Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENGUJIAN EKSISTENSI ASET TETAP DENGAN PROSEDUR


OBSERVASI VIRTUAL DI MASA PANDEMI COVID-19 PADA PT INDOMY

DIAJUKAN OLEH:

NAMA : SITHA NURHASANAH

NIM : 126212024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2022
PENGUJIAN EKSISTENSI ASET TETAP DENGAN PROSEDUR
OBSERVASI VIRTUAL DI MASA PANDEMI COVID-19 PADA PT INDOMY

Laporan Akhir diajukan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan pada
Program Studi Pendidikan Profesi Akuntan

DIAJUKAN OLEH:

NAMA : SITHA NURHASANAH

NIM : 126212024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2022
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Judul :Pengujian Eksistensi Aset Tetap Dengan Prosedur


Observasi Virtual Di Masa Pandemi Covid-19 Pada
PT INDOMY
Nama Mahasiswa : Sitha Nurhasanah
NIM :126212024
Nama Dosen Pembimbing : Dr. Jamaludin Iskak, SE., MSi, Ak, CA, CPA,
ASEAN CPA

Jakarta, Desember 2022

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mahasiswa

Dr. Jamaludin Iskak, SE., MSi, Ak, CA, CPA, ASEAN CPA Sitha Nurhasanah

Mengetahui,
Ketua Program Studi PPAK

Dr. Jamaludin Iskak, SE., MSi, Ak, CA, CPA, ASEAN CPA
Pengujian Eksistensi Aset Tetap Dengan Prosedur Observasi Virtual
Di Masa Pandemi Covid-19 Pada PT INDOMY

Sitha Nurhasanah

126212024

Abstract: A physical examination of fixed assets is required to confirm the existence


of the company's fixed assets. Audit procedures involving direct observation of the
location where the asset is believed to be located will provide reliable evidence. There
are government regulations that limit auditor access during the COVID-19 pandemic
to make in-person visits; therefore, the observation procedure is carried out virtually,
which is an alternative to replacing the physical presence of auditors in the field. This
study aims to test whether virtual observation audit procedures can produce the same
confidence as a physical examination of fixed assets for auditors in testing the
existence of a company's fixed assets. This research was conducted on one of the
authors' clients, who also acted as the client's auditor in the examination of fixed
assets. The results of research and observations show that virtual observation audit
procedures for testing the existence of fixed assets are in accordance with audit
procedures.

Keywords: Fixed asset, existence, observation, virtual, audit procedures

Abstrak: Pemeriksaan fisik aset tetap penting dilakukan untuk menguji eksistensi aset
tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Prosedur audit observasi langsung ke lokasi
tempat aset tersebut berada diyakini akan memberikan bukti yang andal. Adanya
peraturan pemerintah yang membatasi akses auditor di masa pandemi covid-19 untuk
melakukan kunjungan langsung, maka dari itu prosedur observasi dilakukan secara
virtual yang menjadi alternatif dalam menggantikan kehadiran auditor sacara fisik di
lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah prosedur audit observasi
virtual dapat menghasilkan keyakinan yang sama dengan pemeriksaan fisik aset tetap
bagi auditor dalam menguji eksistensi aset tetap perusahaan. Penelitian ini dilakukan
pada salah satu klien penulis yang juga bertindak sebagai auditor klien tersebut dalam
pemeriksaan aset tetap. Hasil penelitian dan pengamatan menunjukkan bahwa
prosedur audit observasi virtual atas pengujian eksistensi aset tetap telah sesuai
dengan prosedur audit.

Kata Kunci: Aset tetap, eksistensi, observasi, virtual, prosedur audit


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah


SWT karena atas berkah rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan tugas akhir ini ditujukan
sebagai salah satu syarat akhir untuk menyelesaikan Program Profesi Akuntan (PPAk)
mencapai gelar Akuntan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Tarumanagara.

Selama masa perkuliahan sampai dengan penyusunan tugas akhir ini, penulis telah
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih penulis kepada:

1. Allah SWT. Atas kesempurnaan dan rencana-Nya yang sangat indah. Atas
keberadaan-Nya yang selalu membuat penulis percaya bahwa semua yang
terjadi adalah hal yang terbaik.
2. Orang tua tersayang, atas doa, perhatian dan kasih sayang dari keduanya yang
tidak pernah berhenti. Terima kasih untuk selalu menjadi motivasi utama penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
3. Seluruh keluarga penulis; abang, adik, kakak ipar, adik ipar dan keponakan
penulis yang selalu menghibur dan memberikan keceriaan kepada penulis
sehingga penulis semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Bapak Dr. Jamaludin Iskak, SE., MSi, Ak, CA., CPA, ASEAN CPA selaku
Ketua Program Studi PPAk dan dosen pembimbing yang sudah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikirannya kepada penulis sepanjang penyusunan tugas akhir.
Terima kasih untuk evaluasi dan masukan yang telah diberikan.
5. Rekan kerja penulis yang juga solid untuk ikut ambil PPAK di Universitas
Tarumanagara, dengan selalu berbagi informasi selama perkuliahan dan
memberikan perhatian dan waktunya sehingga menjalani perkuliahan ini dengan
semangat dan dapat dilalui bersama-sama. Yakin bisa lulus bareng.
6. Teman-teman penulis seperjuangan semasa kuliah PPAK di Universitas
Tarumanagara yaitu geng kelas A angkatan 30, yang selalu aktif dan berbagi
informasi selama perkuliahan. Terima kasih banyak, semoga kita bisa bertemu
secara nyata di kesempatan mendatang.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
semua bantuan dan dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan
saran demi sempurnanya tugas akhir ini. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, Desember 2022

Sitha Nurhasanah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR ...................................................... iii

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi

DAFTAR ISI ................................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................... 5

2.1 Aset Tetap .................................................................................................. 5


2.1.1 Definisi Aset Tetap.............................................................................. 5
2.1.2 Biaya Perolehan Aset Tetap ................................................................. 6
2.1.3 Biaya Setelah Perolehan Awal Aset Tetap ..........................................10
2.1.4 Pengukuran Aset Tetap.......................................................................13
2.1.5 Penyusutan Aset Tetap .......................................................................14
2.1.6 Pengungkapan Aset Tetap ..................................................................17

2.2 Audit Atas Aset Tetap ...............................................................................18


2.2.1 Definisi Audit.....................................................................................18
2.2.2 Jenis Audit .........................................................................................19
2.2.3 Asersi Manajemen ..............................................................................20
2.2.4 Tujuan Audit ......................................................................................22

vii
2.2.5 Bukti Audit.........................................................................................24
2.2.6 Proses Audit Secara Umum ................................................................27
2.2.7 Prosedur Audit Atas Aset Tetap..........................................................28

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................37

3.1 Jenis Penelitian..........................................................................................37

3.2 Metode Penelitian......................................................................................38

3.3 Unit Analisis .............................................................................................38

3.4 Lokasi Penelitian .......................................................................................38

3.5 Sumber Data .............................................................................................38

3.6 Teknik Analisis .........................................................................................39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................41

4.1 Profil Kantor Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan
..................................................................................................................41

4.2 Profil Klien: PT INDOMY ........................................................................42

4.3 Kebijakan Aset Tetap PT INDOMY ..........................................................43

4.4 Audit Program Pengujian Eksistensi Aset Tetap PT INDOMY ..................45

4.5 Prosedur Audit Observasi Virtual Aset Tetap Klien Yang Dilakukan Oleh
Auditor......................................................................................................46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................49

5.1 Kesimpulan ...............................................................................................49

5.2 Saran……. ................................................................................................49

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................50

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Prosedur Analitis Aset Tetap……………………………………………29

Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap…………………………………31

Tabel 4.1 Masa Manfaat Aset Tetap 1……………………………………………..44

Tabel 4.2 Masa Manfaat Aset Tetap 2……………………………………………..44

Tabel 4.3 Audit Program Pengujian Eksistensi Aset Tetap………………………..46

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Empat Fase Proses Audit………………………………………………27

Gambar 4.1 Struktur Organisasi KAP RSM Indonesia.…………………………….41

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan suatu bentuk laporan yang menggambarkan


kondisi suatu perusahaan, perkembangan perusahaan dan hasil usaha suatu perusahaan
pada jangka waktu tertentu. Tujuan dari penyajian laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas
perusahaan yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna laporan keuangan
tersebut maka dibutuhkan suatu pengujian kesesuaian antara praktek akuntansi dalam
laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Proses pengujian
tersebut dikenal dengan istilah audit.

Audit laporan keuangan biasanya dilakukan oleh akuntan publik untuk menilai
seberapa wajar atau seberapa layak penyajian laporan keuangan ini dibuat oleh
perusahaan dengan mengacu pada prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan
keuangan yang dituju. Hal ini dapat dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh
auditor tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku (SA 200,2021).

Laporan keuangan yang harus diperiksa terdiri dari laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas. Salah satu akun
yang terdapat dalam laporan posisi keuangan adalah aset tetap. Setiap perusahaan pasti
memiliki aset tetap untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Aset tetap
mempunyai sifat relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan pengelolaan
perusahaan secara normal. Contoh aset tetap antara lain adalah tanah, bangunan,
pabrik, alat-alat transportasi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan
kantor, dan lain-lain. Aset tetap merupakan salah satu akun yang mempunyai nilai
material, maka adanya kesalahan pencatatan, perhitungan, penyajian yang material
dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Hal ini sangat merugikan baik oleh

1
2

perusahaan sendiri maupun oleh pihak eksternal. Untuk itu diperlukan audit untuk
mengetahui kewajaran aset tetap pada laporan keuangan.

Kewajaran penilaian aset tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan


Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16. Dalam PSAK ini dinyatakan
bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi
atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau tujuan
administratif dan diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode. Namun,
manfaat yang diberikan aset tetap umumnya semakin lama semakin menurun secara
terus menerus, dan menyebabkan terjadi penyusutan. Oleh karena itu, perlu untuk
mengetahui serta memahami secara rinci tentang aset tetap, baik aset tetap berwujud
maupun tidak berwujud.

Dalam melaksanakan standar tersebut, auditor melakukan tes terhadap bukti-


bukti pembukuan yang mendukung transaksi yang dicacat perusahaan untuk
mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai
dengan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.

Namun, pada awal tahun 2020 dunia di hadapkan pada adanya penyebaran
pandemi covid-19 di sebagian besar negara di dunia yang telah menimbulkan dampak
yang besar di berbagai bidang seperti kesehatan, ekonomi dan sosial. Hal ini juga
berdampak pada Kantor Akuntan Publik (KAP), dimana pemerintah mengeluarkan
aturan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga membatasi akses
dan mobilitas auditor dalam beraktifitas di luar rumah. Peraturan pemerintah terkait
penanganan pandemi covid-19 di Indonesia yang meliputi larangan berpergian dan
aktivitas perkantoran maksimal 50% dari total pegawai, membuat KAP mengubah
strateginya dengan melakukan audit jarak jauh. Auditor perlu melakukan penyesuaian
yang disebabkan oleh tantangan baru dalam proses audit selama pandemi covid-19.
Menurut Levy (2020) pandemi covid-19 berdampak pada ketidakmampuan auditor
untuk mengakses dokumen yang dibutuhkan karena kendala jarak sehingga
menyebabkan auditor kesulitan untuk mendapatkan bukti audit yang cukup dan sesuai.

Pengumpulan bukti audit pada pelaksanaan audit tradisional adalah dengan


berkunjung langsung dengan klien (Arens dkk, 2008). Pemerolehan bukti dengan
pemeriksaan fisik secara langsung di tempat klien adalah hal yang pada umumnya
dilakukan auditor untuk meningkatkan keyakinan atas informasi yang disajikan dalam
3

laporan keuangan. Pada masa sebelum pandemi covid-19, bertemu dengan orang-
orang adalah hal yang lumrah. Observasi langsung ke tempat klien untuk memeriksa
keberadaan aset klien diyakini akan memberikan bukti yang andal.

Dalam beberapa minggu setelah dimulainya pandemi covid-19, komunitas


audit internasional bertindak untuk memberikan jalan ke depan bagi sertifikasi, auditor
dan perusahaan bersertifikat untuk perluasan penggunaan audit jarak jauh. Audit jarak
jauh, juga dikenal dengan audit virtual, yaitu melakukan proses audit menggunakan
metode elektronik seperti konferensi video, email dan telepon untuk mendapatkan
bukti audit. Tujuan keseluruhannya adalah untuk mengevaluasi bukti audit secara
objektif untuk menentukan sejauh mana kriteria audit telah dipenuhi. Audit virtual
menggunakan alat seperti konverensi video (Google meet dan Zoom) untuk
mengumpulkan informasi, mewawancarai klien, ketika metode tatap muka tidak
memungkinkan terpenuhi.

Berdasarkan pada latar belakang yang telah disebutkan di atas, penulis tertarik
untuk membahas suatu topik yang berhubungan dengan prosedur audit pada aset tetap.
Sehingga judul laporan Tugas Akhir ini adalah “Pengujian Eksistensi Aset Tetap
Dengan Prosedur Audit Observasi Virtual Di Masa Pandemi Covid-19 Pada
PT INDOMY.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan lata belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini


adalah mengenai apakah prosedur audit observasi virtual dapat menghasilkan
keyakinan yang memadai terkait dengan pengujian eksistensi aset tetap sama seperti
jika auditor menghadiri secara fisik prosedur pemeriksaan fisik aset tetap di lapangan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Memenuhi syarat kelulusan Pendidikan Profesi Akuntan Fakultas


Ekonomi Universitas Tarumanagara.
2. Sebagai sarana untuk menguji antara teori yang didapatkan selama
perkuliahan dengan kasus nyata di lapangan.
4

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat serta menjadi


informasi tambahan bagi pihak yang berkepentingan terutama untuk auditor yang akan
menjalani prosedur pengujian eksistensi aset tetap klien secara virtual.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Aset Tetap


2.1.1 Definisi Aset Tetap

Aset tetap merupakan aset suatu perusahaan yang sifatnya tidak untuk dijual
belikan dan digunakan untuk kegiatan perusahaan. Penggunaan aset tetap umumnya
dalam jangka waktu yang lebih dari satu tahun.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16:
Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun
lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun. Masa manfaat adalah periode suatu aktiva diharapkan digunakan oleh
perusahaan atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari
aktiva oleh perusahaan.
Terdapat beberapa definisi dari aset tetap, berikut definisi menurut para ahli:
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) mendefinisikan aset tetap sebagai aset
berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan
jasa, untuk penyewaan kepada orang lain, atau untuk tujuan administrative, aset tetap
diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Aset tetap, atau sering
disebut juga property, plant and equipment, mencakup tanah, struktur bangunan
(gedung perkantoran, pabrik, gudang), dan peralatan (mesin, perabotan).
Karakteristik utama yang membedakan aset tetap dari aset lain adalah:

1. Aset tetap digunakan dalam kegiatan operasional dan tidak dimaksudkan untuk
dijual kembali. Jika suatu aset digunakan untuk hal selainoperasional, misalnya
dibeli dengan mengharapkan adanya apresiasi harga atas aset, atau aset tetap itu
tidak digunakan, maka dapat dikategorikan sebagai investasi, dan bukan aset
tetap.

2. Aset tetap memiliki masa penggunaan jangka panjang dan biasanya nilainya
disusutkan setiap periode. Untuk aset tetap berbentuk tanah, umumnya nilainya
tidak disusutkan, kecuali terdapat penurunan nilai yang material, seperti hilangnya
kesuburan pada tanah agrikultur karena adanya musim kemarau berkepanjangan.

5
6

3. Aset tetap memiliki wujud fisik. Hal ini yang membedakan aset tetap dari aset tak
berwujud, seperti paten atau goodwill. Aset tetap juga berbeda dari bahan baku,
karena aset tetap tidak secara langsung menjadi bagian dari produk yang
diperjualbelikan.
Warren et al., (2008) menyatakan bahwa aset tetap adalah aset yang bersifat
jangka panjang dan relatif permanen. Aset tetap merupakan aset berwujud (tangible
asset) karena memiliki bentuk fisik. Aset tetap juga dimiliki dan digunakan dalam
aktivitas bisnis dan tidak untuk diperjualbelikan dalam operasional sehari-hari.
Aset tetap (fixed asset) seringkali disebut sebagai plant assets atau property, plant, and
equipment.
Menurut PSAK 16 pada paragraf 6, Aset tetap adalah aset berwujud yang:
a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Sedangkan pada paragraf 8 dijelaskan, dalam hal suku cadang danperalatan
pemeliharaan siap pakai, keduanya memenuhi kriteria aset tetap karena apabila
perusahaan memperkirakan akan menggunakan aset tersebut selama lebih dari satu
periode maka keduanya dapat dianggap sebagai aset tetap.
Dijelaskan pula dalam paragraf 10 bahwa harus dilakukan evaluasi berdasarkan
prinsip pengakuan ini terhadap semua biaya perolehan aset tetap pada saat terjadinya.

Biaya yang dimaksudkan antara lain adalah:


• Biaya untuk memperoleh aset tetap
• Biaya konstruksi atas aset tetap
• Serta biaya-biaya lain terkait penambahan, penggantian dan perbaikan atas aset
tetap

2.1.2 Biaya Perolehan Aset Tetap

Dalam PSAK 16 menyebutkan bahwa biaya perolehan aset t etap harus diakui
sebagai aset, jika dan hanya jika:
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan aset
tersebut akan mengalir ke perusahaan; dan
b. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
7

Dalam PSAK 16 paragraf 11 dinyatakan bahwa aset tetap dapat diperoleh


untuk alasan keamanan atau lingkungan. Hal inidikarenakan, walaupun tidak langsung
meningkatkan manfaat ekonomik masa depan, aset tetap tersebut mungkin diperlukan
untuk memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset terkait.
Sesuai PSAK 16 paragraf 16, terdapat beberapa komponen atas biaya perolehan
aset tetap meliputi:
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain;
b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi
manajemen;
Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan, yaitu:
• biaya imbalan kerja (seperti didefinisikan dalam PSAK 24 (revisi 2010):
Imbalan Kerja) yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi
aset tetap;
• biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
• biaya handling dan penyerahan awal;
• biaya perakitan dan instalasi;
• biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi
hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian
tersebut (misalnya, contoh produk dihasilkan dari peralatan yang sedang
diuji); dan
• komisi profesional.
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi
aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau
karena perusahaan menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk
tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.
Berikut merupakan biaya-biaya yang bukan merupakan biaya perolehan aset
tetap:
a. biaya pembukaan fasilitas baru;
b. biaya pengenalan produk baru (termasuk biaya iklan dan aktivitaspromosi);
c. biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelompok pelanggan baru
(termasuk biaya pelatihan staf); dan
8

d. administrasi dan biaya overhead umum lainnya.


Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menjelaskan lebih rinci mengenai biaya
perolehan pada tanah, bangunan, peralatan dan self constructed asset yaitu:

a. Tanah
Biaya atas tanah termasuk semua biaya untuk memperoleh tanah hingga
siap untuk digunakan. Biaya-biaya tersebut biasanya meliputi:
1. Biaya pembelian;
2. Biaya penutupan, seperti hak atas tanah, biaya pengacara, dan biaya
pencatatan;
3. Biaya perolehan atas tanah; seperti grading, pengisian, pengeringan, dan
kliring;
4. Asumsi hak gadai, hipotik, atau sitaan di properti, dan
5. Prasarana tambahan yang memiliki masa manfaat yang tidak terbatas.

Terdapat dua kondisi atas tanah. Apabila tanah dikuasai dan dimiliki
perusahaan untuk tujuan spekulasi, maka tanah harus diklasifikasikan sebagai
investasi. Namun jika tanah dimiliki untuk dijual kembali, maka dikategorikan
sebagai persediaan.

b. Bangunan
Biaya atas bangunan termasuk semua biaya yang terkait langsungdengan
perolehan atau konstruksi. Biaya-biaya tersebut biasanya meliputi:
1. Bahan, tenaga kerja, dan biaya overhead yang terjadi selamakonstruksi;
dan
2. Biaya profesional dan izin bangunan.
Perusahaan mempertimbangkan semua biaya yang dikeluarkan, dari
penggalian sampai selesai, sebagai bagian dari biaya bangunan. Bila terdapat
bangunan tua yang ada di tempat suatu bangunan baru akan dibangun, maka
terdapat biaya pembongkaran bangunan lama untuk digunakan dan lebih
berhubungan dengan tanah daripada dengan gedung baru.

c. Peralatan
Biaya atas Peralatan termasuk semua biaya yang terjadi untuk memperoleh
peralatan dan mempersiapkan untuk digunakan. Biaya-biaya tersebut biasanya
meliputi:
1. Biaya pembelian,
2. Biaya pengiriman dan penanganan
9

3. Asuransi pada peralatan pada saat pengiriman,


4. Biaya atas penyimpanan dan bea masuk,
5. Biaya perakitan dan biaya instalasi, dan
6. Biaya percobaan (trial errors).

d. Self constructed asset


Suatu perusahaan dapat memiliki aset dari hasil pembangunan sendiri. Dalam
menentukan biaya perolehan aset seperti ini, biasanya yang menjadi masalah
adalah biaya tidak langsung. Biaya seperti bahan baku langsung dan tenaga kerja
langsung akan dengan mudah ditentukan. Namun, biaya tidak langsung seperti
biaya listrik, penerangan, asuransi, pajak yang berkaitan, penyusutan dan biaya
supervisor pabrik akan lebih sulit untuk ditentukan. Biaya-biaya tidak langsung
itu disebut sebagai biaya overhead. Perusahaan dapat memperlakukan biaya
overhead dengan cara berikut:
1. Tidak mengalokasikan biaya overhead yang sifatnya tetap pada biaya
pembangunan aset. Hal ini dilakukan atas dasar pemikiran bahwa biaya tetap
overhead akan tetap ada baik ketika perusahaan melakukan pembangunan
aset ataupun tidak. Sehingga jika tetap dialokasikan, akan mengurangi beban
dan pendapatan akan tercatat melebihi yang seharusnya. Sebaliknya, untuk
biaya overhead yang sifatnya variabel, perusahaan akan tetap
mengalokasikan pada biaya pembangunan aset.
2. Mengalokasikan sebagian dari biaya overhead pada biaya pembangunan aset.
Hal ini dilakukan ketika suatu perusahaan meyakini bahwa biaya tersebut
memang terkait dengan pembangunan aset. Disebut juga full-costing
approach.

Jika ternyata perusahaan mengalokasikan biaya overhead melebihi biaya


yang seharusnya, maka kelebihan ini akan diakui sebagai rugi pada periode
tersebut, dan tidak boleh dikapitalisasi. Hal ini juga untuk mencegah perusahaan
mengakui kapitalisasi melebihi nilai wajar aset.

Selain biaya overhead, masalah yang sering muncul adalah terkait biaya
pinjaman. PSAK 26 revisi 2008, seperti juga IAS 23 terkait borrowing cost,
menyebutkan bahwa aset yang membutuhkan suatu periode waktu yang
substansial agar siap untuk digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya,
dikategorikan sebagai aset kualifikasian (qualifying asset). Di mana, isu yang
10

sering muncul adalah adanya biaya pinjaman terkait proses persiapan aset
tersebut. Biaya pinjaman adalah bunga dan biaya lain yang ditanggung perusahaan
sehubungan dengan peminjaman dana. Perusahaan harus mengkapitalisasi biaya
pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi,
atau produksi aset kualifikasian sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut.
Biaya pinjaman lainnya diakui sebagai beban pada periode terjadinya.

Sepanjang perusahaan meminjam dana secara spesifik untuk tujuan


memperoleh aset kualifikasian, perusahaan harus menentukan jumlah biaya
pinjaman yang dapat dikapitalisasi sebesar biaya pinjaman aktual yang terjadi atas
pinjaman tersebut selama periode berjalan dikurangi penghasilan investasi dari
investasi temporer pinjaman tersebut. Sementara ketika suatu perusahaan
meminjam dana secara umum dan menggunakannya untuk tujuan memperoleh
suatu aset kualifikasian, maka perusahaan harus menentukan jumlah biaya
pinjaman yang dapat dikapitalisasi dengan menggunakan tingkat kapitalisasi
untuk pengeluaran atas aset tersebut. Tingkat kapitalisasi adalah rata-rata
tertimbang biaya pinjaman yang dapat diterapkan atas saldo pinjaman selama
periode berjalan, selain pinjaman yang secara spesifik untuk tujuan memperoleh
aset kualifikasian. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi selama suatu periode
tidakboleh melebihi jumlah biaya pinjaman yang terjadi.

Perusahaan harus mulai mengkapitalisasi biaya pinjaman sebagai bagian


biaya perolehan aset kualifikasian ketika waktu persiapan aset telah memenuhi
kriteria periode yang substansial, dan ketika kondisi berikut telah terpenuhi:
a. terjadinya pengeluaran untuk aset

b. terjadinya biaya pinjaman

c. perusahaan telah melakukan aktivitas yang diperlukan untuk


menyiapkan aset untuk digunakan atau dijual sesuai dengan
maksudnya.

2.1.3 Biaya Setelah Perolehan Awal Aset Tetap

Setelah suatu aset siap untuk digunakan, kadang terdapat biaya-biaya yang
muncul terkait dengan aset tersebut, seperti biaya perbaikan hingga penambahan aset.
11

Perusahaan kemudian menentukan apakah biaya tersebut dapat dicatat dalam aset tetap
yang bersangkutan.
Masalah yang sering muncul adalah menentukan apakah suatu pengeluaran
diperlakukan sebagai aset (dikapitalisasi) atau sebagai beban dan langsung dibebankan
saat terjadinya. Untuk menentukan hal ini, kriteria yang digunakan untuk setiap
perusahaan umumnya memiliki perbedaan, tergantung batasan nilai yang ditetapkan
sebagai batas kapitalisasi. Namun, secara umum, dasar yang dapat digunakan adalah
PSAK 16 paragraf 12 dan 13.
Dalam paragraf 12 dinyatakan bahwa :

“sesuai dengan prinsip pengakuan dalam paragraf 7, perusahaan tidak boleh


mengakui biaya perawatan sehari-hari aset tetap sebagai bagian dari aset yang
bersangkutan. Biaya-biaya ini diakui dalam laporan laba rugi saat terjadinya.
Biaya perawatan sehari-hari terutama terdiri atas biaya tenaga kerja dan bahan
habis pakai (consumables) termasuk didalamnya suku cadang kecil.
Pengeluaran-pengeluaran untuk hal tersebut sering disebut ‘biaya pemeliharaan
dan perbaikan aset tetap”
Dari paragraf di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya yang dikeluarkan sehari-
hari terkait perawatan aset tetap, tidak dapat dikapitalisasi dan dibebankan ketika
terjadinya. Kemungkinan biaya yang dimaksud adalah biaya yang sering dikeluarkan
dan nominalnya tidak terlalu besar.
Kemudian, dalam paragraf 13 dinyatakan bahwa:

“Bagian-bagian tertentu aset tetap mungkin perlu diganti secara periodik…


Perusahaan dapat juga memperoleh komponen aset tetap tertentu untuk
melakukan penggantian yang tidak terlalu sering dilakukan… atau melakukan
penggantian yang tidak berulang. Sesuai dengan prinsip pengakuan dalam
paragraf 7, perusahaan mengakui biaya penggantian komponen suatu aset dalam
jumlah tercatat aset saat biaya itu terjadi jika pengeluaran tersebut memenuhi
kriteria untuk diakui sebagai bagian dari aset. Jumlah tercatat komponen yang
diganti tersebut tidak lagi diakui apabila telah memenuhi ketentuan penghentian
pengakuan”
Dari paragraf 13, dapat disimpulkan bahwa jika suatu biaya dapat dikapitalisasi
jika biaya tersebut memenuhi syarat seperti tercantum pada paragraf 7 PSAK 16 yang
menyatakan bahwa:
12

“biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke perusahaan; dan
b. biaya perolehan aset dapat diukur secara andal,”
Beberapa biaya yang dikeluarkan sehari-hari mungkin memenuhi kriteria (b)
yaitu dapat diukur secara andal. Namun seringkali kriteria (a) sulit untuk dipenuhi.
Karena manfaat ekonomis sulit untuk diperkirakan untuk biaya semacam ini, maka
biaya tersebut tidak dapat dikapitalisasi. Ketika salah satu dari dua kriteriadi atas
tidak dapat dipenuhi, maka biaya yang bersangkutan harus dibebankanpada periode
terjadinya, dan tidak dapat dikapitalisasi.
Hal ini senada dengan pendapat Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011), yang
lebih lanjut menjelaskan bahwa manfaat ekonomis akan dapat diukur dari adanya
peningkatan (1) umur manfaat aset, (2) jumlah produk yang diproduksi, dan (3)
kualitas produk yang diproduksi.
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) kemudian menyebutkan empat tipe biaya
yang umumnya muncul setelah perolehan aset tetap dan perlakuan akuntansiterhadap
biaya tersebut:
a. Penambahan
Perusahaan akan mengkapitalisasi biaya penambahan aset ke dalam aset tetap
yang bersangkutan.
b. Peningkatan dan penggantian
Biaya ini kadang sering disalahartikan sebagai biaya perbaikan, maka itu
dibutuhkan judgment yang tepat untuk mengklasifikasi biaya yang muncul. Ketika
suatu biaya meningkatkan potensi layanan aset di masa mendatang, maka biaya ini
harus dikapitalisasi. Perusahaan harus membalik biaya dan akumulasi penyusutan
terkait dengan aset tetap, dan mengakui laba atau rugi, jika ada, terlebih dahulu
sebelum mengkapitalisasi biaya.
c. Penyusunan kembali
Biaya yang muncul dari penyusunan kembali/reorganisasi akan dibebankan saat
terjadinya.
d. Perbaikan
Biaya perbaikan kecil akan dibebankan ketika terjadinya, sementara biaya
perbaikan besar harus dikapitalisasi. Perusahaan harus membalik biayadan
akumulasi penyusutan terkait dengan aset tetap, dan mengakui laba atau rugi, jika
13

ada, terlebih dahulu sebelum mengkapitalisasi biaya.

2.1.4 Pengukuran Aset Tetap

Menurut PSAK 16, terdapat 2 model pengukuran aset tetap, yaitu:


1. Model Biaya
Dalam model ini, setelah diakui sebagai aset, perusahaan kemudianmencatat
nilai aset tetap sebesar biaya perolehan kemudian dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.

2. Model Revaluasi
Setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara
andal harus dicatat pada jumlah revaluasi, yaitu nilai wajar pada tanggal
revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan
keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan
menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan.

Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011), dalam melakukan


pencatatanaset tetap, umumnya perusahaan menggunakan model biaya. Model biaya
mengukur harga perolehan aset termasuk biaya pengadaan aset hingga aset tetap
berada pada tempat pemakaian dan siap untuk digunakan. Aset tetap akan diakui ketika
biaya perolehan dapat diukur dengan andal dan perusahaan dapat mendapatkan
keuntungan ekonomis di masa mendatang. Perusahaan juga dapat menggunakan
model revaluasi, bahkan dapat mengkombinasikan penggunaan model biaya dan
model revaluasi untuk kelas aset yang berbeda di dalam perusahaannya. Meskipun
begitu, umumnya perusahaan menggunakan model biaya, dengan alasan lebih mudah
digunakan dan tentunya membutuhkan biaya yang lebih rendah, karena tidak
membutuhkan jasa penilai aset tetap (yang dibutuhkan dalam model revaluasi).
Penggunaan model revaluasi umumnya akan menghasilkan nilai aset yang lebih tinggi,
sehingga beban penyusutan akan lebih tinggi pula. Hal ini berakibat pada laba bersih
yang lebih kecil.
Jika suatu perusahaan telah memilih untuk menggunakan model revaluasi untuk
suatu aset, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi,
14

untuk menghindari revaluasi aset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan
dan nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda. Ketika pada suatu masa perusahaan
mengubah kebijakan akuntansi dan melakukan perubahan model, dari model biaya ke
model revaluasi misalnya, maka perubahan tersebut berlaku prospektif.
Perusahaan memilih model pengukuran aset tetap sebagai kebijakan
akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut secara konsisten terhadap seluruh
aset tetap dalam kelompok yang sama. Perusahaan tidak boleh menggunakan kedua
model pengukuran tersebut untuk setiap kategori aset tetap perusahaan.

2.1.5 Penyusutan Aset Tetap

PSAK 16 mendefinisikan penyusutan sebagai alokasi sistematis jumlah yang


dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Untuk aset tetap, harus
diperhatikan bahwa jika dalam aset tetap terdapat komponen yang memiliki biaya
perolehan yang cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset, maka
komponen tersebut harus disusutkan secara terpisah. Beban penyusutan tersebut
nantinya akan diakui dalam laporan laba rugi pada setiap periode, kecuali jika beban
tersebut dimasukkan dalam jumlah tercatat aset lainnya.
Aset terhitung mulai disusutkan ketika aset tersebut berada pada kondisi siap
digunakan sesuai dengan keinginan manajemen. Penyusutan aset dapat dihentikan
lebih awal ketika aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual,
ataupun ketika aset yang bersangkutan dihentikan pengakuannya.
a. Jumlah yang dapat disusutkan
Jumlah yang dapat disusutkan harus dialokasikan secara sistematis sepanjang
umur manfaat aset tersebut, di mana jumlah tersebut sebesar jumlah tercatat
dikurangi dengan nlai residu aset tersebut.

PSAK 16 mendefinisikan nilai residu aset sebagai jumlah yang diperkirakan akan
diperoleh entitas saat ini dari pelepasan aset, setelah dikurangi taksiran biaya
pelepasan, jika aset tersebut telah mencapai umur dan kondisi yang diharapkan
pada akhir umur manfaatnya. Nilai residuaset tetap harus dikaji ulang setiap
akhir tahun buku untuk mengantisipasi adanya perubahan. Jika terdapat perbedaan
dengan estimasi sebelumnya, maka perbedaan tersebut harus diperlakukan
sebagai perubahan estimasi akuntansi. Namun, seringkali nilai residu dari suatu
15

aset tidak signifikan dan dianggap tidak material dalam perhitungan jumlah yang
disusutkan.
Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menyebutkan bahwa dalam praktik nyata,
umumnya perusahaan tidak mengalokasikan nilai residu (nilai residu sama
dengan nol). Namun, untuk beberapa aset yang memilikiumur yang panjang,
nilai residu dapat bernilai cukup substansial.

Untuk aset berupa tanah, maka nilai yang disusutkan dapat berupa biaya perolehan
yang mencakup biaya untuk membongkar, memindahkan dan memugar tanah
tersebut, di mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut terbatas. Biaya
tersebut harus disusutkan selama periode manfaat yang diperolehnya.
b. Umur manfaat (useful life)
PSAK 16 mendefinisikan umur manfaat (useful life) sebagai suatu periode di
mana aset diharapkan akan digunakan oleh entitas. Atau dapat pula didefinisikan
sebagai jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset
tersebut oleh entitas. Umur manfaat suatu aset ditentukan berdasarkan kegunaan
yang diharapkan oleh entitas, di mana dalam penentuannya, entitas mengestimasi
dan mempertimbangkan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset serupa.

Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) menjabarkan alasan mengapa perusahaan


tidak lagi menggunakan asetnya. Yaitu karena adanya faktor fisik ataupun faktor
ekonomis. Dilihat dari faktor fisik, suatu aset tidak lagi digunakan ketika aset
tersebut secara fisik sudah tidak mampu beroperasi secara layak. Faktor fisik
adalah batas awal dalam menentukan umur manfaat suatu aset. Sementara dilihat
dari faktor ekonomis, terdapat tiga kategori, yaitu:
• Ketika aset tidak lagi memiliki kegunaan untuk perusahaan, karenaadanya
pergeseran permintaan atau kebutuhan dari perusahaan
• Ketika aset lama diganti oleh aset baru yang lebih efisien danekonomis
• Kondisi-kondisi lain yang tidak tergolong dua kategori sebelumnyanamun
menimbulkan keusangan suatu aset.
Namun, karena ketiga kategori tidak memiliki perbedaan yang signifikan, maka
ketiganya digolongkan secara kolektif sebagai faktor ekonomis.
c. Metode penyusutan
PSAK 16 menyebutkan bahwa metode penyusutan yang digunakan entitas harus
16

mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset
dan harus dikaji ulang setiap akhir tahun buku untuk mengantisipasi adanya
perubahan. Jika terdapat perbedaandengan estimasi sebelumnya, maka perbedaan
tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi. Metode
penyusutan yang dipilih oleh suatu entitas akan diterapkan secara konsisten dari
tahun ke tahun, kecuali ada perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat
ekonomis masa depan dari aset tersebut.

Berikut adalah metode yang diperbolehkan PSAK 16 untukdigunakan entitas


dalam melakukan penyusutan:
• Metode garis lurus (straight line method)

Metode ini akan menghasilkan beban penyusutan yang sama selamaumur


manfaat aset, asalkan nilai residu suatu aset tidak berubah.
• Metode saldo menurun (diminishing balance method)

Metode ini akan menghasilkan beban penyusutan yang terus menurunselama


umur manfaat aset.
• Metode jumlah unit (sum of the unit method)

Metode ini akan menghasilkan beban penyusutan berdasarkan penggunaan


atau output yang dihasilkan dari suatu aset.

Sementara Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) mengelompokkan metode


penyusutan menjadi sebagai berikut:
• Activity Method (unit of use or production)
Metode ini mengasumsikan bahwa penyusutan diukur berdasarkan
produktivitas dan bukan berdasarkan waktu. Hal yang dijadikan acuan dapat
berupa output yang diproduksi, yang dianggap merupakan acuan yang paling
andal. Namun dalam beberapa kasus, output tidak mudah untuk diukur,
sehingga digunakan indikator lain berupa input produksi seperti jumlah jam
yang digunakan untuk produksi.
• Straight-line method
Metode penyusutan yang diukur berdasarkan indikator waktu. Metode ini
banyak digunakan perusahaan atas dasar kemudahan untukdigunakan.
17

Namun ada beberapa bantahan atas metode ini karena metode ini
mengindikasikan bahwa kegunaan aset dan biaya perbaikan serta perawatan
dianggap konstan dari periode ke periode.
• Diminishing (accelerated)-charge method
Metode ini menghasilkan biaya penyusutan yang besar di tahun-tahun awal
dan mengecil seiring berjalannya periode. Justifikasi dari metode ini adalah,
umumnya aset digunakan secara lebih produktif di tahun-tahun awal ketika
kondisi aset masih prima, sehingga biaya penyusutan akan lebih besar.
Seiring berjalannya waktu, produktivitas aset menurun, dan ada biaya
perawatan dan perbaikan. Maka di tahun-tahun selanjutnya, biaya penyusutan
menurun.
- sum-of-the-year’s-digits

Metode ini menghitung biaya penyusutan yang menurun sejalan dengan


penurunan bilangan pengali berdasarkan jumlah tahun aset.
- declining-balance method

Metode ini menghitung biaya penyusutan dengan perhitungan tingkat


peyusutan dua kali dari tingkat penyusutan metode garis lurus. Namun,
pada metode ini basis penyusutan tidak dikurangi dengan nilai residu.

2.1.6 Pengungkapan Aset Tetap

Berikut ini adalah beberapa hal-hal yang disyaratkan PSAK 16 untuk


diungkapkan dalam laporan keuangan untuk setiap kelompok aset tetap:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatatbruto
b. Metode penyusutan yang digunakan
c. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan awal dan akhir periode.
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
f. Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan aset tetap yangdijaminkan
untuk utang
g. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yangsedang
dalam pembangunan
h. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap
i. Jumlah kompensasi pihak ketiga untuk aset yang mengalami penurunan nilai,
18

hilang / dihentikan yang dimasukkan dalam laporan laba rugi, jika tidak
diungkapan secara terpisah pada laporan laba rugi.
Selain itu, hal-hal yang dapat memberikan informasi bagi pengguna laporan
keuangan dalam melakukan review kebijakan yang dipilih manajemen dan
memungkinkan perbandingan dengan entitas lain, perlu juga untuk diungkapkan:
a. Pemilihan metode penyusutan
b. Estimasi umur manfaat aset
c. Penyusutan, apakah diakui dalam laporan laba rugi atau diakui sebagai bagian dari
biaya perolehan aset lain, selama suatu periode
d. Akumulasi penyusutan pada akhir periode
PSAK 25 menyebutkan bahwa perubahan estimasi akuntansi yang dampaknya
material pada periode berjalan atau diperkirakan akan berdampak material pada
periode berikutnya, juga harus diungkapkan.

2.2 Audit Atas Aset Tetap

Aset tetap merupakan salah satu komponen yang memiliki proporsi cukup
signifikan dalam total aset suatu perusahaan. Audit atas aset tetap merupakan hal yang
penting karena terdapat beberapa risiko terkait aset tetap, misalnya risiko salah saji
material. Berikut ini akan disajikan teori mengenai teori pengauditan secara umum,
termasuk teori atas prosedur audit aset tetap.

2.2.1 Definisi Audit

Arens et al., (2009) mendefinisikan audit sebagai proses pengumpulan serta


evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditharus dilakukan
oleh seorang yang kompeten serta independen.
Sedangkan akuntansi adalah pencatatan, pengklasifikasian, dan peringkasan
kejadian ekonomi secara logis untuk tujuan memberikan informasi keuangan untuk
pengambilan keputusan. Untuk memberikan informasi yang relevan, akuntan harus
memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip dan aturan yang
memberikan dasar untuk menyiapkan informasi akuntansi.
19

Di lain sisi, selain pemahaman akuntansi, auditor harus memiliki keahlian dalam
pengumpulan dan interpretasi bukti audit atas informasi yang diperoleh. Ini adalah
keahlian yang membedakan auditor dari akuntan. Auditor bertugas untuk menentukan
prosedur audit yang tepat, memutuskan jumlah dan jenis item untuk pelaksanaan
pengujian, mengumpulkan bukti terkait informasi-informasi yang diperoleh serta
evaluasi atas hasil.
Independensi menurut Arens et al., (2009) berarti cara pandang yang tidak
memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan
penyusunan laporan audit. Auditor haruslah seorang yang independen dalam
pelaksanaan auditnya. Dengan demikian, laporan audit yang dihasilkan dapat
dipercaya tidak akan memihak pada salah satu pihak.
Informasi yang diperoleh auditor harus tersedia dalam bentuk yang dapat
diverifikasi. Hal ini dimaksudkan agar informasi dapat dibandingkan dengan standar
(kriteria) serta dapat dievaluasi oleh auditor.
Bukti (evidence) adalah setiap informasi yang digunakan auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Bukti-bukti digunakan sebagai pendukung dari proses audit yang
telah dijalankan auditor.
Hasil akhir dari proses audit adalah penyusunan laporan audit yang melaporkan
temuan-temuan auditor, serta pelaporan derajat kesesuaian antara informasi dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Laporan audit dapat berupa laporan sangat mendetail
hingga laporan sederhana, tergantung dari pihak yang diaudit dan kebutuhan pengguna
laporan.

2.2.2 Jenis Audit

Akuntan publik melaksanakan tiga jenis aktivitas audit utama berikut (Arens
et al., 2009), yaitu:
1. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari setiap bagian dari
metode dan prosedur operasi suatu organisasi. Hasil dari audit operasional
biasanya berupa saran-saran bagi manajemen untuk memperbaiki operasinya.
Bidang yang diaudit biasanya tidak hanya meliputiakuntansi tapi juga mencakup
20

evaluasi atas struktur organisasi, operasi, metode produksi dan lain sebagainya.
Kriteria yang ditetapkan sering kali bersifat sangat subjektif.

2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)


Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah suatu organisasi telah
mengikuti prosedur, peraturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh
otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit ini umumnya dilaporkan kepada
manajemen, bukan kepada pihak luar, karena manajemen adalah pihak utama
yang berkepentingan atas tingkat kepatuhan terhadap prosedur dan peraturan
yang ditetapkan.

3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)


Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
(informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Kriteria atau standar yang digunakan dalam audit laporan keuangan
adalah Generally Accepted Accounting Principle (GAAP) atau PSAK sebagai
prinsip yang berlaku di Indonesia. Audit laporan keuangan mencakup bidang yang
sangat luas, auditor harus mendalami pihak yang diaudit, serta harus dapat
mengidentifikasi risiko terkait strategi klien untuk mengetahui apakah laporan
keuangan disajikan secara wajar. Bahasan selanjutnya dalam laporan ini adalah
menyangkut pada audit jenis laporan keuangan.

2.2.3 Asersi Manajemen

Asersi manajemen adalah pernyataan oleh manajemen tentang kelas-kelas


transaksi dan akun yang bersangkutan serta pengungkapannya dalam laporan
keuangan.
Asersi manajemen langsung berkaitan dengan kerangka pelaporan keuangan
yang digunakan oleh perusahaan (biasanya US GAAP atau IFRS). Hal ini dikarenakan
asersi merupakan bagian dari kriteria yang digunakan manajemen untuk merekam dan
mengungkapkan informasi akuntansi dalam laporan keuangan. Auditor harus
memahami asersi untuk melakukan audit yang memadai.
Asersi menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SA seksi 326)
terklasifikasikan sebagai berikut:
21

a. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence)


Mengenai apakah aktiva atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan
apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
Contoh dari asersi ini, yaitu:
Manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam
neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi
bahwa penjualan dalam laporan laba- rugi menunjukkan pertukaran barang
atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan
pelanggan.
b. Kelengkapan (completencess)
Mengenai apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan
dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya.
Contoh dari asersi ini, yaitu:
Manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat
dan dicantumkan dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen
membuat asersi bahwa utang usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban
entitas.
c. Hak dan kewajiban (right and obligation)
Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang
merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.
Contoh dari asersi ini, yaitu:
Manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang
dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas
kekayaan yang disewa-guna-usahakan (leased) dan utang sewa guna usaha
yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.
d. Penilaian (valuation) atau alokasi
Berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban,
pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada
jumlah yang semestinya.
22

Contoh dari asersi ini, yaitu:


Manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga
pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan
ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula,
manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca
dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
e. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporankeuangan
diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.
Contoh dari asersi ini, yaitu:
Manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yangdiklasifikasikan
sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu
satu tahun. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang
disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan
diungkapkan semestinya.

2.2.4 Tujuan Audit

Arens et al., (2009) menyebutkan bahwa tidaklah praktis bagi auditor untuk
memperoleh kepastian 100% tentang kebenaran setiap transaksi. Secara umum,
auditor melakukan kombinasi kepastian dalam setiap kelas transaksi dan saldo akhir
pada akun terkait. Untuk setiap kelas transaksi, beberapa tujuan audit harus dipenuhi
agar auditor dapat memperoleh kesimpulan bahwa transaksi tersebut telah dicatat
dengan tepat.
Terdapat tiga tujuan audit, yaitu:
1. Tujuan Audit terkait Transaksi
Tujuan audit ini identik dengan asersi manajemen untuk saldo akun.
Terdapat enam tujuan terkait tujuan ini, yaitu:
• Keterjadian (Occurrence)
Tujuan ini untuk mengetahui apakah transaksi yang tercatat
memang benar-benar terjadi.
• Kelengkapan (Completeness)
Tujuan ini untuk melihat apakah semua transaksi yang harus
dimasukkan ke dalam jurnal adalah benar-benar telah dicatatkan.
23

• Akurasi (Accuracy)
Tujuan ini untuk melihat keakuratan suatu informasi atas transaksi
akuntansi apakah benar telah dicatat dan dinyatakan pada jumlah yang
benar.
• Pencatatan ke buku besar (Posting and summarization)
Tujuan ini untuk melihat apakah transaksi yang dicatatkan telah
dimasukkan dalam file induk dan diikhtisarkan dengan benar.
• Klasifikasi (Classification)
Tujuan ini untuk melihat apakah transaksi yang dicatat dalam jurnal
telah terklasifikasikan secara tepat.
• Waktu (Timing)
Tujuan ini adalah untuk melihat penetapan waktu atas transaksi
apakah telah dicatat pada tanggal yang benar.
2. Tujuan Audit terkait Saldo
Tujuan audit ini identik dengan asersi manajemen untuk saldo akun.
Terdapat delapan tujuan terkait tujuan ini, yaitu:
• Keberadaan (Existence)
Tujuan ini adalah untuk melihat apakah jumlah yang tercatat dalam
laporan keuangan perusahaan memang benar ada.
• Kelengkapan (Completeness)
Tujuan ini adalah untuk melihat apakah jumlah yang tercatat dalam
suatu akun memang telah benar-benar dicantumkan.
• Akurasi (Accuracy)
Tujuan ini adalah untuk melihat apakah jumlah yang tercatat telah
dinyatakan dengan benar secara aritmatika.
• Klasifikasi (Classification)
Tujuan ini adalah untuk mengetahui apakah jumlah yang tercatat
dalam daftar telah diklasifikasikan dengan benar.
• Pisah Batas (Cut – Off)
Tujuan ini adalah untuk menentukan apakah transaksi-transaksitelah
dicatat dalam saldo akun tercatat pada periode yang tepat.
• Keterkaitan Atas Perincian (Detail Tie-In)
Tujuan ini adalah untuk memastikan bahwa rincian saldo akunpada file
24

induk telah sesuai dengan total saldo akun, dan jugasesuai dengan total
yang tercatat di buku besar.
• Nilai Realisasi (Realizeable Value)
Tujuan ini adalah untuk mengetahui apakah saldo akun yang tercatat
adalah dalam jumlah yang diestimasi akan direalisasi.
• Hak Dan Kewajiban (Rights and Obligations)
Tujuan ini adalah untuk memastikan bahwa saldo aset, liabilitas, dan
ekuitas perusahaan memang benar dimiliki oleh perusahaan dan
utang yang tercantum memang merupakan kewajiban dari perusahaan.
3. Tujuan Audit terkait Penyajian dan Pengungkapan
Tujuan audit ini identik dengan asersi manajemen untuk penyajian dan
pengungkapan. Terdapat empat tujuan terkait tujuan ini, yaitu:
• Keterjadian serta Hak dan Kewajiban (Occurrence and Rights and
Obligations)
Tujuan ini untuk mengetahui apakah kejadian benar-benar terjadi dan
kejadian memang merupakan hak dan kewajiban klien.
• Kelengkapan (Completeness)
Tujuan ini untuk mengetahui apakah saldo yang tercatat telah
seluruhnya benar-benar dicatat.
• Penilaian dan Akurasi (Valuation and Accuracy)
Tujuan ini untuk mengetahui apakah info yang disajikan klien telah
diungkapkan secara wajar dan tercatat secara akurat.
• Klasifikasi dan Dapat dipahami (Classification and Understandability)
Tujuan ini untuk dapat mengklasifikasikan akun secara tepat, dan
informasi yang tersaji diungkapkan secara jelas dan dapat dipahami oleh
pengguna laporan keuangan.

2.2.5 Bukti Audit

Arens et al., (2009) mendefinisikan bukti sebagai setiap informasi yang


digunakan auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit dinyatakan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan. Keputusan yang harus dibuat auditor adalah
menentukan ketepatan jenis dan jumlah bukti yang harus dikumpulkan untuk
membantu auditor dalam menentukan kewajaran laporan keuangan klien secara
25

keseluruhan. Dalam penentuan bukti ini, auditor biasanya mempertimbangkan: (1)


prosedur audit mana yang akan dilakukan, (2) ukuran sampel yang dipilih untuk
prosedur audit tertentu, (3) unsur mana yang akan dipilih dari populasi, dan (4)
penetapan waktu audit. Auditor harus mengumpulkan bukti yang tepat dan memadai
untuk mendukung dikeluarkannya opini audit, serta mengutamakan komponen bukti
ketepatan dan kecukupan.
Dalam menentukan prosedur audit yang akan digunakan, auditor dapat memilih
dari delapan kategori bukti audit. Berikut macam-macam bukti audit yang
disebutkan oleh Arens et al., (2009) adalah:
1. Physical Examination (Pemeriksaan fisik)
Pemeriksaan yang dilakukan auditor pada aset berwujud, yang merupakan
sarana langsung untuk menguji tujuan keberadaan dan tujuan kelengkapan.
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bukti yang paling andal dan
berguna. Hal ini juga berlaku untuk audit atas aset tetap. Namun umumnya,
pemeriksaan fisik bukan merupakan bukti memadai untuk tujuan hak dan
kewajiban serta nilai realisasi.
2. Confirmation (Konfirmasi)
Konfirmasi juga merupakan salah satu bukti yang andal, karena bukti ini
dikeluarkan oleh pihak ketiga yang independen. Namun kekurangannya
adalah biaya yang mahal untuk mendapatkan bukti ini, serta tidak dapat
digunakan dalam setiap kondisi karena seringnya pihak yang diminta
konfirmasi tidak selalu merasa nyaman untuk memberikan informasi yang
dibutuhkan. Untuk pengauditan aset tetap, bukti jenis konfirmasi jarang
digunakan karena aset tetap dapat diverifikasi secara memadai dengan
menggunakan dokumentasi dan pemeriksaan fisik
3. Documentation (Dokumentasi)
Auditor dapat melakukan pemeriksaan atas dokumen dan catatan klien
untuk membuktikan suatu informasi. Mendapatkan bukti berupa dokumen
merupakan cara yang relatif mudah dan murah. Harus diperhatikan bahwa
dokumen yang melibatkan pihak luar (dokumen eksternal) merupakan bukti
yang lebih andal dibandingkan dokumen internal, utamanya ketika
pengendalian internal klien dinilai lemah. Prosedur yang dilakukan auditor
terkait penggunaan dokumen untuk mendukung perlakuan atas pencatatan
atau jumlah, disebut vouching.
26

4. Analytical procedures (Prosedur analitis)


Prosedur analitis merupakan prosedur yang sangat penting dilakukan
auditor, yaitu menggunakan perbandingan dan keterkaitan untuk menilai
apakah saldo akun atau data lain yang muncul telah disajikan secara wajar,
dibandingkan dengan perkiraan auditor.
5. Inquiries of the client (Tanya jawab dengan klien)
Bukti ini merupakan jawaban yang diperoleh auditor dari hasil pertanyaan
yang dilontarkan auditor. Namun bukti ini tidak cukup untuk menarik
kesimpulan, dan dibutuhkan bukti pendukung lain, karena jawaban
dikeluarkan oleh klien yang bukan merupakan pihak independen dan
jawaban yang dikeluarkan bisa saja bias.
6. Recalculation (Penghitungan ulang)
Auditor melakukan penghitungan ulang untuk menguji akurasi matematis
dari perhitungan yang telah dilakukan klien. Pada audit aset tetap,
umumnya auditor akan melakukan penghitungan ulang atas beban
penyusutan dan membandingkan dengan penghitungan yang dilakukan
klien.
7. Re-performance (Pengerjaan ulang)
Pengujian yang dilakukan auditor terhadap prosedur yang sebelumnya
dilakukan oleh klien. Jika penghitungan ulang difokuskan pada akurasi
matematis, pada pengerjaan ulang, auditor menguji prosedur-prosedur lain
terkait prosedur pembukuan dan pengendalian klien.
8. Observasi
Observasi adalah penggunaan indera (penglihatan, pendengaran, sentuhan,
dan mencium) untuk menilai kegiatan klien. Auditor dapat melakukan
observasi ke pabrik untuk mendapatkan kesan umumfasilitas klien, atau
melihat kegiatan pihak yang melakukan tugas- tugas akuntansi untuk
menentukan apakah orang yang diberi tanggung jawab kinerja adalah benar.

Observasi tidak cukup kuat karena adanya risiko klien mengubah perilaku
karena kehadiran auditor. Mereka dapat melakukan tanggung jawabnya
sesuai dengan kebijakan perusahaan, tetapi melanjutkan kegiatan normal
saat auditor telah selesai melakukan kegiatan observasi. Oleh karena itu,
masih diperlukan bukti-bukti pendukung lainnya.
27

2.2.6 Proses Audit Secara Umum

Arens et al., (2009) membagi prosedur audit menjadi empat fase:merencanakan


dan mendesain pendekatan audit, melakukan uji pengendalian dan uji substantif atas
transaksi, melakukan prosedur analitis dan uji rincian saldo, serta melengkapi proses
audit dan menerbitkan laporan audit.

Gambar 2.1 Empat Fase Proses Audit


Sumber: Arens et al., (2009) – telah diolah kembali

1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit


Pada tahap ini auditor merancang program audit dimulai dari penerimaan
klien dan perencanaan awal audit, memahami bisnis dan industri klien,
menilai risiko bisnis klien, melakukan prosedur analitis, menentukan tingkat
materialitas, risiko audit yang dapat diterima, risiko inheren. Pada fase ini
auditor juga melakukan pemahaman atas kontrol internal klien serta menilai
risiko atas kontrol tersebut. Auditor mengumpulkan informasi untuk
mengetahui risiko adanya penyimpangan pada perusahaan, serta
mengembangkan rencana audit dan program audit secara menyeluruh.
2. Melaksanakan uji pengendalian dan uji subtantif atas transaksi
Pada fase ini, tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti dalam
mendukung auditor dalam melakukan penilaian mengenai risiko
pengendalian atas laporan keuangan, yang didapatkan dengan melakukan
28

pengujian pengendalian. Tujuan kedua adalah untuk memperoleh bukti


dalam mendukung ketepatan transaksi moneter, yang dipenuhi dengan
melakukan pengujian substantif. Auditor juga melakukan penilaian atas
kemungkinan terjadinya salah saji pada laporan keuangan klien.
3. Melaksanakan prosedur analitis dan uji rincian saldo
Tujuan dari fase ini adalah untuk memperoleh bukti tambahan yang cukup
untuk menentukan apakah saldo akhir dan catatan kaki dalam laporan
keuangan telah dinyatakan secara wajar. Dua prosedur umum yang
dilakukan pada fase ini adalah prosedur analitis untuk mengetahui
ketidakwajaran atau perubahan signifikan dalam bisnis klien, dan pengujian
rincian saldo, yang bertujuan untuk menguji adanya salah saji dalam saldo
yang ada pada laporan keuangan.
4. Melengkapi proses audit dan menerbitkan laporan keuangan
Fase ini merupakan fase penyelesaian audit di mana auditor mengakumulasi
seluruh bukti dan informasi yang diperoleh dari fase sebelumnya untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran laporan keuangan klien.
Tahap akhir yang dilakukan auditor juga mencakup melakukan uji
tambahan untuk penyajian dan pengungkapan, mengevaluasi hasil,
membuat laporan audit, serta mengkomunikasikan hasil audit pada komite
audit dan manajemen perusahaan.

2.2.7 Prosedur Audit Atas Aset Tetap

Audit atas aset tetap secara umum memiliki metodologi yang serupa dengan
audit atas akun lainnya. Arens et al., (2009) menyebutkan, catatan akuntansi yang
utama untuk aset tetap umumnya berupa file induk aset tetap (fixed asset master file).
File induk ini meliputi catatan yang terinci atas setiap bagian aset tetap yang dimiliki
perusahaan. Setiap catatan yang berada pada file induk umumnya meliputi deskripsi
aset, tanggal akuisisi, biaya perolehan awal, penyusutan tahun berjalan, dan akumulasi
penyusutan aset tersebut. File induk juga menyimpan informasi penambahan dan
pengurangan aset selama tahun berjalan.
Auditor membedakan cara memverifikasi aset tetap dengan aset lancar atas dasar
berikut:
a. Umumnya akuisi aset tetap jarang dilakukan pada periode berjalan
29

b. Jumlah setiap akuisisi sering kali material

c. Aset tetap biasanya akan disimpan dan dicatat dalam catatan akuntansi
selama beberapa periode
Karena adanya perbedaan di atas, maka audit aset tetap lebih menekankan pada
verifikasi akuisisi yang dilakukan pada periode berjalan dan tidak menekankan pada
saldo akun yang dibawa dari periode sebelumnya. Selain itu, karena karakteristik aset
tetap yang memiliki umur manfaat di atas satu tahun, maka aset tetap memerlukan
akun beban penyusutan dan akumulasi penyusutan. Faktor lain yang membedakan
audit aset tetap adalah, aset tetap dapat dijual maupun dibuang, sehingga memerlukan
jurnal pencatatan laba rugi yang perlu diverifikasi oleh auditor.
Dalam audit atas aset tetap, Arens et al., (2009) menjabarkan prosedur-prosedur
yang umum dilakukan atas aset tetap:
a. Melaksanakan prosedur analitis

Prosedur analitis bertujuan menilai adanya kemungkinan salah saji material


dalam beban penyusutan dan akumulasi penyusutan, yang secara lebih
lengkap disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1 Prosedur Analitis Aset Tetap


Prosedur Analitis Kemungkinan Salah Saji
Membandingkan beban penyusutan Salah saji beban penyusutan dan
yang dibagi dengan biaya aset tetap, akumulasi penyusutan
tahun ini dengan tahun sebelumnya
Membandingkan akumulasi Salah saji akumulasi penyusutan
penyusutan yang dibagi dengan biaya
aset tetap, tahun ini dengan tahun
sebelumnya
Membandingkan biaya perbaikan, Membebankan jumlah yang
perlengkapan, pemeliharan dan akun seharusnya dikapitalisasi
serupa, bulanan atau tahunan, tahun
ini dengan tahun sebelumnya
30

Tabel 2.1 Prosedur Analitis Aset Tetap (lanjutan)


Prosedur Analitis Kemungkinan Salah Saji
Membandingkan biaya aset tetap yang Peralatan yang sudah tidak
dibagi dengan beberapa ukuran digunakan atau sudah dilepaskan
produksi tahun ini dengan tahun namun belum dihapus
sebelumnya
Sumber: Arens et al,. (2009) – telah diolah kembali

b. Melakukan verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan


Penambahan aset tetap selama tahun berjalan harus dicatat dengan benar
karena memiliki pengaruh jangka panjang terhadap laporan keuangan.

Kegagalan dalam mengkapitalisasi aset tetap, atau mencatat akuisisi pada


jumlah yang salah, akan mempengaruhi neraca, selama jangka waktu
sebelum perusahaan melepaskan aset tersebut. Tidak hanya neraca, laporan
laba rugi juga akan terpengaruh hingga aset tetap tersebut habis disusutkan.
Karena alasan di atas, maka digunakan tujuh dari delapantujuan audit terkait
saldo sebagai kerangka referensi bagi pengujian atas rincian saldo, yaitu
keberadaan, kelengkapan, akurasi, klasifikasi, pisah batas, kaitan rinci serta
hak. Lebih spesifik lagi, biasanya tujuan utama bagi bagian audit ini adalah
keberadaan, kelengkapan, akurasi dan klasifikasi.

Pengujian audit aktual serta ukuran sampel sangat bergantung pada salah
saji yang dapat ditoleransi, risiko inheren, dan penilaian atas risiko kontrol
klien. Salah saji yang dapat ditoleransi merupakan hal yang penting untuk
melakukan verifikasi akuisisi aset tetap tahun berjalan karena transaksi
tersebut bervariasi dari jumlah yang tidak material dalam beberapa tahun
hingga sejumlah besar akuisisi yang signifikan dalam tahun lainnya. Luas
pengujian tentu tergantung pada risiko kontrol yang dinilai auditor atas
akuisisi dan materialitas penambahan aset tersebut.

Dalam menguji akuisisi, auditor harus memastikan bahwa klien mengikuti


pernyataan standar akuntansi. Auditor harus waspada terhadap
31

kemungkinan penyimpangan dari hal-hal seperti konsistensi kebijakan


kapitalisasi serta ketepatan kapitalisasi, ketepatan klasifikasi transaksi.

Salah saji dapat berasal dari kurangnya pemahaman klien terhadap prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima umum atau keinginan klien untuk
menghindari pajak penghasilan.

Berikut disajikan tabel mengenai beberapa uji atas saldo yang umum
dilakukan dalam melakukan verifikasi atas akuisisi aset tetap.

Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap


Tujuan audit atas saldo Prosedur uji atas detail saldo
Kaitan rinci
Akuisisi aset tetap di tahun berjalan Melakukan footing pada daftar
akuisisi
dalam daftar akuisisi sama dengan
Menelusuri setiap akuisisi ke file
jumlah di dalam file induk, dan induk untuk mengetahui jumlah
dan deskripsinya
totalnya sama dengan general
Menelusuri jumlah ke general
ledger ledger

Keberadaan
Akuisisi aset tetap pada tahun ini Memeriksa invoice dari pemasok
dan laporan penerimaan
benar-benar ada
Memeriksa aset secara fisik
Kelengkapan
Semua akuisisi aset tetap telah Memeriksa invoice dari pemasok
yang berhubungan erat dengan
dicatat
akun seperti perbaikan dan
pemeliharaan untuk melihat apakah
ada komponen yang belum tercatat

Melakukan review atas perjanjian


dan kontrak sewa.

Akurasi
Semua akuisisi yang ada disajikan Memeriksa invoice dari pemasok
dengan akurat
32

Tabel 2.2 Tujuan Audit Terkait Saldo Aset Tetap (lanjutan)


Tujuan audit atas saldo Prosedur uji atas detail saldo
Klasifikasi
Semua akuisisi telah Memeriksa invoice dari pemasok
diklasifikasikan dengan benar untuk mengungkapkan item-item
yang seharusnya diklasifikasikan
dalam akun lain
Memeriksa invoice dari pemasok
yangberhubungan erat dengan akun
seperti perbaikan untuk melihat
apakah ada komponen yang belum
tercatat
Memeriksa beban sewa yang
seharusnya dapat dikapitalisasi
Pisah batas
Akuisisi dicatat dalam periode yang Melakukan review atas transaksi
benar yang mendekati tanggal neraca
apakah sudah tercatat pada periode
yang benar
Hak
Klien memiliki hak atas akuisisi di Memeriksa invoice dari pemasok
tahun berjalan
Sumber: Arens et al,. (2009) – telah diolah kembali

c. Melakukan verifikasi pelepasan aset tetap tahun berjalan


Ketika pengendalian internal suatu perusahaan tidak memiliki metode
formal mengenai pelepasan aset tetap, maka hal ini dapat menjadi salah satu
penyebab salah saji dari transaksi yang melibatkan pelepasan aset. Metode
yang harusnya ada misalnya otorisasi yang tepat atas pelepasan aset, dan
verifikasi internal yang memadai atas pelepasan yang tercatat untuk
memastikan bahwa aset tetap telah dihapus dari catatan akuntansi.
33

Tujuan auditor dalam melakukan verifikasi pelepasan aset adalah untuk


mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua pelepasan telah dicatat
dalam jumlah yang benar. Prosedur yang dapat dilakukan misalnya:
• Melakukan verifikasi pelepasan pada skedul klien yang berisi catatan
tentang pelepasan
• Melakukan pengujian kaitan rinci atas skedul: melakukan footing
skedul, menelusuri total pada skedul ke pelepasan yang tercatat dalam
general ledger, serta menelusuri biaya dan akumulasi penyusutan
pelepasan ke file induk.

Jika perusahaan lalai dalam mencatat pelepasan aset, hal ini dapat
berpengaruh secara signifikan ke dalam laporan keuangan. Berikut beberapa
langkah yang biasa dilakukan oleh auditor untuk mencari transaksi
pelepasan aset yang belum tercatat.
• Melakukan evaluasi pada pembelian aset tetap yang mungkin
menggantikan aset tetap yang lama
• Melakukan analisis untung atau rugi atas penjualan aset dan pendapatan
lain-lain yang diterima dari penjualan aset
• Melakukan evaluasi pada perubahan atau modifikasi pabrik, lini
produk, pajak atas aset dan asuransi untuk melihat indikasi pelepasan
aset tetap
• Bertanya kepada manajemen dan karyawan produksi tentang
kemungkinan pelepasan aset.

Ketika suatu aset dilepaskan tanpa ditukar dengan aset pengganti,


keakuratan transaksi dapat diverifikasi dengan meneliti invoice penjualan
dan file induk aset tetap. Auditor juga harus membandingkan biaya dan
akumulasi penyusutan yang ada dalam file induk dengan jurnal yang tercatat
di general ledger, serta menghitung kembali untung dan rugi pelepasan
aktiva sebagai perbandingan dengan catatan akuntansinya. Sedangkan pada
penjualan aset dengan cara tukar tambah, auditor harus memastikan bahwa
aset yang baru telah dikapitalisasi dan aset yang digantikan sudah dihapus
dari catatan akuntansi, dengan mempertimbangkan nilai buku aset yang
34

ditukar tambah dan biaya tambahan aset baru.

d. Melakukan verifikasi saldo akhir akun aset tetap


Ketika melakukan audit atas aset tetap, tujuan yang ingin dicapai antara
lain:
• semua aset yang tercatat ada secara fisik pada tanggal neraca
(keberadaan)
• semua aset yang dimiliki telah dicatat (kelengkapan)

Untuk memenuhi tujuan tersebut, auditor pertama akan mempertimbangkan


sifat pengendalian internal klien terhadap aset tetap. Pengendalian dianggap
baik jika klien menggunakan file induk untuk setiap aset tetap, ada
pengendalian fisik yang memadai terhadap aset yang mudah dipindahkan
seperti komputer atau kendaraan, penulisan nomor identifikasi aset tetap,
perhitungan fisik aset yang dilakukan secara periodik dan rekonsiliasinya
oleh klien. Metode formal untuk memberitahu departemen akuntansi atas
aset yang dilepaskan juga merupakan pengendalian. Jika auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian cukup baik, maka auditor dapat
bergantung pada saldo yang dicatat dari tahun sebelumnya. Setelah itu,
langkah audit yang dapat dilakukan:
• Tujuan kaitan rinci: membandingkan saldo aset di file induk dan
general ledger, melakukan footing.
• Setelah menilai risiko pengendalian, auditor dapat menentukan untuk
apakah perlu melakukan verifikasi keberadaan setiap item aset yang
tercantum dalam file induk. Bisa saja auditor meminta klien untuk
meakukan penghitungan semua aset secara fisik.
• Jika aset tetap telah diverifikasi dalam audit sebelumnya ketika
diperoleh, umumnya auditor tidak perlu menguji akurasi dan klasifikasi
yang dicatat pada periode sebelumnya, namun auditor harus
memeriksa apakah terdapat aset yang tidak lagi digunakan dalam
operasi. Jika material, maka auditor harus memeriksa apakah aset
tersebut harus dicatat dalam nilai realisasi bersih atau apakah aset
tersebut harus diklasifikasikan sebagai peralatan non-operasi.
35

Hal di atas merupakan prosedur yang dilakukan untuk memenuhi tujuan


audit terkait saldo. Sementara untuk memenuhi tujuan audit terkait
penyajian dan pengungkapan, auditor dapat melakukan prosedur berikut:
• Melakukan verifikasi pengungkapan atas kemungkinan adanya
rintangan hukum. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi
tujuan audit ini misalnya dengan membaca persyaratan perjanjian
hutang dan kredit, mengirimkan konfirmasi hutang kepada bank dan
institusi pemberi pinjaman, melakukan diskusi dengan klien atau
mengirimkan surat kepada penasihat hukum perusahaan.
• Memastikan bahwa semua pengungkapan dan penyajian telah dibuat
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Misalnya memastikan
bahwa aset yang disewakan disajikan secara terpisah serta hak gadai
dicantumkan dalam catatan kaki.

e. Melakukan verifikasi beban penyusutan


Tujuan audit terkait saldo yang penting dalam beban penyusutan adalah
akurasi, dengan menentukan apakah klien mengikuti kebijakan penyusutan
yang konsisten dari periode ke periode dan apakah perhitungan klien sudah
benar.

Dalam mempertimbangkan kebijakan penyusutaan auditor harus


mempertimbangkan aspek:
• umur manfaat akuisisi periode berjalan
• metode penyusutan
• estimasi nilai sisa
• kebijakan penyusutan aset dalam tahun akuisisi dan pelepasan

Auditor dapat melakukan diskusi dengan klien mengenai kebijakan dan


membandingkan dengan informasi yang ada pada permanent file auditor.
Selain itu, auditor juga harus memastikan ketepatan perhitungan beban
penyusutan klien dengan melakukan perhitungan dimana auditor
mengalikan nilai aset yang belum disusutkan dengan tingkat penyusutan
tahun tersebut, serta membandingkannya dengan perhitungan klien. Jika
36

hasilnya tidak berbeda secara material dan penilaian risiko pengendalian


untuk penyusutan adalah rendah, maka auditor dapat berkesimpulan bahwa
beban penyusutan yang dihitung oleh klien tepat, dan pengujian lebih
terperinci atas penyusutan dapat dieliminasi.

Namun jika pengujian kelayakan secara keseluruhan tidak dapat dicapai,


biasanya dibutuhkan pengujian yang lebih terperinci. Misalnya dengan
melakukan penghitungan ulang beban penyusutan atas aset tertentu. Selain
itu auditor dapat melakukan footing beban penyusutan pada file induk aset
dan merekonsiliasinya dengan general ledger.

Auditor juga harus melakukan uji untuk memenuhi tujuan audit atas
penyajian dan pengungkapan. Pengungkapan tersebut misalnya
membandingkan informasi yang diperoleh melalui pengujian dengan
catatan kaki.

f. Melakukan verifikasi saldo akhir akun akumulasi penyusutan


Dalam melakukan verifikasi atas saldo akhir akumulasi penyusutan, auditor
menekankan pada dua tujuan audit atas saldo yaitu kaitan rinci dan akurasi.
Untuk memenuhi tujuan audit kaitan rinci auditor harus memastikan bahwa
akumulasi penyusutan yang dinyatakan di file induk aset tetap sama dengan
yang berada di general ledger. Hal ini bisa diuji dengan melakukan footing
atas akumulasi penyusutan dalam file induk dan membandingkan dengan
general ledger. Kemudian untuk tujuan audit akurasi auditor harus
memastikan bahwa akumulasi penyusutan di file induk sudah akurat.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif.


Penilitian kualitatif adalah langkah-langkah penelitian sosial untuk mendapatkan data
deskriptif berupa kata-kata dan gambar.

Menurut Sugiyono (2019:18) penelitian kualitatif adalah metode penelitian


yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek yang alamiah (keadaan riil, tidak disetting atau dalam keadaan eksperimen)
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011:73) penelitian kualitatif adalah


suatu proses penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia yang
lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas dan keterkaitan antar kegiatan.
Selain itu, penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau
pengubahan pada variabel-variabel yang diteliti, melainkan menggambarkan suatu
kondisi yang apa adanya.

Penelitian kualitatif dirasa sesuai karena permasalahan yang akan dibahas


dalam penelitian ini masih akan terus berkembang, bersifat kompleks, dan tidak dapat
digeneralisasikan dengan subjek penelitian lain. Selain itu situasi sosial yang diteliti
bersifat sempit dan harus diteliti secara mendalam. Untuk itulah metode kualitatif
dipilih sebagai pendekatan dalam mengevaluasi pengujian eksistensi aset tetap dengan
prosedur observasi virtual di masa pandemic covid-19 pada PT INDOMY.

37
38

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode


studi kasus deksriptif. Menurut Mulyana (2010:201), studi kasus adalah uraian dan
penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok,
suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial. Sedangkan
menurut Fathoni (2006:99) bahwa studi kasus berarti penelitian terhadap suatu
kejadian atau peristiwa.

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok


manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk
membuat deksriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, actual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

3.3 Unit Analisis

Menurut Sekaran dan Roger Bougie (2017:119), unit analisis adalah tingkat
satuan yang digunakan dalam penelitian, satuan ini bisa berupa individu, organisasi,
ataupun perusahaan, serta pihak-pihak lain yang dapat memberikan respon terhadap
tindakan yang dilakukan peneliti selama tahap analisis. Unit analisis pada penelitian
ini adalah aset tetap PT INDOMY selama periode 2020.

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tempat peneliti bekerja yaitu di Kantor Akuntan


Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan yang berdomisili di Jakarta
Selatan.

3.5 Sumber Data

Penelitian menggunakan data primer dalam studi kasus ini. Data primer adalah
data yang pertama kali dicatat dan dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini,
data primer yang dimaksud adalah hasil observasi virtual dan studi kepustakaan secara
39

langsung dalam rangka menjalankan prosedur audit pengujian eksistensi aset tetap
PT INDOMY dimana peneliti adalah sebagai auditor dari perusahaan tersebut.
Observasi atau pengamatan bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan
tentang topik yang akan diteliti. Observasi atau pengamatan langsung dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara melihat kondisi terkini aset tetap PT INDOMY yang
dilaksanakan secara virtual.

3.6 Teknik Analisis

Terdapat beberapa tahapan analisis data yang dilakuka oleh peneliti, yaitu:
1. Pengumpulan data, dimana peneliti memperoleh data berdasarkan hasil observasi.
2. Reduksi data, peneliti hanya berfokus pada rumusan masalah penelitian.
3. Penyajian data, peneliti menyusun informasi yang sudah diperoleh.
4. Pengambilan keputusan atau verifikasi, peneliti menarik kesimpulan berdasarkan
data yang sudah dikumpulkan selama penelitian.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Kantor Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan
Kantor Akuntan Publik (KAP) Amir Abadi Jusuf, Aryanto, Mawar & Rekan
atau RSM Indonesia didirikan pada tahun 1985. KAP RSM Indonesia berfokus untuk
memberikan layanan dengan kualitas dan standar tertinggi kepada seluruh klien. Saat
ini KAP RSM Indonesia memiliki kantor di Jakarta dan Surabaya. KAP RSM
Indonesia menyediakan jasa di bidang audit, perpajakan, dan konsultasi terbaik di
beragam area penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan suatu organisasi.
Visi KAP RSM Indonesia adalah menjadi mitra yang tepat kepada para
stakeholders, dengan memberikan jasa profesional yang memiliki nilai tambah
sekaligus mendukung tujuan yang diharapkan oleh klien kami, memberikan hasil kerja
yang profesional dan bermanfaat, serta berkontribusi terhadap profesi, industri, dan
ekonomi Indonesia.
Struktur organisasi KAP RSM Indonesia adalah sebagaimana disajikan pada
Gambar 3.1. Struktur organisasi KAP RSM Indonesia dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu Board of Partners dan Manajemen. Board of Partners adalah pihak yang
melakukan pengawasan terhadap manajemen KAP RSM Indonesia dan Manajemen
adalah pihak yang menjalankan kegiatan operasi dari KAP RSM Indonesia. Dalam
menjalankan kegiatan operasi, manajemen dipimpin oleh eksekutif yang kemudian
disebut dengan Board of Management, yang terdiri dari Chief Executive Partner dan
Line of Business Managing Partner.

Gambar 4.1 Struktur Organisasi KAP RSM Indonesia

41
42

Board of Partners (BOP) memiliki tanggung jawab terbesar untuk mengelola


long-term sustainability dari KAP RSM Indonesia. Peran dan tanggung jawab BOP
adalah:
• mengatur tujuan, objektif, dan strategi KAP secara keseluruhan,
• mengatur ‘tone at the top’ atas isu-isu strategis, signifikan dan penting,
• mengarahkan sumber daya untuk pencapaian tujuan dan objektif KAP
secara keseluruhan, dan untuk memantau pelaksanaan program dan rencana
aksi.
Manajemen KAP RSM Indonesia terbagi atas tiga bagian, yaitu Chief
Executive Partner, Line of Business Managing Partners, dan Division Chief Executive
Partner. Manajemen menjalankan peran untuk mengeksekusi dan mengelola operasi
KAP RSM Indonesia dan berkewajiban untuk melapor kepada BOP. Line of Business
Managing Partners merupakan Managing Partner dari setiap lini bisnis yang ada pada
KAP RSM Indonesia. MP LOB bertanggung jawab untuk:
• membuat keputusan operasional yang berkaitan dan untuk mengawasi
pekerjaan dari lini bisnis tertentu;
• mengkoordinasi pekerjaan divisi agar sesuai dengan pedoman dan kebijakan
dari RSM Indonesia dan RSM Internasional, terutama yang berhubungan
dengan lini bisnisnya;
• mengawasi pekerjaan Division chief Operating Officers (DCOO) dari lini
bisnisnya.

4.2 Profil Klien: PT INDOMY


PT INDOMY didirikan pada tahun 1961 merupakan salah satu Badan Usaha
Milik Negara terkemuka di Indonesia yang berperan besar dalam pembangunan
infrastruktur. Berasal dari sebuah perusahaan Belanda yang kemudian diambil alih
berdasarkan Keputusan Pemerintah No. 62/1961, PT INDOMY pada awalnya
berpartisipasi dalam pekerjaan proyek terkait air termasuk reklamasi, pengerukan,
pelabuhan dan irigasi. Perusahaan berlokasi di Jakarta. Perusahaan memulai kegiatan
komersialnya pada tahun 1961.
Sejak tahun 1973, status hukum perusahaan berubah menjadi Persero. Sejak
saat itu perusahaan mulai mengembangkan bisnisnya sebagai kontraktor umum yang
terlibat dalam berbagai kegiatan konstruksi yang lebih luas termasuk jalan raya,
43

jembatan, bandara, pabrik pengolah limbah, pabrik semen, dan fasilitas industri
lainnya.
Visi perusahaan adalah menjadi perusahaan Indonesia terpercaya dan
berkelanjutan di bidang konstruksi terintegrasi dan investasi. Dengan misi perusahaan
yaitu meningkatkan nilai perusahaan yang berkelanjutan melalui:
• Mengembangkan system dan teknologi yang teritegrasi,
• Membangun fundamental keuangan yang kuat,
• Menerapkan Enterprise Risk Management yang prima,
• Membentuk SDM yang kompeten dan berkinerja unggul,
• Mencapai portfolio yang seimbang melalui investasi di bidang usaha baru.

4.3 Kebijakan Aset Tetap PT INDOMY

Sesuai PSAK 16 (Revisi 2011) tentang aset tetap, perusahaan harus memilih
antara model biaya (cost model) atau model revaluasi (revaluation model) untuk
seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama. Perusahaan telah memilih model biaya.
Aset tetap tanah dan bangunan dinyatakan berdasarkan nilai revaluasi yang
merupakan nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi
dilakukan dengan keteraturan yang memadai untuk memastikan bahwa jumlah tercatat
tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai
wajar pada tanggal laporan.
Kenaikan yang berasal dari revaluasi tanah dan bangunan diakui pada
penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus
revaluasi, kecuali sebelumnya penurunan revaluasi atas aset yang sama pernah diakui
dalam laba rugi, dalam hal ini kenaikan revaluasi hingga sebesar penurunan nilai aset
akibat revaluasi tersebut, dikreditkan dalam laba rugi. Penurunan jumlah tercatat yang
berasal dari revaluasi tanah dan bangunan dibebankan dalam laba rugi apabila
penurunan tersebut melebihi saldo surplus revaluasi aset yang bersangkutan, jika ada.
Surplus revaluasi tanah dan bangunan yang telah disajikan dalam ekuitas
dipindahkan langsung ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya.
Jika aset revaluasi tidak mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan,
aset tersebut direvaluasi paling kurang setiap 3 (tiga) tahun.
44

Aset tetap tanah tidak disusutkan. Sedangkan aset tetap gedung disusutkan
dengan metode garis lurus (straight line method) selama masa manfaat aset tersebut,
sebagai berikut:

Tabel 4.1 Masa Manfaat Aset Tetap 1

Jenis Aset Tetap Masa Manfaat Persentase Penyusutan


Gedung dan Pabrik 20 Tahun 5,00%

Aset tetap kecuali tanah dan bangunan dinyatakan berdasarkan biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan, dan akumulasi penurunan nilai jika ada, dan
disusutkan dengan menggunakan metode saldo menurun berganda (double declining
balance method) selama taksiran masa manfaat ekonomis aset tetap sebagai berikut:

Tabel 4.2 Masa Manfaat Aset Tetap 2

Jenis Aset Tetap Masa Manfaat Persentase Penyusutan


Kendaraan 8 Tahun 25,00%
Perlengkapan Proyek 2 – 8 Tahun 25,00% - 50,00%
Peralatan Proyek 4 - 16 Tahun 12,50% - 50,00%

Biaya perbaikan dan pemeliharaan dibebankan pada laba rugi pada saat
terjadinya biaya–biaya tersebut, sedangkan pengeluaran dalam jumlah besar dan
sifatnya meningkatkan kondisi aset secara signifikan dikapitalisasi. Semua
pengeluaran setelah perolehan awal aset tetap akan ditambah (kapitalisasi) pada
jumlah tercatat aset yang bersangkutan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Pengeluaran tersebut memperpanjang masa manfaat aset yang
bersangkutan, dan
• Memenuhi batas materialitas yang ditetapkan oleh Direksi, yaitu:
i) Di atas Rp10.000.000 untuk perlengkapan kantor, bengkel dan Gudang.
ii) Di atas Rp8.000.000 untuk peralatan proyek.
45

iii) Renovasi/perbaikan gedung lama untuk kantor, rumah tinggal, bengkel


dan Gudang berikut biaya perizinan dan perencanaannya dengan biaya
pekerjaan lebih besar dari Rp25.000.000 tiap kalinya.
iv) Rekondisi atas reparasi alat konstruksi dengan biaya lebih besar dari
10% x harga pasar alat yang sama pada masa kini dan atau lebih besar
dari Rp25.000.000 untuk tiap kalinya.
Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau
saat tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau
pelepasannya. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset (dihitung
sebagai perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan dan jumlah tercatat dari aset)
dimasukkan dalam laba rugi pada periode/tahun aset tersebut dihentikan
pengakuannya.
Apabila suatu aset tetap tidak dipergunakan lagi atau dilepas, nilai tercatat dan
akumulasi penyusutannya dikeluarkan dari pencatatannya sebagai aset tetap dan
keuntungan atau kerugian yang timbul dilaporkan dalam laba rugi tahun berjalan.
Pada akhir periode/ tahun buku pelaporan, perusahaan melakukan penelaahan
berkala atas masa manfaat ekonomis aset, nilai residu, metode penyusutan, dan sisa
umur pemakaian berdasarkan spesifikasi teknis.
Aset dalam penyelesaian dinyatakan sebesar biaya perolehan, dan akan
dipindahkan ke aset tetap pada saat sudah selesai pembangunannya dan siap
digunakan.

4.4 Audit Program Pengujian Eksistensi Aset Tetap PT INDOMY

Audit program yang digunakan tim audit dalam pengujian eksistensi atas aset
tetap sebagai acuan dalam melakukan prosedur audit observasi aset tetap
PT INDOMY pada periode berjalan, yaitu:
46

Tabel 4.3 Audit Program Pengujian Eksistensi Aset Tetap


Audit Program Details
Obtain list Fixed Assets from Client Meminta daftar aset tetap
PT INDOMY pada periode berjalan.
Daftar tersebut diperoleh dari klien.
Aset tetap PT INDOMY terdiri atas:
- Tanah
- Gedung

- Pabrik

- Perlengkapan Kantor

- Peralatan Proyek

- Kendaraan
Test Of Detail Addition and Disposal Pengujian atas penambahan dan
(by sample) penghapusan aset tetap dengan
melakukan:
- Minta data penambahan dan
pengurangan aset tetap pada
periode berjalan
- Lakukan sample.
Fixed Assets Observation Observasi atas keberadaan aset tetap
yang berada di perusahaan.

4.5 Prosedur Audit Observasi Virtual Aset Tetap Klien Yang Dilakukan Oleh
Auditor

Auditor dalam melaksanakan audit atas aset tetap mempunyai tujuan-tujuan,


dalam hal penelitian ini penulis akan memfokuskan pada tujuan audit untuk menguji
eksistensi atau keberadaan dari aset tetap klien. Berdasarkan standar audit bahwa
auditor wajib untuk melakukan pemeriksaan fisik atau observasi atas aset tetap agar
memperoleh bukti yang cukup dan tepat

Standar audit menyebutkan observasi ini ditujukan untuk membuktikan bahwa


aset tetap perusahaan benar-benar ada (existence). Namun, pada saat peneliti
47

melakukan audit atas aset tetap di PT INDOMY, dunia dihadapkan pada kondisi
pandemi covid-19 dimana seluruh aktivitas bisnis terkena dampaknya. Hal ini juga
berefek pada proses kegiatan audit dimana auditor tidak dapat melakukan kunjungan
secara fisik ke tempat dimana lokasi aset berada karena adanya peraturan pemerintah
untuk membatasi aktivitas di luar rumah dan aktivitas bertemu tatap muka.

Oleh karena itu, auditor melakukan prosedur alternatif atas observasi aset tetap
tersebut dengan melakukan observasi secara virtual yaitu melalui platform Gmeet atau
Zoom. Metode ini diyakini dapat memperoleh bukti audit secara cukup dan tepat.

Auditor menetapkan langkah-langkah mengenai bagaimana cara untuk


melakukan observasi aset tetap secara virtual yaitu sebagai berikut:

a) Sebelum pelaksanaan observasi virtual


• Meminta seluruh daftar list atas aset tetap yang dimiliki oleh
perusahaan,
• Melakukan sample atas aset tetap mana saja yang akan di lakukan
observasi, biasanya auditor melakukan sample atas adanya penambahan
aset tetap di tahun berjalan,
• Mengkomunikasikan kepada klien atas sample yang sudah dipilih oleh
auditor,
• Meminta klien untuk mengatur jadwal waktu dilakukannya observasi
virtual melalui platform Zoom atau Gmeet dan dibuatkan link nya.
• Meminta nomor kontak klien yang bertugas dalam pelaksanaan
observasi virtual.
b) Pada saat pelaksanaan observasi virtual
• Sebelum dilakukannya observasi, auditor melakukan pertemuan virtual
melalui platform Zoom atau Gmeet bersama dengan klien untuk
membahas agenda observasinya.
• Meminta klien yang sudah ditunjuk dalam pelaksanaan observasi
virtual untuk sharing location untuk memastikan bahwa klien yang
bertugas memang berada di lokasi.
• Klien yang bertugas mulai menunjukkan lokasi aset tetap itu berada
kepada auditor melalui handphone dengan menggunakan aplikasi
Zoom.
48

• Klien yang bertugas tersebut menyorot kamera handphone nya ke aset


yang menjadi sample dan mengoperasikan aset tersebut. Tujuannya
untuk mengetahui kondisi atas aset tetap tersebut apakah masih layak
di operasikan atau tidak.
• Setelah itu, auditor meminta klien untuk mendokumentasikan atas aset
tetap tersebut dengan settingan foto terdapat tanggal dan lokasi aset
berada.
• Auditor selanjutnya akan membuat Berita Acara atas observasi aset
tetap tersebut dengan melampirkan foto yang sudah dikirimkan oleh
klien dan menandatanganinya bersama dengan klien. Berita Acara ini
merupakan bukti bahwa pelaksanaan observasi aset tetap sudah selesai
dilakukan dan di setujui oleh kedua belak pihak.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Aset tetap merupakan salah satu sarana bagi PT INDOMY untuk menjalankan
proses produksi dan untuk menghasilkan pendapatan. Maka dari itu, informasi
tentang aset tetap merupakan salah satu informasi penting yang akan dilihat oleh
pengguna laporan keuangan untuk menilai kelanjutan usaha PT INDOMY. Di sini
peran auditor menjadi penting untuk menyatakan kewajaran penyajian laporan
keuangan secara umum, dan akun aset tetap secara khusus.

Audit atas aset tetap merupakan bagian dari audit umum yang dilakukan KAP
RSM Indonesia atas laporan keuangan PT INDOMY. Dalam melakukan audit atas
aset tetap, auditor berpedoman pada Global Audit Methodology dari KAP RSM
Indonesia, di mana pedoman ini memiliki esensi yang sama dengan pedoman audit
yang dipaparkan oleh Arens et al., (2009). Perbedaan hanya terletak pada sisi detail
proses yang dilakukan per fase, dan bukan merupakan perbedaan yang signifikan.

Berdasarkan teori atas aset tetap, audit, dan pelaksanaan audit yang penulis
alami pada PT INDOMY, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
prosedur audit atas pengujian eksistensi aset tetap yang dilaksanakan tim audit telah
sesuai dengan prosedur audit berdasarkan teori audit yang ada dan telah dilaksanakan
mengikuti audit program yang telah dirancang. Selama menjalani prosedur audit atas
aset tetap tersebut, tidak terdapat temuan-temuan yang sifatnya signifikan.

5.2 Saran

Berdasarkan dengan laporan tugas akhir yang telah penulis susun, penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan tugas akhir
ini. Penulis ingin memberi saran kepada peneliti berikutnya agar dapat
mengembangkan prosedur audit asset tetap untuk menguji asersi manajemen lainnya
agar tujuan audit dapat tercapai.

49
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahmat, Fathoni. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi.


Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arens, Alvin A., Mark S. Beasley, Randal J. Elder, dan Amir Abadi Jusuf. (2009).
Auditing and Assurance Services an Integrated Approach - an Indonesian
Adaptation. Singapore: Prentice Hall.
Arens, A. A., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2008). Auditing and Assurance Services
(12th ed.). London. Pearson Education, Inc.
Deddy, Mulyana. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2021). Standar Audit (SA) 200.
Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2021). Standar Audit (SA) 326.
Jakarta: Salemba Empat
Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) 16: Aset Tetap. Jakarta: Salemba Empat.
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. (2011). Intermediate
Accounting Volume 1 IFRS edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Levy, H. (2020). Financial Reporting and Auditing Implications of the COVID-19
Pandemic. The CPA Journal. 90 (6): 26–33.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sekaran, Uma dan Roger Bougie. (2017). Metode Penelitian Bisnis, Edisi 6,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Warren, Reeve, Duchac, Ersa Tri Wahyuni, Gatot Suprijanto, Amir Abadi Jusuf dan
Chaerul D. Djakman. (2008). Principles of Accounting-Indonesia Adaptation.
South-Western Publishing.

50

Anda mungkin juga menyukai