karena akan berkaitan dengan kepuasan

pelanggan. Kurangnya kesadaran akan kualitas terjadi pada proses produksi

dimana menyebabkan adanya rework atau scrap. Masih terdapat pemikiran


152

ketidakpedulian mengenai kualitas selama mereka sudah mengerjakan

pekerjaan yang ada. Kesadaran akan kualitas inilah yang ingin ditingkatkan

oleh PT Mulia Knitting Factory agar bisa terus bersaing dengan merk

lainnya.

2. Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam work in

process

Belum adanya sistem yang terintegrasi menyebabkan pengendalian produksi

yang masih dirasakan kurang memenuhi kebutuhan informasi yang

dibutuhkan manajemen. Tidak adanya data work in process dapat

mengurangi keakuratan data produksi dan informasi biaya produksi padahal

data work in process diperlukan dalam pengendalian produksi nantinya.

3. Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur

Sifat kekeluargaan yang terdapat dalam PT Mulia Knitting salah satu

penyebab adanya pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur.

Selain itu belum adanya standar operation procedure dibagian produksi

menyebabkan beberapa proses bisnis yang terjadi lemah dalam pengendalian

internal dan dapat menimbulkan penyalahgunaan.

4. Tingkat produksi yang belum memenuhi permintaan pasar

Saat ini jumlah produksi yang tinggi dirasakan belum bisa memenuhi

permintaan pasar yang tinggi. PT Mulia Knitting Factory. Dengan tingkat

produksi yang telah berjalan, pihak perusahaan mengatakan masih ada


153

pangsa pasar yang belum terpenuhi kebutuhannya akan produk dari PT Mulia

Knitting.

3.6.2 Analisis Lingkungan Eksternal

Dalam melakukan evaluasi faktor eksternal perusahaan, data-data diperoleh dari

hasil wawancara dengan direktur PT. Mulia Knitting Factory, diperoleh informasi yang

memberikan gambaran umum tentang subsidi kemajuan teknologi serta kecenderungan

globalisasi ekonomi, politik, dan inovasi antar kompetitor. Faktor-faktor tersebut dapat

dikategorikan menjadi faktor yang mampu memberikan peluang bagi perusahaan dan

faktor yang mampu menjadi ancaman bagi perusahaan pula. Dilakukan pengkategorian

faktor-faktor lingkungan diluar perusahaan yang berpotensi menjadi peluang ataupun

ancaman. Analisis faktor eksternal dapat dilihat pada tabel 3.11 dan tabel 3.12

Tabel 3.11 Faktor-Faktor Peluang (Opportunity) PT. Mulia Knitting Factory


No. Faktor Peluang Perusahaan
1. Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin
2. Perkembangan teknologi
3. Luasnya pangsa pasar yang belum terjangkau
4. Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet

a. Evaluasi Peluang (Opportunity)

Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai peluang bagi

perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin

Menyadari industri tekstil merupakan andalan Indonesia, pemerintah akan

memperkuat industri tekstil dengan meneruskan program restrukturisasi

mesin yang telah dilakukan sejak 2007. Program restrukturisasi mesin tekstil
154

memberikan fasilitas berupa keringanan subsidi bunga sebesar 10 persen

untuk penggantian mesin. Pergantian mesin lama ke mesin baru diharapkan

agar industri tekstil di Indonesia dapat bersaing dengan industry tekstil Cina

dan India. Program pemerintah ini sangat mendukung PT Mulia Kntting

Factory yang rutin melakukan pergantian mesin setiap lima tahun. Langkah

ini dilakukan agar dapat mempertahankan kualitas produk.

2. Perkembangan Teknologi

Dengan semakin berkembangnya teknologi di Indonesia saat ini, perusahaan

dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja perusahaan baik dalam

hal produksi maupun dalam organisasi. Selain itu juga dapat membantu

perusahaan meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi perusahaan

pesaingnya. Peningkatan di bidang teknologi harus diikuti dengan

peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada di perusahaan. Karena

hanya dengan begitu pulalah, baru akhirnya dapat meningkatkan kinerja

perusahaan.

3. Luasnya pangsa pasar yang belum terjangkau.

Saat ini, perusahaan masih memiliki pasar yang belum terjangkau ditandai

dengan masih ada daerah – daerah yang belum dipasarkan produk

perusahaan, sehingga ini merupakan peluang besar untuk perusahaan dalam

mencari pangsa pasar yang lebih luas dalam upaya meningkatkan omset

penjualan.
155

4. Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet

Dengan mulai beralihnya kebutuhan masyarakat akan singlet ke jenis produk

pengganti akan memberikan peluang baru bagi perusahaan untuk

mengembangkan produk baru yang sesuai dengan minat pasar saat ini. PT

Mulia Knitting Factory dapat menguasai pasar lebih luas dengan

memanfaatkan peluang ini serta meningkatkan penjualannya.

Tabel 3.12 Faktor-Faktor Ancaman (Threats) PT. Mulia Knitting Factory


No. Faktor Ancaman Perusahaan
1. Pesaing lama yang lebih unggul
2. Bahan baku yang masih tergantung pada impor
3. Persaingan industry yang ketat
4. Masyarakat yang memilih harga murah daripada kualitas

b. Evaluasi Ancaman (Threats)

Adapun faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi sebagai ancaman bagi

perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Pesaing lama yang lebih unggul.

Salah satu sumber ancaman bagi perusahaan adalah pesaing lama yang lebih

unggul. Pesaing lama yang memiliki harga bersaing dan menjadi salah satu

merk yang top of mind. Terdapat pesaing yang sudah berstatus Tbk dan

memiliki nilai persediaan yang cukup tinggi ketika industry garmen di

terjang dengan langkanya bahan baku.


156

2. Bahan baku yang masih tergantung pada impor

Bahan baku langka adalah hal yang sangat dihindari perusahaan manapun

karena akan menghambat proses bisnis perusahaan dan berdampak negatif

jika tidak segera diatasi. Pihak perusahaan mengakui masih tergantungnya

perusahaan pada supplier impor. Hal ini akan mengganggu proses bisnis jika

terjadi kelangkaan hingga meningkatnya harga bahan baku yang tentunya

akan berdampak pada biaya produksi.

3. Persaingan industri yang ketat

Banyaknya kompetitor mempengaruhi harga produk yang ada di pasaran.

Kompetitor tidak segan memberikan harga yang lebih rendah daripada harga

yang ditawarkan oleh PT Mulia Knitting Factory. Hal ini berlaku tidak

hanya pada pesaing baru tetapi juga pesaing lama. Pesaing lama juga

memasarkan produk dengan harga bersaing.

4. Masyarakat yang lebih mementingkan harga daripada kualitas

Masalah yang sangat disayangkan adalah pasar di Indonesia yang lebih

memilih harga ketimbang kualitas meskipun kualitas barang tersebut berada

di bawah standar. Hal ini menjadi ancaman yang cukup kuat bagi PT. Mulia

Knitting Factory
157

3.6.3 Ekstraksi Faktor Internal dan Eksternal

Dari faktor internal dan eksternal yang sudah disusun, perusahaan lalu

mengekstraksi faktor internal dan eksternal seperti pada tabel 3.13 dan tabel 3.14.

Tabel 3.13 Ekstraksi Faktor Internal PT.Mulia Knitting Factory


Faktor Internal Perusahaan
S1 Merk produk yang sudah di kenal masyarakat
S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir
S3 Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar
S4 Jangkauan distribusi yang luas
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat dalam WIP
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan prosedur
W4 Tingkat produksi belum mencukupi permintaan pasar

Tabel 3.14 Ekstraksi Faktor Eksternal PT. Mulia Knitting Factory


Faktor Eksternal Perusahaan
O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi mesin
O2 Perkembangan teknologi
O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet
T1 Pesaing lama yang lebih unggul
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada impor
T3 Persaingan industry yang ketat
T4 Masyarakat yang memilih harga murah daripada kualitas

3.6.4 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Setelah melakukan ekstraksi terhadap faktor internal dan eksternal yang ada pada

perusahaan, berikutnya dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuisioner

pembobotan faktor internal dan eksternal untuk menentukan bobot terhadap hasil yang

telah dilakukan sebelumnya. Bobot tersebut akan digunakan untuk membandingkan

faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap perusahaan dengan metode perbandingan
158

berpasangan (pairwise comparison). Hasil kuisioner dapat dilihat pada tabel 3.15 dan

tabel 3.16

Tabel 3.15 Hasil Kuisioner Perbandingan Berpasangan Faktor Internal PT.Mulia


Knitting Factory
No Faktor Pengaruh Bobot
Terkuat
1 S1 Merk produk yang sudah di kenal
masyarakat S1 3
S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir

2 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat
S3 3
S3 Memiliki produk yang sesuai dengan
kebutuhan pasar

3 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat S4 4
S4 Jangkauan distribusi yang luas

4 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


S3 Memiliki produk yang sesuai dengan S3 3
kebutuhan pasar

5 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


S4 4
S4 Jangkauan distribusi yang luas

6 S3 Memiliki produk yang sesuai dengan


kebutuhan pasar S3 3
S4 Jangkauan distribusi yang luas

7 W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan


kualitas W2 2
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan
belum akurat dalam WIP

8 W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan


kualitas
W3 3
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur
159

9 W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan


kualitas
W1 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

10 W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan


belum akurat dalam WIP
W3 3
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur

11 W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan


belum akurat dalam WIP W4 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

12 W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai


dengan prosedur
W4 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

13 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat
W1 3
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan
kualitas

14 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat S1 3
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan
belum akurat dalam WIP

15 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat S1 2
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur

16 S1 Merk produk yang sudah di kenal


masyarakat
W4 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

17 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


W1 3
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan
kualitas
160

18 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


W2 2
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan
belum akurat dalam WIP

19 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


W3 3
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur

20 S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir


W4 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

21 S3 Memiliki produk yang sesuai dengan


kebutuhan pasar W1 3
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan
kualitas

22 S3 Memiliki produk yang sesuai dengan


kebutuhan pasar
W2 2
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan
belum akurat dalam WIP

23 S3 Memiliki produk yang sesuai dengan


kebutuhan pasar
W3 3
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur

24 S3 Memiliki produk yang sesuai dengan


kebutuhan pasar
S3 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

25 S4 Jangkauan distribusi yang luas


W1 3
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan
kualitas

26 S4 Jangkauan distribusi yang luas


W2 2
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan
belum akurat dalam WIP

27 S4 Jangkauan distribusi yang luas


W3 3
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai
dengan prosedur
161

28 S4 Jangkauan distribusi yang luas


W4 3
W4 Tingkat produksi belum mencukupi
permintaan pasar

Tabel 3.16 Hasil Kuisioner Perbandingan Berpasangan Faktor Eksternal PT.Mulia


Knitting Factory
No Faktor Pengaruh Bobot
Terkuat
1 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk
restrukturisasi mesin O2 2
O2 Perkembangan teknologi

2 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin O3 3
O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan

3 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin
O4 3
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari
singlet

4 O2 Perkembangan teknologI O2 3
O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan

5 O2 Perkembangan teknologi
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari O2 3
singlet

6 O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan


O3 2
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari
singlet

7 T1 Pesaing lama yang lebih unggul


T2 3
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada
impor

8 T1 Pesaing lama yang lebih unggul T1 2


T3 Persaingan industry yang ketat

9 T1 Pesaing lama yang lebih unggul


T4 Masyarakat yang memilih harga murah T4 2
daripada kualitas
162

10 T2 Bahan baku yang masih tergantung pada


impor T2 3
T3 Persaingan industry yang ketat

11 T2 Bahan baku yang masih tergantung pada


impor
T2 3
T4 Masyarakat yang memilih harga murah
daripada kualitas

12 T3 Persaingan industry yang ketat


T4 Masyarakat yang memilih harga murah T4 2
daripada kualitas

13 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin O1 2
T1 Pesaing lama yang lebih unggul

14 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin T2 3
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada
impor

15 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin T3 2
T3 Persaingan industry yang ketat

16 O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk


restrukturisasi mesin
T4 2
T4 Masyarakat yang memilih harga murah
daripada kualitas

17 O2 Perkembangan teknologi
O2 3
T1 Pesaing lama yang lebih unggul

18 O2 Perkembangan teknologi
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada T2 3
impor

19 O2 Perkembangan teknologi
O2 3
T3 Persaingan industry yang ketat

20 O2 Perkembangan teknologi
O2 3
T4 Masyarakat yang memilih harga murah
163

daripada kualitas

21 O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan


O3 2
T1 Pesaing lama yang lebih unggul

22 O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan


T2 Bahan baku yang masih tergantung pada T2 3
impor

23 O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan


O3 3
T3 Persaingan industry yang ketat

24 O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan


T4 Masyarakat yang memilih harga murah T4 2
daripada kualitas

25 O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari


singlet O4 3
T1 Pesaing lama yang lebih unggul

26 O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari


singlet
T2 3
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada
impor

27 O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari


singlet O4 3
T3 Persaingan industry yang ketat

28 O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari


singlet
T4 2
T4 Masyarakat yang memilih harga murah
daripada kualitas

Selanjutnya perusahaan juga diberikan kuisioner mengenai skor terhadap faktor

internal dan eksternal perusahaan. Kuisioner dapat dilihat pada tabel 3.17 dan 3.18.
164

Tabel 3.17 Hasil Kuisioner Scoring Faktor Internal PT. Mulia Knitting Factory
Faktor Internal Perusahaan Peringkat
S1 Merk produk yang sudah di kenal masyarakat 3
S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir 3
S3 Memiliki produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar 3
S4 Jangkauan distribusi yang luas 3
W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan kualitas 2
W2 Data produksi yang belum terintegrasi dan belum akurat
dalam WIP 2
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai dengan
prosedur 2
W4 Tingkat produksi belum mencukupi permintaan pasar
2

Tabel 3.18 Hasil Kuisioner Scoring Faktor Eksternal PT. Mulia Knitting Factory
Faktor Eksternal Perusahaan Peringkat
O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk restrukturisasi
mesin 3
O2 Perkembangan teknologi 3
O3 Peluang pasar untuk masyarakat pedesaan 3
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih dari singlet 3
T1 Pesaing lama yang lebih unggul 2
T2 Bahan baku yang masih tergantung pada impor
2
T3 Persaingan industri yang ketat 2
T4 Masyarakat yang memilih harga murah daripada kualitas 2

3.6.5 Penentuan Bobot Faktor Internal dan Eksternal Dengan Perbandingan

Berpasangan

Dari kuisioner yang didapat dilakukanlah dengan penyusunan data untuk

menentukan bobot faktor internal dan eksternal yang lalu akan dinormalisasikan untuk

mendapatkan bobot akhir yang akan dipakai dalam perhitungan IFE dan EFE.

Perhitungan bobot faktor internal dan eksternal dapat diliihat pada table 3.19 sampai

tabel 3.20.
165

Tabel 3.19 Penentuan Bobot Dengan Perbandingan Berpasangan Faktor Internal PT


Mulia Knitting Factory
S1 S2 S3 S4 W1 W2 W3 W4 TOTAL
S1 1 3 0.3 0.25 0.3 3 2 0.3 10.15
S2 0.3 1 0.3 0.25 0.3 0.5 0.3 0.3 3.25
S3 3 3 1 3 0.3 0.5 0.3 3 14.1
S4 4 4 0.3 1 0.3 0.5 0.3 0.3 10.7
W1 3 3 3 3 1 0.5 0.3 3 16.8
W2 0.3 2 2 2 2 1 0.3 0.3 9.9
W3 0.5 3 3 3 3 3 1 3 19.5
W4 3 3 0.3 3 0.3 3 0.3 1 13.9
TOTAL 15.1 22 10.2 15.5 7.5 12 4.8 11.2 98.3

Tabel 3.20 Normalisasi Bobot Faktor Internal PT. Mulia Knitting Factory
S1 S2 S3 S4 W1 W2 W3 W4 TOTAL BOBOT
S1 0.066 0.136 0.029 0.016 0.040 0.250 0.417 0.027 0.982 0.12
S2 0.020 0.045 0.029 0.016 0.040 0.042 0.063 0.027 0.282 0.04
S3 0.199 0.136 0.098 0.194 0.040 0.042 0.063 0.268 1.039 0.13
S4 0.265 0.182 0.029 0.065 0.040 0.042 0.063 0.027 0.712 0.09
W1 0.199 0.136 0.294 0.194 0.133 0.042 0.063 0.268 1.328 0.17
W2 0.020 0.091 0.196 0.129 0.267 0.083 0.063 0.027 0.875 0.11
W3 0.033 0.136 0.294 0.194 0.400 0.250 0.208 0.268 1.783 0.22
W4 0.199 0.136 0.029 0.194 0.040 0.250 0.063 0.089 1.000 0.12
TOTAL 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1
166

Tabel 3.21 Penentuan Bobot Dengan Perbandingan Berpasangan Faktor Eksternal


PT. Mulia Knitting Factory
O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 T4 TOTAL
O1 1 0.5 0.3 0.3 2 0.3 0.5 0.5 5.4
O2 2 1 3 3 3 0.3 3 3 18.3
O3 3 0.3 1 2 2 0.3 3 0.5 12.1
O4 3 0.3 0.5 1 3 0.3 3 0.5 11.6
T1 0.5 0.3 0.5 0.3 1 0.3 2 0.5 5.4
T2 3 3 3 3 3 1 3 3 22
T3 2 0.3 0.3 0.3 0.5 0.3 1 0.5 5.2
T4 2 0.3 2 2 2 0.3 2 1 11.6
TOTAL 16.5 6 10.6 11.9 16.5 3.1 17.5 9.5 91.6

Tabel 3.22 Normalisasi Bobot Faktor Eksternal PT. Mulia Knitting Factory
O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 T4 TOTAL BOBOT
O1 0.061 0.083 0.028 0.025 0.121 0.097 0.029 0.053 0.497 0.06
O2 0.121 0.167 0.283 0.252 0.182 0.097 0.171 0.316 1.589 0.20
O3 0.182 0.050 0.094 0.168 0.121 0.097 0.171 0.053 0.936 0.12
O4 0.182 0.050 0.047 0.084 0.182 0.097 0.171 0.053 0.866 0.11
T1 0.030 0.050 0.047 0.025 0.061 0.097 0.114 0.053 0.477 0.06
T2 0.182 0.500 0.283 0.252 0.182 0.323 0.171 0.316 2.209 0.28
T3 0.121 0.050 0.028 0.025 0.030 0.097 0.057 0.053 0.462 0.06
T4 0.121 0.050 0.189 0.168 0.121 0.097 0.114 0.105 0.965 0.12
TOTAL 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1.00

3.6.6 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)

Berikut ini dijabarkan matriks IFE yang dalam penyusunannya menggunakan

data-data hasil analisis lingkup internal.

Tabel 3.23 Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) PT. Mulia Knitting Factory
Strengths Bobot Peringkat Nilai
IFE IFE
S1 Merk produk yang sudah di kenal
masyarakat 0.12 3 0.37
S2 Bisnis yang terintegrasi dari hulu-hilir 0.04 3 0.11
S3 Memiliki produk yang sesuai dengan 0.13 3 0.39
167

kebutuhan pasar
S4 Jangkauan distribusi yang luas 0.09 3 0.27
Subtotal Strengths 0.38 1.130

Weaknesses

W1 Kurangnya kesadaran karyawan akan 2


kualitas 0.17 0.33
W2 Data produksi yang belum terintegrasi 2
dan belum akurat dalam WIP 0.11 0.22
W3 Pengendalian internal yang tidak sesuai 2
dengan prosedur 0.22 0.45
W4 Tingkat produksi belum mencukupi 2
permintaan pasar 0.12 0.25
Subtotal Weaknesses 0.62 1.246
TOTAL 1,00 2.376

3.6.7 Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation)

Berikut ini dijabarkan matriks EFE yang dalam penyusunannya menggunakan

data-data hasil analisis lingkup Eksternal.


168

Tabel 3.24 Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) PT. Mulia Knitting Factory
Opportunities Bobot Peringkat Nilai
EFE EFE
O1 Subsidi 10 % dari pemerintah untuk
0.06 3 0.19
restrukturisasi mesin
O2 Perkembangan teknologi 0.20 3 0.60
O3 Luasnya pangsa pasar yang belum
0.12 3 0.35
terjangkau
O4 Gaya hidup anak muda yang beralih
0.11 3 0.32
dari singlet
Subtotal Opportunities 0.49 1.457
Threats

T1 Pesaing lama yang lebih unggul 0.06 2 0.12


T2 Bahan baku yang masih tergantung
0.28 2 0.55
pada impor
T3 Persaingan industry yang ketat 0.06 2 0.12
T4 Masyarakat yang memilih harga
0.12 2 0.24
murah daripada kualitas
Subtotal Threats 0,51 1.028
TOTAL 1.00 2.485

3.6.8 Diagram SWOT

Nilai Total yang didapatkan dari tabel – tabel diatas yaitu : 2,376 (IFAS) dan

2,485 (EFAS) dipergunakan untuk mengetahui posisi relative PT. Mulia Knitting

Factory dibandingkan dengan perusahaan pesaing dan untuk menunjukkan bagaimana

strategi PT.Mulia Knitting Factory terhadap faktor – faktor eksternal dan internalnya.

Untuk mengetahui posisi relative PT. Mulia Knitting Factory dibandingkan perusahaan

pesaingnnya, maka disusunlah diagram SWOT.


169

- Sumbu X

= Total IFAS (Strength) - Total IFAS (Weakness)

= 1,130 – 1,246

= -0,116

- Sumbu Y

= Total EFAS (Oppourtunity) - Total EFAS (Threats)

= 1,457 – 1,028

= 0.399
170

Oppurtunity

Kuadran III Kuadran I

0,399

Weakness Strength
‐0,116

Kuadran IV Kuadran II

Threat

Gambar 3.15 Diagram SWOT

Dari hasil penentuan posisi strategis perusahaan, maka dapat ditentukan

matriks SWOT untuk memetakan strategi sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini

dimana perusahaan berada pada Kuadran III dengan posisi WO (Weakness–

Oppourtunity). Dibawah ini merupakan gambar matriks SWOT PT. Mulia Knitting

Factory.

3.6. 9 Matriks SWOT

Faktor-faktor internal dan eksternal disusun untuk membuat matriks SWOT

yang akan menciptakan alternatif-alternatif strategi. Gambar matriks SWOT dapat

dilihat pada tabel 3.25.


171

Tabel 3.25 Matriks SWOT


S (Strength) : W (Weakness) :
1. Merk produk yang 1. Kurangnya kesadaran
Internal sudah di kenal karyawan akan kualitas
masyarakat 2. Data produksi yang
2. Bisnis yang belum terintegrasi dan
terintegrasi dari hulu- belum akurat dalam
hilir WIP
External 3. Memiliki produk yang 3. Pengendalian internal
sesuai dengan yang tidak sesuai
kebutuhan pasar dengan prosedur
4. Jangkauan distribusi 4. Tingkat produksi
yang luas belum mencukupi
permintaan pasar
O(Opportunities): Strategi – SO Weakness &
1. Subsidi 10 % dari 1. Pembukaan pabrik Opportunities (WO) :
pemerintah untuk baru 1. Perencanaan dan
restrukturisasi mesin (S2.O1) pengendalian produksi
2. Perkembangan 2. Komunikasi informasi (W4,O2,O3)
teknologi secara online dengan 2. Pengembangan sistem
3. Peluang pasar untuk para distributor informasi untuk data
masyarakat pedesaan (S3,O2) produksi yang lebih
4. Gaya hidup anak 3. Diversifikasi produk akurat (W2,O2)
muda yang beralih (S1,S2,O4) 3. Evaluasi terhadap
dari singlet 4. Jangkauan pasar prosedur (W3, O2)
hingga ke pedesaan 4. Modernisasi mesin
(S3,O3) produksi
(W1,W4,O1,O4)

T (Threats) : Strength & Threats (ST) : Weakness & Threats (WT)


1. Pesaing lama yang 1. Memiliki alternative 1. Memberdayakan
lebih unggul supplier (S1,T2) analisa trend dan pasar
2. Bahan baku yang 2. Perluasan bisnis (W2,T1)
masih tergantung secara horizontal 2. Memberikan training
pada impor (S2,T1) kepada para karyawan
3. Persaingan industry 3. Meningkatkan (W1,T1)
yang ketat promosi 3. Meningkatkan efisiensi
4. Masyarakat yang (S1,S3,T1,T3) biaya produksi(W2,T4)
memilih harga 4. Menjangkau
murah daripada konsumen menengah
kualitas ke bawah (S4,T3,T4)
172

Dari hasil pemetaan strategi berdasarkan diagram dan matrik SWOT diatas,

dapat dilihat bahwa perusahaan saat ini berada pada kuadran III yang artinya

menghilangkan kelemahan internal sehingga dapat lebih efektif dalam merebut peluang

pasar yang lebih baik. Dari empat strategi yang didapat, terdapat dua strategi yang

terkait dengan kegiatan perencanaan produksi untuk meningkatkan efisiensi dalam

proses produksi dan biaya produksi yaitu :

• Perencanaan dan pengendalian produksi

• Pengembangan sistem informasi untuk data produksi yang lebih akurat

Dari strategi yang didapatkan diatas, maka diharapkan dapat mencapai

sasaran atau tujuan perusahaan, antara lain:

• Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dalam proses produksi

• Meningkatkan pangsa pasar dengan memberikan produk berkualitas dengan

harga bersaing

• Menyediakan berbagai informasi yang real time untuk mendukung pengambilan

keputusan yang tepat.

Untuk mencapai sasaran ataupun tujuan dari perusahaan, maka dibutuhkan

suatu informasi yang didapatkan dari pengolahan data mengenai kegiatan

perencanaan produksi dan pengelolaan persediaan yang ada dalam perusahaan,

informasi yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran atau tujuan dari perusahaan

antara lain :

• Informasi mengenai semua aktivitas dari perencanaan produksi, perencaan

kebutuhan bahan dan biaya produksi, permintaan bahan, dan pengeluaran bahan
173

• Informasi mengenai semua aktivitas yang berkenaan dengan pengelolaan

persediaan bahan digudang dari pengajuan permintaan pembelian dan

penerimaan bahan dari supplier.

Informasi–informasi yang dibutuhkan tersebut bisa berupa laporan–laporan

maupun dokumen–dokumen. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem informasi

yang dapat menyediakan informasi–informasi yang dibutuhkan perusahaan

dalam mencapai sasaran maupun tujuan dari perusahaan

3.7 Analisis Kebutuhan Informasi

Tabel 3.26 dibawah ini menunjukkan hasil analisis kebutuhan informasi bagi

perusahaan.
174

Tabel 3.26 Analisis Kebutuhan Informasi PT Mulia Knitting Factory


Kebutuhan
Tujuan Masalah Solusi
Informasi
Meningkatkan Proses produksi berjalan tanpa adanya Merancang sistem yang menyediakan standar Plan Production
efisiensi dalam suatu standar yang dapat digunakan penggunaan bahan baku dan biaya produksi Input bahan baku
proses sebagai pengendalian produksi dan tidak Bill Of Materials
produksi dapat mengukur apakah tingkat produksi Permintaan Bahan
yang direncanakan sudah efisien dalam Permintaan
penggunaan bahan baku dan tenaga kerja Pembelian
Nota Pengeluaran
Bahan
Nota Penerimaan
Bahan
Meningkatkan Perhitungan harga pokok produksi kurang Mendaftarkan biaya yang dikeluarkan setiap Kategori Biaya
pangsa pasar tepat dalam mengkategorikan biaya produksi suatu produk dan mengkategorikan Input biaya – Bill of
dengan overhead pabrik dan pembebanan biaya biaya tersebut dalam biaya bahan baku, Materials
memberikan produksi yang tidak seharusnya tenaga kerja langsung atau biaya overhead Perhitungan Harga
produk mengakibatkan biaya produksi lebih pabrik Pokok Produksi
berkualitas tinggi daripada sebenarnya
dengan harga
bersaing
175

Menyediakan Kurangnya informasi dalam pengambilan Sebaiknya mengadakan perhitungan- Perhitungan Safety
berbagai keputusan yang berkaitan dengan perhitungan dan laporan yang berguna untuk Stock
informasi yang produksi, baik dalam pengadaan bahan mendukung pengambilan keputusan Perhitungan
real time untuk baku dan biaya produksi manajemen sehingga menjaga kelangsungan Reorder Point
mendukung proses produksi berjalan lancar Laporan Biaya
pengambilan Produksi
keputusan
yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai