Anda di halaman 1dari 11

BAGIAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN
JUNI 2016
UNIVERSITAS TADULAKO

AUDIT REKAM MEDIK

Oleh :
NURKHALIDAH KHAERATI RAHIM
N 111 14 023

Pembimbing :
dr. Annisa Anwar M., S.H., M.kes., Sp.F

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2016
RESUME (Ringkasan Keluar)
Nama : Tn. A No. RM : 38-79-05
Umur : 41 tahun Ruang : Walet
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl. Masuk : 26-10-2014
Alamat : Desa Tondo - Sirenja Tgl. Keluar : 03-11-2014
Pangkat : - Dokter : dr. B, Sp.PD dan dr. C, Sp.B

DOKUMEN PEMBERIAN INFORMASI


DOKTER PENANGGUNG JAWAB dr. B, Sp.PD
PELAYANAN (DPJP)/TINDAKAN
PEMBERI INFORMASI Perawat
PENERIMA INFORMASI Pasien dan Keluarga Pasien
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI
Hematuria ec susp. Batu buli- 
1. DIAGNOSA MASUK buli
Dispepsia
Kolik abdomen ec 
2. DIAGNOSA KELUAR Hydronefrosis
Dispepsia
Tidak dilakukan tindakan 
3. OPERASI operasi


4. RINGKASAN RIWAYAT PENEMUAN FISIK PENTING:

Nyeri supra pubic, mual(+), 


 Riwayat (Anamnesa) muntah (+), buang air besar
biasa, buang air kecil
bercampur darah
TD: 100/60 mmHg 
 Pemeriksaan Fisik N: 82 x/menit

1
S: 36°C
Konjungtiva anemis “-/-”
Sklera ikterus “-/-“
Bunyi paru vesicular “+/+”,
rhonki “-/-“, wheezing “-/-“
Bunyi jantung I/II murni
regular
Hepar / Lien dalam batas
normal
Nyeri tekan epigastrium “+”
Ekstremitas dalam batas
normal
Darah rutin 
 Hasil-hasil Lab, RO dan Leukosit 13000/uL
Konsultasi (yang penting): Urin rutin
Sedimen eritrosit 5-10
Kimia darah
Ureum 51 mg/dl
Kreatinin 2,67 mg/dl
Usg Abdomen
Hidronefrosis dextra ec
susp. batu ureter
CT-scan Abdomen
Hidronefrosis dextra ec
batu distal ureter
Respon pengobatan membaik 
 Perkembangan Selama \
Perawatan/dengan
Komplikasi (jika ada)
Pengobatan yang diterima: 
 Keadaan Pasien,  IVFD RL 20 tpm
Pengobatan, Kesimpulan  Inj. Ceftriaxone

2
pada saat keluar dari 2g/24jam/iv
Rumah Sakit dan Diagnosa  Cefixim 100 2 x 1
tab
 Inj. Ranitidin
1amp/12jam/iv
 Inj. Novaldo
1amp/8jam/iv
 Latorec 3 x 1 tab
 Furosemid 1 x 1tab
 Harnal 1 x 1tab
Cara pulang: Diijinkan pulang

3
Pada rekam medis pasien tidak terdapat lembar persetujuan tindakan medis
untuk tindakan yang dilakukan seperti:
o Rencana rawat inap
o Pemeriksaan USG Abdomen
o Pemeriksaan CT-scan Abdomen
Pada rekam medis pasien pemberi informasi adalah perawat.

4
PEMBAHASAN

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu
atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin
menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan ginjal meningkat. Jika
obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan memengaruhi
kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu
atau kekakuan, hanya satu ginjal yang rusak.1
Pasien mungkin asimptomatik jika awitan terjadi secara bertahap.
Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit di panggul dan punggung. Jika
terdapat infeksi, akan terjadi disuria, menggigil, demam, dan nyeri tekan, serta
piuria. Hematuria mungkin juga ada.1
MCOD (Multiple Cause of Damage)
A-1 : Gagal ginjal akut (Ureum 51 mg/dl, Kreatinin 2,67 mg/dl, GFR 36,05
ml/menit/1,73 m3)
ICD 10. N17.9 (Acute Kidney Failure)
A-2 : Kerusakan tubular dan medula ginjal
A-3 : Hidronefrosis (Usg Abdomen: Hidronefrosis dextra ec susp. batu ureter,
CT-scan Abdomen: Hidronefrosis dextra ec batu distal ureter)
ICD 10. N13.2 (Hydronephrosis with renal and ureteral calculus obstruction)
A-4 : Ureterolithiasis (CT-scan Abdomen: Hidronefrosis dextra ec batu distal
ureter)
ICD 10. N20.2 (Calculus of Kidney and Calculus of Ureter)
B-1 : Dispepsia (Mual, muntah, nyeri tekan epigastrium)
ICD 10. R10.13 (Dyspepsia)
Berdasarkan data rekam medis pasien menderita Ureterolithiasis yang
menyebabkan hidronefrosis yang menyebabkan kerusakan tubular dan medula
ginjal yang menyebabkan turunnya laju filtrasi glomerulus sehingga terjadi gagal
ginjal akut.
Pada rekam medis pasien ini tidak terdapat surat persetujuan medis
(informed consent) terhadap beberapa tindakan medis seperti persetujuan medis

5
(informed consent) untuk rencana rawat inap, pemeriksaan USG abdomen dan
pemeriksaan CTscan Abdomen. Dan pemberi informasi adalah perawat.
Pengertian informed consent menurut Permenkes No
585/MENKES/PER/IX/1989 adalah persetujuan yang diberikan pasien atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Dari pengertian itu informed consent adalah persetujuan
yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan, atau
tindakan medik apapun yang akan dilakukan.2
Fungsi informed consent:2
1. Promosi dari hak otonomi perorangan
2. Proteksi dari pasien dan subjek
3. Mencegah penipuan atau paksaan
4. Rangsangan kepada profesi medis introspeksi terhadap diri sendiri
5. Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
6. Keterlibatan masyarakat sebagai nilai sosial dan pengawasan
7. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak
terduga serta dianggap meragukan pihak lain
Hakikat informed consent:2
1. Merupakan sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi
medik yang mengandung risiko serta akibat yang tidak menyenangkan
2. Merupakan pernyataan sepihak, maka yang menyatakan secara tertulis
hanya yang bersangkutan saja yang seharusnya menandatangani
3. Merupakan dokumen yang dianggap sah walau tidak memakai materai
Ketentuan persetujuan tindakan medik berdasarkan SK Dirjen
Pelayanan Medik No. HR.00.06.3.5.1866 tanggal 21 April 1999 isi informasi dan
penjelasan yang harus diberikan:3,4
1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan
2. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
4. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko-risikonya
5. Prognosis penyakit bila tindakan dilakukan

6
6. Diagnosis
Pelaksanaan Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan
Bab II butir 3 Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor:
HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Per-setujuan Tindakan Medik (Informed
Consent) tang-gal 21 April 1999:3,4
1) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan
medis yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what
will be actually performed);
2) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan tanpa paksaan
(voluntary);
3) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikan-nya
dari segi hukum;
4) Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan setelah
diberikan cukup (adekuat) infor-masi dan penjelasan yang diperlukan.
Persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi adalah pernyataan
sepihak dari pasien dan bukan perjanjian antara pasien dengan dokter atau dokter
gigi, sehingga dapat ditarik kembali setiap saat. Persetujuan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi merupakan proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang
efektif antara pasien dengan dokter atau dokter gigi, dan bukan sekedar
penandatanganan formulir persetujuan.
Suatu persetujuan dianggap sah apabila: (1) Pasien telah diberi penjelasan/
informasi; (2) Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap
(kompeten) untuk memberikan keputusan/persetujuan; (3) Persetujuan harus
diberikan secara sukarela.
Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat
Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:5
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

7
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif)
memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat
tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan
persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak
boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni dokter dapat
memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam
memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran
seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi
biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis
(berkaitan dengan informed consent).
Siapa yang menyampaikan. Tergantung dari jenis tindakan yang akan
dilakukan. Dalam permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan
invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam
keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk
dokter yang bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya,
dapat disampaikan oleh dokter lain atau perawat.
Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan tindakan kedokteran
yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter tersebut akan dapat mengalami
masalah.
1. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan
dapat dikategorikan sebagai “penyerangan” (assault). Hal tersebut dapat menjadi

8
alasan pasien untuk mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus
semacam ini sangat jarang terjadi.
2. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka
pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya
mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud padahal apabila dia telah
diperingatkan sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau
menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa persetujuan
(perbuatan melanggar hukum).
3. Pendisiplinan oleh MKDKI.
Pendisiplinan oleh MKDKI Bila MKDKI menerima pengaduan tentang
seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan
menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat
berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.
Informed consent atau Persetujuan Tindakan Medis sangat penting
sehingga para dokter harus selalu melaksanakan sebaikbaiknya agar tuntutan
hukum dari pihak pasien dapat dihindari. Jika seorang dokter tidak memperoleh
persetujuan tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa dokter
tersebut akan dapat mengalami masalah, baik dari sisi hukum pidana, hukum
perdata, maupun pendisiplinan.

9
Daftar Pustaka

1. Farid Azis. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: EGC. 2008


2. Jusuf Hanafiah. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. 2008
3. Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran,
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia, 2006
4. Erik Sulhazmar. Implikasi Hukum dalam Penolakan Tindakan Medik. Lex
Jurnalica. Vol. 5. No. 2. 2008
5. Adriana Pakendek. Informed Consent dalam Pelayanan Kesehatan. Al-Ilkam.
Vol. V No. 10. 2010
6. Loqman, Loebby. Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Hubungan Tenaga
Kesehatan Dengan Konsumen/Pasien, Surabaya: 2000

10

Anda mungkin juga menyukai