Anda di halaman 1dari 16

PEMBATALAN AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI

DALAM PERSIDANGAN PERDATA MENURUT


UU NOMOR 30 TAHUN 2004

Oleh

CINNDY ESRA PARAMITHA P.


D1A020121

Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Sudiarto, SH., M.Hum.

Metode Penelitian Hukum A2

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2023
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Permasalahan ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Ruang Lingkup Masalah .................................................................... 3
2. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
2.1. Tujuan Umum .................................................................................... 3
2.1. Tujuan Khusus ................................................................................... 3
3. Orisinalitas Penelitian ............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7

BAB III METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Masalah ................................................................................. 12


2. Sumber Data ............................................................................................. 12
3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 12
4. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14

ii
Judul : Pembatalan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dalam Persidangan
Perdata Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I

PENDAHULUAN

1. Permasalahan
1.1. Latar Belakang Masalah
Setiap penyelesaian suatu perkara melalui pengadilan khususnya
perkara perdata di perlukan alat-alat bukti yang telah ditentukan dan diakui
oleh undang-undang sebagai alat bukti yang sah. Alat-alat bukti tersebut akan
dipergunakan didalam proses pembuktian yang merupakan bagian dari
beracara di Pengadilan, dari proses pembuktian tersebut hakim akan
mengambil suatu keputusan berdasarkan alat bukti yang diakui oleh undang-
undang dan fakta-fakta yang terbukti didalam persidangan oleh karena kita
menganut sistem pembuktian positif (Positief wettelijk bewijsleer) dalam
hukum acara perdata dan yang dicari adalah kebenaran formal. Didalam
pembuktian tidak jarang juga hakim salah menilai pembuktian sehingga orang
yang harusnya bersalah diputuskan tidak bersalah, demikian juga karena tidak
cukup kuatnya alat bukti yang ada sehingga pihak yang seharusnya berhak
diputuskan tidak berhak. Dengan demikian alat-alat bukti memegang peranan
yang vital didalam proses pembuktian.
Karena begitu kompleksnya kehidupan manusia maka hubungan
manusia juga menjadi begitu luas, hubungan awal manusia dengan manusia
lainnya biasanya baik-baik saja namun ditengah perjalanan bisa saja hubungan
baik tersebut berubah oleh karena suatu hal atau keadaan, maupun peristiwa
atau kejadian, ditambah lagi diantara mereka sudah tidak dapat menyelesaikan
masalah sendiri secara baik-baik seperti awal hubungan mereka dan akhirnya
mengambil penyelesaian masalah melalui pengadilan. Maka diantara mereka
diperlukan alat bukti yang menentukan dengan jelas apa yang menjadi hak

iii
dan kewajiban mereka yang akan dipergunakan sewaktu-waktu bila
dikemudian hari diantara mereka terjadi sengketa.
Salah satu jenis alat bukti yaitu alat bukti tertulis yang bersifat autentik
isinya mengenai keadaan peritiwa atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh
tiap-tiap individu. Alat bukti tertulis yang autentik lazim disebut akta autentik.
Ada yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, namun ada juga
yang dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak
dan kewajiban mereka untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi
dikemudian hari.
Notaris sebagai pejabat pembuat akta autentik berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur jabatan notaris yang berlaku sebagian
besar masih didasarkan pada peraturan perundang-undangan zaman kolonial
belanda dan sebagian lagi peraturan perundang-undangan nasional. Namun
berbagai peraturan diatas sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan
kebutuhan hukum masyarakat indonesia. Oleh karena itu diadakan
pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam suatu
undang-undang yang mengatur jabatan notaris sehingga tercipta suatu
unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah
Negara republik Indonesia maka dibentuklah Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Oleh karena itu maka akta yang dibuat oleh/dihadapan Notaris
merupakan akta otentik. Sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang sah
dan kuat. Namun tidak jarang juga akta yang dibuat oleh/dihadapan Notaris
menjadi batal demi hukum. Dari beberapa kasus yang terjadi, banyak putusan
mahkamah agung yang menyatakan bahwa akta yang dibuat oleh/dihadapan
notaris tersebut adalah batal demi hukum. Melihat Putusan-putusan
Mahkamah Agung ini Penulis menyimpulkan bahwa Akta Notaris sebagai
Akta Otentik yang apabila digunakan sebagai alat bukti adalah merupakan alat
bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh menjadi tidak memberikan fungsi
yang sebagaimana seharusnya. Dengan demikian Penulis tertarik untuk
membahas mengenai Akta Notaris sebagai alat bukti yang otentik, faktor

iv
apakah yang dapat menyebabkan Akta Notaris menjadi batal, serta
mengetahui Bagaimana Pertanggung-Jawaban Para Pihak yang terkait dengan
Akta notaris yang batal.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah diuraikan diatas,
permasalahan yang dapat ditarik adalah:
1. Faktor apa yang dapat menyebabkan akta notaris menjadi batal ?
2. Bagaimana pertanggungjawaban para pihak terkait dengan batalnya
suatu akta notaris ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah


Agar permbahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang
dibahas, maka dalam penulisan penelitian ini perlu dibatasi. Adapun yang
akan dibahas yakni tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan akta
notaris menjadi batal, kedua mengenai pertanggungjawaban para pihak terkait
dengan batalnya suatu akta notaris.

2. Tujuan Penelitian
2.1. Tujuan Umum
1. Untuk melatih diri dalam usaha pikiiran ilmiah secara tertulis.
2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum.
3. Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan masyarakat.
4. Untuk pembulat studi dibidang ilmu hukum.

2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan Akta
Notaris menjadi batal.
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban para pihak terkait dengan
batalnya akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

v
3. Orisinalitas Penelitian

No. Nama dan Judul Rumusan Masalah Perbedaan


1. Ramdlon Mahuraden 1. Kewenangan Hakim Dalam penulisan yang
Tuakia, dalam Membatalkan Akta ditulis oleh saudara
Universitas Notaris Ramlon Mahuraden, fokus
Diponegoro penelitianya adalah
Semarang (2022) 2. Bagaimana Bentuk mengkaji tujuan hakim
Pertanggungjawaban dalam melakukan
Wewenang Hakim Notaris Terhadap Akta pembatalan akta notaris di
Melakukan yang Dibatalkan? persidangan dimana akta
Pembatalan pada tersebut menjadi alat bukti.
Akta Notaris sebagai Selain itu, fokus penelitian
Alat Bukti dalam dalam tulisan saudara
Persidangan Ramlon Mahuraden yakni
bentuk pertanggunjawaban
notaris terhadap akta yang
dibatalkan. Saudara
Ramlon juga memuat
tentang bilamana notaris
enggan memenuhi segala
macam tindakan yang
ditetapkan Undang-undang
Jabatan Notaris pasal 84
bila notaris melakukan
pelanggaran maka akta
yang dibuat hanya
mempunyai kekuatan
pembuktian dibawah
tangan dan secara resmi
dibatalkan demi hukum.
2. Grace Kezia 1. Bagaiman kekuatan akta Dalam penelitian yang
Caroline, notaris yang tidak oleh saudara Grace
Universitas mencantumkan Caroline, fokus

vi
Tarumanagara kelengkapan identitas saksi penelitiannya adalah
(2021). sebagai alat bukti di bagaimana kekuatan akta
pengadilan ? notaris yang tidak
Analisis Kekuatan 2. bagaimana tindakan mencantumkan
Akta Notaris Yang hukum yang dapat kelengkapan identitas saksi
Tidak Dicantumkan dikenakan pada notaris sebagai alat bukti di
Kelengkapan yang lalai mencantumkan pengadilan. Saudara Grace
Identitas Saksi identitas saksi pada akta mencantumkan definisi dan
Sebagai Alat Bukti di yang dibuatnya ? perbedaan akta, akta
Pengadilan autentikdan akta dibawah
tangan, selain itu
bagaimana kekuatan akta
autentik sebagai alat bukti
di muka pengadilan dan
juga alat bukti akta
dibawah tangan.

Selain pokok-pokok yang


diatas, Saudara Grace juga
memfokuskan
penelitiiannya terhadap
bagaimana tindakan hukum
yang dapat dikenakan pada
notaris yang lalai
mencantumkan identitas
saksi pada akta. Saudara
Grace meninjau
kewenangan notaris yang
ditegaskan dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris.

vii
Bagaimana Teori
Kewenangan, Teori
Tanggungjawab dan
Tindakan Hukum yang
dapat dikenakan pada
notaris berdasarkan pasal
16 ayat (11) UUJN.

viii
BAB II

A. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pengambilan suatu keputusan dari setiap perkara yang diselesaikan


melalui pengadilan hakim harus berpedoman pada hukum pembuktian. Hukum
pembuktian adalah seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang
pembuktian.1 Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunya sesuatu hak,
guna menaguhkan haknya sendiri maupn membantah suatu hak orang lain,
menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hakatau
peristiwa tersebut. Misal, jika saya menyatakan bahwa kendaraan itu milik saya
tetapi ada pihak lain yang menyangkal bahwa kendaraan itu bukan milik saya,
maka saya perlu membuktikan tetang kebenaran yang saya kemukakan.
Pengertian membuktikan menurut R. Subekti, ialah “meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan”.2

Pembuktian secara yuridis yaitu menyajikan fakta-fakta yang cukup


menurut hukum untuk memberikan kepastian kepada majelis hakim mengenai
terjadinya peristiwa atau hubungan hukum.3 Hal-hal yang hars dibuktikan menurut
A. Pitlo ialah “fakta dan hak”. Hal-hal yang tidak perlu dibuktikan yaitu hak dan
peristiwa yang tidak disangkal tidak oerlu dibuktikan dan juga sesuatu hak atau
peeristiwa yang sudah diketahui oleh umum yang disebut peristiwa notoir (Notoir
feiten, noticeable facts. Teori huum pembuktian mengajarkan bahwa agar suatu
alat bukti dapat dipakai sebagai alat bukti di Pengadilan diperlukan beberapa
syarat-syarat:4

1. Diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti.


2. Reability, yakni alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya.

1
Munir Fuandy, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Cet.1, Citra Aditya Bakti,
Bandung, (selanjutnya disingkat Munir Fuandy I), h.1.
2
Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Cet.1, Alumni, Bandung, h.2.
3
Abdulkadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet.VII, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.115.
4
Munir Fuandy, op.cit, h.4.

ix
3. Necessity, yakni alat bukti tersebut memang diperlukan untuk
membuktikan suatu fakta.
4. Relevance, yaitu alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta
yang akan dibuktikan.

Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1867 merumuskan


Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun
dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. Yang dianggap sebagai tulisan dibawah
tangan yaitu:

1. Akta yang ditandatangani dibawah tangan.


2. Surat-surat
3. Register-register.
4. Surat-surat urusan rumah tangga.
5. Tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang Pegawai Umum menutur
pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa tulisan
itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut undang-undang dianggap
sebagai diakui, memberikan terhadap orang orang yang menandatangani serta
para ahli warisannya dan orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, bukti
yang sempurna seperti suatu akta otentik menurut padal 1875 Kitab Undang-
unang Hukum Perdata.

Menurut sistem HIR dan RBg, hakim terikat dengan alat-alat bukti yang sah
yang diatur dengan undang-undang. Ini berati hakim hanya boleh menjatuhkan
putusan berdasarkan alat-alat bukti yang telah diatur undnag-undang. Menurut
ketentuan pasal 164 HIR, 284 RBg ada lima jenis alat bukti dalam perkara
perdata:

1. Surat
2. Saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan

x
5. Sumpah

Menurut Ali Afandi, surat ialah :sesuatu yang memuat tanda yang dapat
dibaca dan yang menyatakan sesuatu buah pikiran”. 5 Surat merupakan alat bukti
tertulis yang memuat tulisan untuk menyatakan pikiran seorang sebagai alat
bukti.6 Menurut bentuknya , alat bukti tertulis diklasifikasikan menjadi 2 jenis :

1. Surat akta
2. Surat bukan akta

Surat akta adalah surat yang dibuat dan dimaksudkan untuk membuktikan
suatu peristiwa. Oleh karena yang dimaksudkan untuk membuktikan suatu
peristiwa maka akta harus ditandatangani oleh orang yang membuatna, syarat
penandatanganan itu dasar hukumnya terdapat pada pasal 1869 kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Surat akta diklasifikasikan lagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Surat akta otentik


2. Surat akta tidak otentik (dibawah tangan)

Suatu akta otentik ialah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undnag, dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu
ditempat dimana ata itu dibuat, menurut pasal 1868 kitab Undang-Undnag Hukum
Perdata. Akta dibawah tangan adalah akta yang segaja dibuat untuk pembuktian
oleh para pihak tanpa bantuan pejabat berwenang seperti notaris. Misalnya
kuitansi, perjanjian sewa menyewa, dan sebagainya. 7 Pembuatan akta dibawah
tangan cukup ditandatangani oleh si pembuat.

Pejabat umum adalah “organ Negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan


umum, berwenang menjalankan kekuasaan untuk membuat alat bukti tertulis dan
otentik dalam bidang hukum perdata”.8 Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
5
Gatot Supramono, 1996, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan,
Jakarta, h.65.
6
Teguh Samudra, op.cit, h.119.
7
Krisna Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Mediasi, Class Action, Arbitrase & Alternatif,
Grafitri Budi Utami, Bandung,h.76.
8
Yulianto, 2004, Tanggungjawab Notaris dalam Membuat Akta Jaminan Kredit Perbankan, Mitra
Usaha Abadi, Surabaya, h.71.

xi
2004 pasal 1 ayat (1) disebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud
dalam undang-undnag ini. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)
adalah dianggap benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses
hukum.9 Dengan demikian apabila tidak ada dasar hukumnya berupa peraturan
umum yang memberi kewenangan kepada pejabat atau orang lain selain Notaris,
maka kewenangan untuk memperoleh akta otentik dari perbuatan hukum apapun
termasuk hak atas tanah yang objeknya perjanjian atau perbuatan hukum itu,
secara umum (Regel) paasti itu adalah menjadi kewenangan notaris selaku pejabat
umum.

Adapun notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan


membuat akta-akta otentik sesuai dengan yang dikemukakan oleh Komar
Andasasmitha yaitu:10

1. Akta-akta yang menyangkut kepentingan hukum perorangan, misalnya


berbagai izin kawin, baik dari orangtua maupun kakek/nenek.
2. Akta yang menyangkut hukum perikatan, misalnya berbagai macam
atau jenis sewa menyewa.
3. Akta yang manyangkut hukum dagang/perusahaan, misalnya berbagai
perseroan (Persekutuan Perdata, Firma, Perseroan Komanditer dan
Perseroan Terbatas).

Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini, didala
pasal 1 ayat (7) Undang-Udnang Nomor 30 Tahun 2004. Akta otentik
memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya bagi para
pihak, ahli waris dan orang-orang yang mendapat hak dari merekaa.

Namun akta otentik juga tidak memberikan bukti yang sempurna tentang
apa yang termuat didalamnya hanya dianggap penuturan belaka kecuali penuturan
itu ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta maka penuturan itu tidak
9
Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat(Buku1), Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, h.157.
10
Komar Andasasmitha, 1983, Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, h.11.

xii
dianggap sebagai penuturan belaka maka memberikan bukti yang sempurtna
tentang apa yang dimuat didalamnya. Sebagai penuturan belaka yang tidak ada
hubungannya langsung dengan pokok isi akta maka hanya berguna sebagai
permulaan pembuktian dengan tulisan.

Permulaan pembuktian dengan tulisan adalah segala akta tertulis yang


berasal dari orang terhadap siapa tuntutan diajukan ataudari orang yang diwakili
olehnya dan yang memberikan persangkaan tentang benarnya peristiwa-peristiwa
yang dimajukan oleh seseorang, didalam pasal 1902 ayat (2) kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Permulaan bukti tertulis menjadi alat bukti sempurna bila
ditambah dengan alat bukti lain seperti diatur dalam undang-undang hukum acara
perdata dalam pasal 164 HIR, pasal 284 RBg. 11 Apabila tidak ada alat bukti lain,
peristiwa tersebut tidak mempunyai kekuatan bukti, kecuali bila diakui oleh orang
yang bersangkutan. Akta otentik juga dapat diperlakukan sebagai bukan akta
otentik bila tidak berkuasa atau cakapnya pegawai yang dimaksud diatas; atau
karena cacat dalam bentuknya. Namun demikian mempnyai kekuatan sebagai
tulisan dibawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak.

11
Abdulkadir Muhammad, op.cit, h.124

xiii
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Masalah

Dalam penyusunan penelitian ini , digunakan metode pendekatan masalah


secara yuridis normatif yaitu dalam pembahasan terhadap permasalahan yang
diajukan penelaahannya dimulai dari penelaahan peraturan peraturan yang ada
atau yang sedang berlaku dnegan konsep yang terkait dengan akta notaris sebagai
alat bukti.

2. Sumber Data
Pendekatan masalah untuk penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif
sehingga penyusunan penelitian ini didasarkan pada data sekunder yaitu data yang
telah dikumpulkan oleh pihak lain untuk maksud tertentu. Sumbernya dari
penelitian kepustakaan (Library Research) atau data yang diperoleh dari referensi
literatur dan peraturan perundang-undangan yang ada relevansinya dengan
permasalahan yang diangkat.

3. Teknik Pengumpulan Data


Dalam upaya untuk mengumpulkan data seunder dilakukan teknik
pengumpulan data dokumentasi yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen.12 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan
ini adalah teknik membaca dan mencatat data-data yang diperlukan yang sesuai
dengan permasalahan dari buku-buku literatur yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat
seperti peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya
mempunyai otoritas.13
b. Bahan hukum sekunder, yaitu baha yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian atau
12
Husaini Usman,dkk, 2004, Metodologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta, h.73.
13
Peter Mahud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Cet.III, Prenada Media Group, Jakarta, h.141.

xiv
pendapat pakar hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap ahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia.14

4. Teknik Pengolahan Data dan Analisia Data


Setelah semua data terkumpul dari penelitian kepustakaan, kemudian
diklasifikasikan menurut permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Data
tersebut dianalisa dengan teori-teori yang relevan sehingga tercapai suatu
kesimpulan untuk menjawab permasalahan dan hasil analisa tersebut kemudian
disajikan secara deskriptif analitis.

14
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h.31.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhamad, 2000, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet.VII, Citra


Aditya Bakti, Bandung, h.115.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h.31.

Gatot Supramono, 1996, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis,
Djambatan, Jakarta, h.65.

Husaini Usman,dkk, 2004, Metodologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta,


h.73.

Komar Andasasmitha, 1983, Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, h.11.

Krisna Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Mediasi, Class Action, Arbitrase &
Alternatif, Grafitri Budi Utami, Bandung,h.76.

Munir Fuandy, 2006, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), Cet.1,
Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Munir Fuandy I),
h.1.

Peter Mahud Marzuki, 2007, Penelitian Hukum, Cet.III, Prenada Media Group,
Jakarta, h.141.

Tan Thong Kie, 2000, Studi Notariat(Buku1), Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
h.157.

Teguh Samudera, 1992, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Cet.1,


Alumni, Bandung, h.2.

Yulianto, 2004, Tanggungjawab Notaris dalam Membuat Akta Jaminan Kredit


Perbankan, Mitra Usaha Abadi, Surabaya, h.71.

xvi

Anda mungkin juga menyukai