Pengelolaan Risiko Usaha Pada Transportasi Darat (Online Transportation)
Pengelolaan Risiko Usaha Pada Transportasi Darat (Online Transportation)
TRANSPORTASI DARAT
(ONLINE TRANSPORTATION)
Disusun Oleh :
Kelompok 12
Adinda Cut Nurfajriyah Octorini 1118217015
Khansa Shadrina Mulya 1118217017
Rahma Aryani Poetri 1118217031
UNIVERSITAS PANCASILA
2019
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB IV PENUTUP 29
4.1 Kesimpulan 29
DAFTAR PUSTAKA 31
i
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang menjadi dilema bagi para pengemudi (driver) jasa
transportasi online adalah, ketika masyarakat menikmati indahnya layanan fasilitas
yang diberikan oleh perusahaan penyedia layanan aplikasi tersebut akan tetapi
perlindungan hukum terhadap pengemudi (driver) jasa transportasi online ini masih
sangat minim sekali. Salah satu contoh adalah maraknya kejahatan yang dilakukan
pihak-pihak tertentu serta kerugian yang dialami para pengemudi (driver) jasa
transportasi online, misal orderan fiktif, dibunuh, kenderaan dicuri, kenderaan
mengalami kerusakan pada saat mengangkut penumpang, kecelakaan, layanan
pemesanan makanan siap saji yang sudah dibeli dibatalkan, pungli aparat yang tidak
bertanggung jawab, dsb.
1
Ojek online merubah merubah pola konsumsi penggunaan transportasi di
masyarakat, yang selama ini menggunakan ojek konvensional/ojek pangkalan
(opang). Kehadiran ojek berbasis teknologi menjadi salah satu solusi alternatif dan
pilihan dalam memenuhi kebutuhan akan layanan transportasi tersebut. Ojek banyak
digunakan karena menggunakan sepeda motor roda dua, sehingga cepat sampai ke
tujuan. Identitas ojek online ini mudah dikenali dari atribut yang digunakan seperti
seragam berwarna hijau, kemudian ketersediaan alat keamanan seperi helm dan
masker serta tarifnya yang flexible tergantung jauh dekat jarak yang ditempuh serta
penggunaan yang terekam dengan baik secara computerized sehingga menimbulkan
rasa aman selain bisa di pesan dimana dan kapan saja. Hal inilah yang tidak dipunyai
oleh pangkalan sehingga menyebabkan perpindahan pola konsumsi tadi. Belum
lagi fasilitas penjemputan yang dilakukan ojek online ke tempat yang diminta tanpa
adanya tambahan biaya.
Namun sayang kehadiran moda transportasi baru ini belum dapat berjalan dan
diterima secara sepenuhnya oleh kelompok dalam masyarakat. Penolakan ojek online
oleh transportasi kovensional seperti ojek pangkalan atau angkutan umum terjadi
dimanamana. Gesekan akan budaya baru ini tidak hanya terjadi di kota besar namun
meluas hampir ke seluruh wilayah di Indonesia yang ada ojek onlinenya. Konflik
didasari antara lain karena adanya anggapan atau persepsi serta kecemburuan dari
ojek pangkalan atau angkutan kota bahwa kehadiran ojek online sebagai penyebab
kurangnya pelanggan yang berimbas kepada penurunan penghasilan yang mereka
terima.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Secara tradisional tekhnik pengendalian kerugian diklasifikasikan menurut
pendekatan yang dilakukan:
Pendekatan engineering.
Pendekatan hubungan kemanusiaan ( human relations )
Dalam beberapa keadaan kedua pendekatan dilakasanakan secara
simultan. Pendekatan engineering menekankan kepada sebab-sebab yang
bersifat fisikal dan mekanikal misalnya memperbaiki kael listrik yang
tidak memenuhi syarat, pembuangan limbah yang tidak memenuhi
ketentuan, konstruksi bangunan dan bahan dengan kualitas buruk dan
sebagainya.
Pendekatan human ralation menekankan sebab-sebab kecelakaan yang
berasal dari faktor manusia, seperti kelengahan, suka menghadang bahaya,
sengaja tidak memakai alat pengaman yang diharuskan, dan lain-lain
faktor psikologis. Kedua pendekatan ini dalam prakteknya dijalankan
secara simultan.
ii. Pengendalian Kerugian Menurut Lokasi
Tindakan pengendalian risiko dapat pula diklasifikasikan menurut lokasi
daripada kondisi yang direncanakan untuk dikendalikan. Dr. Haddon
menegaskan bahwa kemungkinan dan keparahan kerugian dari
kecelakaan lalu-lintas tergantung atas kondisi-kondisi dalam :
Orang yang mempergunakan jalan
Kendaraan
Lingkungan umum jalan raya yang melingkupi faktor-faktor
seperti desain, pemeliharaan, keadaan lalu lintas, dan praturan.
Konsep Haddon ini dapat diperluas pemakaiannya untuk bentuk
kerugian lain, misalnya :
Kerugian Lokasi
5
lingkungan hukum.
6
mengenai peristiwa itu, dengan mengisi formulir mereka akan lebih teliti
terhadap hal yang menjadi penyebabnya.
Informasi yang disediakan melalui laporan ini dapat dipergunakan untuk :
Mengukur performance manajer lini
Menetapkan operasi mana yang perlu diperbaiki
Mengidentifikasi hazards yang berkait dengan kerugian itu
Menyediakan informasi yang dapat dipergunakan untuk memotivasi
manajer dan pekerja, untuk menaruh perhatian yang besar terhadap
pengendalian kerugian.
v. Menentukan Kelayakan Ekonomis
Walau pencegahan segala kerugian diinginkan, tetapi tinjauan dari
manfaat dan biaya tidak selamanya economically feasible. Karena
pertimbangan yang bersifat ekonomis harus dilakukan.
a) Biaya yang timbul karena peristiwa kecelakaan
Biaya yang timbul karena peristiwa kecelakaan, sering dialokasikan
lebih rendah dari jumlah yang mungkin terjadi. Hal ini disebabkan
adanya biaya-biaya lain yang tersembunyi dan secara tidak langsung
tidak terlihat pada kecelakaan itu sendiri, misalnya :
Biaya karena hilangnya waktu kerja bagi pegawai yang cidera
Biaya karena hilangnya waktu kerja pegawai lain karena menolong
yang cidera.
Biaya berkenaan dengan rusaknya suatu mesin, peralatan harta
yang lain.
Hilangnya waktu produksi.
b) Biaya Pengendalian Kerugian
Biaya pemasangan dan perawatan peralatan pengendalian kerugian
dapat dibagi sebagai berikut :
Pengeluaran modal dan depresiasi untuk alat pencegah seperti
dinding yang tahan terhadap api, alat pemadam kebakaran dsb.
Pengeluaran seperti gaji, tunjangan, pakaian, biaya training bagi
penjaga, supervisor, regu pemadam, satpam, konsultan dsb.
Pengeluaran untuk menjalankan program misalnya biaya manual
dan lain-lain alat bantu, inspeksi perawatan preventif, dsb.
7
c) Membandingkan Manfaat Dan Biaya
Dalam membandingkan manfaat pengendalian kerugian dengan biaya
yang dikeluarkan maka akan muncul persoalan, besaran benefit yang
akan diperoleh. Karena manfaat biasanya tidak pasti, maka benefit itu
harus dikalikan dengan probabilitas manfaat yang akan terjadi. Baik
manfaat maupun biaya dapat disebarkan untuk beberapa tahun.
Akibatnya orang harus membandingkan present value dari expected
cost.
d) Evaluasi
Usaha pengendalian kerugian dapat dievaluasi dengan menetapkan :
Apakah biaya kecelakaan atau peristiwa dapat berkurang
(menurun) dengan adanya usaha tersebut?
Apakah kebijaksanaan keselamatan dan prosedur yang dianjurkan
oleh manajer risiko dapat dijalankan ?
Perubahan-perubahan dalam kecelakaan diukur dengan perubahan
dalam premi asuransi, biaya-biaya lain kecelakaan, frekuensi kerugian
dari keparahan kerugian. Perubahan-perubahan ini yang harus
dianalisis sebagai agregat berdasarkan departemen dan exposure.
8
ii. Risiko itu sendiri yang dipindahkan.
iii. Suatu risk financing transfer menciptakan suatu loss-exposure unutk
tranferee. Pembatalan perjanjian itu oleh transferee dapat dipandang
sebagai cara ketiga dalam risk control transfer
2.2 Manajemen Risiko Operasional
Risiko operational merupakan risiko yang umumnya bersumber dari masalah
internal perusahaan, dimana risiko tersebut terjadi disebabkan oleh lamanya sistem
kontrol manajemen (management controlsystem). Yang dilakukan oleh pihak internal
perusahaan.
Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena tidak berfungsinya sistem
internal yang berlaku, kesalahan manusia, kegagalan sistem dan faktor eksternal
seperti bencana alam, demontrasi besar, dll. Sumber terjadinya risiko operasional
paling luas dibanding risiko lainnya yakni selain bersumber dari aktivitas di atas juga
bersumber dari kegiatan operasional dan jasa, akuntansi, sistem tekhnologi informasi,
sistem informasi manajemen atau sistem pengelolaan sumber daya manusia. Secara
umum, risiko operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari
kegagalan suatu proses atau prosedur. Risiko operasional merupakan risiko yang
mempengaruhi semua kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang inherent
dalam pelaksanaan suatu proses atau aktivitas operasional.
Terdapat empat jenis kejadian risiko operasional berdasarkan frekuensi dan
dampak, yaitu :
a. Low Frequency/Low Impact(LF/LI) – jarang terjadi dan dampaknya rendah.
b. Low Frequency/High Impact(LF/HI) – jarang terjadi namun dampaknya sangat
besar.
c. High Frequency/Low Impact (HF/LI) – sering terjadi namun dampaknya rendah.
d. High Frequency/High Impact (HF/HI) – sering terjadi dan dampaknya sangat
besar.
Karena itu untuk memastikan bahwa manajemen risiko operasional berjalan
dengan baik dan kontinu, biasanya akan dibentuk pertahanan yang disebut three lines
of defense. Team ini bertugas dan berfungsi sebagai pagar dan pertahanan untuk
prefentif, detektif dan korektif action atas apa yang terjadi dalam proses operasional,
yaitu :
a. Pertahanan lapis pertama berfungsi sebagai mekanisme kontrol preventif.
9
i. Unit Bisnis/Supportsebagai risk taking unit yang mengelola risiko operasional
sehari-hari
ii. Quality Assurance/ Internal Controldi setiap unit kerja
iii. Fungsi Support
b. Pertahanan lapis kedua berfungsi sebagai mekanisme kontrol detektif.
c. Risk Management
d. Legal dan Compliance
e. Pertahanan lapis ketiga berfungsi sebagai mekanisme kontrol korektif.
Audit Internal (SKAI)
Manajemen Risiko Operasional terdiri dari 4 tahapan yang saling terkait,
dimulai dari identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian.
a. Identification (Identifikasi)
Proses untuk melihat dan identifikasi secara kontinu atas paparan risiko
operasional dan penerapan manajemen risiko operasional serta melakukan
pelaporan internal/eksternal atas paparan risiko yang terjadi.
b. Measurement (Pengukuran)
Proses menilai paparan risiko operasional pada produk, jasa, proses, dan sistem
untuk mengetahui profil risiko perusahaan secara kuantitatif serta efektifitas
penerapan manajemen risiko operasional.
c. Monitoring (Pemantauan)
Proses untuk mengamati secara berkelanjutan atas paparan risiko operasional dan
penerapan manajemen risiko operasional serta melakukan pelaporan
internal/eksternal atas paparan risiko yang terjadi.
d. Controlling (Pengendalian)
Proses kontrol atau pengendalian untuk memastikan risiko operasional berada
pada tingkat yang minimal dan masih dapat diterima oleh perusahaan.
Untuk membantu ke-4 tahapan proses tersebut diatas, kita dapat menggunakan
perangkat kerja Manajemen Risiko Operasional yang biasa dikenal sebagai berikut:
a. RCSA (Risk Control Self Assessment)
Perangkat untuk melakukan penilaian diri sendiri atas risiko dan kontrol yang ada
di unit kerja.
b. R/LED (Risk/ Loss Event Database)
Perangkat yang digunakan untuk mencatat data kejadian atau kerugian yang
disebabkan oleh risiko operasional.
10
c. KRI (Key Risk Indicator)
Perangkat untuk mengidentifikasi potensi risiko kritikal dengan memonitor
indikator yang berfungsi sebagai sinyal peringatan awal sebelum risiko tersebut
terjadi.
13
BAB III
PEMBAHASAN
14
a. tidak dianjurkan untuk memulai percakapan basa-basi;
b. bersikap tenang dan santun serta ramah ketika berbicara;
c. jawablah pertanyaan konsumen jika dirasa perlu,
d. dan juga melanggar kewajibannya dalam UU No.8 Tahun 1999 yakni
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Jika ada driver yang bersikap buruk atau konsumen merasa
dirugikan maka konsumen bisa memberikan kritik, saran, dan juga penilaian bagi
driver. Perusahaan akan langsung menindaklanjuti driver tersebut.
Kemudian beberapa konsumen mengeluhkan terjadinya kecelakaan tunggal
akibat kesalahan driver. Hal ini dapat dijadikan sebuah pelajaran bagi para pengguna
jalan raya agar berhati-hati dalam berkendara, karena kejadian tidak terduga bisa terjadi
kapanpun dan dimanapun. Walaupun begitu driver sudah melanggar Pasal 4 UU No.8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak konsumen yakni hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Kemudian banyak konsumen mengalami tarif batas atas yang cukup tinggi
hingga 3 kali lipat. Penulis juga pernah mengalami hal yang sama saat memesan Go Car,
harganya naik hingga 2 kali lipat dari biasanya kemudian saat dimobil penulis bertanya
kepada Muhammad Rifai15, beliau menjelaskan driver Go Car banyak yang mogok kerja
karena perusahaan Gojek menambah kebijakan baru yang merugikan driver. Sehingga
saat order meningkat hanya sedikit Driver Go Car yang aktif. Dalam berbagai kasus,
banyak yang mengatakan saat tengah malam dan hujan juga terjadi lonjakan harga
karena sedikit driver yang aktif alasannya, driver memilih untuk tidak mengambil resiko.
Pengaturan tarif batas atas dilakukan untuk melindungi konsumen agar tidak
ada penaikkan tarif yang sewenang-wenang di waktu tertentu, terutama pada saat jam
sibuk dimana permintaan (demand) sangat tinggi. Sedangkan pengaturan tarif batas
bawah perlu ditetapkan untuk melindungi pengemudi dan agar tidak terjadi perang
tarif/banting harga yang dapat menjatuhkan usaha pesaing. Usulan tarif batas atah dan
bawah ini sudah melalui pembahasan bersama dengan seluruh pemangku kepentingan.
Dalam sistem transportasi, keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan
(supply and demand) sangat penting. Yang dijaga bukan hanya kepentingan konsumen,
tetapi juga penyedia jasa termasuk pengemudi. Bila wilayah operasi dan jumlah
kendaraan yang beroperasi tidak dibatasi, yang terjadi adalah over supply. Selain
menambah beban jalan, penghasilan pengemudi juga akan menurun apabila terlalu
banyak angkutan umum yang beroperasi. Manajemen perusahaan Gojek perlu mengkaji
15
ulang kemampuan sistem komputer dalam mengatisipasi perkembangan usaha, dan
kesiapan saranan dan prasarana penunjang agar dapat lebih memuaskan masyarakat.
17
tunduk pada kewajiban pemenuhan jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau
yang diperjanjikan.
Perusahaan pengangkutan umum yang menggunakan media internet biasanya
menguraikan jaminan dan/atau garansi atas jasa yang diberikan melalui syarat dan
ketentuan yang biasa ditemukan dan dibaca dalam websute resminya. Misalnya,
perusahaan Gojek memberikan jaminan berupa biaya ganti rugi untuk kehilangan barang
sampai dengan Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) yang berlaku untuk layanan
instant courier dan biaya santunan musibah kecelakaan sampai dengan Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) juga biaya rumah sakit sampai dengan Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) kepada seluruh pelanggan Gojek yang menggunakan Go Ride.
Perusahaan Grab memberikan jaminan bagi driver dan penumpang apabila
kerugian mencapai diatas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) jika dibawah
nominal tersebut maka tidak bisa mengajukan ganti kerugian. Semua kecelakaan harus
dilaporkan kepada perusahaan asuransicyang bekerja sama dengan Grab dan
mengirimkan laporan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari dari kecelakaan
terjadi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 UU No.8 Tahun 1999, jaminan dan/atau
garansi atas jasa demikian wajib dipenuhi oleh perusahaan pengangkutan umum online.
Tentu saja tidak hanya sekedar penggantian kerugian, kompensasi, dan santunan
dengan uang akan tetapi, perusahaan juga harus ikut bertanggung jawab untuk
menemukan dan memberikan hukuman kepada driver, termasuk apabila ada kasus
penipuan yang mengatasnamakan perusahaan maka perusahaan juga harus memberikan
peringatan dan klarifikasi serta peningkatan keamanan. Bila perlu dilaksanakan seleksi
ketat dan menyeluruh serta pelatihan terlebih dahulu untuk mempekerjakan calon driver
agar dapat mencegah kerugian yang terjadi akibat kesalahan driver. Selama ini yang
masyarakat ketahui cara mendaftar sebagai driver sangatlah mudah dan banyak sekali
yang menjadikan pekerjaan driver sebagai pekerjaan sampingan karena tidak terikat jam
kerja. Pemerintah juga belum menetapkan kuota bagi masing-masing daerah. Sehingga
sekarang banyak sekali driver yang tersebar dan tak terhitung jumlahnya membuat
pemerintah sulit untuk mencegah dan mengawasi.
19
penumpang baik roda 2 dan roda 4,jasa delivery makanan dan minuman, kurir, hingga
layanan life style seperti salon kecantikan dan jasa urut.
Salah satu hal yang menjadi dilema bagi para pengemudi (driver) jasa transportasi
online adalah, ketika masyarakat menikmati indahnya layanan fasilitas yang diberikan
oleh perusahaan penyedia layanan aplikasi tersebut akan tetapi perlindungan hukum
terhadap pengemudi (driver) jasa transportasi online ini masih sangat minim sekali.
Salah satu contoh adalah maraknya kejahatan yang dilakukan pihak-pihak tertentu serta
kerugian yang dialami para pengemudi (driver) jasa transportasi online, misal orderan
fiktif, dibunuh, kenderaan dicuri, kenderaan mengalami kerusakan pada saat mengangkut
penumpang, kecelakaan, layanan pemesanan makanan siap saji yang sudah dibeli
dibatalkan, pungli aparat yang tidak bertanggung jawab, dsb.
Dalam hal ini pengemudi (driver) jasa transportasi online menanggung sendiri
kerugian yang dideritanya.Padahal seyogyanya perusahaan juga harus ikut bertanggung
jawab terhadap hal yang menimpa si pengemudi tersebut.Hak-hak pengemudi (driver)
jasa transportasi online ini belumlah terpenuhi sebagaimana halnya dimaksud dalam
hukum ketenagakerjaan.Hubungan hukum yang terjadi antara pengemudi (driver) jasa
transportasi dengan perusahaan penyedia jasa aplikasi hanyalah hubungan perjanjian
kemitraan sebagaimana diatur dalam hukum perdata.Dengan dalih perusahaan hanyalah
penyedia jasa aplikasi dan bukan penyedia jasa transportasi menjadi alasan pembenar
bagi perusahaan untuk menghindari kewajiban-kewajibannya terhadap para pengemudi
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
20
sama (subkoordinasi) walaupun secara struktural kedudukan mereka adalah subordinisasi
(atasan dan bawahan).
Kesamaan kedudukan ini diatur dalam Pasal 27 UUD 1945, Pasal 5 dan 6 UU
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan memiliki 3
macam kedudukan yang terletak dalam tatanan hukum di Indonesia, yakni :
a. Kedudukan hukum ketenaga kerjaan dalam bidang hukum perdata
b. Kedudukan hukum ketenaga kerjaan dalam bidang hukum administrasi negara.
c. Kedudukan hukum ketenagakerjaan dalam bidang hukum pidana.
Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa hubungan antara pengemudi (driver)
jasa transportasi online dan perusahaan penyedia jasa aplikasi merupakan hubungan
kemitraan dan bukan ketenagakerjaan. Akan tetapi jika dilihat dalam sudut pandang
hukum ketenagakerjaan hubungan tersebut merupakan hubungan ketenagakerjaan, sebab
didalam perjanjian kemitraan tersebut secara garis besar mengandung unsur-unsur
ketenagakerjaan sebagaimana yang dimaksud dalam hukum ketenagakerjaan, yakni
adanya mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi
ditempatkan dibawah perintah atau pimpinan orang lain dan= mengenai keadaan-
keadaan penghidupan yang lansung bersangkut paut dengan hubungan kerja tersebut.
Antara pengemudi (driver) jasa transportasi online dan perusahaan penyedia jasa
aplikasi transportasi online memiliki hubungan kerja sector formal, yakni hubungan kerja
yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk
waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang mengandung adanya unsur
kepercayaan, upah dan perintah. Jadi jelaslah bahwa didalam perjanjian kemitraan
tersebut juga mengandung unsur pekerjaan, upah dan perintah. Selain itu perjanjian yang
dibuat oleh para pengemudi (driver) jasa transportasi online dengan pihak perusahaan
penyedia jasa aplikasi telah memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja, yakni :
a. Adanya kesepakatan antara para pihak (tidak ada dwang-paksaan, dwaling
penyesatan/kekhilafan atau bedrong-penipuan)
b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk
(bertindak) melakukan perbuatan hukum ( cakap usia dan tidak di bawah
perwalian/ pengampunan)
c. Ada (objek) pekerjaan yang diperjanjikan
d. Causa pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan)
21
Berkaitan dengan hal tersebut jelaslah bahwa pengemudi (driver) jasa transportasi
online adalah berkedudukan sebagai pekerja dan perusahaan merupakan majikan,
sehingga berlakulah hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak sebagaimana yang
dimaksudkan oleh UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan oleh karena itu
maka sudah selayaknyalah para pengemudi (driver) jasa transportasi online mendapatkan
perlindungan hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2)
yang mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Menurut Imam Soepomo perlindungan buruh terbagi 3
macam, yakni :
1) Perlindungan ekonomis, yakni perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha
untuk memberikan pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memeuhi
keperluan sehari-hari bagi diri dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja
tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya (jaminan sosial)
2) Perlindungan sosial, yakni perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja tersebut mengenyam
dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan
sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga (kesehatan kerja)
3) Perlindugan teknis, yakni perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk
menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-
pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan
perusahaan (keselamatan kerja).
Berdasarkan hasil penelitian penulis, di kota Medan perlindungan hukum terhadap
para pengemudi (driver) jasa transportasi online masih jauh dari harapan. Hal tersebut
dapat dilihat dari minimnya perlindungan yang diperoleh para pengemudi (driver)
tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat sebagai berikut :
1) Dari segi perlindungan ekonomis, para pengemudi (driver) jasa transportasi
online belum mempunyai suatu jaminan sosial. 78% dari sampel penelitian para
pengemudi (driver) jasa transportasi online tidak memiliki jaminan sosial yang
diberikan oleh perusahaan.
2) Dari segi perlindungan sosial, para pengemudi (driver) jasa transportasi online
belum mempunyai suatu jaminan kesehatan oleh perusahaan, yakni tidak adanya
BPJS bagi para pengemudi (driver) jasa transportasi online yang dicover oleh
perusahaan.
22
3) Dari segi perlindungan teknis, para pengemudi (driver) jasa transportasi online
belum tercover dalam hal keselamatan kerja. Perusahaan hanya memberi alat
keselamatan standard saja kepada para pengemudi (driver), yakni berupa
masker,helm,dan jas hujan. Akan tetapi jika para pengemudi (driver) mengalami
kecelakaan kerja menjadi tanggung jawab masing-masing pengemudi (driver).
Pengemudi tidak dapat menuntut kerugian kepada perusahaan, hal ini termaktub
didalam perjanjian kemitraan antara pengemudi (driver) dan perusahaan yang
bunyinya :
i. Mitra menyetujui bahwa semua risiko maupun kewajiban yang disebabkan
oleh kelalaian mitra, yang termasuk namun tidak terbatas kepada
keterlambatan mitra dalam menyediakan jasa kepada konsumen, kecelakaan
dan kehilangan barang pada saat pengantaran, yang mungkin timbul dari
maupun sehubungan dengan penyediaan jasa oleh mitra kepada konsumen
merupakan tanggung jawab mitra.
ii. Dengan ini mitra menyetujui bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab atas
setiap kerugian, termasuk kerugian tidak langsung yang meliputi kerugian
keuntungan, kehilangan data, cedera pribadi atau kerusakan properti
sehubungan dengan, atau diakibatkan oleh penggunaan aplikasi, maupun
penyediaan jasa oleh mitra kepada konsumen.
iii. Mitra menyetujui bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerusakan,
kewajiban, atau kerugian yang timbul karena penggunaan atau ketergantungan
mitra terhadap aplikasi, atau ketidakmampuan mitra mengakses atau
menggunakan aplikasi
iv. Mitra dengan ini berjanji untuk membebaskan dan memberikan ganti rugi
(apabila ada kerugian) kepada perusahaan vendor dari semua tuntutan maupun
kewajiban yang mungkin timbul dikarenakan kelalaian Mitra.
Dari uraian contoh diatas maka asas-asas hukum sebagai prinsip dalam kegiatan
penyelenggaraan sistem transportasi tidak dipenuhi oleh pihak penyedia jasa transportasi
online. Adapun asas yang dimaksud adalah asas manfaat,asas usaha bersama dan
kekeluargaan, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas kepentingan umum, asas
keterpaduan, asas konsensual dan asas koordinatif. Kemudian jika dilihat dari ketentuan
yang termaktub dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu :
“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal 86 ayat (1) menyatakan, Setiap pekerja/buruh
23
berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan
kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama”. Selanjutnya dalam Pasal 104 ayat (1) “Setiap pekerja/buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.”. Ketiga pasal tersebut
yang dapat digunakan oleh pengemudi (driver) transportasi online guna memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan pekerjaannya dan pihak penyedia jasa aplikasi
seyogyanya juga harus mematuhi aturan tersebut, khususnya ketika membuat perjanjian
kemitraan, sehingga perjanjian kemitraan tersebut tidak terkesan hanya menguntungkan
pihak perusahaan saja.
3.3 Pengelolaan Risiko dalam konflik yang terjadi antara pengemudi transportasi
Online dan Ojek Pangkalan
Konflik antara ojek pangkalan dan ojek online sudah ada sejak dimulainya
transportasi berbasis teknologi ini. Pada awal-awal konflik biasanya ojek online akan
berusaha menghindari konflik (avoiding) dengan tidak menggunakan atribut seperti jaket
ataupun helm dan beroperasi seperti ojek pada umumnya, namun tetap menggunakan
aplikasinya. Penolakan terhadap ojek online terlihat seperti adanya plang-plang di
wilayah tertentu. Berikut ini adalah contohnya:
Ojek online menurut penulis merupakan ‘korban’, karena mereka menerima order
dari konsumen, namun ketika menjemput justru mereka yang dianiaya oleh ojek
pangkalan karena dianggap mengambil konsumen dari wilayahnya. Hal ini juga di
akibatkan adanya prasangka yang sudah ada sejak revolusi ojek online di Indonesia.
Seperti diketahui bahwa prasangka menurut Samovar et al (2014) adalah perasaan
negatif terhadap kelompok tertentu yang meliputi kemarahan, ketakutan, kebencian dan
kecemasan. Dalam hal ini ojek pangkalan melihat kehadiran ojek online telah merebut
konsumen di wilayahnya yang menyebabkan berkurangnya income yang mereka
dapatkan. Belum lagi pelayanan yang diberikan oleh ojek online sangatlah baik.
Prasangka ini juga terkait dengan latar belakang dari tiap individu. Menurut penulis
walaupun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, faktanya pengemudi ojek pangkalan
mayoritas berasal dari pendidikan formal dasar, walaupun juga ada yang berasal dari
tingkat yang lebih tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan bisa memengaruhi
pola pikir maupun pola interaksi yang dilakukannya seperti bagaimana menghargai
perbedaan.
24
Dari sisi yang berbeda kehadiran ojek online dianggap merusak tatanan sosial yang
sudah banyak terbentuk di ojek pangkalan. Penelitian dari Prasetya dan Legowo (2016),
mengatakan bahwa tatanan sosial yang terbentuk itu adalah guyup, menggunakan sistem
antri, solidaritas yang menunjukan budaya kolektivisme yang tinggi yang memang dianut
oleh masyarakat di Indonesia. Budaya koletivisme sendiri adalah budaya yang selalu
mengedepankan kepentingan kelompok. Gudykunst dan Lee (2003), menyatakan bahwa
budaya koletivisme mengacu pada mendahulukan kepentingan kelompok dan sebagai
imbalan anggota harus menjaga kelompoknya. Walaupun demikian jika melihat bahwa
ojek pangkalan sering melakukan kenaikan harga sesukanya, maka kembali lagi apakah
ojek pangkalan memiliki rasa empati atau solidaritas seperti yang ada pada budaya
kolektivitas? Tidak, karena hal tesebut menunjukan keegoisan yang mementingkan diri
sendiri. Sehingga tidak pula bisa dikatakan bahwa kehadiran ojek online merusak tatanan
yang sudah ada. Kembali lagi tatanan sosial mana yang dirusak? Apakah tatanan secara
umum atau tatanan yang memang dibentuk untuk menguntungkan kelompoknya saja.
Ojek online sendiri menurut penulis menganut dua budaya yaitu individualism dan
kolektivisme. Budaya individualism digunakan oleh pengendara ojek online ketika ia
sedang menjalankan bisnisnya. Sudah diketahui bahwa persaingan bisnispun sebenarnya
sangat keras dalam dunia online. Tiap pengendara di perbolehkan mengambil
konsumennya kapan saja dan dimana. Disini kecepatan dalam menerima order
tergantung pada mau atau tidak si pengendara itu sendiri. Ini menunjukan bahwa
karakteristis ojek online adalah mereka yang ambisi, mementingkan diri sendiri untuk
keuntungannya. Namun ojek online mempunyai kelompok antara lain Persatuan Ojek
Online Indonesia atau GERAM (gerakan aksi bersama-online Bandung Raya) . Jadi
sebagai mitra dari organisasi pengelola aplikasi online, pengemudi ini merupakan bagian
dari organisasi yang terikat oleh aturan, syarat dari pengelola ojek online. Namun sebagai
anggota dari sub budaya dalam hal ini persatuan ojek online Indonesia, maka pengemudi
ojek online juga akan mengedepankan kepentingan kelompok melalui komunikasi
kelompok yang dilakukan.
Hal ini terlihat ketika terjadi konflik, walaupun terlihat individu namun dengan
sangat cepat anggota ojek online yang lainnya akan segera datang dan bergabung yang
membantu anggota ojek online lainnya yang mengalami kendala di lapangan. Anggota
lainnya bisa segera mengetahui konflik melalui aplikasi yang mereka punyai tersebut.
Konflik yang terjadi bisa juga ditimbulkan akibat persepsi yang merupakan sesuatu yang
ada dibenak seseorang yang diperoleh berdasarkan pengalaman terhadap objek atau
25
peristiwa. Persepsi dapat dilakukan oleh semua pihak ketika melakukan komunikasi.
Berikut ini perbandingan antara ojek online dan ojek pangkalan yang diolah oleh penulis
dari berbagai sumber sebagai berikut:
Ojek Konvensional
Ojek Online
(Pangkalan)
Harga dapat berubah tergantung Harga pasti mengikuti jarak
kesepakatan tempuh
Standar keamanan tidak ada Konseumen diberikan helm dan
masker
Konsumen harus kepangakalan Fasilitas penjemputan tanpa ada
untuk menaiki ojek biaya tambahan
Tidak menggunaka atribut, Identitas dan atribut jelas sehingga
sehingga identitas tidak diketahui dapat dipercaya
Flexibel untuk merubah tujuan Tidak dapat merubah tujuan
Keamanan tidak terjamin karena Keamanan terjamin dengan
tidak perlindungan pelanggan aplikasi yang terdata
Dari perbandingan diatas dapat dilihat ojek online sebagai gaya hidup baru saat ini
suka atau tidak suka lebih banyak menawarkan benefit dibandingkan ojek pangkalan.
Adanya persepsi bahwa ojek pangkalan lebih pasif dan bersifat menunggu penumpang
saja menunjukan bahwa pengemudi ojek pangkalan adalah individu yang pemalas.
Karakteristik diatas dapat dikatakan sebagai bagian dari budaya yang dimiliki oleh
anggota ojek online. Budaya menurut Purwanto (2011), adalah sekumpulan pengalaman
hidup yang tercermin dalam pemrograman kolektif dan melekat secara perilaku pada diri
invidu maupun masyarakat. Atribut yang digunakan oleh ojek online merupakan
cerminan dari pemrograman yang dilakukan secara kolektif yang kemudian menjadi satu
bagian yang terintegrasi dan melekat ketika digunakan dalam berinteraksi secara sosial.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh Ting-toomey (1999), bahwa terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya sebuah konflik. Utamanya jika melibatkan
sebuah kelompok maka umumnya yang berkonflik mempunyai latar belakang perbedaan
dalam usaha pencapaian tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok tersebut. Kasus ojek
pangkalan dan ojek online ini memperlihatkan bagaimana tiap kelompok walaupun
26
mempunyai tujuan yang sama yaitu kepentingan ekonomi namun cara dan usahanya
dilakukan secara berbeda, dimana perbedaan itu disikapi dengan sifat persepsi curiga dan
prasangka yang dinilai dari sisi dimana individu tersebut berada. Tingkat persepsi
tersebut juga berbeda tergantung dari latar belakang individu dalam kelompok tersebut.
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengukur keterkaitan persepsi dengan
pendidikan dalam menghadapi konflik, namun penulis mempunyai hipotesa yang dapat
disampaikan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan (hanya diambil contoh 1 variable
aja) maka tingkat persepsi (stereotype/ etnosentris) akan semakin tinggi, begitu juga
sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan maka tingkat persepsi (stereotype/
etnosentris) akan semakin rendah, karena dianggap akan lebih memahami perbedaan
yang ada di dalam masyarakat.
Usaha dan Upaya Penyelesaian Konflik Ojek Pangkalan dan Ojek Online
Seperti disampaikan bahwa menolak kemajuan teknologi sebagai bagian dari
perkembangan budaya merupakan sebuah keniscayaan. Namun menghilangkan budaya
yang sudah ada secara cepat juga bukan merupakan tindakan yang bijaksana. Berbagai
usaha dilakukan untuk mencegah konflik yang terjadi. Tidak hanya oleh aparat dengan
anggota ojek pangkalan maupun ojek online, namun juga partisipasi masyarakat dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Masyarakat ikut terlibat karena merekalah
konsumen dari kedua moda transportasi tersebut. Masyarakat khususnya warga
arcamatik dalam artikel dikoran menyatakan bahwa merasakan keuntungan yang banyak
dengan kehadiran ojek online.
Usaha-usaha yang dilakukan seperti yang tertulis pada Koran Kompas adalah ada
pertemuan pihak-pihak yang berkonflik dalam hal ini ojek pangkalan dan ojek online
yang difasilitasi oleh aparat dan masyarakat pengguna jasa kedua moda transportasi
tersebut dengan melakukan tindakan kompromi yaitu penyelesaian konflik yang
mengharuskan kedua belah pihak untuk saling memberikan kelonggaran pada masing-
masing pihak (Hardjana,1994) yang terdapat dalam buku Romli, 2014). Konsumen
menceritakan sejarah bahwa ojek pangkalan sebenarnya dibangun oleh masyarakat
setempat ketika transportasi online belum ada. Sempat dibuatkan pangkalan dengan
struktur organisasi. Saat itu ojek pangkalan juga diberikan tugas lain untuk menjaga
keamanan. Namun proses ini ternyata tidak berjalan, tidak terkontrol sebagai mana
mestinya.
27
Pada pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bahwa ojek pangkalan dan ojek
online dapat beroperasi sebagai mana mestinya yang didasarkan pada konsep
bersaing/berkompetisi secara sehat misalnya dengan berlomba-lomba memberikan
pelayanan yang terbaik bagi konsumen. Kesepakatan lainnya ojek pangkalan dan ojek
online melakukan bekerja sama (collaborating), dimana kedua pihak yang berseteru
terlibat kerja sama untuk mencari pemecahan konflik dan memuaskan kedua belah pihak
(win-win approach) (Hardjana,1994) dalam sebuah pertemuan antara kedua belah pihak,
terjadi kesepakatan sebagai berikut :
1. Bersaing secara sehat
2. Tidak ada lagi masalah antara ojek pangkalan dan ojek online
3. Membuat pertemuan rutin antara kedua pihak
4. Berbagai persoalan yang pernah terjadi dianggap selesai
5. Pengurus ojek pangkalan harus mengontrol anggotanya dan tidak berbuat
anarkis
Jika mengacu kepada kesepakatan diatas maka hal ini seperti sapa yang
disampaikan oleh Gudykunst bahwa budaya sangat memengaruhi proses komunikasi dan
juga sebaliknya komunikasi juga akan memengaruhi budaya (Rudd dan Lawson, 2007).
Proses komunikasi lintas budaya melibatkan unsur-unsur sumber, pesan, media,
penerima dan efek sehingga komunikasi yang dilakukan akan memengaruhi cara
individu untuk mengirim, menerima dan menafsirkan pesan dari dan ke individu lainnya
dari latar belakang yang berbeda. Dari beberapa penjelasan mengenai komunikasi lintas
budaya memunculkan sebuah asumsi apakah semakin besar tingkat perbedaan antar
budaya, akan dapat menyebabkan hilangnya sebuah peluang untuk melakukan
komunikasi yang efektif dikarenakan kemampuan proses adaptasi tiap individu yang
berbeda.
Dengan adanya pertemuan rutin yang digagas oleh aparat dan masyarakat
setempat, maka diharapkan perbedaan persepsi, sikap curiga, kcemburuan sosial yang
ada pada ojek online dan ojek pangkalan menurun intensitasnya atau bahkan membaur
dan hilang, sehingga dapat menimbulkan budaya baru dalam hal ini akulturasi yang
secara harfiah merupakan pertemuan dua budaya (ojek pangkalan sebagai ojek
konvensional dari budaya yang lebih dulu ada dengan ojek online sebagai budaya
pendatang) tanpa menghilangkan identitas dari masing-masing budaya mereka.
28
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Perlindungan konsumen bagi pengguna jasa transportasi online timbul karena
adanya hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha sesuai dengan UU No.8
Tahun 1999. Di kota Surakarta perlindungan terhadap konsumen sudah baik dalam
pelaksanaannya karena jarang terjadi kasus yang menyebabkan konsumen mengalami
kerugian. Beberapa konsumen yang diwawancara hanya mengeluhkan soal sikap
ketidaksopanan dan keterlambatan driver karena minimnya pengetahuan mengenai
daerah kota Surakarta, mengalami kecelakaan tunggal akibat kelalaian dari driver yang
kurang hati-hati juga sering terjadi akan tetapi beruntung tidak sampai mengalami luka
parah dan menimbulkan kerugian, kemudian tariff batas atas dan bawah juga dikeluhkan
oleh konsumen disaat-saat waktu tertentu kadang terjadi kenaikan harga yang drastis
yang memberatkan konsumen. Perlindungan konsumen yang diberikan oleh perusahaan
transportasi online adalah dengan cara memberikan asuransi untuk penumpang dan
barang yang diangkut menggunakan jasa layanan transportasi online. Selain itu,
penyelenggaraan pengangkutan penumpang telah memberikan hak kepada konsumen
untuk mendapatkan harga yang wajar dengan menentukan tarif yang baku dan diketahui
oleh penumpang.
Ditinjau dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan antara pengemudi (driver) jasa
transportasi online dan perusahaan provider sudah memenuhi unsur hubungan kerja
sektor formal, yakni hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja
berdasarkan perjanjian kerja, baik PKWT dan PKWTT yang mengandung adanya unsur
kepercayaan, upah dan perintah, sehingga berlakulah hak dan kewajiban bagi kedua
belah pihak sebagaimana yang dimaksudkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Di kota Medan perlindungan hukum terhadap para
pengemudi (driver) jasa transportasi online masih jauh dari harapan. Hal tersebut dapat
dilihat dari minimnya perlindungan yang diperoleh para pengemudi (driver) tersebut,
baik dari segi perlindungan ekonomis, perlindungan sosial, dan perlindungan teknis,
sebagaiman termaktub sangat jelas dalam ketentuan Pasal 88 ayat (1), Pasal 86 ayat (1)
dan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
29
Sebagai budaya pendatang kehadiran teknologi bukan tanpa hambatan. Moda
transportasi online mengalaminya, sejak peluncuran pertama pada tahun 2010.
Penolakan, kecemburuan, persepsi dari budaya yang lebih dulu ada sangatlah tinggi
sekali, bahkan hingga sampai ke tahap konflik dapat terjadi secara terus-menerus. Sikap
curiga muncul adanya persepsi dari budaya lama bahwa budaya baru dalam hal ini ojek
online mengambil lahan mata pencarian mereka. Padahal ojek online justru berusaha
mengisi dan melengkapi kekosongan yang terjadi pada aspek transportasi yang ada
selama ini.
Walaupun sudah ada peraturan pemerintah yang mengatur tentang keberadaan
namun perlu perhatian oleh pemerintah secara lebih mendalam. Hal ini disebabkan
karena moda transportasi ini sudah menjadi gaya hidup baru di masyarakat Indonesia,
sehingga perlu dipikirkan bagaimana membuat transportasi ini menjadi aman, nyaman
tidak hanya bagi masyarakat pengguna namun juga bagi pengelola dan pelaku
transportasi lainnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
https://ibfgi.com/manajemen-risiko-operasional/
Anggraeni, Diana. KONFLIK TRANSPORTASI OJEK PANGKALAN DAN OJEK
ONLINE DI BANDUNG (STUDI ANALISIS TENTANG IDENTITAS BUDAYA,
MANAJEMEN KONFLIK, DAN TEKNOLOGI). Jakarta : Universitas Pancasila
31