Anda di halaman 1dari 16

April, 2016

“OLAH TKP, PEMERIKSAAN OTOPSI


MEDIKOLEGAL DAN KLAIM ASURANSI
KEMATIAN “

Oleh :
KELOMPOK V
KELOMPOK VIII
KELOMPOK IX

Pembimbing :
dr. ANNISA ANWAR MUTHAHER, SH, M.Kes, Sp. F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
APRIL
2016
1. OLAH TKP (KELOMPOK IX)

 SITI MASITA SAID, S.Ked – N 111 14 042


 AMIRAH ZAHIDAH MARDHIYAH, S.Ked – N 111 14 029
 RIZQI KARIMA PUTRI, S.Ked – N 111 14 028
 WILLIAM BUNGA DATU, S.Ked – N 111 14 022

2. PEMERIKSAAN OTOPSI MEDIKOLEGAL (KELOMPOK VIII)


 ABD RACHMAN USMAN - N 111 14 043
 NUR FARIDAH - N 111 14 045
 NITA RACHMAWATI - N 111 14 041
 SITI ASTARI PUTRI - N 111 14 031

3. KLAIM ASURANSI KEMATIAN (KELOMPOK V)

 MOH CAESAR B A P H, S.Ked – N 111 14 020


 LESTARI IRAWAN HADI, S.Ked – N 111 14 013
 SITI RAHMA, S.Ked – N 111 14 015
 MICHELINE BRIGITA BOLANG, S.Ked – N 111 14 012
 WINDY MENTARI, S.Ked – N 111 14 026
A. KASUS

Seorang mayat di bawah ke RS, menurut penyidik identitas mayat tersebut Tn.H laki-laki

berusia 50 tahun. Mayat ditemukan di sumur berair. Sebab kematian:

 Kegagalan pernapasan akibat perdarahan yang banyak pada daerah otak dan

sekitarnya sebagai akibat kekerasan trauma tumpul.

 Ditemukan lilitan tali rotan pada daerah kedua kaki yg melingkar penuh, setelah luka

dibuka tampak luka dibawah kulit berwarna putih dan tidak ada resapan darah. Pada

pemeriksaan luar tampak luka lecet yg melingkar pada kedua kaki. Kesimpulan luka

dikaki tersebut adalah luka post mortem.


B. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka. Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini sesuai sebagaimana yang tersebut dalam
sistem pemerintahan negara dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dewasa ini
masyarakat menjadi semakin berkembang, dimana perkembangan itu selalu diikuti
proses penyesuaian diri yang kadang-kadang terjadi secara tidak seimbang. (Marpaung
Leden, 2009).
Penyidikan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana yang menjelaskan bahwa “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” Dan juga
mengamanatkan POLRI wajib melakukan identifikasi, laboratorium forensik dan
psikologi untuk tugas kepolisian, penjabaranya melakukan olah tempat kejadian
perkara (TKP) secara ilmiah untuk mengungkap kasus pidana. (Marpaung Leden, 2009)
Namun kadang kala hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Pada
kenyataannya, di Indonesia ketika mayat ditemukan di TKP penyidik langsung
melakukan investigasi kasus terhadap korban, sementara hal tersebut merupakan
ranah kompetensi dokter. Dalam upaya mencari dan mengumpulkan barang bukti
dalam proses penyidikan, penyidik diberikan kewenangan seperti yang tersirat dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa “mendatangkan orang ahli
yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara” dan Pasal 120
ayat (1) KUHAP menyatakan “dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.” (Solahuddin, 2003).
Pengertian mendatangkan para ahli/memiliki keahlian khusus tersebut salah
satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik, dimana sesuai dengan Peraturan
KAPOLRI No. 21 Tahun 2010 tanggal 30 September 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Lampiran Q) Bareskrim POLRI Laboratorium Forensik
mempunyai tugas membina dan melaksanakan kriminalistik/forensik sebagai ilmu dan
penerapannya untuk mendukung pelaksanaan tugas POLRI. (Marpaung Leden, 2009)
Pada saat ini ilmu kedokteran banyak melakukan percobaan dalam berbagai hal
tentang pengobatan dan ilmu kesehatan serta ilmu kedokteran guna penyidikan sebab-
sebab kematian manusia yang dirasakan tidak wajar dengan metode membedah atau
meneliti bagian dalam tubuh manusia tersebut atau yang lebih dikenal dengan istilah
otopsi. Otopsi adalah suatu pemeriksaan bagian luar dan bagian dalam dengan
menggunakan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan secarah ilmiah oleh ahli
yang berkompeten.(Hamdani, 2000)
Berdasarkan pasal 134 KUHAP yang berbunyi “Dalam hal sangat diperlukan
dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari,
penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.”
Keterangan visum dan otopsi pada korban yang telah mati yang dikerjakan oleh
seorang dokter merupakan salah satu cara untuk membuktikan perkara pidana. Otopsi
ini berperan menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat
kematian.(Hamdani, 2000)
Ketika ada keluarga jenazah yang ingin melakukan klaim untuk asuransi jiwa
kematian, keluarga langsung datang ke dokter untuk meminta dokter melakukan
pemeriksaan di TKP tentang cara kematian, sebab kematian dan mekanisme kematian.
Setelah itu akan ditentukan apakah kematian tersebut wajar atau tidak. Jika
kematiannya wajar maka dokter dapat langsung memberikan surat keterangan medik
yakni surat keterangan kematian tanpa harus ada ijin dari penyidik. Dokter boleh
membuka isi catatan medik kepada pihak ketiga, misalnya dalam bentuk keterangan
medik, hanya setelah memperoleh izin dari pasien, baik berupa izin langsung maupun
berupa perjanjian yang dibuat sebelumnya antara pasien dengan pihak ketiga tertentu
(misalnya perusahaan asuransi). Sebaliknya, jika kematian tidak wajar maka dokter
harus ke pihak penyidik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyidik akan
mengeluarkan surat permintaan visum kepada dokter dan dokter akan mengeluarkan
laporan Visum et Repertum kepada pihak penyidik. (Hanafiah, 2007).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengupas beberapa permasalahan
yang dijadikan objek di dalam sebuah kasus :
1) Bagaimana peran seorang ahli forensik di dalam mengolah suatu TKP ?
2) Bagaimana prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang ahli forensik
dalam mengelolah suatu kasus ?
3) Jika ada pihak asuransi yang meminta surat keterangan medik, apakah ke
penyidik atau langsung ke dokter ahli forensik.
C. PEMBAHASAN
1) Olah TKP
Tempat ditemukannya benda bukti dan atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan
atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian (Putra, 2014). Pengertian tempat
kejadian perkara di dalam petunjuk lapangan No. Pol: Skep/1205/IX/2000 tentang
Penanganan Tempat Kejadian Perkara terbagi menjadi 2 (dua) yakni: (Iswari, 2014).
Jika penyedik mendapatkan laporan ditemukan mayat maka seorang penyedik
wajib untuk memanggil atau mendatangkan seorang ahli dalam hal ini adalah seorang
dokter. Sesuai dengan KUHAP pasal & ayat 1 sub h dan KUHAP pasal 120 ayat 1.
Serta orang ahli dapat memberikan pemeriksaan di TKP atau di rumah sakit dan hasil
pemeriksaan di TKP dibuat dalam visumetrepertum. Jadi pada kasus diatas
seharusnya seorang penyedik yang menemukan maya ttersebut seharusnya memanggil
seorang ahli dalam hal ini dokter untuk melakukan pemeriksaan di TKP maupun
pemeriksaan yang dilakukan di rumah sakit.
Yang Harus dicatat Dokter apabila menerima permintaan pemeriksaan TKP :
(Suwandono, 2015)
 Tanggal dan jam dokter menerima permintaanpemeriksaan TKP
 Cara permintaan pemeriksaan TKP tersebut( telepon/ lisanatautertulis)
 Nama penyidik yang meminta bantuan dokter
 Jam saat dokter tiba di TKP
 Alamat TKP dan macam tempatnya (sawah, gudang, rumahdsb)
Yang dikerjakan dokter di TKP : (Suwandono, 2015)
 Pemeriksaan dokter harus berkoordinasi dengan penyidik.
 Menentukan korban masih hidup atau sudah mati.
 Bila hidup, diselamatkan dulu.
 Bila meninggal dibiarkan asal tidak mengganggu sekitar.
 Jangan memindahkan jenasah sebelum seluruh pemeriksaan TKP selesai.
 TKP diamankan oleh penyidik agar dokter dapat memeriksa dengan tenang.
 Dicatat identitas orang tersebut
 Dokter memeriksa mayat dan sekitarnya serta, mencatat : Lebam mayat, Kaku
mayat, Suhu tubuh korban, Luka-luka, membuat Sketsa atau foto.
Pada kasus diatas penyedik harus memanggil seorangd okter. Dokte rmelakukan
pemeriksaan di TKP.Tapi pada kasus tersebut tidak dilakukan. Kemudian dokter yang
akan melakukan pemeriksaan di TKP harus berkoordinasi dengan penyidik. Setelah
itu tentukan apakah korban masih hidup atau sudah mati. Pada kasus ini korban sudah
mati. Jadi seharusnya jangan memindahkan jenasah sebelum seluru hpemeriksaan
TKP selesai. Tapi pada kasus ini jenasah telah diangkat sebelum pemeriksaan TKP
selesai dilakukan. Saat menemukan mayat dokter memeriksa mayat dan sekitarnya
serta mencatat apakah sudah terjadi lebam mayat, kaku mayat, suhu tubuh, luka-luka,
serta membuat sketsa atau foto.
Dasar Pemeriksaan
HEXAMETER yaitu menjawab 6 pertanyaan, meliputi : (Putra, 2014)
 APA, yang terjadi
 SIAPA yang tersangkut
 DIMANA & KAPAN terjadi
 BAGAIMANA terjadinya
 DENGAN APA melakukannya
 KENAPA terjadi peristiwa tersebut
Prinsip umum pemeriksaan(Putra, 2014)
 Menjaga tidak mengubah keadaan TKP.
 Semua benda/barang bukti yang ditemukan dikirim ke laboratorium.
Berikut merupakan langkah-langkah pemeriksaan di TKP yaitu membuat
dokumentasi (foto), membuat sketsa TKP (letak korban, barang bukti), pemeriksaan
sidik jari oleh penyidik, pemeriksaan jenasah, pengumpulan barang bukti (barang
bukti kering dimasukan ke dalam amplop atau kantong plastik, barang bukti cair
dimasukan ke dalam tabung reaksi kering), barang bukti berupa bercak pada kain,
digunting dulu masukan ke dalam amplop/kantong plastik, barang bukti berupa bercak
mani, rambut, obat, anak peluru, selongsong peluru, di duga senjata diambil hati-hati,
tanpa meninggalkan jejak sidik jari baru, kemudian masukan dalam kantong plastik,
dan semua barang bukti harus diberi label : jenis benda, lokasi penemuan, saat
penemuan, & keterangan lain yang diperlukan.
2). PEMERIKSAAN OTOPSI MEDIKOLEGAL
- Pemeriksaan Luar

1. Permukaan Kulit Tubuh :

a. Kepala : Bentuk tidak simetris. Tidak dijumpai tanda-tanda pecah tulang


tengkorak kepala pada perabaan.
 Daerah berambut : Dijumpai panjang rambut dua sentimeter, rambut
samping kanan satu koma lima sentimeter, rambut samping kiri satu
koma lima sentimeter, dan rambut belakang dua sentimeter
 Wajah :
 Dahi : dijumpai luka lecet pada dahi dengan panjang dua sentimeter dan
lebar nol koma dua sentimeter, dua sentimeter dari alis dan dua
sentimeter dari garis tengah tubuh.
 Mata :
 Alis mata : hitam, tidak ada kelainan
 Bulu mata : hitam, lurus, tidak ada kelainan
 Kelopak mata : tidak ada kelainan
 Selaput biji mata : tampak bintik perdarahan pada kedua selaput biji
mata.
 Selaput bening mata : Tampak lingkaran penuaan pada kedua selaput
bening mata
 Pupil mata : bundar, diameter nol koma tujuh sentimeter, kanan sama
dengan kiri
 Pelangi mata : hitam
 Hidung :
 Bentuk hidung : tidak ada kelainan
 Permukaan kulit hidung : tidak ada kelainan
 Lubang hidung : terdapat buih halus, bercampur darah yang
bertambah banyak bila dada ditekan
 Telinga :
 Bentuk telinga : tidak ada kelainan
 Permukaan daun telinga : tidak ada kelainan
 Lubang telinga : tidak ada kelainan
 Pipi : Tidak ada kelainan.
 Mulut : Terdapat buih halus bercampur darah bertambah banyak
dengan penekanan dada
 Bibir atas : kebiruan
 Bibir bawah : kebiruan
 Selaput lendir mulut : pucat
 Lidah : terdapat lumut
 Gigi rahang atas : lengkap, gigi ketiga kanan dan kiri geraham
belakang sudah tumbuh, tidak ada kelainan
 Gigi rahang bawah : lengkap, gigi ketiga kanan dan kiri geraham
belakang sudah tumbuh, tidak ada kelainan
 Langit-langit mulut : tidak ada kelainan
 Rongga mulut : Tidak ada kelainan.
 Dagu : Tidak ada kelainan.
b. Leher : Tidak ada kelainan.
c. Bahu :Tidak ada kelainan
d. Dada : Tidak ada kelainan
e. Punggung : Tidak ada kelainan
f. Perut : Tidak ada kelainan
g. Bokong :Tidak ada kelainan
h. Dubur :Tidak ada kelainan
i. Anggota gerak :
o Anggota gerak atas :
 Kanan : kulit telapak tampak keriput dan mengelupas, ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan.
 Kiri : kulit telapak tampak keriput dan mengelupas, ujung jari dan
jaringan di bawah kuku tampak kebiruan.
o Anggota gerak bawah :
 Tampak lilitan tali rotan pada daerah kedua kaki yg melingkar penuh,
setelah luka dibuka tampak luka dibawah kulit berwarna putih dan tidak
ada resapan darah. Pada pemeriksaan luar tampak luka lecet yg melingkar
pada kedua kaki.
j. Alat kelamin : Laki-laki
o Pelir : tidak ada kelainan
o Kantung buah pelir : tidak ada kelainan, pada perabaan teraba dua buah
pelir .
- Pemeriksaan Dalam
1. Rongga kepala :
a. Kulit kepala bagian dalam : dijumpai resapan darah pada kulit kepala bagian
belakang dengan panjang dua belas sentimeter, lebar delapan sentimeter,
melintang garis tengah tubuh. Dijumpai retak tulang tengkorak bagian belakang
sebelah kiri dengan panjang enam sentimeter, lebar nol koma tiga sentimeter,
dan jarak dari garis tengah tubuh empat sentimeter. Dijumpai retak tulang
tengkorak bagian belakang sebelah kanan dengan panjang enam sentimeter,
lebar nol satu sentimeter, dan jarak dari garis tengah tubuh tiga sentimeter.
(RSUD dr.Kariadi, 2016)
b. Tulang tengkorak : Dijumpai resapan darah pada selaput tebal otak dengan
panjang sepuluh sentimeter dan lebar empat sentimeter. (RSUD dr.Kariadi,
2016)
c. Selaput tebal otak : Dijumpai jaringan otak sudah membubur disertai
perdarahan.
2. Leher bagian dalam :
a. Lidah bagian dalam : tidak ada kelainan.
b. Otot-otot dagu : terdapat dua buah resapan darah pada otot dagu, bentuk tidak
teratur, warna merah kehitaman. Resapan darah pertama pada dagu sisi kanan
dengan ukuran panjang tiga sentimeter dan lebar dua sentimeter. Resapan darah
kedua pada dagu sisi kiri dengan ukuran panjang lima sentimeter lebar tiga
sentimeter. (RSUD dr.Kariadi, 2016)
c. Kulit leher bagian dalam : tidak ada kelainan.
d. Otot-otot leher bagian dalam : tidak ada kelainan.
e. Pembuluh nadi leher : terisi penuh, darah lebih gelap dan beku
f. Tenggorokan : tampak cairan warna hitam menyerupai lumpur dan pasir
g. Kerongkongan : tidak ada kelainan
h. Tulang cincin lidah : tidak ada kelainan.
3. Rongga dada :
a. Otot dinding dada : tidak ada kelainan
b. Tulang dada : tidak ada kelainan
c. Tulang-tulang iga : tidak ada kelainan
d. Paru :
- Paru kanan: Terdiri dari dua bagian, permukaan licin, tepi lancip, dengan berat
dua ratus sepuluh gram, panjang tujuh belas sentimeter, lebar empat belas
sentimeter, tinggi satu koma lima sentimeter, pada pengirisan terdapat cairan
menyerupai lumpur pada percabangan batang tenggorok. (RSUD dr.Kariadi,
2016)
- Paru kiri: Terdiri dari dua bagian, permukaan licin, tepi lancip, dengan berat dua
ratus sepuluh gram, panjang tujuh belas sentimeter, lebar empat belas
sentimeter, tinggi satu koma lima sentimeter, pada pengirisan tidak ada
kelainan. (RSUD dr.Kariadi, 2016)

d. Kantung jantung: berisi cairan warna merah sebanyak tiga mililiter.


e. Jantung : Warna merah kecoklatan, tampak perlemakan hampir pada seluruh
permukaan, berat jantung tiga ratus gram, dengan ukuran panjang tiga belas
sentimeter, lebar dua belas sentimeter, tinggi tiga sentimeter. Katup antara serambi
bilik kanan terdiri dari tiga katup, dengan ukuran panjang lingkar katup lima belas
sentimeter, tidak ada kelainan. Tebal dinding otot jantung kanan nol koma lima
sentimeter. Katup pembuluh nadi paru berjumlah tiga buah katup, dengan ukuran
panjang lingkar katup pembuluh nadi paru sembilan sentimeter. Katup antara serambi
bilik kiri terdiri dari dua katup, dengan ukuran panjang lengkung katup jantung kiri
sepuluh koma lima sentimeter, tidak ada kelainan. Tebal dinding otot jantung kiri nol
koma delapan sentimeter, panjang lengkung katup pembuluh darah besar tujuh koma
delapan sentimeter. (RSUD dr.Kariadi, 2016)
4. Rongga perut : Tidak terdapat massa, Tidak terdapat perlengketan

a. Hati : Warna coklat kemerahan, permukaan rata, perabaan kenyal, tepi tajam, berat
enam ratus lima puluh gram, dengan ukuran panjang dua puluh empat koma lima
sentimeter, lebar lima belas sentimeter, tinggi tiga sentimeter, pada pengirisan tidak
ada kelainan.
b. Limpa : Warna merah gelap, berat seratus gram, dengan ukuran panjang sebelas
sentimeter, lebar tujuh sentimeter, tinggi satu sentimeter, pada pengirisan tidak ada
kelainan.
c. Lambung : Warna kecoklatan, berat beserta isinya tiga ratus lima puluh gram, dengan
ukuran panjang lengkung besar enam puluh satu sentimeter, ukuran panjang lengkung
kecil dua puluh enam sentimeter, tampak isi lambung berupa air kurang lebih empat
puluh mililiter.
d. Usus halus : tidak ada kelainan-
e. Usus besar : tidak ada kelainan
f. Ginjal:
o Kanan : Selaput ginjal mudah dilepas, permukaan licin, perabaan kenyal, berat
seratus gram, panjang sebelas sentimeter, lebar enam sentimeter, tinggi satu
koma lima sentimeter. Pada pengirisan tidak tampak kelainan
o Kiri : Selaput ginjal mudah dilepas, permukaan licin, perabaan kenyal, berat
seratus lima puluh gram, panjang sebelas sentimeter, lebar enam sentimeter,
tinggi satu koma tiga sentimeter. Pada pengirisan tidak tampak kelainan. (RSUD
dr.Kariadi, 2016)
g. Pankreas : warna putih kekuningan, berat seratus gram, panjang lima belas sentimeter,
lebar enam sentimeter, tinggi satu sentimeter, pada pengirisan tidak ada kelainan.
(RSUD dr.Kariadi, 2016)

- Kesimpulan Pemeriksaan : Dari temuan-temuan yang didapatkan dari pemeriksaan


bahwa kematian pada kasus ini merupakan kematian tidak wajar dengan hasil
pemeriksaan disimpulkan bahwa telah diperiksa jenazah laki-laki, umur kurang lebih
lima puluh satu tahun, kesan gizi baik. Dari pemeriksaan luar dan dalam didapatkan
luka akibat kekerasan tumpul berupa dijumpai luka lecet pada dahi dengan panjang dua
sentimeter dan lebar nol koma dua sentimeter, dua sentimeter dari alis dan dua
sentimeter dari garis tengah tubuh. Ditemukan lilitan tali rotan pada daerah kedua kaki
yg melingkar penuh, setelah luka dibuka tampak luka dibawah kulit berwarna putih dan
tidak ada resapan darah. Tampak luka lecet yg melingkar pada kedua kaki. Luka di kaki
tersebut adalah luka post mortem. Pada pemeriksaan dalam ditemukan resapan darah
pada selaput tebal otak dengan panjang sepuluh sentimeter dan lebar empat sentimeter
serta jaringan otak sudah membubur disertai perdarahan. Didapatkan pembusukan
lanjut, tanda penyakit lama, dan tanda tenggelam. Perkiraan kematian kurang lebih tiga
hari. Sebab kematian karena kegagalan pernapasan akibat perdarahan yang banyak pada
daerah otak dan sekitarnya sebagai akibat kekerasan benda tumpul. (Nelwan Berti,
2014).
3). KLAIM ASURANSI
Prosedur medikolegal penanganan surat keterangan medis untuk kepentingan
klaim asuransi

Pada kasus ini, berdasarkan hasil olah TKP dan hasil autopsi disimpulkan bahwa
kematian pasien tidak wajar. Oleh karena itu, sesuai dengan prosedur klaim asuransi jiwa
kematian jika ditemukan jenazah di TKP atau keluarga jenazah meminta dokter untuk
memeriksa jenazah dengan hasil kematian tidak wajar maka kasus ini harus dilaporkan ke
penyidik untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Selanjutnya penyidik akan mengeluarkan
surat permintaan visum kepada dokter dan dokter akan mengeluarkan laporan Visum et
Repertum kepada pihak penyidik.

Prosedur Klaim Asuransi Jiwa karena Kematian

Sumber : (Hanafiah, 2007).

Dari penjelasan tentang aspek medikolegal dan alur klaim asuransi jiwa kematian maka
jika keluarga ingin melakukan klaim untuk asuransi jiwa kematian, keluarga langsung
datang ke dokter untuk meminta dokter melakukan pemeriksaan di TKP tentang cara
kematian, sebab kematian dan mekanisme kematian. Setelah itu akan ditentukan apakah
kematian tersebut wajar atau tidak. Jika kematiannya wajar maka dokter dapat langsung
memberikan surat keterangan medik yakni surat keterangan kematian tanpa harus ada ijin
dari penyidik. Seperti yang diatur dalam peraturan pemerintah No.10 tahun 1966 dengan
sanksi hukum seperti dalam pasal 322 KUHAP. Dokter boleh membuka isi catatan medik
kepada pihak ketiga, misalnya dalam bentuk keterangan medik, hanya setelah memperoleh
izin dari pasien, baik berupa izin langsung maupun berupa perjanjian yang dibuat
sebelumnya antara pasien dengan pihak ketiga tertentu (misalnya perusahaan asuransi).
Sebaliknya, jika kematian tidak wajar maka dokter harus ke pihak penyidik untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyidik akan mengeluarkan surat permintaan visum
kepada dokter dan dokter akan mengeluarkan laporan Visum et Repertum kepada pihak
penyidik. (Hanafiah, 2007).

Dokter dalam hal menyangkut surat kematian berperan dalam menentukan seseorang
telah meninggal dunia (berhenti secara permanen, sirkulasi, respirasi, dan neurologi),
melengkapi surat keterangan kematian bagian medis (menuliskan sebab kematian, jika
diperlukan dilakukan autopsi) (Hoediyanto, haryadi. 2010).
D. DAFTAR PUSTAKA

RSUD dr.Kariadi, 2016. Visum et Repertum Instalasi Kedokteran Forensik dan


Pemulasaran Jenazah Rumah Sakit dr. Kariadi. Semarang.

Nelwan Berti, 2014. Slide Lecture : Tenggelam. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.

Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan


Penyidikan) Edisi Kedua Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.

Putra, I.B.G. 2014. Kuliah Pakar : Pemeriksaan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Iswari, D.I. 2014. Odontologi Forensik. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RSUD DR. MOEWARDI.
Surakarta.

Suwandono, Adji. 2015. Scene : Tempat Kejadian Perkara. Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Hamdani, Njowito. Autopsi. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi Kedua. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. 2000 : 48-59.

Hanafiah, J Dan Amir, A. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan Ed 4. 2007. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Hoediyanto, haryadi. 2010. Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
Surabaya: departemen ilmu kedokteran forensik dan medikolegal DK UNAIR

Solahuddin. Kitab Undang-Undng Hukum Pidana (KUHP) & Kitab Undang-Undang


Hukum Acara Pidana (KUHP). 2007. Jakarta: Transmedia Pustaka

Anda mungkin juga menyukai